Você está na página 1de 4

Mohamad Guntur Nangi1*, Ahmad Kadarman2

Bagian Epidemiologi, STIKES Mandala Waluya, Kendari, 93231,Indonesia,


mohamad.guntur@gmail.com
2
Bagian Kesehatan Lingkungan, STIKES Mandala Waluya, Kendari, 93231,Indonesia
1

Analisis Eko-Spasial Penyebaran Demam


Berdarah Dengue (* Koresponden Penulis ) di Kota
Kendari 2008 - 2012
1

ABSTRAK
Penderita dan luas penyebaran kasus demam berdarah dengue (DBD) masih sangat
tinggi di Indonesia termasuk di kota Kendari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
penyebaran kasus DBD di Kota Kendari pada tahun 2008 2012. Penelitian ini adalah
studi Ekologi dengan menggunakan data kasus DBD di tiap kecamatan dan nilai
kepadatan vektor (angka bebas jentik, House Indeks) dari Dinas Kesehatan Kota Kendari,
Data Jumlah Penduduk Di tiap kecamatan, dan peta wilayah Kajian dari Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Kendari. Analisis penyebaran kasus dengan
menghitung Average Nearest Neighbour (ANN) dan menggunakan estimasi densitas
Kernel. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola penyebaran kasus DBD di kota Kendari
berdasarkan angka bebas jentik(Pvalue= 0.09), kepadatan penduduk (Pvalue= 0,25),
dan
House
indeks (Pvalue= 0.99)
terbentuk
secara random/acak, sedangkan
berdasarkan
Incidence
Rate
(Pvalue=
0.029)
polanya
terbentuk
secara
Clustered/Berkelompok. Daerah yang mempunyai risiko tinggi dalam penyebaran
penyakit DBD adalah kecamatan Kadia (Pvalue= 0.02). Penyebaran kasus DBD secara
umum terbentuk secara random/acak di kota Kendari pada tahun 2008- 2012. Karena
penyebaran DBD terjadi secara acak maka disarankan agar aparat pemerintah
meningkatkan sistem informasi kesehatan dalam rangka kewaspadaan dini kejadian
DBD.
Kata Kunci : DBD, ANN, Densitas Kernel, Kendari

1. PENDAHULUAN

NSIDEN demam berdarah dengue (DBD)


telah tumbuh secara dramatis diseluruh
dunia dalam beberapa dekade terakhir.
Kasus seluruh Amerika, Asia Tenggara, dan
Pasifik Barat telah melampaui 1.2 juta
kasus pada tahun 2008 dan lebih dari 2.3
juta pada tahun 2010 . World Health
Organization (WHO) mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus
DBD tertinggi di Asia Tenggara1. Jumlah
penderita dan luas daerah penyebarannya
semakin
bertambah
seiring
dengan
meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk2.
Prevalensi
DBD
di
Kota
Kendari
mengalami peningkatan Drastis dalam
kurun waktu 2011 2012, peningkatan
yang cukup signifikan dari 11/100.000
penduduk meningkat menjadi 39/100.000
penduduk. Menurut data dari pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan dinas
kesehatan kota Kendari tahun 2013, tiga
kecamatan diidentifikasi menjadi daerah

endemik DBD yaitu Kecamatan Poasia,


Baruga dan Kendari Barat 3. Distribusi
spasial penyakit DBD yang semakin luas
diakibatkan
oleh
perubahan
kondisi
demografis dan sosial besar-besaran dalam
kurun 50 tahun terakhir. Pemukiman tak
terencana yang kumuh dan padat, dengan
manajemen pengaturan air dan sampah
yang buruk, menciptakan kondisi yang
ideal
bagi
perkembangan
maupun
transmisi vektor penyakit DBD. Perubahan
iklim dan cuaca juga turut mendorong
penyebaran distribusi penyakit DBD 4.
Beberapa penelitian lainnya pernah
dilakukan oleh Widyawati, dkk tahun 2011
menunjukan bahwa sistem informasi
geografis
(SIG)
digunakan
untuk
mengetahui hubungan antara persebaran
lokasi potensial sumber perkembangbiakan
jentik nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus dan jumlah penderita pada
lokasi tersebut5. Dan penelitian lainnya
juga dilakukan dengan menggunakan
kombinasi antara informasi spasial dan
pendekatan statistik untuk memprediksi

