Você está na página 1de 27

PAPER

TELAAH KERACUNAN SIANIDA PADA SAPI DI KALIMANTAN TIMUR


Paper ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan
Toksikologi Kimia

OLEH KELOMPOK III:


AYU KADEK VELIYANA

1408105011

PUTU SRI GAYATRI

1408105013

DEWI EKA PERMATASARI

1408105014

SEPTIA VIRGANINDA PUTRI G

1408105015

ARISMA DAMAYANTI

1408105017

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
1

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang
Maha ESa, atas berkat rahmatnyalah penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada
waktunya dengan judul Telaah Keracunan Sianida Pada Sapi Di Kalimantan Timur.
Yang mana inti dari paper ini penulis mencoba menggali dari beberapa sumber yang
mendukung serta sesuai dengan isi dari paper ini. Paper ini menitikberatkan pada persoalan
penguraian analisa toksikologi keracunan sianida pada sapi dan pencegahannya. Paper ini
diharapkan nantinya mampu menjadi pegangan bagi para pembaca dalam membangun sikap
kritis.
Dalam penulisan Paper ini penulis menyadari masih banyak kekurangan maupun
kesalahan kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja karena penulis tidak lepas dari
kemampuan sebagai manusia biasa oleh karena itu sebelum penulis uraikan lebih rinci,
penulis mohon maaf yang sebesar besarnya kepada para pembaca.
Demikian kata singkat dari penulis, kritikan dan saran dari para pembaca sangat
dibutuhkan guna lebih sempurnanya paper ini dan akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Bukit Jimbaran, 15 Maret 2016
Penulis,

DAFTAR ISI
JUDUL................................................................................................................................

KATA PENGANTAR........................................................................................................

ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

iii

RINGKASAN.....................................................................................................................

01

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan......................................................................................
1.4 Metode penulisan...........................................................................................................

02
03
03
03

BAB II
PEMBAHASAN
2.1........................................................................................................................................ Sifat
sifat Kimia Senyawaan Sianida.................................................................................. 04
2.2........................................................................................................................................Anal
isis Permasalahan Keracunan Sianida Tanaman Anggrung Pada Sapi.......................... 04
2.3........................................................................................................................................Tinja
uan Toksikologi Keracunan Sianida Tanaman Anggrung Pada Sapi............................. 04
2.4........................................................................................................................................ Men
genal Tanaman Anggrung.............................................................................................. 04
2.5........................................................................................................................................Peng
enalan Sifat Sifat Kimia Senyawa ............................................................................. 05
2.6........................................................................................................................................Mek
anisme Proses Keracunan Sianida Tanaman Anggrung Pada Sapi................................
2.6.1. Fase Eksposisi.......................................................................................................
2.6.2. Fase Toksokinetik .................................................................................................
2.6.3. Fase Toksodinamik................................................................................................
2.6.4. Analisis Toksik......................................................................................................
2.7.
Penanggulangan Keracunan Sianida Tanaman Anggrung Pada Makhluk Hidup..

08
08
09
11
11
15

BAB III
PENUTUP
3.1. kesimpulan....................................................................................................................

16

3.2. Saran ............................................................................................................................

16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................

16

Lampiran............................................................................................................................

17

TELAAH KERACUNAN SIANIDA PADA SAPI DI KALIMANTAN TIMUR


Oleh :
Ayu Kadek Veliyana, Putu Sri Gayatri, Dewi Eka Permatasari,
Septia Virganinda Putri Gunawan, dan Arisma Damayanti
Ringkasan
Sianida merupakan jenis zat kimia yang dapat menyebabkan kematian, yang tersaji
dalam berbagai bentuk. Tanaman anggrung yang diberikan terhadap sapi diduga memiliki
kandungan sianida alami di dalamnya ketika dikonsumsi berlebihan akan memberikan efek
toksik. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling
terpengaruh adalah jantung dan otak. Mekanisme proses keracunan sianida tanaman
anggrung pada sapi masuk ke dalam tubuh melalui oral atau melalui makanan pada tanaman
ternak yang dikonsumsi, maka sianida tersebut akan diabsorpsi atau terserap dengan cepat
dari rongga mulut kemudian dibawa kelambung dan usus. Sianida akan didistribusikan
keseluruh tubuh melalui aliran darah akan terjadi oksigenasi (level oksigen tertinggi dalam
darah) dimana hemoglobin tidak mampu membebaskan oksigen , sehingga warna darah akan
menjadi merah terang. Efek toksisitas sianida terhadap ternak bervariasi dan dipengaruhi oleh
beberapa faktorukuran dan jenis hewan. Dalam analisis untuk mengetahui kandungan
sianida yang terkandung dalam tanaman yang telah dimakan hewan ternak digunakan metode
instrumen dengan spektrofotometer berdasarkan pembentukan warna dengan menggunakan
asam pikrat. Proses analisis juga menggunakan radiasi UV dan destilasi.
Kata Kunci: Sianida, fase Ekposisis, fase Toksokinetik, fase Toksodinamik

