Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH:
HERY FERDIAN
1310247035
Program bantu untuk analisis ini adalah Integrated Flood Analysis System
(IFAS). IFAS merupakan salah satu program penginderaan jauh yang
dikembangkan oleh Public Work Research Institute (PWRI) dari Jepang yang
bernama International Centre for Water Hazard and Risk Management
(ICHARM). Dengan data curah hujan 3B42RT yang disediakan oleh National
Aeronautics and Space Administration (NASA). Data ini diambil dengan
menggunakan satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), Special
Sensor Microwave Imager (SSMI), dan Infrared Ray (IR) dengan jangkauan
observasi 500 LU sampai 500 LS dan luas tangkapan 600 km 2. Interval transmisi
data ini adalah tiga jam serta data hujan GSMaP (Global Satellite Mapping of
Precipitation) yaitu data curah hujan dari tim riset Japan Science and
Technology Agency (JST) dan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA).
Data ini diambil dengan satelit TRMM, AMSR, dan SSMI dengan jangkauan
observasi 600 LU sampai 600 LS dan luas tangkapan 120 km 2. Interval transmisi
data ini adalah empat jam.
B Perumusan Masalah
Penelitian ini menggunakan data satelit GS MAP dan 3B42RT, dari data
satelit tersebut bagaimana melakukan pemodelan hidrologi analisis banjir dan
seberapa akurat pemakaian data satelit GS MAP dan 3B42RT dibandingkan
dengan data debit dilapangan.
C Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini melakukan pemodelan hidrologi untuk analisis
banjir dengan menggunakan data satelit. Pemodelan hidrologi melalui proses
kalibrasi dan validasi parameter. Pemodelan hidrologi menggunakan data satelit
GS MAP dan 3B42RT dengan alat bantu software Integrated Flood Analysis
System (IFAS) Versi 1.3.0
D Manfaat Penelitian
Pemodelan hidrologi ini bisa dijadikan alternatif untuk analisis banjir serta
menjadi masukan data satelit mana yang paling mendekati hasil lapangan.
E Tinjauan Pustaka
a Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai atau sering di singkat DAS (cathment,
watershed, drainage basin) menurut Linsley (1949) dalam Litbang Dephut
(1999) adalah daerah yang dialiri oleh sungai atau sistem sungai yang
saling berhubungan sedemikian rupa sehingga aliran yang berasal dari
daerah tersebut keluar melalui aliran tunggal.
Daerah Aliran Sungai ( DAS ) merupakan suatu wilayah daratan yang
secara topografik
menampung
dibatasi
oleh
punggung-punggung
gunung
yang
ekosistem
dengan
unsur
utamanya
yang
terdiri
merupakan
atas sumberdaya
alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai
pemanfaat sumberdaya alam (Asdak, 2004).
Daerah Aliran Sungai (DAS) biasanya di bagi menjadi daerah hulu,
tengah, hilir dan pesisir. Sistem ekologi DAS bagian hulu pada umumnya
dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan. Ekosistem DAS hulu terdiri
atas empat komponen utama, yaitu desa, sawah/ladang, sungai dan hutan.
Di dalam ekosistem DAS terdapat hubungan timbal-balik antar komponen.
Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh
seluruh faktor / komponen yang ada di dalam DAS.
Apabila terjadi
maka sistem
hidrologi
Apabila fungsi
yang
merupakan
air pada
sedimen
hujan
serta
sebagai
masukan
dan
aliran
keluarannya.
