Você está na página 1de 32

REFERAT

ANGKA KEMATIAN IBU DI INDONESIA

Disusun oleh:
I Made Dhama Kanaka A 1115048
Anatasia Melinda

1115104

Meili Wati

1115193

Safira Widhita Putrie

1115214

Pembimbing:

dr. Rimonta F. Gunanegara, SpOG

BAGIAN OBSTETRI-GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG
2015
DAFTAR ISI
JUDUL................................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II ANGKA KEMATIAN IBU
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.

Definisi...................................................................................................3
Angka Kematian Ibu di Asean...............................................................3
Angka Kematian Ibu di Indonesia.........................................................4
Faktor Penyebab Kematian Ibu..............................................................5
2.4.1. Penyebab langsung...............................................................................5
2.4.2. Penyebab tidak langsung ...............................................................6
2.5. Upaya Penurunan Kematian Ibu............................................................7
2.6. Pathway terjadinya kematian ibu...........................................................14
2.7. Capaian Program....................................................................................15
2.8. Rencana Aksi Nasional..........................................................................18
2.8.1. Tujuan....................................................................................................18
2.8.2. Tantangan, strategi dan Program Utama............................................18
2.9. Indikator Keberhasilan................................................................................24
2.9.1. Pencapaian program percepatan penurunan angka kematian ibu. .24

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................26


DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................27

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Angka Kematian Ibu di Negara Asean

Tabel 2. Data Kualitas APN

17

Tabel 3. Data Kualitas ANC

17

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 1991-2012

Gambar 2. Penyebab Kematian Ibu Tahun 2012-2013

Gambar 3. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Indonesia


Tahun 2004-2013

Gambar 4. Proporsi Kelahiran Berdasarkan Tempat Bersalin di Indonesia

Gambar 5. Contraceptive Prevalence Rate (CPR) Semua Cara, Cara Modern


dan Total Fertility Rate (TFR) pada Perempuan Menikah Usia 15-49
Tahun, Tahun 1991-2012.
Gambar 6. Kerangka Konsep Pathway Terjadinya Kematian Ibu

10
14

Gambar 7. Proporsi Ibu yang mendapat penjelasan tanda bahaya kehamilan 2010

18

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


lbu adalah sosok perempuan yang paling berjasa dalam kehidupan seorang anak
termasuk kita. Kasih ibu sepanjang masa, begitulah peribahasa yang kita kenal
untuk menggambarkan betapa besarnya kasih sayang ibu untuk anaknya, tak ada
perumpamaan seindah apa pun mungkin yang sebanding dengan realita kasih sayang
yang ibu berikan dengan tulus kepada kita. lbu adalah anggota

keluarga yang

berperan penting dalam mengatur semua terkait urusan rumah tangga, pendidikan
anak dan kesehatan seluruh keluarga.
Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, ibu dan anak merupakan anggota
keluarga yang perlu mendapatkan

prioritas. Kematian ibu tentu akan membawa

dampat yang sangat besar terhadap keluarga yang ditinggalkan terutama anaknya.
Oleh karena ltu, upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak mendapat perhatian
khusus. Penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu penting
untuk dilakukan pemantauan.
Angka Kematian lbu (AKI) merupakan salah satu indikator yang peka dalam
menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Masalah kematian ibu
sendiri merupakan masalah internasional. Setiap negara seharusnya memiliki tanggung
jawab untuk menanggulangi dan mencegah bertambahnya kematian ibu di masa
kehamilan dan persalinannya. Tentunya kesadaran dan kepedulian masyarakat
terhadap masalah ini sangatlah penting.
Kondisi Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia kenyataannya masih tinggi
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Berdasarkan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu
di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran

hidup. Angka ini

sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI tahun 1991, yaitu sebesar 390 per

100.000 kelahiran hidup dan SDKI tahun 2007, yaitu sebesar 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Walaupun demikian, penurunan yang ada tidaklah signifikan dan sesuai dengan
target yang ada. Target global MDGs (Millenium Development Goals) ke-5 adalah
menurunkan Angka Kematian lbu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2015.
Oleh karena itu, agar dapat mencapai target MDGs ke-5 yaitu menurunkan AKI
diperlukan upaya yang serius dan sungguh-sungguh dari semua kalangan baik
pemerintah, tenaga medis dan masyarakat. Diharapkan semua pihak mampu dan dapat
memahami berbagai penyebab kematian ibu dan upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah kematian ibu.

BAB II
ANGKA KEMATIAN IBU
2.1. Definisi
Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau
dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, semua sebab yang terkait
dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan
oleh kecelakaan/cedera.
2.2. Angka Kematian Ibu di Asean
Angka kematian ibu masih menjadi masalah di beberapa Negara, terlihat dari masih
tingginya angka kematian ibu. Di Negara angota ASEAN pada tahun 2014 paling tinggi
angka kematian ibu ada di Negara Laos yaitu 220/100.000 kelahiran hidup, disusul oleh
Myanmar 200/100.000 kelahiran hidup, Indonesia 190/100.000 kelahiran hidup,
Kamboja 170/100.000 kelahiran hidup, Filipina 120/100.000 kelahiran hidup, dan yang
paling rendah yaitu Singapura 6/100.000 penduduk. Indonesia berada diurutan ke-3
tertinggi.

