Você está na página 1de 19

9.

MANAJEMEN LINGKUNGAN (2)


9.1. AUDIT LINGKUNGAN

Salah satu isu penting dalam globalisasi adalah masalah lingkungan. Oleh
karena

itu,

semua

perlingdungan

pihak

terhadap

mempunyai

lingkungan

kewajiban

secara

untuk

memberikan

proporsional.

Perlindungan

lingkungan hidup adalah suatu masalah yang harus dipertimbangkan dari aspek
global. Masyarakat dunia telah bereaksi untuk turut serta memberikan
kepedulian terhadap lingkungan melalui deklarasi yang dibuat oleh konferensi
PBB di Stockholm pada bulan Juni 1972. deklarasi tersebut tentang
perlindungan lingkungan dalam pencegahan pencemaran dan ajakan dalam
usaha koordinasi ke seluruh dunia lewat partisipasi global tidak hanya negaranegara maju tetapi juga negara-negara berkembang.

Kedudukan pemerintah sangat strategis dalam hal memberikan perlindungan


terhadap lingkungan seperti pembuatan kebijakan serta berperan untuk
memfasilitasi dan mendorong gerakan kepedulian terhadap lingkungan.
Keberadaan masyarakat juga sangat penting untuk turut serta berperan aktif
menjaga, memelihara, dan melestarikan lingkungan. Karena segala dampak
yang diakibatkan oleh lingkungan pihak masyarakatlah yang secara langsung
merasakan.

Kerusakan lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini diakibatkan oleh kegiatan


manusia

untuk

memenuhi

kebutuhannya

dengan

tidak

mengindahkan

kelestarian alam sekitarnya (Pramudya Sunu, 2001).

Dari pengolahan limbah ujung pipa (end of pipe) ke pengelolaan limbah


di setiap titik proses sejak awal.

Dari peraturan perundangan (command & control) ke instrumen pasar


(market based instrument).

Dari yang bersifat wajib ke sukarela.

Dari cara penanganan yang bersifat parsial ke cara penanganan yang


bersifat sistemik.

Dari cara pengelolaan yang bersifat sendiri-sendiri ke cara pengelolaan


yang

bersifat jaring kerjasama (net works).

Dari yang bersifat instrumental ke yang bersifat fundamental (values,


ethics).

Audit

lingkungan

manajemen

adalah

lingkungan.

alat
Audit

pemeriksaan
lingkungan

komprehensif
merupakan

dalam

satu

alat

sistem
untuk

memverifikasi secara objektif upaya manajemen lingkungan dan dapat membantu


mencari langkah-langkah perbaikan guna meningkatkan performasi lingkungan,
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan (Bratasida,1996).

Menurut United States Environmental Protection Agency (US EPA), Audit


Lingkungan adalah suatu pemeriksaan yang sistematis, terdokumentasi secara
periodik dan objektif berdasarkan aturan yang ada terhadap fasilitas operasi dan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

praktek yang berkaitan dengan pentaatan kebutuhan lingkungan (Tardan dkk,


1997).

Dalam perkembangan selanjutnya audit lingkungan mencakup beberapa bidang


antara lain sistem manajemen lingkungan pelaksanaan produksi bersih,
pentaatan terhadap peraturan perundang-undangan dan minimisasi limbah. Audit
lingkungan merupakan upaya proaktif suatu perusahaan untuk perlindungan
lingkungan yang akan membantu perusahan meningkatkan efisiensi dan
pengendalian emisi, polutan yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra positif
dari masyarakat terhadap perusahaan.

Dasar hukum pelaksanaan audit lingkungan di Indonesia adalah UU RI Nomor 23


Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan KEPMEN LH Nomor
KEP-42

MENLH/11/1994

Tentang

Pedoman

Umum

Pelaksanaan

Audit

Lingkungan.

9.2. JENIS-JENIS AUDIT LINGKUNGAN

Audit lingkungan ada beberapa jenis, yang pelaksanaannya sangat tergantung


pada kebutuhan manajemen/ perusahaan. Jenis-jenis audit itu antara lain adalah
(Tardan dkk, 1997) :
1. Audit Pentaatan
Audit Pentaatan memiliki sifat :

Menilai ketaatan terhadap peraturan, standar dan


pedoman yang ada.

Meninjau persyaratan perizinan dan pelaporan.

Melihat pembatasan pada pembuangan limbah udara, air


dan padatan.

Menilai keterbatasan peraturan dalam pengoperasian,


pemantauan dan pelaporan sendiri atas pelanggaran
yang dilakukan perusahaan.

Sangat mengarah pada semua hal yang berkaitan dengan pentaatan.

Dapat dilakukan oleh petugas (kelompok/perusahaan) setempat.

2.Audit Manajemen
Audit jenis ini mempunyai sifat :

Menilai kefektifan sistem manajemen internal, kebijakan


perusahaan dan

resiko yang berkaitan dengan

manajemen bahan.

Menilai keadaan umum dari peralatan, bahan bangunan


dan tempat

penyimpangan.

Mencari bukti/ kenyataan tentang kebenaran dan kinerja


proses produksi.

Menilai kualitas pengoperasian dan tata laksana operasi.

Menilai

keadaan

catatan/

laporan

tentang

emisi,

tumpahan, keluaran, dan penanganan limbah.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

Menilai tempat pembuangan secara rinci.

Meninjau

pelanggaran

atau

pertentangan

dengan

petugas setempat atau dengan masyarakat.


3. Audit Produksi Bersih dan Minimisasi Limbah
Jenis audit ini mempunyai sifat :

Mengurangi jumlah timbunan dan produksi buangan limbah.

Menggunakan analisis kualitas daan kuantitatif yang rinci terhadap praktek


pembelian, proses produksi dan timbunan limbah.

Mencari tindakan alternatif pengurangan produksi, dan pendaur ulangan


limbah.

4. Audit Konservasi Air


Sifat audit ini adalah :

Mengidentifikasi sumber air penggunaan air dan mencari upaya untuk


mengurangi penggunaan air total melalui usaha pengurangan, penggunaan
ulang dan pendaur-ulangan

5. Audit Konservasi Energi


Sifat audit ini adalah :

Melacak pola pemakaian tenaga listrik, gas dan bahan bakar minyak
dan

mencoba

untuk

mengkuantifikasikan

serta

meminimalkan

penggunaannya.
6. Audit Pengotoran/ Kontaminasi Lokasi Usaha
Sifat audit ini adalah :

Menilai kedaan pengotoran lokasi perusahaan akibat pengoperasian yang


dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan.

