Você está na página 1de 28

BAB I

PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah salah satu penyakit paling mematikan dan menyebar di seluruh
dunia. Mycobacterium tuberculosis, menginfeksi satu pertiga populasi dunia. Pada tahun
2009, ada 9.4 juta kasus baru di seluruh dunia dengan 1.7 juta orang yang sekarat di
antaranya. Di Amerika Serikat, kurang lebih 11 juta orang terinfeksi oleh M. tuberculosis.
Tuberkulosis lebih banyak terjadi pada populasi yang malnutrisi, tidak mempunyai rumah,
dan tinggal di daerah yang terlalu padat. Ada peningkatan kejadian diantara orang dengan
HIV positif.1
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi tuberkulosis tertinggi ke-3 di dunia setelah
China dan India. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan
nasional 2001, tuberkulosis menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi
di Indonesia.2
Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB
paru merupakan manifestasi klinis yang sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit
ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang
didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil
tahan asam (BTA).2

BAB II
ILUSTRASI KASUS
I.

II.

Identitas
Nama
: Tn.M
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 50 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Alamat
: Karang Pule
MRS
: 31 Januari 2016
Anamnesis
Keluhan Utama
Batuk darah sejak 4 hari ini.
Riwayat Penyakit Sekarang
Satu bulan ini, pasien mengeluh batuk tidak berdahak, pusing, lemas dan
demam yang dirasakan terutama pada malam hari. Demam tidak terlalu tinggi,
tetapi pasien juga tidak pernah mengukur suhunya ketika demam. Demam sembuh
setelah minum obat warung, tetapi batuk tidak kunjung sembuh.
Dua minggu SMRS, pasien mengeluh batuk berdahak yang sering timbul pada
malam hari, kental, tetapi warnanya pasien tidak ingat, tidak ada darah. Pasien
juga sering merasa pusing dan lemas. Pasien sempat minum obat warung, tetapi
tidak sembuh juga.
Empat hari SMRS, pasien merasa sesak, terutama jika kelelahan, dalam sehari
bisa mencapai 4 kali, tiap sesak kira-kira selama 5 menit, jika sesak lebih enak
tiduran. Ketika sesak, pasien akan merasakan nyeri dada sebelah kiri, tidak
menjalar. Selain itu pasien juga mengeluh demam terutama ketika sore hari,
pasien merasa badannya terama sumeng. Pasien juga mengeluh batuk darah tiap
malam dan pagi hari, masing-masing sebanyak 1 gelas aqua, darahnya berwarna
agak kehitaman dan berbau anyir, tetapi tidak ada keluhan mual atau muntah.
Nafsu makan pasien mulai menurun. Penurunan berat badan tidak dirasakan oleh
pasien. Pasien sempat berobat ke dokter umum, dan diberikan obat, tetapi tidak
membaik.
Satu jam SMRS, pasien datang ke RS dengan keluhan batuk darah yang tidak
kunjung sembuh, pusing dan lemas.
Pasien memiliki riwayat merokok semenjak SD, sehari mencapai 3 bungkus
rokok. Tempat tinggal pasien terletak di daerah padat penduduk, tidak ada riwayat
minum obat paru selama 6 bulan.
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, hepatitis, diabetes mellitus, penyakit

III.

jantung, penyakit ginjal.


Riwayat Penyakit Keluarga
Anak pasien pernah menjalani pengobatan TB selama 6 bulan.
Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran: Compos mentis
BB: 58 kg
TB: 168 cm
Vital sign:
- Tekanan Darah: 100/80 mmHg
- Nadi: 80x/menit
- RR: 23x/menit
- Suhu: 37oC
Status generalis:

Kelenjar Getah Bening


Submandibula : tidak teraba membesar

Leher : tidak teraba membesar

Supraklavikula: tidak teraba membesar

Ketiak : tidak teraba membesar

Lipat paha

: tidak diperiksa

Kepala
Ekspresi wajah: tenang

Simetri muka : simetris

Rambut

Pembuluh darah temporal: teraba pulsasi

: hitam

Mata
Exophtalmus : tidak ada

Enophtalmus : tidak ada

Kelopak: edem (-), xantelasma (-)

Lensa

: jernih

Konjungtiva

: tidak anemis

Visus

: belum dilakukan

Sklera

: ikterik (-)

