Você está na página 1de 28

MAKALAH

Gangguan Asam - Basa


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Respirasi
Dosen Pembimbing: Santy Sanusi, M.Kep.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 6
Dewin Sri Rahayu

NIM. 032015008

Dina Inayati

NIM. 032015011

Fikri Ramdhani

NIM. 032015017

Hasna Rohadatul Aisy

NIM. 032015020

Nia Fitnurilah

NIM. 032015031

Rahmi Nurul Istiqamah

NIM. 032015038

Siti Aulia Fajriaturrahmah

NIM. 032015041

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH BANDUNG

2016

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim atas karunia Allah SWT akhirnya kelompok


kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Gangguan Asam - Basa
sebagai tugas Mata Kuliah Sistem Respirasi.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari keterbatasan kemampuan baik
dalam pengalaman maupun pengetahuan serta waktu yang tersedia sehingga kami
yakin dalam penyajian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun
demikian kami telah berusaha secara maksimal dengan melaksanakan kelompok
belajar.
Harapan kami semoga hasil yang telah dicapai dalam makalah ini dapat
bermanfaat. Untuk penyempurnaan penulisan, diharapkan saran dan kritik yang
membangun demi perbaikan selanjutnya.

Bandung, 5 Oktober 2016

Kelompok 6

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan...........................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
ISI.............................................................................................................................5
A. Skala pH........................................................................................................5
B. Asam.............................................................................................................5
C. Basa...............................................................................................................6
D. Bufer..............................................................................................................7
E. Gangguan Asam Basa................................................................................8
F.

Regulasi Pernapasan...................................................................................24

BAB III..................................................................................................................26
PENUTUP..............................................................................................................26
A. Simpulan.....................................................................................................26

B. Saran............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................27

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan sifat asam basa,
larutan dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu bersifat asam, bersifat
basa, dan bersifat

netral. Asam

dan Basa memiliki

sifat-sifat

yang berbeda,sehingga dapat kita bisa menentukan sifat suatu larutan.


Untuk menentukan suatu larutan bersifatasam atau basa, ada beberapa cara.
Yang pertama menggunakan indikator warna, yang akanmenunjukkan sifat
suatu larutan dengan perubahan warna yang terjadi. Misalnya lakmus,
akan berwarna merah dalam larutan yang bersifat asam dan akan berwarna
biru dalam larutan yang bersifat basa. sifat asam basa suatu larutan juga da
pat ditentukan dengan mengukur pH-nya. pH merupakan suatu parameter
yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan-larutan asam
memiliki pH kurang dari 7, larutan basa memiliki pH lebih dari 7,
sedangkan larutan netral memiliki pH = 7. pH suatu larutan dapat
ditentukan dengan indikator pH atau dengan ph meter.
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis waktu dal
am keadaan tertidur, istilah pernapasan yang lazim digunakan mencakup
dua proses yaitu pernapasan yaitu pernapasan luar atau (eksterna)
merupakan penyerapan
keseluruhan

serta

O2

dalam

dan

pengeluaran CO2

pernapasan

dalam

dari tubuh secara

(interna)

merupakan

penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel serta pertukaran gas


(paru) dan sebuah pompa ventilasi paru. Sehubungan dengan organ yang
terlibat dalam pemasukan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara ekspirasi
makanisme-mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam yaitu
pernapasan dada dan pernapasan perut. Organ yang berperan dalam sistem

pernapasan yaitu hidung, faring, laring, trakhea, bronkus, bronkeolus,


alveoli, dan paru-paru.
Pada sistem pernapasan juga terdapat keseimbangan asam dan basa
dalam tubuh sangat penting untuk mempertahankan proses kehidupan.
Kadar kimia asam basa sukar dipisahkandengan konsentrasi ion H+.
Konsentrasi ion H+ dalam berbagai larutan dapat berubah dan perubahan
ini dapat disebabkan oleh berbagai macam gangguan fungsi sel.
Hampir semua reaksi biokimia di dalam tubuh kita tergantung dari pe
meliharaan konsentrasi ion hidrogen yang fisiologis. Konsentrasi ion
hidrogen harus diatur secara ketat karena perubahan dari konsentrasi ion
hidrogen

ini menyebabkan disfungsi organ yang luas. Pengaturann

ini

(yang dikenal sebagai keseimbangan asam basa) merupakan hal yang


sangat penting bagi anesthesiologist.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Skala pH?
2. Apa yang dimaksud dengan Asam?
3. Apa yang dimaksud dengan Basa?
4. Apa yang dimaksud dengan Bufer?
5. Apa yang dimaksud dengan Gangguan asam basa? Sebutkan jenisnya!

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Skala pH.
2. Mengetahui definisi Asam.
3. Mengetahui definisi Basa.
4. Mengetahui definisi Bufer.
5. Mengetahui definisi dan jenis Gangguan asam basa.

BAB II
ISI

A. Skala pH
Peningkatan [H+] menyebabkan larutan menjadi bertambah asam, dan
penurunannya menyebabkan larutan menjadi bertambah basa. [H +] berada
dalam jumlah yang kecil, sehingga ahli kimia menggunakan skala pH
sebagai cara untuk menyatakan [H+]. pH adalah logaritma negatif dari
kadar ion hidrogen (Ph = -log [H +]). Dengan demikian [H+] sebesar
0,0000001 g/L sama dengan 10-7 g/L, sama dengan pH 7. Nilai pH
berbanding terbalik dengan [H+]. Apabila [H+] meningkat, pH menurun,
demikian juga jika [H+] menurun, maka pH meningkat. Kadar pH yang
rendah berarti larutan itu lebih asam, sedangkan pH yang tinggi berarti
larutan itu lebih alkali atau basa.
Air mempunyai pH 7, dan bersifat netral karena jumlah ion
hidrogennya (asam)(H+) tepat sama dengan jumlah ion hidroksil (basa)
(OH-). Larutan asam mempunyai pH kurang dari 7 sedangkan alkali atau
basa memiliki pH lebih besar dari 7. Skala pH berkisar dari 1 (paling asam)
sampai 14 (paling alkali).
Nilai pH rata-rata darah atau cairan ekstrasel (ECF) adalah sedikit
basa yaitu 7,4. Batas normal pH darah adalah dari 7,38-7,42 (deviasi
standar dari nilai rata-rata) atau 7,35-7,45 (deviasi standar 2 dari nilai ratarata).