Negara

1990

1995

2000

2005

2013

Brunei
Filipina
Indonesia
Kamboja
Laos
Malaysia
Myanmar
Singapura
Thailand
Vietnam

26
110
430
1200
1100
56
580
8
42
140

25
130
360
860
830
45
470
8
37
110

24
120
310
540
600
40
360
19
40
82

25
130
250
320
410
36
260
10
34
60

27
120
190
170
220
29
200
6
26
49

Tabel 1. Angka Kematian Ibu di Negara Asean tahun 2013


Sumber : Maternal Mortality 1990-2013, Estimates by WHO, UNICEF, UNFPA, The World
Bank and the United Nation Population Division

2.3. Angka Kematian Ibu di Indonesia


Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka
kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka
ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI tahun 1991, yaitu sebesar 390 per
100.000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun meskipun tidak terlalu signifikan.
Target global MDGs (Millenium Development Goals) ke-5 adalah menurunkan Angka
Kematian lbu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Mengacu dari kondisi saat ini, potensi untuk mencapai target MDGs ke-5 untuk
menurunkan AKI adalah offtrack, artinya diperlukan kerja kerasdan sungguh-sungguh
untuk mencapainya.
Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk menjamin bahwa setiap
ibu memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, mulai dari saat
hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan
pascapersalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi
komplikasi, serta akses terhadap keluarga berencana. Di samping itu, pentingnya
melakukan intervensi lebih ke hulu yakni kepada kelompok remaja dan dewasa muda
dalam upaya percepatan penurunan AKI.

Gambar 1. Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1991-2012


Sumber: SOK/ 1991-2012

2.4. Faktor Penyebab Kematian Ibu


Pada dasarnya kematian ibu dapat disebabkan oleh 2 faktor, yakni penyebab
langsung dan penyebab tidak langsung:
2.4.1. Penyebab langsung
Penyebab kematian ibu secara langsung sangat berkaitan dengan medis,
berhubungan dengan komplikasi obstetrik selama masa kehamilan, persalinan dan masa
nifas (post partum). Berbagai hasil penelitian diketemukan bahwa penyebab kematian
ibu terbanyak akibat dari pendarahan. Beberapa penyebab kematian ibu adalah
Pendarahan, eklamsia, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi.

Gambar 2. Penyebab Kematian Ibu Tahun 2012-2013


Sumber: Direktorat Kesehatan lbu, 2010-2013
Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa penyebab terbesar kematian ibu selama tahun
2010-2013 masih tetap sama yaitu perdarahan. Sedangkan partus lama merupakan
penyumbang kematian ibu terendah. Sementara itu penyebab lain-lain juga berperan
cukup besar dalam menyebabkan kematian ibu. Yang dimaksud dengan penyebab lainlain adalah penyebab kematian ibu secara tidak langsung, seperti kondisi penyakit
kanker, ginjal, jantung, tuberkulosis atau penyakit lain yang diderita ibu. Tingginya
kematian ibu akibat penyebab lain-lain menuntut peran besar rumah sakit dalam
menangani penyebab tersebut.

2.4.2. Penyebab tidak langsung


Faktor penyebab tidak langsung kematian ibu diakibatkan oleh penyakit yang
diderita oleh si ibu, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan tidak ada
kaitannya dengan penyebab langsung obstetrik, tapi penyakit tersebut diperberat oleh
efek fisiologik kehamilan.
Beberapa penyebab kematian ibu tidak langsung adalah:

1. Status perempuan dalam keluarga.


Perempuan pada status orang ke dua (konco wingking) biasanya tidak akan
sanggup mengeluarkan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan timbulnya rasa
sakit/kelainan yang ada di dalam diri sehubungan dengan kehamilannya, yang
akan menyebabkan terhadap keterlambatan dalam penangan medis.
2. Keberadaan anak.
Keberadaan anak yang satu dengan yang lain terlalu dekat akan menimbulkan
perawatan/perhatian anak tidak maksimal, yang hal ini akan mengurangi
perhatian terhadap diri seorang ibu dengan kehamilannya.
3. Sosial budaya.
Sosial budaya yang memarginalkan perempuan akan mempersulit perempuan
(ibu) dalam mengambil inisiatif untuk melakukan tindakan, yang akan berakibat
pada keterlambatan penangan medis.
4. Pendidikan.
Pendidikan yang rendah berdampak terhadap pengetahuan yang rendah terhadap
hal ikhwal kehamilan dan persalinan.
5. Sosial ekonomi.
Penghasilan yang rendah tentu akan berakibat pada banyak hal, seperti
pemenuhan gizi ibu hamil, perawatan ibu hamil dan persalinan dll.
6. Geografis daerah.
Letak klinik yang jauh dan sulit terjangkau akan berakibat terhadap keterlambat
pertolongan pelayanan kesehatan ibu hamil/bersalin.

