Você está na página 1de 12

PEWARNAAN ALIZARIN RED

Oleh :
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

: Sifa Uziah Rosadi


: B1J014041
: VI
:4
: Atina Istiqomah Hadi

LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tulang merupakan komponen utama dalam rangka tubuh. Tulang


menggabungkan ketegaran dan kekuatan dengan berat terkecil yang memberi ciri
yang unik. Walaupun sifatnya keras dan kaku, tulang mempunyai sifat elastis
tertentu. Ada tiga sifat yang bersama-sama membuat tulang sangat cocok dengan
fungsinya sebagai rangka. Tulang membantu rangka tubuh dengan kekuatan yang
penting untuk fungsinya sebagai tempat perlekatan dan pengungkit otot dan tegar
serta menyokong tubuh melawan gravitasi. Selain itu rangka tubuh mempunyai
fungsi pelindung penting, sebab melindungi otak dan medula spinalis, dan
mengelilingi sebagian organ-organ pelvis dan toraks sebagai baju pelindung
(Geneser, 1993).
Tulang adalah jaringan ikat khusus. Dalam hal ini matrik tulang
dimineralisasi oleh garam organik, terutama kalsium fosfat. Kalsium hidroksi
apatid yang khusus membentuk kekuatan tulang dan membuat tulang menjadi
kokoh (Bajpai, 1991).
Tulang merupakan jaraingan vaskuler yang bisa mengalami mineralisasi
sebagai bagian dari proses perkembangannya. Proses mineralisasi tulang memiliki
peranan penting bagi vertebrata, karena berfungsi untuk mendukung bentuk
srtuktural dari tulang, penyimpan cadangan bagi kalsium dan fosfor serta sebagai
tempat penyimpanan karbonat dan logam beracun. Jaringan tulang terdiri dari
osteoid, osteoblast (yang menghasilkan dan memineralisasi tulang baru),
osteoclast (untuk reabsorbsi tulang) dan osteosit, yaitu osteoblast dewasa yang
yang menjaga kelangsungan hidup tulang (Hoffman, 2007).
Perkembangan tulang terdiri dari bertambahnya ukuran (tumbuh),
kedewasaan dan umur. Perubahan dari perkembangan membranous dan
kartilaginous tulang keras disebut pendewasaan tulang. Terdapat 5 periode
pembentukan tulang yaitu: (1) periode embrionik: mandibula, maksila, humerus,
radius, ulna, femur, dan fibia (2) periode fetal: scapula, illium, fibula (3) tulang
muda: epiphisis pada anggota badan, karpal, tarsal, dan sesamoids (4) tulang

remaja: scapula, tulang rusuk, tulang pinggul atau tulang pinggang (5) tulang
dewasa (Sukra, 2000).
Penyusun utama tulang sesungguhnya adalah mineral tulang yang
mengandung kalsium (Ca), dan fosfor (P), serta protein yang disebut kolagen.
Menurut ahli gizi, kekurangan kalsium dapat menyebabkan kerapuhan tulang.
Sedangkan bila kelebihan kalsium dapat menyebabkan menurunnya absorbsi
fosfor sehingga bisa menghambat pertumbuhan tulang (Karyadi, 2003).
Tulang maupun tulang rawan adalah bentuk jaringan penyambungan padat
yang terspesialisasi yang matriksnya lentur dan luwes. Kedua jaringan itu
melakukan fungsi kerangka yang bersifat struktural dan menanggung beban di
dalam tubuh. Tulang secara arsitektur direncanakan sebagai jaringan yang ringan
tapi luar biasa kuat untuk menanggung beban yang garis kekuatannya mengikuti
garis tekanan yang diakibatkan oleh dukungan beban. Tulang rawan sel sel
batangnya berproliferasi dan membentuk kondrosit-kondrosit yang cepat
mengelilingi mereka dengan matriks (Fernandes, 2012).
Alizarin adalah sebuah komponen berwarna merah-orange yang memiliki
rumus molekul C14H8O4. Komponen ini merupakan derivat dari anthraquinon,
dengan gugus hidroksil tersubstitusi pasa posisi 1 dan 2 (Mahanthesha et al.,
2009).
Proses terjadinya osifikasi dan tulang sejati atau tulang rawan yang
menyusun skeleton vertebrata, dapat diketahui dengan melakukan metode
pewarnaan tulang dengan menggunakan metode alizarin red. Manfaat dari
dilakukakannya pewarnaan alizarin red ini adalah untuk mendeteksi proses
kalsifikasi pada tulang embrio dan mendeteksi pengendapan mineral kalsium
dalam jaringan tulang. Tulang yang diwarnai menggunakan alizarin red akan
berwarna merah tua apabila tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna ini
muncul karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang
(Jasin, 1989).
Proses osifikasi bermembran terjadi dalam tulang-tulang tengkorak pipih
dan klavikula (tulang selangka), sedangkan osifikasi endokondral bersifat khas
untuk sebagian besar sisi kerangka tubuh. Perbedaan antara kedua proses itu
terletak dalam kenyataannya bahwa pada osifikasi endokondral, tiap spikula