B. Asam
Asam adalah suatu substansi yang mengandung 1 atau lebih ion H +
yang dapat dilepaskan dalam larutan (donor proton). Asam kuat, seperti
asam hidroklorida (HCL), hampir terurai sempurna dalam larutan, sehingga
lebih banyak melepaskan ion H+ , asam lemah seperti asam karbonat

(H2CO3), hanya terurai sebagian dalam larutan sehingga lebih sedikit ion
H+ yang dilepaskan.
Proses metabolisme

dalam

tubuh

menyebabkan

terjadinya

pembentukan dua jenis asam, yaitu yang mudah menguap (volatil) dan
tidak mudah menguap (non-volatil). Asam volatil dapat dirubah menjadi
bentuk cair maupun gas. Karbondioksida (produk akhir utama dari oksidasi
karbohidrat, lemak, dan asam amino) dapat dianggap sebagai asam karena
mampu bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat (H2CO3).
Karbondioksida adalah gas yang dapat dikeluarkan melalui paru-paru,
sehingga karbondioksida sering disebut asam volatil.
Semua sumber lain H+ dianggap sebagai asan non-volatil atau asam
terfiksasi. Asam non-volatil menguap tidak dapat berubah bentuk menjadi
gas untuk bisa dieksresi oleh paru-paru, tapi harus dieksresikan melalui
ginjal. Asam non-volatil dapat berupa anorganik maupun organik. Asam
sulfat adalah produk akhir oksidasi asam amino yang mengandung sulfur,
sedangkan asam fosfat dibentuk dari metabolisme fosfolipid, asam
neukleat, dan fosfoprotein.
Asam organik (seperti asam laktat dan asam keton) dibentuk dalam
metabolisme karbohidrat dan lemak dan kemudian di oksigenasi menjadi
O2 dan air, sehingga dalam keadaan normal asam-asam ini tidak
mempengaruhi pH tubuh, namun demikian asam-asam organik ini dapat
menumpuk pada keadaan abnormal tertentu. Asam laktat akan menumpuk
pada keadaan tidak ada oksigen, misalnya pada syok sirkulatorik atau henti
jantung. Pada diabetes meletus tak terkontrol, asam-asam keton dapat
tertimbun karena meningkatnya metabolisme lemak.sekitar 20.000 mmol
H2CO3 dan 80 mmol asam non-volatil diproduksi oleh tubuh setiap hari dan
dikeluarkan melalui paru-paru dan ginjal, secara terpisah.

C. Basa
Berlawanan dengan asam basa adalah substansi yang dapat
menangkap atau bersenyawa dengan ion hidrogen sebuah larutan (akseptor
proton). Basa kuat seperti Natrium hidroksida (NaOH), terurai dengan

mudah dalam larutan dan bereaksi kuat dengan asam.basa lemah, seperti
natrium bikarbonat (NaHCO3), hanya sebagian yang terurai dalam larutan
dan kurang bereaksi kuat dengan asam.

D. Bufer
Istilah bufer menjelaskan substansi kimia yang mengurangi perubahan
pH dalam larutan yang disebabkan penambhana asam maupun basa. Bufer
adalah capuran asam lemah dan garam basanya (atau basa lemah dan
garam asamnya). Bufer akan sangat efektif dalam mempertahankan [H +]
terhadap asam atau basa, jika bufer tersebut terurai 50% (mempunyai
jumlah asam belum terurai yang sama dan garamnya). Kadar pH pada
keadaan asam atau basa yang 50%-nya terurai disebut sebagai pK dari
bufer itu. Keefektifan suatu bufer ditentukan oleh kadar pK nya, relatif
terhadap komponen tempat bufer itu bekerja.
Empat pasang atau sistem bufer utama dalam tumbuh yang
membangtu memlihara pH agar tetap konstan adalah:
1. Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat (NaHCO3 dan H2CO3)
2. Sistem bufer fosfat monosodium-disodium (Na2HPO dan NaH2PO4)
3. Sistem bufer oksihemoglobin-hemoglobin dalam eritrosit (HbO 2- dan
HHb)
4. Sistem bufer protein (Pr- dan HPr)
Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat adalah bufer yang paling
banyak secara kuantitatif, dan bekerja dalam ECF. Bufer in berperan dalam
lebih dari separuh kapasitas bufer dalam darah. Sistem bufer nonbkarbonat
sisanya terutama bekerja dalam cairn intrasel (ICF). Sistem bufer posfat
merupakan suatu bufer yang penting dalam eritrosit dan sel tubulus ginjal.
Ion H+ yang dieksresi dalam urine, di bufer oleh posfat, dan disebut
sebagai assam yang tertitrasi. Hemoglobin adalah suatu bufer ion H+ yang
efektif, diproduksi dalam eritrosit dalam perjalanan transpor CO 2 dari
jaringan ke paru dalam bentuk bikarbonat (HCO3-).
Hemoglobin tereduksi mempunyai afinitas yang kuat dengan ion H +,
sehingga sebagian besar ion ini menjadi berikatan dengan hemoglobin.
Dalam keadaan ini, hanya sedikit H+ yang masih tetap bebas,, sehingga

10

keasaman darah vena hanya sedikit lebih besar dari darah arteri. Sewaktu
darah vena melalui paru-paru, hemoglobin tersaturasi dengan oksigen dan
kemampuan untuk mengikat ion H+ menurun. Ion H+ dilepaskan,
kemudian bereaksi dengan bikarbonat membentuk CO2, dan dikeluarkan
melalui

ekspirasi

paru.

Sebenarnya

sistem

hemoglobin

atua

oksihemoglobin menyangga sistem bufer bikarbonat atau asam karbonat.


