Você está na página 1de 16

1

(VARIASI FAKTOR EKSPOSI DENGAN GRID DAN NON GRID TERHADAP NILAI
DENSITAS RADIOGRAF)
1

Gilang Ramadhan , 2Yusuf Iskandar, dan 3 Kusnanto

1,2,3

Program Studi Teknik Radiodiagnostik &Radiotherapy

Politeknik Al Islam Bandung. Jl. Cisaranten Kulon No. 120 Bandung


e-mail: 1ramadhang88@gmail.com, 2xray.anto@gmail.com, 3kincus72@ gmail.com.

ABSTRAK. Densitas, kontras, sharpness dan detail adalah parameter kualitas radiograf.
Densitas adalah ukuran tingkat kegelapan dari suatu film radiograf dan densitas dipengaruhi
oleh beberapa aspek seperti kilovolt, miliampere second, focus film distance dan ketebalan
objek. Karena faktor diatas sehingga faktor eksposi diatur sedemikian rupa, dengan pengaturan
faktor eksposi tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil densitas. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui nilai densitas pada hasil radiograf dengan menggunakan grid dan non grid
terhadap nilai densitas.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental kuantitatif. Data diperoleh menggunakan
nilai densitas yang dihasilkan dengan menggunakan dua lembar film yang menngunakan grid
dan non grid dengan satu kali ekspos pada masing-masing film. Digunakan pula stepwedge
sebagai objek, dan kemudian dilakukan pengukuran menggunakan densitometer. selanjutnya
data dianalisis menggunakan software SPSS versi 17.
Hasil penelitian menunjukan bahwa menentukan nilai faktor eksposi menggunakan grid
dan non grid bisa melakukan perhitunggan menggunakan grid faktor dan tabel konvensasi grid
faktor, karena nilai densitas yang dihasilkan tidak signifikan setelah dilakukan pengujian
menggunakan software SPSS versi 17 dengan metode independen-sample t-tes dengan nilai sig
= 0,107 ( > 0,05) hal ini menunjukan bahwa H0 diterima, dan H1 ditolak.
Kata kunci : densitas, grid, non grid, variasi faktor eksposi, stepwedge.

A;

LATAR BELAKANG
Fungsi grid sendiri adalah menyerap radiasi hambur dari pasien supaya tidak sampai
ke film sehinga kualitas gambaran (kontras) meningkat. Untuk bagian tubuh yang
tebalnya lebih dari 10 cm dan kerapatan jaringan tinggi, serta menggunakan kVp 60
sebaiknya menggunakan grid. Adapun bahan grid terdiri dari bahan-bahan seperti timbal
(Pb) yang disebut lead strip dan alumunium (Al) interspace yang tersusun secara
berselang-selang sehingga membentuk lempengan, dengan susunan seperti ini sehingga
grid mampu menyerap radiasi hambur oleh Pb dan dapat meneruskan radiasi primer oleh
alumunium. (Bushong, 1988)
Grid memiliki beberapa tipe, antaralain: grid linear (linear grid), grid terpusat
(focused grid), grid terpusat semu (pseudufocused grid), dan grid berpotongan (cross
grid). Sedangkan grid ditinjau dari pergerakannya ada dua jenis yaitu: grid diam
(stationary grid) dan grid bergerak (moving grid). Dalam suatu grid ada perbandingan

antara tinggi tebal (h) dengan luas interspace (D) yang disebut dengan istilah Rasio Grid.
(Priantoro, 2011)
Tetapi dengan kontruksi grid seperti itu tidak hanya radiasi hambur saja yang diserap
Pb tetapi radiasi primer juga sebagian ikut terserap oleh Pb, sehingga faktor eksposi akan
ditambah jika mengunakan grid. Dan grid memiliki beberapa rasio, seperti 5:1 ; 8:1 ;
10:1 ; 16:1. Dan semakin tinggi rasio, maka semakin tinggi juga faktor eksposi yang di
perlukan. (Priantoro, 2011)
Dengan adanya rasio grid dan kenaikan faktor eksposi untuk menyesuaikan dengan
penggunaan grid dengan ratio yang berbeda, penulis ingin mencari tahu apakah ada
perbedaan densitas anatara hasil radiograf yang munggunakan grid dan tidak
menggunakan grid, dari alasan itulah penulis mengangkat judul VARIASI FAKTOR
EKSPOSI DENGAN GRID DAN NON GRID TERHADAP NILAI DENSITAS
RADIOGRAF.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menulis rumusan masalah untuk
membatasi pembahasn yang akan di bahas. Adapun rumusan masalah sebagai berikut :
1; Bagaimana menentukan variasi faktor eksposi dengan grid dan non grid?
2; Apakah ada perbedaan densitas radiograf dengan varisai faktor eksposi
menggunakan grid dan non grid?
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah tersebut adalah sebgai berikut:
1;