diendapkan sekeliling pecahan matriks tulang rawan yang telah mengapur,


sedangkan pada spikula tulang intra membran tidak terdapat kerangka semacam
itu (Bevelander, 1988).
Menurut Yatim (1990), pertumbuhan secara endokondral terdapat pada
tulang sebelah dalam tubuh, seperti vertebrae, costae, sternum, dan extremities.
Proses penulangan diawali dengan masuknya pembuluh darah yang membawa
bahan tulang (oscein dan mineral) ke jaringan. Cara osifikasi intermembran
berasal dari serat kolagen dimasukan zat ossein (protein tulang), lalu fibroblast
mengalami transformasi menjadi osteoblast dan osteoclast. Osteoblast pembentuk
tulang, osteoclast peresap zat yang dirombak menjadi tulang (Kalthoff, 1996).
Kalsium merupakan unsur penting dalam pembentukan tulang. Asupan
kalsium disimpan di dalam sumsum tulang. Asupan kalsium ini pada hewan
vertebrata terestrial didapatkan dari makanan yang terdigesti oleh epitel usus
(Vanoevelen, et al., 2011).
Pengendapan garam-garam kalsium dalam matriks ini disebut kalsifikasi
(pengapuran). Kalsifikasi merupakan suatu proses yang terjadi secara normal pada
tulang tetapi dapat pula terjadinya patologis dalam jaringan penyambung lain,
seperti tulang rawan dan dinding pembuluh darah. Kalsifikasi belum terjadi dalam
matriks tulang di daerah osteoid (Yatim, 1983).
Menurut Sukra (2000), teknik pewarnaan pada tulang dengan zat warna
Alizarin Red. Bagian dalam modifikasi yang berwarna merah, seperti tulang dahi
(frontal), tulang rahang, radius ulna, tulang ujung jari, skapula, tulang rusuk,
femur, tibia, serta fibula.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah dapat mengerjakan prosedur
perwarnaan Alizarin dan menerangkan proses kalsifikasi tulang pada embrio ikan.

II.

MATERI DAN METODE


A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah delapan botol jernih
bermulut besar ukuran 10 ml, pinset, pipet tetes, spuit, mangkuk, gelas arloji dan
gunting.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan, larutan
alkohol 96%, larutan pewarna alizarin red, larutan penjernih A, B, C, larutan
KOH 1 %, larutan KOH 2%, larutan gliserin murni dan akuades.
B. Metode
1. Embrio ikan diletakkan diatas gelas arloji
2. Ikan dilumpuhkan menggunakan es batu
3. Embrio ikan dimasukkan kedalam botol yang berisi larutan alkohol 96% dan
direndam selama 12 jam.
4. Larutan alkohol 96 % dibuang dengan cara disedot menggunakan spuit
injeksi tanpa jarum. Selanjutnya diganti dengan akuades 10 menit.
5. Akuades lalu dibuang dan diganti dengan larutan KOH 1% dan direndam
selama 3 jam sehingga otonya menjadi transparan.
6. Larutan KOH 1% dibuang dan diganti dengan larutan pewarna alizarin red
selama 5 jam, sehingga skeleton terwarna merah tua.
7. Larutan alizarin red dibuang dan diganti dengan KOH 2% selama 30 menit.
8. Larutan KOH 2% dibuang, diganti dengan larutan penjernih A selama 1 jam.
9. Larutan penjernih A dibuang dan diganti dengan larutan penjernih B selama 1
jam.
10. Larutan penjernih B dibuang dan diganti dengan larutan penjernih C.
11. Setelah itu diamati bagian tulang yang terwarnai. Terakhir, hasilnya
didokumentasikan.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Keterangan:
a. Foto fetus ikan sebelum diberiperlakuan
b. Foto fetus ikan setelah dimasukkan alkohol 96 %
c. Foto fetus ikan setelah dimasukkan KOH 1%
d. Foto fetus ikan setelah dimasukkan alizarin red
e. Foto fetus ikan setelah dimasukkan KOH 2%
f. Foto fetus ikan setelah dimasukkan larutan penjernih A
g. Foto fetus ikan setelah dimasukkan larutan penjernih B
h. Foto fetus ikan setelah dimasukkan larutan penjernih C
i. Gambar Tulang Ikan
A. Tabel 1. Data Pengamatan Tulang yang Terkalsifikasi
Kelompok
1
2

Tulang yang Terwarnai


Caudal fin, operculum, dorsal fin.
Rib, dorsal fin, pectoral fin, frontal bone, caudal fin, crest

obrasial, neural spine.


