Você está na página 1de 11

PENDAHULUAN

Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau
masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk
mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan
menuju pintu perkenalan antara satu kaum dengan kaum lain. Faedah yang terbesar dalam
pernikahan ialah untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah dari kebinasaan,
sebab seorang perempuan, apabila ia sudah menikah, maka nafkanya wajib ditanggung oleh
suaminya. Pernikahan juga berguna untuk memelihara kerukunan anak cucu, sebab kalau tidak
dengan menikah, tentulah anak cucu tidak berketentuan siapa yang akan mengurusnya dan siapa
yang bertanggung jawab atasnya. Nikah juga dipandang sebagai kemaslahatan umum, sebab kalau
tidak ada pernikahan, akan timbul perselisihan, bencana, dan permusuan antara sesamanya yang
mungkin juga sampai menimbulkan pembunuhan.
Konsep keluarga dalam Al-Quran sangat dibutuhkan bagi seorang muslim untuk menjadi
pegangan dalam menata kehidupan keluarganya. Keluarga sakinah, mawadah, warohmah. Adalah
konsep keluarga yang dijunjung tinggi dalam islam. Keluarga yang memiliki arti unit terkecil yang
terdiri dari ibu bapak dan anak yang tinggal dalam suatu tempat dan saling bergantungan. Islam
sangat mementingkan pribadi dan keluarga. Pribadi yang baik akan melahirkan keluarga yang baik,
sebaliknya pribadi yang rusak akan melahirkan keluarga yang rusak. Didalam al-quran sendiri,
terminology-terminology yang digunakan untuk mendeskripsikan keluarga dengan berbagai macam
spesifikasinya amatlah beragam. Tidak kurang dari 8 kosa kata mengilustrasikan arti kata keluarga.

PEMBAHASAN
1. Konsep Pernikahan dalam Islam
Tarif pernikahan adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan
kewajiban serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan
mahram. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan amat mulia untuk mengatur kehidupan
rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu
perkenalan antara satu kaum dengan kaum lain dan perkenalan itu akan menjadi jalan
menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lain.
Pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan
manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan kedua keluarga. Tujuan
perwakinan yaitu ada tujuan dekatnya bagi setiap pasangan adalah meraih sakinah dengan
pengembangan potensi mawaddah dan rahmat, sedangkan tujuan akhirnya adalah melaksanakan
tugas kekhalifahan dalam pengabdian kepada Allah SWT yang untuk maksud tersebut lahir fungsifungsi yang harus diemban oleh keluarga.
Hukum-hukum pernikahan, antara lain :

Jaiz (diperbolehkan), ini asal hukumnya


Sunnat, bagi orang yang berkehendak serta mampu memberi nafkah dan lain-lainnya
Wajib, bagi orang yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan tergoda pada kejahatan

(zina)
Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah
Haram, bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang dinikahinya

Rukun nikah :

Pengantin lelaki
Sigad (akad)
Pengantin perempuan
Wali
Dua orang saksi lelaki
Ijab dan qabul (akad nikah)

Kata ijab dari segi hukum adalah ucapan pertama yang diucapkan saat akad
sedang berlangsung dan qabul adalah ucapan penerimaan/persetujuan atas ucapan
pertama. Kata ijab dari segi bahasa, walau seakar dengan kata wajib, tetapi kata ijab
sendiri dalam kamus bahasa antara lain berarti memerhatikan dan memelihara. Jika
demikian, dengan ijab seseorang berjanji memerhatikan, memelihara, dan memberi hak
yang dalam hal perkawinan adalah hak istri oleh suami dan hak suami oleh istri.
Karenanya kurang tepat dan sempurna jika kata ijab dan qabul diartikan dengan
penyerahan dan penerimaan. Ijab-qabul itu pada hakikatnya adalah ikrar dari calon
istri

melalui wakilnya

dan dari calon suami untuk hidup bersama seia sekata, guna

mewujudkan sakinah dengan melaksanakan segala tuntutan dan kewajiban.