Sistem bufer protein paling banyak terdapat pada sel jaringan dan juga
bekerja pada plasma. Lebih dari separtuh dari 70 mmol ion H+ yang
berasal dari diet awalnya di bufer secara intraseL.
E. Gangguan Asam Basa
Gangguan Asam Basa

Sebab

Asidosis Respiratorik

Hipoventilasi (CO2 tertahan)

Alkalosis Respiratorik

Hiperventilasi (pelepasan CO2 berlebihan)

Asidosis Metabolik

Alkalosis Metabolik

Retensi asam terfiksasi


Kehilangan bikarbonat basa
Kehilangan asam terfiksasi
Peningkatan bikarbonat basa
Penutunan K+

1. Asidosis
Asidosis adalah keadaan dimana pH darah Arteri dibawah 7.4.
Asidosis ini terbagi menjadi dua jenis yaitu Asidosis metabolik dan
asidosis respiratorik.
2. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik (kekurangan HCO3-) dalah gangguan sistemik
yang ditandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma,
sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH (peningkatan [H +]).
[HCO3-] ECF adalah kurang dari 22mEqL dan pH nya kurang dari
77,35. Kompensasi pernapasan kemudian segara dimulai untuk
menurunkan Pa2CO3 melalui hiperventilasi sehingga asidosis metabolik
jarang terjadi secara akut.
a. Etiologi dan Patogenesis

11

Penyebab mendasar asidosis metabolik adalah penambahan


asam terfiksasi (nonkarbonat), kegagalan ginjal untuk mengekskresi
beban asam harian, atau kehilangan bikarbonat basa. Penyebab
asidosis metabolik umumnya dibagi menjadi dua kelompok
berdasarkan selisih anion yang normal atau meningkat. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, selisih anion dihitung dengan mengurangi
kadar Na+ dengan jumlah kadar Cl- dan HCO3- plasma. Nilai
normalnya adalah 12. Penyebab asidosis metabolik dengan selisih
anion yang tinggi dalah peningktn anion tak terukur seperti asam
sulfat, asam posfat, asam laktat, dan asam-asam organk lainnya.
Apabila asidosis disebabkan oleh kehilangan bikarbonat (seperti
pada diare) atau bertambahnya asam klorida (contohnya, pada
pemberian amonim klorida) maka selisih anion akan normal.
Sebaliknya, jika asidosis disebabkan oleh peningkatan produksi
asam organik (seperti asam laktat pada syok sirkulasi) atau retensi
asam sulfat dan asam fosfat (contohnya, pada gagal ginjal), maka
kadar anion tak terukur (selisih anion) akan meningkat.
Pada asidosis dengan selisih anionnormal, kehilangan HCO3dapat terjadi melalui saluran cerna atau ginjal. Diare, fistula usu
halus, dan ureterosigmoidostomi dapat menyebabkan kehilangan
HCO3- secara bermakna; sedangkan reabsorbsi HCO3- oleh ginjal
menurun pada asidosis tubulus proksimal ginjal atau pada orang
yang mendapat pengobatan dengan inhibitor karbonik anhidrase
seperti asetazolamid. Klorida berkompetisi dengan HCO3- dalam
Na+, sehingga berkaitan dengan keseimbangan asam-basa tubuh.
Apabila HCO3- keluar tubuh dan [HCO 3-] serum menurun, maka
timbul kompensasi berupa peningkatan [Cl-] plasma, karena jumlah
anion dan kation dalam ECF harus sama untuk mempertahankan
muatan listrik yang netral.
Hal tersebut menyebbakan timbulnya asidosis metabolik
hiperkloremik. Pemberian garam klorida yang berlebihan (mis.,
NH4Cl) juga dapat menyebabkan menyebabkan terjadinya asidosis

12

hiperkloremik. Asidosis yang disebabkan oleh pemberian larutan


gambar IV secara cepat biasanya bersifat ringan, sementara dan
disebut sebagai asidosis dilusional.
Keaadaan yang sering terjadi adalah syok atau perkusi jaringn
yang tidak memadai karena berbagai sebab,sehingga menyebabkan
penumpukan sejumlah besar asam laktat. Ketoaisdosis diabetik
(DKA), kelaparan dan intosikasi etanol menyebabkan peningkatan
selisih anion karena pembentukan asam-asam keto; gagal ginjal
menyebabkan peningkatan selisih anion karena retensi asam sulfat
dan asam fosfat. Keracunan yang disebabkan oleh overdosis salisilat,
metanol atau etilen glikol meningatkan selisih anion emlalui
peningkatan asam organik (salisilat, format, oksilat).
b. Gambaran Klinis dan Diagnosis
Gejala serta tanda asidosis metabolik cenderung tidak jelas, dan
pasien dapat asimtomatik, kecuali jika [HCO3-] serum turun sampai
dibawah 15 mEqL. Pernpasan Kussmaul (napas dalam dan cepat
yang menunjukkan adanya hiperventilasi kompensatorik) mungkin
lebih menonjol pada asidosis akibat gagal ginjal. Gejala dan tanda
utama asidosis metabolik adalah kelainan kardiovaskular, neurologis,
dan fungsi tulang. Apabila pH dibawah 7,1, maka terjadi
kontraktilitas jantung dan respons inotropik terhadap katekolamin.
Bisa juga terjadi vasodilatasi perifer. Efek-efek ini dapat
menyebabkan terjadinya hipotensi dan distrimia jantung.
Gejala neurologis dapat berupa kelelahan hingga koma yang
disebabkan oleh penurunan pH cairan serebrospinal. Dapat juga
terjadi mual dan muntah. Gejala-gejla neurologik lebih ringan pada
asidosis metabolik dibandingnkan asidosis respiratorik, karena CO2
yang larut dalam lemak lebih cepat menembus sawar darah otak
dibandingkan dengan HCO3- yang larut dalam air.
Mekanisme bufer H+ oleh bikarbonat tulang dalam asidosis
metabolik

penderita

gagal

gnjal

kronis,

akan

menghambat

pertumbuhan anak dan dapat menyebabkan terjadinya berbagai


kelainan tulang (osteodistrofi ginjal).

