Você está na página 1de 70

Universitas Bakrie

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberadaan pipa baja sangat dibutuhkan khususnya untuk saluransaluran air, saluran gas, saluran minyak, tiang konstruksi dan sarana-sarana
lain yang dewasa ini banyak didirikan dan dibangun. PT Bakrie Pipe
Industries merupakan sebuah perusahaan manufaktur terkemuka di
Indonesia yang bergerak dibidang industri pipa baja.
Proses pengelasan merupakan salah satu proses utama yang harus
diperhatikan dalam pembuatan pipa baja di PT Bakrie Pipe Industries.
Pengelasan merupakan proses penyatuan material dimana dua atau lebih
bagian-bagian disatukan pada permukaan yang dihubungkan dengan
aplikasi panas dan tekanan yang sesuai. Proses pengelasan menjalankan
fungsinya dengan beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan panas
saja tanpa tekanan, dengan menggunakan kombinasi panas dan tekanan, dan
dengan menggunakan tekanan saja tanpa adanya hantaran panas dari luar
[1]. Proses pengelasan yang digunakan oleh PT Bakrie Pipe Industries
adalah mesin High Frequency Welding dengan teknik Electrical Resistance
Welding (pengelasan tanpa menggunakan filler) yang menggunakan
kombinasi panas dan tekanan.
Mesin High Frequency Welding (HFW) di PT Bakrie Pipe Industries
merupakan mesin yang sangat berpengaruh dalam proses pembuatan pipa di
lini produksi. Mesin tersebut menentukan kekuatan las pipa ada atau tidak
adanya cacat pada las pipa. Berdasarkan penelitian terdahulu [2] bahwa
pembuatan pipa dengan metode pengelasan HFW sesuai dengan dimensi
dan penggunaan pipa yang akan diproduksi oleh PT Bakrie Pipe Industries.
Berdasarkan pengolahan data breakdown (kerusakan) tahun 2014 pada
plant KT 24 di PT Bakrie Pipe Industries yang telah dilakukan, terlihat
bahwa mesin HFW memiliki waktu breakdown (downtime) paling besar

Universitas Bakrie

dibandingkan dengan mesin lain. Waktu breakdown (waktu ketika mesin


tidak dapat menjalankan fungsinya) tersebut menunjukkan angka 4840
menit atau 80,66 jam dalam kurun waktu satu tahun. Mesin HFW sangat
berpengaruh pada produksi pembuatan pipa karena kualitas ketahanan pipa
dilihat dari kekuatan las pipa. Penulis melihat di plant KT 24 mesin tersebut
sering terjadi breakdown saat melakukan observasi lapangan. Breakdown
yang terjadi pada mesin HFW tentu sangat mempengaruhi keandalan
(reliability) mesin tersebut. Oleh karena itu, penulis memilih mesin HFW
pada plant KT 24 di PT Bakrie Pipe Industries untuk diteliti keandalannya.
Tujuan utama pemeliharaan adalah untuk mendukung optimalisasi
keandalan suatu mesin atau peralatan untuk mencapai kebutuhan pada suatu
perusahaan. Kegiatan pencegahan dan pemeliharaan secara terjadwal yang
disebut preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) perlu dilakukan
untuk mengurangi breakdown pada mesin tersebut. Perencanaan tentang apa
yang harus dilakukan saat pengadaan pemeliharaan pencegahan juga harus
dilakukan, sehingga dibutuhkan penelitian dan pengalaman tersendiri
terhadap hal-hal tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
Tugas Akhir yang berjudul Analisis Keandalan Mesin High Frequency
Welding di Plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries, dengan cara
mengamati keandalan mesin yang bertujuan untuk menentukan perencanaan
pemeliharaan mesin HFW dan mengetahui aktivitas-aktivitas yang harus
dilakukan saat melakukan pencegahan. Dalam kaitan hal tersebut, maka
analisis keandalan serta penerapan metode Failure Tree Analysis (FTA) dan
Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) digunakan sebagai tools untuk
menyelesaikan masalah yang ada pada mesin HFW.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada
penilitian ini adalah :

Seberapa andal mesin High Frequency Welding dalam pembuatan pipa


di proses pengelasan (dilihat dari waktu breakdown mesin)?

Universitas Bakrie

Apa saja penyebab terjadinya breakdown pada mesin High Frequency


Welding?

Apa saja aktivitas yang harus dilakukan untuk memaksimalkan


keandalan atau reliabilitas mesin High Frequency Welding dan
menurunkan waktu breakdown mesin?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian


Dalam penelitian ini, cakupan pembahasan dibatasi sebagai berikut :

Area penelitian dilakukan di plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries.

Jenis mesin yang menjadi objek penelitian berdasarkan observasi


sebelumnya pada kerja praktik lapangan adalah mesin High Frequency
Welding.

Data yang digunakan dalam perhitungan adalah periode bulan Januari


2014 sampai dengan bulan Desember 2014.

Penulisan hanya membahas perhitungan dan analisis keandalan


(reliability) dari mesin High Frequency Welding serta perencanaan
kegiatan berdasarkan perhitungan dan analisis keandalan tersebut.

Faktor-faktor seperti biaya, kondisi operasional alat, serta kecakapan


dan kesiapan operator dan teknisi tidak diikutsertakan dalam
perhitungan nilai keandalan dan perencanaan kegiatan.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.4.1 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan peniliti di PT Bakrie Pipe
Industries adalah sebagai berikut:

Menghitung dan menganalisis nilai keandalan dari mesin High


Frequency Welding yang diperoleh dari perhitungan parameterparameter keandalan.

Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya breakdown pada mesin


High Fequency Welding.

Universitas Bakrie

Menyusun rencana aktivitas perawatan terhadap mesin High Frequency


Welding berdasarkan analisis keandalan.

1.4.2 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak yang terkait. Adapun manfaat yang diharapkan yaitu:

Dapat digunakan sebagai informasi ilmiah bagi perusahaan terkait


dengan produktivitas dan/atau reliabilitas salah satu mesin pengelasan
(HFW) yang digunakan pada lini produksi.

Membantu perusahaan untuk merencanakan aktivitas perawatan sesuai


dengan hasil penelitian.

Hasil penelitian dapat dijadikan masukan untuk perbaikan sistem


perawatan dan pencegahan breakdown pada mesin.

Sebagai bahan referensi yang dapat digunakan dalam penelitianpenelitian selanjutnya berkaitan dengan pengetahuan topik yang diteliti.

Memberikan wawasan penelitian bagi penulis berupa implementasi


teori selama pendidikan di Universitas Bakrie.

1.5

Sistematika Penulisan
Bab 1 Pendahuluan
Bab Pendahuluan ini berisikan tentang latar belakang permasalahan yang
diambil untuk dibahas di dalam Tugas Akhir, rumusan masalah, ruang
lingkup pembahasan, tujuan dilakukannya Penelitian Tugas Akhir, manfaat
dilakukannya Penelitian Tugas Akhir, serta sistematika dalam penulisan
Tugas Akhir.