Syarat pernikahan :

Mempelai pria
- Beragama Islam
- Tidak ada paksaan
- Bukan mahram mempelai wanita
- Calon istri tidak haram dinikahi
- Tidak sedang ihram haji atau umrah
- Cakap melakukan hukum rumah tangga
- Tidak ada halangan pernikahan

Mempelai wanita
- Beragama Islam
- Memberi ijin kepada wali untuk dinikahkan
- Tidak bersuami atau dalam masa iddah
- Bukan mahram mempelai pria
- Belum pernah lian oleh calon suami
- Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah

Wali mempelai wanita


- Pria
- Beragama Islam
- Mempunyai ha katas perwalian
- Tidak ada halangan untuk menjadi wali

Saksi
-

Dua pria
Beragama Islam
Baligh
Hadir dalam acara akad nikah

Mengerti arti dan maksud pernikahan

Syarat akad nikah :

Ada ijab dari mempelai wanita


Ada qabul dari mempelai pria
Ijab menggunakan kata-kata nikah atau yang searti dengannya
Ijab dan qabul harus jelas dan saling berkaitan
Ijab dan qabul dalam satu majlis
Tidak dalam masa ihram haji atau umrah

Hak dan kewajiban mulai berlaku sejak dilakukannya ijab qabul dalam perkawinan. Adanya hak dan
kewajiban antara suami dan istri dalam kehidupan rumah tangga itu dapat dilihat dalam Al-Quran,
Q.S. Al-Baqarah ayat 228 yang artinya Bagi istri itu ada hak-hak berimbang dengan kewajibankewajibannya secara makruf dan bagi suami setingkat lebih dari istri (Q.S. Al-Baqarah : 228).
Hak suami merupakan kewajiban bagi istri, sebaliknya kewajiban suami merupakan hak bagi istri.

Hak dan Kewajiban Bersama Suami Istri


Hak bersama suami istri
Yang dimaksud dengan hak bersama suami istri ini adalah hak bersama secara timbal
-

balik dari pasangan suami istri terhadap yang lain. Hak bersama tersebut diantaranya:
Suami istri dihalalkan saling bergaul mengadakan hubungan seksual
Haram melakukan perkawinan yaitu istri haram dinikahi oleh ayah suaminya,
datuknya, anaknya, dan cucunya. Begitu juga ibu istrinya, anak perempuannya,

dan seluruh cucunya haram dinikahi oleh suaminya


Hak saling mendapat warisan
Anak memiliki nasab (keturunan) yang jelas bagi suami
Kedua belah pihak wajib bergaul (berperilaku) yang baik sehingga dapat
melahirkan kemesraan dan kedamaian hidup

Kewajiban bersama suami istri


- Memelihara dan mendidik anak keturunan yang lahir dari perkawinan tersebut
- Memelihara kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah

Hak dan Kewajiban Suami terhadap Istri


Hak suami atas istri
- Ditaati dalam hal-hal yang tidak maksiat
- Istri menjaga dirinya sendiri dan harta suami
- Menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat dapat menyusahkan suami
- Tidak bermuka masam dihadapan suami

Tidak menunjukkan keadaan yang tidak disenangi suami


Dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 34 dijelaskan bahwa istri harus bisa
menjaga dirinya, baik ketika berada di depan suami maupun di belakangnya, dan
ini merupakan ciri istri shalehah. Artinya : Perempuan-perempuan yang shalihah
adalah perempuan yang taat kepada Allah (dan patuhkepada suami), memelihara
diri ketika suami tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka (Q.S.
An-Nisa : 34)

Kewajiban suami terhadap istri (materi)


Mahar
Nafaqah. Nafaqah merupakan hak istri dan anak dalam hal makanan, pakaian dan
kediaman, serta beberapa kebutuhan pokok lainnya dan pengobatan, bahkan
sekalipun istrinya dalah seorang wanita yang kaya. Nafaqah istri merupakan
pemberian yang wajib dilakukan oleh suami terhadap istrinya dalam masa
perkawinannya. Menurut Imam Malik, besarnya nafaqah tidak ditentukan
berdasarkan syariat tetapi berdasarkan keadaan masing-masing suami istri dan ini
berbeda-beda sesuai dengan waktu, keadaan dan tempat.

Kewajiban suami terhadap istri (non materi)


- Menggauli istri secara baik dan patut
- Menjaganya dari segala sesuatu yang mungkin melibatkannya pada suatu
-

perbuatan dan maksiat atau ditimpa oleh suatu kesulitan dan marabahaya
Suami wajib mewujudkan kehidupan perkawinan yang diharapkan Allah untuk

terwujud yaitu sakinah, mawaddah, warahmah


Membimbing istri sebaik-baiknya
Berusaha memperkuat dan mempertinggi keimanan, ibadah, dan kecerdasan istri
Tidak memaksa bekerja keras untuk urusan rumah tangga
Selalu bersikap jujur terhadap istri
Melindungi dan memberikan semua keperluan hidup rumah tangga sesuai
kemampuannya

