Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
KLIEN EPILEPSI
Oleh : Ns Marsaid, S.Kep
[T
YPE
B. Etiologi
1. Menurut Pincus Catzel halaman 216-226, penyebab epilepsi yaitu:
a. Pra Lahir-genetika
Kesalahan
metabolisme
herediter
seperti
penyakit
penimbunan
glikogen
dan
fenilketonuria. Anomali otak kongenital seperti porensefali, infeksi dalam rahim seperti
rubella, penyakit cytomegalo virus, meningo-ensefalolitis dan toksoplasmosis.
b. Perinatal
Trauma kelahiran, infeksi, hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan hipokalsemia.
c. Paska Lahir
Termasuk meningitis, trauma, ensefalitis, ensefalopati (misalnya keracunan timah
hitam, gangguan elektrolit berat, neoplasma dan kelainan degeneratif SSP.
2. Menurut Arif Mansjoer halaman 27, penyebab epilepsi yaitu :
a. Idiopatik
Sebagian epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik.
b. Faktor Herediter
Ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti
sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
c. Faktor Genetik
Pada kejang demam dan breath holding spell.
d. Kelainan Kongenital Otak
Atrofi, porensefali
e. Gangguan Metabolik
Penurunan konsentrasi glukosa darah (Hipoglikemia), hipokalsemia, hiponatremia,
hipernatremia
1)
2)
f. Infeksi
Radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya, toksoplamosis.
g. Trauma
Cedera kepala, kontusio cerebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural.
h. Neoplasma dan selaputnya
Tumor otak yang jinak (benigna) lebih sering mengakibatkan epilepsi dibaning tumor
ganas. Hal ini didapatkan pada sekitar 25-40 % penderita tumor otak.
i. Keracunan
Timbal (Pb), kamper (kapur barus), air.
3. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ialah faktor yang mempermudah terjadinya serangan, yaitu :
a. Faktor sensori
Cahaya, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas.
b. Faktor sistenis
Demam, penyakit infeksi, obat-obatan tertentu (misal fenotiazin), hipoglikemia dan
kelelahan fisik.
c. Faktor mental
Stress, gangguan emosi.
d. Haid
Penelitian menduga bahwa perubahan keseimbangan hormon semasa haid ikut berperan
dalam mencetuskan serangan.
C. Patofisiologi
Menurut Harsono, sistem saraf merupakan communication network (jaringan komunikasi).
Otak berkomunikasi dengan organ-organ tubuh yang lain melalui sel-sel saraf (neuron). Pada
kondisi normal, impuls saraf dari otak secara elektrik akan dibawa neurotransmitter seperti
GABA (gamma-aminobutiric acid dan glutamat) melalui sel-sel saraf (neuron) ke organorgan tubuh lain. Faktor-faktor penyebab epilepsi di atas, mengganggu sistem ini sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan kejang yang
merupakan salah satu ciri epilepsi.
Gambar : Neurotransmiter
D. Pathway Keperawatan
Idiopatik, herediter, trauma kelahiran, infeksi perinatal, meningitis, dll
System saraf
Ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf
Epilepsi
Petitmal
Akinetis
Keadaan lemah
dan tidak sadar
Hilang tonus
otot
Mylonik
Kontraksi tidak
sadar yang
mendadak
Perubahan proses
keluarga
Penyakit kronik
Pengobatan,
perawatan,
keterbatasan
paparan
Grandmal
Hilang
keasadaran
Spasme otot
pernafasan
Aktivitas kejang
Hipoksia
Jatuh
Psikomotor
Gangguan
Gangguan
neurologis
respiratori
Obstruksi
trakheobronkial
Gangguan
perkembangan
HDR
Resiko Isolasi
Sosial
Ketidakmampuan
keluarga mengambil
tindakan yang tepat
Manajemen
regimen terapeutik
keluarga tidak
efektif
E. Manifestasi Klinis
Menurut Commision of Classification and Terminology of The International League Against
Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai berikut :
1. Epilepsi Parsial (Fokal, Lokal)
a. Epilepsi Parsial Sederhana; sawan parsial dengan kesadaran tetap normal.
1) Dengan Gejala Motorik
a) Fokal motorik tidak menjalar : epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
b) Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai satu bagian tubuh dan menjalar luas ke
daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson
(epilepsi
lobus
temporalis).
Umumnya hampir terjadi pada semua pasien dengan struktur otak, serangan
umumnya dimulai pada tangan, kaki, dan muka diakhiri dengan
seizure
grandmal.
: terlihat cahaya
berlangsung
c) Nyeri kepala.
d) Telinga berdengung.
e) Membaui bau yang tidak sedap, atau bau busuk.
