Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Dosen Pembimbing:
Dr. Safrida, S.Pd., M.Si
2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM IMUN PADA MANUSIA.............................................3
Indikator........................................................................................................................................3
A. Pengertian Sistem Imun..........................................................................................................3
1.
Antigen............................................................................................................................5
2.
Antibodi...........................................................................................................................6
Fiksasi komplemen........................................................................................................10
2.
Netralisasi......................................................................................................................11
3.
Aglutinasi......................................................................................................................11
4.
Presipitasi......................................................................................................................11
Sel B..............................................................................................................................12
2.
Sel T..............................................................................................................................14
3.
Makrofag.......................................................................................................................17
E. Jenis Imunitas.......................................................................................................................18
F.
1.
Imunitas aktif.................................................................................................................18
2.
Imunitas pasif................................................................................................................18
Alergi.............................................................................................................................19
2.
Penyakit Autoimun........................................................................................................20
3.
Penyakit Imunodefisiensi..............................................................................................21
EVALUASI..................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................26
LAMPIRAN: Kunci Jawaban Evaluasi.......................................................................................27
LAMPIRAN: Power Point...........................................................................................................28
Indikator :
Respon imun itu dapat dinyatakan dengan salah satu dari dua mekanisme yang
berlainan. Beberapa respon imun dilakukan oleh sel-sel hidup, populasi khusus kimfosit.
Respon seperti itu dikatakan ditengahi sel. Respon imun yang lain dilakukan oleh
molekul protein yang dinamai antibodi, yang tersimpan dalam limfadan plasma darah
(Kimball, 2005 : 540). Walaupun demikian, respon imun terhadap diri sendiri dapat
terjadi dan membentuk suatu kondisi yang disebut autoimunitas. Autoimunitas dapat
menyebabkan efek patologis pada tubuh (Sloane, 2004 : 255).
Menurut Sloane 2004 : 255-257 menyatakan ada beberapa komponen dari sistem
imun yaitu antigen dan antibodi.
1. Antigen
Antigen adalah suatu zat yang menyebabkan respons imun spesifik. Antigen
biasanya biasanya berupa zat dengan berat molekul besar dan juga kompleks zat kimia
seperti proteindan polisakarida.
-
2. Antibodi
Antibodi adalah suatu protein yang dihasilkan sistem imun sebagai respons
terhadap keberadaan antigen dan akan bereaksi khususnya dengan antigen tersebut.
Sebuah molekul antibodi terdiri dari empat rantai polipeptida: dua rantai berat identik
5
dan dua rantai ringan identik. Istilah berat dan ringan mengacu pada berat molekul
relatifnya. Rantai-rantai dihubungkan dengan ikatan disulfida (-S-S-) dan ikatan lain
untuk membentuk molekul berbentuk Y yang memiliki area hinge (engsel) fleksibel. Ini
untuk memungkinkan terjadinya perubahan bentuk saat bereaksi dengan jumlah antigen
maksimum. regia variable pada rantai berat dan ringan terletak di bagian ujung lengan Y.
regia ini membentuk dua sisi pengikat yang disebut bivalen.
-
Regia variable pada antibodi yang berbeda memiliki rangkaian asam amino
yang berbeda.
Spesifitas suatu antibodi terhadap antigen tertentu bergantung pada struktur
regia variabelnya.
Regia konstan terdiri dari lengan Y dan batang molekul, selalu identik pada semua
antibodi dari kelas yang sama.
Kelas antibodi adalah sekelompok protein plasma yang disebut immunoglobulin
(Ig). Berikut lima kelas (isotope) immunoglobulin yaitu;
memainkan sedikit peranan dalam imunitas. Tetapi peranan utama diambil oleh monosit
(yang berkembang dalam jaringan menjadi makrofag) dan khususnya limfosit (Kimball,
2005 : 542).