13

Diagnosis asidosis metabolik ditegakkan berdasarkan gambaran


klinis, dan dipastikan oleh hasil pemeriksaan laboratorium yaitu pH,
PaCO2, dan HCO3- dengan menggunakan pendekatan sistematik.
Hasil pemeriksaan menunjukkan: pH <7,35, HCO3- <22 mEqL dan
PaCO2 <40 mmHg tapi jarang sampai dibwah 12 mmHg. Derajat
kompensasi yang diperkirakan harus diitung untuk menentukan
adanya gangguan asam-basa campuran yang menyertai.
c. Penanganan
Tujuan penangan asidosis metabolik adalah untuk meningkatkan
pH sistemik sampai kebatas aman, dan mengobati penyebab asidosis
yang mendasari. Untuk dapat kembali kebatas aman pada pH 7,20
atau 7,25 hanya dibutuhkan sedikit peningkatan pH. Gangguan
proses fisiologis yang serius baru timbul jika HCO 3-<15 mEq/L dan
pH <7,20. Asidosis metabolik harus dikoreksi secara perlahan untuk
menghindari timbulnya komplikasi akibat pemberian NaHCO3IV
berikut ini :
1) Peningkatan pH cairan serebrospinal (CSF) dan penekanan pacu
pernafasan, sehingga menyebabkan berkurangnya kompensasi
pernafasan.
2) Alkalosis respiratorik karena pasien cenderung hiperventilasi
selama beberapa jam setelah asidosis ECF terkoreksi.
3) Pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri pada
komplikasi alkalosis respiratorik, yang meningkatkan efinitas
oksigen terhadap hemoglobin dan mungkin mengurangi hantaran
oksigen ke hantaran luar.
4) Alkalosis metabolik pada penderita ketoasidosis diabetik.
Pemakaian insulin biasanya dapat memulihkan keseimbangan
asam-basa namun penting untuk melakukan pemantauan K +
serum selama asidosis dikoreksi, karena asidosis dapat menutupi
kekurangan K+ yang terjadi.
5) Alkalosis metabolik berat disebabkan oleh koreksi asidosis laktat
yang berlebihan akibat henti jantung. Beberapapenyelidik
menemukan bahwa pH serum dapat mencapai 7,9 dan bikarbonat

14

serum 60 70 mEq/L pada infus NaHCO 3yang sembarangan


selama resusitasi kardio pulmonal (CPR)
6) Hipokalasemia fungsional akibat pemberian NaHCO3 IV pada
pasien gagal ginjal dengan asidosis metabolik berat (asidosis
dapat menutupi hipokalasemia yang terjadi karena(Ca++) lebih
mudah larut dalam medium asam, Ca++ kurang larut dalam
medium basa), sehingga terjadi tetani, kejang, dan kematian.
Hemodialisis adalah penanganan yang umum dilakukan pada
asidosis metabolik.
7) Kelebihan beban sirkulasi yang serius (hipervolemia) pada pasien
yang telah mengalami kelebihan volume ECF, seperti pada gagal
jantung kongestif atau gagal ginjal.
Larutan ringer laktat IV biasanya merupakan cairan pilihan untuk
memperbaiki keadaan asidosis metabolik dengan selisih anion
normal serta kekurangan volume ECF yang sering menyertai
keadaan ini. Natrium laktat di metabolisme secara perlahan dalam
tubuh menjadi NaHCO3, dan memperbaiki keadaan asidosis
secara perlahan.
Penangana asidosis metabolik dengan selisih anion yang tinggi,
umumnya

langsung

bertujuan

untuk

memperbaiki

faktor

penyebab. Penanganan asidosis sendiri hanya dibutuhkan jika


menyebabkan gangguan fungsi organ yang serius (HCO 3<10mEq/L).pada

keadaan

ini,diberikan

NaHCO3

yang

secukupnya untuk menaikan HCO3- menjadi 15mEq/L dan Ph kira


kira sampai 7,20 dalam jangka waktu 12jam.
3. Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik (kelebihan H2CO3)

ditandai

dengan

peningkatan primer PaCO2 (hiperkapnia), sehingga menyebabkan


terjadinya penurunan pH : PaCO2 lebih besar dari 45 mmHg dan pH
kurang dari 7,35. Kpmpensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3
serum. Asidosis respiratorik dapat timbul secara akut ataupun kronis.
Hipoksemia (PaO2 rendah) selalu menyertai asidosis respiratorik jika
pasien bernafas dalam udara ruangan.

15

a. Etiologi dan Patogenesis


Penyebab mendasar asidosis respiratorik adalah hipoventilasi
alveolar, istilah yang sebenarnya sinonim dengan penumpukan CO 2.
Dalam keadaan normal, 15.000-20.000 mmol CO2 diproduksi setiap
hari oleh jaringan melalui metabolisme dan dikeluarkan oleh paru.
Sebagian besar CO2 dibawa ke paru dalam bentuk HCO3 darah (lihat
persamaan bufer bikarbonat). Ketika CO2 jaringan memasuki darah,
terjadi peningkatan kadar ion H+ yang merangsang pusat pernafasan,
sehingga menyebabkan peningkatan ventilasi. Dalam keadaan
normal, proses ini begitu efesien sehingga PaCO2 dan pH tetap
berada dalam batas normal. Penumpukan CO2 hampir selalu
disebabkan oleh hambatan pada kecepatan ventilasi alveolar dan
jarang di sebabkan oleh overproduksi CO2 akibat hipermetabolisme.
Asidosis respiratorik akut umumnya timbul akibat obstruksi
saluran nafas akut seperti pada laringospasme, aspirasi benda asing,
atau depresi susunan saraf pusat (CNS) pada pusat pernafasan di
medula oblongata seperti yang terjadi pada overdosis barbiturat atau
opiat. Pada asidosis respiratorik akut yang berat (misalnya asfiksia
atau hentikardiopulmonar), asidosis akan diperberat oleh asidosis
metabolik yang timbul akibat penimbunan produksi asam laktat yang
cepat selama berlangsungnya glikolisis sel anaerob. Pengobatan O2
berkadar tinggi dapat menekan dorongan bernafas, terutama pada
penderita hiperkapnia kronis. Penyebab lain asidosis respiratorik
akut adalah gangguan otot pernafasan atau cedera dinding dada.
Tahap akhir gagal nafas yang disebabkan oleh berbagai sebab juga
dapat menyebabkan terjadinya hiperkapnia selain hipoksemia.
Sampai sejauh ini, penyebab tersering asidosis respiratorik
kronis adalah COPD. Pada pasien-pasien ini, gagal nafas akut sering
menunggangi retensi CO2 kronis jika terjadi bronkitis akut terjadi
sekunder akibat infeksi bakteri atau virus pada paru. Kifoskolisis,
sindrom Pickwickian, apnea waktu tidur adalah penyebab lain
asidosis respiratorik kronis.

