Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
A. DEFINISI
Atelektasis adalah keadaan ketika sebagian atau seluruh paru mengempis dan tidak
mengandung udara (Djojodibroto, 2009).
Atelektasis adalah suatu keadaan kolapsnya jaringan paru atau pengembangan paru
yang tidak sempurna akibat penyumbatan persial atau total dari saluran udara (bronkus
maupun bronkiolus) atau akibat parnapasan yang sangat dangkal. (Bararah Taqiyyah ,
2013).
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Saluran pernapasan udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring,
trakea, bronkus, dan bronkhiolus. Saluran dari bronkus sampai bronkiolus dilapisi oleh
membran mukosa yang bersilia. Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara,
laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan
mengandung pita suara. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti
sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan
sebagai suatu pohon dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Bronkus terdiri
dari bronkus kiri dan kanan yang tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebar dan
merupakan kelanjutan dari trakea, cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi
menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis, percabangan ini berjalan menuju terus
menjadi bronkus yang ukurannya sangat kecil sampai akhirnya menjadi bronkus terminalis
yaitu saluran udara yang mengandung alveoli, setelah bronkus terminalis terdapat asinus
yaitu tempat pertukaran gas.
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, yang terletak dalam rongga
dada atau thorak. Kedua paru-paru saling berpisah oleh mediastinum sentral yang berisi
jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apek dan basis.
Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, saraf dan pembuluh darah limfe memasuki tiap
paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar
daripada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi tiga lobus oleh fisura interlobaris, paru-paru
kiri dibagi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai
dengan segmen bronkusnya. Suatu lapisan yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan
elastis dikenal sebagai pleura yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan
menyelubungi setiap paru-paru (pleura vesiralis).
Peredaran darah paru-paru berasal dari arteri bronkilais dan arteri pulmonalis. Sirkulasi
bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri bronchial berasal dari aortatorakalis dan
berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronkialis yang besar mengalirkan
darahnya ke dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara pada vena cava superior dan
mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan
darah vena pulmonalis. Karena sirkulasi bronchial tidak berperan pada pertukaran gas, darah
yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2 sampai 3% curah jantung. Arteri
pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuaran keparuparu di mana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler paruparu yang halus mengitari dan menutupi alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan
untuk proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian
dikembalikan melalui vena pulmonaliske ventrikel kiri, yang selanjutnya membagikan
kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik (Price, 2006).
C. FISIKA DAN BIOKIMIA
Biofisika merupakan studi interdisipliner yang mempelajari fenomena fenomena
dan masalah masalah biologis dengan metode, prinsip, teknik, dan pendekatan fisika.
Yang dipelajari dalam cabang ilmu biofisika adalah semua level organisasi biologis, dari
tingkat molekuler sampai tingkat ekosistem. Biofisika mempunyai hubungan yang saling
melengkapi dengan biokimia, nanoteknologi, bioengineering, agrofisik, dan biosistem.
Biofisika sendiri dikenal sebagai jembatan penghubung antara biologi dan fisika (White
1974).
Dalam ilmu dasar fisika, telah dipelajari tentang fluida. Baik itu fluida statis
maupun dinamis. Fluida (zat alir) adalah zat yang dapat mengalir misalnya zat cair dan
gas. Fluida memiliki sifat tidak menolak perubahan bentuk dan kemampuan mengalir.
sifat ini dikarenakan tidak dapat mengadakan tegangan geser dalam ekuilibrium statis.
Konsekuensi dari sifat ini adalah Hukum Pascal yang menekankan pentingnya tegangan
dalam mengarakteristisasi bentuk fluid. Sehingga fluida adalah zat yang mampu
terdeformasi secara berkesinambungan dengan mudah walaupun hanya diberi tegangan
geser sedikit (Cameron 1999).
Fluida statis yaitu materi yang mempelajari tentang fluida yang tetap berdiam di
tempatnya dan tak ada yang bergerak atau berpindah. Sedangkan fluida dinamis adalah
materi yang mempelajari fluida yang sedang bergerak.
Di dalam tubuh terdapat fluida yang tetap maupun yang bergerak. Fluida ini
biasanya mengisi bagian atau rongga tertentu dalam tubuh. Kebanyakan sebagai zat
pengisi dalam sel (sitoplasma), tetapi ada juga yang mengisi rongga alveoli pada paru
paru. Cairan yang mengisi alveolus tentu saja mempunyai tegangan permukaan tertentu
seperti fluida lain (Gabriel 1988).
Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus dikerjakan sejajar
permukaan untuk mengimbangi gaya tarikan ke dalam pada cairan (White 1974).
Alveoli secara fisik mirip dengan jutaan gelembung yang terhubung satu sama
lain. Alveoli memiliki kecenderungan mengecil karena tegangan permukaan dari lapisan
cairannya yang unik. Lapisan ini, suatu jenis surfaktan, sangat penting untuk fungsi paru.
Tidak adanya surfaktan pada beberapa neonatus, terutama bayi premature, menyebabkan
sindrom distress pernapasan (RDS) idiopatik atau penyakit membran hialin (Cameron
1999).
Untuk memahami fisika alveolus, kita perlu memahami fisika gelembung.
Tekanan di dalam gelembung berbanding terbalik dengan jari jari dan berbanding lurus
P 4 R
dengan tegangan permukaan (gamma). Hubungan pastinya adalah
, suatu
bentuk dari hukum Laplace. Perhatikan gelembung sabun pada mulut sebuah tabung yang
dipisahkan oleh sebuah katup, seperti gambar.
(Poullis 1990)
Karena gelembung kecil mempunyai tekanan internal lebih besar (R lebih kecil),
gelembung tersebut akan menyalurkan udara ke dalam gelembung besar. Walaupun
alveolus tidak sama persis dengan gelembung sabun, alveolus yang lebih kecil cenderung
kolaps. Keadaan dimana banyak dari alveolus yang kolaps disebut atelektasis. Penyebab
mengapa tidak banyak alveolus yang kolaps adalah adanya tegangan permukaan (surface
tension) yang khas dari surfaktan (Gabriel 1988).
Tegangan permukaan suatu cairan dapat diketahui dengan mengukur berapa
besar gaya yang diperlukan untuk menarik sebuah lingkaran kawat dari permukaan cairan
yang bersih. Tegangan permukaan pertemuan permukaan air-udara 72 x 10-5 N/m. untuk
pertemuan plasma-udara sekitar 40 sampai 50 x 10-5 N/m, sedangkan tegangan
permukaan larutan detergen-udara berkisar dari 25 sampai 45 x 10-5 N/m. ukuran
kualitatif suatu tegangan permukaan diukur dari berapa lama gelembung kecil dari suatu
cairan dapat bertahan. Semakin rendah tegangan permukaan, semakin lama gelembung
bertahan. Pengamatan menunjukkan bahwa gelembung yang dikeluarkan dari paru
bersifat sangat stabil, bisa bertahan berjam jam. Dapat disimpulkan bahwa gelembung
tersebut memiliki tegangan permukaan yang sangat rendah sehingga tekanan di dalam
gelembung juga rendah (White 1974).
Tegangan permukaan surfaktan yang melapisi alveolus orang sehat berperan
sangat penting dalam fungsi paru. Tegangan permukaan surfaktan tidaklah konstan.
(Poullis 1990)
Menunjukkan tegangan permukaan sebuah film/lapisan ekstrak paru normal yang
mengandung surfaktan. Perhatikan penurunan besar seiring berkurangnya luas
permukaan. Karakteristik ini menyebabkan tegangan permukaan alveolus mengecil
seiring dengan mengecilnya alveolus saat ekspirasi. Untuk masing masing alveolus
terdapat suatu ukuran saat tegangan permukaannya turun cukup cepat sehingga tekanan
mulai menurun bukan terus meningkat, dan hal ini menyebabkan alveolus menjadi stabil
sekitar seperempat dari ukuran maksimumnya. Alveolus yang tidak dilapisi surfaktan,
seperti pada bayi RDS, kolaps seperti gelembung kecil, dan diperlukan tekanan yang
cukup besar untuk membukanya kembali. Bayi dengan RDS mungkin tidak mempunyai
energi untuk bernapas dengan paru yang keregangannya rendah. Salah satu terapinya
adalah bernapas dengan tekanan positif untuk membantu membuka alveolus.
Kurva P-V untuk potongan paru manusia
(Poullis 1990)
Apabila paru kolaps total, diperlukan tekanan cukup besar untuk mulai
mengembangkannya, serupa dengan upaya ekstra untuk mulai meniup balon karet. Dari
titik ini, paru mengembang dengan agak mudah sampai mendekati ukuran maksimumnya.
