Você está na página 1de 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN

TERAPI BERMAIN MEWARNAI

Oleh :
Hestik Handayani

(1120016042)

Lintang Dian Pratiwi

(1120016046)

Luluatul Machfudho

(1120016010)

M. Iqbal Abdillah

(1120016052)

Rokhmad Rozinul A

(1120016019)

Roudlatul Jannah

(1120016016)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2016

SATUAN ACARA PENYULUHAN


Pokok Bahasan
: Terapi Bermain
Sub Topik
: Mewarnai Gambar
Sasaran
: Anak usia 1-3 tahun
Hari / tanggal
: Senin,
Waktu
:
Tempat
: Bangsal RS (D2)
A.
Latar Belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan
anak secara optimal. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami
berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut,
cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi
yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan
rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari
ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan
anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan
relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan.
B.
Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan kegiatan terapi bermain mewarnai kepada anak usia 1-3
tahun di bangsal RSAL ruangan D2 diharapkan kreativitas anak-anak
berkembang baik dan dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan atau
ketakutan yang dirasakan oleh anak-anak akibat hospitalisasi
C.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Peserta dapat mewarnai gambar yang disediakan
2. Peserta dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik
3. Peserta lebih ceria dan senang di rumah sakit
4. Peserta dapat mengurangi stress akibat pengobatan dan perawatan di
D.
2.
3.
4.
5.
6.
D.
E.
F.

rumah sakit
Materi Pengajaran (terlampir)
Pengertian Autis
Penyebab autis
Tanda dan gejala autis
Dampak autis
Penanganan autis
Metode
Ceramah dan tanya jawab
Media
Adapun media yang digunakan adalah leaflet dan flipchart
Strategi Pelaksanaan
1. Persiapan: 5 menit

a. Menyiapkan ruangan
b. Menyiapkan alat atau media
c. Menyiapkan pasien (anak)
2. Pembukaan: 5 menit
a. Memperkenalkan diri
b. Menjelaskan maksud dan tujuan
3. Kegiatan: 20 menit
a. Memperkenalkan alat
b. Membagikan alat kepada pasien (anak)
c. Mempersilakan anak melakukan kegiatan
d. Mengamati kegiatan anak
e. Mengamati hasil mewarnai gambar
4. Penutup: 10 menit
a. Mengevaluasi kegiatan bermain
b. Memberikan reward atas karya anak
G. Pengorganisasian
Penyaji

: Roudlatul Jannah, S.Kep dan Moch. Iqbal Abdillah,


S.Kep

Moderator

: Rokhmad Rozinul Arifin, S.Kep

Dokumentasi

: Hestik Handayani, S.Kep

Observer

: Lintang Dian Pratiwi, S.Kep

Fasilitator

: Luluatul Machfudho, S.Kep

H. Rincian tugas
a. Moderator
1) Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan dari penyuluhan
4) Menyebutkan materi yang akan diberikan
5) Memimpin jalannya penyuluhan dan menjelaskan waktu penyuluhan
6)
7)
b.
1)
2)
c.
1)
2)
3)
4)

(kontrak waktu)
Menjadi penengah komunikasi antara peserta dan pemberi materi
Mengatur waktu penyuluhan
Penyaji
Menyampaikan materi
Menjawab pertanyaan
Fasilitator
Menyiapkan tempat dan media sebelum mulai
Menyiapkan tempat dan media sebelum memulai penyuluhan
Memotivasi para lansia agar berpartisipasi dalam penyuluhan
Memotivasi para lansia untuk mengajukan pertanyaan saat moderator

memberikan kesempatan bertanya


5) Membantu pembicara menjawab pertanyaan dari peserta
d. Observer

1) Mengobservasi jalannya proses kegiatan


2) Mencatat perilaku verbal dan non verbal peserta selama kegiatan
penyuluhan berlangsung.
3) Memberikan penjelasan kepada pembimbing tentang evaluasi hasil
penyuluhan.
I. Setting Tempat
Penataan tempat penyuluhan disesuaikan dengan kondisi di ruangan Poli
Jiwa RSJ Menur Surabaya.
Keterangan :
Peserta
Dokumentasi
Penyaji
Moderator
Observer
Fasilitator
J. Evaluasi
1. Evaluasi struktural
a. Satuan Acara Penyuluhan sudah siap sesuai dengan masalah keperawatan
b. Kontrak waktu sudah tepat dengan kedua keluarga
c. Media sudah disiapkan yaitu Leaflet
2. Evaluasi Proses
a. Kedua keluarga hadir dengan tepat waktu
b. Media dapat digunakan dengan baik
c. Pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan sesuai waktu.
d. Partisipasi kedua pihak keluarga
e. Kedua pihak keluarga dapat mengikuti sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
a. Evaluasi dilakukan secara langsung dengan tanya jawab.
b. Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan ibu jamaah mengaji pondok
pesantren di Desa Sumberame dapat mengerti dan mengetahui: apa yang di
maksud dengan pengertian flu singapura, penyebab flu singapura, gejala
flu singapura, cara penularan flu singapura, vaksinasi flu singapura,
pengobatan flu singapura, komplikasi flu singapura, prognosis flu
singapura, pencegahan flu singapura.

