Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah salah satu penyakit paling mematikan dan menyebar di seluruh
dunia. Mycobacterium tuberculosis, menginfeksi satu pertiga populasi dunia. Pada tahun
2009, ada 9.4 juta kasus baru di seluruh dunia dengan 1.7 juta orang yang sekarat di
antaranya. Di Amerika Serikat, kurang lebih 11 juta orang terinfeksi oleh M. tuberculosis.
Tuberkulosis lebih banyak terjadi pada populasi yang malnutrisi, tidak mempunyai rumah,
dan tinggal di daerah yang terlalu padat. Ada peningkatan kejadian diantara orang dengan
HIV positif.1
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi tuberkulosis tertinggi ke-3 di dunia setelah
China dan India. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan
nasional 2001, tuberkulosis menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi
di Indonesia.2
Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB
paru merupakan manifestasi klinis yang sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit
ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang
didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil
tahan asam (BTA).2
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I.
II.
Identitas
Nama
: Tn.M
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 50 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Alamat
: Karang Pule
MRS
: 31 Januari 2016
Anamnesis
Keluhan Utama
Batuk darah sejak 4 hari ini.
Riwayat Penyakit Sekarang
Satu bulan ini, pasien mengeluh batuk tidak berdahak, pusing, lemas dan
demam yang dirasakan terutama pada malam hari. Demam tidak terlalu tinggi,
tetapi pasien juga tidak pernah mengukur suhunya ketika demam. Demam sembuh
setelah minum obat warung, tetapi batuk tidak kunjung sembuh.
Dua minggu SMRS, pasien mengeluh batuk berdahak yang sering timbul pada
malam hari, kental, tetapi warnanya pasien tidak ingat, tidak ada darah. Pasien
juga sering merasa pusing dan lemas. Pasien sempat minum obat warung, tetapi
tidak sembuh juga.
Empat hari SMRS, pasien merasa sesak, terutama jika kelelahan, dalam sehari
bisa mencapai 4 kali, tiap sesak kira-kira selama 5 menit, jika sesak lebih enak
tiduran. Ketika sesak, pasien akan merasakan nyeri dada sebelah kiri, tidak
menjalar. Selain itu pasien juga mengeluh demam terutama ketika sore hari,
pasien merasa badannya terama sumeng. Pasien juga mengeluh batuk darah tiap
malam dan pagi hari, masing-masing sebanyak 1 gelas aqua, darahnya berwarna
agak kehitaman dan berbau anyir, tetapi tidak ada keluhan mual atau muntah.
Nafsu makan pasien mulai menurun. Penurunan berat badan tidak dirasakan oleh
pasien. Pasien sempat berobat ke dokter umum, dan diberikan obat, tetapi tidak
membaik.
Satu jam SMRS, pasien datang ke RS dengan keluhan batuk darah yang tidak
kunjung sembuh, pusing dan lemas.
Pasien memiliki riwayat merokok semenjak SD, sehari mencapai 3 bungkus
rokok. Tempat tinggal pasien terletak di daerah padat penduduk, tidak ada riwayat
minum obat paru selama 6 bulan.
Riwayat Penyakit Dahulu
III.