Kurva tekanan saat deflasi berbeda dengan saat inflasi. Saat tekanan turun menjadi nol,
paru tetap menahan sebagian udara. Diperlukan tekanan yang lebih kecil untuk
mengembangkan paru lagi, walaupun reinflasi tidak akan mengikuti kurva deflasi. Proses
siklis dengan kurva kurva yang berlainan diikuti oleh dua belahan dari siklus dikatakan
memperlihatkan histerisis. Daerah di bawah lengkung sebanding dengan energi yang
hilang sebagai panas selama siklus.
Kolapsnya paru paru atau alveolus disebut atelektasis. Alveolus yang kolaps
tidak mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta dalam pertukaran gas. Hal ini
akan mengurangi luas permukaan yang diperlukan untuk melakukan difusi (Gabriel
1988).
(Anonim 2009)
Kolapsnya alveolus yang belum terbuka disebut atelektasis primer. Sedangkan
alveolus yang sebelumnya terbuka lalu kolaps disebut atelektasis sekunder.
D. Patofisiologi
Pada atelektasis absorpsi, obstruksi saluran napas menghambat masuknya udara
ke dalam alveolus yang terletak distal terhadap sumbatan.Udara yang sudah terdapat
dalam alveolus tersebut diabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah dan
alveolus kolaps. Atelektasis absorpsi dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus intrinsik
atau ekstrinsik.Obstruksi bronkus intrinsik paling sering disebabkan oleh secret atau
eksudat yang tertahan.Tekanan ekstrinsik pada bronkus biasanya disebabkan oleh
pembesaran kelenjar getah benih.
Mekanisme pertahanan fisiologik yang bekerja mempertahankan sterilitas saluran
nafas bagian bawah bertindak mencegah atelektasis dengan menghalangi terjadinya
obstruksi. Mekanisme-mekanisme yang beperan yaitu silia yang dibantu oleh batuk untuk
memindahkan sekret yang berbahaya ke dalam faring posterior. Mekanisme lain yang
bertujuan mencegah atelektasis adalah ventilasi kolateral. Hanya inspirasi dalam saja
yang efektif untuk membuka pori-pori Kohn dan menimbulkan ventilasi kolateral ke
dalam alveolus disebelahnya yang mengalami penyumbatan (dalam keadaan normal
absorpsi gas ke dalam darah lebih mudah karena tekanan parsial total gas-gas darah
sedikit lebih rendah daripada tekanan atmosfer akibat lebih banyaknya O2 yang
diabsorpsi ke dalam jaringan daripada CO2 yang diekskresikan).
1. Atelektasis Obstruktif
Berhubungan dengan obstruksi bronkus, kapiler darah akan mengabsorbsi
udara di sekitar alveolus, dan menyebabkan retraksi paru dan akan terjadi kolaps
dalam beberapa jam. Pada stadium awal, darah melakukan perfusi paru tanpa
udara, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi sehingga
arterial mengalami hipoksemia. Jaringan hipoksia hasil dari transudasi cairan ke
dalam alveoli menyebabkan edema paru, yang mencegah atelektasis komplit.
Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku dan
mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis
dan bronkiektasis.5,6
2. Atelektasis Non-Obstruktif
Penyebab utama yaitu oleh karena tidak adanya hubungan antara pleura
viseralis dan pleura parietalis. Efusi pleura maupun pneumothorax menyebabkan
atelektasis pasif. Efusi pleura yang mengenai lobus bawah lebih sering dibanding
dengan pneumothorax yang sering menyebabkan kolaps pada lobus atas.
Atelektasis adhesive lebih sering dihubungkan dengan kurangnya surfaktan.
Surfaktan mengandung phispolipid dipalmitoy phosphatidyicholine, yang
mencegah kolaps paru dengan mengurangi tegangan permukaan alveoli.