Bab 2 Landasan Teori


Bab Landasan Teori berisikan teori-teori yang berkaitan tentang masalah
yang diangkat sebagai topik. Teori-teori tersebut merupakan acuan untuk
memecahkan masalah tersebut.

Universitas Bakrie

Bab 3 Metodologi Penulisan


Bab Metodologi Penulisan berisikan bagaimana data diolah dan dianalisis,
serta metode apa saja yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

Bab 4 Pengolahan Data dan Analisis Masalah


Bab Pengolahan Data dan Analisis Masalah berisikan data-data yang telah
diolah berdasarkan teori-teori yang telah dipelajari dalam program studi
Teknik Industri. Sedangkan Analisis Masalah berisikan hasil analisis
masalah yang dilakukan berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data
yang dilakukan. Analisis yang dilakukan berpedoman pada tujuan dari
penelitian.

Bab 5 Kesimpulan dan Saran


Bab Kesimpulan dan Saran berisikan kesimpulan-kesimpulan yang diambil
berdasarkan hasil seluruh penelitian dan analisis serta saran-saran yang
berguna untuk perbaikan dan kemajuan perusahaan.

Universitas Bakrie

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Pemeliharaan


Mesin dan peralatan merupakan suatu sistem yang mempunyai batas
usia pemakaian. Agar usia pemakaian tersebut dapat maksimal, diperlukan
perawatan dan pemeliharaan untuk mesin dan peralatan tersebut. Namun,
untuk mengetahui definisi dari pemeliharaan berdasarkan filosofi maka
pemeliharaan ini berarti kegiatan menjaga dan memelihara peralatan yang
dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan agar peralatan tersebut
memiliki kondisi yang sama dengan keadaan awalnya. Pemeliharaan juga
dilakukan untuk menjaga peralatan tetap berada dalam kondisi yang dapat
diterima oleh penggunanya.
Manajemen

pemeliharaan

tentu

sangat

berperan

dalam

mempertahankan fungsi suatu sistem. Berdasarkan kesimpulan Baluch,


Nazim, dan kawan-kawan [3], manajemen pemeliharaan memiliki fungsi
untuk memberi dukungan kepada proses produksi dengan menyediakan
peralatan yang handal dan membantu perusahaan untuk menjadi kompetitif
serta berkontribusi terhadap profitabilitas.

2.1.1 Tujuan Pemeliharaan


Tujuan utama pemeliharaan adalah memberikan keandalan (reliability)
yang optimal pada suatu sistem untuk memenuhi kebutuhan bisnis
perusahaan, dimana keandalan didefinisikan sebagai kondisi ketika
kemungkinan terjadinya kegagalan pada suatu sistem adalah kecil [4].
Tujuan pemeliharaan berhubungan dengan pencapaian target produksi
berdasarkan kualitas yang dibutuhkan. Selain itu, tujuan dari pemeliharaan
untuk memastikan peralatan-peralatan yang digunakan dalam kondisi baik
begitu juga dengan kondisi pabriknya dan diasumsikan lingkungan kerja

Universitas Bakrie

yang aman serta penggunaan energi dan konsumsi material yang optimal
[5].

2.2

Fungsi Pemeliharaan dalam Keandalan


Pemeliharaan adalah tindakan mempertahankan. Dasar pemeliharaan
adalah menjaga, melestarikan, dan melindungi. Hal tersebut dilakukan untuk
menjaga keadaan yang ada atau menjaga dari kegagalan atau penurunan.
Terdapat dua pendekatan pemeliharaan, yaitu pendekatan proaktif dan
pendekatan reaktif. Sistem reaktif membutuhkan identifikasi dan tergantung
pada langkah-langkah respon yang cepat untuk pengukuran yang efektif.
Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk meminimalisasi response time
(dengan bantuan komputer) dan untuk mengurangi downtime pada peralatan
atau mesin. Sedangkan untuk pendekatan proaktif menekankan pada
penilaian peralatan dan tata cara prediktif. Kebanyakan dari korektif,
pencegahan, dan modifikasi pekerjaan yang dihasilkan secara internal dalam
fungsi pemeliharaan hasilnya merupakan inspeksi dan prosedur prediktif.
Tujuan metode ini

adalah kinerja peralatan yang terus menerus untuk

spesifikasi yang telah ditetapkan, pemeliharaan kapasitas, dan perbaikan


yang terus-menerus. Pemeliharaan proaktif dibagi menjadi dua, yaitu
preventive maintenance (pemeliharaan pencehgahan) dan predictive
maintenance[4].

Pemeliharaan

pencegahan

merupakan

tindakan

pemeliharaan yang terjadwal dan terencana. Hal ini dilakukan untuk


mengantisipasi masalah-masalah yang dapat mengakibatkan kerusakan pada
komponen/alat dan menjaganya selalu tetap normal selama dalam operasi.
Sedangkan predictive adalah bentuk baru dari perencanaan pemeliharaan
dimana penggantian komponen atau suku cadang dilakukan lebih awal dari
waktu terjadinya kerusakan.
Tujuan utama dari perawatan adalah untuk menyediakan optimalisasi
keandalan yang memenuhi kebutuhan bisnis perusahaan. Banyak organisasi
melihat pemeliharaan memberi nilai tambah bagi perusahaan. Namun,
ketika dikembangkan dan dikelola dengan baik, hal tersebut dapat

Universitas Bakrie

mempertahankan aset perusahaan untuk memenuhi kebutuhan keandalan


pada biaya optimal.

2.3

Pengertian Keandalan
Keandalan didefinisikan sebagai probabilitas atau kemungkinan suatu
sistem akan melakukan fungsinya dalam kurun waktu dan kondisi tertentu.
Sistem yang dimaksud merupakan sistem dalam pengertian umum, sehingga
definisi keandalan juga berlaku untuk semua jenis produk, subsistem,
peralatan, komponen dan suku cadang. Dalam arti luas, keandalan dikaitkan
dengan ketergantungan, kesuksesan operasi, dan tidak adanya kerusakan
atau kegagalan [6].
Suatu produk atau sistem dikatakan gagal ketika produk atau sistem
tidak melakukan fungsinya. Ketika ada pemberhentian total fungsi dalam
suatu proses, hancurnya struktur, dan terputusnya sistem komunikasi,
menandakan bahwa sistem tersebut benar-benar gagal. Salah satu parameter
yang menentukan suatu sistem andal atau gagal adalah waktu. Menurut
Lewis [6] cara menentukan waktu dalam definisi keandalan bervariasi,
tergantung pada sifat dari sistem. Contoh, mesin HFW akan berfungsi jika
semua komponen pendukungnya juga berfungsi. Disamping itu, Dovich
menyatakan untuk dapat membahas keandalan sistem secara menyeluruh,
pemahaman yang mendasar tentang beberapa terminologi sangat diperlukan
[7]. Terminologi yang akan digunakan berkaitan dengan keandalan tersebut
adalah :

Komponen merupakan unit dasar dari suatu sistem yang saling


berinteraksi untuk menjalankan fungsi dari sistem tersebut. Sebuah
komponen pada tingkat analisis keandalan tertentu bisa menjadi suatu
sistem pada tingkat analisis keandalan lainnya.