Hasil keluaran tersebut bervariasi dan besarnya tergantung pada
tanggapan DAS. Tanggapan DAS merupakan proses-proses yang terjadi
di dalam DAS yang dipengaruhi oleh faktor karakteristik fisik DAS, seperti
topografi, geologi, geomorfologi, tanah dan juga tata penggunaan lahan
serta sistem pengelolaannya. Dilihat dari segi curah hujan wilayah DAS
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu wilayah yang berfungsi sebagai
wilayah
peresapan
dan
wilayah
yang
berfungsi
sebagai
wilayah
b Hidrologi DAS
Hidrologi
atau
tata
air
DAS
adalah
suatu
keadaan
yang
ekosistem,
juga
komponen utama dalam DAS merupakan tali pengikat antara hulu dan
hilir DAS. Sungai dapat menjadi potensi penyeimbang yang ditunjukkan
oleh daya gunanya antara lain untuk pertanian, energi dan transportasi,
namun juga dapat
mengakibatkan
banjir,
pembawa
sedimentasi,
DAS
menurut
FAO
(1982)
dal am
Supangat
(2004)
mencirikan
DAS
bagian
hulu
sebagai
daerah
konservasi,
DAS bagian
kerapatan
hilir dicirikan
sebagai
daerah
pemanfaatan,
konflik
kepentingan
pertanian,
pariwisata,
penggunaan
pertambangan,
lahan
pemukiman
oleh kegiatan
dan
lain-lain.
daerah
hulu
perlu
mencakup
aspek-aspek
hilirnya.
yang
Limpasan berlangsung
laju
infiltrasi air ke dalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai
mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah pengisian
air pada cekungan tersebut selesai, air kemudian dapat mengalir di atas
permukaan tanah dengan bebas.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
limpasan
dapat
Dengan
demikian
menurunkan
laju
air
permukaan.
penting bagi pengelola sumberdaya air. Debit aliran adalah laju aliran
air
(dalam
bentuk
volume
air)
melintang sungai per satuan waktu biasanya dalam satuan meter kubik per
3
detik (m /dt). Debit
aliran
biasanya
ditunjukkan
dalam
bentuk
hidrograf aliran.
Hidrograf
Ket :
A = Intersepsi saluran(Channel
interception)
B = Aliran permukaan (Surface run off)
C = Aliran air bawah permukaan
(Subsurface flow)
D = Aliran air tanah (Base flow)
adalah intensitas
penyebaran
hujan.
hujan,
lamanya
hujan
(durasi)
dan
oleh : (1) daerah pengaliran (morfometri) DAS, (2) topografi, (3) kondisi
geologi (jenis batuan), (4) tanah (tekstur, struktur dan tebal solum) dan (5)
tata
guna
lahan
mempengaruhi
hidrograf aliran).
(penutupan
karakteristik
lahan).
aliran
Faktor-faktor
sungai
tersebut
yang dihasilkan
akan
(bentuk
c Penginderaan Jauh
Lillesand dan Kiefer (1979) dalam Lili (2010), penginderaan jauh adalah ilmu
dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, wilayah, atau gejala dengan
cara menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak
langsung terhadap obyek, wilayah, atau gejala yang dikaji. Penginderaan Jauh
juga dapat didefinisikan sebagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan
analisis
informasi
tentang
bumi,
informasi
tersebut
berbentuk
radiasi
menyebutkan
bahwa
terdapat
beberapa
alasan
yang
melandasi
4 Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi
secara terestrial.
d
Pemodelan Hidrologi
Sri Harto (1993) mengemukakan model hidrologi secara umum adalah sajian
sederhana (simple representation) dari sebuah sistem hidrologi yang komplek
Menurut Harto (1993), tujuan penggunaan model dalam hidrologi diantaranya
adalah:
1 Peramalan (forecasting), termasuk di dalamnya untuk sistem peringatan atau
manajemen,
2 Perkiraan (prediction),
3 Sebagai alat deteksi dalam masalah pengendalian. Dengan sistem yang telah
pasti dan keluaran yang diketahui, maka masukan dapat dikontrol dan diatur,
4 Sebagai alat pengendali (identification tool) dalam masalah perencanaan
(planning),
5 Ektrapolasi data atau informasi,
6 Perkiraan lingkungan akibat tingkat perilaku manusia yang berubah atau
meningkat, dan
7 Penelitian dasar dalam proses hidrologi.
Tujuan dari model hidrologi adalah untuk mempelajari siklus air yang ada di
alam dan meramalkan outputnya. Model hidrologi dapat digunakan untuk
peramalan banjir, perencanaan bendungan, pengaturan bendungan, pengelolaan
dan pengembangan DAS. Hal ini tergantung dari tujuan pembuatan model tersebut
(Indarto, 2010).
