Você está na página 1de 26

ALIH KODE

DISUSUN OLEH
KELOMPOK II :
1. ROSITA OKTAVIA SARI

14040032

2. RAHMAT MAHARDIKA

14040017

3. EVI RIZKI

14040005

4. DEDI SAPUTRA

14040009

5. FITRIYAH

14040036

6. IMAN RIYADI

14040030

7. EKO SANDRI HADI

14040014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
karena atas segala rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata Sanggar Bahasa dan
Sastra Indonesia. Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan, sebagai teman belajar, dan sebagai referensi tambahan dalam
mempelajari materi Alih Kode.

Makalah ini dibuat sedemikian rupa agar

pembaca dapat dengan mudah mempelajari dan memahami alih kode secara lebih
lanjut.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah
pengetahuan dan wawasan tentang alih kode. Jangan segan bertanya jika pembaca
menemui kesulitan. Semoga keberhasilan selalu berpihak pada kita semua.

Pringsewu, Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan Penulisan Makalah......................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Alih Kode .............................................................................3
B. Skema Varian Bahasa..............................................................................3
C. Unda Usuk...............................................................................................5
D. Ragam......................................................................................................8
E. Penanda kode...........................................................................................10
F. Arti kode..................................................................................................12
G. Alih kode.................................................................................................14
H. Alih kode permanen................................................................................16
I. Alih kode dan pinjam leksikon................................................................17
J. Arah alih kode.........................................................................................17
BAB II PENUTUP
A.Kesimpulan..............................................................................................20
B. Saran........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Alih kode dan campur kode sering kali terjadi dalam berbagai
percakapan masyarakat, alih kode dan campur kode dapat terjadi di semua
kalangan masyarakat, status sosial seseorang tidak dapat mencegah terjadinya
alih kode maupun campur kode atau sering disebut multi bahasa. Masyarakat
yang multi bahasa muncul karena masyarakat tutur tersebut mempunyai atau
menguasai lebih dari satu bahasa yang berbeda-beda sehingga mereka dapat
menggunakan pilihan bahasa tersebut dalam kegiatan berkomunikasi. Dalam
kajian sosiolinguistik, pilihan-pilihan bahasa tersebut kemudian dibahas
karena hal ini merupakan aspek penting yang dikaji dalam suatu ilmu
kebahasaan.
Oleh karena itu, maka hal itulah yang melatar belakangi kami untuk
menulis dan menyusun makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan ?
1. Pengertian Alih Kode
2. Skema Varian Bahasa
3. Unda Usuk
4. Ragam
5. Penanda kode
6. Arti kode
7. Alih kode
8. Alih kode permanen
9. Alih kode dan pinjam leksikon
10. Arah alih kode
C. Tujuan Penulisan Makalah
Mahasiswa dapat memahami tentang :
1. Pengertian Alih Kode
2. Skema Varian Bahasa
3. Unda Usuk
4. Ragam
5. Penanda kode

6. Arti kode
7. Alih kode
8. Alih kode permanen
9. Alih kode dan pinjam leksikon
10. Arah alih kode

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Alih Kode


Ohoiwutun (2007:71) mengatakan alih kode (code switching), yakni
peralihan pemakaian dari suatu bahasa atau dialek ke bahasa atau dialek
lainnya. Alih bahasa ini sepenuhnya terjadi karena perubahan-perubahan
sosiokultural dalam situasi berbahasa. Perubahan-perubahan yang dimaksud
meliputi faktor-faktor seperti hubungan antara pembicara dan pendengar,
variasi bahasa, tujuan berbicara, topik yang dibahas, waktu dan tempat
berbincang. Lebih lanjut Apple dalam Chaer (2004:107) mengatakan, alih
kode yaitu gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi.