Kegagalan (failure) adalah ketidakberhasilan suatu komponen (contoh:


komponen mesin) untuk menjalankan fungsinya secara benar seperti
yang diinginkan.

Universitas Bakrie

Keandalan suatu sistem atau komponen dapat digambarkan melalui


parameter-parameter keandalan. Parameter utama dalam keandalan adalah
Mean Time Between Failure (MTBF) and Mean Time To Repair (MTTR).

2.3.1 Mean Time Between Failure (MTBF)


Krishnamoorthi menyatakan MTBF adalah waktu rata-rata rentang
waktu antara satu kerusakan dengan kerusakan berikutnya. MTBF biasanya
digunakan untuk sistem yang dapat diperbaiki [7]. Jika laju kegagalan, ,
konstan sepanjang waktu yang ditentukan.

MTBF =

Total waktu operasi

(2.1)

Jumlah kegagalan

Dimana:

(2.2)

2.3.2 Mean Time to Repair (MTTR)


Krishnamoorthi menyatakan MTTR adalah rata-rata waktu perbaikan.
Waktu perbaikan adalah rentang waktu yang diperlukan untuk perbaikan
yaitu sejak terjadinya kerusakan sampai komponen tersebut dapat berfungsi
seperti semula setelah mengalami perbaikan [7]. Waktu perbaikan juga
meliputi waktu pendeteksian terjadinya kerusakan, selang waktu antara
deteksi kerusakan dan mulainya perbaikan, waktu perbaikan itu sendiri dan
waktu yang dibutuhkan untuk menguji komponen yang telah diperbaiki.
Pada masing-masing laju kerusakan yang konstan, MTTR didefinisikian
sebagai rata-rata waktu perbaikan yang dinyatakan sebagai berikut:

MTTR =

Total waktu perbaikan

(2.3)

Jumlah kegagalan

Universitas Bakrie

2.4 Konsep Probabilitas


Dasar untuk semua pertimbangan keandalan adalah pemahaman tentang
propabilitas,

keandalan

didefinisakan

sebagai

probabilitas

atau

kemungkinan bahwa sistem tidak akan gagal dalam spesifikasi keadaan


tertentu. Probabilitas didefinisikan dan dibahas secara logika dimana
probabiitas dapat dikombinasikan dan dimanipulasi.
Suatu komponen yang sama tidak dapat dipastikan akan mengalami
kerusakan pada waktu yang sama. Waktu merupakan jenis variabel acak
yang kontinu (continuous random variable) karena mengambil nilai tak
terhingga dari nilai yang mungkin atau selalu berubah-ubah. Waktu
kerusakan komponen akan mengikuti suatu pola distribusi yang dikenal
dengan distribusi probabilitas. Dalam perhitungan keandalan suatu sistem
atau peralatan digunakan empat jenis probabilitas untuk variabel acak yang
kontinu (continuous random variable) yaitu [7]:
1.

Distribusi Weibull

2.

Distribusi Eksponential

3.

Distribusi Normal

4.

Distribusi Lognormal
Langkah awal dalam perhitungan nilai keandalan adalah dengan

mengetahui distribusi mana yang digunakan dalam menghitung parameterparameter keandalan. Distribusi tersebut dapat ditentukan melalui uji
distribusi pada piranti lunak Minitab atau SPSS. Minitab dan SPSS memiliki
kesamaan fungsi dan metode untuk mengolah data-data yang berhubungan
dengan statistik. Namun, Minitab merupakan piranti lunak yang paling
banyak digunakan karena hasil yang diperoleh akurat

dan cara

penggunaannya juga mudah. Berikut ini merupakan formula dasar yang


digunakan untuk menghitung fungsi distribusi.

10

Universitas Bakrie

Fungsi kepadatan probabilitas (probability density function):

f(t) = (t) exp [

( )

(2.4)

Dimana: (t) = laju kegagalan (failure rate)

Fungsi distribusi kumulatif (cumulative distribution function):

F(t) =

( )

(2.5)

Fungsi keandalan (reliability function):

R(t) = exp [ -

( )

(2.6)

Rata-rata waktu kegagalan:

( )

(2.7)

Variasi waktu kegagalan:


2 = (

( )

(2.8)

2.4.1 Distribusi Weibull


Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi weibull merupakan distribusi
yang paling luas penggunaannya dalam perhitungan keandalan karena
meliputi ketiga fase kegagalan atau kerusakan yaitu periode kerusakan awal,
normal, dan menua.
Distribusi weibull memiliki 2 parameter dan . Ketika 0<<1,
distribusi memiliki penurunan failure rate. Ketika nilai =1 distribusi
menjadi eksponensial dengan constant failure rate. Ketika >1 maka

11

Universitas Bakrie

distribusi memiliki kenaikan failure rate bila dan 3,5 bentuknya


mewakili distribusi normal. Fungsi-fungsi dalam distribusi weibull adalah:

f(t) =

( )

exp (

,t 0, > 0

(2.9)

dimana: = parameter bentuk


= karakteristik hidup atau estimasi mean

Fungsi distribusi kumulatif:

F(t) = 1 exp (

(2.10)

Fungsi keandalan

R(t) = 1 F(t) = exp (

(2.11)

Rata-rata distribusi:

= (1+ )

(2.12)

2.4.2 Distribusi Eksponensial


Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi eksponensial adalah distribusi
yang digunakan untuk perhitungan keandalan pada saat laju kegagalan
konstan atau selama fase normal (useful life). Parameter-parameter
keandalan distribusi eksponensial adalah:
Fungsi kepadatan peluang kegagalan:

f(t) =

dimana : > 0, t 0

(2.13)

12

Universitas Bakrie

Fungsi distribusi kumulatif:

F(t) = 1 -

(2.14)

Fungsi keandalan:

R(t) =

(2.15)

Rata-rata waktu kegagalan:

(2.16)

Varian distribusi:

2 =

(2.17)

2.4.3 Distribusi Normal


Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi normal digunakan dalam
perhitungan keandalan pada fase kegagalan atau kerusakan menua (wear
out). Parameter-parameter yang digunakan dalam distribusi ini yaitu:
Fungsi kepadatan probabilitas:

f(t) =

exp [-

(2.18)

Fungsi distribusi kumulatif:

F(t) =

(2.19)

13

Universitas Bakrie

Fungsi keandalan:

R(t) = 1 [

(2.20)

2.4.4 Distribusi Lognormal


Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi lognormal merupakan salah satu
dari kebanyakan distribusi yang digunakan. Distribusi lognormal memiliki
dua parameter yaitu dan . Parameter tersebut mendeskripsikan distribusi
dalam fungsi keandalan. Distribusi dapat memiliki berbagai macam bentuk,
sehingga sering dijumpai bahwa data yang sesuai dengan distribusi weibull
juga sesuai dengan distribusi lognormal. Fungsi keandalan untuk distribusi
lognormal menggunakan persamaan dibawah ini.