Lipat paha
: tidak diperiksa
Kepala
Ekspresi wajah: tenang
Rambut
: hitam
Mata
Exophtalmus : tidak ada
Lensa
: jernih
Konjungtiva
: tidak anemis
Visus
: belum dilakukan
Sklera
: ikterik (-)
Deviatio konjugae
Nystagmus
: tidak ada
: normal
: tidak ada
Telinga
Tuli
: tidak
Lubang
: lapang
Penyumbatan
: tidak ada
Serumen
: tidak ada
Perdarahan
: tidak ada
Cairan
: tidak ada
Mulut
3
Bibir
: normal
Tonsil
: T1-T1, simetris
Langit-langit : normal
Bau pernapasan
: normal
Gigi geligi
Trismus
: tidak ada
Faring
: tidak hiperemis
Selaput lendir
: normal
Lidah
Leher
Tekanan vena jugularis (JVP) : tidak meningkat
Kelenjar tiroid
Kelenjar limfe
Dada
Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada
Paru-paru
Inspeksi
Kanan
Kiri
Kanan
dan
Kiri
Palpasi
Kanan
Depan
Belakang
Bentuk toraks normal, simetris
Bentuk
toraks
normal,
Pernapasan abdominotorakal
simetris
Gerakan statis dan dinamis Gerakan statis dan dinamis
simetris
simetris
Tidak ada retraksi sela iga
Tidak ada retraksi sela iga
Pernapasan abdominotorakal
Gerakan statis dan dinamis
simetris
Tidak ada retraksi sela iga
simetris
Fremitus kiri dan kanan sama
Terdengar sonor diseluruh lapang paru
dan
Kiri
Kanan
dan
Perkusi
Kiri
dinamis
Bentuk
toraks
normal,
simetris
Gerakan statis dan dinamis
simetris
Tidak ada retraksi sela iga
Tidak ada benjolan
Tidak ada nyeri
Sela iga tidak melebar
Gerakan statis dan dinamis
simetris
Fremitus kiri dan kanan sama
Terdengar sonor diseluruh lapang
paru
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas atas
Batas kiri
Perut
Inspeksi: mendatar, simetris kanan dan kiri, lesi (-), bekas operasi (-), pelebaran
pembuluh darah (-), pergerakan usus (-)
Palpasi:
Dinding perut: sedikit rigid, nyeri tekan (-), defans muskular (-), massa (-)
Hati: tidak teraba membesar
Limpa: tidak teraba membesar
Ginjal: ballotement (-), undulasi (-)
Lain-lain: tidak ada
Perkusi: timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi: bising usus (+) 5x/menit
Refleks dinding perut: tidak dilakukan
Alat Kelamin: tidak ada indikasi
Anggota Gerak
Lengan
Otot
Tonus
Massa
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Lain-lain
Tungkai dan Kaki
Luka
Varises
Otot (tonus dan massa)
Sendi
Gerakan
Kanan
Kiri
Normotonus
Hipertrofi
Bengkak (-), krepitasi (-)
Tidak ada keterbatasan
5
-
Normotonus
Hipertrofi
Bengkak (-), krepitasi (-)
Tidak ada keterbatasan
5
-
Normotonus, eutrofi
Bengkak (-), krepitasi (-)
Tidak ada keterbatasan
Normotonus, eutrofi
Bengkak (-), krepitasi (-)
Tidak ada keterbatasan
Kekuatan
Edema
Lain-lain
5
-
5
-
Refleks:
Refleks tendon
Bisep
Trisep
Patela
Achiles
Kremaster
Refleks kulit
Refleks patologis
Kanan
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Negatif
Kiri
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Negatif
Nilai
Rujukan
31/1/16
Hgb (g/dl)
Hct (%)
Rbc (106/uL)
Wbc (103/uL)
Plt (103/uL)
Ureum (mg/dl)
Kreatinin (mg/dl)
SGOT (U/L)
SGPT (U/L)
GDS (mg/dL)
IV.
15,7
34,4
4,58
12,93
328
16,0
0,7
19
13
136
13,3-16,6
41,3-52,1
3,69-5,46
3,37-8,38
172-378
17-43
0,6-1,1
< 35
< 41
80-120
Resume
Tn. M, 50 tahun datang ke IGD RSUD Mataram dengan keluhan batuk darah,
dispnoe, nyeri dada kiri, pusing dan lemas. Ada riwayat merokok sebanyak 3
bungkus per hari dan riwayat kontak dengan penderita TB, tidak ada riwayat
minum OAT.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/80 HR 80x/menit RR 23x/menit T
37oC. Pemeriksaan paru didapatkan ronkhi basah halus.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis. Pada pemeriksaan
rontgen paru didapatkan kesan TB paru aktif sinistra dan pemeriksaan sputum
BTA didapatkan hasil S/P/S: 3+/3+/3+.
6
V.
VI.
Diagnosis
TB Paru kasus baru dengan BTA (+)
Tatalaksana
- Tirah baring
- Diet tinggi kalori, tinggi protein
- FDC kategori I fase intensif 4 tablet
- Vit. B6 2 x 1 tablet
- Kodein 3 x 10 mg
- Asam traneksamat 3 x 500 mg IV
- Vitamin K 3 x 10 mg IV
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.1
EPIDEMIOLOGI
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia namun hingga saat ini TB masih
menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia
telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.