Gerakan mata : normal

Lapangan penglihatan : normal

Tekanan bola mata

Deviatio konjugae

Nystagmus

: tidak ada

: normal

: tidak ada

Telinga
Tuli

: tidak

Selaput pendengaran : intak

Lubang

: lapang

Penyumbatan

: tidak ada

Serumen

: tidak ada

Perdarahan

: tidak ada

Cairan

: tidak ada

Mulut
3

Bibir

: normal

Tonsil

: T1-T1, simetris

Langit-langit : normal

Bau pernapasan

: normal

Gigi geligi

: utuh, caries (-)

Trismus

: tidak ada

Faring

: tidak hiperemis

Selaput lendir

: normal

Lidah

: fasikulasi (-), deviasi (-), tremor (-)

Leher
Tekanan vena jugularis (JVP) : tidak meningkat
Kelenjar tiroid

: tidak teraba membesar

Kelenjar limfe

: tidak teraba membesar

Dada
Bentuk

: simetris, pektus pektinatum

Pembuluh darah

: tidak tampak pelebaran

Buah dada

: simetris, tidak ada ginekomastia

Paru-paru
Inspeksi

Kanan

Kiri

Kanan
dan
Kiri
Palpasi
Kanan

Depan
Belakang
Bentuk toraks normal, simetris
Bentuk
toraks
normal,
Pernapasan abdominotorakal
simetris
Gerakan statis dan dinamis Gerakan statis dan dinamis
simetris
simetris
Tidak ada retraksi sela iga
Tidak ada retraksi sela iga

Bentuk toraks normal, simetris

Pernapasan abdominotorakal
Gerakan statis dan dinamis
simetris
Tidak ada retraksi sela iga

Tidak ada benjolan


Tidak ada nyeri
Sela iga tidak melebar
Gerakan statis dan

simetris
Fremitus kiri dan kanan sama
Terdengar sonor diseluruh lapang paru

dan
Kiri
Kanan
dan
Perkusi

Kiri

dinamis

Bentuk

toraks

normal,

simetris
Gerakan statis dan dinamis
simetris
Tidak ada retraksi sela iga
Tidak ada benjolan
Tidak ada nyeri
Sela iga tidak melebar
Gerakan statis dan dinamis

simetris
Fremitus kiri dan kanan sama
Terdengar sonor diseluruh lapang
paru

Suara napas vesikuler


Ronki (+) basah halus
Mengi (-)
4

Suara napas vesikuler


Ronki (+) basah halus
Mengi (-)

Auskultasi
Jantung
Inspeksi

: ictus cordis terlihat pada ICS VI linea midklavikula kiri

Palpasi

: ictus kordis teraba, kuat angkat, reguler

Perkusi

: Batas atas
Batas kiri

: ICS III linea parasternal kiri


: ICS VI 2 cm lateral linea midklavikularis kiri

Batas kanan : ICS IV linea parasternal kanan


Auskultasi

: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Perut
Inspeksi: mendatar, simetris kanan dan kiri, lesi (-), bekas operasi (-), pelebaran
pembuluh darah (-), pergerakan usus (-)
Palpasi:
Dinding perut: sedikit rigid, nyeri tekan (-), defans muskular (-), massa (-)
Hati: tidak teraba membesar
Limpa: tidak teraba membesar
Ginjal: ballotement (-), undulasi (-)
Lain-lain: tidak ada
Perkusi: timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi: bising usus (+) 5x/menit
Refleks dinding perut: tidak dilakukan
Alat Kelamin: tidak ada indikasi
Anggota Gerak
Lengan
Otot
Tonus
Massa
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Lain-lain
Tungkai dan Kaki
Luka
Varises
Otot (tonus dan massa)
Sendi
Gerakan

Kanan

Kiri

Normotonus
Hipertrofi
Bengkak (-), krepitasi (-)
Tidak ada keterbatasan
5
-

Normotonus
Hipertrofi
Bengkak (-), krepitasi (-)
Tidak ada keterbatasan
5
-

Normotonus, eutrofi
Bengkak (-), krepitasi (-)
Tidak ada keterbatasan

Normotonus, eutrofi
Bengkak (-), krepitasi (-)
Tidak ada keterbatasan

Kekuatan
Edema
Lain-lain

5
-

5
-

Refleks:
Refleks tendon
Bisep
Trisep
Patela
Achiles
Kremaster
Refleks kulit
Refleks patologis

Kanan
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Negatif

Kiri
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Negatif

Rontgen Thoraks kesan: TB Paru aktif sinistra


BTA S/P/S: 3+/3+/3+
Pemeriksaan Darah

Nilai
Rujukan
31/1/16

Hgb (g/dl)
Hct (%)
Rbc (106/uL)
Wbc (103/uL)
Plt (103/uL)
Ureum (mg/dl)
Kreatinin (mg/dl)
SGOT (U/L)
SGPT (U/L)
GDS (mg/dL)

IV.