Ditambahkan oleh Hymes bahwa alih kode bukan hanya terbagi antar
bahasa, tetapi dapat juga terjadi antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang
terdapat dalam satu bahasa. Sebagai contoh peristiwa peralihan yang terjadi
dalam suatu kelas yang sedang mempelajari bahasa asing (sebagai contoh
bahasa Inggris). Di dalam kelas tersebut secara otomatis menggunakan dua
bahasa yaitu, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kemudian terjadi
percakapan dalam suatu bahasa nasional (contoh bahasa Indonesia) lalu tibatiba beralih ke bahasa daerah (contoh bahasa Sumbawa), maka kedua jenis
peralihan ini juga disebut alih kode.
B. Skema Varian Bahasa
Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi
sosiolinguistik. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi bukan hanya
penuturnyayangtidakhomogentetapijugakarenakegiataninteraksisosial
yangmerekalakukansangatberagam.
Berdasarkanpenggunanyaberarti,bahasaitudigunakanuntukapa,dalam
bidang apa, apa jalur dan alatnya, dan bagaimana situasi keformalannya.
Adapunpenjelasanvariasibahasatersebutadalahsebagaiberikut:
a. Variasibahasaidioiek
Variasi bahasa idioiek adalah variasi bahasa yang bersifat perorangan.
Menurut konsep idioiek. setiap orang mempunyai variasi bahasa atau
idioleknyamasingmasing.
b. Variasibahasadialek
Variasibahasadialekadalahvariasibahasadarisekelompokpenuturyang
jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area
tertentu. Umpamanya, bahasa Jawa dialek Bayumas, Pekalongan,
Surabaya,danlainsebagainya.
c. Variasibahasakronolekataudialektemporal

Variasibahasakronolekataudialektemporaladalahvariasibahasayang
digunakanolehsekelompoksosialpadamasatertentu.Misalnya,variasi
bahasaIndonesiapadamasatahuntigapuluhan,variasibahasapadatahun
limapuluhan,danvariasibahasapadamasakini.
d. Variasibahasasosiolek
Variasibahasayangberkenaandenganstatus,golongan,dankelassosial
parapenuturnya.Variasibahasainimenyangkutsemuamasalahpribadi
para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat
kebangsawanan,keadaansosialekonomi,danlainscbagainya.
e. Variasibahasaberdasarkanusia
Variasi bahasa berdasarkan usia yaitu varisi bahasa yang digunakan
berdasarkantingkatusia.Misalnyavariasibahasaanakanakakanberbeda
denganvariasiremajaatauorangdewasa.
f. Variasibahasaberdasarkanpendidikan
Variasibahasayangterkaitdengantingkatpendidikansipenggunabahasa.
Misalnya,orangyanghanyamengenyampendidikansekolahdasarakan
berbedavariasibahasanyadenganorangyanglulussekolahtingkalatas.
Demikian pula, orang lulus pada tingkat sekolah menengah atas akan
berbeda penggunaan variasi bahasanya dengan mahasiswa atau para
sarjana.
g. Variasibahasaberdasarkanseks
Variasibahasaberdasarkanseksadalahvariasibahasayangterkaitdengan
jeniskelamindalamhalinipriaatauwanita.Misalnya,variasibahasayang
digunakan o!eh ibuibu akan berbeda dengan varisi bahasa yang
digunakanolehbapakbapak.
h. Variasibahasaberdasarkanprofesi,pekerjaan,atautugasparapenutur
Variasi bahasa berdasarkan profesi adalah variasi bahasa yang terkait
denganjenisprofesi,pekerjaandantugasparapengunabahasatersebut.

Misalnya,variasiyangdigunakanolehparaburuh,guru,mubalik,dokter,
danlainsebagninyatentumempunyaiperbedaanvariasibahasa.
i. Variasibahasaberdasarkantingkatkebangsawanan
Variasi bahasa berdasarkan lingkal kebangsawanan adaiah variasi yang
lerkaildenganlingkatdankedudukanpenuliir(kebangsawananatauraja
raja)dalammasyarakatnya.
j. Variasibahasaberdasarkantingkatekonomiparapenutur
Variasibahasaberdasarkantingkatekonomiparapenuturadalahvariasi
bahasa yang mempunyai kemiripan dengan variasi bahasa berdasarkan
tingkatkebangsawananhanyasajatingkatekonomibukanmutlaksebagai
warisansebagaimanahalnyadengantingkatkebangsawanan.
C. Unda Usuk
Tatakrama yang dikenal dalam Basa Sunda atau biasa disebut Undak Usuk
Basa Sunda (UUBS) secara umum terbagi atas dua jenis, yaitu Basa Hormat/
Lemes (Bahasa Halus), dan Basa Loma (Bahasa Akrab/Kasar) . Dalam
Pembahasan UUBS di Kongres Basa Sunda tahun 1986 di Cipayung, Bogor
atau disebut TATAKRAMA BASA SUNDA menyebutkan delapan ragam
penggunaan Basa Sunda.