Secara persentase 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada
negara-negara berkembang. Prevalensi tertinggi terjadi pada Asia dengan 65% kasus, hal ini
berhubungan dengan tingkat kepadatan penduduk (gambar 1).
Dari kasus-kasus diatas sebanyak 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomis (20-49 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan.2
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB global antara lain antara lain :
1. Kemiskinan pada kelompok masyarakat, seperti pada negara yang sedang berkembang.
2. Kegagalan program TB yang diakibatkan oleh:
ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar
110 per 100.000 penduduk.
Prevalensi tertinggi terdapat di NTT dengan angka kejadian 0,74 %, sedangakn prevelensi
terendah terdapat di Bali dengan angka kejadian 0,08 %.2
FAKTOR RESIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS
Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian tuberkulosis paru adalah:
1. Umur
Insidensi tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai pada usia dewasa muda, pada
usia produktif, yaitu umur 20 49 tahun.
Berdasarkan penelitian kohort Gustafon, et all terdapat suatu efek dosis respon, yaitu
semakin tua umur akan meningkatkan risiko menderita tuberkulosis dengan odds rasio
pada usia 25-34 tahun adalah 1, 36 dan odds rasio pada kelompok umur > 55 tahun adalah
4,08.
2. Jenis Kelamin
Hampir tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan sampai pada umur pubertas.
Namun, menurut penelitian Gustafon P., et all menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai
risiko 2,58 kali untuk menderita tuberkulosis dibandingkan dengan wanita. Mungkin hal
ini berhubungan interaksi sosial. Walaupun insiden tuberkulosis paru pada wanita lebih
rendah daripada pria, perkembangan infeksi TB paru menjadi penyakit TB paru pada
wanita lebih cepat dibandingkan dengan pria.
3. Gizi
Terdapat bukti yang jelas bahwa gizi buruk mengurangi daya tahan tubuh terhadap
penyakit tuberkulosis. Faktor ini sangat penting, baik pada orang dewasa maupun pada
anak. Menurut Hernilla, et all, orang yang menkonsumsi vitamin C lebih dari 90 mg/hari
dan mengkonsumsi lebih dari rata-rata jumlah sayuran, buah-buahan, dan berry, secara
signifikan dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit tuberkulosis.
4. Kondisi Lingkungan Rumah
Beberapa hal yang mempengaruhi kondisi lingkungan rumah dalam risiko kejadian
infeksi tuberkulosis adalah kepadatan rumah, intensitas cahaya yang masuk, dan
kelembapan udara.
Intensitas cahaya yang alami, yaitu sinar matahari, sangat berperan dalam penularan
kuman TB karena kuman TB relatif tidak tahan terhadap terhadap sinar matahari (Depkes,
2006). Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai risiko 3,7 kali untuk
menularkan tuberkulosis dibandingkan dengan rumah yang tidak dimasuki sinar matahari.
Kelembapan udara mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Rumah yang memiliki
kelembapan lebih dari 60% memiliki risiko terkena infeksi tuberkulosis. 10,7 kali
dibandingkan dengan rumah yang kelembapannya lebih kecil dari 60%.
5. Pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan individu atau masyarakat
dan perilaku terhadap penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang tersedia. Proporsi
kejadian TB lebih banyak terjadi pada kelompok yang mempunyai pendidikan yang
rendah, dimana kelompok ini lebih banyak mencari pengobatan tradisional dibandingkan
pelayanan medis.
6. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan
penyakit, karena dengan pendapatan yang cukup maka akan ada kemampuan
menyediakan biaya kesehatan serta mampu menciptakan lingkungan rumah yang sehat
dan makanan yang bergizi. Sembilan puluh persen penderita TB terjadi pada penduduk
dengan status ekonomi rendah dan umumnya terjadi pada negara berkembang termasuk
Indonesia.2,3
7. Riwayat Penyakit Penyerta
Beberapa penyakit penyerta tertentu rentan tertular penyakit tuberkulosis seperti penderita
penyakit HIV/AIDS, hepatitis akut, kelainan hati kronik, gangguan ginjal, diabetes
melitus, dan penderita pengguna kortikosteroid.