Melakukan pengambilan contoh dari lokasi dan melakukan penganalisaan


contoh sampel tersebut untuk jangka waktu yang cukup panjang dan
merupakan hal yang khusus pada audit jenis ini (audit lain tidak melakukan
pengambilan sampel).

Melakukan pengelolaan secara statistik terhadap hasil audit, jika diperlukan.

7. Audit Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Jenis audit ini memiliki sifat :

Menilai tatalaksana operasional pekerjaan, pengelolaan bahan dan limbah


berbahaya,

pembuangan

bahan

pencemar

dan

sejenisnya,

yang

berhubungan erat dengan keselamatan dan kesehatan kerja.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

Audit ini memungkinkan pimpinan perusahaan untuk menetapkan apakah


perusahaan tersebut sudah mentaati peraturan tentanf keselamatan dan
kesehatan kerja.

8. Audit Perolehan (Procurement Audit)


Sifat audit ini adalah :

Meninjau praktek pembelian

Mengidentifikasi hasil produksi daan peralatan alternatif.

Dapat dilakukan terpisah atau sebagai bagian audit minimisasi limbah atau
audit produksi bersih.

Biasanya melibatkan pegawai bagian pembelian.

Melihat alternatif dari yang sederhana sampai genting (cradle to grave)

9.3. MANFAAT MELAKUKAN AUDIT LINGKUNGAN


Manfaat yang dapat diperoleh suatu perusahaan dari kegiatan audit lingkungan
adalah (BAPEDAL, 1994) :
1.

Mengidentifikasi resiko lingkungan

2.

Menjadi dasar bagi pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan atau


upaya

3.

penyempurnaan rencana yang ada.

Menghindari

kerugian finansial seperti penutupan/ pemberhentian suatu

usaha atau kegiatan atau pembatasan oleh pemerintah, atau publikasi


yang merugikan akibat pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang tidak
baik.
4.

Mencegah tekanan sanksi hukum terhadap suatu usaha atau kegiatan atau
terhadap pimpinannya berdasarkan pada peraturan perundang-undaangan
yang berlaku.

5.

Membuktikan

pelaksanaan

pengelolaan

lingkungan apabila dibutuhkan

dalam proses pengadilan.


6.

Meningkatkan kepedulian pimpinan/ penanggung jawab dan staf suatu


badan usaha

atau kegiatan tentang pelaksanaan kegiatannya terhadap

kebijakan dan tanggung jawab lingkungan.


7.

Mengidentifikasi kemungkinan penghematan biaya melalui upaya konservasi


energi dan pengurangan, pemakaian ulang dan daur ulang limbah.

8.

Menyediakan laporan audit lingkungan bagi keperluan usaha atau kegiatan


yang bersangkutan, atau bagi keperluan kelompok pemerhati lingkungan,
pemerintah dan media massa.

9.

Menyediakan informasi yang memadai bagi kepentingan usaha atau


kegiataan asuransi, lembaga keuangan dan pemegang saham.
Agar pelaksanaan audit lingkungan berhasil dengan baik beberapa persyaratan

harus dipenuhi antara lain :

Dukungan penuh pihak pimpinan puncak

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

Keikutsertaan semua pihak yang terkait

Kemandirian dan objektifitas auditor dan auditor harus berasal dari


luar perusahaan.
Kesepakatan tentang tata cara dan lingkup audit aantara pimpinan

perusahaan dengan auditor.

9.4. PRODUKSI BERSIH (CLEANER PRODUCTION)

Pada tahun 1989 UNEP ( United Nations Environment Program )


memperkenalkan

konsep Produksi Bersih yang didefinisikan sebagai

upaya penerapan yang kontinu dari suatu strategi

pengelolaan

lingkungan yang integral dan preventif terhadap proses dan produk untuk
mengurangi terjadinya resiko terhadap manusia dan lingkungan.

Produksi Bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang
diterapkan

untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi

dengan upaya perlindungan

lingkungan. Strategi konvensional dalam

pengelolaan limbah didasarkan pada pendekatan

pengolahan limbah

yang terbentuk (end-of pipe treatment). Pendekatan ini terkonsentrasi


pada upaya pengolahan dan pembuangan limbah dan untuk mencegah
pencemaran dan kerusakan lingkungan. Strategi ini dinilai kurang efektif
karena bobot pencemaran dan kerusakan lingkungan terus meningkat.

Kelemahan yang terdapat pada pendekatan pengolahan limbah secara


konvensional adalah :
1. Tidak efektif

memecahkan

masalah

lingkungan

karena

hanya

mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari satu media ke


media lain.
2. Bersifat reaktif yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah.
3. Karakteristik limbah semakin kompleks dan semakin sulit diolah
4. Investasi dan biaya operasi pengolahan limbah relatif mahal dan hal ini
sering dijadikan alasan oleh pengusaha untuk tidak membangun
instalasi pengolahan limbah.
5. Peraturan perundang-undangan yang ada masih terpusat pada
pembuangan limbah, belum mencakup upaya pencegahan.
6. Untuk mengatasi kelemahan strategi konvensional tersebut maka
dikembangkan program produksi bersih yang dalam pelaksanaannya
mempunyai urutan prioritas sebagai berikut :

Pencegahan pencemaran (Pollution prevention)

Pengendalian pencemaran (Pollution Control)

Remediasi (Remediation)

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

Dalam tahap proses, produksi bersih mencakup upaya konservasi, bahan

baku dan energi, menghindari penggunaan bahan yang mengandung B3


(Bahan Berbahaya dan Beracun), mengurangi jumlah dan kadar toksisitas
semua limbah dan emisi yang dihasilkan sebelum meninggalkan tahap
proses. Untuk produk, produksi bersih memusatkan perhatian pada upaya
pengurangan daampak di keseluruhan daur hidup produk mulai dari
ekstraksi bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tidak
digunakan (Bratasida, 1996). Startegi produk bersih mencakup upaya
pencegahan pencemaran melalui alternatif jenis proses yang akrab
lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup dan teknologi bersih.

9.5. MANFAAT PRODUKSI BERSIH


Manfaat penerapan produksi bersih antara lain (Bratasida, 1996, Helmy, 1997)
a. Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui upaya
minimisasi limbah, daur ulang pengolahan dan pembuangan limbah yang
aman.
b. Mendukung prinsip Pemeliharaan Lingkungan dalam rangka pelaksanaan
Pembangunan Berkelanjutan.
c. Dalam jangka panjang dapatmeningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui
penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi serta
efisien.
d. Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi
eksploitasi sumberdaya alam melalui penerapan daaur ulang limbah di
dalam proses yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumberdaya
alam untuk mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
e. Memberikan peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih
strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction and in
process recycling) yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini, dengan
demikian dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk
pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan.
f.