Dentary, frontal bone, pariental bone, rib, scales, dorsal fin,
parasphenoid, cerato branchial, neural spine, caudal vertebrae,

4
5
6

pectoral fin.
Dorsal, dan operculum.
Operculum, cerato brancial, rib, caudal vertebrae.
Pariental bone, otolith, frontal bone.

B. Pembahasan

Hasil pewarnaan alizarin red yang telah dilakukan pada rombongan kami,
yaitu rombongan 6, didapatkan hasil yang berbeda-beda dari setiap kelompok.
Pada kelompok 1 tulang yang terwarnai ada 4 yaitu caudal fin, operculum, dorsal
fin. Pada kelompok 2 tulang yang terwarnai ada 7 yaitu rib, dorsal fin, pectoral
fin, frontal bone, caudal fin, crest obrasial, neural spine. Pada kelompok 3 tulang
yang terwarnai ada 11 yaitu dentary, frontal bone, pariental bone, rib, scales,
dorsal fin, parasphenoid, cerato branchial, neural spine, caudal vertebrae, pectoral
fin. Pada kelompok 4 tulang yang terwarnai ada 2 yaitu dorsal, dan operculum.
Pada kelompok 5 tulang yang terwarnai ada 4 yaitu operculum, cerato brancial,
rib, caudal vertebrae. Pada kelompok 6 tulang yang terwarnai ada 3 yaitu pariental
bone, otolith, frontal bone. Dari data yang telah kita dapatkan dapat diketahui
bahwa tulang yang banyak terwarnai dari setiap kelompok adalah tulang
tengkorak dan tulang belakang.
Tulang yang terwarnai pada setiap kelompok berbeda-beda, hal itu terjadi
karena beberapa faktor seperti : Pewarnaan menggunakan larutan alizarin red
tidak lama waktunya, selain itu karena tidak menggunakan larutan KOH 2%
sehingga otot embrio kurang transparan. Proses pertumbuhan dan perkembangan
jaringan tulang juga sangat berpengaruh pada proses pewarnaan alizarin red.
Proses perkembangan dan pertumbuhan jaringan tulang sangat tergantung oleh
mineralisasi matriks ekstra sel. Komponen matriks ekstra sel utama yang berperan
dalam proses pengerasan tulang adalah garam kalsium. Zat warna merah tua yang
diberikan akan berikatan dengan kalsium pada matriks tulang (Soeminto et al,
2002).
Embrio ikan diletakkan di dalam botol yang berisi alkohol 96% dan
direndam selama 12 jam. Embrio ikan berubah warna menjadi lebih pucat.
Larutan alkohol 96% ini berfungsi sebagai fiksatif. Setelah 12 jam, larutan
alkohol 96% dibuang dengan cara menyedotnya dengan spuit injeksi tanpa jarum.
Kemudian kan nilem dimasukkan larutan KOH 1% dan direndam selama 3 jam.
Hasilnya adalah otot embrio ikan mulai transparan. Larutan KOH 1% berfungsi
untuk membuat otot menjadi transparan dan skeletnya menjadi terlihat lebih jelas.
Setelah selesai larutan KOH 1% diganti dengan larutan alizarin red dan embrio

ikan direndam selama 5 jam. Hasilnya adalah otot menjadi transparan, tubuh
menjadi lunak serta, tulang belum terlihat jelas warnanya. Fungsi dari larutan
alizarin red adalah sebagai pewarna skeleton. Selanjutnya larutan alizarin red
dibuang dan diganti dengan larutan KOH 2% selama 30 menit. Embrio ikan
menjadi transparan ototnya dan tubuhnya menjadi semakin lunak. Fungsi dari
larutan KOH 2% itu sendiri adalah untuk membuat skeletnya menjadi lebih
transparan. Setelah itu larutan KOH 2% dibuang, diganti dengan larutan penjernih
A selama 1 jam. Hasilnya embrio ikan menjadi transparan dan skeletnya mulai
terlihat. Larutan penjernih A dibuang, lalu digantikan dengan larutan penjernih B
selama 1 jam. Hasilnya skeletnya terlihat cukup jelas dan organ dalamnya ikut
terlihat. Terakhir, larutan penjernih B dibuang dan digantikan dengan larutan
penjernih C dan diamati bagian-bagian yang terwarnai. Fungsi dari ke tiga larutan
penjernih tersebut adalah untuk mengurangi kelebihan pewarna yang masuk ke
dalam jaringan otot sehingga jaringan otot menjadi lebih transparan (Bevalender,
1988).
Matriks tulang mengandung unsur-unsur yang sama seperti jaringanjaringan penyambung lainnya, serat-serat dan bahan dasar. Pengendapan matriks
ini oleh osteoblast disebut osifikasi. Pengendapan garam-garam kalsium dalam
matriks ini disebut kalsifikasi (pengapuran), suatu proses yang terjadi normal pada
tulang tetapi dapat terjadi patologis dalam jaringan penyambung lain, seperti
tulang rawan dan dinding pembuluh darah. Kalsifikasi belum terjadi dalam
matriks tulang, daerah itu disebut osteoid (Yatim, 1983).
Metode untuk mengamati proses perkembangan organ tertentu dapat
digunakan pewarnaan khusus, misalnya pewarnaan alizarin untuk mendeteksi
pengendapan mineral kalsium pada proses pembentukan tulang pada embrio atau
untuk mendeteksi proses osifikasi pada tulang embrio. Mineralisasi sel sangat
penting, karena dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan
jaringan tulang. Tulang yang diwarnai oleh alizarin red akan berwarna merah tua,
yang menandakan bahwa tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna
merah tua karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks
tulang (Jasin, 1989).