Ragam Basa Hormat


Sesuai dengan namanya, ragam bahasa ini digunakan untuk menunjukkan
rasa hormat . Bahasa halus yang dipilih bergantung pada subjek yang
bersangkutan. Turunan dari ragam ini ada enam tingkatan, antara lain:
1.

Ragam Basa Lemes Pisan/Luhur, jenis bahasa ini biasanya digunakan


kepada orang dengan jabatan tinggi atau bangsawan;

2.

Ragam Basa Lemes keur Batur, jenis bahasa ini digunakan pada orang
yang dihormati, biasanya yang usianya lebih tua;

3.

Ragam basa Lemes keur Pribadi/Lemes Sedeng, merupakan kosakata


halus yang khusus digunakan untuk diri sendiri ;

4. Ragam Basa Lemes Kagok/Panengah, jenis bahasa ini yang digunakan


untuk teks-teks semacam surat kabar, dan lain-lain;
5.

Ragam Basa Lemes Kampung/Dusun, merupakan ragam bahasa yang


dikenal halus dalam beberapa komunitas lokal Sunda, bisa jadi
terdapat keragaman di beberapa wilayah pengguna Basa Sunda yang
berlainan, namun biasanya tidak digunakan dalam situasi resmi;

6.

Ragam Basa Lemes Budak, merupakan bahasa halus yang digunakan


untuk berkomunikasi dengan anak-anak.

Ragam Basa Loma


Basa Loma atau biasanya disebut juga bahasa kasar, sebetulnya tidak
dimaknai kekasaran yang otomatis menghilangkan unsur penghormatan.
Akan tetapi, ragam bahasa ini digunakan di dalam kalangan pergaulan
kawan-kawan akrab. Terdapat dua jenis Basa Loma, yaitu;
1. Ragam Basa Loma (Akrab); Bahasa jenis ini digunakan dalam lingkup
pergaulan kawan-kawan dekat. Misalnya kawan sepermainan.
2. Ragam Basa Garihal/Songong (Sangat Kasar ). Ragam berbahasa ini
digunakan pada objek hewan atau dalam kondisi marah besar/murka.
Pada penyelenggaraan Konferensi Internasional Budaya Sunda I (KIBS I)
di Bandung dan Kongres Basa Sunda VII di Garut, ditetapkan bahwa
UUBS hanya terdiri atas dua ragam saja, yaitu:

Ragam Basa Hormat


Dalam ragam bahasa ini terhimpun seluruh turunan Basa Hormat/Lemes.
Seseorang yang tertukar-tukar dalam menggunakan bahasa halus untuk diri
sendiri, bahasa halus kampung/dusun, atau untuk anak-anak tidak
dianggap salah. Seluruh kosa katanya dianggap memenuhi kaidah
tatakrama Basa Sunda untuk ragam bahasa halus.

Ragam Basa Loma


Tidak berbeda dengan yang telah disebutkan sebelumnya, ragam bahasa ini
digunakan untuk berkomunikasi dalam lingkup pergaulan yang akrab.
Termasuk bercengkrama dengan tema sepermainan atau siapapun yang

sudah akrab. Namun demikian, tentu saja dalam lingkup pergaulan yang
sopan, kosakata yang tercakup dalam Ragam Basa Garihal/Songong tidak
diperkenankan untuk dipakai.
Demikianlah perjalanan pembagian ragam Basa Sunda resmi sejak tahun
1986.