( )

( )

(2.21)

(2.22)

(
(

( )

)
)

(2.23)

(2.24)

Keempat distribusi yang telah disebutkan di atas, digunakan untuk


menghitung nilai keandalan. Dari keempat distribusi tersebut, akan dipilih
satu distribusi yang memiliki nilai Anderson darling terkecil berdasarkan
hasil yang didapat melalui piranti lunak Minitab. Nilai Anderson Darling
tersebut menunjukkan variasi sampel terhadap populasi. Semakin kecil nilai
Anderson Darling, semakin kecil variasi sampel.

14

Universitas Bakrie

2.5

Fault Tree Analysis


Fault Tree Analysis (FTA) merupakan pendekatan top-down analisis
kegagalan, dimulai dengan potensi kejadian utama atau peristiwa yang tidak
diinginkan disebut dengan top level event, lalu menentukan semua hal yang
dapat membuat peristiwa atau kejadian tersebut terjadi. Analisis tersebut
dilakukan dengan menentukan bagaimana top level event (potensi kejadian
utama) bisa terjadi, apa penyebabnya, dan siapa penyebabnya. Penyebab
dari potensi kejadian utama adalah connected melalui logic gates yaitu
AND-gates dan OR-gates. FTA merupakan teknik yang paling banyak
digunakan untuk analisis penyebab dalam risiko dan keandalan [8].
Potensi kejadian utama merupakan suatu analisis berbentuk pohon
kesalahan secara sederhana dapat diuraikan sebagai suatu teknik analitis.
Pohon kesalahan merupakan suatu model grafis yang menyangkut berbagai
kombinasi contoh kesalahan-kesalahan yang akan mengakibatkan kejadian
dari peristiwa yang tidak diinginkan yang sudah didefinisikan sebelumnya,
atau dapat diartikan sebagai gambaran hubungan timbal balik yang logis
dari peristiwa-peristiwa dasar yang mendorong. Pembuatan model pohon
kesalahan (fault tree) dilakukan dengan cara wawancara dengan manajemen
dan melakukan pengamatan langsung terhadap proses produksi di lapangan.
Selanjutnya sumber-sumber kecelakaan kerja tersebut digambarkan dalam
bentuk model pohon kesalahan [9].
Elemen yang digunakan dalam membuat FTA yaitu gates dan events.
Gates menggambarkan outcome, sedangkan events menggambarkan input
untuk gates. FTA memiliki beberapa fungsi, yaitu [10]:

Untuk menginvestigasi potensi kegagalan.

Untuk menginvestigasi modus dan penyebabnya.

Dan untuk mengukur kontribusi ketidakandalan sistem pada tujuan


desain produk.

15

Universitas Bakrie

2.5.1 Sejarah FTA


FTA pertama kali digunakan oleh Bell Telephone Laboratories dalam
safety analysis of the Minuteman missile launch control system pada
tahun 1962. Teknik analisis tersebut kemudian dilakukan perbaikan oleh
Boeing Company. Berdasarkan penelitian terdahulu [8] FTA banyak
digunakan dan diperpanjang selama pelaksanaan keamanan reactor.

2.5.2 Langkah FTA


Analisis pohon kesalahan (Fault Tree Analysis) merupakan salah satu
metode yang dapat digunakan untuk menganalisis akar penyebab kecelakaan
kerja [8].
Langkah-langkah melakukan FTA:

Mendefinisikan sistem, top level event (potensi kejadian utama), dan


batas kondisi.

Membuat pohon kesalahan.

Mengidentifikasi minimal cut sets.

Analisis kualitatif pohon kesalahan.

Analisis kuantitatif pohon kesalahan.

Membuat laporan hasil analisis.

2.5.3 Batas Kondisi dalam Melakukan FTA


Dalam melakukan FTA, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut [8]:

Batas fisik suatu sistem (bagian-bagian mana saja dari sistem yang akan
dianalisis, dan bagian mana yang tidak dianalisis?)

Kondisi awal (apa status operasional dari sistem ketika potensi kejadian
utama muncul?)

Batas kondisi dari pengaruh eksternal (apa saja tipe pengaruh eksternal
yang harus dimasukkan dalam analisis? Contoh : gempa bumi,
pencahayaan, cuaca, dan lain-lain)

Tingkat resolusi (seberapa detail analisis harus dilakukan?)


16

Universitas Bakrie

2.5.4 Pembuatan FTA


Hal pertama yang harus dilakukan dalam melakukan FTA adalah
mendefinisikan potensi kejadian utama seperti yang telah disebutkan
sebelumnya. Definisi dari potensi kejadian utama tersebut harus jelas dan
tidak boleh ambigu. Definisi tersebut harus menjawab what, where, when.
Kemudian harus ditentukan peristiwa dan kondisi apa saja yang
menyebabkan potensi kejadian utama. Setelah itu sub-event dihubungkan
dengan AND-gate atau OR-gate. Kemudian lanjutkan untuk mendapatkan
event dasar yang menyebabkan potensi kejadian utama.
Simbol-simbol yang digunakan dalam melakukan FTA digambarkan
pada Tabel 2.1 [8]:

Tabel 2. 1 Simbol dalam FTA

Logic Gates

OR-gate

AND-gate

Input
Events
(states)

OR-gate menunjukkan bahwa peristiwa


keluaran terjadi jika salah satu peristiwa
keluaran terjadi.
AND-gate menunjukkan bahwa peristiwa
keluaran terjadi jika salah satu peristiwa input
terjadi.
Peristiwa dasar merupakan kegagalan peralatan
dasar yang tidak memerlukan pengembangan
lebih lanjut dari penyebab kegagalan.
Peristiwa berkembang merupakan suatu
peristiwa yang tidak diperiksa lebih lanjut
karena informasi tidak tersedia atau karena
konsekuensinya tidak signifikan.

Description
of state
Transfer
symbols

Komentar persegi panjang adalah untuk


informasi tambahan.
Simbol transfer-out menunjukkan bahwa
pohon kesalahan dikembangkan lebih lanjut
pada simbol transfer-in yang sesuai.

17

Universitas Bakrie

2.5.5 Penilaian Kualitatif FTA


Cut set dalam sebuah pohon kesalahan merupakan satu set atau
seperangkat peristiwa dasar yang secara simultan/bersamaan memastikan
munculnya potensi kejadian utama. Sebuah cut set dikatakan minimal jika
set tidak dapat dikurangi tanpa menghilangkan statusnya sebagai cut set.
Oleh karena itu, potensi kejadian utama akan terjadi jika semua peristiwa
dasar dalam minimal cut set terjadi pada waktu yang sama [8].
Penilaian kualitatif dilakukan dengan cara menginvestigasi minimal cut
sets. Diawali dengan mengurutkan cut sets. Kemudian dengan memberikan
peringkat berdasarkan pada tipe peristiwa dasar yang terlibat, contoh [8]:

Kesalahan manusia (paling kritis).

Kegagalan pada peralatan aktif.

Kegagalan pada peralatan pasif.

Terakhir adalah dengan mencari large cut sets dengan dependent item.
Contoh penilaian kualitatif FTA dapat dilihat pada Tabel 2.2 [8].