Berbagai model dari yang sederhana sampai yang kompleks telah
dikembangkan
untuk
menganalisis
dan
memprediksi
fenomena
hidrologi.
Pemilihan terhadap suatu model tergantung kepada jenis informasi apa yang
dibutuhkan dan bagaimana hasil pemodelan akan diterapkan, jumlah dan jenis
asumsi di dalam model, jumlah data yang dibutuhkan, dan tingkat kompleksitas.
Refgaard (2000) dalam Indarto (2010) pada prinsipnya, model hidrologi
digunakan
untuk
melakukan
simulasi
perilaku
sistem
tersebut,
dengan
menggunakan masukan data yang terukur dan didapatkan output model yang
semirip mungkin dengan output sistem fisik yang ditiru tersebut. Hal ini dilakukan
dengan meminimalisasi tingkat kesalahan yang mungkin terjadi melalui uji coba
Informasi Geografis (SIG). Beberapa hasil temuan penting yang didapatkan dari
penelitian ini adalah, pertama bahwa verifikasi hasil prediksi banjir dengan kondisi
di lapangan menunjukkan hasil yang sangat dekat. Kedua, walaupun akurasi data
satelit masih perlu diperbaiki untuk masa-masa mendatang, namun data yang ada
saat ini sudah cukup handal dipakai untuk studi analisis banjir dan genangan.
Li, dkk. (2009) mengevaluasi pemakaian data hujan satelit yang disediakan
oleh Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA untuk mempreksi kejadian banjir
untuk manajemen bencana banjir di Nzoia, Sub-DAS Danau Victoria, Afrika. Selain
menggunakan data hujan satelit tersebut, penelitian ini juga menggunakan
seperangkat data lain yang bersumber dari penginderaan jauh, seperti data elevasi
digital SRTM (Shuttle Radar Topography Mission), parameter-parameter hidrologi
yang
bersumber
dari
SHuttle
Elevation
Derivatives
at
multiple
Scales
(HydroSHEDS), data tata guna lahan dari the Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer (MODIS), dan data parameter tanah dari Food & Agricultural
Organization (FAO). Prediksi banjir dengan menggunakan data hujan satelit
3B42RT dari tahun 2002 hingga 2006 ini memberikan hasil yang bisa diterima.
Meskipun penggunaan data satelit ini sudah memberikan hasil prediksi yang bisa
diterima, penelitian ini sangat merekomendasikan untuk meningkatkan resolusi
dalam perekaman data hujan dengan system penginderaan jauh untuk keperluan
analisis yang lebih detil lagi.
Khan, dkk. (2011) melakukan penelitian tentang metode penggunaan data
hujan satelit dari penginderaan jauh untuk kalibrasi dan evaluasi model hidrologi,
simulasi kejadian banjir dan evaluasi kemungkinan terjadinya genangan. Dengan
mengambil studi kasus di DAS Nzoia, sebuah sub-DAS dari danau Victoria di
Afrika, penelitian ini menggunakan model hidrologi CREST (Coupled Routing and
Excess Storage) yang dikembangkan oleh The University of Oklahoma dan the
NASA SERVIR Project Team. Penelitian ini mengintegrasikan data-data satelit
seperti hujan, topografi, penggunaan lahan dan produk data satelit lain untuk data
masukan pada model hidrologi tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penggunaan data-data berbasis satelit bisa digunakan untuk mengkalibrasi model
hidrologi dan memprediksi potensi kejadian banjir dan genangan dengan akurat
pada daerah-daerah yang tidak memiliki data pencatatan debit yang panjang.
Kartiwa
dan
Murniati
(2011)
melakukan
penelitian
tentang
aplikasi
penginderaan jauh dan pemodelan hidrologi untuk pemetaan banjir pada DAS
Citarum, Jawa Barat. Penelitian ini juga membandingkan hasil pemodelan dengan
menggunakan model terdistribusi (distributed model), IFAS dengan Model Lump,
GR4J. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk Kasus di DAS Citarum, model
Lump menunjukkan hasil yang lebih baik. Hasil output debit dari pemodelan IFAS
digunakan sebagai data masukan pemodelan hidrolika menggunakan model HECRAS untuk mendapatkan peta daerah rendaman banjir.