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Sianida adalah senyawa kimia yang sangat toksik atau berpotensi menimbulkan
efek kematian. Senyawa sianida dalam bentuk gas (HCN, CNCl) lebih cepat aktif
dibandingkan dalam bentuk bubuk [NaCN, KCN, dan Ca(CN) 2]. Hampir 40% dari 35
kasus keracunan senyawa toksik pada hewan di Indonesia pada tahun 1992-2005
disebabkan

oleh keracunan sianida sintetis NaCN atau KCN yang sengaja ditambahkan

kedalam pakan. Sebenamya kasus keracunan sianida pada ternak jarang ditemukan di
lapangan, kecuali karena adanya unsur kesengajaan (kriminal) atau keteledoran petemak
dalam pemberian pakan. Kebanyakan kasus keracunan sianida terjadi karena pemberian
sianida sintetis potas secara sengaja ke dalam pakan. Biasanya potas yang digunakan
berbentuk bubuk karena cukup murah, mudah diperoleh, dan cukup efisien pada dosis
rendah (Clarke dan Clarke 1977). Hampir 40% dari 35 kasus keracunan senyawa toksik
(sulfat, nitrat-nitrit, klorin, klorida, sianida, rodentisida seng fosfit, insektisida DDT,
diazinon, temik, klorin, dan klorida) pada hewan di Indonesia pada tahun 1992-2005
merupakan keracunan sianida sintetis potas (Yuningsih 2007).
Kasus keracunan sianida alami (asal tanaman) biasanya disebabkan kelalaian peternak
dalam pemberian pakan hijauan. Keracunan tanaman angrung (Tremaorienta/is) pada
salah satu peternakan di Kalimantan Timur menyebabkan 26 ekor sapi meninggal. Hal ini
disebabkan peternak tidak mengetahui bahwa tanaman angrung mengandung sianida
cukup tinggi (Yuningsih 2007). Oleh karena itu, keracunan sianida sangat
mengkhawatirkan para peternak. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu diketahui
keberadaan racun sianida di alam (bentuk alami atau sintetis) berikut toksisitasnya serta
cara mendiagnosis gejala keracunan pada ternak melalui analisis kandungan sianida
dalam sampel pakan yang diduga mengandung sianida. Gejala spesifik keracunan
sianida adalah kematian akut dengan perubahan warna darah menjadi merah terang.
Pengobatan dapat dilakukan dengan cara menginjeksikan sodium nitrit dan sodium
tiosulfat secara intravena untuk memecah cytochrome-cyanide bone dan secara langsung
memisahkan sianida kompleks serta membentuk tiosianat yang diekskresikan melalui
urine. Pencegahan utama dapat dilakukan dengan memantau kandungan sianida pada
tanaman yang berpotensi mengandung sianogen pada

kondisi

tertentu,

seperti

kekeringan,

tanaman muda, dan perlakuan herbisida sehingga akan meningkatkan

kandungan sianida.
1.2.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana sifat sifat kimia senyawa Sianida ?
2. Bagaimanakah mekanisme toksikologi oleh tanaman anggrung pada sapi ?
3. Bagaimana penggambaran fase Eksposisi, toksokinetik dan toksodinamik pada
keracunan sianida ?
4. Bagaimana cara mencegah terjadinya keracunan sianida pada tanaman anggrung ?

1.3.

Tujuan
1. Mengenal sifat sifat kimia senyawaan sianida
2. Mengetahui Mekanisme toksikologi oleh tanaman anggrung pada sapi
3. Dapat menerangkan gambaran umum mekanisme toksikologi pada kasus keracunan
sapi akibat tanaman anggrung
4. Dapat melakukan pencegahan keracunan tanaman anggrung yang mengandung
sianida alami

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Analisis Permasalahan Keracunan Sianida Tanaman Anggrung Pada Sapi
3

Kasus keracunan tanaman anggrung terjadi pada peternakan di Kalimantan Timur,


dimana peternak tidak mengetahui bahwa anggrung memiliki kandungan sianida yang cukup
tinggi (Yuningsih,2007). Faktor lain yang mendorong peternak memberikan tanaman
anggrung ini disebabkan oleh terdesak kekurangan pakan akibat musim kemarau. Sehingga
para peternak memanfaatkan tanaman hijau yang tumbuh sebagai pakan. Permasalahan yang
terjadi pada kasus keracunan pemberian tanaman anggrung pada sapi disebabkan oleh
kelalaian dari para peternak sapi. Bila ditelisik dari segi makanan buatan dan makanan alami
tidak semua bahan yang berasal dari alam itu memberikan efek yang positif terhadap tubuh
makluk hidup melainkan juga akan dapat memberikan efek negatif. Suatu tanaman akan
memberikan efek yang negatif apabila diberikan dalam dosis yang berlebihan. Dari beberapa
penafsiran sapi-sapi ini mati setelah mengkonsumsi tanaman anggrung. Tanaman anggrung
yang dmengetahui iberikan terhadap sapi diduga memiliki kandungan sianida alami di
dalamnya dimana apabila digunakan secara berlebihan akan memberikan efek toksik.
2.2. Tinjauan Toksikologi Keracunan Sianida Tanaman Anggrung Pada Sapi
Tinjauan toksikologi sianida pada tanaman anggrung berawal dari pemberian
pakan yang berlebihan. Peternak sapi semulanya tidak mengetahui bahwa anggrung yang
tumbuh disekitaran ladang tersebut mengandung sianida alami yang mana pada jumlah
berlebih akan menyebabkan kematian. Masyarakat hanya mengetahui bahwa tanaman
anggrung merupakan salah satu tanaman yang berkasiat sebagai obat sehingga dianggap baik
apabila dimakan oleh sapi.
2.3. Mengenal Tanaman Anggrung
Tumbuhan anggrung, tumbuhan yang dikenal dengan istilah Trema orientalis BI ini memiliki
manfaat dan khasiat yang mujarab dalam menyembuhkan beberapa penyakit. Tumbuhan ini
dalam bahasa jawa dikenal Anggrung, Bengkire bahasa Aceh, Bongkoreyon bahasa Batak,

Kingdom: Plantae (Tumbuhan


Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan
berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping
dua / dikotil)
Ordo: Urticales
Famili: Ulmaceae
Genus: Trema
Spesies: Trema orientalis (L.)
Blume

Mangkirai

bahasa

Minangkabau, dan Kuray


dalam bahasa Sunda.
Ciri-ciri

tumbuhan

Anggrung memiliki daun


lebar

warna

hijau

kekuning-kunginan, tinggi
sekitar

7-10

cm.