Untuk mengetahui variasi faktor eksposi dengan grid dan non grid.

2;

Mengetahui adanya perbedaan densitas radiograf dengan menggunakan variasi


faktor eksposi menggunakan grid dan non grid.

Adapun manfaat dari penulisan karya tulis ilmiah tersebut diantaranya :


1;

Bagi penulis
Menambah pengetahuan tentang variasi paktor eksposi dengan
menggunakan grid dan non grid.

2;

Bagi pembaca
Bisa menambah wawasan radiografi tenang variasi eksposi dengan
menggunakan grid dan non grid.

3;

Bagi institusi
Menambah khasanah ilmu tentang radiografi, variasi eksposi dengan
menggunakan grid dan non grid.

B; Landasan Teori
1; Sinar-x
Menurut Priantoro dkk. Sinar x merupakan jenis gelombang elektromagnetik,
memiliki panjang gelombang lebih pendek dari 1 Angstrom, dan memiliki energi yang
kuat untuk menembus bahan. Gelombang sinar x tidak dapat dilihat, dan bersifat
sebagai radiasi pengion yang mampu menghasilkan ion-ion pada setiap bahan yang
dikenainya.
2; Faktor Eksposi
a; Pengaruh kV Terhadap Gambaran
Menurut Rahman (2005), untuk mendapatkan gambaran yang baik, dibutuhkan
penggunaan faktor eksposi yang tepat termasuk kV. Pada pasien yang gemuk
cenderung digunakan kV yang lebih tinggi dengan alasan supaya sinar-x bisa
menembus pasien dan membentuk gambaran di film. Apabila penggunaan kV tidak
tepat maka akan terjadi pembentukan gambaran yang bisa dianggap salah yaitu over
eksposure atau gambaran dengan densitas tinggi akibat penggunaan faktor eksposi
yang terlalu tinggi dan under ekspose atau gambaran dengan densitas yang rendah
akibat penggunaan faktor eksposi yang terlalu rendah.
b; Pengaruh Kenaikan mAs Terhadap Gambaran
Kenaikan mAs akan diikuti dengan banyaknya jumlah elektron yang dihasilkan
dan mempengaruhi banyaknya foton sinar-x yang dihasilkan atau dengan kata lain
mAs berhubungan dengan kuantitas sinar-x yang dihasilkan. Kuantitas sinar-x akan
mempengaruhi densitas (derajat kehitaman) gambar pada film yang dihasilkan.
Semakin tinggi mAs yang digunakan akan semakin tinggi densitas yang dihasilkan.
Ketika pembuatan pencitraan radiograf dengan mengunakan grid tentu ada kenaikan
faktor eksposi, berikut adalah tabel

konvensasi metode mAs menurut Donohue:

Grid Ratio
6:1

Penyesuaian
3 x mAs dari mAs tanpa Grid

8:1

4 x mAs dari mAs tanpa Grid

12:1

5 x mAs dari mAs tanpa Grid

16:1

6 x mAs dari mAs tanpa Grid

Tabel 2.1 Grid/density relationship (Donohue, 1990)