Hak dan Kewajiban Istri terhadap Suami


Hak istri atas suami
- Mendapat mahar
- Seorang suami harus bergaul dengan istri secara patut (maruf) dan dengan akhlak
-

mulia
Mendapat nafkah dan pakaian
Diberi tempat untuk tempat tinggal/bernaung

Wajib bertindak adil diantara para istri


Dibantu untuk taat kepada Allah, menjaganya dari api neraka, dan memberikan

pengajaran agama
Menaruh rasa cemburu kepadanya

Kewajiban istri terhadap suami


- Mentaati perintah suami dalam kebenaran
- Meringankan beban mahar suami
- Melayani kebutuhan seksual suami
- Membantu kehidupan agama suami
- Membantu jihad suami
- Memelihara harga diri dan harta suami
- Tidak boleh merusak kepemimpinan suami
- Selalu lembut memandang suami
- Menutup diri dari laki-laki lain
- Mengalah kepada suami
- Berterima kasih kepada suami
- Tidak berkhianat kepada suami
- Tidak menyakiti hati suami

Talak (perceraian)
Hak dan kewajiban suami dan istri ini harus terus dilakukan untuk menciptakan
pernikahan yang harmonis, namun kerap terjadi perselisihan suami istri yang menimbulkan
permusuhan, menanam bibit kebencian antara keduanya atau terhadap kaum kerabat mereka,
sedangkan tidak ada cara lain, sedangkan ikhtiar untuk perdamaian tidak dapat disambung
lagi, maka talak (perceraian) itulah yang menjadi satu-satunya jalan untuk berpisah. Takrif
talak menurut bahasa arab adalah melepaskan ikatan.
*Hukum Talak:
- Wajib : Bila terjadi perselisihan antara suami dan istri, sedangkan dua hakim yang
mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu untuk keduanya bercerai.
- Sunat : Bila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya atau
perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya.
- Haram (bidah) dalam dua keadaan : pertama, bila menjatuhkan talak saat istri
sedang haid, Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicampurinya dalam
waktu suci itu.
- Makruh : hukum asal dari talak yang tersebut diatas.

Sebagai pasangan muslim yang baik, setidaknya pasangan suami istri haruslah menghindari
konflik agar jauh dari kata talak.

2. Keluarga (dan Implikasi Hukumnya dalam Al-Qurn)


Konsep keluarga dalam Al-Quran sesungguhnya sangat dibutuhkan bagi seorang muslim
untuk menjadi pegangan dalam menata kehidupan keluarganya. Di dalam al-Quran sendiri,
terminology-terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan keluarga dengan berbagai macam
spesifikasinya. Tidak kurang dari 8 kosa kata mengilustrasikan arti kata keluarga, salah satunya ahl
dan dzuriyyah.
Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman,
merasa dilindungi, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan. Namun, penggunaan
nama sakinah itu diambil dari al Quran surat 30:21, litaskunu ilaiha, yang artinya bahwa Allah
SWT telah menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang satu merasa tenteram terhadap yang
lain.Jadi keluarga sakinah itu adalah keluarga yang semua anggota keluarganya merasakan cinta
kasih, keamanan, ketentraman, perlindungan, bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya
dan dirahmati oleh Allah SWT.

Mawaddah terambil dari akar kata yang maknanya berkisar pada kelapangan dan
kekosongan. Mawaddah adalah kelapangan dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Mawaddah
adalah cinta plus, karena itu yang di dalam hatinya bersemai mawaddah tidak lagi akan
memutuskan hubungan. Ini disebabkan oleh karena hatinya begitu lapang dan kosong dari
keburukan, sehingga pintu-pintunya pun telah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin.
Rahmah adalah kondisi psikolgis yang muncul di dalam hati akibat menyaksikan
ketidakberdayaan, sehingga mendorong yang bersangkutan untuk melakukan pemberdayaan. Karena
itu

dalam kehidupan keluarga

masing-masing suami dan istri, akan sungguh-sungguh, bahkan

bersusah payah demi mendatangkan kebaikan bagi pasangannya serta menolak segala yang
mengganggu dan mengeruhkannya. Rahmah menghasilkan kesabaran, murah hati, tidak cemburu.
Pemiliknya tidak nagkuh, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak juga pemarah, apalagi dendam. Ia
menutupi segala sesuatu dan sabar menanggung segalanya.