Lampiran
MATERI AUTISME
A. Pengertian

Autisme merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang, berupa


sekumpulan gejala akibat adanya kelainan syaraf-syaraf tertentu yang
menyebabkan fungsi otak tidak bekerja secara normal sehingga mempengaruhi
tumbuh kembang pada beberapa aspek, yaitu antara lain komunikasi,
kemampuan berinteraksi social, dan gerakan motorik baik kasar maupun halus
(Sunu, 2012).
Autisme adalah gangguan perkembangan yang melibatkan berbagai
perilakun bermasalah termasuk diantaranya masalah berkomunikasi, masalah
persepsi, masalah motorik dan perkembangan sosial.(James & Susan, 2013)
Autisme merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak pada
anak yang ditandai munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, komunikasi, ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilakunya
(Veskarisyanti, 2008).
B. Penyebab Autisme
1. Faktor biologis
a. Prenatal, saat ibu mengandung menderita penyakit misalnya campak,
TBC dll. Pada waktu ibu menandung terlalu banyak konsumsi obat
b.

tanpa resep dokter sehingga merusak otak janin.


Masa natal (masa kehamilan), proses kelahiran yang terlalu lama
akibatnya otak kekurangan oksigen sehingga sel otak megalami

c.

kerusakan
Post natal (setelah lahir), karena adanya gangguan otak misalnya

d.

avitaminosis
Usia orang tua saat hamil, Penelitian yang dipublikasikan tahun 2010
menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen
memiliki anak autisme dibandingkan dengan perempuan berusia 20-29

e.

tahun
Terlalu banyak vaksin Hepatitis, ada pendapat yang mengatakan bahwa
terlalu banyak vaksin Hepatitis B bisa mengakibatkan anak mengidap
penyakit Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin

f.

Hepatitis B bisa mengakibatkan anak mengidap penyakit


Zat-zat aditif yang mencemari otak anak
Menurut Sunu, beberapa faktor yang berpotensi menjadi penyebab autis
pada anak antara lain seperti:
a) Asupan MSG (Mono Sodium Glutamat)
b) Protein tepung terigu (gluten), dan protein susu sapi (kasein)

c) Zat perwarna
d) Bahan pengawe
2. Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang dapat menyebabkan gangguan autis
adalah ketidaksadaran dan ketidakpahaman akan eksistensi diri yang
sebenarnya berbeda dengan orang lain, tidak memiliki percaya diri pada
kekuatan dan potensinya, sikap menarik diri dari situasi sosial, pandangan
dunia luar yang terlalu sempit, disabilitas kognitif (keterlambatan kognitif),
kegagalan dalam relasi sosial, ketidakmampuan berbahasa, rendahnya kosep
diri dan perilaku yang tidak lazim (Pieter, dkk., 2011).
Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) menganggap autisme
sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan
anak. Demikian juga dikatakan, orang tua atau pengasuh yang emosional,
kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya
menjadi autistik (Jurnal: Pertiwi, 2013).
3. Social
Faktor social mempuyai daya dorong terhadap perkembangan kepribadian
anak. Faktor social ini juga meluputi obyek dalam masyarakat atau tuntutan
dari masyarakat yang dapat berakibat tekanan pada individu dan selanjutnya
melahirkan berbagai gangguan seperti : suasana perang dan diskriminasi
berdasarkan suku, agama, ras, politik, dan sebagainya, perubahan social dan
IPTEK yang sangat cepat.

C. Tanda dan Gejala Anak Autisme


1. Fisik
a. Kelainan penginderaan, sensitif terhadap cahaya dan suka menggigit,
menjilati atau mencium benda apa saja.
b. Wajah tidah berekspresi
c. Tidak ada kontak mata
d. Sangat lambat bicara
e. Terkadang terdapat gangguan pernafasan
f. Perilaku yang berlebihan atau sangat pasif (pendiam)
g. Berperilaku aneh
h. Suka pada benda tertentu
i. Suka tindakan berulang (ritualistic)
j. Tidak suka disentuh atau dipeluk
k. Bila mendengar suara keras, menutup telinga.
2. Psikologis

c.
d.

Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata


Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak

e.

mendapatkan sesuatu yang diinginkan


Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum) bila keinginannya

tidak didapatkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.


f. Tidak dapat berbagi perasaan (empati) dengan anak lain
2. Sosial
a. Acuh tak acuh
b. Gangguan bermain
c. Kurang dalam berinteraksi sosial
D. Dampak Autis
1. Dampak fisik bagi anak autis
a. Gangguan Nutrisi (Gizi)
Nutrisi yang kurang atau yang lebih dikenal dengan malnutrisi adalah
salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada penderita autism. Hal ini
disebabkan karena penderita autis tidak dapat makan makanan tertentu
yang mengandung gluten seperti : biscuit, mie, roti dan segala bentuk
kemasan lain dari terigu. Penderita autis juga tidak dapat memakan
makanan atau minuman dengan kandungan casein seperti : susu sapi,
keju, mozzarella, butter ataupun permen. Anak autis juga cenderung
malas makan sehingga asupan makanan yang masuk tidak adekuat.
Untuk itu diperlukan diet yang tepat bagi penderita autis.
b. Gangguan system kekebalan tubuh
Gangguan ini terjadi akibat lanjutan dari system imun tubuh yang
menurun akibat tidak adekuatnya nutrisi pada masa kehamilan dan
adanya gangguan pada system syaraf di otak.
c. Kerusakan Komunikasi Verbal Persisten
Kerusakan komunikasi verbal menetap dapat terjadi apabila gejala klinis
dari gangguan bucara caik verbal amaupun non-verbal tidak dapat
ditanggulangi dengan baik. Penderita akan mengalami kesulitan untuk
berinteraksi dan berbicara dengan orang lain akibat dari keterlambatan
bicara atau tidak bicara sama sekali yang ia alami sejak usia dini dalam
waktu lama.
2. Sosial
Gangguan social, Isolasi sosial merupakan salah satu komplikasi yang
terjadi akibat dari gejala klinis pada gangguan interaksi sosial yang tidak
ditindak

lanjuti. Penderita

akan

mengalami

keterbatasan

bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya dan aktualisasi diri.

dalam

3. Psikologis
Dampak psikologis ini sering terjadi pada keluarga atau orang tua anak
penderita autis , yaitu :
a. Dampak psikologis bagi orang tua
Tidak mudah bagi orang tua untuk menerima kenyataan bahwa anaknya
mengalami

kelainan. Hilangnya

impian,

harapan,

kebingungun-

kekhawatiran atas masa depan anak, biaya financial yang harus


dikeluarkan, dan kerepotan-kerepotan lainnya merupakan beban berat
yang harus dihadapi orang tua. Semua hal tersebut sangat berpotensi
menjadi stressor dalam kehidupan dan proses interaksi dengan anak.
b.

Dampak psikologis bagi anggota keluarg


Pertama dampak psikologis terhadap sang kakak pada awal kelahirannya
hal ini belum menjadi masalah. Permasalahan muncul setelah sekian
lama sang kakak menyadari bahwa dengan hadir si adik perhatian ayah,
ibu dan anggota keluarga yang lain tercurah kepada si adik. Bahkan
kecemburuannya ditambah lagi dengan perasaan kesal, menyaksikan

semua perhatian orang tua tercurah kepada adiknya yang autisme.


c. Dampak psikologis bagi lingkungan masyarakat
Umumnya anggota masyarakat belum bisa menerima penyandang
autisme dalam kelompok sosialnya
E. Penanganan Pada Anak Autis
1. Pola penanganan anak autism
a. Intervensi Dini
Autis memang merupakan gangguan neurobiologist yang menetap.
Gejalanya tampak pada gangguan bidang komunikasi, interaksi, dan
perilaku. Gangguan neurobiologist tidak bisa diobati, tetapi gejalanya bisa
dihilangkan atau dikurangi. Semakin dini tediagnosis dan terintervensi,
semakin besar kesempatan untuk sembuh. Intervensi ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yang penting berusaha erangsang anak secara intensif
sedini mungkin agar ia mampu keluar dari dunianya sendiri.
b. Terapi di rumah
Salah satu metode intervensi dini yang diterapkan di Indonesia adalah
ABA (aplied behavior analysis) anak dilatih untuk berkomunikasi,
berinteraksi, berbicara, berbahasa dan seterusnya. Namun yang pertama
adalah atihakepatuhan. sering mengajak anak berbicara, membantu