3; Grid

4
4
1
Radiasi hambur yang dihasilkan oleh sinar x yang dihamburkan oleh pasien dengan
2

efek Compton apabila sampai ke film dapat menyebabkan penurunan kontras. Oleh
karena itu dibutuhkan alat filtrasi yang bisa mengurangi radiasi hambur yang sampai ke
film. Dan salah satu cara yang paling efektif untuk mengurangi radiasi hambur tersebut
adalah penggunaan grid.
Grid pada umumnya digunakan untuk : bagian tubuh yang tebalnya kurang lebih 10
cm, kerapatan jaringan yang besar terdiri dari jaringan lunak dan tulang, pengunaan
faktor eksposi kVp diatas 60. (Carlton. 2001)
Grid adalah lempengan yang terdiri dari susunan Pb (timbal) dan Al (alumunium)
yang tersusun menjadi lead strip dan interspace. Grid mempunyai fungsi menyerap
radiasi hambur dari pasien supaya tidak sampai ke film sehingga kualitas gambar
(kontras) meningkat. (Priantoro, dkk. 2011)
a; Kontuksi Grid
Konstuksi grid terdiri dari beberapa hal yaitu bahan dasar grid, ratio grid dan
frekuensi grid
1; Bahan dasar Grid
Girid terdiri dari serangkaian garis bahan radioopaque yang

diselingi

berbahan radiolusent pada interspacenya. Garis radioopaque dibutuhkan untuk


menyerap hamburan radiasi dan harus dibuat dengan bahan dasar yang padat
dengan nilai atom yang tinggi. Pb dipilih sebagai bahan dasar karena relatif
murah dan mudah dibentuk.
Bahan interspacenya harus radiolusent dengan kata lain membolehkan
radiasi primer untuk dapat sampai ke film. Bahan yang digunakan untuk
interspacenya yaitu alumunium dan plastik fiber. Alumunium umumnya sering
digunakan daripada fiber karena lebih mudah digunakan dan tidak cepat rusak,
juga karena memiliki nomor atom tinggi dari fiber, maka hamburan radiasi
yang energinya rendah akan diserap, tetapi memiliki kerugian tidak dapat
digunakan dengan teknik kVp rendah, yang menyerap sangat banyak.
Penggunaan fiber baik untuk teknik kVp rendah yang memberi kontribusi pada
dosis pasien yang rendah. (Cartlon, 2001)
2; Ratio Grid
Menurut Bushong 1988. Sejumlah karakteristik grid digunakan untuk
menentukan sifat radiografi, rasio grid mungkin yang paling sering digunakan.
Rasio Grid dapat dipahami dengan mengacu pada gambar. 2.4.

Keterangan :

1; h = ketinggian strip grid


2; D = ketebalan interfal Pb
3; Lead strip
4; Interspace

Gambar 2.4. Ratio Grid (firzandinata,2011)


Ada tiga dimensi penting pada grid: (1) ketebalan bahan grid (T); (2)
ketebalan bahan sela (D); dan (3) ketinggian grid (h). rasio grid tinggi dibagi
dengan ketebalan sela:

Grid ratio =
h
Grid dengan ratio tinggi lebih efektif
dalam membersihkan radiasi hambur
...(1)
D

daripada grid dengan rasio rendah, karena sudut deviasi diperbolehkan oleh grid
rasio tinggi, sedangkan grid rasio rendah kurang diperbolehkan (Bushong,1988)

1;
2;

keterangan :
Focal spot
Angel
of
deviation

allowed

Gambar 2.5. sudut deviasi (Bushong, 1988)


Sayangnya, grid dengan rasio tinggi lebih sulit untuk memproduksi dari
grid dengan rasio rendah. Grid rasio Tinggi yang dibuat dengan mengurangi
lebar sela atau meningkatkan ketinggian bahan jaringan atau, seperti yang
biasanya terjadi, kombinasi dari keduanya. Dengan menggunakan grid dengan
rasio tinggi ini membutuhkan faktor eksposur yang tinggi untuk mendapatkan
jumlah yang cukup dari sinar x melalui grid untuk sampai ke film; semakin
tinggi rasio grid, semakin tinggi paparan pasien. Dalam diagnosis umum, rasio
grid berkisar dari 5: 1 sampai 16: 1, dengan grid rasio tinggi yang paling sering
digunakan dalam high-kVp radiografi. 8: 1 atau 10: 1 grid sering digunakan
dalam kamar pemeriksaan tujuan umum. Grid 5: 1 akan membersihkan sekitar