15,7
34,4
4,58
12,93
328
16,0
0,7
19
13
136

13,3-16,6
41,3-52,1
3,69-5,46
3,37-8,38
172-378
17-43
0,6-1,1
< 35
< 41
80-120

Resume
Tn. M, 50 tahun datang ke IGD RSUD Mataram dengan keluhan batuk darah,
dispnoe, nyeri dada kiri, pusing dan lemas. Ada riwayat merokok sebanyak 3
bungkus per hari dan riwayat kontak dengan penderita TB, tidak ada riwayat
minum OAT.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/80 HR 80x/menit RR 23x/menit T
37oC. Pemeriksaan paru didapatkan ronkhi basah halus.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis. Pada pemeriksaan
rontgen paru didapatkan kesan TB paru aktif sinistra dan pemeriksaan sputum
BTA didapatkan hasil S/P/S: 3+/3+/3+.
6

V.
VI.

Diagnosis
TB Paru kasus baru dengan BTA (+)
Tatalaksana
- Tirah baring
- Diet tinggi kalori, tinggi protein
- FDC kategori I fase intensif 4 tablet
- Vit. B6 2 x 1 tablet
- Kodein 3 x 10 mg
- Asam traneksamat 3 x 500 mg IV
- Vitamin K 3 x 10 mg IV

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.1
EPIDEMIOLOGI
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia namun hingga saat ini TB masih
menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia
telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.

Secara persentase 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada
negara-negara berkembang. Prevalensi tertinggi terjadi pada Asia dengan 65% kasus, hal ini
berhubungan dengan tingkat kepadatan penduduk (gambar 1).
Dari kasus-kasus diatas sebanyak 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomis (20-49 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan.2
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB global antara lain antara lain :
1. Kemiskinan pada kelompok masyarakat, seperti pada negara yang sedang berkembang.
2. Kegagalan program TB yang diakibatkan oleh:

Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan

Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat,

diagnosis kasus yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya)


Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar,
gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG
Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis
ekonomi atau pergolakan masyarakat
Peningkatan penduduk dunia umur
Dampak pandemi infeksi HIV2

Gambar 1. Insiden TB dunia


Sumber : Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di
Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien
sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun

ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar
110 per 100.000 penduduk.
Prevalensi tertinggi terdapat di NTT dengan angka kejadian 0,74 %, sedangakn prevelensi
terendah terdapat di Bali dengan angka kejadian 0,08 %.2
FAKTOR RESIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS
Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian tuberkulosis paru adalah:
1. Umur
Insidensi tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai pada usia dewasa muda, pada
usia produktif, yaitu umur 20 49 tahun.
Berdasarkan penelitian kohort Gustafon, et all terdapat suatu efek dosis respon, yaitu
semakin tua umur akan meningkatkan risiko menderita tuberkulosis dengan odds rasio
pada usia 25-34 tahun adalah 1, 36 dan odds rasio pada kelompok umur > 55 tahun adalah
4,08.
2. Jenis Kelamin
Hampir tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan sampai pada umur pubertas.
Namun, menurut penelitian Gustafon P., et all menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai
risiko 2,58 kali untuk menderita tuberkulosis dibandingkan dengan wanita. Mungkin hal
ini berhubungan interaksi sosial. Walaupun insiden tuberkulosis paru pada wanita lebih
rendah daripada pria, perkembangan infeksi TB paru menjadi penyakit TB paru pada
wanita lebih cepat dibandingkan dengan pria.
3. Gizi
Terdapat bukti yang jelas bahwa gizi buruk mengurangi daya tahan tubuh terhadap
penyakit tuberkulosis. Faktor ini sangat penting, baik pada orang dewasa maupun pada
anak. Menurut Hernilla, et all, orang yang menkonsumsi vitamin C lebih dari 90 mg/hari
dan mengkonsumsi lebih dari rata-rata jumlah sayuran, buah-buahan, dan berry, secara
signifikan dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit tuberkulosis.
4. Kondisi Lingkungan Rumah
Beberapa hal yang mempengaruhi kondisi lingkungan rumah dalam risiko kejadian
infeksi tuberkulosis adalah kepadatan rumah, intensitas cahaya yang masuk, dan
kelembapan udara.
Intensitas cahaya yang alami, yaitu sinar matahari, sangat berperan dalam penularan
kuman TB karena kuman TB relatif tidak tahan terhadap terhadap sinar matahari (Depkes,