2.5. Upaya Penurunan Kematian Ibu


Sejak otonomi daerah, dukungan pemerintah daerah pada program KB memang jauh
menurun. Oleh sebab itu wajar saja, lanjut Agung, jika angka kematian ibu melonjak.
Pemakaian metode KB (Keluarga Berencana) jangka panjang hanya sebesar 10,6

persen. (Menko Kesra: Agung Laksono. http://nasional.sindonews.com di akses tgl 9


nov. 2013)
Upaya ditempuh melalui MPS (Making Pregnancy Safer). Ada tiga pesan kunci dalam
MPS yang perlu diperhatikan:
1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih
2. Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat
(memadai).
3. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang
tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Untuk menekan angka kematian ibu yang disebabkan secara langsung (medis),
pemerintah berupaya untuk mendekatkan pelayanan ibu yang berkualitas kepada
masyarakat. Adapun upaya yang telah dan sedang ditempuh adalah:
1

Penerapan kebijakan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan antara lain


berupa penyediaan fasilitas pertolongan persalinan pada polindes, poliklinik
kesehatan desa, puskesmas pembantu serta meningkatkan kemitraan bidan dan
dukun bayi.

Gambar 3. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Indonesia tahun


2004-2013.

Pada Gambar 3 terlihat bahwa capaian indikator ini dalam 10 tahun terakhir
menunjukkan kecenderungan peningkatan, yaitu dari 74,27% pada tahun 2004 menjadi

90,88% pada tahun 2013. Angka ini sudah mencapai target MDGs pada tahun 2015
sebesar 90%. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang cukup tinggi pada tahun
2013 yaitu sebesar 90,88%, namun belum tentu semua persalinan tersebut bertempat di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Gambar 4 . Proporsi Kelahiran Berdasarkan Tempat Bersalin di Indonesia
Sumber: Riskesdas2013,Badan Litbangkes

Pelatihan bagi petugas kesehatan dalam rangka meningkatkan ketrampilan dan


kualitas pelayanan kesehatan bekerjasama dengan LSM antara lain Organisasi

Profesi IBI, PKBI, IDI P2KS, dan P2KP.


Penyediaan pelayanan kegawat daruratan obstetrik yang berkualitas, sesuai
standart dan kompetensinya, antara lain di Polikilinik Kesehatan Desa oleh
Bidan, Puskesmas Pembantu, Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergency Dasar) dan rumah sakit PONEK (Pelayanan Obstertrik Neonatal

Emergency Kualitas) 24 jam.


Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan melalui pelayanan
keluarga berencana (KB) dan penanganan komplikasi keguguran serta
memberikan pelayanan aborsi yang aman sesuai peraturan yang berlaku.
(Untung Praptohardjo dkk)

Gambar 5. Contraceptive Prevalence Rate (CPR) Semua Cara, Cara Modern


dan Total Fertility Rate (TFR) pada Perempuan Menikah Usia 15-49 Tahun, Tahun
1991-2012.

Salah satu cara untuk mencegah kehamilan adalah ber-KB. Sekitar 38% wanita usia
subur tidak menggunakan KB (pada tahun 2013) sehingga lebih berpeluang hamil dan
meninggal ketika melahirkan. Pada Gambar 5 dapat dilihat kondisi TFR dari tahun
1991-2012, dalam kurun waktu tersebut penurunan angkanya sangatlah lambat, hanya
sebesar 0,4. Dengan meningkatnya cakupan Contraceptive

Prevalence Rate (CPR)

dan menurunkannya angka Total Fertility Rate (TFR) maka dapat memperkecil Angka
Kematian lbu (AKI).
Dari sisi Ibu, maka upaya menghindari kematian ibu adalah dengan komitmen yang
tinggi untuk dapat menghindari 4 terlalu, yakni:
1

Terlalu Muda melahirkan, yakni menghindari hamil/melahirkan dibawah usia


20 th.

Terlalu Tua usia melahirkan, yakni menghindari hamil/melahirkan di atas usia


35 th.

Terlalu Dekat

jarak kelahiran, yakni menghindari jarak kelahiran anak yang

satu dengan yang lain di bawah 3 th.

Terlalu Banyak melahirkan, yakni menghindari melahirkan lebih dari 3 anak.

Dan juga para ibu beserta keluarga dapat mengantisipasi jangan sampai terjadi 3
terlambat, yaitu :
1. Terlambat mengambil keputusan, dapat disebabkan hal berikut ini :

Ibu terlambat mencari pertolongan tenaga kesehatan walaupun akses


terhadap tenaga kesehatan tersedia 24/7 (24 jam dalam sehari dan 7 hari
dalam seminggu) oleh karena masalah tradisi/kepercayaan dalam
pengambilan keputusan di keluarga, dan ketidak mampuan menyediakan
biaya non-medis dan biaya medis lainnya (obat jenis tertentu,
pemeriksaan golongan darah, transport untuk mencari darah/obat, dll).