Berkurang atau tidaknya produksi surfaktan biasanya terjadi pada ARDS,
pneumonitis radiasi, ataupun akibat trauma paru sehingga alveoli tidak stabil dan
kolaps. Kerusakan parenkim paru pun dapat menyebabkan atelektasis sikatrik
yang membuat tarikan tarikan yang bila terlalu banyak membuat paru kolaps,
sedangkan replacement atelektasis dapat disebabkan oleh tumor
sepertibronchialveolar carcinoma.5,6
3. Platlike atelektasis (Focal atelectasis)
Disebut juga discoid atau subsegmental atelektasis, tipe ini sering
ditemukan pada penderita obstruksi bronkus dan didapatkan pada keadaan
hipoventilasi, emboli paru, infeksi saluran pernafasan bagian bawah dengan
horizontal atau platlike. Atelektasis minimal dapat terjadi karena ventilasi
regional yang tidak adekuat dan abnormalitas formasi surfaktan akibat hipoksia,
iskemia, hiperoxia, dan ekspos berbagai toksin.5,6
4. Postoperative atelektasis
Atelektasis merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien yang
melakukan anastesi ataupun bedah dapat mengakibatkan atelektasis karena
saluran nafas
berbaring pada sisi paru-paru yang sehat, sehingga paru-paru yang terkena bisa
kembali mengembang
latihan bernafas dalam
memposisikan tubuh dengan kepala lebih rendah dari dada, sehingga lendir bisa
keluar dari paru-paru dengan lebih baik
Setelah sumbatan hilang, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis
akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan kerusakan. Namun, jika
atelektasis telah menetap selama beberapa bulan, maka paru-paru mungkin sulit untuk
mengembang kembali.
Alat bantu nafas bisa diberikan untuk kasus tertentu. Selain itu, jika infeksinya
bersifat menetap atau berulang, sehingga menyulitkan atau menyebabkan perdarahan,
maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu diangkat.
Berbagai obat yang bisa digunakan pada gangguan paru tertentu, sesuai dengan
kondisi masing-masing penderita :
Bronkodilator. Obat ini sebaiknya tidak digunakan oleh orang dengan kondisi berikut
: mempunyai penyakit jantung, diabetes, hipertiroid, kanker prostat, kecuali atas
petunjuk & pengawasan dari dokter.
dan Theophyllin.
Obat untuk membantu mengencerkan lendir di dalam saluran nafas seperti misalnya
Bromhexine
Antibiotik, bisa diberikan jika terdapat infeksi bakteri, tergantung dari jenis infeksi
yang dialami.
F. TERAPI DIET
14 makanan yang secara alami dapat membersihkan paru-paru. Dengan menjaga
paru-paru tetap bersih, fungsi paru-paru yang kamu miliki akan tetap sehat dan dapat
bekerja secara maksimal.
a. Buah dan Sayur yang Mengandung Karotinoid
Beberapa buah dan sayur yang memiliki kandungan karonoid adalah wortel, ubi jalar,
sayuran hijau gelap dan tomat. Karena khasiatnya, bahkan karotinoid digunakan
untuk dijadikan antioksidan untuk mengurangi risiko kanker paru-paru.
b. Makanan dengan Asam Lemak Omega-3
Makanan yang kaya akan asam lemak omega 3 secara bertahap mampu
menyembuhkan asma. Asam lemak omega 3 dapat ditemukan pada ikan salmon,
tuna, trout, kacang-kacangan dan juga biji rami.
c. Sayuran
Sayuran seperti kubis, brokoli dan kol memiliki kandungan yang sangat baik untuk
paru-paru. Jadi, selalu sertakan sayuran dalam setiap menu makananmu setiap hari.
d. Makanan yang Mengandung Folat
Dalam tubuh, folat yang berasal dari makanan seperti bayam, asparagus, buah jeruk,
kacang dan alpukat akan diubah menjadi asam folat. Makanan tersebut juga secara
bertahap melindungi paru-paru dari kanker.
e. Makanan Bervitamin C
Vitamin C adalah salah satu nutrisi yang sangat penting untuk kesehatan paru-paru.
Kamu dapat memperoleh vitamin C dari buah-buahan seperti jeruk. Buah kiwi,
stroberi, anggur, nanas dan mangga juga memiliki kandungan vitamin C yang tinggi.
f. Bawang Putih
Bawang putih memiliki zat yang disebut allicin yang mampu melawan infeksi dan
mengurangi peradangan pada paru-paru. Zat ini akan sangat baik bagi penderita asma
dan infeksi paru-paru.
g. Buah Berry
Flavonoid, karotenoid, lutein dan zeaxanthin yang terdapat dalam berry dapat
menghilangkan karsinogen dari paru-paru. Adapun jenis buah berry yang bisa kamu
coba yaitu blueberry, raspberry ataupun blackberry.
h. Apel
Apel merupakan salah satu makanan yang baik untuk paru-paru. Selain mudah
diperoleh, harganya pun lumayan terjangkau. Bahkan, telah tersedia berbagai jus apel
yang bisa dengan praktis langsung dinikmati.
i. Jahe
Menambahkan jahe ke dalam masakan, atau menjadikannya minuman hangat akan
memberikan efek yang baik untuk paru-paru.
j. Kunyit
Rempah yang mirip jahe ini juga mampu meringankan peradangan pada paru-paru.