Akar
4

tunggang, dengan batang tegak warna kecoklatan. Daun majemuk, bertangkai, tersusun
selang-seling (alternate), warna hijau, panjang 5 - 9 cm, lebar 2,5 - 3,5 cm, bentuk lonjong,
ujung runcing (acutus), pangkal tumpul (obtusus), tepi rata (tidak bergerigi).
2.4. Pengenalan Sifat Sifat Kimia Senyawa Sianida
Sianida merupakan jenis zat kimia yang dapat menyebabkan kematian, dimana
senyawa ini tersaji dalam berbagai bentuk. Sianida merupakan zat kimia yang dapat
menjadi gas yang tidak berwarna, seperti halnya CNCl atau HCN, serta KCN. Sianida
dikenal sebagai zat yang memiliki rasa pahit dan berbau, namun tidak selalu
mengeluarkan bau, hingga tidak semua orang bisa mendeteksi bau ini.
Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling
terpengaruh adalah jantung dan otak. Kadar sianida yang tinggi dalam darah dapat
menyebabkan efek yang berbahaya, seperti jari tangan dan kaki lemah, susah berjalan,
pandangan yang buram, ketulian, dan gangguan pada kelenjar gondok. Kelompok CN
dapat ditemukan dalam banyak senyawa, bisa dalam bentuk gas, padat ataupun cair,
bisa dalam bentuk garam, senyawa kovalen, molekular, beberapa ionik, dan ada juga
yang berbentuk polimerik. Sianida terdapat pada ketela pohon dan kacang koro.
Sianida juga sering dijumpai pada daun salam, cherry, ubi, dan keluarga kacang
kacangan lainnya seperti kacang almond. Selain dari makanan, sianida juga dapat
berasal dari rokok, bahan kimia yang digunakan pada proses pertambangan dan
sumber lainnya, seperti pada sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung
karbon dan nitrogen misalnya plastik yang akan melepaskan sianida. Pada perokok
pasif dapat ditemukan sianida sekitar 0.06 g/ml dalam darahnya, sementara pada
perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 g/ml sianida dalam darahnya. (Olson 2007)
Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap
produk yang biasa kita konsumsi. Sianida di produksi oleh bakteri, jamur, dan
ganggang. Sianida juga ditemukan pada rokok, asam kendaraan bermotor, dan
makanan seperti bayam, rebung, kacang, tepung tapioka dan singkong. Selain itu juga
dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Masing masing senyawa sianida
mempunyai bentuk dan kecepatan aktif toksititasi yang berbeda-beda dalam tubuh
baik itu sianida sintesis maupun sianida alami. Sianida sintesis jauh lebih cepat aktif
dibandingkan dengan sianida alami. Ada tiga bentuk sianida sintesis diantaranya
natrium sianida, dan kalium sianida yang dikenal dengan nama potas. (dwork et al,

1996). Sianida dalam bentuk putih dengan bau menyerupai almond. Daya larut dalam
air dan bahan pelarut yang lain lengkap pada suhu kamar . (Utama, 2006)
Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka
sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui
urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida
yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk
mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12.
Hidrogen sianida sangat mudah diabsorpsi oleh paru. Gejala keracunan dapat timbul
dalam hitungan detik sampai menit. Jika gas hidrogen sianida terhirup sebanyak 50 ml
(pada 1.85 mmol/L) dapat berakibat fatal dalam waktu yang singkat.
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat
dehidrogenase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan lain
sebagainya. Oksidase merupakan enzim yang berperan mengkatalisis Hidrogen yang ada
dalam substrat dengan hasil berupa H2O dan H2O2. Enzim ini berfungsi sebagai akseptor
ion Hidrogen, banyak terdapat dalam mioglobin, hemoglobin, dan sitokrom lain. Enzim
dehidrogenase berperan sebagai pemindah ion Hidrogen dari substrat satu ke substrat
berikutnya dalam reaksi redoks couple. Contoh lainnyanya ialah penggunaan enzim
dehidrogenase dalam pemindahan electron di membrane dalam mitokondria, siklus Kreb,
dan glikolisis fase anaerob. Enzim ini tidak menggunakan Oksigen sebagai akseptor ion
Hidrogen.
Keracunan sianida bergantung pada jumlah sianida terkena, rute paparan, dan
lamanya waktu seseorang terkena zat ini. Bernapas dengan menghirup gas sianida dapat
menyebabkan efek paling mematikan tapi menelan sianida dapat menyebabkan keracunan
pula. Gas sianida merupakan jenis sianida yang paling berbahaya sebab berada pada
tempat tempat tertutup dimana gas akan terperangkap. Gas sianida menguap dan
menyebar dengan cepat diruangan terbuka dan akan menyebabkan kadar bahayanya
berkurang di luar ruangan. Sianida mencegah sel sel tubuh menggunakan oksigen.
Ketika ini terjadi sel sel akan mati karena tidak mendapat pasokan oksigen.
Sianida dalam berbagai bentuk dapat dimanfaatkan di berbagai bidang, diantaranya
untuk memberantas hama tanaman (kalsium sianida dan sianogen), bakterisida (potasium
silver sianida), bleaching, toning, fixing dalam fotografi (natrium ferosianida), antihipertensif (natrium nitroprusida), dan masih banyak lagi [1]. Di dunia pangan, sianida dalam
bentuk tidak berbahaya ferrocyanides (Sodium ferrocyanide E535, Potassium ferrocyanide
6