85% dari radiasi scatter, sedangkan grid 16: 1 dapat membersihkan sebanyak
97%. (Bushong. 1988)
3; Grid frekuensi / N (garis / inchi)
Grid frekuensi didefinisikan banyaknya garis-garis Pb per inchi atau per
centimeter. Grid dibuat pada rentang frekuensi 60 sampai 110 baris per inci (25
sampai 45 garis/cm). (Bushong. 1988)
Grid yang umum digunakan memiliki frekuensi 85-103 garis / inchi (33-41
garis /cm). Semakin banyak N semakin kurang garis-garis grid yang tampak
pada film. Frekuensi grid dihitung dengan membagi ketebalan satu pasang garis
(T + D), dinyatakan dalam m, dalam 1 cm:
Keterangan :
1; T = Ketebal Pb

Grid frequency=

10,000 m/cm
(T + D) m/line pair

...(2)
2; D = Ketebal Interfal Pb
3; 1 cm = 10.000 m
b; Jenis-jenis Grid
1;

Menurut jenisnya grid dibedakan menjadi :


a; Grid liniear (liniear grid)
Grid jenis ini mempunyai garis-garis Pb yang satu dengan yang lain
sejajar, radiasi primer yang bergerak dari titik fokus tabung sinar-x ke film
akan mengenai garis Pb secara miring. Tebalnya garis pada film yang
disinari dengan radiasi primer akan berkembang, sehingga lebih kecil dari
tebal interspacenya (D). Oleh karena itu garis-garis grid pada film menjadi
lebar dan densitas rata-rata yang tampak akan berkurang. Pada jarak yang
cukup besar dari pusat berkas sinar.

Gambar 2.6. Linear Grid

b; Grid

terpusat
Adalah grid

lempengan

(Bushong, 1988)

(Focused Grid)
yang

memiliki

lempengan-

timbalnya sejajar satu sama lain

dan mengarah ke fokus, karena itu grid ini jalur timbalnya tidak boleh terbalik
dan dalam penggunaannya tidak boleh terbalik. (Bushong. 1988)

Gambar 2.7. Pola Grid Terpusat (Bushong, 1988)


c; Grid Berpotongan ( Crossed Grid )
Grid berpotongan terbuat dari dua linear yang superposisi (ditumpuk)
dengan jarak fokus yang sama. Ratio grid dari cross grid sama dengan jumlah
ratio dari dua liniear grid. Cross Grid yang terdiri dari dua linear grid dengan
ratio 5:1, maka grid ratio dari Cross Grid 10:1. Cross Grid tidak dapat
digunakan untuk sinar miring (oblique) dan penyudutan.

Gambar 2.8. pola grid

berpotonaan (Bushong,1988)

Kemudian jika dua grid dengan tipe yang diketahui dipasang silang
dengan pemasangan yang benar, kombinasi dari kedua grid ini sangat efisien
mengurangi radiasi hambur. Dalam hal ini pemakaian grid dengan ratio tinggi
jika disilangkan akan lebih baik dengan ratio yang rendah. (Bushong, 1988)
c; Grid ditinjau dari segi pergerakannya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a; Grid diam (Stationary Grid)
Adalah grid yang dalam penggunaannya diam pada waktu di adakan
eksposi. Grid ini diperkenalkan pertama kali oleh Dr. Gustav Backy pada
tahun 1913. Grid ini biasanya digunakan di ruang gawat darurat karena
dalam kegunaannya lebih praktis dipindahkan sesuai kebutuhan. (Bushong
1988).
b; Grid Bergerak (Moving Grid)
Adalah grid yang bergerak waktu dieksposi. Lamanya pergerakan suatu
grid biasanya sesuai dengan lamanya penyinaran. Pergerakan grid tersebut
berguna untuk menghindari adanya garis-garis timbal pada gambaran

radiografi. Grid bergerak biasanya disatukan dengan meja pemeriksaan dan


pergerakannya secara mekanik (Bushong, 1988).
d;Grid Faktor
Faktor grid merupakan perbandingan antara mAs dengan grid dan mAs
tanpa grid. Hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

Grid faktor=

mAs dengan grid


mAs tanpa grid

Semakin tinggi ratio suatu grid, maka akan mempunyai faktor grid
yang tinggi juga (Priantoro dkk, 2011).

C; METODE PENELITIAN
1;

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah
penelitian eksperimental kuantitatif. Data diperoleh dari nilai densitas radiograf yang
dihasilkan menggunakan alat ukur yaitu densitometer dengan variasi faktor eksposi
menggunakan grid dan non grid.

