Você está na página 1de 3

BORAKS

Bahan tambahan pangan (BTP) merupakan bahan yang biasanya tidak


digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan.
Bahan tambahan pangan umumnya digunakan untuk memperbaiki tekstur, flavor,
warna, atau mempertahankan mutu bahan pangan. Beberapa bahan kimia yang
bersifat toksik (beracun) jika digunakan dalam pangan akan menyebabkan
penyakit atau bahkan kematian (Cahyadi, 2006). Dewasa ini, banyak dijumpai
kasus mengenai bahan tambahan pangan yang seharusnya tidak digunakan dalam
bahan pangan, seperti boraks yang biasa terdapat pada bakso, mie, makanan
ringan, atau kerupuk. Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988
penggunaan boraks dalam makanan dilarang.
Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama Natrium tetraborat. Jika
dilarutkan dalam air akan menjadi Natrium hidroksida dan asam borat (Tumbel,
2010).

Menurut

Rahmawati

dalam

Lestari

(2011)

Natrium

Tetraborat

(Na2B4O7.10H2O) adalah campuran garam mineral dengan konsentrasi yang cukup


tinggi, yang merupakan bentuk tidak murni dari boraks. Borat diturunkan dari
ketiga asam borat yaitu asam ortoborat (H3BO3), asam piroborat (H2B4O7), dan
asam metaborat (HBO2). Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq,
merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron dan mudah larut dalam
air.
Boraks berbentuk serbuk kristal putih, tidak berbau, tidak larut dalam
alkohol dan memiliki pH 9,5. Sifat-sifat kimia asam borat yaitu jarak lebur sekitar
171C; larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol
85%, dan tak larut dalam eter; kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan
asam klorida, asam sitrat, atau asam tartrat; dan mudah menguap dengan
pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 100C yang secara
perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO3) (Lestari, 2011).

Fungsi boraks yang sebenarnya adalah digunakan dalam dunia industri non
pangan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik, dan
pengontrol kecoa (Suhanda, 2012). Menurut Yuliarti (2007) boraks merupakan
pembersih, fungisida, herbisida, dan insektisida yang bersifat tioksik atau beracun
untuk manusia. Boraks dapat memberi dampak negatif bagi tubuh. Sering
mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati,
lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria
(tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan
depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan
kematian (Nasution, 2009; Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron atau asam borat merupakan
bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh Staphylococcus aureus.
Gejala pemakaian asam borat yang berulang adalah mual, muntah, diare, suhu
tubuh menurun, lemah, sakit kepala, rash erythematous, bahkan dapat
menimbulkan syok. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15-25
gram, sedangkan pada anak dosis 5-6 gram (Cahyadi, 2006). Akibat dari konsumsi
boras dalam jumlah sedikit demi sedikit namun dalam jangka waktu yang panjang
adalah mengakibatkan iritasi pada kulit, mata atau saluran respirasi, mengganggu
kesuburan dan janin (Yuliarti, 2007).
Ada beberapa metode yang dipakai untuk pengujian identifikasi boraks,
diantaranya adalah dengan menggunakan asam sulfat pekat dan alkohol.
Pengujian ini sering disebut uji nyala api. Penggunaan metanol atau etanol dalam
sebuah cawan porselen kecil, dan alkohol ini dinyalakan maka alkohol akan
terbakar dengan nyala yang pinggirannya hijau yang disebabkan oleh
pembentukan metal borat B(OCH3)3 atau etil borat B(OC2H5)3. Selain itu dapat
menggunakan uji kertas kunyit yaitu menggunakan sehelai kertas kunyit
(turmeric) dicelupkan kedalam larutan suatu borat yang diasamkan dengan asam
klorida encer, lalu dikeringkan pada suhu 100C, kertas ini menjadi coklat
kemerahan. Metode lain dalam identifikasi boraks adalah menggunakan asam
sulfat pekat, larutan perak nitrat, dan larutan barium klorida (Vogel, 1979).

DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Depkes R.I, dan Dirjen POM, 1988. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988: Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Depkes RI.
Lestari, S. 2011. Identifikasi Boraks Dalam Bakso Dengan Reaksi Nyala. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Nasution, A. 2009. Analisa Kandungan Boraks Pada Lontong Di Kelurahan
Padang Bulan Kota Medan Tahun 2009. Skripsi. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Suhanda, Rikky. 2012. Higiene Sanitasi Pengolahan dan Analisa Boraks pada
Bubur Ayam yang Dijual di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012.
Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Tumbel, M. 2010. Analisis Kandungan Boraks Dalam Mie Basah Yang Beredar
Di Kota Makassar. Jurnal Chemica Vol. 11 Nomor 1.
Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT.
Kalman Media Pustaka.
Widyaningsih, D dan Murtini, ES. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada
Produk Pangan. Jakarta: Trubus Agrisarana.
Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi.

Você também pode gostar