Akan tetapi, dalam kehidupan sehari-hari hingga saat ini,

masyarakat masih menggunakan dua tipe bahasa halus, yaitu bahasa halus
untuk diri sendiri, dan bahasa halus untuk orang lain. Bila ditambahkan
dengan bahasa kasar (Basa Loma), disimpulkan ada tiga jenis ragam yang
digunakan dalam komunitas masyarakat Sunda saat ini.
Dalam lanjutan tulisan berikut, sesuai dengan penggunaannya sehari-hari,
akan digambarkan pola tatakrama Basa Sunda yang dibagi dalam tiga
ragam, antara lain:
Ragam basa Loma/Akrab/Kasar (A)
Ragam basa Lemes keur Pribadi (B)
Ragam basa Lemes keur Batur (C)
* Keterangan tanda: # tidak sama; = sama; == terjemahan dalam Bahasa
Indonesia
POLA I: A # B # C
Jumlah kata yang menggunakan pola ini terhitung sedikit (sekitar 25 kata
saja). Berikut ini contohnya:
balik # wangsul # mulih ==pulang
bawa # bantun # candak==membawa
beuli # peser # galeuh==membeli
boga # gaduh # kagungan==mempunyai/memiliki
dahar # neda # tuang==makan
datang # dongkap # sumping==datang
denge # kuping # dangu==mendengar
era # isin# lingsem==malu
gering # udur # teu damang==sakit
imah# rorompok # bumi==rumah
indit # mios # angkat==pergi/berangkat

kasakit # paudur # kasawat==penyakit


menta # nyuhunkeun # mundut==meminta
nitah # ngajurung # miwarang==menyuruh/memerintah
ngomong # sasanggem#sasauran==berbicara
nyaho # terang # uninga==mengetahui
pamajikan # bojo # garwa/geureuha==istri
poho # hilap# lali==lupa
sare # mondok # kulem==tidur
tanya # taros # pariksa==bertanya
tenjo # tingal # tingali==melihat
D. Ragam
RagamBahasaadalahvariasibahasamenurutpemakaian,yangberbeda
bedamenuruttopikyangdibicarakan,menuruthubunganpembicara,kawan
bicara,orangyangdibicarakan,sertamenurutmediumpembicara(Bachman,
1990).
1. Ragambahasaberdasarkanwaktupenggunaan

a. RagambahasaIndonesialama
Ragam bahasa Indonesia lama dipakai sejak zaman Kerajaan
Sriwijaya sampai dengan saat dicetuskannya Sumpah Pemuda. Ciri
ragambahasaIndonesialamamasihdipengaruhiolehbahasaMelayu.
BahasaMelayuinilahyangakhirnyamenjadibahasaIndonesia.Alasan
BahasaMelayumenjadibahasaIndonesia:
1) BahasaMelayuberfungsisebagailinguafranca,

2) Bahasa Melayu sederhana karena tidak mengenal tingkatan


bahasa,
3) Keikhlasansukudaerahlain,dan
4) BahasaMelayuberfungsisebagaikebudayaan
b. RagambahasaIndonesiabaru
PenggunaanragambahasaIndonesiabarudimulaisejakdicetuskannya
SumpahPemudapada28oktober1928sampaidengansaatinimelalui
pertumbuhan dan perkembangan bahasa yang beriringan dengan
pertumbuhandanperkembanganbangsaIndonesia.
2. Ragambahasaberdasarkanpokokpembicaraannya/bidang

a. Ragambahasaundangundang
Ragam bahasa yang digunakan pada undangundang yang berlaku
untukhukumIndonesia.
b. Ragambahasajurnalistik
Ragam bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita,
disebutjugabahasakomunikasimassayaknibahasayangdigunakan
dalamkomunikasimelaluimediamassa.Ciriutamadariragambahasa
jurnalistikadalahkomunikatifdanspesifik.
c. Ragambahasailmiah
Ragam bahasa yang harus memenuhi syarat diantaranya benar
(menurutkaidahbahasaIndonesiabaku),logis,cermat,dansistematis.
Ciribahasaindonesiaragamilmiah:

1) BahasaIndonesiaragambaku
2) Pengunaankalimatefektif
3) Menghindaribentukbahasayangbermaknaganda
4) Pengunaankatadanistilahyangbermaknalugasdanmenghindari
pemakaiankatadanistilahyangbermaknakias
5) Menghindari penonjolan persona dengan tujuan menjaga
objektivitasisitulisan
6) Adanyakeselarasandankeruntutanantarproposisidanantaralinea
d. Ragambahasasastra
Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra banyak
mengunakan kalimat yang tidak efektif. Pengambaran yang sejelas
jelasnya melalui rangkaian kata bermakna konotasi sering dipakai
dalamragambahasasastra.Halinidilakukanagarterciptapencitraan
didalamimajinasipembaca.
e. Ragambahasabidangbidangtertentu
Ragam bahasa ini digunakan pada bidangbidang tertentu seperti
transportasi, komputer, ekonomi, hukum, dan psikologi. Contoh :
diagnosis,USGdipakaidalambidangkedokteran

3. Ragambahasaberdasarkanmediapembicaraan

a. Ragambahasalisan

Ragambahasalisanadalahbahasayangdiucapkanolehpemakaibahasa.
Dalamragamlisan,kitaberurusandengantatabahasa,kosakata,danlafal.
Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi
rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk
mengungkapkanide.
Ciriciriragambahasalisan:
1)Memerlukankehadiranoranglain
2)Unsurgramatikaltidakdinyatakansecaralengkap
3)Terikatruangdanwaktu
4)Dipengaruhiolehtinggirendahnyasuara
b. Ragambahasatulis
Ragambahasatulisadalahbahasayangdihasilkandenganmemanfaatkan
tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita
berurusandengantatacarapenulisan(ejaan)disampingaspektatabahasa
dankosakata.Dengankatalaindalamragambahasatulis,kitadituntut
adanyakelengkapanunsurtatabahasasepertibentukkataataupunsusunan
kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan
penggunaantandabacadalammengungkapkanide.
Ciriciriragambahasatulis:
1)Tidakmemerlukankehadiranoranglain;
2)Unsurgramatikaldinyatakansecaralengkap;
3)Tidakterikatruangdanwaktu;
4)Dipengaruhiolehtandabacaatauejaan.
4. Ragambahasaberdasarkansituasi

a. Ragambahasaresmi
Ciriciriragambahasaresmi:
1)Menggunakanunsurgramatikalsecaraeksplisitdankonsisten;
2)Menggunakanimbuhansecaralengkap;
3)Menggunakankatagantiresmi;
4)Menggunakankatabaku;
5)MenggunakanEYD;
6)Menghindariunsurkedaerahan.

b. Ragambahasatidakresmi
Ciriciri ragam bahasa tidak resmi kebalikan dari ragam bahasa resmi.
Ragambahasatidakresmiinidigunakanketikakitaberadadalamsituasi
yangtidaknormal.
c. Ragambahasaakrab
Penggunaankalimatkalimatpendekmerupakanciri ragambahasaakrab.
Kalimatkalimat pendek ini menjadi bermakna karena didukung oleh
bahasa nonverbal seperti anggukan kepala , gerakan kaki dan tangan
tangan,atauekspresiwajah.
d. Ragambahasakonsultasi
Ketika kita mengunjunggi seorang dokter, ragam bahasa yang kita
gunakanadalahragambahasaresmi.Namun,denganberjalannyawaktu

terjadialihkode.Bukanbahasaresmiyangdigunakan,melainkanbahasa
santai.Itulahragambahasakonsultasi.
5. Ragambahasaberdasarkanpenutur

a. Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah


(logat/dialek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian
bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di
Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa
Tengah,Bali,Jayapura,danTapanuli.Masingmasingmemilikicirikhas
yangberbedabeda.
b. Ragambahasaberdasarkanpendidikanpenutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang
berpendidikanberbedadenganyangtidakberpendidikan,terutamadalam
pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah,
kompleks,vitamin,video,film,fakultas.Penuturyangtidakberpendidikan
mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm,
pakultas.Perbedaaninijugaterjadidalambidangtatabahasa,misalnya
mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu
bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang
seharusnyadipakai.
c. Ragambahasaberdasarkansikappenutur