Tabel 2. 2 Contoh Penilaian Kualitatif FTA

Rank
1
2
3
4
5
6

Basic event 1
Human error
Human error
Human error
Failure of active unit
Failure of active unit
Failure of active unit

Basic event 2
Human error
Failure of active unit
Failure of passive unit
Failure of active unit
Failure of passive unit
Failure of passive unit

2.5.6 Kelebihan dan Kekurangan FTA


Penerapan FTA dalam aktualisasi di lapangan memiliki kelebihan dan
kekurangan, yaitu [8]:
1.

Kelebihan

Disiapkan dalam tahap awal desain dan detail dikembangkan lebih


lanjut secara bersamaan dengan pengembangan desain.

Mengidentifikasi dan merekam jalur kesalahan logis secara


sistematis dari efek yang spesifik ke penyebab utama.
18

Universitas Bakrie

2.

Mudah dikonversi ke pengukuran probabilitas.

Kekurangan

Dapat menyebabkan pohon kesalahan menjadi sangat besar jika


analisis diperdalam.

2.6

Tergantung pada kemampuan menganalisis.

Sulit diterapkan pada sistem dengan kesuksesan parsial.

Biaya yang dibutuhkan untuk penerapan bisa mahal.

Failure Mode and Effect Analysis

2.6.1 Metode FMEA


Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah sistem keandalan
dan keamanan teknik yang diciptakan pada tahun 1960 sebagai bagian dari
program US Minutman rocket untuk menemukan dan mengurangi masalah
desain yang tak terduga. FMEA merupakan sebuah teknik yang lebih
sederhana, modus kesalahan dari setiap komponen dalam sistem dicatat
dalam tabel, dan efek dari kesalahan tersebut didokumentasikan. Metode ini
merupakan metode yang sistematis, efektif, dan rinci, meskipun kadangkadang disebut sebagai metode yang memakan waktu berulang-ulang.
Berdasarkan kesimpulan sebelumnya [11], metode ini sangat efektif
dikarenakan setiap modus kegagalan pada setiap komponen diperiksa.
Penjelasan mengenai tabel FMEA adalah kolom satu mendeskripsikan
nama dari komponen yang diteliti, sementara kolom dua digunakan untuk
membuat daftar nomor dari identifikasi komponen (nomor komponen atau
nomor kode). Kolom satu dan kolom dua harus mengidentifikasi ulasan
komponen secara bersama-sama. Kolom tiga mendeskripsikan fungsi
komponen, sementara kolom empat mendeskripsikan prediksi modus
kegagalan. Kolom lima digunakan untuk mencatat penyebab yang diketahui
dari modus kegagalan jika berlaku. Akibat dari kegagalan pada sistem
dicatat dalam kolom enam. Fungsi kolom yang tersisa bervariasi, tergantung
pada banyak iterasi dari versi FMEA yang digunakan [11]. Contoh borang
pengisian FMEA tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 [11].
19

Universitas Bakrie

Gambar 2.1 Contoh Borang Pengisian Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

20

Universitas Bakrie

Menurut Stephens, Lipol, dan kawan-kawan [12, 13] Terdapat 4 jenis


FMEA, yaitu:
1.

Sistem FMEA
Jenis FMEA ini biasanya digunakan pada tahap pertama kali merancang
suatu sistem. Selain itu, sistem FMEA digunakan untuk menganalisis
sistem dan subsistem yang ada pada tahap konsep dan perancangan.
Sistem FMEA memfokuskan diri pada modus kesalahan atau kegagalan
yang potensial dan fungsi-fungsi suatu sistem yang disebabkan oleh
ketidakefisiensian sistem tersebut.

2.

Perancangan FMEA
Setelah rancangan sistem telah ditentukan, perancangan FMEA akan
mengarahkan modus kesalahan kegagalan ke dalam tingkatan
komponen dan digunakan untuk menganalisis produk sebelum
digunakan proses manufaktur. Perancangan FMEA mempunyai titik
utama pada modus kegagalan yang disebabkan oleh ketidakefisian
dalam perancangan.

3.

Proses FMEA
FMEA jenis ini akan menguji modus kegagalan dari setiap tahap proses
manufaktur maupun perakitan sebuah produk. Jenis ini tidak harus
selalu menguji secara detail modus kesalahan atau kegagalan dan
peralatan yang dipergunakan untuk proses manufaktur atau perakitan,
tetapi harus memperhatikan modus kegagalan yang berpengaruh secara
langsung terhadap kualitas, kekuatan, dan produk akhir yang dihasilkan.

4.

Pelayanan FMEA
Jenis FMEA ini digunakan dalam berbagai cara. Pertama, untuk industri
jasa intensif seperti pertambangan, dimana biaya yang tinggi untuk
peralatan dan lingkungan kerja (operasi) yang keras membutuhkan
pendekatan disiplin yang keras dan tinggi untuk pelayanan. Kedua,
untuk melakukan pengujian modus kesalahan atau kegagalan dan
peralatan yang digunakan untuk proses manufaktur dan operasi
perakitan.

Hal

ini

menyediakan

suatu

program

pemeliharaan

21

Universitas Bakrie

pencegahan (preventive maintenance) yang seksama, terutama dimana


biaya langsung untuk perbaikan breakdown dapat diperkecil, tetapi
biaya tidak langsung yang diakibatkan berkurangnya produksi sedikit
lebih tinggi.

2.6.2 Menemukan Masalah dengan FMEA


Metode FMEA telah tumbuh populer selama bertahun-tahun dan telah
menjadi sebuah bagian yang penting dari banyak proses desain, terutama
dalam industri otomotif. Menurut Goble [11], hal ini dikarenakan FMEA
sudah terbukti dari waktu ke waktu menjadikan hal efektif dan berguna
meskipun ada sesuatu yang negatif dari metode ini. Selama melakukan
metode FMEA, terlihat jelas bahwa efek kegagalan merupakan masalah
serius yang sebelumnya belum ditemui. Ketika masalah-masalah yang
ditemukan tersebut cukup signifikan, tindakan korektif dicatat. Kemudian
desain tersebut ditingkatkan untuk mendeteksi, mencegah, atau mengontrol
masalah.

2.6.3 Evolusi Metode FMEA


Metode FMEA diperluas pada tahun 1970 untuk menyertakan peringkat
semi kuantitatif (nomor dari 1-10) untuk keparahan (severity), kejadian
(occurrence), dan deteksi (detection). Kemudian empat kolom ditambahkan
ke tabel. Tiga kolom berisi penilaian dan kolom ke empat berisi Risk
Priority Number (RPN) yang diperoleh melalui pengalian tiga angka.
Perluasan metode ini disebut Failure Modes, Effects and Criticality Analysis
(FMECA). Teknik FMEA diteruskan untuk dikembangkan selama bertahuntahun. Beberapa variasi metode FMEA akhir-akhir ini menggunakan metode
untuk proses dan juga desain. Sama seperti daftar komponen, setiap tahap
dalam proses di-list. Setiap tahap termasuk cara yang diantisipasi yang mana
cara tersebut bisa salah, setara dengan daftar modus kesalahan yang
diketahui dari setiap komponen. Jika daftar telah selasai, maka metode
tersebut juga disebut FMEA desain. Setelah dua perbedaan dasar FMEA

22

Universitas Bakrie

dibuat, FMEA desain disebut DFMEA, dan FMEA proses disebut PFMEA
di beberapa literature. Sama seperti FMEA desain, FMEA proses sudah
dibuktikan efektif dalam menemukan masalah-masalah yang tidak terduga
[11].