Amanah berasal dari akar kata yang sama dengan kata aman, yang bermakna tenteram.
Juga sama dengan kata iman yang berarti percaya. Ketiganya berbeda, tetapi dalam saat yang
sama masing-masing memilikinya. Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain
disertai dengan rasa aman dari pemberinya karena kepercayaannya bahwa apa yang diamanatkan itu
akan dipelihara dengan baik, serta aman keberadaannya di tangan yang diberi amanat itu.

Formulasi Keluarga karena perbuatan hukum (Ahl)


Terbentuknya keluarga karena perbuatan hukum yang dalam hal ini dilakukan dalam bentuk

aqd (kontrak). Kategori keluarga dengan landasan seperti ini disebut ahl. Lalu, terbentuknya
keluarga karena hubungan darah yang disebut dzuriyyah dan asyirah. Bentuk yang pertama lebih
luas dari bentuk yang kedua, karena selain formulasinya bisa terbentuk dari bawah ke atas atau
sebaliknya. Dzuriyyah juga dimaksudkan untuk sebuah pola hubungan keluarga menyamping
seperti dalam pola hubungan kakak, adik, sepupu, dan seterusnya. Ini berbeda dari asyirah yang
mempunyai pola hubungan kebawah saja, yang dapat terlihat dalam bentuk hubunfan antara bapak
dengan anak-anaknya.
Ada sebentuk tanggung jawab hukum (taklfiyyt) yang harus dilaksanakan dalam pola hubungan
ahl. Mengingat tidak demikian dalam pola hubungan dzariyyah karena di posisi asyrah terletak
pada bentuk tanggung jawabnya. Aqd yang menjadi implikasi hukum di hadapan manusia
merefleksikan kepada perbuatan-perbuatan secara social dalam bentuk hak dan kewajiban masingmasing elemen dalam institusi ahl tersebut.
Seperti diketahui, bahwa pernikahan seperti yang diatur fiqh bukan hanya sekedar perpaduan dua
insan menjadi satu karena itu tidak boleh diceraikan oleh manusia, misalnya. Pernikahan adalah
hubungan kasih sayang yang dapat diikat oleh aqd, sekaligus merupakan kesatuan dari hubungan
komplementer sepanjang aqd yang masih berlaku. Konsekuensi dari kontrak yang demikian,
seharusnyalah diantara pasangan suami istri masih memiliki hak otonom, artinya keduanya masih
mempunyai akses dan control terhadap dirinya sendiri.

Formulasi Keluarga Ikatan Darah (Dzuriyyah)


Terminology lain yang digunakan untuk mengidentifikasi kata keluarga adalah dzuriyyah.

Terbentuknya sebuah keluarga tidak dikarenakan perbuatan hukum atau landasan aqd, artinya

idenifikasi keluarga itu datang karena ikatan darah semata, sehingga tidak mempunyai implikasi
hukum.
Kata Dzuriyyah disini ditunjukkan pada semua orang yang mempunyai hubungan darah dengan para
rasul atau yang lebih umum, semua orang yang mempunyai huungan darah dengan kita. Orang tua,
kakak dan adik, nenek, kakek, sepupu, paman dan bibi kita adalah orang-orang yang kurang lebih
mempunyai hubungan darah dengan kita. Lalu bagaimana dengan posisi anak? Kapan seorang anak
masuk kedalam kategori dzuriyyah? Sebagaimana yang dijelaskan diatas, anak dalam kapasitanya
sebagai orang yang masih dibawah pertanggungjawaban orang tua dikategorikan sebagai ahl.
Sedangkan

dalam

kapasitasnya

sebagai

orang

dewasa

yang

sudah

mampu

memikul

tanggungjawabnya sendiri disebut dengan dzuriyyah.

Rangkaian Hak dan Kewajiban dalam Elemen-Elemen Keluarga


Masing-masing formulasi yang terbentuk mengisyaratkan konsekuensi-kosekuensi lanjutan,
seperti dalam bentuk rangkaian hak dan kewajiban dari elemen-elemen inti yang ada
didalamnya. Pertama, keluarga yang terbentuk secara hukum memiliki elemen istri dan anakanak dari hasil perkawinan itu sendiri. Anak-anak yang masuk dalam kategori ini pun
tertentu, yaitu yang masih dalam masa pertanggungjawaban ayahnya sebeum usia baligh.
Kedua, keluarga yang terbentuk berdasarkan ikatan darah semata tidak memiliki implikasi
hukum apapun kecuali implikasi moral. Orang-orang dalam kategori ini adalah orang tua,
anak yang telah dewasa, kakak adik dan sebagainya. Implikasi moral yang dimaksud alquran sudah keharusan seorang anak memerlakukan orang tuanya dengan sebaik-baiknya
perlakuan sebagai wujud syukur pada Tuhan dan terimakasih pada mereka apalagi ketika
usia mereka telah uzur.
*Hak dan Kewajiban dalam Formulasi Ahl (Marital Roles)
- Hak penjagaan dan Komponennya
- Hak mas kawin dan nafkah
- Hak non Material
* Kewajiban seorang istri; Adalah hak suami
- Kepatuhan
Terjaganya kualitas keluarga baik itu seseorang istri ataupun anak secara jasmaniah dan juga