Ragambahasadipengaruhijugaolehsetiappenuturterhadapkawanbicara
(jikalisan)atausikappenulisterhadappembawa(jikadituliskan)sikapitu
antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau
pembacaterhadappenuturataupenulisjugamempengaruhisikaptersebut.
Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas
ketikamelaporkepadaatasannya.Jikaterdapatjarakantarapenuturdan
kawanbicaraataupenulisdanpembaca,akandigunakanragambahasa
resmiataubahasabaku.Makinformaljarakpenuturdankawanbicara
akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang
digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin
rendahpulatingkatkebakuanbahasayangdigunakan
E. Penanda kode
Linguis yang membahas hakikat tanda bahasa secara mendasar, antara lain
Saussure (1916/1970), Ogden dan Richard (1923). Konsep tanda bahasa
dari dua linguis itu diuraikan di bagian ini karena dua konsep itulah yang
umumnya dijadikan acuan para linguis dalam membahas tanda bahasa.
Menurut Saussure (1916), tanda linguistik (signe linguistique) mempunyai
dua unsur, yaitu (1) yang ditandai (dalam bahasa Prancis signifie ; dalam
bahasa Inggris signified dan (2) yang menandai (dalam bahasa Prancis
signifiant; dalam bahasa Inggris signifier). Sesuatu yang ditandai diistilahkan
dengan petanda. Sebaliknya, sesuatu yang menandai diistilahkan dengan
penanda. Penanda itu berupa bunyi bahasa sedangkan petanda berupa benda,
kegiatan, atau keaadaan. Konsep tanda bahasa Saussure itu dapat dilihat pada
bagankan di bawah.

Gambar bagan Hubungan antara Tanda Bahasa, Petanda, dan Penanda


Menurut Konsep Firdinand de Saussure
Penanda itu dapat berupa bunyi bahasa yang berupa kata, frasa, kata, kalimat,
atau teks. Petanda adalah sesuatu yang diacu oleh suatu penanda yang berupa
leksem, kata, frasa, kalimat, atau teks. Dengan kata lain, petanda atau acuan
merupakan makna dari tanda bahasa. Jadi tanda bahasa selalu berwujud
bentuk tanda dan maknanya. Saussure melihat tanda hanya dari dua sisi, yaitu
sisi penanda (bunyi bahasa) dan sisi petanda (sesuatu yang ditandainya).
Berdasarkan bagan 2.1, tanda bahasa memiliki dua unsur, yaitu petanda
(sesuatu yang ditandai) yang berupa hewan sapi dan penanda (yang
menandai) yang berupa kata s a p i.
Ogden dan Richard (1923) mengkaji tanda bahasa dari tiga sisi, yaitu simbol
(symbol), gagasan (thought or reference), dan acuan (referent). Relasi unsur
tanda itu, digambarkan dalam bentuk segitiga dengan sisi bawah berupa garis
putus-putus.

Gambar bagan Hubungan antara Simbol, Gagasan, dan Acuan Menurut


Konsep Ogden dan Richard
Menurut Ogden dan Richard, simbol mewakili gagasan yang ada dalam
pikiran. Gagasan yang ada dalam pikiran itu merupakan makna dari simbol
bahasa. Gagasan mengacu ke acuan atau referen (benda, kegiatan, atau sesuatu
yang lain). Contoh, jika ada simbol yang berupa leksem sapi, makna leksem
itu adalah gagasan, yaitu binatang berkaki empat, pemakan rumput, dan yang
diperah susunya. Gagasan itu mengacu ke benda (sesuatu) yang sebenarnya,
yaitu hewan yang berupa sapi.

