angkasa. Cahayanya berpendar, membakar kulit di siang yang cerah itu. Pada Selasa, (19/04), di bawah perlindungan sinar sang mentari, Ibu Ana (50), terus memilih beberapa kayu terbaik di antara tumpukan batu bekas bangunan dan kayu yang berserakan. Dia hendak membangun tiang pembatas di rumah sementaranya di RW 01 Pasar Ikan, Kampung Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara. Rumah sementara itu berdiri di lahan rumahnya yang digusur oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Beberapa minggu lalu merupakan sebuah mimpi buruk baginya dan bagi seluruh warga yang bertempat tinggal di Pasar Ikan, Kampung Luar Batang. Beberapa warga melaksanakan ibadah di depan alat berat. Teriakan, tangisan, rintihan yang menggema tidak berdaya mengetuk relung hati. Mesin-mesin mulai bergerak, meratakan semua bangunan dan sekaligus mengubur semua mimpi di dalamnya. Hancurnya rumah mereka menghancurkan impian, memori dan tempat untuk berteduh di kala angin laut mengamuk.
dan lainnya. Namun semua itu seperti
tidak menjadi perhatian oleh pemerintah.
Ibu Ana dan keluarga masih berjuang
untuk tetap tinggal di lingkungan pasar ikan. Ia tinggal di rumah sementara yang dibuatnya bersama sang suami. Bentuk rumahnya menyerupai pendopo. Beberapa kayu direntangkan dan tepat di atasnya ditutupi oleh kayu tripleks yang lebar. Beberapa kardus mi instan menjadi alas untuk mereka melepas lelah ketika malam menjelang. Kain terpal biru yang hanya menutupi setengah bagian rumah, menjadi atap sementara bagi mereka berteduh. Guyuran hujan yang seringkali membasahi rumah sederhana itu, tidak menyurutkan mereka untuk pergi dari tempat tersebut. Ibu Ana adalah salah satu dari beberapa warga yang masih menetap di bekas tempat penggusuran. Banyak pertimbangan kenapa mereka mengurungkan niat untuk pindah di Rumah Susun Rawa Bebek, Jakarta Timur. Jarak rusun yang terlalu jauh dari lokasi mata pencaharian mereka yang didominasi nelayan menjadi salah satu alasannya.
Iya seminggu (waktu sosialisasi).
Langsung dapat surat dalam dua hari mereka kami harus mengosongkan lahan. Sebelumnya Pak Camat menginformasikan pemerintah mengundur waktu penggusuran hingga sampai lebaran. Tapi ya begini lah, tutur Ibu Ana menerawang.
Perjalanan saja memakan waktu dua jam.
Segala-galanya dekat di sini, dekat ikan, dekat pasar. Suami saya kerjanya di sini. Kedua anak saya bersekolah di sini, dan alhamdulilah yang paling besar di sekolah berprestasi. Saya akan tetap menetap di sini hingga ada kejelasan Ibu Ana menuturkan penuh harap.
Ia sendiri mendirikan bangunan rumah
legal yang ditandai dengan surat-surat seperti bukti pembayaran pajak, surat girik