Hasniati Hasan, Sigit Sutikno dan Manyuk Fauzi (2013) melakukan penelitian
tentang penggunaan data hujan satelit untuk pemodelan hidrologi DAS Indragiri
pada stasiun Lubuk Ambacang dengan data curah hujan, elevasi, tata guna lahan,
dan data tanah tahun 2004 dan 2006 serta alat bantu yang digunakan IFAS. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hasil kalibrasi tahun 2004 menunjukkan hasil yang
optimal dengan memberikan nilai koefisien korelasi (R) = 0,728, nilai selisih volume
(VE) = 0,285% dan nilai koefisien efisiensi (CE) = 0,779. Pada Tahap Validasi
model untuk tahun 2006 memberikan nilai koefisien korelasi (R) = 0,625, nilai
selisih volume (VE) = 3,807% dan nilai koefisien efisiensi (CE) = 1,343. Sehingga
dapat dapat dikatakan bahwa parameter-parameter pada model hujan aliran IFAS
perlu dikalibrasi ulang jika diterapkan pada periode tahun dan lokasi yang berbeda.
Hamiduddin, Sigit Sutikno dan Manyuk Fauzi (2013) melakukan pemodelan
hidrologi hujan aliran dengan menggunakan data satelit hasil penginderaan jauh
(studi kasus DAS Tapung Kiri). Data curah hujan, elevasi, tata guna lahan, dan
data tanah tahun 2004 dan 2006. Dari hasil penelitian bahwa pemodelan hujanaliran menggunakan data satelit dengan program bantu IFAS cukup handal setelah
dikalibrasi dengan nilai R= 0,776, VE = 0,574% dan CE = 0,75. Data hujan satelit
dan hujan terukur memiliki hubungan substansial dibuktikan dengan nilai R = 0,567
untuk tahun 2006 dan nilai R = 0,451 untuk tahun 2005.
f Kalibrasi Model
Kalibrasi model menurut Vase, et al (2011) merupakan suatu proses
mengoptimalkan atau secara sistematis menyesuaikan nilai parameter model untuk
mendapatan satu set parameter yang memberikan estimasi terbaik dari debit sungai
yang diamati. Bloschl and Grayson (2000) dalam Indarto (2010) kalibrasi terhadap
suatu model adalah proses pemilihan kombinasi parameter. Dengan kata lain,
(trial
and
error).
Metode
ini
paling
banyak
digunakan
dan
oleh
proses
penggunaannya
cukup
sederhana,
cepat
dan
(Qcal
(Qcal
dengan:
R
=
Qcali =
Q calrerata
Qobsi =
koefisien korelasi,
debit terhitung (m3/detik),
=
debit terhitung rerata (m3/detik),
debit terukur (m3/detik),
(2.2)
Q obsrerata
Koefisien korelasi memiliki beberapa kriteria seperti pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Kriteria Nilai Koefisien Korelasi
Nilai Koefisien Korelasi (R)
0,7 < R < 1,0
0,4 < R < 0,7
0,2 < R < 0,4
R < 0,2
Interpretasi
Derajat
asosiasi tinggi
Hubungan
substansial
Korelasi
rendah
Diabaikan
2 Selisih volume atau volume error (VE) aliran adalah nilai yang menunjukkan
perbedaan volume perhitungan dan volume terukur selama proses simulasi.
Selisih volume (VE) aliran dikatakan baik apabila dapat menunjukkan angka
tidak lebih dari 5%. Perhitungan selisih volume (VE) dirumuskan sebagai
berikut:
N
VE
Qobs i Qcal i
i 1
i 1
Qobs
i 1
100%
(2.3)
dengan:
VE
=
Qcali =
Qobsi =
selisih volume,
debit terhitung (m3/detik),
debit terukur (m3/detik).
2
(Qobs i Qcal i )
CE N i 1
2
(Qobs i Qobs rerata )
i 1
(2.4)
dengan:
CE
=
Qcali =
Qobsi =
Q obsrerata
koefisien efisiensi,
debit terhitung (m3/detik),
debit terukur (m3/detik),
=
debit terukur rerata (m3/detik).