Penelitian yang dilakukan oleh Tanjung (1998) mendapatkan bahwa dari 733
penderita TB paru, penderita juga menderita diabetes melitus 11,7 %, hipertensi 9,28%,
kelainan hati 2,7%, kelainan jantung 1,9%, kelainan ginjal 0,9% dan struma 0,4%.
Penderita diabetes melitus memiliki risiko 2-3 kali lebih sering untuk terkena penyakit
tuberkulosis paru. Efek hiperglikemi pada penderita diabetes melitus sangat berperan
terhadap mudahnya pasien diabetes mellitus terkena infeksi. Pada penderita TB paru
dengan diabetes mellitus, kepekaan terhadap kuman TB meningkat, reaktifitas fokus
infeksi lama, cenderung lebih banyak kavitas dan pada hapusan serta kultur sputum lebih
banyak positif. Selain itu, pasien TB dengan diabetes melitus memiliki respon yang
rendah terhadap pengobatan OAT dan sering terjadi multi-drug resistant.
Meningkatnya prevalensi HIV/AIDS di Indonesia membawa dampak peningkatan
insidens TB serta masalah TB lainnya, seperti TB milier, TB ekstraparu, serta MDR-TB.
Adanya imunokompromais pada penderita HIV/AIDS menyebabkan mudahnya penderita
10
tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.4
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
-
positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
-
Tuberculosis5
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu :
a. Kasus baru
11
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh ataupengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan
hasil
pemeriksaan
dahak
BTA
positif
atau
biakan
positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan:
-
lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi5
Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi.
12
Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti
klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.5
DIAGNOSIS
Gejala klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori
(gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
- Batuk 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check
up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada
gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
13
- Demam
- Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada
pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.5
Diagnosis TB Paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi
-sewaktu (SPS).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan
uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.3,4
14
15
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan1
16
A. Tujuan Pengobatan TB
Menyembuhkan
Mencegah kematian
Mencegah kekambuhan
Hindari monoterapi
Kapreomisin
Sikloserino
PAS (dulu tersedia)
Derivat rifampisin dan INH
Thioamides (ethionamide dan prothionamide)5
Kemasan
-
Obat tunggal
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan
etambutol.
Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet5
Dosis yg dianjurkan
(mg/kg
Harian
BB/hari)
Intermitte
< 40
40-60
>60
(mg/kgBB (mg/kgBB/k
/hari)
ali)
8-12
10
10
600
300
450
600
4-6
10
300
150
300
450
20-30
25
35
750
1000
1500
15-20
15
30
750
1000
1500
15-18
15
15
Sesuai BB
750
1000
1000
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama
WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO
menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam
pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap
berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 2. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
Fase lanjutan
2 bulan
BB
30-37
4 bulan
Harian
Harian
3x/minggu
Harian
3x/minggu
RHZE
RHZ
RHZ
RH
RH
150/75/400/275
150/75/400
150/150/500
150/75
150/150
18
38-54
55-70
>71
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah
ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis
terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek
samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu
menanganinya.5
Keterangan
i
I
- TB paru BTA +,
BTA -, lesi luas
2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE / 6 HE
*2RHZE / 4R3H3
II
- Kambuh
- Gagal pengobatan
kanamisin,
ofloksasin,
etionamid,
alergi,
diganti
kanamisin
dapat
uraiannya) atau
*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3
III
6 RHE atau
*2RHZE /4 R3H3
IV
- Kronik
yang
sensitif)
obat
lini
- MDR TB
Tahap Intensif
Berat Badan tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16 minggu
RH (150/150)
30 37 kg
2 tablet 4KDT
2 tablet 2KDT
38 54 kg
3 tablet 4KDT
3 tablet 2KDT
55 70 kg
4 tablet 4KDT
4 tablet 2KDT
71 kg
5 tablet 4KDT
a) tablet 2KDT
Pasien kambuh
Pasien gagal
20
Berat
badan
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) + E(400)
Selama 56 hari
Selama 28 hari
selama 20 minggu
30-37 kg
2 tab 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj.
2 tab 4KDT
2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
38-54 kg
3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomisin inj.