Walaupun semua limfosit tampak sama di bawah mikroskop cahaya, sekali-kali
tidak dalam fungsinya. Sebenarnya, limfosit merupakan kumpulan sel yang amat
beragam. Meskipun demikian, kebanyakan dari limfosit kita terdiri atas satu diantara dua
kategori utama: T limfosit dan B limfosit. Sel-sel yang akan dipastikan menjadi T
limfosit memulai hidupnya di dalam sumsum tulang. Akan tetapi, segera
meninggalkannya dan masuk ke dalam aliran darah ke timus. Disini menjalani
diferensiasi lebih lanjut dan bilamana hal ini selesai barulah siap melakukan kerjanya. B
limfosit juga diproduksi di dalam sumsum tulang, tetapi berlainan dengan T limfosit,
yang pertama tadi menjadi matang sepenuhnya di sana. Meski demikian, B limfosit juga
meninggalkan sumsum tulang sebelum menjadi aktif dalam imunitas (Kimball, 2005 :
543).
terhadap bahan-bahan asing, yang dinamai antigen, yang memasuki tubuh. Baik sumsum
tulang maupun timus secara patut tidak untuk pertahanan ini. Maka diketahui bahwa
sebelum memulai kerjanya, baik B limfosit maupun T limfosit tersebarkan dari sumsum
tulang dan timus menjadi kelompok jaringan limfosit yang dibagikan ke seluruh tubuh.
Sistem ini terdiri atas limpa, sejumlah besar simpul limpa, tonsil, apendiks, dan sarang
sel-sel yang tersebar dimana-mana (Kimball, 2005 : 543).
Produksi antibodi merupakan tanggung jawab B limfosit. Akan tetapi, respon
humoral terhadap banyak antigen juga memerlukan bantuan T limfosit. Dengan suatu
cara, yang masih belum jelas, T limfosit memungkinkan B limfosit yang spesifik bagi
antigen untuk berbiak dan berkembang menjadi sel-sel plasma. Sel-sel plasma adalah
sel-sel yang sebenarnya mensekresi anti bodi (Kimball, 2005 : 543).
fagositosis.
Sitolisis. Kombinasi dari faktor-faktor komplemen multiple mengakibatkan
rupturnya membran plasma bakteri atau penyusup lain dan menyebabkan isi
selular keluar.
10
dan
antibodinya.
Radioimunoassai (RIA) didasarkan pada pengikatan kompetitif secara
radioaktif antara antigen berlabel dan antigen tanpa label untuk sejumlah
kecil antibodi. Metode ini memungkinkan dilakukannya analisi terhadap
antigen, antibodi, atau kompleks dalam jumlah yang sangat kecil melalui
pengukuran radioaktivasinya bukan melalui cara kimia.
11
12
Sekresi antibodi oleh sel B terseleksi secara klonal merupakan cirri utama
respons humoral. Aktivasi dari respons ini biasanya melibatkan sel B dan sel T
penolong, serta protein pada permukaan bakteri. Seperti yang ditunjukkan pada
gambar, aktivasi sel B oleh antigen dibantu oleh sitokin yang disekresikan dari
sel T penolong yang telah menjumpai antigen yang sama. Dirangsang oleh
antigen sekaligus sitokin, sel B berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi klona
sel plasma penyekresi antibodi dan klona sel B ingatan (Campbell, 2008 : 105).
Jalur untuk pemprosesan antigen pada sel B berbeda dengan jalur pada
sel-sel penyaji antigen yang lain. Aktivasi sel B menyebabkan respons humoral
yang kuat: sebuah sel B yang teraktivasi memunculkan klona dari ribuan sel
plasma, masing-masing menyekresi kira-kira 2.000 molekul-molekul antibodi
setiap detik selama rentang hidup sel 4 hingga 5 hari. Lebih lanjut, sebagian
besar antigen yang dikenali oleh sel B mengandung epitop-epitop ganda.
Dengan demikian pemaparan terhadap suatu antigen tunggal normalnya
mengaktivasi berbagai sel B, dengan klona-klona sel plasma berbeda yang
melawan langsung epitop-epitop berbeda pada antigen yang sama (Campbell,
2008 : 105-106).
a. Respon imun primer, berlangsung dengan lambat karena pada awalnya,
hanya ada sedikit sel yang memiliki molekul antibodi permukaan atau
resptor sel T untuk merespons antigen;
b. Respons sekunder, pada pajanan terhadap antigen yang berikutnya
berlangsung lebih cepat dan lebih kuat karena tiruan tambahan dari sel B
memori berkembang dan sel T dapat meresponsnya (Sloane, 2004 : 261).