E536 dan Calcium ferrocyanide E538) sering digunakan sebagai anti-caking agent di dalam
produksi garam dapur [6,7]. Sianida (KCN) pun digunakan sebagai stabilizer oleh perusahaan
farmasi untuk memproduksi vitamin B12 (cyanocobalamin), karena bentuk alami vitamin B12
sensitif terhadap cahaya
Asam sianida dapat pula disebut dengan nama hydrogen sianida.sianida adalah CNyang sangat beracun. Hydrogen sianida merupakan salah satu senyawa dari berbagai contoh
senyawa sianida lainnya. Sinida dihasilkan oleh beberapa bakteri , jamur dan ganggang.
Contoh dari senyaa sianida lainnya adalah sodium sianida (NaCN) dan potasium sianida
(KCN). Adanya hidrolisis dari KCN dan NaCN, HCN dapat terbentuk dengan reaksi sebagai
berikut:
NaCN+H2O -> HCN + NaOH
KCN + H2O -> HCN + KOH
Sianida juga dapat di temukan dalam sejumlah makanan dan secara alami terdapat di
berbagai tumbuhan .
Sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang
mengakibatkan timbulnya kematian atau histotoxic anoxia adalah karena sianida mengikat
bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga akan mengakibatkan terhentinya sel
secara aerobik. Sebagai akibatnya, hanya dalam waktu beberapa menit, akan mengganggu
transmisi secara neuronal. Sianida dapat dibuang meelalui proses tertentu sebelum sianida
berhasil masuk kedalam sel.

Proses yang paling berperan disini adalah pembentukan

Cyanomethemoglobin (CNMe+Hb), sebagai hasil dari reaksi antara ion sianida (CN+) dan
Me+Hb.
Sianida dalam jumlah kecil akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan
disekresikan melalui urine, selain itu sianida dapat berikatan denga vitamin B12, tapi bila
jumlah sianida yang masuk dalam jumlah besar, tubuh tak akan mampu mengikatnya dengan
vitamin B12. Karena salah satu bentuk alami vitamin B 12 (hydroxocobalamin) memiliki
kemampuan untuk mengikat dan mendetoksifikasi racun sianida, hydroxocobalamin bisa
disuntikkan secepatnya ke dalam pembuluh darah sebagai anti-racun di dalam kasus
keracunan sianida
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal dari sianida antara lain :

Asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mgmin/m3


Sianogen klorida sekitar 11,000 mgmin/m3.
Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
7

Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg.


Perkiraan dalam bentuk oral 1,52mg/kg
Ada juga yang melaporkan kematian bisa terjadi pada dosis 200-300 ppm. Dosis
110-135 ppm bisa mengakibatkan kefatalan setelah terpapar 30-60 menit,
sedangkan pada konsentrasi 45-54 ppm sianida masih bisa ditoleransi oleh tubuh.

Tubuh manusia dapat menoleransi konsumsi sianida setiap harinya dalam kadar 20 g
sianida/kg berat badan (Tolerable Daily Intake) [4]. Untuk dapat menyebabkan kematian
langsung, diperlukan sianida dalam konsentrasi minimal 0.5-3.5 mg/kg berat badan atau
setara dengan 35-245 mg untuk orang dengan berat 75 kg. Tingkat toksisitas senyawa sianida
pada hewan sendiri yakni sebesar Sementara level toksik sianida cukup rendah (2,3 2,5
mg/kg).
2.5. Mekanisme Proses Keracunan Sianida Tanaman Anggrung Pada Sapi
2.5.1. Fase Eksposisi
Fase Ekposisi merupakan kontak suatu organisme dengan xenobiotika, pada
umumnya, kecuali radioaktif, hanya dapat terjadi efek toksik/ farmakologi setelah
xenobiotika terabsorpsi. Umumnya hanya tokson yang berada dalam bentuk terlarut,
terdispersi molekular dapat terabsorpsi menuju sistem sistemik. Pada tanaman anggrung
yang mengandung sianida masuk ke tubuh dengan cara oral melalui mulut. Dimulut
tanaman akan dikunyah dan selanjutnya masuk ke kerongkongan dan menuju saluran
pencernaan. Selanjutnya zat-zat yang terkandung pada tanaman anggrung ini akan
termetabolisme dihati, termasuk zat sianida yang terkandung didalamnya akan teradsopsi
dan termetabolisme dihati.

2.5.2. Fase Toksokinetik


Proses biologik yang terjadi pada fase toksokinetik umumnya dikelompokkan ke
dalam proses invasi dan evesi. Proses invasi terdiri dari absorpsi, transpor, dan distribusi,
sedangkkan evesi

juga dikenal dengan eleminasi. Absorpsi suatu xenobiotika adalah

pengambilan xenobiotika dari permukaan tubuh (disini termasuk juga mukosa saluran
cerna) atau dari tempat-tempat tertentu dalam organ dalaman ke aliran darah atau sistem
pembuluh limfe. Apabila xenobiotika mencapai sistem sirkulasi sistemik, xenobiotika akan
ditranspor bersama aliran darah dalam sistem sirkulasi. WEISS (1990) membagi distribusi
ke dalam konveksi (transpor xenobiotika bersama peredaran darah) dan difusi (difusi
8

xenobiotika di dalam sel atau jaringan). Sedangkan eliminasi (evesi) adalah semua proses
yang dapat menyebabkan penurunan kadar xenobiotika dalam sistem biologi / tubuh
organisme, proses tersebut reaksi biotransformasi dan ekskresi.
Sederetan proses tersebut akan menjelaskan proses penyebaran sianida dalam tanaman
anggrung.

Absorbsi
Setelah sianida masuk kedalam tubuh melalui oral atau melalui makanan pada
tanaman anggrung yang dikonsumsi oleh sapi, maka sianida tersebut akan diabsorpsi
atau terserap dengan cepat dari rongga mulut kemudian dibawa kelambung dan usus.
Lamanya waktu penyerapan sianida tergantung dari konsentrasi dan lamanya interaksi

senyawa tersebut didalam lambung dan usus.