Interpretasi
Optimasi
sangat efisien
Optimasi
cukup efisien
Optimasi tidak
efisien
i Validasi Model
Menurut Indarto (2010), validasi adalah proses evaluasi terhadap model untuk
mendapatkan gambaran tentang tingkat ketidakpastian yang dimiliki oleh suatu
model dalam memprediksi proses hidrologi. Pada umumnya, validasi dilakukan
dengan menggunakan data di luar periode data yang digunakan untuk kalibrasi.
Validasi model hanya bergantung pada bermacam teori dan asumsi yang
menentukan struktur dari format persamaan pada model serta nilai-nilai yang
ditetapkan pada parameter model. Suatu model mungkin telah mencapai status
valid (absah) meskipun masih menghasilkan kekurang benaran output.
Suatu
kebenaran suatu model, tetapi lebih berhubungan dengan apakah model efektif
atau sesuai untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian suatu
model divalidasi dalam hubungannya dengan tujuan penyusunannya, sedangkan
model diverifikasi dalam hubungannya dengan kebenaran mutlak.
j Model Tangki
Model tangki merupakan salah satu model hidrologi yang dapat digunakan
untuk menganalisis karakteristik aliran suatu sungai. Model ini dapat memberikan
informasi mengenai kualitas air serta memprediksi banjir. Model tangki umumnya
tersusun atas empat reservoir vertikal, dimana bagian tersebut mempresentasikan
surface reservoir, intermediate reservoir, sub-base reservoir dan paling bawah
base reservoir. Pada konsepnya, air di dalam model tangki dapat mengisi reservoir
dibawahnya dan begitu juga sebaliknya.
Model tangki yang telah divalidasi dan telah diverifikasi dapat dikembangkan
untuk analisis hidrologi seperti simulasi perubahan tata guna lahan, ketersediaan
air, ataupun debit sungai. Selain memperoleh data aliran model ini juga bisa
memperoleh
nilai
parameter
model
tangki,
indikator
keandalan
model,
PWRI Distributed Model terdiri dari tiga model. Fitur dari masing-masing
model dapat digambarkan sebagai berikut:
1
Surface model
Surface model merupakan tangki yang membagi curah hujan menjadi aliran
permukaan (flow of surface), aliran intermediet (rapid intermediate outflow), dan
aliran infiltrasi (ground infiltration flows). Aliran permukaan dan intermediet
dihitung berdasarkan Hukum Manning. Aliran infiltrasi dihitung berdasarkan
Hukum Darcy.
Dengan besar koefisien kekasaran (N) pada model PWRI didasarkan pada Tabel
3.
Tabel 3. Nilai Koefisien Kekasaran (N) Model PWRI
Tata Guna Lahan
Air Permukaan (Water Surface)
Persawahan (Paddy field)
Pegunungan Hutan (Mountain forest)
Bukit, Padang Rumput, Taman, Lapangan Golf, Lahan Pertanian
(Hills, pastures, parks, golf ground, cropland)
Perumahan Penduduk (Urban land)
1
Jalan sebagian beraspal, banyak tanah kosong yang
tersisa, jaringan drainase selesai.
2
Perkerasan jalan sedang dalam proses, jaringan
pembuangan belum selesai.
3
50% jalan telah diaspal, jaringan pembuangan hampir
selesai.
Nilai
0,0
2,0
0,7
0,3
0,03
0,1
0,05
0,01
Level Urbanisasi
untuk
memudahkan
pengguna
dalam
menganalisa
d Data Ground Based Rainfall Data : CSV, adalah data curah hujan dari
pemerintah setempat yang dikombinasikan dan diformat oleh IFAS dalam
bentuk CSV. Data ini diambil dari beberapa titik observasi di sebuah negara.
e Data GPV Forecast Rainfall, adalah ramalan data curah hujan yang
disediakan oleh Japan Meteorological Agency. Jangkauan observasinya
adalah global dengan panjang daerah tangkapan data ini adalah 125 km.
Interval dari penyediaan data ini adalah enam jam.