Zat curcumin yang terdapat didalamnya menghilangkan zat penyebab kanker paruparu.
k. Delima
Buah delima berguna untuk meningkatkan suplai darah dan menghilangkan zat
beracun dari paru-paru.
l. Anggur
Anggur secara alami mampu membersihkan paru-paru dengan vitamin dan mineral
yang terkandung di dalamnya.
m. Makanan yang Mengandung Magnesium
Magnesium merupakan salah satu mineral terbaik untuk menyembuhkan asma.
Beberapa makanan yang mengandung magnesium diantaranya adalah kacangkacangan, alpukat, pisang, ikan dan buah-buahan kering.
n. Air Putih
Air adalah elemen terpenting yang membantu kerja paru-paru untuk meningkatkan
sirkulasi darah ke seluruh tubuh.
Pola makan : frekuensi, jumlah porsi yang habis, cara makan, makanan
Makroskpis
nasotrakeal
Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Rencana Keperawatan
NOC :
Respiratory Status : Gas exchange
Respiratory Status : ventilation
VitalSign Status
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
2. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
4. Tanda tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Barikan pelembab udara
Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
stokes, biot
Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Rencana Keperawatan
NOC :
Energy conservation
Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,
nadi dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
NIC :
Energy Management
Activity Therapy
Rencana Keperawatan
NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
NIC :
Pain Management
pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi : nafas dalam
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
Rencana Keperawatan
NOC :
Kowlwdge : disease process
Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya.
NIC :
Teaching : disease Process
yang spesifik
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
yang tepat
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
Hindari jaminan yang kosong
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion
Gelisah
Insomnia
Resah
Ketakutan
Sedih
Fokus pada diri
Kekhawatiran
Cemas
Rencana Keperawatan
NOC :
Anxiety control
Coping
Impulse control
Kriteria Hasil :
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol
cemas
3. Vital sign dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
NIC :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Rencana Keperawatan
NOC :
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil :
1. Klien terbebas dari bau badan
2. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
3. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
NIC :
Self Care assistane : ADLs
mampu melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
H. MANAJMEN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.A UMUR 66 TAHUN
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
ATELEKTASIS
Tinjauan kasus
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
a.) Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Status
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Tanggal masul RS
Tanggal pengkajian
Diagnose
Alamat
: Tn. A
: 66 Tahun
: Lakilaki
: Menikah
: SMA
: Buruh
: Islam
: 3 Oktober 2016
: 5 Oktober 2016
: Atelektasis
: Jl. Durian
2. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat kesehatan
1.) Riwayat kesehatan sekarang
a.) Keluhan utama saat MRS
Sejak tanggal 3 oktober 2016 klien mengeluh sesak nafas, dan sesak
dirasa semakin berat. esak nafas dirakan tiba-tiba setelah klien pulang
dari kerja dan sesak yang dirasa tidak berkurang dengan istirahat.
Keluhan sesak disertai dengan nyeri dada yang hilang timbul
b.) Keluhan utama saat dikaji
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 5 oktober 2016 pukul
09.00 klien mengeluh sesak nafas. Keluhan sesak ini dirasa bertambah
dirasa bila klien beraktifitas dan saat klien berbaring atau telentang,
keluhan akan berkurang juka klien posisi tidur setengah duduk dengan
diganjal oleh bantal. Keluhan sesak dirasakan seperti ada suatu benda
yang mengganjal pada bagian dada serta sesak dirasakn terus menerus
2.) Riwayat kesehatan dahulu
Pada tahun 2012 klien pernah masuk rumah sakit dengan keluhan
kecelakaan saat bekerja, dengan pekerjaan sebagai seorang buruh bangunan
klien mengalami kecelakaan pada tempat kerja, klien terbentur bagian dada
kemudian klien dirawat diRS. Setelah kejidian tersebut pada tahun yang
sama klien masuk RS dengan keluhan sesak nafas . sejak saat itu sesak
nafas sering dirasakan oleh klien .
3. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
Bentuk hidung simetris, tidak ada nyeri pada bagian hidung, tidak terdapat
secret pada bagian hidung, bentuk dada klien simetri, klien tampak
mengguanakan otot bantu nafas, auskultasi suara nafas melemah, klien
mengalami dispneu karena sesak dengan frekuensi RR : 30x/mnt
b. Sistem cardiovascular
Konjungtiva tampak pucat, akral dingin, tidak ada sianosis pada ujung
ekstremitas, CRT kembali dalam 3 detik, palpasi arteri radialis teraba
berdenyut kuat dengan frekuensi 102x/mnt, tekanan darah 100/60 mmHg
c. Sistem pencernaan
Mukosa bibir lembab, tidak ada iritasi pada bigian mulut, gigi tanggal 2, bising
usus 8-12x/mnt
d. Sistem perkemihan
Tidak ada nyeri saat berkemih atau gangguan berkemih serta tidak terjadi
ditensi kandung kemih
e. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
f. Sistem persyarafan
GCS
: E4, V5, M6
Orientasi : baik, mengenali orang, tempat dan waktu
Px nervus : tidak ada gangguan nervus I-XII
g. Sistem musculoskeletal
Kekuatan otot
, tidak ada nyeri sendi serta nyeri tulang
5
h. System integument
5
5
Turgor kulit baik, warna kulit saomatang
4. Pola aktivitas sehari-hari
NO
AKTIVITA
.
1.
S
Nutrisi
SEBELUM SAKIT
SAAT SAKIT
memiliki makanan
pantangan
2.
3.
4.
Cairan
Eliminasi
Istirahat,
mengkonsumsi kopi
Klien tidak mengalami
klien
tidur
5.
Personal
hygine
susunan bantal
Klien mandi 1x sehari, karena
klien harus membatasi
aktifitasnya
6.
Aktivitas &
latihan
bertani
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil
Nilai normal
pemeriksaa
satuan
n
Hematologi
Hemoglobin
10,3
13-18
gr/dl
Leukosit
9100
3,8-10 rb
/mm 3
Hematokrit
38
40-52
Trombosit
499.000
150.000-440.000
/mm 3
SGOT
33
17-15
u/L
SGPT
31
21-72
u/L
Natrium
136
135-145
mEq/L
Kalium
3,5
3,6-5,3
mEq/L
Kimia klinik
6. Therapy
IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxone 2x1 / IV
Dexametasone 3x1 / IV
Ranitidine 2x1/IV
7. Analisa data
N
O
1.
DATA
DS :
-
ETIOLOGI
terjebak udara pada paru
Klien mengeluh
MASALAH
Gangguan
pertukaran gas
sesak nafas
Klien mengatakan
sesak bertambah
berat jika
-
Ventilasi kolateral
sesak dirasakan
terum menerus
DO :
-
KU : Lemah
Frekuensi
30x/mnt
Auskultasi suara
menurun
Konjungtiva tampak
gg. pengembangan
paru
pernafasan : Ventilasi dan pervusi tidak seimbang
penembangan paru
pucat
2.
DS :
-
Klien mengeluh
Atelektasis
sesak
Ketidakefektifan
pola nafas
DO :
30x/mnt
Klien tampak posisi
3.
DS :
-
bantal
Pola nafas cepat
Klien mengeluh sulit
beraktifitas karena
sesak
Klien mngeluh sesak
dirasa akan tambah
Ketikefektifan pola
nafas
Atelektasis
Intoleransi
aktivitas
Dispneu
Asupan oksigen pada
jaringan menurun
berat jika
beraktivitas
Suplai O2 menurun
DO :
-
Klien tampak
membatasi aktifitas
Aktivitas klien
tampak dibantu
Klien tampak lebih
Intoleransi
aktivitas
banyak beristirahat
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguang pertukaran gas b/d ventilasi dan perfusi tidak seimbang
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi
9. RENCANA KEPERAWATAN
10.
11.
12. DIAGN
OSA
16. TUJUA
KRITE
RIA
N
19.
20. Ganggua
HASIL
27. Setelah
1. Mengetahui frekuensi RR
respirasi
2. Monitor suara nafas, catat
klien
2. Pada pasien gangguan
dilakuka
pertukara
n gas b/d
tindakan
ventilasi
keperaw
dan
atan,
perfusi
tidak
tidak
terjadi
seimban
ganggua
tambahan
21.
pertukar
30.