2;

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a; Persiapkan semua peralatan yang akan digunakan untuk melakukan pengujian
meliputi pesawat sinar-x, Stepwedge, densitometer, kaset, film dan prosessing.
b; Hidupkan pesawat sinar-x kemudian atur faktor eksposi yang telah ditentukan.
c; Siapkan kaset yang sudah terisi film yang akan dilakukan pengujian.
d; Letakan Stepwedge diatas permukan kaset.
e; Ekspose dengan menggunakan faktor eksposi : 10 mAs, 60 kV.
f;

Letakan kaset selanjutnya yang sudah terisis film

g; Letakan grid 1:8 diatas kaset dan letakan Stepwedge diatas grid.
h; Ekspose dengan menggunakan faktor eksposi sesuai perhitungaan dari rumus grid
faktor dengan ratio grid 8:1 (grid faktor = 4).

Grid faktor=
4=

mAs dengan grid


mAs tanpa grid

mAs dengan grid


10

mAs dengan grid = 4x10 =40


jadi faktor eksposi yang digunakan untuk grid ratio 1:8 yaitu 40 mAs, 60 kV.

i; Kemudian kedua film yang telah dilakukan pemotretan kemudian dilakukan


pencucian menggunakan automatic prosessing dikamar gelap.
j; Kemudian gunakan densitometer untuk mengetahui nilai densitas radiograf yang
dihasilkan.
3; Instrument Penelitian
a; Peswat sinar-x
b; Kaset Radiografi
c; Film Radiografi
d; Stepwedge
e; Densitometer
f;

Prosessing film

g; Grid dengan rasio 8:1


4; Teknik Analisis dan Metode Penelitian
Penulis melakukan pengujian langsung untuk mengetahui adanya perbedaan nilai
densitas dengan variasi faktor eksposi dengan menggunakan grid dan non grid
terhadap nilai densitas radiograf yang dihasilkan, Kemudian data diolah menggunakan
uji statistik menggunakan software SPSS menggunakan metode independet t-test
kemudian nilai yang dihasilkan digunakan untuk menguji hipotesa
5; Hipotesa
H0 : Tidak ada perbedaan signifikan nilai densitas antara film yang menggunakan
grid dan tidak menggunakan grid dengan nilai > 0,05.
H1 : Ada perbedaan signifikan nilai densitas antara film yang menggunakan grid dan
tidak menggunakan grid dengan nilai < 0,05

D; Hasil dan pembahasan


1; Variasi Faktor Eksposi
Penulis melakukan perhitungan variasi faktor eksposi dengan menggunakan grid dan
non grid untuk menentukan faktor eksposi yang akan digunakan untuk penelitian
dengan menggunakan objek berupa stepwedge. Untuk faktor eksposi tanpa
menggunakan grid penulis menggunakan faktor eksposi sebagai berikut:
kV : 60, mA : 200, S : 0,01, mAs : 2,0 dan FFD : 100 cm.
Sedangkan untuk faktor eksposi menggunakan grid penulis melakukan perhitungan
menggunakan grid faktor sehingga di hasilkan faktor eksposi sebagai berikut:
kV : 60, mA : 200, S : 0,04, mAs : 8,0 dan FFD : 100 cm.

10

2; Hasil Perhitungan
Selanjutnya penulis melakukan penelitian perbandingan densitas radiograf dengan
menggunakan grid dan non grid yang dihasilkan dengan menggunakan objek berupa
stepwedge dan di lakukan pemotretan sebanyak 6 kali dengan variasi faktor eksposi
mAs menggunakan grid dan non grid. Pemotretan dilakukan 3 kali dengan
menggunakan grid dan 3 kali pemotretan tanpa menggunakan grid, hal ini di lakukan
agar data yang dihasilkan lebih akurat dalam mengetahui nilai densitas yang dihasilkan
dan pengukuran menggunakan densitometer di kampus Politeknik Al-Islam Bandung.
Setelah dilakukan pengukuran nilai densitas maka di dapatkan nilai densitas yang di
hasilkan dari masing-masing sampel dengan variasi faktor eksposi dengan
menggunakan grid dan non grid, kemudian dianalisis secara kuantitatif dengan uji t-tes
jika distribusi data normal dan uji mann-whitney jika distribusi data tidak normal.
Semua analisis ini menggunakan software statistik dengan SPSS versi 17.
Hasil secara kuantitatif pada masing-masing variasi faktor eksposi menggunakan
grid dan non grid yang akan di jelaskan secara rinci.
a; Nilai Densitas tanpa menggunakan grid
Dari hasil pengukuran densitas menggunakan densitometer dengan cara
mengukur densitas dari tiga titik yaitu daerah tepi kiri, tengah, dan tepi kanan maka
di dapatkan nilai densitas dari setiap pemotretan dengan objek stepwedge yang di
jelaskan pada tabel 4.1