2.6.4 Langkah FMEA


FMEA digunakan sebagai metode kualitatif yang membantu untuk
mengidentifikasi titik kelemahan dari produk dan proses [14]. FMEA
mendukung sebuah struktur untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan
modus kegagalan untuk perbaikan kualitas. FMEA juga merupakan cara
untuk meningkatkan keandalan sistem sebelum sesuatu terjadi, tetapi juga
bisa digunakan setelah suatu kejadian terjadi.
Sebelum memulai FMEA, sangat penting untuk menyelesaikan
beberapa pre-work untuk mengkonfirmasi kekuatan dan sejarah masa lalu
yang masuk ke dalam analisis. Dokumentasi dan prosedur untuk melakukan
FMEA dapat dilakukan dengan prosedur berikut [15].
A. Keparahan
Keparahan merupakan penilaian dari keseriusan atau tingkatan dari efek
yang dihasilkan oleh potensi modus kegagalan. Dalam hal ini kita harus
menentukan semua modus kegagalan berdasarkan fungsi dan efek
mereka. Contoh tabel untuk keparahan dapat dilihat pada Tabel 2.3
[15].

B. Kejadian
Kejadian merupakan kemungkinan suatu penyebab yang spesifik akan
muncul. Pada tahap ini, kita harus melihat penyebab dari kegagalan dan
seberapa banyak hal tersebut muncul. Kita juga dapat melihat produk
atau proses sejenis yang telah didokumentasikan untuk dapat
melakukan FMEA. Penyebab kegagalan dilihat sebagai kelemahan dari
desain. Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 2.4 [15].

23

Universitas Bakrie

Tabel 2. 3 Contoh Keparahan


Rank

Classification

10

Dangerously High

Extremely High

Very High

High

Example
Injury or death
Regulatory non-compliance
In-effective service or treatment
High performance
dissatisfaction

Moderate

Potentioal in-effectiveness

Low

Consumer complaints

Very Low

Lowered effectiveness

Minor

A nuisance to the customer

Very Minor

Not apparent; minor effect

None

Not apparent; no effect

Tabel 2. 4 Contoh Kejadian


Rank
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

Classification
Very High

Example
Inevitable failure

High

Repeated failures

Moderate
Low
Remote

Occasional failures
Few failures
Failure unlikely

C. Deteksi
Deteksi merupakan sebuah penilaian terhadap kemungkinan atau
probabilitas bahwa kontrol proses saat ini akan mendeteksi potensi
kelemahan atau modus kegagalan berikutnya sebelum modus kegagalan
komponen mempengaruhi operasi manufaktur atau lokasi perakitan.
Asumsikan kegagalan telah terjadi kemudian beri penilaian untuk
kemampuan kontrol proses saat ini untuk mencegah pengiriman

24

Universitas Bakrie

komponen yang memiliki cacat. Dengan kata lain dapat dikatakan


bahwa pendeteksian peringkat dilakukan berdasarkan pada pencegahan
modus kegagalan sebelum komponen atau produk sampai ke tangan
konsumen. Contoh dari pemberian peringkat pada urutan deteksi dapat
dilihat pada Tabel 2.5 [15].

Tabel 2.5 Contoh Deteksi


Detection

Rank

Extremely Unlikely

10

Very Low Likelihood

Very Low Likelihood

Low Likelihood

Moderately Low Likelihood

Medium likelihood

Moderately High Likelihood

High Likelihood

Very High Likelihood

Extremely Likely

Criteria
No design technique available/
Controls will not detect
Unproven, unreliable design/ poor
chance for detection
Design controls have a poor chace of
detection
Design controls are likely to miss the
problem
Design controls may miss the problem
Design controls have an even chance
of working
Design controls are moderately
effective
Likely to be corrected/ high
probability of detection
Can be corrected prior to design
release/ very high probability of
detection
Can be corrected prior to prototype/
controls will almost certainly detect

D. Risk Priority Numbers (RPN)


RPN merupakan indikator untuk menentukan tindakan yang tepat pada
modus kegagalan. RPN dihitung dengan mengalikan nilai keparahan,
kejadian, dan deteksi yang hasilnya merupakan skala dari 1 sampai
1000. Setelah menentukan angka keparahan, kejadian, dan deteksi, RPN
dapat dengan mudah dihitung dengan mengalikan ketiga angka tersebut,
yaitu :

25

Universitas Bakrie

(2.25)

Semakin kecil hasil RPN akan semakin bagus. RPN dapat dihitung
untuk proses keseluruhan dan/atau hanya untuk proses desain. Sekali
RPN dihitung, hal tersebut mempermudah untuk menentukan daerah
yang akan menjadi fokus. Kemudian setelah hasil RPN didapat,
penelitian lebih lanjut dapat difokuskan terhadap daerah yang menjadi
fokus utama untuk mendapatkan solusi dari modus kegagalan.

E. Prosedur FMEA
Secara umum dikenal dua macam FMEA, yaitu proses FMEA dan
perancangan FMEA. Penerapan FMEA dilakukan melalui suatu tim
yang dibentuk khusus untuk itu. Untuk proses manufaktur, biasanya
FMEA dilakukan untuk keseluruhan proses. Oleh karena itu, perlu
diadakan pembatasan tugas bagi masing-masing tim agar tidak terjadi
kegiatan yang saling tumpang tindih. Terdapat sepuluh langkah dalam
penerapan FMEA, yaitu [16]:

Langkah ke-1 : Peninjauan proses


Tim FMEA harus meninjau ulang peta proses bisnis atau bagan alir
yang ada untuk di analisis. Hal Ini perlu dilakukan untuk mendapatkan
kesalahan paham terhadap proses tersebut. Dengan menggunakan peta
atau bagan alir, seluruh anggota tim haruslah melakukan peninjauan
lapangan (process walk-through) untuk meningkatkan pemahaman
terhadap proses yang dianalisis. Bila peta proses atau bagan alir belum
ada maka tim harus menyusun peta proses atau bagan alir tersebut
sebelum memulai proses FMEA itu sendiri.

26

Universitas Bakrie

Langkah ke-2 : Brainstorming berbagai bentuk kemungkinan


kesalahan atau kegagalan proses
Setelah melakukan peninjauan lapangan terhadap proses yang akan
dianalisis maka setiap anggota tim akan melakukan brainstorming
terhadap kemungkinan kesalahan atau kegagalan yang dapat terjadi
dalam proses tersebut. Proses brainstorming ini dapat berlangsung lebih
dari satu kali untuk memperoleh satu daftar yang komperehensif
terhadap

segala

kemungkinan

kesalahan

yang

dapat

terjadi.