Keluarga terlambat merujuk karena tidak mengerti tanda bahaya yang


mengancam jiwa ibu.

Tenaga

kesehatan

terlambat

melakukan

pencegahan

dan/atau

mengidentifikasi komplikasi secara dini - yang disebabkan oleh karena


kompetensi tenaga kesehatan tidak optimal, antara lain kemampuan
dalam melakukan APN (Asuhan Persalinan Normal) sesuai standar dan
penanganan pertama keadaan GDON (Gawat Darurat Obstetri dan
Neonatal).

Tenaga kesehatan tidak mampu mengadvokasi pasien dan keluarganya


mengenai pentingnya merujuk tepat waktu untuk menyelamatkan jiwa
ibu.

2. Terlambat mengantar ke tempat persalinan, yang dapat disebabkan oleh hal


berikut :

Masalah geografis

Ketersediaan alat transportasi

Stabilisasi pasien komplikasi (misalnya pre-syok) tidak terjadi/tidak


efektif - karena keterampilan tenaga kesehatan yg kurang optimal
dan/atau obat/alat kurang lengkap

Monitoring pasien selama rujukan tidak dilakukan atau dilakukan tetapi


tidak ditindak lanjuti.

3. Terlambat mendapat penanganan persalinan, dapat disebabkan oleh :

Sistem administratif pelayanan kasus gawat darurat di RS tidak efektif.

Tenaga kesehatan yang dibutuhkan (SPOG, Anestesi, Anak, dll) tidak


tersedia.

Tenaga Kesehatan kurang terampil walaupun akses terhadap tenaga


tersedia.

Sarana dan prasarana tidak lengkap/tidak tersedia, termasuk ruang


perawatan, ruang tindakan, peralatan dan obat.

Darah tidak segera tersedia.

Pasien tiba di RS dengan kondisi medis yang sulit diselamatkan.

Kurang jelasnya Pengaturan penerimaan kasus darurat agar tidak terjadi


penolakan pasien atau agar pasien dialihkan ke RS lain secara efektif.

Kurangnya informasi di masyarakat tentang kemampuan sarana


pelayanan kesehatan yang dirujuk dalam penanganan kegawat daruratan

maternal dan bayi baru lahir, sehingga pelayanan adekuat tidak


diperoleh.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menekan angka
kematian ibu (AKI) perlu adanya upaya yang serius dari berbagai kalangan, baik dari
pemerintah, tenaga medis dan masyarakat. Semua pihak agar dapat memahami berbagai
penyebab kematian ibu. Berpedoman kepada 4 terlalu dan 3 terlambat akan sangat
berarti dalam menghindari kematian ibu dalam melahirkan.

2.6. Pathway terjadinya kematian ibu

Keluarga Berencana

Gambar 6. Kerangka Konsep Pathway Terjadinya Kematian Ibu


Diperkirakan 15% kehamilan dan persalinan akan mengalami komplikasi.
Sebagian komplikasi ini dapat mengancam jiwa, tetapi sebagian besar komplikasi
dapat dicegah dan ditangani bila:
a) Ibu segera mencari pertolongan ketenaga kesehatan
b) Tenaga kesehatan melakukan prosedur penanganan yang sesuai, antara
lain penggunaan partograf untuk memantau perkembangan persalinan,
dan pelaksanaan manajemen aktif kala III (MAK III) untuk mencegah
perdarahan pasca-salin
c) Tenaga kesehatan mampu melakukan identifikasi dini komplikasi
d) Apabila komplikasi terjadi, tenaga kesehatan dapat memberikan
pertolongan pertama dan melakukan tindakan stabilisasi pasien sebelum
melakukan rujukan
e) Proses rujukan efektif
f) Pelayanan di RS yang cepat dan tepat guna.

Dengan demikian, untuk komplikasi yang membutuhkan pelayanan di RS,


diperlukan penanganan yang berkesinambungan (continuum of care), yaitu dari
pelayanan di tingkat dasar sampai di Rumah Sakit. Langkah 1 sampai dengan 5
diatas tidak akan bermanfaat bila langkah ke 6 tidak adekuat. Sebaliknya, adanya
pelayanan di RS yang adekuat tidak akan bermanfaat bila pasien yang mengalami
komplikasi tidak dirujuk.
2.7. Capaian Program
Salah satu upaya masif pemerintah untuk menurunkan AKI adalah Program
penempatan bidan di desa, yang telah mulai dilaksanakan sejak tahun 1990-an.
Program ini bertujuan untuk mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir terutama pada saat kehamilan dan persalinan.