16

Kadar pH arteri dan HCO3 plasma berbeda pada asidosis


respiratorik akut dan kronis. Respons terhadap asidosis respiratorik
akut hanya melalui bufer sel, karena mekanisme kompensasi ginjal
baru akan bermakna bufer ECF dilakukan oleh protein plasma, tapi
proses ini hanya sedikit berperan. (H2CO3yang meninggi merupakan
bagian dari pasangan bufer utama ECF yaitu HCO3 danH2CO3,
sehingga pasangan ini tidak berperan langsung sebagai mekanisme
pertahanan pada asidosis respiratorik). Hemoglobin merupakan bufer
utama ICF. Sewaktu CO2 memasuki eritrosit (menghasilkan H+),
HCO3 akan keluar dan bertukar dengan Cl-. Peningkatan HCO3serum diperkirakan sekitar 1 mEq/L untuk setiap peningkatan CO 2
sebanyak 10 mmHg. Bufer sel saja tidak efektif untuk memulihkan
pH normal. Dengan demikian, asidosis respiratorik akut hanya
sedikit terkompensasi dan pH akan menurun cukup banyak.
Berbeda dengan asidosis respiratorik akut, maka asidosis
respiratorik kronis terkompensasi baik karena tersedia cukup waktu
bagi ginjal untuk melakukan mekanisme kompensasi. Ginjal akan
mengakibatkan seksresi dan eksresi H+, disertai dengan resopsi dan
pembentukan HCO3- baru. Peningkatan kompensatorik HCO3 plasma
ini membutuhkan waktu 2-3 hari agar dapat berlangsung
sepenuhnya. Dengan demikian, ada selang waktu 2-3 hari sebelum
terjadi eksresi HCO3- melalui ginjal, dan ini mengakibatkan
timbulnya alkalosis metabolik hiperkapnia, seperti yang telah
dibicarakan sebelumnya. Oleh karena itu, penderita asidosis
respiratorik yang relatif terkompensasi dengan baik terbukti dari pH
yang mendekati normal tidak boleh ditangani dengan terlalu terburuburu. PaCO2 yang terlalu cepat menurun akan mengakibatkan
kelebihan HCO3- yang cukup besar dan menggesar keseimbangan
asam-basa menjadi alkalosis akut. Peningkatan kompensatorik yang
diperkirakan dari HCO3- plasma pada asidosis respiratorik kronis

17

adalah 3,5 mEq/L untuk setiap peningkatan PaCO 2 sebanyak 10


mmHg di atas 40 mmHg.
b. Gambaran Klinis dan Diagnosis
Gejala dan tanda reaksi CO2 tidak bersifat khas dan pada
umumnya tidak mencerminkan kadar PaCO2. Selain itu, asidosis
respiratorik akut maupun kronis selalu disertai oleh hipoksemia,
sehingga hipoksemia bertanggung jawab atas banyak tanda-tanda
klinis akibat retensi CO2. Pada umumnya, dengan semakin besar dan
cepat peningkatan PaCO2, maka semakin berat gejala-gejala yang
ditimbulkan. Peningkatan akut kadar PaCO2hingga mencapai 60
mmHg atau lebih akan menyebabkan terjadinya somnolen,
kekacauan mental, stupor, dan akhirnya koma. PaCO2 yang tinggi
mnyebabkan semacam sindrom metabolik otak, sehingga dapat
timbul asteriksis (flapping tremor) dan mioklonus (kedutan otot).
Retensi CO2 menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak,
sehingga kongesti pembuluh darah otak yang terkena menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (ICL). Peningkatan
tekanan intrakranial dapat bermanifestasi sebagai papiledema
(pembengkakan diskus optikus yang terlihat pada pemeriksaan
oftalmoskop). Pemeriksaan laboratorium pada asidosis respiratorik
akan menunjukkan kadar PaCO2 yang rendah, pH <7,35, PaCO2>45
mmHg, dengan sedikit peningkatan kompensatorik HCO3 (kurang
dari 30 mEq/L). Tentu saja, pada keadaan obstruksi jalan nafas akut,
gambaran klinis yang mendominasi adalah gejala penekanan
pernafasan yang berkaitan dengan hipoksemia.
Asidosis respiratorik kronis tampaknya lebih dapat ditoleransi
dibandingkan dengan keadaan akut. Dapat timbul sedikit gejala dan
tanda yang berkaitan dengan retensi CO2 dan asidosis, kecuali jika
PaCO2>60mmHg. PaCO2 yang lebih besar dari 45 mmHg dan HCO 3
yang lebih besar dari 30 mEq/L menunjukkan adanya kompensasi
ginjal. pH serum dapat normal atau sedikit menurunpada asidosis
respiratorik

kronis

yang

terkompensasi

dengan

baik.

Pada

18

hiperkapnia kronis sering terjadi polisitemia kompensatorik. Kadar


hemoglobin dapat mencapai 16-22 g/L. Pada umumnya, gejala dan
tanda COPD mendominasi (dengan tau tanpa disertai kor pulmonale)
(lihat Bagian Tujuh). Asidosis respiratorik akut dan kronis dibedakan
berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan analisis gas darah
arteri.
c. Penanganan Asidosis Respiratorik Akut dan Kronis
Tujuan penanganan asidosis respiratorik

akut

adalah

memulihkan ventilasi efektif secepatnya dengan terapi O2 dan


mengatasi penyebab yang mendasari. PaCO 2 harus dinaikkan sampai
mencapai batas minimum 60 mmHg dan pH di atas 7,2 untuk
menghindari terjadinya distrimia jantung. Kadar O 2 yang tinggi
(>50%) aman diberikan pada pasien selama 1-2 hari bila tidak ada
riwayat hiperkpnia kronis. Pada pasien hiperkapnia kronisyang
mengalami peningkatan PaCO2 secara akut, harus dicari faktor
penyebab seperti pneumonia atau emboli paru yang dapat
memperberat penyakit yang mendasari dan dapat mempercepat
terjadinya krisis.
Ventilasi mekanis mungkin perlu diberikan jika terjadi krisis.
Perhatian yang besar yang ditujukan dalam pemberian O2 pada
pasien hiperkapnia kronis. Pada pasien-pasien ini, hipoksia
mengambil

alih

hiperkapnia

sebagai

pendorong

utama

pernafasannya. Dengan demikian, jika pemberian O2 meningkat


PaCO2 diatas kadar normal pasien tersebut, maka rangsangan
hipoksia terhadap pernafasan akan hilang. Oleh karena itu, cara
penanganan yang benar untuk pasien seperti ini adalah dengan
memberikan O2 dalam kadar serendah mungkin (24-28%) untuk
menaikkan kadar PaCO2 sampai 60-70 mmHg. Gas darah arteri
harus dipantau ketat selama perawatan untuk mendeteksi adanya
tanda-tanda peningkatan PaCO2 dan memburuknya ventilasi
alveolar. Tujuan penanganan adalah menurunkan PaCO 2, tapi untuk
mencapai nilai normal.