Tabel 4.1 hasil pengukuran nilai densitas tanpa menggunakan grid

Step
1
2
3
4
5
6
7
8

Nilai densitas tanpa menggunakan grid


Nilai Densitas Nilai Densitas
Nilai Densitas 1
2
3
0.17
0.21
0.20
0.18
0.22
0.22
0.20
0.25
0.25
0.24
0.29
0.29
0.28
0.35
0.35
0.35
0.43
0.43
0.44
0.53
0.53
0.55
0.67
0.66

Nilai Densitas
Rata-Rata

0.19
0.21
0.23
0.27
0.33
0.40
0.50
0.63

11

9
10
11

0.68
0.88
1.11

0.84
1.07
1.36

0.83
1.06
1.33

0.78
1.00
1.27

Setelah diketahui hasil pengukuran densitas kemudian nilai densitas dari


setiap sempel disatukan agar didapatkan akurasi data yang signifikan. Setelah itu
dilakukan pengolahan data dengan menggunakan SPSS versi 17 menggunakan
metode uji normalitas data Kolmogorov-smirnov test untuk mengetahui data yang
di hasilkan berdistribusi normal atau tidak seperti pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
rata

df

.183

Sig.
11

.200*

a. Lilliefors Significance Correction


*. This is a lower bound of the true significance.

Setelah dilakukan uji normalitas data menggunakan SPSS dengan metode


Kolmogorov-smirnov test, didapatkan nilai signifikasi 0,200. Sehingga data
dinyatakan berdistribusi normal, karena nilai signifikasi melebihi standar yang
telah ditetapkan sebesar > 0,05. Setelah di ketahui data berdistribusi normal dan
di dapatkan nilai rata-rata dari ketiga sampel seperti pada tabel dibawah ini.
b; Nilai Densitas dengan menggunakan grid

Dari hasil pengukuran densitas menggunakan densitometer dengan cara


mengukur densitas dari tiga titik yaitu daerah tepi kiri, tengah, dan tepi kanan
maka di dapatkan nilai densitas dari setiap pemotretan dengan objek stepwedge
yang di jelaskan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 hasil pengukuran nilai densitas dengan menggunakan grid

Step
1
2
3
4
5

Nilai densitas dengan menggunakan grid


Nilai Densitas Nilai Densitas
Nilai Densitas 1
2
3
0.25
0.27
0.27
0.28
0.29
0.30
0.34
0.35
0.34
0.44
0.45
0.44
0.58
0.57
0.55

Nilai Densitas
Rata-Rata

0.26
0.29
0.35
0.44
0.57

12

6
7
8
9
10
11

0.73
0.95
1.15
1.34
1.52
1.67

0.73
0.96
1.16
1.36
1.57
1.74

0.72
0.92
1.10
1.29
1.50
1.67

0.73
0.94
1.14
1.33
1.53
1.69

Setelah diketahui hasil pengukuran densitas kemudian nilai densitas dari setiap
sempel disatukan agar didapatkan akurasi data yang signifikan. Setelah itu dilakukan
pengolahan data dengan menggunakan SPSS versi 17 menggunakan metode uji
normalitas data Kolmogorov-smirnov test untuk mengetahui data yang di hasilkan
berdistribusi normal atau tidak seperti pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
rata

df

.158

Sig.
11

.200*

a. Lilliefors Significance Correction


*. This is a lower bound of the true significance.