2 Data topografi DEM (Digital Elevation Model)
a Data topografi GTOPO30 adalah data elevasi global yang pertama kali
disediakan oleh 8 institusi diantaranya adalah NASA, UNEP/GRID, NIMA,
USAID, INEGI, GSI, dan SCAR. Data GTOPO30 ini menjangkau 90 o Lintang
Utara hingga 90o Lintang Selatan dan mulai dari 180 o Bujur Barat hingga 180 o
Bujur Timur dengan horizontal grid 1 km.
b Data topografi Hydro1k merupakan database geografis melengkapi data dan
konsistensi global dari cakupan set data topografi yang telah ada, termasuk
aliran sungai, cekungan drainase, dan lapisan tambahan lainnya yang berasal
c
3 Data tata guna lahan (Land Use) GLCC, merupakan database karakteristik
lahan yang dibuat oleh USGS, University of Nebraska-Lincoln (UNL), dan
European Commission's Joint Research Centre (JRC) dengan resolusi global 1
km.
4 Data tanah lokasi, terdiri dari:
a Data Soil Texture, adalah data bentuk dan klasifikasi tanah yang disediakan
oleh United Nations Environment Programme (UNEP). Data ini memiliki
resolusi spasial atau ukuran grid 10 lintang/bujur.
b Data Soil Depth, adalah data kedalaman tanah yang dikembangkan oleh
c
5 Data geology, data peta klasifikasi geologi global yang dikembangkan oleh
Commission for the Geological Map of the World (CGWM).
b Parameter IFAS
Model distribusi Public Work Research Institute (PWRI) yang digunakan IFAS
memiliki beberapa parameter pada setiap lapisan tangkinya. Parameter-parameter
tersebut dapat dikalibrasi untuk disesuaikan dengan kondisi lapangan yang
sesungguhnya
sehingga
bisa
mewakili
realita
sebenarnya. Penelitian
ini
1. Surface tank
Lapisan
tangki
surface
memiliki
parameter
yang
mewakili
proses
Kapasitas Infiltrasi
Terakhir ( Final
infiltration capacity)
Tinggi Penyimpanan
Maksimum
(Maximum storage
Height)
Tinggi Aliran Cepat
Intermediate (Rapid
intermediate
flow
Height)
Tinggi Infiltrasi Tanah
(Height where
ground infiltration
occurs)
Koefisien Kekasaran
Permukaan (Surface
roughness
Coefficient)
Simbol
Notasi
Satua
n
Penjelasan
Koefisien ini mengatur aliran air infiltrasi dari
permukaan ke bawah tanah. Semakin tinggi
koefisien ini, semakin tinggi ketinggian
penyimpanan tangki akuifer, dan akan
mengecilkan aliran permukaan. Nilainya
berdasarkan tata guna lahan yaitu:
a Untuk persawahan dan perumahan penduduk :
10-410-5
b Untuk pegunungan dan hutan: 10-3
Tinggi penyimpanan ketika aliran permukaan
terjadi. Untuk hutan di mana limpasan
permukaan dapat dengan mudah terjadi
nilainya tinggi dibandingkan dengan lahan
perkotaan di mana aliran permukaan sulit
terjadi.
f0
SKF
cm/s
Sf2
HFMXD
Sf1
HFMND
Sf0
HFOD
SNF
m-1/3/s
Koefisien
kekasaran
permukaan
yang
dipengaruhi oleh tata guna lahan. Perkiraan
nilainya dapat dilihat pada Tabel 2.4.
FALFX
Nondimensi
onal
HIFD
Simbol
Au
Notasi
AUD
Satuan
(1/mm/day)
2
Penjelasan
1/
Ag
AGD
1/day
Sg
HCGD
Ketinggian
pada
tempat
penyimpanan dimana aliran lambat
intermediate terjadi.
HIGD
Symbo
l
Notatio
n
Unit
Explanation
Perkiraan
lebar
dasar
alur
sungai
berdasarkan Resume Law. Resume Law
adalah persamaan yang didasarkan pada
hipotesis bahwa lebar sungai ditentukan
berdasarkan aliran sungai B = cQs ; Q
adalah outflow.