19

4. Alkalosis
Alkalosis adalah keadaan dimana pH darah Arteri diatas 7.4.
Alkalosis ini terbagi menjadi dua jenis yaitu Alakalosis metabolik dan
alkalosis respiratorik.
5. Alkalosis metabolik
Seperti dijelaskan diatas tentang asidosis metabolik yang penyebab
intinya yaitu karena terjadi penurunan rasio antara HCO 3/H+. Pada
alkalosis terjadi kebalikannya yaitu terjadi peningkatan rasio antara
HCO3/H+. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal , diantaranya
yaitu peningkatan konsentrasi HCO3 dan/atau penurunan konsentrasi
H+.
Hal hal yang menyebabkan terjadi peningkatan HCO 3 salah
satunya karena konsumsi bikarbonat yang berlebihan. Sebagai contoh
penambahan natrium bikarbonat yang berlebihan.
a. Etiologi dan patofisiologi alkalosis metaboik
Penyabab alkalosis metabolik yaitu akibat kekurangan H +(ion
klolida)atau berlebihnya retensi HCO3-.HCL dapat hilang melalu
saluran cerna, sepertri pada muntah dan penyedotan nasogastrik yang
berkepanjangan, atau melalui urin akibat pemberian di uretik simpai
atau kiazid.alkalosis metabolik yang berarut ratut akibat pemberian
bikabornat oral atau parentelar jarang dijumpai karna beban
bikabornat di ekresi di dalam urin,kecuali jika disertai kekuranag
klorida pato genesi alkalosis metabolik paling baik dipahami dengan
diperhatikan ketiga tahapannya yaitu, saat timbul,bertahan,dan
pemuliah. Alkalosis metabolik disebabkan oleh hilangnya H+ tubuh
menybabkan meningkatnya HCO3-ECF(akibat penambahan HCO3eksogen). bertahannya alkalosis metabolik yang terhjadi karna
kelebihan basa tak dapat di ekresi.berbagai faktor (kekurangan CL dan K+,penurunan volume ECF dan kelebihan aldosteron) dapat
menimbulakan keadaan ini berhentinya keadaan yang menyebabkan
terjadinya alkalosis metabolik misalnya muntah,tidak berati selalu
diikuti dengan pemulihan alkalosis terapi yang spesipik jelas

20

dibutuhkan jika kita memahami faktor faktor yang mempertahankan


alkalosis.
Respon komplensatorik segera terhadap alkalosis metabolik
adalah bufer intra sel. H- keluar dari sel untuk menyangah kelebihan
HCO3-ECF. K+ berpindah masuk kedalam sel sebagai penukar H +.
Selain itu, terjadi sedikit peningkatan produksi asam laktak di dalam
sel guna memproduksi lebih banyak H+.
Koreksi akhir oleh ginjal terhadap alkalosis metabolik adalah
dengan ekresi HCO3- yang berberlebihan. Alkalosis metabolik yang
berarut rarut akibat pemberian bikabornat tidak mudah terjadi,karna
ginjal dalam ke adaan normal mempunyai kapasitas yang besar
untuk mengekresi HCO3-.
b. Gambaran Klinis dan Diagnosis Alkalosis Metabolik
Tidak terdapat gejala dan tanda alkalosis metabolik yang
spesifik. Adanya gangguan ini harus dicurigai pada pasien yang
memiliki riwayat muntah, penyedotan nasogatrik, pengobatan
diuretik, atau pasien yang baru sembuh dari gagal napas hiperkapnia.
Selain itu dapat timbul gejala serta tanda hipokalemia dan
kekurangan volume cairan, seperti kelemahan dan kejang otot.
Alkalemia berat (pH >7,6) dapat, menyebabkan terjadinya distrimia
jantung pada orang normal dan terutama pada pasien penyakit
jantung. Apabila pasien mengalami hipokalemia, terutama jika
menjalani digitalisasi, maka dapat dijumpai adanya kelainan EKG
atau distrimia jantung. Kadang-kadang dapat terjadi tetani pada
pasien bila kadar Ca++ serum berada di batas rendah, dan terjadi
alkalosis dengan cepat. Ca++ terikat lebih erat dengan albumin pada
pH basa, dan penurunan ion Ca++ dapat menyebabkan terjadinya
tetani atau kejang.
Diagnosis alkalosis

metabolik

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis dan hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung, pH


plasma meningkat diatas 7,45 dan HCO3- lebih tinggi dari 26mEq/L.
PaCO2 mungkin normak atau sedikit meningkat, peningkatan PaCO2
kompensasi diperkirakan sebesar 0,7 mmHg untuk tiap peningkatan

21

HCO3- sebesar 1 mEq. K+ serum biasanya <3,5 mEq/L dn Cl - urine


dapat membantu mengetahui sebab dan cara penanganan. Pada
penderita alkalosis metabolik responsif-klorida dengan volume ECF
yang berkurang, klorida urine <10 mEq/L. Pasien dengan Cl- urine
>20 mEq/L umumnya tidak mengalami penurunan volume cairan
dan mengalami alkalosis metabolik resisten-klorida. Tipe alkalosis
yang terakhir ini jauh lebih jarang terjadi dan dihubungkan dengan
kelebihan aldosteron.
c. Penanganan alkalosis metabolik
Alkalosis metabolik responsip klorida yang ringan dapat
dikoreksi dengan mengganti kekurangan ECF dengan larutan salin
isotonik parenteral ditambah KCL. Pemberian CL- memungkinkan
terjadinya peningkatan reabsorspsi Na- yang direabsorpsi ditubulus
distal,maka keadan alkalosis mulai dipulihkan karna lebih sedikit H +
yang terekseksi dan lebih sedikit HCO 3- yang terbentuk selain
itu,sekresi H+ kan menurun sewaktu hipokalemia dikoreksi,karena
tersedia lebih banyak K+ untuk ditukan dengan Na+. Larutran HCI
IV(100 hingga 200 mEg/L dapat diberikan pada alkalosis yang berat
dan mengancam jiwa (pH>7,55) dan memerlukan koreksi segera.
Agen agen pengasam lain yang kadang diberikan pada alkalosis
berat adalah amonium klorida (NH4CI) IV atau arginin HCI.
Alkalisosis metabolik resisten- klorida yang disebabkan oleh
steroid adrenal berlebihan pada hiperaldosteronisme atau sindrom
cushing, dikoreksi dengan mengatasi penyakit yang mendasarinya
asetazolamid,inhibitor karbonik anhidrase yang meningkatkan ekresi
HCO3-, dapat diberikan pada pasien yang mengalami kelebihan
volume cairan misalnya pasien gagal jantung kongstif yang
mendapat

pengobatan

diuretik.KCL

juga

bermanfaat

untuk

mengobati dan mencegah terhjadinya alkalosis dan hipokalemia.