Distribusi : Setelah proses penyerapan dilambung dan usus , kemudian sianida akan
didistribusikan keseluruh tubuh melalui peredaran darah atau pembuluh limfe, dimana
akan terjadi oksigenasi (level oksigen tertinggi dalam darah) yang mana hemoglobin
pada pembuluh darah seharusnya berikatan dengan oksigen dan beredar keseluruh
tubuh, akan tetapi karena hemoglobin berikatan dengan sianida maka proses
pertukaran oksigen akan terhambat. Sianida akan terikat pada hemglobin dan
memiliki kecenderungan sama dengan oksigen dan akan terbentuklah siano
hemoglobin. Siano hemoglobin akan menghambat masuknya oksigen kedalam

molekul dan menghambat kemampuan pertukaran gas dari sel darah merah .
Metabolisme
Setelah diedarkan keseluruh tubuh , sianida akan mengalami metabolisme bersama
urine melalui ginjal , empedu dan saluran pencernaan sebagai sistem ekskresi. Saat
keluar melalui urine sianida akan mengeluarkan bau khas bitter almon. Mekanisme
dalam fase ini dapat di gambarkan sebagai berikut:

Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat dehidrogenase,


superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan lain sebagainya. Oksidase
merupakan enzim yang berperan mengkatalisis Hidrogen yang ada dalam substrat dengan
hasil berupa H2O dan H2O2. Enzim ini berfungsi sebagai akseptor ion Hidrogen, banyak
terdapat dalam mioglobin, hemoglobin, dan sitokrom lain.
Enzim dehidrogenase berperan sebagai pemindah ion Hidrogen dari substrat satu ke substrat
berikutnya dalam reaksi redoks couple. Contoh lainnyanya ialah penggunaan enzim
dehidrogenase dalam pemindahan electron di membrane dalam mitokondria, siklus Kreb, dan
glikolisis fase anaerob. Enzim ini tidak menggunakan Oksigen sebagai akseptor ion
Hidrogen.
Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase, metalloenzim
respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport elektron dalam
mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan
katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan
hipoksida seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a 3 dari rantai
transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada
ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang,
oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen
incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia (Meredith, 1993). Berikut skema
pengmabilan elektron, misalnya hidrogen (electron robbing) dan kerusakan oleh radikal
bebasnya.

2.5.3. Fase Toksodinamik


Dalam fase toksodinamik atau farmakodinamik akan membahas interaksi antara
molekul tokson atau obat pada tempat kerja spesifik, yaitu reseptor dan juga proses-proses
yang terkait dimana pada akhirnya timbul efek toksik atau terapeutik.
Efek toksik yang bisa terjadi akibat mengonsumsi sianida adalah susah bernafas,
denyut nadi cepat, lemah, tremor, mata terbelalak, kembung dan kadang-kadang terjadi
salivasi dan muntah, kejang-kejang, hemoglobin tidak mampu membebaskan oksigen
10

(system transportasi elektron) sehingga warna darah menjadi merah terang, kekurangan
oksigen pada otak dan jantung yang dapat mempercepat kematian. Efek tersebut
merupakan salah satu bagian dari fase toksodinamik.
Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase
sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat
disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound
methemoglobin.
Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul
hemoglobin menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat
berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru,
terapi yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya kembali
ion sianida mengakibatkan keracunan sianida (Gambar 1). Sianida bergabung dengan
methemoglobin membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah
cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna coklat
Efek toksisitas sianida terhadap ternak bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu:
1) ukuran dan jenis hewan,
2) kecepatan hewan mengunyah pakan,
3) jenis sianogen dalam tanaman,
4)keaktifan enzim dalam memecah pakan,
5) daya detoksifikasi sianida
2.5.4. Analisis Toksik
Dalam analisis sianida dikenal beberapa jenis analisis yang masing-masing
mengukur kelompok sianida yang berbeda, yaitu :
a. CN Free atau sianida bebas yang meliputi spesies CN dan HCN (Kyle 1988,
Smith and Mudder 1991).
b. Amenable CN atau sianida yang mudah bereaksi dengan klorida, yang meliputi CN
total kecuali kompleks sianida-besi (Kjeldsen 1999).
c. CN WAD (weak acid dissociable cyanide) yang meliputi CN bebas dan
kompleks-kompleks sianida dengan tembaga, kadmium, nikel, seng, perak, dan
logam-logam lain yang mudah terurai menjadi CN bebas dengan penambahan
asam (Kjeldsen 1999).
11

d. CN total (sianida total) yang meliputi CN bebas, CN WAD, dan semua


kompleks sianida kuat (memiliki tetapan disosiasi yang sangat rendah) seperti
kompleks sianida dengan besi, emas, kobalt, dan platina (Kjeldsen 1999).
Ada berbagai metode yang dikenal dalam analisis sianida

yang

spesifik

menganalis kelompok sianida tertentu. US EPA (United States of Environmental


Protection Agency) dan ASTM (American Standard and Testing Materials) telah
menetapkan metode-metode standard dalam analisis sianida. Smith dan Mudder
(Smith and Mudder 1991) merangkum metode-metode tersebut sebagai :
a. Metode pengukuran CN total dengan destilasi. Sampel mengandung sianida
ditambahkan asam kuat (pH<2) dan didestilasi reflux selama 1 jam sehingga
sianida lepas sebagai HCN yang ditampung pada larutan NaOH. Sianida yang
tertampung kemudian diukur dengan titrimetri, kolorimetri atau elektroda ion
selektif.
b. Metode pengukuran Amenable CN. Metode ini umum digunakan disaat metode
analisis CN WAD belum dikenal. Metode ini melibatkan pengukuran CN total
sebelum dan sesudah klorinasi.
c. Metode pengukuran CN WAD dengan destilasi. Metode ini melibatkan destilasi
refluks selama satu jam untuk menguapkan sianida dari sampel yang telah diatur
pH-nya menjadi pH 3 dengan larutan penyangga. Hasil HCN yang teruapkan
diukur dengan titrimetri, kolorimetri atau dengan elektroda ion spesifik.
d. Metode penentuan CN WAD dengan asam pikrat. Metode ini

