Você está na página 1de 4

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK KONSUMER

ARTIKEL
SAYUR ASIN

disusun oleh:
Nama

: Loefi Candra Devi

NIM

: 141710101025

Kelompok : 1
Kelas

: THP A

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

SAYUR ASIN
Sayur asin merupakan produk olahan sayuran yang mempunyai rasa khas.
Sayur asin dihasilkan dari proses peragian dengan menggunakan air tajin sebagai
bahan

pertumbuhan

bakteri.

Tujuan

pembuatan

sayur

asin

ini

untuk

memperpanjang daya simpan sayuran yang mudah busuk dan rusak. Sayur asin ini
selain dibuat dari sawi, juga dari bahan-bahan lain, seperti: genjer, kubis dan lainlain. Sayur asin merupakan suatu produk yang mempunyai cita rasa yang khas,
yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat (Pusat Penelitian
Dan Pengembangan Teknologi Pangan, 1981).
Proses Fermentasi
Dalam pembuatan sayur asin ditambahkan garam. Penambahan garam
tersebut berfungsi untuk mengurangi bakteri pembusuk dan menyeleksi bakteri
yang dikehendaki dan garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sawi
tertarik keluar melalui proses osmosis. Setelah penyimpanan selama 1 minggu,
sayur tersebut berbau busuk, berwarna putih kekuningan, dan terbentuk cairan.
Adanya pembusukan ini diindikasikan oleh aromanya yang amis.
Cara penambahan garam ada dua cara yaitu cara kering (penambahan
bubuk garam pada sayuran) dan cara basah (menggunakan larutan garam). Cara
kering menggunakan garam dalam bentuk padat atau kristal, dilakukan dengan
cara menyusun bahan dan garam dalam wadah secara berlapis dan ditetapkan pada
pembuatan sawi asin. Cara basah digunakannya larutan garam untuk merendam
sawi yang akan digarami dan umumnya pada pembuatan sawi asin. Pada proses
fermentasi, bakteri asam laktat anaerobik yang berperan ialah Lactobacillus
brevis,

Pediococcus

cereviceae, dan Lactobacillus

plantarum.

Kondisi

lingkungan, jumlah dan jenis mikroorganisme, kebersihan, konsentrasi dan


distribusi garam, suhu dan penutupan akan sangat menentukan berlangsungnya
proses fermentasi. Menurut (Bukle, dkk, 1987) faktor-faktor lingkungan yang
penting dalam fermentasi sayuran adalah :
1.

Terciptanya keadaan anaerobik

2.

Penggunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluar


cairan dan zat gizi dari sayur

3.

Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi

4.

Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai


Fermentasi mengakibatkan adanya peningkatan gula reduksi pada sayur

asin sebab air tajin mengandung pati amilosa. Pati yang berupa amilosa tersebut
didegradasi oleh bakteri asam laktat menjadi glukosa dan maltosa. Glukosa
dipecah oleh bakteri asam laktat menjadi asam laktat. Glukosa dan maltosa yang
masih terdapat dalam air tajin terukur sebagai gula reduksi (Steinkraus, 1983).
Nilai pH dipengaruhi oleh kandungan asam yang dihasilkan selama fermentasi
sayur asin. Pada proses fermentasi sayur asin terjadi pertumbuhan secara spontan
bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat. Semakin tinggi jumlah beras
yang digunakan dalam pembuatan air tajin, maka nilai pH sayur asin semakin
menurun. Hal ini disebabkan kandungan gula reduksi meningkat dan dapat
dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat secara optimal dalam menghasilkan asam,
yaitu asam laktat dan asam asetat (Pederson, 1971).
Perubahan yang Terjadi
Agar fermentasi berlangsung dengan baik suhu ruangan harus kira-kira
30oC. Bila suhunya lebih rendah pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung
lambat sehingga tidak cukup banyak yang dihasilkan dan akibatnya produk
menjadi busuk. Selama fermentasi tampak tumbuh selaput keputih-putihan
Mycoderma di atas larutan garam. Selaput ini harus dibuang secara hati-hati
karena mikroorganisme tersebut menggunakan asam yang dihasilkan dalam
proses fermentasi untuk keperluannya sendiri, dan akibatnya mikroorganisme
pembusuk tumbuh. Untuk mencegahnya, tong fermentasi harus disimpan dalam
udara terbuka agar disinari matahari atau diberi lapisan minyak mineral yang
netral di atas larutan garam. Lapisan ini menghambat tumbuhnya ragi pembentuk
selaput tersebut, karena medium terjadi kekurangan oksigen. Sebaliknya karena
bakteri asam laktat bersifat anaerob fakultatif maka pertumbuhannya menjadi
lebih baik (Margono, dkk, 1993).

DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., dkk, 1987. Ilmu Pangan, Universitas Indonesia (UI. Press), Jakarta.
Pederson, C.S. 1982. Pickles and Sauerkraut. Di dalam Bor S.L. dan Jasper G.W.
(eds.). Commercial Vegetables Processing, p. 457. The AVI Publishing
Company, Inc., Wetsport, Conecticut.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan, 1981. Sayur Asin. Hal. 2732. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Steinkrauss, K.H. 1983. Handbook of Indigenous Fermented Foods. New York:
New York University Press.

Você também pode gostar