wilayah
kematian
penderita
yang
6
disebabkan demam berdarah . Dengan
menggunakan pertampalan peta antara
kondisi lokal dengan persebaran penderita
dapat pula diprediksi lokasi yang potensial
endemik penyakit menular7, oleh karena
itu yang menjadi tujuan penelitian ini
adalah
menganalisis
eko-spasial
penyebaran kasus DBD di kota Kendari
guna mengidentifikasi daerah potensial
endemik DBD.
2. BAHAN

DAN

METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan


studi ekologi, dengan unit analisis adalah
Angka Bebas Jentik (ABJ), House Indeks
(HI), Kepadatan penduduk dan insidens
kasus DBD di kota Kendari. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data
Sekunder yaitu dikumpulkan dari berbagai
sumber seperti data kejadian kasus DBD
dan Nilai Kepadatan Vektor (Angka Bebas
Jentik, House Indeks) di Tiap Kecamatan
dari Dinas Kesehatan Kota Kendari, Data
Jumlah Penduduk tiap Kecamatan untuk
mengetahui kepadatan penduduk dari
masing-masing kantor kecamatan dan peta
wilayah Kajian dari Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kota Kendari.
3. HASIL
Pada penelitian ini, berdasarkan angka
bebas jentik menunjukan bahwa semua
kecamatan memiliki kategori tidak bebas
jentik (<95%). Berdasarkan house indeks,
semua kecamatan memiliki kategori house
indeks
buruk
(>5%).
Berdasarkan
kepadatan penduduk menunjukan secara
umum
daerah/kecamatan
memiliki
kategori sangat padat (> 401 jiwa/km 2).
Dan berdasarkan nilai Insiden Rate (IR)
kasus DBD paling tinggi yaitu Kecamatan
Wua-WUa dan terendah Kecamatan Abeli.
Dari hasil pengujian pola penyebaran DBD
berdasarkan angka bebas jentik diperoleh
nilai Z-Score= 0.007 dengan P-Value=0.99
berdasarkan House indeks diperoleh nilai
Z-Score = -0.0038 dengan P-Value = 0.99
dan
berdasarkan
variabel
kepadatan
penduduk diperoleh nilai Z-Score = 1.12
dengan P-Value= 0.25, hal tersebut berarti
pola penyebaran DBD yang terbentuk
adalah pola acak/random. Sedangkan
berdasarkan
variabel
Insiden
Rate,menunjukan nilai Z-Score = 2.17

dengan P-Value = 0.029, maka dapat hal


ini dapat disimpulkan pola yang terbentuk
adalah berkelompok/Clustered (Tabel 1).
Tabel
1.
Pola
penyebaran
DBD
Berdasarkan Indeks Moran di Kota
Kendari 2008 - 2012.
Variabel
Z
PPola
Score
Value
Angka
-0.007
0.99
Acak
Bebas
Jentik
House
-0.0038 0.99
Acak
Indeks
Kepadatan
1.12
0.25
Acak
Penduduk
Incidence
2.17
0.029
Cluster
Rate
ed
Sumber :Data Primer
Pada gambar 1, menunjukan bahwa
terdapat korelasi positif dalam penyebaran
kasus DBD berdasarkan indikator insiden
rate. Daerah yang berwarna merah yaitu
kecamatan
Kadia
(p
value=0.02),
menunjukan tinggi-tinggi yang berarti
bahwa daerah yang mempunyai
insiden
rate tinggi cenderung berlokasi dekat
dengan daerah yang mempunyai insiden
rate yang tinggi pula. Dengan estimasi
densitas
Kernel
menunjukan
daerah
-daerah yang mempunyai risiko tinggi
penularan penyakit DBD di kota Kendari
yaitu kecamatan Kadia, Wua-wua, Kambu
dan
Poasia,
sebagian
juga
untuk
kecamatan Baruga, Mandonga dan Kendari
Barat.
Gambar 1. Autokorelasi Spasial dan
Estimasi Densitas Kernel Penyakit
DBD di Kota Kendari.