RBW
Non
dimension
al
RBS
Non
dimension
al
RNS
m-1/3/s
RRID
Infiltrasi
Tangki Akifer
(Infiltration of
aquifer
Tank)
Koefisien
Bentuk
Penampang
Melintang
(Coefficient of
cross
Shape)
Sama dengan
di atas
RGWD
1/day
RHW
Non
dimension
al
RHS
Non
dimension
al
Sama dengan
di atas
RBH
Non
dimension
al
Sama dengan
di atas
RBET
Non
dimension
al
Non
dimension
al
Sama dengan
di atas
RLCOF
F Metode Penelitian
1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada DAS Rokan. Dimana penelitian ini lebih
difokuskan lagi pada catchment area yang berada pada hulu sungai dimana
lokasi pengukuran debit (AWLR, Automatic Water Level Recorder) berada.
Lokasi AWLR DAS Rokan berada Sta. Lubuk Bendahara.
Pengolahan data input spasial membutuhkan data DEM dan batas DAS yang
dilakukan menggunakan program QGIS. Data tersebut digunakan dalam
rangka untuk membuat watershed delineator (delineasi DAS). Data DEM ini
juga digunakan untuk membuat jaringan sungai dan kemiringan lahan. Data
hasil olahan tersebut dibutuhkan untuk data input dalam pemodelan.
c
b Analisis data
Data DEM. Analisis data DEM dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak IFAS. Daerah observasi akan didelineasi berdasarkan batas topografi
alami DAS. Metode yang digunakan dalam proses delineasi adalah metode
threshold, di mana besar kecil nilai threshold yang digunakan akan menentukan
jumlah jaringan sungai yang terbentuk.
Data Landsat. Analisis data landsat terdirit atas kalibrasi radiomatrik dan
koreksi geomatrik, klasifikasi multispektral, dan verifikasi dengan data lapangan.
Kalibrasi radiometrik dilakukan agar informasi yang terdapat dalam data foto
udara dapat dengan jelas dibaca dan diinterpretasikan. Kegiatan yang dilakukan
dapat berupa: penggabungan data (data fusion), colodraping, penajaman
kontras, dan filtering. Koreksi geometrik atau rektifikasi merupakan tahapan agar
data citra dapat diproyeksikan sesuai dengan sistem koordinat yang digunakan.
Acuan dari koreksi geometrik ini dapat berupa peta dasar ataupun data citra
sebelumnya yang telah terkoreksi. Koreksi geometrik dilakukan dengan
menggunakan acuan titik kontrol yang dikenal dengan Ground Control Point
(GCP). Klasifikasi Multispektral merupakan sebuah algoritma yang digunakan
untuk memperoleh informasi thematik dengan cara mengelompokkan suatu
fenomena/obyek berdasarkan kriteria tertentu. Asumsi awal yang harus
diperhatikan sebelum melakukan klasifikasi multispektral adalah bahwa tiap
obyek dapat dikenali dan dibedakan berdasarkan nilai spektralnya. Proses ini
dilakukan pada penelitian ini untuk memperjelas jenis tutupan lahan pada area
studi. Nomenklatur jenis tutupan lahan dicocokkan dengan hasil survei
lapangan.
Pemodelan hidrologi
Berbagai data input yang dibutuhkan meliputi peta DEM, peta penggunaan
lahan, peta dan data tanah serta data biofisik DAS dimasukkan ke dalam model
IFAS sehingga menghasilkan satu rangkaian model yang bisa memberikan
respon hidrologi berupa suatu keluaran (output). Pada hasil keluaran tersebut
dilakukan kalibrasi dan validasi untuk mengetahui tingkat keakuratan model
dengan menggunakan data pengukuran AWLR di lapangan. Terdapat beberapa
tahapan dalam pembangunan model IFAS yaitu: delineasi DAS yang input
datanya dari DEM; analisis HRU (Hidrology Response Unit) yang input datanya
berupa tutupan lahan, data tanah dan kemiringan lahan membangun input data
dan Running IFAS. HRU adalah unit satuan lahan dengan unsur karakteristik
sub DAS yang berpengaruh terhadap terjadinya proses siklus hidrologi.