Gambar Bagan Analisis Tanda Bahasa Menurut Segi tiga


Ogden dan Richard.
F. Arti kode
Bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa negara memegang peranan yang sangat
penting dan luas, bukan hanya berperan di forum formal tetapi juga di forum
nonformal. Selain berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, BI juga
merupakan bahasa persatuan bagi masyarakat Indonesia yang mempunyai
berbagai ragam bahasa daerah. Dalam masyarakat tutur Jawa di kota Bontang,
BI merupakan kode yang paling dominan. Hal itu disebabkan kenyataan
situasi kebahasaan di kota Bontang yang mayoritas masyarakatnya merupakan
masyarakat pendatang dari berbagai daerah di Indonesia yang memiliki bahasa
daerah yang berbeda-beda. Untuk menjembatani hal tersebut, tidaklah
mengherankan jika masyarakat tutur tersebut menggunakan BI untuk
berkomunikasi. Dalam masyarakat tutur Jawa di kota Bontang misalnya, kode
BI dominan hampir di seluruh ranah. Pada ranah pemerintahan, BI merupakan
kode yang sangat dominan yang digunakan dalam sebuah peristiwa tutur,
termasuk oleh masyarakat tutur Jawa di kota Bontang. Selain digunakan
dalam komunikasi formal kedinasan, kode BI juga digunakan dalam
komunikasi kedinasan yang bersifat nonformal.

Contoh:
KONTEKS : Seorang petugas yang bekerja di sebuah kantor pemerintahan
sedang melayani seorang perempuan yang akan membuat kartu tanda pencari
pekerjaan.
P1 : Ijazahnya sudah dibawa semua?
P2 : Ini, pak.
P1 : Lho, dari Semarang ya?
P2 : Iya, pak.
P1 : Kok gak golek gawean di Semarang aja, kan rame di sana.
P2 : Orang tua saya kan tinggalnya di sini. Lagian cari kerja di
Semarang juga susah.
G. Alih kode
Alih kode atau code switching adalah peristiwa peralihan dari satu kode
ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur. Misalnya, penutur
menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa Inggris. Alih
kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (language
dependency) dalam masyarakat multilingual. Dalam alih kode masing-masing
bahasa cenderung masih mendukung fungsi masing-masing dan masingmasing fungsi sesuai dengan konteksnya.
Nababan (1984:31) menyatakan bahwa konsep alih kode ini mencakup
juga kejadian pada waktu kita beralih dari satu ragam bahasa yang satu ke
ragam yang lain. Misalnya, ragam formal ke ragam santai, dari kromo inggil
(bahasa jawa) ke bahasa ngoko dan lain sebagainya. Kridalaksana (1982:7)
mengemukakan bahwa penggunaan variasi bahasa lain untuk menyesuaikan
diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipasi lain disebut
alih kode. Holmes (2001:35) menegaskan bahwa suatu alih kode
mencerminkan dimensi jarak sosial, hubungan status, atau tingkat formalitas
interaksi para penutur.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa alih kode
merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan peran dan
situasi. Alih kode menunjukkan adanya saling ketergantungan antara fungsi

kontekstual dan situasional yang relevan dalam pemakaian dua bahasa atau
lebih.
H. Alih kode permanen
Dalam alih kode ini seorang penutur secara tetap mengganti kode tutur
terhadap lawan bicaranya ( mitra tutur ). Misalnya :bekas teman sepermainan
kemudian menjadi kepala jawatannya. Hal tersebut menyebabkan pengalihan
atau pergantian kode bahasa yang dipakai secara permanen karena adanya
perubahan radikat pada kedudukan status sosial dan relasi yang ada.
I. Alih kode dan pinjam leksikon
Nababan (1984:32) mengatakan campur kode adalah suatu keadaan berbahasa
dimana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam
suatu tindak tutur. Dalam campur kode penutur menyelipkan unsur-unsur
bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu. Sebagai contoh si A
berbahasa Indonesia. Kemudian ia berkata sistem operasi komputer ini sangat
lambat. Lebih lanjut, Sumarsono (2004:202) menjelaskan kata-kata yang
sudah mengalami proses adaptasi dalam suatu bahasa bukan lagi kata-kata
yang mengalami gejala interfensi, bukan pula alih kode, apalagi campur kode.
Dalam campur kode penutur secara sadar atau sengaja menggunakan unsur
bahasa lain ketika sedang berbicara. Oleh karena itu, dalam bahasa tulisan,
biasanya unsur-unsur tersebut ditunjukkan dengan menggunakan garis bawah
atau cetak miring sebagai penjelasan bahwa si penulis menggunakannya
secara sadar. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa campur
kode merupakan penggunaan dua bahasa dalam satu kalimat atau tindak tutur
secara sadar.
J. Arah alih kode
Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini lazin
terjadi dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua bahasa atau
lebih. Namun terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi
dengan masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi

masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab


tertentu sedangkan campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar
yang digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang lain
yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah berupa serpihan
(pieces) saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode. Unsur bahasa
lain hanya disisipkan pada kode utama atau kode dasar. Sebagai contoh
penutur menggunakan bahasa dalam peristiwa tutur menyisipkan unsur
bahasa

Jawa,

sehingga

tercipta

bahasa

Indonesia

kejawa-jawaan.

Thelander mebedakan alih kode dan campur kode dengan apabila dalam suatu
peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa
bahasa lain disebut sebagai alih kode. Tetapi apabila dalam suatu periswa
tutur klausa atau frasa yang digunakan terdiri atas kalusa atau frasa campuran
(hybrid cluases/hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak
lagi mendukung fungsinya sendiri disebut sebagai campur kode.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1) Pengertian Alih Kode

Alih kode yakni peralihan pemakaian dari suatu bahasa atau dialek ke
bahasa atau dialek lainnya. Alih kode juga bisa dikatakan sebagai gejala
peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Hymes bahwa alih
kode bukan hanya terbagi antar bahasa, tetapi dapat juga terjadi antar ragamragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa.
2) Pengertian Campur Kode
Kemudian gejala lain yaitu campur kode. Gejala alih kode biasanya
diikuti dengan gejala campur kode, apabila didalam suatu peristiwa tutur
terdapat klausa-klausa atau frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan
frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa
dan frase tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang
terjadi ini adalah campur kode. Kemudian ada juga yang mengatakan campur
kode yaitu suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua
(atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa tanpa ada
sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa itu.
B. Penyebab Terjadinya Alih Kode dan Campur Kode
1. Penyebab Terjadinya Alih Kode
Selain sikap kemultibahasaan yang dimiliki oleh masyarakat tutur, terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode, seperti
yang dikemukakan Chaer (2004:108), yaitu:
a. Penutur
b. Lawan Tutur
c. Hadirnya Penutur Ketiga
d. Perubahan Situasi
e. Topik Pembicaraan
2. Penyabab Terjadinya Campur Kode
a.

sikap (attitudinal type)

b. kebahasaan (linguistik type)


C. Jenis-Jenis Alih Kode dan Campur Kode

1. Jenis-Jenis Alih Kode


a. Alih Kode Metaforis
b. Alih Kode Situasional
Selain alih kode metaforis dan situsional, Suwito dalam Chaer (2004:114)
a. Alih Kode Intern
b. Alih Kode Ekstern
2. Jenis-Jenis Campur Kode
a.

Campur Kode Ke Luar (Outer Code-Mixing)

b. Campur Kode Ke Dalam (Inner Code-Mixing)

DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta:Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta:Rineka Cipta
Puspitasari, Emi. 2008. Objek Linguistik: Bahasa dalam http://cakrabuwana. files.
wordpress.com/2008/09/emi-bab-iii1.pdf (diakses pada tanggal 12 Oktober 2016,
pukul 19.30 WIB)

Setyaningsih, Nina. 2008. Alih Kode dan Campur Kode pada Mailing List
Spolsky, Bernard. 1998. Sociolinguistics. Berlin:Oxford University Press.
Indonesiasaram. 2007. Tentang Campur Kode
Suamarsono dan Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta : Sabda

Você também pode gostar