Namun demikian, oleh karena pendidikan Bidan dilakukan dalam waktu yang
pendek, lebih kurang 54.000 dalam 6 tahun, kualitas sebagian Bidan masih perlu
ditingkatkan agar memenuhi standar kompetensi.
Berdasarkan laporan rutin kesehatan ibu dari dinkes provinsi tahun 2011, sampai
saat ini tercatat ada 66.442 bidan yang bertugas di desa, namun hanya sekitar 54.369
orang, atau 82%, yang tinggal di desa. Selain itu kemampuan bidan di desa dalam
memberikan pertolongan persalinan sesuai standar terkendala dengan sarana tempat
tinggal yang bergabung menjadi Poskesdes. Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2011 menunjukkan bahwa jumlah Poskesdes pada 2011 baru mencapai 53.152
Poskesdes. Selain itu jumlah bidan desa yang telah mendapatkan pelatihan Asuhan
Persalinan Normal (APN) baru mencapai 35.367 orang (52,6%). APN merupakan
pelatihan persalinan yang salah satu komponennya adalah manajemen aktif kala III
(MAK III) untuk mencegah sebagian perdarahan pasca-salin dan penggunaan
Partograf untuk mendeteksi masalah dalam proses persalinan.
Oleh karena tidak semua desa mempunyai Bidan dan hanya separuh Bidan telah
dilatih agar mempunyai keterampilan yang memadai, hal ini memberikan alasan
bahwa pertolongan persalinan yang memenuhi standar dapat dilakukan di fasilitas
kesehatan (Puskesmas Perawatan atau Puskesmas PONED). Persalinan di fasilitas
kesehatan memberikan beberapa kelebihan yaitu: tenaga kesehatan tidak sendirian
menghadapi persalinan, terutama bila terjadi komplikasi; karena ada tenaga lebih dari
satu orang maka monitoring pasien dapat dilakukan dengan lebih intensif secara
bergantian; mengatasi kekurangan Bidan karena dapat dilakukan rotasi penugasan di
fasilitas kesehatan; karena bukan di rumah pasien maka tekanan keluarga dan kondisi
rumah pasien yang kurang kondusif bagi Bidan dapat dihindarkan;kelengkapan alat
dan obat di fasilitas kesehatan lebih terjamin;dan biasanya fasilitas kesehatan berada
di lokasi yang lebih mudah untuk mencapai RS.
Penerapan standar APN di pelayanan dasar telah sesuai dengan harapan dengan
menurunnya proporsi perdarahan dan infeksi. Namun demikian kualitas asuhan
persalinan juga masih perlu ditingkatkan. Hasil Asesmen Kualitas Pelayanan
Kesehatan Maternal tahun 2012 di 20 Kabupaten/kota di Indonesia menunjukkan

bahwa kepatuhan petugas kesehatan dalam menggunakan Partograf, melakukan


pemeriksaan fisik serta mendokumentasikan hasil pemeriksaan masih rendah,
padahal pemeriksaan fisik yang teliti serta penggunaan Partograf yang benar dapat
mencegah terjadinya komplikasi persalinan.

Asuhan Persalinan Normal

RS

Puskesmas

Melengkapi riwayat medis

68,6%

61,4%

Melengkapi pemeriksaan fisik umum dan obstetrik

52,1%

57,3%

Menggunakan partograf

41,0%

68,3%

Menggunakan kardiotokografi (CTG)

19,0%

2,5%

Melakukan perawatan kala satu persalinan

73,8%

83,8%

Melihat tanda dan gejala kala dua

80,0%

85,0%

Menyiapkan pertolongan persalinan

60,6%

65,8%

Memastikan pembukaan lengkap

72,5%

77,5%

Memastikan kondisi janin baik

77,5%

75,0%

Mendokumentasikan hasil pemeriksaan

20,0%

42,5%

Tabel 2.Data Kualitas APN (Asuhan Persalinan Normal)


(Sumber Assesment kualitas pelayanan kesehatan maternal, Kemkes - WHO-HOGSI, 2102)

Asuhan Antenatal
Melengkapi riwayat medis
Melengkapi pemeriksaan fisik umum dan obstetrik
Melakukan konseling dan edukasi
Melakukan pemeriksaan penunjang rutin
Melakukan pemeriksaan penunjang bila ada indikasi
Memberikan suplemen dan imunisasi

RS
33,86%
50,00%
24,17%
39,38%
49,00%
62,50%

Puskesmas
48,52%
59,38%
45,00%
19,69%
52,50%
73,13%

Tabel 3. Data kualitas ANC


(Sumber: Asesmen kualitas pelayanan kesehatan maternal, Kemkes-WHO-HOGSI, 2102)

Gambar 7. Proporsi Ibu yang mendapat penjelasan tanda bahaya kehamilan 2010

Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa sekitar 45 % keluarga yang mengaku


mendapat penjelasan tanda bahaya kehamilan saat ANC (Gambar 7). Hal ini diperkuat
dengan hasil Asesmen Kualitas Pelayanan Maternal tahun 2012 yang menunjukkan
bahwa hanya 24 % RS dan 45 % Puskesmas yang melakukan konseling dan edukasi
sesuai standar pada saat ANC. Kedua hal ini menunjukkan bahwa peran tenaga
kesehatan untuk memberikan informasi dan advokasi kepada ibu dan keluarga pada
saat ANC masih lemah sehingga pengetahuan keluarga dan masyarakat untuk
membuat perencanaan persalinan juga rendah (Tabel 2).