Kurang maksimalnya pewarnaan tulang dapat disebabkan oleh beberapa


faktor kemungkinan, di antaranya kurang lamanya waktu perendaman fetus dalam
larutan KOH 1% dan pewarnaan oleh larutan alizarin, yang membuat jaringan
ototnya tidak terlalu transparan sehingga menyulitkan larutan pewarna Alizarin
terserap pada tulang-tulang yang mengalami klasifikasi. Komposisi yang
terkandung dalam larutan

pewarna alizarin

juga dapat mempengaruhi

keberhasilan proses pewarnaan tulang-tulang yang terkalsifikasi (Mahanthesha et


al., 2009).

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan
bahwa :
1.

Alizarin Red merupakan suatu metode pewarnaan matriks tulang sehingga


dapat digunakan untuk mengamati proses kalsifikasi pada tulang embrio.
Dengan penggunaan alkohol 96 %, akuades, KOH 1% dan 2%, alizarin red,
penjernih A B C sesuai prosedur.

2.

Tulang yang diwarnai dengan alizarin red akan berwarna merah tua
apabila tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi.Warna ini muncul karena
zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matrik stulang.

B. Saran
Urutan waktu penggantian larutan harus lebih diperhatikan lagi, agar hasil
yang diperoleh optimal. Setiap perubahan yang terjadi pada proses kalsifikasi
embrio harus terus diamati untuk membedakan perubahan-perubahannya. Selain
itu, untuk menghindari kerusakan embrio, kita harus berhati-hati dalam
memindahkan embrio dari satu larutan ke larutan yang lainnya.

DAFTAR REFERENSI

Bajpai, R. N. 1991. Osteologi Tubuh Manusia. Binarupa, Jakarta.


Bavelander, G. and Ramaley, J. A. 1988. Dasar-Dasar Histologi. Erlangga,
Jakarta.
Fernandes, F. A. Costoula-sauza, C. Sarmeto, C.A.P, Goncalves, L. Favaron, P.O,
Miglino, M.A. 2012. Placental Tissues as Sources of Stem Cells. Open
Journal of Animal Sciences. 2(3): 166-173.
Geneser, Finn. 1993. Textbook of Histology. Munksgaard, Copenhagen.
Hoffman, et al. 2007. Association of Specific Proteolytic Processing of Bone
Sialoprotein and Bone Acidic Glycoprotein-75 with Mineralization within
Biomineralization Foci. The Journal of Biological Chemistry. 282(36) :
2600226013.
Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan (Invertebrate dan Vertebrate). Sinar Wijaya,
Surabaya.
Kalthoff, K. 1996. Analysis of Biological Development. McGraw-Hill Inc, New
York.
Karyadi et al., 2003. Pemberian Rasio Kalsium dan Fosfor Terhadap Osifikasi
Tulang Embrio Puyuh. Jurnal Penelitian UNIB. Vol IX, No 2:76-80.
Mahanthesha K. R., Swamy, B. E. K., Chandra, U., Bodke, Y. D., Pai, K. V. K.
and Sherigara, B. S. 2009. Cyclic voltammetric investigations of Alizarin
at carbon paste electrode using surfactants. Int. J. Electrochem. Sci., 4:
1237 1247.
Soeminto. 2000. Embriologi Vertebrata. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.
Sukra, Y. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio Benih Masa Depan.
Depdiknas, Jakarta.
Yatim, W. 1983. Embryology. Tarsito, Bandung.
Yatim, W. 1990. Embryologi Jilid 2. Tarsito, Bandung.

Você também pode gostar