Mandonga

Kendari Barat

Kendari

Puwatu
Abeli
Kadia

Wua-Wua

Abeli
Kambu
Poasia
Baruga

4. PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini memperlihatkan
bahwa semua kecamatan di Kota Kendari
tidak bebas jentik. Namun ada beberapa
kecamatan yang angka bebas jentiknya

paling rendah yaitu kecamatan Mandonga


dan kecamatan yang paling tinggi angka
bebas jentiknya yaitu kecamatan Baruga.
Pola penyebaran yang terbentuk untuk
variabel angka bebas jentik yaitu pola
Random/acak. Dalam artian bahwa pola
penyebaran
DBD
tidak
berhubungan
dengan angka bebas jentik. Hal ini
disebabkan karena semua kecamatan
kategori tidak bebas jentik dan kasus DBD
tersebar pada setiap kecamatan di kota
Kendari.
Hasil penelitian berdasarkan House
Indeks memperlihatkan bahwa semua
kecamatan di Kota Kendari memiliki angka
House Indeks tidak baik (> 5%).
Kecamatan yang paling rendah House
Indeksnya
yaitu
kecamatan
Baruga
sebesar 14,18% dan yang paling tinggi
House
Indeksnya
yaitu
Kecamatan
Mandonga
Sebesar
28,65%.
Pola
penyebaran yang terbentuk untuk variabel
House Indeks yaitu pola Random/acak.
Dalam artian bahwa pola penyebaran DBD
tidak berhubungan dengan House Indeks.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa
persebaran kasus DBD
banyak pada
kecamatan yang kategori Sangat padat
dan Cukup padat. Daerah kecamatan
kategori padat penduduk yaitu Wua-Wua,
Kadia dan Mandonga dan daerah yang
Cukup
padat
yaitu
kecamatan
Baruga,Kambu,Poasia, Kendari barat dan
Puwatu. Sekalipun persebaran kasus DBD
lebih banyak pada daerah yang kategori
sangat padat penduduknya namun pola
persebaran
yang
terbentuk
yaitu
random/acak. Hal ini berari bahwa peran
kepadatan penduduk tidak signifikan
terhadap
persebaran
kasus
demam
berdarah dengue di kota Kendari
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dewi
puspitawati (2012) mengenai pemodelan
spasial DBD di Kabupaten Semarang
menggunakan Fungsi Moran Indeks, hasil
penelitiannya menunjukan bahwa variabel
angka bebas jentik tidak menunjukan pola
persebaran yang sama dan tidak nampak
peran ABJ terhadap laju persebaran DBD di
Kab. Semarang8. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rita
rahmawati, dkk (2012), mengenai analisis
pengaruh karakterisitk wilayah (kelurahan)
terhadap banyaknya kasus DBD di Kota
Semarang9
Hasil penelitian ini memperlihatkan

bahwa persebaran kasus DBD


lebih
banyak pada kecamatan yang kategori IR
berat. Daerah kecamatan kategori Ir Berat
yaitu Wua-Wua, dan Kadia dan daerah
yang IR Sedang
yaitu kecamatan
Baruga,Kambu,Poasia, Kendari barat dan
Mandonga.
Pola
penyebaran
yang
terbentuk adalah Clustered/ berkelompok
sehingga bisa dikatakan bahwa ada peran
angka incidence rate pada pola persebaran
kasus DBD di kota Kendari. Daerah yang
signifikan yaitu kecamatan Kadia dengan
kategori Tinggi-Tinggi (HH) yang berarti
bahwa terjadi pengelompokan/pemusatan
kasus
pada
daerah
tersebut
dan
mempengaruhi daerah/kecamatan yang
berdekatan dengan kecamatan Kadia.
Dalam analisa densitas Kernel menunjukan
bahwa daerah yang berisiko untuk
mengikuti pola persebaran DBD secara
berkelompok yaitu Kecamatan Wua-Wua,
Kambu dan Poasia. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rheni puspitasari, menunjukan bahwa
pola kejadian penyakit DBD di Sukoharjo
menunjukan pola clustered/berkerumun10.
Serta pada penelitian yang dilakukan oleh
Rosli,dkk di distrik/kelurahan Hulu langat
Malaysia
yang
menunjukan
bahwa
penyebaran kasus DBD secara signifikan
terdapat autokorelasi spasial positif dan
pola yang terbentuk secara clusterred11.
5. KESIMPULAN