melibatkan

pembentukan senyawa berwarna dengan asam pikrat dengan kehadiran nikel yang
diikuti dengan pemanasanmenggunakan water bath selama 20 menit sebelum
kemudian diukur dengan spektrofotometer vis.
e. Metode penentuan CN free dengan perak nitrat. Metode ini melibatkan titrasi
sampel dengan larutan perak nitrat standard dengan menggunakan indikator
dimetilaminobenzal-rodamine.
f. Metode penentuan CN free dengan elektroda ion selektif. Metode ini melibatkan
pengukuran langsung

sampel

menggunakan

voltameter

yang kemudian

dibandingkan dengan elektroda referensi.


g. Metode ion kromatografi.
h. Metode penentuan sianida reaktif dengan USEPA test. Metode ini melibatkan
penempatan sampel dalam

massa

yang

sedikit

kedalam

asam

sulfat dan

melewatkan nitrogen secara terus-menerus kedalam sampel selama 30 menit.


HCN kemudian dikumpulkan dari gas nitrogen di dalam wadah berisi NaOH dan
kemudian diukur.
12

Dari meninggalnya ternak tersebut diduga, ternak telah memakan banyak daun
anggur sehingga menyebabkan kematian. Daun anggur mengandung sianida cukup tinggi
sehingga masuk melalui oral dan mencapai saluran pencernaan CN mulai terurai dan
menyebar keperedaran darah. Pada kasus ini digunakan metode instrumen, untuk
mengetahui kandungan sianida yang terkandung dalam tanaman yang telah dimakan
hewan ternak dengan spektrofotometer berdasarkan

pembentukan

warna

dengan

menggunakan asam pikrat (Adjei and Ohta 1999) , fenolftalin (Cacace et al. 2007)
,reagen klorin-o-tolidin dan asam barbiturat-piridin(Gms et al. 2000). Dari hasil
tersebut akan diperoleh hasil identifikasi dari warna darah yang menjadi merah terang dan
bau khas bitter almond dari isi lambung ternak. Proses analisis juga di penggunaan radiasi
UV dan destilasi. Radiasi UV dengan frekuensi rendah digunakan untuk menguraikan
kompleks sianida tanpa menguraikan tiosianat yang umumnya mengganggu dalam
analisis sianida. Selanjutnya hasil penguraian tersebut didestilasi untuk mengukur
sianida yang terbentuk sehingga diketahui diagnosis terjadinya keracunan. Secara
sederhana mekanisme penentuan sampel adalah sebagai berikut :

Prinsip pengujian sianida pada


kasus

Berdasarkan teknik analisis di atas masih diketahui bahwa teknik tersebut hanya
dapat digunakan untuk analisis kuatitatif saja tanpa mengetahui angka pasti dari HCN
yang terdapat dalam sampel. Apabila dilihat dari model akurasi data yang peroleh, dapat
diketahui bahwa metode intrumen yang lebih bagus digunakan adalah spektrofotometer
UV. Dimana spektrofotometer mampu menentukan

nilai absorbansi dari penyerapan

terhadap sampel yang diperoleh pada saat proses preparasi sampel. Metode
spektrofotometri ini merupakan kelanjutan dari penentuan asorbansi larutan sebab metode

13

ini merupakan lanjutan dari penentuan kadar warna CN dengan kertas asam pikrat, sebab
dalam analisis kualitatif masih dihasilkan dengan warna spesifik dari sianida.
Metode analisis asam sianida pada Tanaman Anggrung
- Penentuan HCN kualitatif
o Maserasikan 50 gr anggrung yang telah ditumbuk dalam 50 ml air pada
Erlenmeyer 250 ml dam tambahkan 10 ml larutan asam tartrat 5%.
o Kertas saring ukuran 1x7 cm dicelupkan dalam larutan asam pikrat jenuh,
kemudian dikeringkan diudara. Setelah kering di basahi dengan larutan
Na2CO3 8% dan di gantungkan pada leher Erlenmeyer diatas, dan tutup
sedemikian rupa sehingga kertas tak kontak dengan cairan dalam Erlenmeyer
o Kemudian di panaskan diatas penangas air 50 0C selama 15 menit. Apabila
warna orange dari kertas pikrat berubah menjadi warna merah, berarti rebung
-

tersebut terdapat HCN.