kualitas ruhaniah mereka di hadapan Tuhan. Bukanlah tujuan tertinggi seorang wanita adalah
mendapatkan predikat marah shlihah di mata suami dan anak-anaknya juga ketetapan yang baku
akan hal tersebut dari Tuhannya? Juga terhantarkannya anak-anak menjadi pribadi yang merdeka
dan mandiri dengan kualitas kesalehan di hadapan Tuhan. Implikasinya seperti Siti Khadjah yang

berdiri membela suaminya Rasulullah Muhammad di awal perjuangannya menyampaikan syariat


islam. Oleh karena itu, tanggung jawab yang begitu besar ini pun akan merefleksikan pada bentuk
kewajiban seorang istri, yaitu membantu mengantarkan suaminya untuk menadi orang yang
bertanggung jawab.
* Hak dan Kewajiban dalam Formulasi Dzuriyyah (Intergenerational Rules)
- Hak Anak-anak; adalah kewajiban orang tua
- Tugas seorang anak; adalah hak orang tua
Masih berkesinambungan dengan hal diatas, dengan demikian hak yang bisa didapat oleh anak-anak
dari orang tuanya adalah jaminan-jaminan hingga pada saatnya nanti mereka akan mampu berdiri
sebagai pribadi yang merdeka, mandiri dan tahu jalan mana yang akan ditempuhnya. Hal ini yang
sering kali dilupakan oleh para orang tua adalah bahwa anak-anak pun adalah pribadi yang merdeka
dan mandiri sebagaimana orang tuanya. Sehingga teridentifikasi kemudian, apa sajakah yang bisa
menjadi tanggung jawab orang tua sebagai bentuk kewajibannya pada Tuhan melalui wujud anakanak mereka? Pertama, untuk mengantarkan pribadi yang mandiri dan merdeka tentunya harus
diwujudkan dalam bentuk fisik dan material yang baik yaitu menjaga mereka (Q.s: al-Anm/6:
151). Yang kedua, bekal dalam bentuk non fisik yang bisa diwujudkan dengan bentuk mendidik
meereka (Q.s. Th H/20: 132). Implikasinya seperti, mengantarkan anak-anak pada jalan yang
benar di hadapan Tuhan. Sehingga pada saatnya nanti, anak-anak dalam pembinaan yang benar,
ketika baligh akan sanggup datang pada ayahnya untuk memilih jalan mana yang akan ia ambil
sebagai wujud kemerdekaannya dan kemandiriannya.
Tidak mudah menetapkan tolak ukur kebahagiaan perkawinan karena ukuran kebahagiaan
dapat berbeda antara seseorang dengan yang lain. Tetapi ada beberapa diantaranya yaitu :

Bila isi hati yang terdalam dari masing-masing pasangan terucap : Aku ingin hidup dengan
pasanganku ini sampai akhir hidupku, bahkan setelah kematianku. Ini karena aku tidak
mampu, bahkan tidak ingin mengenal manusia lain sebagai teman hidup kecuali dia semata,

tanpa ganti siapa pun.


Bila masing-masing pasangan ingin agar pasangannya, selalu ikut bersamanya dalam segala
kesenangan, betapapun kecilnya kesenangan itu, seperti lezatnya makanan dan ingin pula
memikul segala kepedihan yang dideritanya betapa pun kecil penderitaan itu.

Bila dari hari ke hari bertambah kenangan-kenangan indah dalam hidup mereka serta selalu

ingin memberi dan menerima segala perhatian dan pemeliharaan.


Bila salah seorang pasangan memberi, maka ia merasa bahwa pada saat yang sama ia pun
menerima, tak ubahnya seperti saling merangkul, berjabat tangan, atau mencium bibir

kekasih.
Bila saat tidur sepembaringan dengan pasangan, masing-masing merasakan ketenangan
sebelum kegembiraan, damai sebelum kesenangan,dan kebahagiaan sebelum kelezatan, dan
itu berlanjut sampai berlalunya kelezatan itu.

Você também pode gostar