2. Fase Tonik, yaitu kontraksi yang kaku dari semua otot. Selama fase ini lidah atau
pipi dapat tergigit. Kontraksi otot mencegah pernapasan dan anak dapat menjadi
biru / tidak sadar. Mulut dapat berbusa karena hembusan nafas.
3. Fase Kronis
Selama fase ini, gerakan menghentak dimulai yang dapat menjadi keras. Cedera
dapat disebabkan oleh gerakan yang kuat. Disertai inkontinensia urin dan feses.
4. Koma
Otot mengalami relaksasi lengkap. Dapat berlangsung selama 10 menit sampai
beberapa jam dan didikuti suatu periode bingung dan anak menjadi gelisah.
5. Masturbasi
Masturbasi dapat mengambil bentuk aneh pada masa kanak-kanak. Ia sering disertai
goyangan berirama flushing, wajah dan pandangan berkonsentrasi kuat. Saat mencapai
puncak, anak menjadi lemah dan linglung.
6. Histeria
Histeria menimbulkan serangan aneh yang tidak boleh dikacaukan dengan epilepsi murni.
Kadang-kadang seorang anak dapat mencontoh serangan epilepsi pada saudaranya untuk
mendapat perhatian dari ibunya.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG)
a) Tujuan : dapat membuktikan fokal atau gangguan disfungsi otak akibat lesi
organic melalui pengukuran aktivitas listrik dalam otak.
b) Pada epilepsy pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi
bangkitan. Didapatkan hasil berupa gelombang epilepsy form discharge sharp
wave spike and wave.
c) Pemeriksaan EEG harus dilakukan secara berkala karena kira-kira 8-12 % pasien
epilepsi mempuntai rekaman EEG yang normal.
2. Pemeriksaan Radiologis
a) Foto tengkorak : untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang,
kalsifikasi intrakranium yang abnormal (yang disebabkan oleh penyakit dan
kelainan), juga tanda peningkatan TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika,
dan sebagainya.
b) Pneumoensefalografi dan ventrikulografi
Dilakukan atas indikasi tertentu untuk melihat gambaran system ventrikel, sisterna,
rongga subaraknoid serta gambaran otak.
c) Arteriografi
Untuk mengetahui pembuluh darah di otak; apakah ada pernjakan (neoplasma, hematom
abses), penyumbatan (thrombosis, peregangan, hidrosefalus) atau anomali pembuluh
darah.
d) Pemeriksaan Pencitraan Otak
1
0
MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang berguna
untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri dan mendeteksi kelainan
pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil.
e) Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan atas indikasi untuk memastikan adanya kelainan sistemik seperti hipoglikemi
dan hiponatremia.
G. Komplikasi
Menurut Yuda Turana, 2006 :
1. Gangguan Memori
a) Fenomena tip of tounge yaitu penderita tahu kata yang ingin diucapkan, tapi
tidak terpikir olehnya.
b) Checking, yaitu harus kembali memerikaa hal-hal yang dilakukan.
c) Sering lupa dimana meletakkan barang
Lesi pada otak adalah penyebab utama gangguan memori pada epilepsi, karena lesi pada
lobus temporal mempunyai hubungan dengan fungsi belajar.
2. Gangguan Kognitif
Pada anak, gangguan berbahasa lebih sering terjadi pada anak. Kejang berulang pada anak
berhubungan dengan penurunan fungsi intelek. Dapat juga disebabkan oleh obat
antiepilepsi.
3. Penurunan Fungsi Memori Verbal
Disebabkan oleh operasi yaitu paska operasi epilepsi.
4. Keterbatasan Interaksi Sosial
Hal itu terjadi pada epilepsi lobus frontal, karena peranan korteks prefrontal yang berperan
dalam fungsi emosi, perilaku hubungan interpersonal. Apabila terganggu dapat
mengakibatkan keterbatasan interaksi sosial.
5. Status Epileptikus
6. Kematian
1
1
H. Penatalaksanaan
1. Penataksanaan Medikamentosa Menurut Arif Mansjoer, 2000 :
Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya epilepsi tanpa mengganggu kapasitas fisik
dan intelek pasien.
Obat pilihan berdasarkan jenis epilepsi
No
1.
2.