d Kalibrasi dan validasi model hidrologi
Proses kalibrasi merupakan proses pemilihan kombinasi parameter untuk
meningkatkan koherensi antara respon hidrologi yang diamati/diukur dengan
hasil simulasi. Proses kalibrasi dilakukan dengan membandingkan data debit
jam-jaman observasi dengan data simulasi selama periode waktu tertentu. Data
debit jam-jaman abservasi merupakan data hasil pencatatan debit pada stasiun
AWLR pada DAS. Panjang data yang dipakai untuk kalibrasi ini adalah minimal
untuk 1 tahun data. Sedangkan proses validasi dilakukan dengan menggunakan
parameter-parameter DAS yang sudah dikalibrasi untuk melakukan simulasi
untuk tahun pengamatan yang lain. Hasil parameter-parameter yang sudah
dikalibrasi dan divalidasi, selanjutnya dipakai untuk simulasi berbagai alternatif
managemen dan pengelolaan DAS.
e Simulasi model hidrologi
Berbagai
teknik
konservasi
sumber
daya
air
disimulasikan
dengan
BAGAN ALIR
PENELITIAN
Mulai
Data
Debit
Data
Iklim&
Curah
Data
Tanah
hujan (GS
MAP dan
Analisis data
tata guna lahan,
tanah
Data
DEM
Survey
Lapangan
Analisis
data
spatial
Dileneasi
DAS &
kemiringan
Verifikasi
Klasifikasi data
Pemodelan Hidrologi
Kalibrasi dan Validasi
Model Hidrologi
Simulasi Hidrologi
Kejadian banjir data
hujan GS MAP dan 3B42RT
Selesai
Kegiatan
Studi literatur
Waktu (Bulan)
3
4
pengumpulan data
Pengolahan data
Pembahasan
Penyusunan laporan
H Daftar Pustaka
Fukami, K., Sugiura, T., Magome, J. & Kawakami, T. 2009. Integrated Flood
Analysis System (IFAS Version 1.2) Users Manual. Jepang : ICHARM.
Hambali, R. 2008. Analisis Ketersediaan Air dengan Model Mock. Bahan Ajar.
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Harris A., Rahman, Hossain F., Yarborough L., Bagtzoglou, Easson G. 2007.
Satellite-based Flood Modeling Using TRMM-based Rainfall Products. Sensors.
ISSN 1424-8220. MDPI. www.mdpi.org/sensors.
Indarto. 2010. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi, Bumi
Aksara, Jakarta.
Kartiwa, B., Murniati, E. 2011. Application of RS, GIS and Hydrological Model for
Flood Mapping of Lower Citarum Watershed, Indonesia. Sentinel Asia. Joint Project
Team Meeting. 12th-14th July 2011. Putra Jaya Malaysia.
Khan S., Hong Y, Wang J, Yilmaz K.K, Gourley J.J, Adler R, Brakenridge R, Policelli
F, Habib S, & Irwin D. 2011. Satellite Remote Sensing and Hydrologic Modeling for
Flood Inundation Mapping in Lake Victoria Basin: Implications for Hydrologic
Prediction in Ungauged Basins. IEEE Transactions Geoscience and Remote Sensing.
Vol. 49, No.1. January 2011.
10 Li Li, Hong Y, Wang J, Adler R, Policelli F, Habib S, Irwin D, Korme T, & Okello L.
2008. Evaluation of the real-time TRMM-based multi-satellite precipitation analysis
for an operational flood prediction system in Nzoia Basin, Lake Victoria, Africa.
Springer Science+Business Media B.V. 2009.
11 Presiden Republik Indonesia. 2011. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
38 Tahun 2011 tentang Sungai. Jakarta : RI.
12 Presiden Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jakarta : RI.
13 Sutikno, S., Fauzi, M., dan Hamiduddin, 2013, Pemodelan Hidrologi Hujan-Aliran
dengan Menggunakan Data Satelit.
14 Sutikno, S., Fauzi, M., dan Hasan, H,, 2013, Penggunaan Data Hujan Satelit Untuk
Pemodelan Hidrologi DAS Indragiri.