Hasil brainstorming ini kemudian dikelompokkan menjadi beberapa


penyebab kesalahan seperti manusia, mesin/peralatan, material, metode
kerja, dan lingkungan kerja. Cara lain untuk mengelompokkan adalah
menurut jenis kesalahan itu sendiri, misalnya kesalahan pada
proses pengelasan, kesalahan elektrik, kesalahan mekanis, dan lain-lain.
Pengelompokkan ini akan mempermudah proses analisis nantinya dan
untuk mengetahui dampak satu kesalahan yang mungkin menimbulkan
kesalahan yang lain.

Langkah ke-3 : Membuat daftar dampak tiap-tiap kesalahan


Setelah diketahui semua daftar kesalahan yang mungkin terjadi,
maka dimulai penyusunan dampak dari masing-masing kesalahan
tersebut. Untuk setiap kesalahan, dampak yang terjadi bisa hanya satu,
atau lebih dari satu. Jika lebih dari satu, maka semuanya harus
ditampilkan. Proses ini harus dilaksanakan dengan cermat dan teliti
karena apa yang terlewat dari proses ini tidak akan mendapatkan
perhatian untuk ditangani. Kriteria dampak, kemungkinan, dan deteksi
ini harus ditetapkan terlebih dahulu. Kriteria mula-mula secara
kualitatif dan kemudian dibuat secara kuantitatif. Apabila dapat
langsung dibuat secara kuantitatif akan lebih baik. Skala kriteria untuk
ketiga jenis penilaian ini juga harus sama, misalnya terbagi dalam skala
5 atau skala 10. Nilai 1 terendah dam nilai 5 atau 10 tertinggi. Penilaian

27

Universitas Bakrie

peringkat dari ketiga variabel yang dinilai dilakukan secara konsensus


dan disepakati oleh seluruh anggota tim.

Langkah ke-4 : Menilai tingkat dampak (severity) kesalahan


Penilaian terhadap tingkat dampak adalah perkiraan besarnya
dampak negatif yang diakibatkan apabila kesalahan terjadi. Bila pernah
terjadi maka penilaian akan lebih mudah, tetapi bila belum pernah maka
penilaian dilakukan berdasarkan perkiraan.

Langkah ke-5 : Menilai tingkat kemungkinan terjadinya (occurance)


kesalahan
Sama dengan langkah keempat, bila tersedia cukup data maka
dapat dihitung probabilitas atau frekuensi kemungkinan terjadinya
kesalahan tersebut. Bila tidak tersedia maka harus digunakan estimasi
yang didasarkan pada pendapat ahli (expert judgement) atau metode
lainnya.

Langkah ke-6 : Menilai tingkat kemungkinan deteksi dari tiap


kesalahan atau dampaknya
Penilaian yang diberikan menunjukkan seberapa jauh kita dapat
mendeteksi kemungkinan terjadinya kesalahan atau timbulnya dampak
dari suatu kesalahan. Hal ini dapat diukur dengan seberapa jauh
pengendalian atau indikator terhadap hal tersebut tersedia. Jika tidak
ada, maka nilainya rendah, tetapi jika indikator bagus maka nilainya
tinggi.

Langkah ke-7 : Hitung tingkat prioritas risiko (RPN) dari masingmasing kesalahan dan dampaknya
Total nilai RPN ini dihitung untuk tiap-tiap kesalahan yang
mungkin terjadi. Jika proses tersebut terdiri dari kelompok-kelompok
tertentu, maka jumlah keseluruhan RPN pada kelompok tersebut dapat

28

Universitas Bakrie

menunjukkan seberapa serius kelompok proses tersebut jika suatu


kesalahan terjadi. Jadi, terdapat tingkat prioritas tertinggi untuk jenis
kesalahan dan jenis kelompok proses.

Langkah ke-8 : Urutkan prioritas kesalahan yang memerlukan


penanganan lanjut
Setelah dilakukan perhitungan RPN untuk masing-masing potensi
kesalahan, maka dapat disusun prioritas berdasarkan nilai RPN tersebut.
Apabila digunakan skala 10 untuk masing-masing variable maka nilai
tertinggi RPN adalah 1000. Bila digunakan skala 5, maka nilai tertinggi
adalah 125. Terhadap nilai RPN tersebut dapat dibuat klasifikasi tinggi,
sedang dan rendah atau ditentukan secara umum bahwa untuk nilai
RPN di atas 250 (cut-off points) harus dilakukan penanganan untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dan dampaknya serta
pengendalian deteksinya. Penentuan klasifikasi atau nilai batas
penanganan ditentukan oleh kepala tim atau oleh manajemen sesuai
dengan jenis proses yang dianalisis.

Langkah ke-9 : Lakukan tindak mitigasi terhadap kesalahan tersebut


Idealnya semua kesalahan yang menimbulkan dampak tinggi harus
dihilangkan sepenuhnya. Penanganan dilakukan secara serentak untuk
ketiga aspek, yaitu meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi
kesalahan, mengurangi dampak kesalahan bila terjadi. Salah satu contoh
untuk mendeteksi adanya kesalahan adalah adanya indikator panas pada
mesin mobil jika terjadi panas berlebih. Kesalahan ini dapat disebabkan
oleh berbagai hal: misalnya kipas radiator tidak bekerja, kebocoran pipa
air pendingin, pompa air radiator tidak bekerja, dan lain-lain.
Sedangkan cara untuk mencegah dampak kesalahan jika sudah terjadi
adalah dengan memasang kontak pemutus aliran listrik ke mesin,
sehingga mesin akan mati jika terjadi panas berlebih. Dengan demikian,
mesin tidak akan rusak karena panas berlebih berlanjut. Untuk

29

Universitas Bakrie

mengurangi terjadinya kesalahan, caranya adalah dengan menyusun


suatu prosedur pemeriksaan berkala terhadap semua peralatan tersebut,
yaitu: kipas radiator, pompa air radiator, pengisian air radiator dengan
cairan yang khusus untuk itu dan lain-lain.

Langkah ke-10 : Hitung ulang RPN yang tersisa untuk mengetahui


hasil dari tindak lindung yang dilakukan.
Segera setelah tindak lindung risiko dilaksanakan, harus dilakukan
pengukuran ulang atau perkiraan nilai deteksi, nilai dampak, dan nilai
kemungkinan timbulnya kesalahan. Setelah itu, dilakukan perhitungan
nilai tingkat prioritas risiko kesalahan tadi. Hasil tindak lindung tadi
harus menghasilkan penurunan nilai RPN yang cukup signifikan ke
tingkat yang cukup aman. Jika belum tercapai, maka tetap perlu
dilakukan tindak lindung lebih lanjut. Contohnya dengan menggunakan
ilustrasi pada langkah ke-9 terkait dengan panas berlebih. Berapa kirakira penurunan RPN jika dibandingkan dengan kondisi awal, yaitu
tanpa indikator panas dan tanpa pemutus otomatis untuk panas berlebih
setelah dilakukan tindakan perlindungan melalui pemasangan indikator
panas mesin serta pemutus otomatis untuk panas berlebih.

2.6. 5 Hubungan FMEA dan FTA


FMEA dan FTA merupakan dua alat analisis yang sering digunakan dan
memiliki hubungan dalam penerapannya. Hubungan keduanya digambarkan
pada Gambar 2.2 [15].