2.8. Rencana Aksi Nasional


2.8.1. Tujuan
Mempercepat Penurunan Kesakitan dan Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir di
Indonesia.

2.8.2. Tantangan, Strategi dan Program Utama


RAN dilaksanakan dalam konteks desentralisasi dalam bentuk Rencana Aksi
Daerah (RAD) yang menjamin integrasi yang mantap dalam perencanaan
pembangunan kesehatan serta proses alokasi anggaran, dengan fokus pada
pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir sesuai standar, cost-effective dan
berdasarkan bukti pada semua tingkat pelayanan dan rujukan kesehatan baik di
sektor pemerintah maupun swasta.
a. Tantangan
Tiga tantangan utama percepatan penurunan AKI adalah masih kurang
optimalnya akses terhadap pelayanan di fasilitas kesehatan yang berkualitas,
terbatasnya sumber daya strategis untuk kesehatan ibu dan neonatal, serta rendahnya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu. Tiga tantangan utama
ini yang kemudian mendasari penentuan tiga strategi dan pemilihan program utama.
b. Strategi yang digunakan dalam mencapai target AKI tahun 2015
adalah :
1.

Peningkatan

cakupan

dan

kualitas

pelayanan

kesehatan ibu
Bukti bukti sangat kuat menunjukkan bahwa keselamatan nyawa ibu hamil,
bersalin dan nifas sangat dipengaruhi oleh aksesnya setiap saat terhadap pelayanan
kebidanan yang berkualitas, terutama karena setiap kehamilan dan persalinan
mempunyai resiko mengalami komplikasi yang mengancam jiwa.
Konsep pelayanan kebidanan berkesinambungan yang disampaikan di bab
sebelumnya mendasari sangat pentingnya peningkatan cakupan dan kualitas
pelayanan, sedemikian rupa sehingga setiap ibu hamil dan bersalin yang mengalami
komplikasi mempunyai akses ke pelayanan kesehatan berkualitas secara tepat waktu
dan tepat guna. Pelayanan berkesinambungan ini terutama sangat penting pada

periode proses persalinan dan dalam 24 jam pertama pasca-salin oleh karena di
dalam waktu yang sangat pendek tersebut sebagian besar kematian ibu terjadi.
Akses terhadap pelayanan untuk kasus-kasus tertentu yang dapat memperburuk
kondisi ibu hamil, bersalin dan nifas, dan kasus-kasus yang mempunyai implikasi
kesehatan dan sosial yang luas di masa mendatang, yaitu Anemia, Malaria di daerah
endemis, HIV/AIDS, Asuhan Paska Keguguran dan kehamilan pada remaja, sangat
perlu mendapatkan perhatian.

Gambar 8. Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil K1, K4 dan Persalinan Oleh Tenaga
Kesehatan di Indonesia Tahun 2008-2013

Dari Gambar 8 berikut, dapat dilihat bahwa meski cakupan pelayanan ibu hamil
K4 secara nasional mengalami penurunan, namun cakupan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan mengalami kenaikan. Persentasenya bahkan melebihi cakupan
K4. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah. Pelayanan antenatal
memiliki peranan yang sangat penting, di antaranya agar dapat dilakukan deteksi dan
tata laksana dini komplikasi yang dapat timbul pada saat persalinan. Apabila seorang
ibu datang langsung untuk bersalin di tenaga kesehatan tanpa adanya riwayat
pelayanan antenatal sebelumnya, maka faktor risiko dan kemungkinan komplikasi
saat persalinan akan lebih sulit diantisipasi. Untuk ke depannya diharapkan definisi
operasional Kl hanya menggunakan Kl murni, bukan Kl akses, sehingga cakupan Kl
dan K4 tidak banyak berbeda. Kondisi saat ini dimana belum semua kunjungan Kl