DAN

SARAN

Penelitian ini menyimpulkan bahwa pola


penyebaran
DBD
di
kota
Kendari
berdasarkan angka bebas jentik, house
indeks, dan kepadatan penduduk terbentuk
secara
acak/random
sedangkan
berdasarkan insiden rate terbentuk secara
berkerumun/clustered. Daerah/kecamatan
yang mempunyai risiko tinggi dalam
penyebaran DBD yaitu Kadia, Wua-Wua,
Kambu dan Poasia. Disarankan agar aparat
pemerintah meningkatkan sistem informasi
kesehatan
dalam rangka kewaspadaan
dini kejadian DBD, Meningkatkan strategi
penanggulangan khususnya pada daerahdaerah yang memiliki angka incidence rate
yang tinggi dengan karakteristik geografis
yang mendukung penyebaran demam
berdarah dengue di Kota Kendari.

6. DAFTAR PUSTAKA
[1] WHO. Fact Sheet Dengue and severe
dengue. Media Centre,2011.
[2] Sukowati,
Supratman. Masalah
Vektor
Demam
Berdarah
Dengue
dan
Pengendaliannya
di
Indonesia. Buletin
Jendela Epidemiologi, Vol2. 2010.
[3] Dinas kesehatan kota Kendari. Laporan P2PL
Kota
Kendari
Tahun
2009-2012.
Kendari:Dinas Kesehatan Kota Kendari,2013.
[4] Gubler
DJ.
Epidemic
dengue/dengue
hemorrhagic fever as a public health, social
and economic problem in the 21st century.
Trends Microbiol 10.2002:100-103
[5] Widyawati,dkk.
Penggunaan
Sistem
Informasi Geografi Efektif Memprediksi
Potensi Demam Berdarah Di Kelurahan
Endemik. Jurnal Makara Kesehatan, Vol. 15,
No. 1, Juni 2011: 21-30
[6] Widyaningsih Y, Pin TG. A space-time scan
statistic to detect cluster alarms of dengue
mortality in Indonesia. Makara Sains. 2008;
12(1):27- 30
[7] Lembo.A.J. Spatial Autocorrelation. Cornell
University.2006
[8] Dewi Puspitawati. Pemodelan Pola Spasial
Demam Berdarah Dengue di Kabupaten

Semarang Menggunakan Fungsi Moran's I


(artikel). Semarang. Program Studi Teknik
Informatika
Universitas
Kristen
Satya
Wacana. 2012.
[9] Rita
Rahmawati,
Kartono,Robertus
H.Sulistiyo, Betha N, Eko A.Sarwoko, Asep Y
Wardaya. Analisis Pengaruh Karakteristik
Wilayah (Kelurahan)Terhadap Banyaknya
Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)Di
Kota Semarang. Media Statistika Vol. 5, No.
2, Desember 2012: 87-93.
[10] Rheni puspitasari, Irwan susanto. Analisis
Spasial
Kasus
Demam
Berdarah
di
Sukoharjo
Jawa
Tengah
dengan
Menggunakan Indeks Moran. Prosiding
seminar
nasional
matematika
dan
pendidikan
Desember
2011:6777).Yogyakarta; 2011.
[11] Er, A.C., Rosli, M.H., Asmahani A., Mohamad
Naim M.R., Harsuzilawati M : International
Journal
of
Environmental,
Chemical,
Ecological, Geological and Geophysical
Engineering Vol:4, No:7, 2010.

Você também pode gostar