Bangkitan
Jenis Obat
Fokal / Parsal
Sederhana
Kompleks
Tonik-klonik Umum
Umum
Tonik-klonik
Mioklonik
CLON, VAL
CLON, VAL
CBZ : karbamazepin
CLON : klonazepan
VAL : asam valproat
PHT : fenitol
PB : fenobarbital
Nama Generik
Karbamazepin
(tegretol)
Klonazepan
Mengantuk,
ataksi,
hipotensi,
depresi
respirasi
Fenitol
Fenobarbital
Jenis Obat
Dosis (mg/KgBB/Hr)
Cara pemberian
Fenobarbital
1-5
1 x / hari
Fenitol
4-20
1-2 / hari
Karbamazepin
4-20
3 x / hari
Asam valproat
10-60
3 x / hari
Kloazepam
0,05-0,2
3 x / hari
Diazepam
0,05-0,015
IV
0,4-0,6
per rectal
9) Jangan berusaha untuk membuka rahang yangterkatup pada keadan spasme untuk
memasukkan sesuatu. Gigi patah dan cedera pada bibir dan lidaj dapat terkadi
karena tindakan ini.
10) Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang, karena kontraksi
otot dan restrein dapat menimbulkan cedera.
11) Jika mungkin, tempatkan pasien kiring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi ke
depan, yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran saliva dam
mukus. Jika disediakan penghisap, gunakan jika perlu untuk membersihkan secret.
12) Pasang penghalang tempat tiduryang memakai pelunak, bila harus berada terus di
tempat tidur, atau terjadi kejang sewaktu tidur. Bantal jangan dipakai pelunak,
karena bahaya bias terjadi tercekik.
13) Observasi secara akurat dan dicatat.
14) Masase
b. Setelah Kejang
1) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi, yakinkan bahwa
jalan nafas paten.
2) Biasanya terjadi periode ekonfusi setelah kejang grandmal.
3) Periode apneu pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah kejang.
4) Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan.
5) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang, coba untuk menangani situasi
dnegan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut.
Gejala : riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang pingsang, pusing. Riwayat trauma
kepala, anoksia dan infeksi serebal. Adanya aura ( rangsangan visual, auditorius,
area halusinogenik ). Posiktal : kelemahan, nyeri otot, area parestese/paralisis.
Tanda : karakteristik kejang: Fase prodormal : adanya perubahan pada reaksi emosi atau
respons afektif yang tidak menentu yang mengarah pada fae aura dalam beberapa
kasus dan berakhir beberapa menit sampai eberapla jam.
a) Kejang umum :
Tonik-tonik ( grand mal ): kekakuan dan postur menjejak, mengerang, penurunan
kesadaran, pupil dilatasi, inkontinensia urine/fekal, pernapasan stridor ( ngorok ),
saliva keluar secara berlebihan, dan mungkin juga lidahnya tergigit.
Absen ( petit mal ) : periode gangguan kesadaran dan atau melamun ( tak sadar
lingkungan ) yang diawali pandangan mata menerawang sekitar 5-30 detik saja, yang
dapat terjadi 100 kali setiap harinya, terjadinya kejang pada motorik minor mungkin
bersifat akinetik hilang gerakan ), mioklonik( kontraksi otot secara berulang ), atau
atonik ( hilangnya tonus otot ).
b) Posiktal : amnesia terhadap peristiwa kejang, tidak bingung, dapat melakukan kembali
aktivitas.
c) Kejang parsial ( kompleks ) :
Lobus psikomotor/ temporal : pasien umumnya tetap sadar, dengan reaksi seperti
bermimpi, melamun, berjalan-jalan, peka rangsang, halusinasi, bermusuhan atau takut.
Dapat menunjukangejala motorik involunter ( seperti merasakan bibir ) dan tingkah
laku yang tampak bertujuan tetapi tidak sesuai ( involunter/ automatisme ) dan
termasuk kerusakan penyesuaian, dan pada pekerjaan, kegiatan bersifat antisosial.
d) Postikal : hilangnya memori terhadap peristiwa yang terjadi, kekacauan mental ringan
s ampai sedang.
e) Kejang parsial ( sederhana ) :
Jacksonian/ motorik fokal ; sering didahului oleh aura, sekitar 2-15 menit. Tidak
ada
Konvulsif dan terjadi gangguan sementara pada bagian tertentu yang dikendalikan
oleh bagian otak yang terkena ( seperti lobus frontal (disfungsi motorik); parietal
( terasa baal, kesemutan ), lobus oksipital ( cahaya terang, sinar lampu ), lobus
posterotemporal ( kesulitan dalam berbicara ). Konvulsi ( kejang ) dapat mengenai
seluruh tubuh atau bagian tubuh yang mengalami gangguan yang terus berkembang.
Jika dilakukan restrein selama kejang, pasien mungkin akan melawan dan
memperlihatkan tingkah laku yang tidak kooperatif,
f) Status epileptikus :
Aktivitas kejang yang terjadi terus-menerus dengan spontan atau berhubungan
dengan gejala putus antikonvulsan tiba-tiba dan fenomena metabolic lain. Catatan :
jika hilangnya kejang mengikuti pola tertentu, masalah dapat menghilang tidak
terdeteksi selama periode waktu tertentu, sehingga pasien tidak kehilangan
kesadarannya.