Memperkuat daya saing produksi di pasar global.

g. Meningkatkan

citra produsen dan meningkatkan kepercayaan konsumen

terhadap produk yang dihasilkan.


h. Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja.

9.6. KESIMPULAN

Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan Standar ISO Seri 14000 tidak


menghambat laju

pembangunan

dan pertumbuhan

ekonomi

atau

merupakan beban bagi produsen. Upaya tersebut justru merupakan


kebutuhan bagi produsen, karena :

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

Dapat

menjamin

kelangsungan

pembangunan

dan

pertumbuhan

ekonomi.
Dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan memberikan citra
baik kepada produsen.
Meningkatkan efisiensi agar mampu bersaing di pasar global, sehingga
dapat meraih keuntungan.

Sistem Manajemen Lingkungan Standar ISO Seri 14000 adalah perangkat


Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Terpadu yang bersifat preventif dan
proaktif sehingga tujuan penerapan konsep Pembangunan Berkelanjutan
dapat tercapai

9.7. SARAN

Jika pengusaha ingin survive dan sukses dalam kompetisi di pasar global
dan memperoleh citra baik dari konsumen, tidak ada jalan lain kecuali
mengkaji/ meninjau ulang visi, orientasi dan strategi kebijakan pengelolaan
lingkungannya.

Sistem manajemen Lingkungan Standar ISO Seri 14000

merupakan alternatif terbaik hingga saat ini untuk diterapkan oleh para
pengusaha industri karena telah mendapat pengakuan dan pengesahan
dari masyarakat Internasional.

Dalam upaya penerapan Sistem Manajemen Lingkungan Standar ISO Seri


14000, langkah pertama yang harus dijalankan adalah melakukan Audit
Lingkungan, yang dalam pelaksanaannya dapat diserahkan kepada pihak
lain.

DAFTAR PUSTAKA
Bratasida, Liana. 1996. Prospek Pengembangan Sistem Manajemen Lingkungan
di Indonesia. BAPEDAL. Jakarta.
BAPEDAL. 1996. himpunan Peraturan Tentang Pengendalian Dampak Lingkungan
Seri IV. KEPMEN LH No : KEP-42/MENLH/11/94 Tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan Lingkungan. Jakarta.
Foley, Gerald, 1993. Pemanasan Global.Yayasan Obor Indonesia. Konphalindo.
Panos. Jakarta.
Hadiwiardjo, Bambang, 1997. ISO 14001- Panduan Penerapan Sistem Manajemen
Lingkungan. Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta.
Helmy, HM. 1997. Penerapan Prinsip Zero Emission Pada Pabrik Kelapa Sawit.
Program Pasacasarjana. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Keraf,A.Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.
Kuhre, W. Lee. 1995. ISO 14000 Sertification : Environmental Management System.
Prentice Hall PTR. New York.
Soemarwoto, Otto. 2001. Atur Diri Sendiri. Paradigma Baru Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Sunu, Pramudya. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan
ISO14001, Grasindo, Jakarta 10270.
Tardan, M. Agus M., dkk. 1997. Audit Lingkungan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

SUMBER :
Kimberly F. Kodrat. 2001. Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001. PPS IPB.
http://tumoutou.net/702_05123/kimberly_fk.htm

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

9.8. STUDI KASUS


FAKTOR KUNCI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH
01. PENDAHULUAN
Lingkungan telah menjadi bagian yang sangat penting dari bisnis. Berkenaan dengan
pernyataan tersebut, setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu green
consumerism dan lingkungan sebagai non-tariff barrier. Green consumerism membuat
produk-produk harus berorientasi lingkungan dan harus dibuat dengan proses yang
ramah lingkungan. Dilain pihak, banyak negara, terutama masyarakat eropa, telah mulai
memasukkan faktor lingkungan ke dalam perdagangan. Lingkungan telah dijadikan
sebagi non-tariff barrier. Artinya untuk memasuki pasar dengan kedua karakteristik di
atas diperlukan kaji-ulang atas kinerja lingkungan yang telah kita lakukan selama ini.
Apakah sudah sama dengan persepsi para green consumer ataukah sudah memenuhi
persyaratan non-tariff di atas.
Permasalahannya adalah bahwa sebagian dari kita masih menganggap pengelolaan
lingkungan sebagai beban biaya. Contoh paling nyata adalah pengelolaan limbah yang
telah membebani perusahaan. Mengelola lingkungan dengan fokus pengolahan limbah
atau end-of-pipe ini sudah selayaknya ditinggalkan. Kita perlu menggeser paradigma
pengelolaan lingkungan ke arah pencegahan atau up-the-pipe. Salah satu pendekatan
up-the-pipe yang mulai banyak diterapkan adalah Cleaner Production.
Cleaner Production telah mulai diterapkan di banyak negara. Pendekatan ini ternyata
mampu memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan pendekatan pengelolaan
lingkungan yang lain. Pembeda dengan program lingkungan yang lain adalah
kemampuan Cleaner Production untuk memberikan berbagai penghematan, bahkan
dapat berfungsi sebagai 'revenue generator'.
Penerapan Cleaner Production, walaupun dapat dilakukan melalui cara-cara yang amat
sederhana, namun pada kondisi tertentu kadang-kadang memerlukan perubahan yang
radikal. Untuk memujudkan program Cleaner Production yang efektif, ada beberapa
faktor yang perlu dipertimbangkan. Uraian di bawah akan membahas faktor-faktor yang
menjadi kunci dalam penerapan Cleaner Production.
02. PERSPEKTIF TENTANG LIMBAH
Pemecahan permasalahan seringkali bergantung pada bagaimana cara kita
memandang permasalahan tersebut. Hal ini juga berlaku bagi permasalahan limbah.
Ada banyak perpektif tentang limbah, apakah itu perspektif pelaku industri, ahli