memfokuskan pembicaraan, sampai meminta mengarahkan wajah saat kita


atau anak tengah berbicara
c. Masuk kelompok khusus
Biasanya setelah 1-2 tahun menjalani intervensi dni dengan baik, anak
akan siap untuk masuk ke kelompok kecil. Bagi yang belum siap masuk
kelompok bermain daat diikutsertakan ke kelompok khusus. Disini anak
akan mendapatkan penanganan terpadu
2. Penanganan terpadu
a. Terapi medikamentosa
Adalah terapi yang diberikan pada anak autis berupa obat-obatan seperti
vitamin, obat khusus, mineral, food supplement.
b. Terapi wicara
Adalah terapi yang diberikan pada anak autis untuk membantu belajar
berbicara.
c. Terapi perilaku
ABA merupakan perilaku gentak untuk memperbaiki perilaku anak autis
yang sering menyimpang. Salah satu hal yang daat dilakukan ialah bersuara
keras saat memberikan perintah.
d. Pendidikan khusus
Untuk penyandang autis sedang dan berat sebaiknya diberikan
pendidikan individual dahulu, setelah mengalami kemajuan secara bertahap
ia bisa dicoba demasukkan ke dalam kelas dengan kelompok kecil, misalnya
2-5 anak per kelas.
e. Terapi okupasi
Adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang merupakan bagian dari
rehabilitasi medis. Penekanan terapi in adalah pada sensorimotorik dan
proses neurologi. Sebagian anak autis mempunyai perkembangan motorik
yang kurang baik, oleh karena itu anak autis perlu diberi bantuan terapi
okupasi, untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan
membantu otot halusnya bisa terampil.
3. Terapi Diet dan Nutrisi pada penderita autism
a. Diet bebas ikan
Sebisa mungkin hindari pemberian ikan-ikanan pada anak penderita
autisme. hal ini disebabkan kandungan logam beratnya yang tinggi
akibat pencemaran lingkungan yang terdapat pada ikan terutama

ikanlaut.jenis ikan yang dapat diberikan hanya : ikan salmon, ikan tuna,
ikan makarel / tenggiri.
b.

c.

Diet bebas gula


Membatasi asupan gula baik asupan gula yang berasal dari gula murni
maupun gula buatan.
Diet bebas jamur
Diet ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kembali infeksi jamur
dalam usus. Sesuai dengan namanya, semua jenis makanan yang diolah
dengan proses fermentasi tidak diberikan. Jenis makanan tersebut seperti
: Kecap, tauco, keju, kue yang dibuat dengan menggunakan soda
pengembang, vermipan, atau sejenisnya. Makanan yang sudah lama
disimpan atau buah-buahan yang dikeringkan. Hindarkan makanan yang

d.

dibuat melalui peragian (tempe, roti, dan lain-lain)


Diet bebas GFCF (Gluten free Casein free)
Diet ini adalah diet dengan menghindarkan semua produk yang
mengandung gluten dan casein seperti : Biscuit, mie, roti, kue-kue,
snack dan segala jenis makanan lain yang mengandung tepung terigu.
Hindarkan beras ketan karena mengandung gluten yang cukup tinggi.
Makanan yang mengandung casein seperti : keju, mozzarella, butter,
permen susu, es krim, yoghurt, sancks dll. Makanan yang dapat dimakan
seperti Makanan yang mengandung tepung beras, tepung larut atau

e.

tepung tapioca.
Suplemen makanan
Penderita autis umumnya mengalami defisiensi vitamin dan mineral
akibat perlakuan diet yang cukup ketat. Dengan demikian, dibutuhkan
suplemen makanan seperti :kalsium (calcium citrate), magnesium
(magnesium glycinate), zinc, selenium, vitamin A, vitamin B kompleks,
vitamin C dosis tinggi (bentuk esters) dan vitamin E, multimineral yang
tidak mengandung copper dan manganese

Daftar Pustaka
Pertiwi, Putri. 2013. Pola Komunikasi Anak Autis Didalam dan Diluar Sekolah,
Jurnal Penelitian. Lampung: Universitas Bandar Lampung
Pieter, dkk. 2011. Pengantar Psikopatologi Untuk Keperawatan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Sunu, Christopher. 2012. Panduan Memecahkan Masalah Autisme; Unlocking
Autism. Yogyakarta: Lintang Terbit
Veskarisyanti, Galih. A. 2008. 12 Terapi Autis: Paling Efektif dan
Hemat. Yogyakarta: Galang Press.

Você também pode gostar