Setelah dilakukan uji normalitas data menggunakan SPSS dengan metode


Kolmogorov-smirnov test, didapatkan nilai signifikasi 0,200. Sehingga data
dinyatakan berdistribusi normal, karena nilai signifikasi melebihi standar
yang telah ditetapkan sebesar > 0,05. Setelah di ketahui data berdistribusi
normal dan di dapatkan nilai rata-rata dari ketiga sampel seperti pada tabel
dibawah ini.
3; Pembahasan
1; Faktor Eksposi
Berkaitan dengan rumusan masalah pada bab satu mengenai menentukan faktor
eksposi dengan menggunakan gird dan non grid. Penulis akan membahas tentang
perhitungan faktor eksposi dengan menggunakan grid dan non grid untuk
menentukan faktor eksposi yang akan digunakan dalam penelitian dengan
menggunakan objek berupa stepwedge. Untuk faktor eksposi tanpa menggunakan
grid penulis menggunakan faktor eksposi sebagai berikut:
kV : 60, mA : 200, S : 0,01, mAs : 2,0 dan FFD : 100 cm.
Sedangkan untuk faktor eksposi menggunakan grid penulis melakukan perhitungan
menggunakan grid faktor dan tabel konfensasi grid faktor sebagai berikut:

Grid faktor=

mAs dengan grid


mAs tanpa grid

13

4=

mAs dengan grid


10
mAs dengan grid = 4x10 =40

sehingga di hasilkan faktor eksposi sebagai berikut:


kV : 60, mA : 200, S : 0,04, mAs : 8,0 dan FFD : 100 cm.
Menurut penulis kebanyakan radiografer dilapangan dalam menentukan faktor
eksposi menggunakan feeling. Dengan adanya rumus grid faktor dan tabel
konvensasi, radiografer bisa lebih akurat dalam menentukan faktor eksposi agar
densitas radiograf tidak berbeda dengan signifikan.
2; Nilai Densitas
a; Nilai Densitas Hasil Radiograf Pada Saat Menggunakan Grid dan Non Grid.
Dari hasil penggujian dengan rumusan masalah yang dibuat pada bab satu
mengenai perbedaan nilai densitas yang dihasilkan dengan variasi faktor
eksposi menggunakan grid dan non grid di dapatkan rata-rata dari nilai densitas
yang menggunakan grid dan non grid seperti yang dijelaskan pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Rata-rata Nilai Densitas Dengan menggunakan grid dan non grid

Nilai Rata-rata Densitas Dengan Menggunakan Grid dan Non


Grid
Step
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

nilai densitas tanpa


menggunakan grid
0.19
0.21
0.23
0.27
0.33
0.40
0.50
0.63
0.78
1.00
1.27

Nilai Densitas dengan


menggunakan grid
0.26
0.29
0.35
0.44
0.57
0.73
0.94
1.14
1.33
1.53
1.69

Kemudian dari data nilai rata-rata yang telah di dapatkan dilakukan


pengolahan data dengan menggunakan SPSS Versi 17 menggunakan metode uji
normalitas data one-sample Kolmogorov-smirnov test untuk mengetahui data
yang dihasilkan berdistribusi normal seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Data
Unstandardized Residual

14

11

Normal Parametersa,,b

Mean

.0000000

Std. Deviation
Most Extreme Differences

.11544650

Absolute

.147

Positive

.099

Negative

-.147

Kolmogorov-Smirnov Z

.488

Asymp. Sig. (2-tailed)

.971

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Setelah dilakukan uji normalitas data menggunkan SPSS dengan


menggunakan metode ne-sample Kolmogorov-smirnov test, didapatkan
nilai signifikasi data 0,971. Sehingga data dinyatakan berdistribusi
normal, karena nilai signifikasi melebihi standar yang telah ditetapkan
sebesar > 0,05.
Dari hasil penggujian densitas yang dihasilkan dari penelitian
dengan menggunakan grid dan non grid dilakukan uji t-tes menggunakan
indevendent-sample t-tes untuk menggetahui perbedan yang signifikan
dari nilai densitas yang dihasilkan. Sebelum itu mari kita lihat tabel
group statistic untuk melihat jumlah data/sampel, nilai rata-rata dan
setandar deviasi seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.13 Hasil uji t-tes