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

lingkungan, masyarakat, atau pemerintah. Alangkah baiknya bila kita mengenali


berbagai perspektif yang timbul berkenaan dengan limbah tersebut. Pada gilirannya,
perspektif tentang limbah tersebut akan menimbulkan sebuah reaksi. Sehingga lahirlah
berbagai alat (tools) atau pendekatan untuk mengelola limbah, didasarkan atas persepsi
tentang limbah tersebut.
Setidaknya ada delapan perspektif tentang limbah yang dapat diidentifikasi, yaitu :
1. Limbah sebagai limbah. Limbah kadang dipandang sebagai limbah itu sendiri,
dan dianggap sebagai sesuatu yang 'tidak terpakai' lagi. Reaksi yang muncul
atas persepsi ini adalah pendekatan end-of-pipe, yaitu mengelola limbah setelah
limbah tersebut timbul. Perlakuan yang dilakukan terhadap limbah adalah
membuangnya atau mengolahnya. Pendekatan ini telah memberikan beban
biaya bagi perusahaan.
2. Limbah sebagai suatu kerusakan (defect). Limbah dipandang sebagai kerusakan
dalam proses produksi. Untuk memperbaikinya diperluaslah konsep zero defects
dalam Total Quality Management (TQM). Dalam konsep ini limbah, yang
dianggap sebagai suatu kerusakan dan ketidakefisienan, dicegah sebelum
timbul. Konsep pencegahan pencemaran (pollution prevention) adalah reaksi
yang paling dekat dengan persepsi limbah sebagai defect ini. Eliminasi material
beracun dan sulit dikelola, menggunakan proses yang tepat, dan mengeliminasi
proses yang tidak perlu adalah dasar dari pendekatan pencegahan pencemaran.
Alat-alat TQM seperti pareto chart, cause-effect diagrams, dan continuous
improvement diterapkan untuk memecahkan permasalahan limbah, sehingga
muncullah sebuah pendekatan baru, yaitu Total Quality Environmental
Management.
3. Limbah sebagai issue kesehatan masyarakat. Limbah dan bahan kimia
dipandang divonis sebagai sesuatu yang membahayakan kesehatan masyarkat
dan lingkungan. Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah
pengurangan resiko penggunaan bahan beracun serta mengeliminasi pencemar
yang bersifat persisten dan bioakumulatif. Pendekatan yang muncul adalah
Precautionary Principles.
4. Limbah sebagai biaya tak terakuntansi. Limbah dianggap sebagai biaya
tersembunyi (hidden cost) dalam overhead perusahaan. Untuk mengatasinya,
dikembangkanlah pendekatan untuk mengeksplisitkan seluruh biaya yang timbul
dalam bisnis. Alat yang muncul adalah Total Cost Accounting.
5. Limbah sebagai kesalahan perancangan (design). Perspektif ini cukup proaktif,
karena memandang bahwa kehadiran limbah seharusnya sudah terdeteksi sejak
tahap desain. Baik limbah itu timbul dari material, proses produksi, pemakaian,
maupun pembuangan. Diintegrasikanlah desain dengan lingkungan, yang
memunculkan sebuah pendekatan baru, yaitu Design for Environment (DfE).
Dalam penerapnnya, Design for Environment ini banyak menggunakan
pendekatan analisis daur hidup (life cycle analysis).
6. Limbah sebagai kesalahan manajemen. Pandangan ini menganggap perlunya
limbah diintegrasikan ke dalam proses bisnis. Pandangan ini diterima sangat
luas di dunia. Munculah ISO 14001 (Environmental Management System) yang

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

berlaku di seluruh dunia dan EMAS (Eco-Management and Auditing Scheme)


yang berlaku di Eropa.
7. Limbah sebagai produk yang tidak terwujudkan. Industri dianggap sebagai
bagian dari ekosistem industri. Seperti suatu ekosistem yang umumnuya
membentuk suatu loop, maka pendekatan yang dilakukan adalah menutup loop.
Penutupan dilakukan dengan daur ulang, daur pakai, dan penggunaan limbah
energi. Pendekatn yang menyertai persepsi ini adalah industrial ecology, yang
mengkaji aliran material dan energi dalam aktivitas industri dan konsumen serta
mengkaji dampaknya terhadap seluruh aspek lingkungan.
8. Limbah sebagai issue moral. Sebagai issue moral, limbah dikaitkan dengan
keberlanjutan tersedianya sumberdaya untuk generasi mendatang.
Pemeliharaan dan perbaikan kualitas lingkungan adalah salah satu sasarannya.
Pendekatan moral ini cukup diterima oleh kalangan bisnis sebagai 'operational
value'. Pendekatan yang muncul adalah Sustainable Development.
03. TANGGAPAN PERUSAHAAN UNTUK MENGELOLA LINGKUNGAN
Tanggapan perusahaan terhadap upaya untuk mengelola lingkungan pada dasarnya
dapat dibagi menjadi dua, yaitu reaktif dan proaktif. Beberapa ahli mengaitkan respon
tersebut atas dengan tingkat-tingkat dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan,
yaitu:
1. Menimbulkan dampak negatif
2. Mengeliminasi dampak negatif
3. Memberikan dampak positif.
3.1 RESPONS REAKTIF
Respons reaktif umumnya bertujuan untuk memecahkan suatu masalah lingkungan
yang telah timbul. Selain itu, pada tahap reaktif, tujuan perusahaan adalah memenuhi
regulasi yang berlaku (regulation compliance). Berkaitan dengan tingkat dampak
lingkungan, respons ini berada pada tingkat penimbul dampak negatif atau mendekati
eliminasi dampak.
Tentunya kita masih ingat akan Bencana Bhopal di India, yang telah menewaskan
sekitar 2.500 orang dan membuat sekitar 200.000 orang menderita sakit. Bencana ini
terjadi karena kebocoran salah satu tangki gas Methyl Isocyanate (MIC) yang dimiliki
oleh perusahaan kimia Union Carbide. Setelah kejadian tersebut, Union Carbide segera
bereaksi untuk memperbaiki sistem pengelolaan lingkungannya. Mereka menyewa
sebuah perusahaan konsultan untuk merancang suatu sistem lingkungan yang baru.
Dewan direktur kemudian memformalkan sebuah jabatan baru, yaitu vice president
untuk bidang lingkungan hidup .
Hasil analisis menunjukkan bahwa sistem pengelolaan lingkungan di Union Carbide
ternyata sangat rumit dan sukar dijalankan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
adalah menyederhanakan sistem audit lingkungan. Manual audit lingkungan yang
semula tebalnya 35 cm diringkas menjadi 1,25 cm saja. Manual baru ini lebih membumi
dan setiap orang diperusahaan dapat dengan mudah menggunakannya untuk
mengaudit kinerjanya. Union Carbide juga secara agresif mengaudit fasilitasnya di