6. Alkalosis Respiratorik
Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah penuruna
primer PaCO2 (hiperkapnia), sehingga terjadi penurunan pH. PaCO2<35
mmHg dan pH >7,45. Kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi H+

22

dengan akibat lebih sedikit absporsi HCO3-. Penurunan HCO3- serum


berbeda-beda, bergantung pada keadaannya yang akut atau kronis.
a. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab mendasar alkalosis respiratorik adalah hiperventilasi
alveolar atau ekskresi CO2 yang berlebihan pada udara ekspirasi.
Hiperventilasi tidak boleh dikacaukan dengan peningkatan frekuensi
pernafasan

(takipnea),

yang

dapat

atau

tidak

menyertai

hiperventilasi. Pada frekuensi pernafasan normal dapat terjadi


hiperventilasi jik volume tidal meningkat. Hiperventilasi hanya dapat
diidentifikasi melalui PaCO2 yang menurun. Alkalosis respiratorik
mungkin merupakan gangguan keseimbangan asam-basa yang paling
sering terjadi, meskipun sering tidak dikenali. Hiperventilasi
mungkin sulit dikenali secara klinis, dan seringkali diagnosis hanya
dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan gas darah.
Alkalosis respiratorik dapat terjadi akibat rangsangan pusat
pernafasan di medula oblongata. Sejauh ini, penyebab tersering
adalah hiperventilasi fungsional akibat kecmasan dan stres
emosional (simdrom hiperventilasi atau hiperventilasipsikogenik).
Apabila kita memperhatikan situasi hidup manusia yang penuh stres
baik dalam lingkungan rumah sakit (misalnya, nyeri, menunggu hasil
pemeriksaan keganasan) maupun dalam masyarakat, maka tidak
mengherankan jika sindrom hiperventilasi ini cukup sering terjadi.
Hampir setiap orang pernah mengalami sindrom hiperventilasi dalam
hidupnya. Keadaan lain yang merangsang pusat pernafasan adalah
keadaan hipermetabolik yang disebabkan oleh demam atau
tirotoksikosis serta lesi CNS seperti gangguan pembuluh darah otak,
meningitis, cedera kepala, atau tumor otak. Salisilat adalah obat
terpenting yang dapat menyebabkan alkalosis respiratorik, agaknya
melalui rangsangan langsung pada pusat pernafasan di medula
oblongata.
Hipoksia adalah penyebab lazim hiperventilasi primer yang
menyertai pneumoia, edema paru atau fibrosis paru, dan gagal

23

jantung kongestif. Umumnya, diperlukan penurunan PaCO2 dibawah


60 mmHg untuk merangsang ventilasi.Koreksi hipoksia jaringan
menyebabkan cepat pulihnya alkalosis respiratorik. Hiperventilasi
kronis terjadi sebagai respons penyesuaian terhadap ketinggian
(tekanan oksigen lingkungan yang rendah). Alkalosis respiratorik
sering disebabkan faktoriatrogenik akibat ventilasi mekanis dengan
ventilator siklus volume atau tekanan. Alkalosis respiratorik sering
terjadi pada sepsis gram negatif dan sirosis hati. Akhirnya,
meskipun hiperpnea merupakan respons penyesuaian terhadap
kebutuhan oksigen yang meningkat selama latihan fisik, tapi kadang
juga dapat menimbulkan alkalosis respiratorik sementara.
Respons segera terhadap penurunan akut PaCO 2 adalah suatu
mekanisme bufer intrasel. H+ dilepaskan dari bufer jaringan intrasel,
yang memperkecil alkalosis dengan menurunkan HCO3 plasma.
Alkalosis akut juga merangsang pembentukan asam laktat dan
piruvat didalam sel dan membantu pelepasan H+ lebih banyak
kedalam ECF. Bufer ekstrasel oleh protein plasma hanya sedikit
menurunkan HCO3 plasma. Efek mekanisme bufer ECF dan ICF
adalah sedikit menurunkan HCO3 plasma. Apabila hipokapnia tetap
berlangsung,

maka

penyesuaian

ginjal

mengakibatkan

lebih

banyakHCO3 plasma yang berkurang. Terjadi hambatan reabsporsi


tubulus ginjal dan pembentukan HCO3 baru. Seperti halnya, pada
asidosis respiratorik, kompensasi pada alkalosis respiratorik kronis
jauh lebih sempurna dibandingkan pada keadaan akut. Pada keadaan
akut, penurunan kadar HCO3 plasma diperkirakan sebesar 2 mEq/L
untuk setiap penurunan PaCO2 sebesar10 mmHg, penurunan HCO3diperkirakan 5 mEq/L untuk setiap penurunan PaCO2 sebesar 10
mmHg pada keadaan kronis.
b. Gambaran Klinis dan Diagnosis
Terdapat pola nafas yang