3tab 4KDT
3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol
55-70 kg
4 tab 4KDT
+ 4 tab Etambutol
71 kg
5 tab 4KDT
+ 1000mg Streptomisin inj.
5 tab 4KDT
+ 5 tab Etambutol
5 tab 4KDT
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan
penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala
ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun
gejalanya telah menghilang
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur.
Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal
ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya
ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,
kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman,
buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut
tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB
perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan
kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol
tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomycin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring
dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan
meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping
yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan
menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai
sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera
setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.
22
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.5
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping gatal dan kemerahan kulit:
Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu
kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan
pengawasan ketat.
Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan
terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT.
Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah
berat, pasien perlu dirujuk
Tabel 4. Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya5
Efek samping
Minor
Kemungkinan Penyebab
Tatalaksana
OAT diteruskan
perut
Nyeri sendi
Pyrazinamid
Kesemutan s/d rasa terbakar di INH
tidur
Beri aspirin /allopurinol
Beri vitamin B6 (piridoksin) 1
kaki
Warna kemerahan pada air seni
x 100 mg perhari
Beri penjelasan, tidak perlu
Rifampisin
diberi apa-apa
Hentikan obat
Mayor
Gatal dan kemerahan pada kulit
Tuli
Gangguan
Streptomisin
keseimbangan Streptomisin
Beri
antihistamin
dan
dievaluasi ketat
Streptomisin dihentikan
Streptomisin dihentikan
Muntah
diberikan hepatoprotektor
Hentikan semua OAT dan
dan
icteric hepatitis)
Gangguan penglihatan
Etambutol
Kelainan sistemik, termasuk Rifampisin
Hentikan etambutol
Hentikan rifampisin
23
F. Terapi Pembedahan
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
-
Bronkoskopi
Punksi pleura
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)5
G. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta
evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinik
-
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1
bulan
Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya
komplikasi penyakit
Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.
Sebelum pengobatan
Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap
Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah ,
serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan
Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)
Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila
ada keluhan)
Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang
paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada
evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman
Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya
obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai
penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada
25
dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala)setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks
6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).
Kriteria Sembuh
-
BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan
KOMPLIKASI
Batuk darah
Gizi buruk, anemia, hipoalbuminemia, imbalance electrolit
Pneumotoraks, efusi pleura
Luluh paru / destroyed lung
Infeksi sekunder: bronkopneumonia
Gagal napas1,3,4
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam kasus ini diagnosis TB paru kasus baru dengan BTA positif tegak berdasarkan:
1. Anamnesis
26
Terdapat gejala respiratorik berupa riwayat batuk sejak 1 bulan yang tidak sembuh
dengan pengobatan, batuk darah, sesak nafas. Selain itu terdapat gejala sistemik
berupa demam, anoreksia. Terdapat pula riwayat kontak yaitu keluarga dengan
penderita TB paru.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan didapatkan TD 100/80 HR 80x/menit RR
23x/menit T 37oC. Pemeriksaan paru didapatkan ronkhi basah halus.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan kesan TB paru aktif sinistra.
Pemeriksaan sputum BTA S/P/S didapatkan 3+/3+/3+.
4. Tatalaksana
- Tirah baring
- Diet tinggi kalori, tinggi protein
- FDC kategori I fase intensif 4 tablet
- Vit. B6 2 x 1 tablet
- Kodein 3 x 10 mg
- Asam traneksamat 3 x 500 mg IV
- Vitamin K 3 x 10 mg IV
BAB V
KESIMPULAN
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi yang banyak ditemui di
Indonesia, dalam penegakkan diagnosis, telah dibuat aturan cara menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan pasien TB.
Bedasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien
didiagnosis menderita penyakit TB paru kasus baru dengan BTA positif dan diberi
pengobatan OAT FDC kategori I.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Zulkifli., Bahar, Asril. Ilmu penyakit dalam - tuberkulosis paru. InternaPublishing:
Jakarta; 2009.h.2231-9
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanggulangan
tuberkulosis. 2007.h.13-35
3. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. USA: McGraw-Hill Companies.
2003.h.765-090
4. Harrison. Principle of internal medicine. Edisi 17. USA: Mc Graw-Hills; 2008.p.5625-51.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis &
penatalaksanaan di Indonesia. 2006.
28