2006). Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai risiko 3,7 kali untuk
menularkan tuberkulosis dibandingkan dengan rumah yang tidak dimasuki sinar matahari.
Kelembapan udara mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Rumah yang memiliki
kelembapan lebih dari 60% memiliki risiko terkena infeksi tuberkulosis. 10,7 kali
dibandingkan dengan rumah yang kelembapannya lebih kecil dari 60%.
5. Pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan individu atau masyarakat
dan perilaku terhadap penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang tersedia. Proporsi
kejadian TB lebih banyak terjadi pada kelompok yang mempunyai pendidikan yang
rendah, dimana kelompok ini lebih banyak mencari pengobatan tradisional dibandingkan
pelayanan medis.
6. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan
penyakit, karena dengan pendapatan yang cukup maka akan ada kemampuan
menyediakan biaya kesehatan serta mampu menciptakan lingkungan rumah yang sehat
dan makanan yang bergizi. Sembilan puluh persen penderita TB terjadi pada penduduk
dengan status ekonomi rendah dan umumnya terjadi pada negara berkembang termasuk
Indonesia.2,3
7. Riwayat Penyakit Penyerta
Beberapa penyakit penyerta tertentu rentan tertular penyakit tuberkulosis seperti penderita
penyakit HIV/AIDS, hepatitis akut, kelainan hati kronik, gangguan ginjal, diabetes
melitus, dan penderita pengguna kortikosteroid.
Penelitian yang dilakukan oleh Tanjung (1998) mendapatkan bahwa dari 733
penderita TB paru, penderita juga menderita diabetes melitus 11,7 %, hipertensi 9,28%,
kelainan hati 2,7%, kelainan jantung 1,9%, kelainan ginjal 0,9% dan struma 0,4%.
Penderita diabetes melitus memiliki risiko 2-3 kali lebih sering untuk terkena penyakit
tuberkulosis paru. Efek hiperglikemi pada penderita diabetes melitus sangat berperan
terhadap mudahnya pasien diabetes mellitus terkena infeksi. Pada penderita TB paru
dengan diabetes mellitus, kepekaan terhadap kuman TB meningkat, reaktifitas fokus
infeksi lama, cenderung lebih banyak kavitas dan pada hapusan serta kultur sputum lebih
banyak positif. Selain itu, pasien TB dengan diabetes melitus memiliki respon yang
rendah terhadap pengobatan OAT dan sering terjadi multi-drug resistant.
Meningkatnya prevalensi HIV/AIDS di Indonesia membawa dampak peningkatan
insidens TB serta masalah TB lainnya, seperti TB milier, TB ekstraparu, serta MDR-TB.
Adanya imunokompromais pada penderita HIV/AIDS menyebabkan mudahnya penderita

10

tersebut terinfeksi kuman TB dan cepatnya perkembangan infeksi TB menjadi penyakit


TB.2,3
CARA PENULARAN

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.


Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam

keadaan yang gelap dan lembab.


Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien

tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.4

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
-

radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif


Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan

positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
-

kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif


Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.

Tuberculosis5
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu :
a. Kasus baru

11

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh ataupengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan

hasil

pemeriksaan

dahak

BTA

positif

atau

biakan

positif.

Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan:
-

Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)


TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten

menangani kasus tuberkulosis


c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f. Kasus Bekas TB:
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan
-

lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi5

Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi.

12

Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti
klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.5

Gambar 2. Skema klasifikasi tuberkulosis5

DIAGNOSIS
Gejala klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori
(gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
- Batuk 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check
up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada
gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
13

- Demam
- Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada
pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.5
Diagnosis TB Paru

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi
-sewaktu (SPS).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan
uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan

indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering

terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.3,4

Diagnosis TB Ekstra Paru


Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada MeningitisTB,
nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan
lainlainnya.3

14

Gambar 3. Alur diagnosis TB paru


Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2007

15

Gambar 4. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa5


PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan.5
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan1

16

A. Tujuan Pengobatan TB

Menyembuhkan

Mencegah kematian

Mencegah kekambuhan

Memutus rantai penularan

Mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT2


B. Prinsip Pengobatan TB

OAT kombinasi, jumlah dan dosis sesuai kategori pengobatan

Pengggunaan OAT kombinasi dosis tetap(KDT) lebih menguntungkan

Hindari monoterapi

Untuk menjamin kepatuhan pasien dilakukan pengawasan langsung(DOTS)