13
2. Sel T
Fungsi sel T juga menunjukkan spesifitas antigen dan akan berpoliferasi
jika ada antigen, tetapi sel ini tidak memproduksi antibodi.
a. Sel T mengenali dan berinteraksi dengan antigen melalui reseptor sel T,
yaitu protein permukaan sel yang terikat membran dan analog dengan
antibodi;
b. Sel T memproduksi zat aktif secara imunologis yang disebut limkofin.
Sebtipe limfosit T berfungsi untuk membantu limfosit mengatur respon
imun (Sloane, 2004 : 259).
Setiap reseptor sel T (T cell receptor) untuk suatu antigen terdiri dari dua
rantai polipeptida yang berbeda, rantai ( chain) dan rantai ( chain), terikat
oleh sebuah jembatan disulfida (Campbell, 2008 : 98).
Sel sel T, seperti sel B berasal dari sel batang precursor dalam sumsum
tulang. Pada periode akhir perkembangan janin atau segera setelah lahir, sel
precursor bermigrasi menuju kelenjar timus, tempatnya berproliferasi,
berdiferensiasi, dan mendapatkan kemampuan untuk mengenal diri. Setiap
individu memiliki suatu susunan khas tanda protein permukaan sel (antigen)
yang dikodekan oleh gen yang disebut sebagai kompleks histokompatibilitas
mayor (major histocompatibility complex (MHC)). Protein yang dikodekan
oleh MHC kelas I dan kelas II penting dalam aktivasi sel T.
-
14
Selama masa kehidupan awal, antigen yang dikodekan MHC sudah tertanam
dalam sel T pada kelenjar timus. Dengan demikian, sel T akan mengenali setiap
MHC pengkode antigen lain sebagai benda asing. Ini merupakan dasar untuk
rejeksi imun terhadap organ yang dicangkok atau ditransplantasi. Setelah
mengalami diferensiasi dan maturasi. Sel T berimigrasi menuju organ limfoid
seperti limpa atau nodus limfe. Sel ini dikhususkan untuk melawan sel yang
mengandung organism intraseluler (Sloane, 2004 : 261).
Sel T penolong, diaktivasi melalui perjumpaan dengan sel-sel penyaji
antigen, sel-sel T penolong memainkan peran sentral dalam meningkatkan
respons humoral dan respons diperantarai sel. Sel T penolong berproliferasi
setelah berinteraksi dengan fragmen-fragmen antigen yang ditampilkan oleh
sel-sel penyaji antigen (biasanya sel-sel dendritik). Klona sel yang dihasilkan
berdiferensiasi menjadi sel-sel T penolong yang teraktivasi dan sel-sel T
penolong ingatan. Sel-sel T penolong teraktivasi menyekresikan sitokin yang
merangsang aktivasi sel-sel B dan sel-sel T sitotoksik di dekatnya. (Campbell,
2008 : 103-104).
Sel T penolong dan sel penyaji antigen yang menampilkan epitop
spesifiknya memiliki interaksi yang kompleks. Reseptor sel T pada permukaan
sel T penolong berikatan ke fragmen antigen yang dipegang oleh molekul MHC
kelas II pada sel penyaji antigen. Pada saat yang sama, suatu protein yang
15
16
dari sel T penolong serta interaksi dengan sel penyaji antigen. Begitu
teraktivasi, sel T sitotoksik dapat menghilangkan sel sel tubh yang terkena
kanker dan sel tubuh yang terinveksi oleh virus atau patogen intraseluler
lainnya. Fragmen protein nondiri yang disintesis dalam sel target semacam itu
diasosiasikan dengan molekul MHC kelas I dan ditampilkan di permukaan sel,
tempat mereka dapat dikenali oleh sel T sitotoksik (Campbell, 2008 : 104). Sel
T sitotoksik (sel T pembunuh) mengenali dan menghancurkan sel yang
memperlihatkan antigen asing pada permukaannya (Sloane, 2004 : 261).