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

10

seluruh dunia. Fasilitas yang tidak mampu memenuhi persyaratan lingkungan dijual atau
ditutup. Sistem pengelolaan lingkungan yang baru tersebut merupakan salah satu yang
terbaik pada saat itu. Tidak puas dengan membenahi sistem internalnya, Union Carbide
juga ikut meratifikasi beberapa inisiatif lingkungan seperti Responsible Care dan masuk
ke dalam kelompok GEMI (global environmental management initaitive). Ratifikasi ini
bertujuan untuk menunjukkan komitmen Union Carbide untuk terus memperbaiki diri,
sekaligus untuk memperbaiki citra persusahaan.
Apakah berbagai upaya itu cukup? Ternyata tidak. Survei yang dilakukan untuk
mengetahui posisi Union Carbide, selama kurun waktu 1980 - 1990 menunjukkan
kecenderungan sebagai berikut:

Tingkat rasa suka terhadap Union Carbide terus

Tingkat rasa tidak suka meningkat

Pendapat bahwa industri adalah suatu hal yang penting menurun

Anggapan bahwa industri kurang diregulasi meningkat

Tragedi Bhopal sangat berpengaruh terhadap kinerja bisnis Union Carbide.


Sebelum bencana, Union Carbide adalah perusahaan dengan penjualan sebesar
US$ 12,5 milyar, sepuluh tahun kemudian, Penjualannya hanya US$ 5 milyar.

Tragedi Bhopal telah menjadi pelajaran berharga bagi industri di seluruh dunia. Namun
Union Carbide adalah pengambil pelajaran terbesar darinya. Permasalahan lingkungan
yang memakan korban akan sangat membekas di ingatan seseorang. Tindakan reaktif
setelah terjadinya bencana akan sangat menurunkan citra perusahaan.
Kasus Union Carbide di atas adalah salah satu tanggapan yang bersifat reaktif.
Tanggapan secara reaktif terjadi bila tindakan yang dilakukan dipicu oleh faktor eksternal
yang dilakukan karena keadaan memaksa. Faktor ini bisa berbentuk regulasi
pemerintah, standar internasional, tuntutan masyarakat, atau bahkan bencana.
Namun sikap reaktif ini pada dasarnya bukanlah suatu hal yang buruk. Porter dan Van
der Linde menyatakan bahwa dalam banyak hal, regulasi lingkungan ternyata memiliki
implikasi positif terhadap inovasi, produktivitas penggunaan sumber daya, dan daya
saing industri. Dibayangi oleh regulasi lingkungan untuk menurunkan solvent sampai
90%, 3M berinovasi untuk menghindari penggunaan solvent dan menggantinya dengan
produk berbasis air. Hal yang sama dilakukan oleh Hitachi. Regulasi Jepang yang
mengharuskan kemudahan produk untuk didaur ulang telah membuat Hitachi untuk
mendesain ulang produknya. Hitachi mengurangi jumlah komponen rakitan sebesar
16% pada produk mesin cuci dan 30% pada produk vacuum cleaner-nya. Berkurangnya
komponen membuat produk menjadi lebih mudah untuk di-disassembly, sehingga
komponennya lebih mudah untuk didaur ulang. Namun hal terbaik dari desain ulang
tersebut adalah berkurangnya waktu dan tingkat kesulitan perakitan. Hal ini membuat
pekerjaan menjadi lebih efisien.
ARCO, barangkali bisa menjadi salah satu contoh yang paling baik tentang bagaimana
caranya mengubah kendala regulasi lingkungan menjadi peluang bisnis. ARCO yang

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

11

berbasis di California mampu menyaisati regulasi lingkungan sehingga berhasil


memimpin pasar di wilayah tersebut.
Pada saat itu, amandemen terhadap undang-undang pencemaran udara (Clean Air Act)
di Amerika Serikat hendak diluncurkan. Amandemen ini salah satunya mengatur tingkat
emisi pencemar udara kendaraan bermotor. ARCO memanfaatkan amandemen ini
dengan mengubah produknya untuk memenuhi undang-undang tersebut.
Diluncurkanlah EC-1, bensin tanpa timbal dengan kadar Sulfur hanya seperlima dari
bensin konvensional, Benzene 50% lebih rendah, Olefin dan Aromatik 70% lebih rendah,
dan tekanan uap lebih rendah. Formula baru ini mampu menurunkan emisi kendaraan
bermotor. Dipromosikan sebagai produk ramah lingkungan, disertai dengan undangundang pencemaran udara yang ketat, segera saja produk ini menjadi populer di
California dan mampu memimpin pasar. Beberapa lama kemudian ARCO memperbaiki
produknya dan mengganti EC-1 dengan EC-Premium yang lebih ramah lingkungan. ECpremium memiliki kadar benzene hanya 27 % dari bensin konvensional, dan mampu
menurunkan emisi Hidro Karbon sampai 28%, Karbonmonoksida sampai 21 %, dan
emisi karena penguapan sampai 36%. Seperti pendahulunya, EC-premium juga segera
menjadi populer.
Tidak puas dengan kinerjanya, ARCO mengembangkan EC-X yang lebih ramah
lingkungan. Melalui sebuah presentasi ke pemerintah, ARCO menunjukkan kelebihankelebihan EC-X dalam menurunkan tingkat pencemaran udara. Presentasi ini
membuahkan hasil bagi ARCO. Mulai tahun 1996 produk ini akan dijadikan standar.
Bensin yang dijual di seluruh negara bagian minimal harus setara dengan EC-X.
Di California, setiap pompa bensin milik ARCO rata-rata mampu menjual sebanyak
225.000 galon perbulannya. Angka ini 3 kali lipat dari rata-rata penjualan bensin di
wilayah tersebut. Dengan produk ramah lingkungan, ARCO mampu menjadi pemimpin
pasar. Terbukti bahwa upaya reaktif juga merupakan hal yang baik. Pertanyaannya,
apakah itu cukup? Tampaknya akan sangat sulit bagi industri untuk terus berubah
sejalan dengan perubahan regulasi yang semakin ketat dan menjangkau dimensi yang
semakin luas.
Berkaitan dengan kasus di atas, ada hal yang harus membuat ARCO berpikir keras.
Sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, bensin memiliki pesaing cukup berat, yaitu
metanol dan listrik. Kedua pesaing ini merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui
(renewable resources). Keduanya memiliki kinerja lingkungan yang jauh lebih baik
dibandingkan dengan bensin. Permasalahan utama pada saat ini adalah belum
mampunya kedua pesaing itu untuk menyamai tingkat ekonomis dan kemudahan
operasi bensin. Namun bagaimana bila ternyata pasar menuntut produk dengan label
'renewable resources'. Atau bagaimana bila secara ekonomi dan kemudahan operasi
kedua pesaing tersebut telah menyamai atau bahkan lebih baik dari bensin? Akan
sangat sulit bagi ARCO untuk terus bertahan.
Contoh yang cukup menarik adalah kasus Lockheed pada Tahun 1987 . Berdasarkan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