Prolong, continue until cure2


C. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
- INH
- Rifampisin
- Pirazinamid
- Streptomisin
- Etambutol
Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain:
-

Kapreomisin
Sikloserino
PAS (dulu tersedia)
Derivat rifampisin dan INH
Thioamides (ethionamide dan prothionamide)5

Kemasan
-

Obat tunggal
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan
etambutol.
Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet5

Tabel 1. Jenis dan dosis OAT5


Obat Dosis

Dosis yg dianjurkan

Dosis Maks (mg)


17

Dosis (mg) / berat badan (kg)

(mg/kg

Harian

BB/hari)

Intermitte

< 40

40-60

>60

(mg/kgBB (mg/kgBB/k
/hari)

ali)

8-12

10

10

600

300

450

600

4-6

10

300

150

300

450

20-30

25

35

750

1000

1500

15-20

15

30

750

1000

1500

15-18

15

15

Sesuai BB

750

1000

1000

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama
WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO
menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam
pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap
berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 2. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
a.
b.

c.

d.
e.

Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal


Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan
yang tidak disengaja
Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan
standar
Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan
monoterapi5

Tabel 2. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap5


Fase intensif

Fase lanjutan
2 bulan

BB

30-37

4 bulan

Harian

Harian

3x/minggu

Harian

3x/minggu

RHZE

RHZ

RHZ

RH

RH

150/75/400/275

150/75/400

150/150/500

150/75

150/150

18

38-54

55-70

>71

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah
ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis
terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek
samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu
menanganinya.5

D. Paduan Obat Anti Tuberkulosis


Tabel 3. Ringkasan paduan obat5
Kategor Kasus

Paduan obat yang diajurkan

Keterangan

i
I

- TB paru BTA +,
BTA -, lesi luas

2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE / 6 HE
*2RHZE / 4R3H3

II

- Kambuh
- Gagal pengobatan

-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil ujiBila


resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE streptomisin
-3-6

kanamisin,

ofloksasin,

etionamid,

sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid,


sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHE
II

- TB paru putus berobat Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama


berhenti minum obat dan keadaan klinis,
bakteriologi dan radiologi saat ini (lihat
19

alergi,
diganti
kanamisin

dapat

uraiannya) atau
*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3
III

-TB paru BTA neg. lesi2 RHZE / 4 RH atau


minimal

6 RHE atau
*2RHZE /4 R3H3

IV

- Kronik

RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal


OAT

yang

sensitif)

obat

lini

(pengobatan minimal 18 bulan)


IV

- MDR TB

Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H


seumur hidup

Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB


Paduan OAT dan Peruntukannya
a) Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

Pasien baru TB paru BTA positif.

Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

Pasien TB ekstra paru2

Tahap Intensif
Berat Badan tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16 minggu
RH (150/150)

30 37 kg

2 tablet 4KDT

2 tablet 2KDT

38 54 kg

3 tablet 4KDT

3 tablet 2KDT

55 70 kg

4 tablet 4KDT

4 tablet 2KDT

71 kg

5 tablet 4KDT

a) tablet 2KDT

b) Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

Pasien kambuh

Pasien gagal

20

Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)2


Tahap Intensif
tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S

Berat
badan

Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) + E(400)

Selama 56 hari

Selama 28 hari

selama 20 minggu

30-37 kg

2 tab 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj.

2 tab 4KDT

2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol

38-54 kg

3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomisin inj.

3tab 4KDT

3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol

55-70 kg

4 tab 4KDT+ 1000 mg Streptomisin inj. 4 tab 4KDT

4 tab 4KDT
+ 4 tab Etambutol

71 kg

5 tab 4KDT
+ 1000mg Streptomisin inj.

5 tab 4KDT
+ 5 tab Etambutol

5 tab 4KDT

E. Efek Samping OAT


Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis
ialah:
Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang
diare
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah:
21

Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan
penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala
ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun
gejalanya telah menghilang
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur.
Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal
ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya
ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,
kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman,
buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut
tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB
perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan
kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol
tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomycin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring
dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan
meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping
yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan
menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai
sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera
setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.