3. Makrofag
Secara fagositik menelan zat asing dan melalui kerja enzimatik
menguraikan materi yang tertelan untuk diekskresi dan untuk pemakaian ulang.
a. Makrofag memproses antigen terfagositosis melalui denaturasi atau
mencerna sebagian antigen untuk menghasilkan fragmen yang mengandung
determinan antigenik;
b. Makrofag akan meletakkan fragmen antigen pada permukaan selnya
sehingga terpapar untuk limfosit T tertentu. Ini merupakan langkah penting
dalam aktivasi sel T (Sloane, 2004 : 259).
E. Jenis Imunitas
1. Imunitas aktif, didapat akibat kontak langsung dengan mikroorganisme atau
toksin sehingga tubuh memproduksi antibodinya sendiri.
a. Imunitas aktif dapatan secara alami, terjadi jika seseorang terpapar suatu
penyakit dan sistem imun memproduksi antibodi serta limfosit khusus.
17
18
1. Alergi
Alergi adalah respon-respon yang berlebihan (hipersensitif) terhadap antigenantigen tertentu yang disebut alergen (allergen). Allergen yang paling umum melibatkan
antibodi dari kelas IgE. Hay fever, misalnya, terjadi ketika sel-sel plasma menyekresi
antibodi IgE yang spesifik terhadap antigen dipermukaan serbuk polen. Beberapa dari
antibodi ini melekat dengan menggunakan bagian dasarnya ke sel tiang dalam jaringan
ikat. Belakangan, ketika serbuk polen kembali memasuki tubuh, serbuk polen tersebut
melekat ke situs pengikat antigen IgE di permukaan sel tiang. Interaksi dengan serbuk
polen yang besar akan menaut-silangkan molekul-moleku IgE yang bersebelahan,
sehingga menginduksi sel tiang untuk melepaskan histamine dan agen-agen peradangan
yang lain dari granula (vesikel), suatu proses yang disebut degranulasi (degranulation).
Peubahan-perubahan vaskular semacam itu muncul memunculkan gejala-gejala
alergi yang khas: bersin-bersin, mata berair, dan kontraksi otot polos yang dapat
menyebabkan kesulitan bernapas. Obat-obatan yang disebut antihistamin mengurangi
gejala-gejala alergi (dan inflamasi) dengan memblokir reseptor untuk histamine.
19
20
itu, banyak penyakit autoimun yang lebih sering mempengaruhi perempuan dari pada
laki-laki.
3. Penyakit Imunodefisiensi
Gangguan kelainan atau ketiadaan kemampuan sistem kekebalan untuk
melindungi tubuh terhadap patogen disebut imunodefisiensi (imonodeficiency).
Imunodefisiensi bawaan (inborn imonodeficiency) meupakan akibat dari cacat genetis
atau perkembangan di dalam sistem kekebalan. Imunodefisiensi yang diperoleh
berkembang belakangan setelah paparan terhadap agen kimiawi atau biologis. Apapun
penyebab dan asal-usulnya, imunodefisiensi dapat menyebabkan infeksi yang sering
terjadi dan berulang-ulang serta peningkatan kerentanan terhadap kanker tertentu.
Paparan terhadap agen-agen tertentu bias menyebabkan imunodefisiensi yang
berkembang belakangan dalam kehidupan. Obat-obatan yang digunakan untuk
memerangi penyakit autoimun atau mencegah penolakan cangkokan menekan sistem
kekebalan, sehingga menyebabkan kondisi imunodefisiensi. Sistem kekebalan juga
ditekan oleh kanker tertentu, terutama penyakit Hodgkin, yang merusak sistem limfatik.
Imunodefisiensi yang diperoleh berkisar dari kondisi sementara yang bias timbul dari
stress fisiologis hingga acquired immunodeficiency syndrome, atau AIDS, yang tragis
yang disebabkan oleh virus.
21
EVALUASI
23
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, dkk. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kimball, J.W. 2005. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sloane, E. 2004. Anatomi Fisiologi Manusia untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
24
1. B
2. D
3. A
4. C
5. A
6. C
7. D
8. A
9. B
10. C
25
Slide 2
26
Slide 3
Slide 4
27
Slide 5
Slide 6
28
Slide 7
Slide 8
29
Slide 9
Slide 10
30
Slide 11
Slide 12
31
Slide 13
Slide 14
32
Slide 15
Slide 16
33
Slide 17
Slide 18
34
Slide 19
Slide 20
35
Slide 21
Slide 22
36