Penentuan HCN kuantitatif
o Timbang 10 20 gr sampel anggrung yang sudah di tumbuk (20 nesh),
tambahkan 100 ml aquades dalam labu kjehdal, maserasikan (rendam) selama
2 jam.
o Kemudian tambahkan lagi 100 ml aquades dan distilasi dengan uap (steam
distillation). Distilat di tampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan 20
ml 0,02 AgNO3 dan 1 ml HNO3.
o Setelah distilat mencapai 150 ml, distilasi di hentikan. Distilat kemudian di
saring dengan krus gooch, endapan yang mungkin ada di cuci dengan air.
o Kelebihan AgNO3 dalam distilasi dititrasi dengan K - thiosianat memakai
indicator ferri ,
1 ml AgNO3 = 0,54 mg HCN
Berat HCN = ml titrasi
Blanko contoh x 20 x N. AgNO3 x 0,54 mg = 0,02 ml titrasi blanko

2.6. Penanggulangan Keracunan Sianida Tanaman Anggrung Pada Makhluk Hidup


Pencegahan terkena sianida khususnya pada sapi saat mengkonsumsi tanaman
anggrung dapat dilakukan dengan hal hal sebagai berikut :
1. tempat merumput agar terhindar dari risiko keracunan,
2. Level
glikosida
pada
rumput
yang
mengandung

sianogen

akan

meningkatapabilamengalamikekeringan atau kerusakan


3. Tanaman muda berpotensi mengandung sianida tinggi,
4. Perlakuan pengolahan (pengeringan) pakan hijau nmenurunkan sebagian besar
sianogen
14

5. Rumput kering (hay) harus berasal dari hasil pemotongan rumput yang tidak
berbahaya,
6. Penggunaan rumput dengan perlakuan silase lebih aman karena bahan toksiknya
lebih cepat menurun (satu minggu) dibandingkan dengan rumput tanpa silase
(bahan toksiknya akan berkurang sekitar 50% dalam waktu tiga minggu,
7. Penggunaan rumput dalam bentuk dipotong-potong lebih aman dibandingkan dengan
tanaman utuh
8. pemberian suplemen sulfur (apabila defisiensi) akan menaikkan efisiensi ternak
dalam mengubah asam sianida menjadi tiosianat yang tidak toksik
9. peternak yang memberikan tanaman angrung terhadap ternak sebaiknya mengurangi
jumlah pemberian sebab hal ini sangat bergantung pada jumlah dosis yang diberikan.
10. Sebaiknya para peternak sapi memberikan pakan pada sapi harus dapat memilah jenis
rumput yang tidak membahayakan sapi.
11. Sebaiknya paara petani secara rutin mengecek kondisi sapi setiap habis
mengkonsumsi rumput yang digunakan sebagai pakan
12. Peternak harus memiliki pengetahuan mengenai jenis jenis tumbuhan yang boleh
digunakan sebagai pakan sapi dan tumbuhan yang berbahaya khususnya tanaman
anggrung.
Apabila sudah terlanjur terkena keracunan maka sebaiknya sapi yang masih dalam
kondisi hidup diberikan penanganan penangkal spesifik dan merawatan medis dari dakter
hewan. Penangkalan efek racun sianida dalam tanaman angrung ini tidak akan terlihat
apabila tidak diberikan secara berlebihan pada sapi.
BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Tanaman anggrung memiliki kandungan sianida alami di dalamnya ketika

dikonsumsi berlebihan akan memberikan efek toksik. Racun ini menghambat sel tubuh
mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak.
Mekanisme proses keracunan sianida tanaman anggrung pada sapi masuk ke dalam
tubuh melalui oral atau melalui makanan pada tanaman ternak yang dikonsumsi. Efek
toksisitas sianida terhadap ternak bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
ukuran dan jenis hewan, kecepatan hewan mengunyah pakan, jenis sianogen dalam
tanaman, keaktifan enzim dalam memecah pakan, daya detoksifikasi sianida. Dalam
analisis untuk mengetahui kandungan sianida yang terkandung dalam tanaman yang telah
dimakan hewan ternak digunakan metode instrumen dengan spektrofotometer berdasarkan
pembentukan

warna

dengan menggunakan

asam

pikrat. Dari hasil tersebut akan


15

diperoleh hasil identivikasi dari warna darah yang menjadi merah terang dan bau khas
bitter almond dari isi lambung ternak.
3.2.

Saran
1. Sebaiknya para peternak agar lebih hati - hati dalam memberikan makanan pada
ternaknya agar tidak lagi terulang kasus kematian pada ternak.
2. Pengetahuan mengenai tumbuhan dengan kandungan sianida sangat diperlukan
agar dalam pemilihan pakan ternak dapat lebih selektif.

DAFTAR PUSTAKA
Adjei, M. and Ohta, Y. (1999) Isolation and characterization of a cyanide-utilizing
Burkholderia cepacia strain. World journal of microbiology & biotechnology
15(6), 699-704.
Cacace, D., Ashbaugh, H., Kaori, N., Bledsoe, S., Lancaster, S. and Chalk, S. (2007)
Spectrophotometric

determination

of

aqueous cyanide

using

revised

phenolphthalin method. Analitica Chemica Acta 589(2007), 137-141.


Clarke, Herbert, H dan Clarke, Eve, V. (1977). Psychology and Languange : an Introduction
Dwork, D., V. Pelt, and R. Jan. 1996. Auschwitz, 1270 to present. Norton. p.

219.to

Psycholinguistis. New York : Harcourt Brace Jovanovich, Inc.


Gms, G., Demirata, B. and Apak, R. (2000) Simultaneous spectrophotometric
determination of cyanide and thiocyanate after separation on a melamineformaldehyde resin. Talanta 53(2000), 305-315.
Kjeldsen, P. (1999) Behaviour of cyanides in soil and groundwater: A review. Water, air
and soil pollution 115(1-4), 279-307.
Kyle, J. (1988) The extraction and recovery of gold, WASM Metallurgy Department.
Olson, K. R., 2007, Poisoning and Drug Overdose, 2nd edition, 145-147, Prentice-Hall
International Inc., USA

16

Smith, A. and Mudder, T. (1991) The Chemistry and Treatment of Cyanidation Waste,
Mining Journal Books Ltd., London.
Utama, Harry Wahyudhy, 2006, Keracunan Sianida,http://klikharry.wordpress.com/about/,
diakses pada 28 September 2007
Weiss,

M.