adalah Kl murni, sehingga jika ditemukan kelainan pada saat Ante Natal Care (ANC)
maka tidak cukup waktu untuk pengelolaan kelainan tersebut.
Di samping Kl nya bukan Kl murni, pada saat persalinan dokter tidak terlibat,
juga pada saat ANC, maka pengelolaan kelainannya tidak cukup waktu. Contohnya
penanganan hipertensi pada saat ANC sampai saat melahirkan. Kebijakan yang
dibuat seharusnya mendukung persalinan oleh "empat tangan". Minimal terdapat dua
orang tenaga kesehatan yang membantu persalinan, agar pada saat persalinan ibu dan
anak sama-sama tertangani.
2.Peningkatan Peran Pemerintah Daerah terhadap Peraturan yang
dapat mendukung secara efektif pelaksanaan Program
Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem pelayanan publik
lainnya yang pengaturannya dalam beberapa aspek sangat ditentukan oleh kebijakan
dan peraturan daerah (PERDA), seperti penyediaan dan penempatan tenaga
kesehatan dan tenaga penunjang kesehatan, serta penyediaan sarana dan prasarana
kesehatan.
Tenaga kesehatan merupakan ujung tombak dari pelaksanaan program pelayanan
kesehatan. Oleh karena itu kebijakan penempatan tenaga kesehatan mempunyai
posisi yang sangat strategis sehingga perlu diatur secara jelas dan tegas. Kebijakan
perlu dilengkapi dengan penerapan reward dan phunishment yang jelas, baik
terhadap tenaga spesialis, dokter, bidan, dan tenaga terkait kesehatan lainnya.
Oleh karena hasil pelayanan kesehatan yang optimal sangat dipengaruhi oleh
kualitas pelayanan, maka penjaminan kompetensi tenaga kesehatan perlu
mendapatkan perhatian, melalui berbagai upaya yang meliputi pendidikan
preservice yang adekuat, pelatihan untuk meningkatkan kompetensi tenaga
kesehatan yang telah bekerja (in-service training), penerapan kewenangan tenaga
kesehatan yang sesuai, sertifikasi tenaga dan fasilitas kesehatan, pemberian ijin
praktek tenaga kesehatan dan upaya audit pelayanan terhadap tenaga kesehatan
maupun fasilitas kesehatan. Peran PEMDA dan Pemerintah Pusat dalam pengaturan

ketersediaan dan kualitas tenaga kesehatan sangat diharapkan untuk dapat berfungsi
dengan efektif.
Ketersediaan tenaga yang kompeten saja tidak cukup tanpa didukung oleh
sarana dan prasarana yang memadai, termasuk ketersediaan darah 24/7. Perlu
dilakukan koordinasi yang baik antara UTD RSUD dengan PMI, UTD RS yang
lebih tinggi (provinsi) dan UTD RS swasta dalam penyediaan darah untuk pasien.
Penguatan sistem rujukan perlu mendapatkan dukungan yang kuat dari PEMDA
dan pemangku kepentingan lainnya, sedemikian rupa, sehingga pasien yang dirujuk
segera mendapatkan pertolongan. Dukungan sangat diperlukan mengingat proses
rujukan memerlukan keterlibatan berbagai pihak yaitu masyarakat, tenaga dan
fasilitas kesehatan di tingkat pelayanan kesehatan dasar, Rumah Sakit (pemerintah
maupun swasta) termasuk UTD RS, dan PMI. Perlu dipertimbangkan upaya-upaya
regionalisasi daerah yang disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing, agar
ada kejelasan dalam tujuan tempat rujukan. Upaya regionapisasi tersebut antara lain
klaster pulau, klaster daerah pantai, klaster wilayah kota dengan kabupaten terdekat,
dsb.Untuk hal ini, dukungan melalui Peraturan Gubernur mungkin dapat membantu
mempermudah upaya regionalisasi rujukan.
Dalam pelaksanaannya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, peran
sektor swasta tidak dapat diabaikan mengingat kapasitas fasilitas kesehatan
pemerintah yang terbatas dan akhir akhir ini masyarakat sudah mulai cenderung
memilih pelayanan kesehatan swasta terutama di perkotaan. Oleh karena itu, sektor
swasta harus mempunyai peran aktif untuk bersama-sama secara terkoordinasi
memberikan pelayanan kesehatan terbaik sesuai kebutuhan masyarakat, dengan
diatur oleh PERDA.
Penjelasan diatas mengindikasikan peran kuat Pemerintah Daerah untuk
mengatur terselenggaranya pelayanan kesehatan secara optimal kepada masyarakat
sangat esensial, termasuk pengaturan peran berbagai sektor pemerintah, peran
organisasi masyarakat dan peran pihak swasta. Peran sektor pemerintah tingkat
Pusat perlu dikoordinasikan agar saling melengkapi untuk terselenggaranya
pelayanan kesehatan yang baik di daerah

3.Pemberdayaan keluarga dan masyarakat


Pengaturan kehamilan dan persalinan seharusnya merupakan keputusan yang
dibuat bersama-sama antara seorang calon ibu dengan suami dan keluarganya,
bukan merupakan keputusan yang tidak diinginkan oleh ibu, baik oleh karena alasan
kesehatan ataupun alasan-alasan kesiapan lainnya. Keluarga perlu mempunyai
pengertian bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang diinginkan
oleh ibunya, termasuk kapan kehamilan dikehendaki dan berapa jumlah anak yang
diinginkan.
Selain itu perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan pengetahuan dan sikap
keluarga dan masyarakat pada umumnya mengenai pentingnya memahami bahwa
setiap kehamilan beresiko mengalami komplikasi yang mengancam jiwa, oleh
karenanya perlu melakukan perencanaan persalinan dengan baik dan perencanaan
untuk melakukan pencegahan dan pencarian pertolongan segera bila komplikasi
terjadi (kesiapan transportasi, dana, dan calon donor darah).
c. Program Utama
Program Utama terpilih merupakan program yang dianggap akan mempunyai
daya ungkit yang besar dalam upaya percepatan penurunan AKI oleh karena
menjamin tersedianya pelayanan berkualitas yang dapat diakses setiap saat, yang
meliputi:
1.