22.
an gas
DS :
-
dengan
Klien
mengeluh sesak
18. RASIONAL
N&
KEPER
AWATA
kriteria
hasil :
nafas
Klien
Tidak ada
mengatakan
keluhan sesak
Sesak
berkurang
Menunjukan
sesak
bertambah
peningkatan
berat jika
-
beraktifitas
Klien
dalam rentang
mengatakan
normal = 16
sesak juga
dirasakn jika
-
tidur terlentang
Klien
mngatakan
sesak dirasakan
terum menerus
23.
24. DO :
KU : Lemah
Frekuensi
pernafasan :
30x/mnt
Auskultasi
suara nafas
ventilasi
Respirasi
20x/mnt
Saat
beraktivitas
klien tidak
merasa sesak
melemah dan
-
dangkal
Ekspansi paru
menurun
Konjungtiva
tampak pucat
25.
26.
32.
33.
34.
35. DIAGN
OSA
KEPER
AWATA
N
42.
44.
43. Ketidake
39. TUJUAN
41. RASIONAL
&
KRITER
IA
HASIL
47. Setelah
fektifan
dilakukan
pola
tindakan
nafas b/d
keperawat
hiperven
an, pola
tilasi
nafas
kembali
DS :
-
efektif.
Klien
Dengan
mengeluh
criteria
sesak
hasil :
45. DO :
-
Akral terba
dingin
Frekuensi nafas
30x/mnt
Klien tampak
posisi tidur
Menunjukkan
4. Berikan O2
5. Monitor aliran O2
48.
6. Tingkatkan istirahat
49.
hambatan
6. Dengan istirahat sesak
akn berkurang
7. Pemberian obat untuk
mengurangi sesak
pernafasan
-
regular
Sesak berkurang
atau hilang
RR dalam batas
normal
setengah duduk
dengan
-
diganjal bantal
Pola nafas
cepat
46.
51.
52.
53. DIAGN
OSA
KEPER
AWATA
N
57. TUJU
AN &
KRIT
ERIA
HASIL
59. RASIONAL
60.
61. Intoleran
64. Setelah
si
dilakuk
aktifitas
an
b/d
tindaka
ketidakse
imabanga
kepera
n antara
watan,
suplai O2
tidak
dan
ada
kebutuha
intolera
n O2
62.
dalam
DS :
-
beraktif
Klien mengeluh
itas,
sulit beraktifitas
-
dengan
karena sesak
Klien mngeluh
criteria
hasil :
sesak dirasa
akan tambah
keluhan sesak
berat jika
setelah
beraktivitas
63. DO :
-
KU Lemah
Tidak ada
beraktifitas
Aktivitas
dapat
Klien tampak
dilakukan
membatasi
-
aktifitas
Aktivitas klien
tampak dibantu
Klien tampak
lebih banyak
beristirahat
sendiri
KU cukup
65.
73.
Hari/
72.
75.
76.
IMPLEMENTASI
EVALUASI
O
tangga 74.
77.
X
78.
9.30
beraktifitas
Klien masih mengatakan
80. 09.40
suara nafas
terlentang
Klien mngatakan sesak
dirasakan terum menerus
89. O : - KU : Lemah
melemah
Frekuensi pernafasan :
30x/mnt
Auskultasi suara nafas
9.43
83. Memonitor pola napas
klien d/h pola nafas
cepat [irregular] klien
sesak
90. A : Gangguan
9.43
teratasi
91. P : lanjutkan
intervensi
tampak menggunakan
otot tambahan saat
bernafas
85. 09.45
86. Menganjurkan klien
tidur dengan setengah
92.
93.
95.
96. 09.45
108.
2.
untuk memaksimalkan
109.
melakukan instruksi
9.46
98. Mengauskultasi suara
diganjal bantal
Pola nafas cepat
110. A : pola nafas tidak
9.50
111. P : lanjutkan
intervensi
112.
105.
Meningkatkan istirahat d/h
klien tampak sedang
beristirahat
106.
11.00
107.
Kolaborasi pemberian obat d/h klien
diberi dexametsone u/ mengurangi
sesak
113.
114.
115.
128.
10.05
116.
beraktifitas karena
sesak
beraktivitas
129.
menjangkau benda
O :- KU Lemah
disamping klien
aktifitas
Aktivitas klien tampak
dibantu
Klien tampak lebih banyak
117.
10.05
118.
Mendorong klien untuk
beristirahat
mengungkapkan
130.
perasaan terhadap
teratasi
131.
mau mengatakan
keluhan dan perasaan
klien
119.
10.08
120.
Mengkaji adanya factor
P : Lanjutkan intervensi
yang menyebabkan
kelelahan d/h klien
sesak jika beraktifitas
121.