nilai_non_grid_dan_with_grid

non_grid_with_grid

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

data non grid

11 .5282

.35698

.10763

data with grid

11 .8427

.51601

.15558

Dari tabel diatas menunjukan nilai rata-rata tingkat densitas dengan


menggunakan grid (0,8427) lebih tinggi dari nilai tanpa menggunakan grid
(0,5282) dengan nilai standar deviasi nilai tanpa menggunakan grid (0.357)
lebih rendah dibandingkan nilai menggunakan grid (0,516)
Selanjutnya data diproses di spss menggunakan metode indevendentsample t-tes untuk menguji apakah data kedua kelompok memiliki varian
yang sama dan mengguji apakah kedua kelompok memiliki rata-rata yang
sama, seperti yang di jelaskan pada tabel berikut.
Tabel 4.14 Hasil uji t-tes independent Samples Test

15

Levene's Test for Equality of


Variances

nilai_non_grid_dan_with_grid

Equal
variances
assumed

Sig.

2.848

.107

Berkaitan dengan hasil uji t-tes dengan metode indevendent-sample t-tes


di atas pada tabel 1.14 di dapatkan nilai yaitu sig = 0.107 yang digunakan
untuk pengujian hipotesa apakah kedua kelompok memiliki varian yang
sama, dengan hipotesa penelitian bahwa H 0 : Tidak ada perbedaan signifikan
nilai densitas antara film yang menggunakan grid dan tidak menggunakan
grid dengan nilai

>0,05 dan H1 : Ada perbedaan signifikan nilai densitas

antara film yang menggunakan grid dan tidak menggunakan grid dengan nilai
<0,05.
Maka ketika H0 bernilai >0,05 sedangkan nilai sig = 0,107 maka H 0
diterima. Dan H0 memiliki arti Ditolak jika hasil pengujian ada perbedaan
dengan nilai <0,05. Dengan demikian H1 ditolak karena nilai <0,05.
E; Kesimpulan
Dari hasil penelitian variasi faktor eksposi dengan menggunakan grid dan non
grid terhadap nilai desitas radiograf yang dilakukan di RS.Muhammadiyah Bandung
pada bulan mei sampai bulan juni 2016 dapat disimpulkan sebagai berikut.
1; Untuk menentukan faktor eksposi dengan menggunakan grid bisa digunakan rumus
grid faktor dan tabel konvensasi grid faktor.
2; H1 ditolak karena nilai <0,05. Dengan demikian H0 diterima karena nilai -

value = 0,107, sehingga >0,05 yaitu tidak ada perbedaan signifikan nilai
densitas antara menggunakan grid dan non grid

F; Daftar Pustaka

Ball, J and Tony Price, 1990. Cesney Radiographic imaging, London :


Blackwell Scientific Publications.
Bushong, Stewart C, St.D. 1988. Radiologic Science for Technologists, Fourth
edition, The CV Mosby Company, St Louis, Washington D.C, Toronto.
Carlton, Richard R. And Arlene M. Adler. 2001. Principle of Radiographic
imaging : An Art and Science third Edition, Delmar Publisher Inc, United
States of America.

16

Chesney D dan Chesney Murriel. 1975. X-ray Equipment for Student


Radiograph, Second Edition, London : Blackwell Scientific.
Donohue, Danil P. 1990. An Analysis of Radiographic Quality, United State of
America : Aspen Publisher.
Priantoro, W. 2011. Radiofotografi I, Jakarta selatan : Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan Jakarta II.
Rahman, nova. 2005. Radiofotografi, Padang : Universitas Baiturrahmah.
Rasad, Sjahrir. 2001. Radiologi Diagnostik, FKUI Jakarta : Cetak Gasya Baru
Anggraeni,Winda.

2013.

Sensitometri.

[Online].

Tersedia

http://anggraeniwinda.blogspot.co.id/2013/10/sensitometry.html [Rabu, 30
Oktober 2013]
Dinata,

Firzan.

2011.

Grid

Radiografi.

[Online].

Tersedia

https://firzandinata.wordpress.com/2011/10/05/grid-radiografi/ [

October 5,

2011 4:25 AM]

Pratiwi, Maulia Abdi. 2013. Sejarah Penemuan Sinar X. [Online]. Tersedia :


http://zonaradiology.blogspot.co.id/2013/10/sejarah-penemuan-sinarx.html [SABTU, 12 OKTOBER 2013]
.

Você também pode gostar