12

TRI (Toxics Realese Inventory) emissions, dari 25 perusahaan di kelompoknya,


Lockheed adalah pencemar nomor dua terbesar. Melihat hasil ini mereka segera
bereaksi dengan melakukan banyak perubahan untuk memperbaiki kinerja
lingkungannya. Tiga tahun kemudian, pada Tahun 1990, Lockheed telah berhasil
menurunkan pencemarnya sampai 64% dari tingkat emisinya pada Tahun 1987. Sebuah
hasil yang cukup baik. Namun, ketika TRI pada Tahun 1990 itu diumumkan, ternyata
prestasi Lockheed memburuk. Mereka turun satu peringkat dan berhasil menjadi
pencemar paling besar di kelompoknya. Ternyata pesaing berkinerja lebih baik.
3.2 RESPONS PROAKTIF
Tahap kedua dari respons perusahaan terhadap lingkungan adalah proaktif. Pada tahap
ini, dikaitkan dengan lingkungan, perusahaan telah menempatkan lingkungan dalam
salah satu prioritas bisnisnya. Umumnya perusahaan pada tahap ini digerakkan oleh
inisiatif mereka sendiri, yang dipandu oleh visi lingkungan yang mereka miliki. Respons
ini digerakkan oleh nilai (value driven).
Tahap awal dari sikap proaktif terhadap lingkungan adalah assurance dari seluruh
kegiatannya yang berkaitan dengan lingkungan. Perusahaan akan terus berupaya untuk
mengidentifikasi dan memitigasi sumber-sumber resiko lingkungan yang mempengaruhi
liabilitas finansial, asalkan biaya identifikasi dan mitigasi resiko itu tidak lebih besar dari
biaya tanggung jawab atas resiko tersebut. Tahap berikut dari sikap proaktif ini adalah
mengintegrasikan lingkungan ke dalam bisnis. Perusahaan akan berusahan
meningkatkan efisiensi dengan meminimalkan limbah. Pendekatan yang cukup banyak
dilakukan adalah Cleaner Production. Dikaitkan dengan dampak lingkungan, respons
pada tahap ini akan berada di sekitar mitigasi dampak dan kadang cenderung
memberikan dampak positif terhadap lingkungan.
DOW Chemical memiliki visi lingkungan yang cukup baik, mereka telah berpikir dalam
jangka menengah. Pada Tahun 1996, DOW meluncurkan program untuk memperbaiki
kinerja lingkungan dan keselamatan nya di seluruh fasilitasnya di dunia. Program ini
memiliki rentang waktu 10 tahun. Program ini diperkirakan akan memberikan Return on
Investment (ROI) sebesar 30-40% pada Tahun 2005. Sasaran yang ingin mereka capai
adalah penghematan:

580 juta US$ dari pengurangan penggunaan energi

1,3 milyar US$ dari pengurangan limbah

96 juta US$ dari pengurangan insiden keselamatan kerja pada proses produksi

50 juta US$ dari pengurangan tingkat insiden kecelakaan dan sakit

34 juta US$ dari pengurangaan biaya gangguan, kerusakan fasilitas, atau


pembersihan tumpahan

14 US$ juta dari pengurangan kecelakaan kendaraan bermotor

Total seluruh penghematan adalah 1,8 milyar US$, atau setara dengan 1% pendapatan
selama sepuluh tahun.
DuPont Agricultural (DA) juga memiliki tindakan proaktif dengan visi jauh ke depan. DA

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

13

adalah penghasil bahan kimia pelindung tanaman. Mereka mengembangkan produk


baru secara cukup radikal. Herbisida baru hasil temuan DuPont ini akan mampu
memberikan penghematan luar biasa. Dosis yang diperlukan hanya seperseratus
sampai sepersepuluh dari herbisida konvensional. Penghematan ini selain menurunkan
biaya juga akan memberikan dampak lain. Kemasan herbisida menjadi lebih kecil
sehingga kuantitas limbah kemasan juga akan berkurang.
Monsanto Corporation memberikan respons proaktif terhadap lingkungan. Monsanto
telah memposisikan dirinya sebagai perusahaan yang berbasis pada sustainable
development . Untuk mewujudkannya mereka memiliki tim yang disebut sebagai seven
sustainability teams. Tim ini terdiri atas:
1. The Eco-efficiency Team
2. The Full Cost Accounting Team
3. The Index Team
4. The New Business/New Product Team
5. The Water Team
6. The Global hunger Team
7. The Communication and Education Team
Terlihat betapa tingginya komitmen monsanto terhadap lingkungan.
04. FAKTOR PENGHAMBAT
Setelah membahas tentang respons perusahaan kita akan memasuki bagian yang lebih
bersifat manajemen, yaitu faktor penghambat dan faktor penentu keberhasilan program
Cleaner Production. Kita akan mulai dengan faktor penghambat.
Faktor penghambat dapat berasal dari luar maupun dari dalam perusahaan. Faktor
penghambat eksternal umumnya timbul akibat rendahnya penegakan regulasi
lingkungan, terlalu ketatnya regulasi lingkungan, rendahnya kepedulian masyarakat
terhadap lingkungan, dan rendahnya insentif lingkungan.
Sedangkan faktor penghambat internal meliputi sikap sulit menerima perubahan, faktor
teknis, faktor finansial, dan faktor kultur perusahaan.
Sulit Menerima Perubahan. Faktor ini paling sering muncul untuk menjadi penghambat
dalam perapan Produksi Bersih, jauh di atas faktor finansial dan teknologi. Berdasarkan
suatu studi, ada beberapa sikap dan pernyataan yang sering menjadi penghambat,
yaitu:

Saya selau melakukannya dengan cara ini. Saya telah menggunakan


pelarut ini selama lebih dari 30 tahun.

Bila sistem tidak rusak, tidak perlu diperbaiki.

Misi kami sangat penting, issue lingkungan harus ditempatkan di belakang.

Kami telah melakukan semua yang bisa dilakukan.

Itu akan membuat pekerjaan saya menjadi lebih sulit.