10.08
122.
Memonitor respon respirasi
terhadap aktivitas d/h
RR meningkat
123.
10.10
124.
Memonitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien d/h klien tidak
bisa tidur dengan
nyaman karena harus
dengan posisi setengan
duduk
125.
126.
10.10
127.
Menganjurkan keluarga
untuk membantu
aktifitas klien d/h
keluarga tampak
membantu klien
132.
I. PENCEGAHAN
133.
1. Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan
berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan.
2. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan
dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu
mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus
menerus ke paru-paru sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran
pernafasan tidak dapat menciut
3. Tingkatkan ekspensi dada yang repat selama bernapas untuk penyebaran udara dalam
paru-paru secara menyeluruh.
134.
135.
136.
1. Dorong klien untuk napas dalam dan bentuk efektif untuk mencegah penumpulan sekresi
dan untuk mengeluarkan eksidat.
2. Ubah posisiklien dengan sering dan teratur, terutama dari posisi telentang ke posisi tegak,
untuk meningkatkan ventilasi dan mencegak akumulasi sekresi.
3. Berikan medikasi atau sedatif secara biajaksana untuk mencegah depresi pernapasan.
4. Lakukan pengisapan untuk mengeluarkan sekresi trakheobron khiolar.
5. Lakukan drainase postural dan perkusi dada.
6. Dorong aktivitas atau ambulasi dini.
7. Ajarkan teknik sporometri insensif yang tepat.
137.
1. Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk
teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.
138.
139.
BAB IV
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
A. Pembahasan
148.
149.
150.
Pengkajian pada Tn. N dilakukan pada tanggal 5 April 2014 pukul 08.25
WIB, dengan melakukan wawancara kepada perawat ruangan, pasien dan
keluarganya; observasi dilakukan dengan mengamati kondisi pasien selama
dirawat di rumah sakit; dan melihat catatan rekam medis pasien. Hasil dari
pengkajian sebagai berikut:
151.
152.
153.
rokhi dan wheezing, hiperaktivitas bronkus, sputum dahak kental, dan terpasang O2
nasal kanul 3 L/menit. Pasien
154.
156.
bronkus, dan terpasang O2 nasal kanul 3 L/menit. Data minor meliputi mual dan
penurunan nafsu makan, mukosa mulut agak kering, konjuktiva anemia (Hb 10,6 g
%mg/dl; leukosit 17.600; LED 100, hematokrit 31,1), BB 49 kg TB 165 cm, IMT
2
18,4 kg/m
157.
158.
159.
160.
161.
162.
163.
164.
165.
166.
dinaikkan dengan sudut 30 -45 . Posisi ini digunakan untuk pasien yang
mengalami masalahan pernafasan dan pasien dengan gangguan jantung.
167.
168.
169.
170.
171.
172.
173.
174.
Untuk mencapai tujuan ini maka Tn. N diajari posisi semi flower,
latihan nafas dalam dan teknik batuk efektif, dan menganjurkan banyak
minum air putih. Posisi semi flower adalah sikap dalam posisi duduk 1560 derajat. Prosedur dari posisi ini adalah mengangkat kepala dari tempat
tidur ke permukaan yang tepat (45-90 derajat) dengan meletakkan bantal
di bawah pasien sesuai keinginan pasien dan menaikkan lutut dari tempat
tidur yang rendah untuk menghindari adanya tekanan di bawah jarak
poplital (di bawah lutut). Dengan teknik ini pasien akan mendapatkan
perasaan lega (nyaman) saat mengalami sesak nafas (Muttaqim, 2012).
175.
176.
177.
178.
179.
180.
181.
keluarkan dengan bunyi ha, ha, ha atau huff, huff, huff; (e)
kontrol nafas kemudian ambil nafas pelan dua kali; (f) ulangi teknik batuk
di atas sampai mukus sampai belakang tenggorokan; dan (g) setelah itu
batukan dan keluarkan mukus (Muttaqim, 2012).
182.
183.
184.
185.
186.
187.
188.
189.
190.
191.
192.
B. Simpulan
193.
194.
195.
rendah (25 kg/m ), mual, muntah, dan anemia (Hb 10,6 g%mg/dl; leukosit 17.600;
LED 100, hematokrit 31,1).
196.
197.
198.
199.
200.
201.
202.
K.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/162/jtptunimus-gdl-feraniaita-
8079-3-babiv.pdf