22

Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.5
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping gatal dan kemerahan kulit:
Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu
kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan
pengawasan ketat.
Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan
terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT.
Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah
berat, pasien perlu dirujuk
Tabel 4. Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya5
Efek samping
Minor

Kemungkinan Penyebab

Tatalaksana
OAT diteruskan

Tidak nafsu makan, mual, sakit Rifampisin

Obat diminum malam sebelum

perut
Nyeri sendi
Pyrazinamid
Kesemutan s/d rasa terbakar di INH

tidur
Beri aspirin /allopurinol
Beri vitamin B6 (piridoksin) 1

kaki
Warna kemerahan pada air seni

x 100 mg perhari
Beri penjelasan, tidak perlu

Rifampisin

diberi apa-apa
Hentikan obat

Mayor
Gatal dan kemerahan pada kulit
Tuli
Gangguan

Semua jenis OAT

Streptomisin
keseimbangan Streptomisin

Beri

antihistamin

dan

dievaluasi ketat
Streptomisin dihentikan
Streptomisin dihentikan

(vertigo dan nistagmus)


Ikterik / Hepatitis Imbas Obat Sebagian besar OAT

Hentikan semua OAT sampai

(penyebab lain disingkirkan)

ikterik menghilang dan boleh

Muntah

diberikan hepatoprotektor
Hentikan semua OAT dan

dan

confusion Sebagian besar OAT

(suspected drug-induced pre-

lakukan uji fungsi hati

icteric hepatitis)
Gangguan penglihatan
Etambutol
Kelainan sistemik, termasuk Rifampisin

Hentikan etambutol
Hentikan rifampisin

23

syok dan purpura

F. Terapi Pembedahan
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
-

Bronkoskopi
Punksi pleura
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)5

G. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta
evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinik
-

Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1

bulan
Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya

komplikasi penyakit
Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)


-

Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak


Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
Sebelum pengobatan dimulai
24

Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)


Pada akhir pengobatan
Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi5

Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9 bulan pengobatan)


Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
-

Sebelum pengobatan
Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan

keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)


Pada akhir pengobatan

Evaluasi efek samping secara klinik


-

Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap
Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah ,

serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan
Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)
Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila

ada keluhan)
Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang
paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada
evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman

Evalusi keteraturan berobat


-

Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya
obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai
penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada

pasien, keluarga dan lingkungannya.


Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.5

Evaluasi pasien yang telah sembuh


Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun
pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang
dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12

25

dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala)setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks
6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).

Kriteria Sembuh
-

BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan

telah mendapatkan pengobatan yang adekuat


Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan
Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif5

KOMPLIKASI

Batuk darah
Gizi buruk, anemia, hipoalbuminemia, imbalance electrolit
Pneumotoraks, efusi pleura
Luluh paru / destroyed lung
Infeksi sekunder: bronkopneumonia
Gagal napas1,3,4

BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam kasus ini diagnosis TB paru kasus baru dengan BTA positif tegak berdasarkan:
1. Anamnesis
26

Terdapat gejala respiratorik berupa riwayat batuk sejak 1 bulan yang tidak sembuh
dengan pengobatan, batuk darah, sesak nafas. Selain itu terdapat gejala sistemik
berupa demam, anoreksia. Terdapat pula riwayat kontak yaitu keluarga dengan
penderita TB paru.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan didapatkan TD 100/80 HR 80x/menit RR
23x/menit T 37oC. Pemeriksaan paru didapatkan ronkhi basah halus.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan kesan TB paru aktif sinistra.
Pemeriksaan sputum BTA S/P/S didapatkan 3+/3+/3+.
4. Tatalaksana
- Tirah baring
- Diet tinggi kalori, tinggi protein
- FDC kategori I fase intensif 4 tablet
- Vit. B6 2 x 1 tablet
- Kodein 3 x 10 mg
- Asam traneksamat 3 x 500 mg IV
- Vitamin K 3 x 10 mg IV

BAB V
KESIMPULAN
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi yang banyak ditemui di
Indonesia, dalam penegakkan diagnosis, telah dibuat aturan cara menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan pasien TB.
Bedasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien
didiagnosis menderita penyakit TB paru kasus baru dengan BTA positif dan diberi
pengobatan OAT FDC kategori I.
27

DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Zulkifli., Bahar, Asril. Ilmu penyakit dalam - tuberkulosis paru. InternaPublishing:
Jakarta; 2009.h.2231-9
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanggulangan
tuberkulosis. 2007.h.13-35
3. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. USA: McGraw-Hill Companies.
2003.h.765-090
4. Harrison. Principle of internal medicine. Edisi 17. USA: Mc Graw-Hills; 2008.p.5625-51.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis &
penatalaksanaan di Indonesia. 2006.
28

Você também pode gostar