Kita harus mengorbankan kinerja kualitas.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

14

4.1 FAKTOR TEKNIS


Hambatan faktor teknis merupakan hambatan yang relatif paling ringan dibandingkan
dengan kedua hambatan diatas. Umumnya hambatan ini karena kurangnya informasi
teknis tentang produksi bersih. Sekali manajemen dankaryawan telah memiliki informasi
tentang teknik Produksi Bersih, maka program akan sangat mudah dijalankan di
perusahaan. Kajian literatur, aliansi dengan pihak yang pernah melakukan program
Produksi Bersih, pelatihan karyawan, dan penggunaan konsultan akan mampu
menghilangkan hambatan teknis ini.
4.2 FAKTOR FINANSIAL
Kesulitan finansial pada dasarnya bukan merupakan faktor penghalang yang cukup
kuat. Permasalahan finansial berkaitan dengan Produksi Bersih umumnya hanya
dijumpai pada perusahaan berskala kecil. Pada perusahaan skala menengah sampai
besar, permasalahan ini nyaris tidak ada. Permasalahnya lebih terletak pada bagaimana
meyakinkan investor atau pengambil keputusan untuk berinvestasi pada program
Produksi Bersih.
Produksi Bersih bukan merupakan cost center. Produksi Bersih adalah bagian dari
investasi bisnis yang mampu memberikan keuntungan dan penghematan. Sama seperti
investasi lain, Produksi Bersih juga memiliki berbagai ukuran pencapaian program yang
dapat dinyatakan dalam ukuran-ukuran ekonomi biasa, seperti break event point (BEP),
internal rate of return (IRR), return on investment (ROI), maupun berbagai manfaat yang
kurang nyata (less tangible). Proposal yang baik akan menguraikan seluruh ukuranukuran kinerja ini dan itu akan mempermudah investor dan pengambil keputusan untuk
membiayai program. Proposal yang baik akan menghilangkan faktor finansial sebagai
hambatan. Namun bila hal sebaliknya terjadi, maka faktor finansial akan menjadi
hambatan yang cukup besar. Dengan kata lain perbaikilah proposal anda.
4.3 KULTUR PERUSAHAAN
Kadangkala walaupun semua hambatan di atas dapat dilalui, masih saja program tidak
berjalan dengan baik. Permasalahannya, pergeseran paradigma dari end-of-pipe ke upthe-pipe memerlukan perubahan. Banyak terjadi bahwa kultur perusahaan tidak siap
menerima perubahan ini.
05. FAKTOR KUNCI
Setelah mengeliminasi seluruh faktor penghambat di atas, perusahaan perlu pula
mengembangkan faktor-faktor kunci keberhasilan penerapan Cleaner Production. Faktor
kunci ini meliputi:
1. Komitmen manajemen puncak
2. Analisis Stakeholder
3. Keterlibatan karyawan
4. Komunikasi (Pengembangan kepedulian, Berbicara dalam bahasa yang sama)
5. Pengukuran kinerja

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

15

5.1 KOMITMEN MANAJEMEN PUNCAK


Barangkali ini adalah faktor terpenting dalam memulai keberhasilan program Cleaner
Production. Komitmen dan Dukungan yang jelas dan kuat dari manajemen puncak
sangat diperlukan agar konsep produksi bersih dapat diterima di seluruh lapisan
organisasi. Komitmen ini perlu disebarluaskan secara jelas, termasuk: pernyataan
formal kebijaksanaan produksi bersih, tujuan yang hendak dicapai, penetapan tanggung
jawab, penetapan sumberdaya, dan pemantauan kinerja. Ketika 3M melakukan
program 3P (pollution prevention pays), pihak manajemen puncak, secara eksplisit,
menyatakan bahwa 3P adalah bagian tidak terpisahkan dari bisnis yang dijalankan 3M.
Mereka juga menyebarluaskan strategi konkrit yang harus dijalankan oleh seluruh
lapisan organisasinya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Du Pont yang bahkan
membentuk sebuah struktur baru yang mengelola lingkungan pada tingkat Vice
President. Yang lebih menarik dari Du Pont adalah pernyataan CEO mereka yang
menyatakan bahwa CEO bukan sekedar Chief Executive Officer tetapi juga Chief
Environmental Officer.
Hal yang senada ternyata juga dilakukan oleh perusahaan lain yang akan menerapkan
Produksi Bersih. Komitmen manajemen puncak adalah awal segalanya, terlepas dari
mana dimulainya inisiatif. Apakah inisiatif dimulai dari pihak manajemen ataupun inisiatif
dimulai oleh karywan operasional, komitmen manajemen puncak mutlak diperlukan
untuk menjalankan program Produksi Bersih. Penggabungan antara komitmen
manajemen puncak dengan pendekatan bottom-up akan memberikan hasil yang efektif.
Komitmen manajemen puncak ini harus dinyatakan secara eksplisit, misalnya dengan
diintegrasikan ke dalam visi dan misi perusahaan. Tujuh elemen eco-efficiency yang
telah dikembangkan oleh World Business Council for Sustainable Development di
bawah ini mungkin dapat dijadikan sebagai contoh dalam menetapkan visi, misi, dan
strategi perusahaan.
1. Mengurangi intensitas material dari produk dan jasa
2. Mengurangi intensitas energi dari produk dan jasa
3. Mengurangi sebaran zat beracun (toxic)
4. Meningkatkan daya daur ulang material
5. Memaksimalkan penggunaan berkelanjutan dari sumberdaya terbaharui
6. Memperpanjang daya tahan produk
7. Meningkatkan intensitas pelayanan dari produk dan jasa
5.2 ANALISIS STAKEHOLDER
Dalam berbisnis, kita tidak semata-mata berhubungan dengan pelanggan dan
investor/pemegang saham. Namun, pada dasarnya setiap pihak akan sangat terkait
dengan bisnis yang kita jalankan. Berkaitan dengan pengelolaan lingkungan, pemerintah
sebagai lembaga yang berkaitan dengan regulasi lingkungan akan sangat terkait
dengan kita. Citra lingkungan perusahaan di mata masyarakat secara umum akan
sangat mempengaruhi kinerja perusahaan. Pelanggan yang mulai peduli terhadap
lingkungan dan cenderung memposisikan dirinya sebagai green consumer akan sangat
memperhatikan kinerja lingkungan dari produk yang akan dibelinya. Beberapa tujuan
ekspor seperti Masyarakat Eropa misalnya, telah menetapkan lingkungan sebagai nontariff barrier, yang bila tidak dipenuhi akan sangat sulit bagi kita untuk menjual produk ke