(1990),Theoretische

Pharnakokinetik;

Modellierung,Datenanalyse,

Dosierungsoptimierung, Verl. Gesundheit GmbH, Berlin.


Yuningsih. (2007) Keracunan Nitrit Nitrit Pada Ternak Penyakit Hewan 23(41): 62-64

LAMPIRAN
Jawaban Pertanyaan
1. Dalam Analisis sampel terhadap kandungan sianida yang terdapat pada tanaman
anggrung, dari tubuh sapi tersebut bagian mananyakah yang dilakukan analisis ?
Jawaban :
Sampel dalam rumen sapi
Metode analisis yang digunakan dalam analisis kandungan sianida ini adalah jenis
analisis kualitatif yang mana hanya dapat menentukan adanya sianida dalam sampel
namun belum merujuk pada jumlah atau kadar sianida yang terkandung dalam sampel
tersebut. secara sederhana mekanisme kerja penentuan kandungan sianida pada
sampel adalah sebagai berikut :

17

Prinsip pengujian sianida pada kasus

2. Apa yang menyebabkan sianida dalam jumlah yang sedikit lebih cenderung berikatan
dengan vitamin B12 dibandingkan dalam jumlah banyak ?
Jawaban :
Dalam mekanisme reaksi, suatu senyawa akan selalu berusaha untuk mencapai
keadaan setimbang dengan cara memperoleh kestabilannya. Dimana dalam hal ini
reaksi harus stokiometri. Sehingga apabila senyawa sianida yang masuk kedalam
tubuh dalam jumlah sedikit dan tidak melebihi kapasitas atau jumlah dari sianda yang
mampu diserap oleh vitamin B12 didalam tubuh maka secara langsung sianida akan
berikatan dengan vitamin B12 membentuk natrium tiosulfat. Dimana natrium
thiosulfat ini masih dapat di ekskresikan melalui urin sehingga dalam jumlah sedikit
akan berikatan dengan vitamin B12.
3. Bagaimanakah Mekanisme reaksi pembentukan natrium tiosulfat oleh Vitamin B12
dengan HCN ?
Jawaban :

18

Struktur Hemoglobin
Struktur Vitamin B12
Bila dilihat dari struktur atom pusat sama-sama berikatan dengan logam hal ini
disebabkan oleh logam Co dan Fe berada dalam keluarga atau mempunyai sifat yang
mirib. Dimana vitamin B12 mempunyai sifat alami memiliki kemampuan untuk
mengikat dan mendetoksifikasi racun sianida sehingga dalam jumlah yang kecil masih
dapat diserap sesuai dengan ambang batasnya. Dan jika sianida yang dalam jumlah
19

besar dan vitamin B12 sudah tidak mampu untuk mengikat maka akan berikatan
dengan hemoglobin dimana bentuk reaksinya adalah sama yaitu menggasislkan
natrium tiosulfat seperti reaksi berikut.

Proses yang paling berperan disini adalah pembentukan Cyanomethemoglobin


(CNMe+Hb), sebagai hasil dari reaksi antara ion sianida (CN+) dan Me+Hb.Oksidase
merupakan enzim yang berperan mengkatalisis Hidrogen yang ada dalam substrat
dengan hasil berupa H2O dan H2O2. Enzim ini berfungsi sebagai akseptor ion
Hidrogen, banyak terdapat dalam mioglobin, hemoglobin, dan sitokrom lain.
Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom
oksidase sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak
dapat disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary
compound methemoglobin. Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup
oksigen

maka

molekul

hemoglobin

menjadi

tidak

berfungsi.

Produksi

methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang


berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang digunakan pada
methemoglobinemia,

dapat

menyebabkan

terlepasnya

kembali

ion

sianida

mengakibatkan keracunan sianida. Sianida bergabung dengan methemoglobin


membentuk

sianmethemoglobin.

Sianmethemoglobin

berwarna

merah

cerah,

berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna coklat.


Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase,
metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai
transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi
ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di
jaringan. Sianida menyebabkan hipoksida seluler dengan menghambat sitokrom
oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang
20

secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi tergabung
(incorporated).
Secara umum mekanisme reaksinya sama dengan reaksi HCN dalam mengikat
Hemoglobin namu

kami belum dapat memberikan mekanisme reaksinya sebab

mekanisme reaksi secara khusus antara vitamin B12 dengan HCN tidak ada dalam
sumber. Kami berusaha menjawab dengan menggunakan persamaan antara Vitamin
B12 dengan hemoglobin yang sama sama menghasilkan Natrium Tiosulfat apabila
berikatan dengan HCN.

4. Seharusnya sapi memiliki indra penciuman yang baik khususnya dalam memilih
makanan yang bersipat toksik dan non toksik kenapa kasus ini bisa terjadi ?
Jawaban :
Memang sapi memiliki Indra Penciuman yang tajam khususnya dalam hal memilih
makanan, namun tidak semua jenis sapi memiliki kekhasan tersebut sebab sapipun
dapat mati akibat pakan diracun oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Artinya
indra penciuman yang dimiliki oleh sapi hanya bergantung pada penciuman dengan
kadar tertentu, sapi mempunyai insting makanan yang bersifat racun akan terasa pahit
pada mulut sapi. Namun hal yang terjadi tanaman anggrung memang mengandung
sianida alami namun dalam jumlah yang sedikit sehingga tidak sampai mempengaruhi
indra penciuman sapi, akibatnya sapi akan menkonsumsi pakan yang diberikan oleh
para petani. Kasus ini tidak diukur dari dapat tidaknya sapi merespon makanan
bersifat toksik melainkan dari dosis tanaman yang diberikan dalam jumlah berlebihan

21

sehingga kandungan sianida pada rumen sapi menjadi banyak dan menyebabkan
keracunan.

22

Você também pode gostar