7. Nyeri/Ketidaknyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri otot/punggung pada periode posiktal. Nyeri abnormal
paroksismal selama fase iktal ( mungkin terjadi selama kejang fokal/parsial tanpa
mengalami penurunan kesadaran ).
Tanda : sikap/tingkah laku yang berhati-hati. Perubahan pada tonus otot. Tingkah laku
distraksi atau gelisah.
8. Pernapasan
Gejala : fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernapasan menurun/ cepat: peningkatan
sekresi mucus. Fase posiktal : apnea.
9. Keamanan
Gejala : riwayat terjatuh/ trauma, frakutr. Adanya alergi.
Tanda : trauma pada jaringan lunak/ekimosis. Penurunan kekuatan/tonus otot secara
menyeluruh.
10. Interaksi Sosial
Gejala : masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan
sosialnya. Pembatasan/ penghindaran terhadap kontak social.
11. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : adanya riwayat epilepsy pada keluarga. Penggunaan/ ketergantungan obat
( termasuk alcohol ).
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat : 3,5 hari.
Rencana pemulangan : mungkin memerlukan perubahan dalam pengobatan, bantuan
pada beberapa pekerjaan rumah / mempertahankan tugas-tugas yang tetap
menjaga keamanan dan transportsi.
B. Diagnosa keperawatan
1. Risiko cedera berhubungan dengan tipe kejang
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial
3. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan aktivitas kejang
5. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan
6. Risiko isolasi berhubungan dengan perubahan status kesehatan
7. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anggota keluarga yang menderita
penyakit kronis
8. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian
9. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan keterbatasan paparan
10.
keputusan.
C. Intervensi
Dx 1 : Risiko cedera berhubungan dengan tipe kejang.
NOC : Pengendalian Resiko
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pencegahan jatuh selama 3x24 jam
diharapkan pasien tidak mengalami cedera dan tetap tenang dengan seringnya
pengendalian resiko skala 3.
Kriteria hasil :
a. Pantau faktor resiko perilaku dan lingkungan
2
1
bagaimana
respon
anak terhadap
tubuhnya
perkembangan.
2. Identifikasi budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan usia dari orang penting bagi pasien
yang menyangkut citra tubuh.
3. Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan untuk
berduka.
4. Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perhatian tentang
hubungan personal yang dekat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengurangan Ansietas selama 3x24 jam
diharapkan kecemasan hilang atau berkurang dengan seringnya mengontrol cemas
dengan skala 4.
Kriteria hasil :
a. Merencanakan strategi koping untuk situasi yang membuat stress.
b. Melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
c. Manifestasi perilaku kecemasan tidak ada.
d. Menunjukkan kemampuan untuk berokus pada pengetahuan dan ketrampilan yang
baru.
e. Tidak menunjukkan perilaku agresif
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Pengurangan Ansietas
1. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.
2. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
3. Berikan dorongan kepada orang tua untu menemani anak, sesuaidengan kebutuhan.
4. Sediakan pengalihan melalui televise, radio, permainan, untuk mengurangi ansietas.
Dx 9 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Menjelaskan Proses Penyakit selama
3x24 jam diharapkan defisit pengetahuan dapat teratasi dengan status pengetahuan
mengenai proses penyakit menunjukkan skala 4.
NOC : Knowledge: Proses Penyakit
a. Menguraikan proses penyakit
b. Menguraikan faktor risiko
c. Menguraikan komplikasi
d. Menguraikan tanda dan gejala penyakit.
e. Menguraikan faktor penyebab untuk mencegah komplikasi. Skala:
1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks NIC :
Menjelaskan proses penyakit
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2
8
Kriteria hasil :
a. Partisipasi keluarga dalam rencana perawatan.
b. Ikut serta dalam penyediaan pelayanan perawatan pasien.
c. Memberikan informasi yang relevan.
d. Kolaborasi dengan ahlo kesehatan.
e. Mengambil keputusan apabila pasien dalam kondisi gawat. Skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Keterlibatan Keluarga
1. Kaji status koping dan proses keluarga saat ini.
2. Kaji tingkat pemahaman anggota keluarga pada penyakit, komplikasi, dan penanganan
yang disarankan.
3. Identifikasi pengaruh kebiasaan keluarga dan kepercayaan kesehatan.
4. Iidentifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan pasien
5. Pantau struktur dan peranan keluarga.
6. Berikan ketrampilan yang dibutuhkan untuk terapi pasien kepada pemberi perawatan
7. Dukung anggota keluarga untuk menjaga / memelihara hubungan keluarga dengan
cara yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
3
0