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

16

sana. Hal yang bisa diambil dari contoh-contoh di atas adalah bahwa bisnis akan sangat
terkait dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan kualitas lingkungan.
Lingkungan adalah tempat kita hidup. Sangat wajar bila semua pihak merasa
berkepentingan dengannya. Bila bisnis ingin berjalan dengan baik, maka segala pihak
yang terkait harus kita perhitungkan. Stakeholder yang terkait dengan bisnis misalnya,
Pemerintah, Konsumen, Karyawan, Lembaga Swadaya Masyarakat, Masyarakat
Internasional, Pengecer, Distributor, Pemasok/Supplier, atau Kontraktor
5.3 KETERLIBATAN KARYAWAN
Sebuah program yang tidak didukung sepenuhnya oleh karyawan akan menjadi sia-sia
belaka. Karyawan perlu diikutsertakan dan diberdayakan. Banyak sekali contoh-contoh
bahwa program produksi bersih ternyata berawal dari hal-hal sederhana yang diusulkan
oleh karyawan. Manajemen puncak perlu akomodatif dalam menerima usulan karyawan,
sejauh itu mendukung komitmen perusahaan. Libatkanlah karyawan sejauh mungkin,
maka mereka akan merasa menjadi bagian tak terpisahkan dari program Produksi
Bersih. Salah satu upaya untuk melibatkan dan memberdaykan karyawan adalah
melalui pelatihan. Setidaknya ada dua alasan penting mengapa karyawan perlu diberi
pelatihan tentang produksi bersih, yaitu:
1. Agar setiap karyawan dapat memberikan dampak positif bagi kebijaksanaan
Produksi Bersih
2. Agar setiap karyawan memiliki ide-ide untuk menerapkan Produksi Bersih
Pelatihan dapat diberikan dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhannya. Namun
setidaknya ada empat jenis pelatihan yang dapat diberikan, yaitu:
1. Pengenalan atau orientasi tentang Produksi Bersih. training ini lebih bertujuan
untuk membentuk kepedulaian awareness dan lebih bersifat informatif dan
mempromosikan Produksi Bersih. Training ini dapat dilakukan dalam waktu
singkat antara dua sampai enam jam.
2. Teknik-Teknik Produksi Bersih; Bertujuan untuk memperkenalkan dan mengenali
teknik-teknik produksi bersih yang dapat diterapkan di perusahaan. Baik pada
tingkat perusahaan maupun pada masing-masing bidang yang spesifik. Training
ini juga bertujuan untuk menggali potensi yang ada di perusahaan dalam
menerapkan Produksi Bersih.
3. Assessment untuk Produksi Bersih; Training ini akan mempersiapkan peserta
untuk mengenali berbagai kemungkinan penerapan produksi bersih di
perusahaan. Training ini umumnya memakan waktu yang cukup lama.
4. Pelatihan komprehensif/integratif; Training ini bertujuan untuk mempersiapkan
orang untuk mengelola segala aspek Produksi Bersih, mulai tahap assessment,
penerapan, sampai pada pengukuran kinerja program.

5.4 KOMUNIKASI
Kebijaksanaan produksi bersih perlu dikomunikasikan ke segenap lapisan organisasi.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

17

Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan awareness tentang kebijaksanaan tersebut


pada seluruh karyawan. Komunikasi ini akan sangat bermanfaat untuk:

Memotivasi karyawan

Menjelaskan kebijaksanaan Produksi Bersih dan bagaimana hubungannya


dengan strategi bisnis secara keseluruhan

Menjamin dipahaminya peran-peran dan tujuan yang hendak dicapai

Menunjukkan adanya komitmen dari pihak manajemen

Memantau Kinerja

Mengenali potensi perbaikan sistem

Penciptaan dan Peningkatan iklim kepedulian/awareness sangat perlu dilakukan untuk


mengubah kultur lama ke kultur Produksi Bersih.
5.5 PENGUKURAN KINERJA
Tolok ukur, sebuah kata ajaib yang membuat kita dapat membandingkan diri kita dengan
sesuatu. Pengukuran kinerja membuat perusahaan mampu untuk memantau tingkat
kesuksesan dan membandingkannya dengan kinerja masa lalu atau dengan pesaing
lain. Pengukuran juga dapat menunjukkan bahwa sumberdaya yang tersedia telah
ditempatkan secara sesuai serta dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi.
Ada suatu 'resep' yang cukup baik untuk membentuk suatu sistem pengukuran kinerja
lingkungan. Resep ini disebut sebagai The Ten C's , yaitu:
1. Cascading
2. Commitment
3. Comparison
4. Comprehensible
5. Comprehensive
6. Continuous Improvement
7. Controllable
8. Cost
9. Credibility
10. Customer Focus
06. PENUTUP
Sebagai penutup ada sebuah kutipan yang cukup baik untuk direnungkan. The success
of strategic environmental management depends, in great part, on a company's ability to
integrate it into the business organization - a responsinsibility that rest with the
environmental management team. To avoid the Green Wall, the environmental path must
become one with the business path .
Integrasikanlah persepsi tentang limbah, respons terhadap stimulus lingkungan,
eliminasi faktor penghambat, dan optimalisasi faktor kunci.
LAMPIRAN
CERES PRINCIPLES

Protection of the bisophere

Sustainable use of natural resources

Reduction and disposal of waste

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

18

Wise use of energy

Risk reduction

Marketing of safe product and services

Damage compensation

Disclosure of incidents to employees and public

Environmental directors and manager

Environmental assessment and annual audit

WBCSD 7 ELEMENTS OF ECOEFFICIENCY


1. Reduce the material intensity of goods and services
2. Reduce the energy intensity of goods and services
3. Reduce toxic dispersion
4. Enhance material recyclability
5. Maximize sustainable use of renewable resources
6. Extend product durability
7. Increase the service intensity of goods and services
DOW 6 POINT OF ECO-EFFICIENCY COMPASS
1. Dematerialize
2. Increase energy instensity
3. Eliminate negative environmental impact
4. Close the loop
5. Borrow from natural cycles
6. Extend service, enhance function

SUMBER :
Ario Tranggono. PT. BENEFITA
http://www.benefita.com/view.php?item=artikel&id=2
24 Jul 2003

9.9. TUGAS
Berikan jawaban yang ringkas dan cerdas untuk persoalan berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan audit lingkungan ?
2. Sebutkan jenis-jenis audit lingkungan !
3. Apa manfaat audit lingkungan bagi perusahaan?

4. Apa yang dimaksud produksi bersih, jelaskan manfaatnya ?

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ir. Atep Afia Hidayat MP.

ILMU LINGKUNGAN

19

Você também pode gostar