berbeda-beda

pada

sindrom

hiperventilasi yang diinduksi oleh kece,asan, mulai dari pola


pernafasan yang normal sampai pernafasan yang jelas tampak lebih

24

cepat, dalam, yang panjang. Pasien sering kali terlihat banyak


menguap. Anehnya, pasien sering kali tidak menyadari keadaan
hiperventilasi ini. Bila gejala ini menjurus ke sistem pernafasan,
maka keluhan yang sering di utarakan adalah tidak dapat
memperoleh udara yang cukup atau nafas pendek, meskipun
sedah bernafas berlebihan. Gejala mencolok lainnya adalah kepala
terasa ringan, parestesis sekitar mulut, kesemutan dan rasa baal di
jari tangan dan kaki. Apabila alkalosis yang terjadi cukup parah,
dapat timbul tetani seperti spasme karpopedal. Pasien dapat
mengeluh kelelahan kronis, berdebar-debar, cemas, mulut tersa
kering, dan tidak bisa tidur. Pada pemeriksaan, telapak tangan dan
kaki dapat terasa dingin dan lembab, dan pasien menunjukan
ketegangan emosi. Alkalosis respiratori berat dapat di sertai dengan
ketidak mampuan berkosentrasi, kekacauan mental, dan sinkop.
Diagnosis alkalosis di tegagkan berdasarkan pada gejala dan
tanda neuromuskular, karena alkalosis meningkatkan iritabilitas
neuromuskular secara langsung. Selain itu, kasium lebih sedikit
terionisasi dalam suatu medium alkali, sehingga hipokalsemia
fungsional dapat menimbulkan tetani. Gejala CNS dapat timbul
menyertai hipoksia otak. Alkalosis tidak hanya menggeser disosiasi
oksihemoglobin ke kiri (menyebabkan hemoglobin mempunyai
afinitas yang lebih bersar terhadap oksigen),tapi juga mengurangi
aliran darah dari otak. pad darah otak menurun sampai kira-kira
40% ada PaCO2 mmHg. Dalam kenyataannya, hiperventilasi dan
hipokapnia
vasokontriksi

akut
otak,

merupakan
sehingga

penyebab
sengaja

potensial
di

berikan

timbulnya
ventilator

mekanisme otak menangani penderita kongesti pembuluh darah otak


dan tekanan intrakranial yang meningkat. Meskipun dengan cara
seperti ini dapat timbul hipoksia otak, tetapi efek mengurangi edema
otak dinilai lebih menguntungkan daripada terjadinya hipoksia otak.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pemeriksaan laboratorium
pada alkalosis respiratorik akut adalah pH yang lebih dari 7,45 dan

25

PaCO2 yang kurang dari 35 mmHg. Bila misalnya, terjadi penurunan


PaCO2 yang cepat sampai 20 mmHg, maka penurunan HCO 3- plasma
tidak boleh melebihi 4 mEq/L karena adanya mekanisme bufer
selada alkalosis metabolik kronis, HCO3- plasma di perkirakan turun
kira-kira sebesar 10 mEq/L dengan derajat hipokapnia yang
sebanding. Penurunan HCO3- plasma yang lebih besar dari perkiraan
mengesankan

adanya

asidosis

metabolik

yang

menyertai.

Pemeriksaan laboratorium lainnya adalah hiperkloremia timbal balik


dan hipokalemia. Diagnosis alkalosis respiratorik ditegagkan
berdasarkan pada anamnesis, gejala dan tanda, serta dipastikan
dengan bukti hasil pemeriksaan laboratorium.
c. Penanganan Alkalosis Respiratorik
Satu-satunya penanganan yang dapat berhasil mengatasi
alkalosis respiratorik adalah dengan menyingkirkan penyebab yang
mendasari. Hiperventilasi dengan ventilator mekanis dapat dikoreksi
dengan menurunkan ventilasi jika berlebihan, atau menambah ruang
hampa udara (dead space). Apabila hal ini tidak dapat dicapai dengan
penyesuaian oksigenasi, dapat digunakan campuran gas yang
mengandung 3% CO2 untuk sementara waktu (Schrier, 1997).
Apabila kecemasan yang berat menyebabkan timbulnya sindrom
hiperventilasi, maka menyuruh pasien bernapas dalam kantong
kertas yang disungkupkan rapat disekitar hidung dan mulut
umumnya berhasil menghentikan serangan akut. Pasien-pasien
seperti ini memerlukan konseling penanggulangan stres.
F. Regulasi Pernapasan

26

Pusat pengaturan tertinggi dari sistem pernapasan adalah korteks


selebri, sistem limbik, dan hipotalamus. Dan pusat pernapasan berada di
medula oblongata, pons, dan jaringan sensorik.
Bila CO2 meningkat, pH menurun, sehingga menjadi asam, lalu CO 2
berdifusi ke dalam cairan melewati cairan serebrospinal yang juga pH nya
asam. Sehingga medula oblongata membuat kemeresptor berespon pada
pH yang rendah, karena ada peningkatan frekuensi dan volume
pernapasan, maka akan terhantarnya impuls ke pusat apneustik dan pusat
pneumotaksik.
Pusat apneustik fungsinya adalah untuk mengirimkan rangsangan
impuls pada area inspirasi untuk menghambat ekspirasi dan pusat
pneumotaksik berfungsi untuk membatasi durasi inspirasi, menaikkan
frekuensi sehingga irama ekspirasi menjadi halus dan teratur. Dan impuls
akan diteruskan ke saraf sinus karoyid untuk meningkatkan kecepatan dan
kedalaman ventilasi. Lalu akan mengaktifkan saraf vagus untuk
menyebabkan medula oblongata menaikkan ventilasi oleh badan aortik.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Peningkatan [H+] menyebabkan larutan menjadi bertambah asam, dan
penurunannya menyebabkan larutan menjadi bertambah basa. Asam
adalah suatu substansi yang mengandung 1 atau lebih ion H + yang dapat
dilepaskan dalam larutan (donor proton). Berlawanan dengan asam basa
adalah substansi yang dapat menangkap atau bersenyawa dengan ion
hidrogen sebuah larutan (akseptor proton). Istilah bufer menjelaskan
substansi kimia yang mengurangi perubahan pH dalam larutan yang
disebabkan penambahan asam maupun basa. Bufer adalah capuran asam
lemah dan garam basanya (atau basa lemah dan garam asamnya).
Gangguan asam basa terdiri dari asidosis dan alkalosis. Asidosis
adalah keadaan dimana pH darah Arteri dibawah 7.4. Asidosis ini terbagi
menjadi dua jenis yaitu Asidosis metabolik dan asidosis respiratorik.
Alkalosis adalah keadaan dimana pH darah Arteri diatas 7.4. Alkalosis ini
terbagi menjadi dua jenis yaitu Alakalosis metabolik dan alkalosis
respiratorik.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharap pembaca dapat memahami
penjelasan

di

dalamnya

sehingga

dapat

diterapkan

pemaksimalan pemahaman mengenai keseimbangan asam basa.

27

guna

DAFTAR PUSTAKA

Kowalala, dkk.(2003). Patofisiologi. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.


Sylvia, Lorraine. (2005). Patofisiologi. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.

Você também pode gostar