Penyediaan pelayanan KIA di tingkat desa sesuai standar.

2.

Penyediaan fasyankes di tingkat dasar yang mampu memberikan


pertolongan persalinan sesuai standar selama 24 jam - 7 hr / mgg.

3.

Penjaminan seluruh Puskesmas Perawatan, PONED dan RS


PONEK 24 jam - 7 hari / mgg berfungsi sesuai standar.

4.

Pelaksanaan rujukan efektif pada kasus komplikasi.

5.

Penguatan

Pemda

Kabupaten/Kota

dalam

tata

kelola

desentralisasi program kesehatan (regulasi, pembiayaan,dll).


6.

Pelaksanaan kemitraan lintas sektor dan swasta.

7.

Peningkatan perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat


melalui pemahanan dan pelaksanaan P4K serta Posyandu.

2.9. Indikator Keberhasilan


2.9.1. Pencapaian program Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu
AKI(Angka Kematian Ibu)
Jumlah seluruh kematian ibu (sesuai dengan definisi ICD 10) di suatu wilayah
dibagi dengan jumlah seluruh kelahiran hidup di wilayah yang sama dalam satu
waktu tertentu. Dinyatakan dalam satuan per 100.000 kelahiran hidup.
Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Jumlah seluruh persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di suatu wilayah
dibagi dengan jumlah seluruh persalinan di wilayah yang sama dalam satu waktu
tertentu. Dinyatakan dalam persen.
Angka Kelahiran Remaja
Jumlah kelahiran pada remaja puteri dalam suatu wilayah dibagi dengan jumlah
seluruh remaja puteri di wilayah yang sama dalam satu waktu tertentu. Dinyatakan
dalam persen.
K4 (kunjungan ANC 4 kali selama kehamilan)
Jumlah kunjungan ANC sebayak 4 kali di suatu wilayah, yaitu sedikitnya 1 kali
dalam Trimester 1, 1 kali dalam Trimester 2 dan 2 kali dalam Trimester 3, dibagi
dengan jumlah seluruh kehamilan di wilayah yang sama dalam satu waktu tertentu.
Dinyatakan dalam persen.

Persalinan di fasilitas kesehatan


Jumlah seluruh persalinan yang ditolong di fasilitas kesehatan (Puskesmas dan
Rumah Sakit) di satu wilayah dibagi dengan seluruh persalinan di wilayah yang
sama dalam waktu tertentu. Dinyatakan dalam persen. Perlu dibedakan antara
persalinan di fasilitas kesehatan non-RS dan persalinan di RS.
(Polindes dan Poskesdes tidak dimasukkan kedalam kategori fasilitas kesehatan
oleh karena jenis pelayanan yang dapat dilakukan di kedua fasilitas ini tidak sama
dengan pelayanan di Puskesmas)
Proporsi Komplikasi kebidanan yang mendapatkan pelayanan di
Rumah Sakit yang memberikan pelayanan Gawat Darurat Kebidanan
dan Neonatal

BAB III
KESIMPULAN

Angka kematian ibu di Indonesia masih tingi yaitu sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup, meskipun angka ini sudah menurun dari tahun 1991 sebesar 390 per
100.000 kelahiran hidup. Masih jauh dari target MDGs ke-5 yaitu menurunkan angka
kematian ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Penyebab
kematian ibu paling banyak yaitu pendarahan diikuti oleh penyakit penyerta pada ibu
hamil, hipertensi, infeksi, abortus dan yang paling kecil adalah partus lama.
Banyak faktor penyebab masih tingginya angka kematian ibu, diantaranya yaitu
kurangnya konseling yang dilakukan kepada ibu hamil, wanita usia subur dan konseling
tentang KB. Selain itu kurangnya pemerataan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan
di setiap daerah juga berpengaruh terhadap angka kematian ibu. Tingkat kesadaran ibu
hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin ke fasilitas kesehatan dan pergi
ke fasilitas kesehatan untuk bersalin juga masih belum mencapai target, sehingga
tindakan untuk mencegah komplikasi penyulit kehamilan sulit terwujud. Sehingga
angka kematian ibu di Indonesia belum mencapai target MDGs 2015.

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Al-rahim Umran, Prof. Islam dan KB, PT. Lentera Basritama,

Jakarta, 1997
John W Santrock, Perkembangan anak, Erlangga, Jakarta 2007
Untung Praptohardjo dkk, Sekitar Masalah Aborsi di Indonesia, PKBI
Jawa Tengah, 2007

WHO. Trends in Maternal Mortality : 1990 to 2013. 2014

Kemenkes RI. Rencana Aksi Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu


di Indonesia. Jakarta 2013

Kemenkes RI. InfoDATIN Mother Day Situasi Kesehatan Ibu. Jakarta


2014

Você também pode gostar