30

Universitas Bakrie

Failure Mode & Effect


Analysis

Fault Tree Analysis

Gambar 2. 2 Hubungan FTA dan FMEA

Hubungan antara FTA dan FMEA berada pada hasil analisis dari FTA
yaitu faktor-faktor yang didapat dari FTA digunakan sebagai informasi
dasar untuk modus kegagalan pada FMEA. Informasi tersebut digunakan
untuk

mengidentifikasi

penyebab-penyebab

kegagalan.

Setelah

itu,

pembuatan FMEA dilanjutkan ke tahap berikutnya.

2.7

Diagram Pareto
Setelah mengetahui RPN untuk setiap modus kegagalan, kemudian
diagram pareto digunakan untuk mengetahui modus kegagalan utama mesin.
Diagram

pareto

dimaksudkan

untuk

menemukan/mengetahui

problem/penyebab utama yang merupakan kunci dalam penyelesaian


permasalahan

dan

perbandingannya

terhadap

keseluruhan.

Survei

menunjukkan bahwa lebih mudah melakukan perbaikan/penanggulangan.


Dengan menggunakan diagram pareto ini, kita dapat mengkonsentrasikan
arah penyelesaian masalah. Oleh karena itu, diagram pareto merupakan
langkah pertama untuk pelaksanaan perbaikan/penyelesaian masalah.
Aturan pareto digunakan untuk menentukan prioritas bagi pemecahan
suatu masalah. Aturan pareto berbunyi Delapan puluh persen dari kesulitan
yang dialami disebabkan oleh dua puluh persen masalah atau Barang yang
memiliki nilai 80% dari nilai keseluruhan, hanya berjumlah 20% dari
jumlah keseluruhan. Dengan kata lain, aturan tersebut menyatakan bahwa
tidak semua penyebab dari suatu fenomena tertentu terjadi dengan frekuensi

31

Universitas Bakrie

yang sama atau dengan dampak yang sama. Aturan Pareto juga sering
disebut sebagai aturan 80/20 [17].
Diagram Pareto merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi
data dari kiri ke kanan menurut urutan peringkat tertinggi hingga terendah.
Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan yang terpenting untuk
segera diselesaikan (peringkat tertinggi) sampai dengan yang tidak harus
segera diselesaikan (peringkat terendah).
Langah-langkah pembuatan diagram pareto :

Mengumpulkan

data

yang

akan

dianalisis,

misalnya

dengan

menggunakan check sheet.

Memasukkan total untuk masing masing item yang dianalisis.

Mengurutkan item mulai dari yang terbesar hingga terkecil.

Menghitung total untuk seluruh item, dan membuat kumulatif total dan
persentase kumulatifnya.

Menggambar diagram batang dengan sumbu x menunjukkan item yang


diamati dan sumbu y di sebelah kiri menunjukkan data apa yang
dibandingkan (frekuensi, biaya dan lain sebagainya), serta sumbu y di
sebelah kanan menunjukkan persentase (skala 0-100%). Penyusunan
diagram batang diurutkan menurut data terbesar hingga terkecil.

Membuat kurva persentase kumulatif .

Membuat penggolongan dengan pedoman awal - golongan A : 10 - 55%


- golongan B : 56 - 90% - golongan C : 91 100%.

32

Universitas Bakrie

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah mesin High Frequency Welding pada
produksi pembuatan pipa di salah satu plant milik PT Bakrie Pipe
Industries. Plant tersebut dapat memproduksi pipa dengan ukuran diameter
8 5/8 inci 24 inci dengan ketebalan 4.8 mm 15.9 mm untuk semua
spesifikasi pipa. Produk unggulan yang sering diproduksi di plant ini adalah
pipa dengan spesifikasi API (pipa untuk keperluan minyak dan gas) yang
berdiameter 16 24 inci.

3.2

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pola kualitatif dan kuantitatif. Pola
kuantitatif dilakukan dengan mengolah data-data yang ada melalui uji
distribusi,

perhitungan parameter

keandalan

dan perhitungan nilai

keandalan. Sedangkan pola kualitatif dilakukan berdasarkan penelitian


lapangan, studi literatur dan wawancara. Pola kualitatif ini menggunakan
metode FMEA dan FTA. Kedua pola tersebut akan memberikan nilai
keandalan sesuai dengan fungsi mesin

High Frequency welding.

Pengumpulan data dilakukan melalui studi lapangan dan wawancara seperti


yang tertuang pada diagram alir berikut.

3.3

Diagram Alir
Proses penelitian dilakukan secara terstruktur seperti yang ditunjukkan pada
diagram

alir

dalam

Gambar

3.1

33

dengan

uraian

sebagai

berikut:

Universitas Bakrie

1.
2.
3.
4.

Distribusi Weibull
Distribusi Eksponential
Distribusi Normal
Distribusi Lognormal

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

34

Universitas Bakrie

Studi Pendahuluan
Penelitian diawali dengan melakukan studi pendahuluan. Studi ini
dilakukan untuk mengetahui masalah apa yang akan dibahas serta
perbaikan apa yang harus diberikan setelah melihat proses produksi
pipa. Setelah menemui masalah, tujuan penelitian ditentukan untuk
mengetahui arah penelitian serta mendapatkan solusi yang tepat. Studi
pendahuluan terdiri dari studi literatur, studi lapangan, dan wawancara.
a.

Studi Literatur
Suatu penelitian harus didasari dengan landasan teori yang kuat
terkait masalah yang diteliti, sehingga apa yang dilakukan dapat
dipertanggungjawabkan. Studi literatur digunakan sebagai landasan
teori penelitian yang diperoleh dari buku referensi, jurnal, website,
penelitian terdahulu, dan lain-lain.

b.

Studi Lapangan
Studi lapangan dilakuan untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya terjadi di lapangan. Studi ini dilakukan dengan cara
mengamati kegiatan di lapangan khususnya kegiatan produksi. Dari
studi lapangan yang dilakukan dapat diketahui permasalahan apa
yang terjadi di lapangan.

c.

Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap karyawan PT Bakrie Pipe
industries

yang terkait

dengan pokok permasalahan yang

ditemukan pada mesin HFW plant KT 24. Wawancara ini


dilakukan untuk menggali informasi mengenai keandalan yang
ditemukan di lapangan melalui supervisor, manajer, dan operator.

Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan ketika melakukan studi lapangan.
Jenis data yang dikumpulkan, yaitu data primer dan data sekunder.
a.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mengamati


langsung ke plant produksi dan melakukan wawancara terhadap
karyawan yang terlibat langsung secara operasional. Data yang

35

Universitas Bakrie

diperoleh antara lain: data alur proses produksi, cara kerja mesin,
dan sebagainya.
b.

Data sekunder yang didapatkan adalah data arsip perusahaan


seperti data dokumentasi dari perusahaan dan data dari hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan di perusahaan tersebut. Data
yang dibutuhkan untuk penelitian ini, yaitu data mengenai lamanya
mesin beroperasi, data mengenai waktu downtime produksi, data
mengenai frekuensi breakdown yang terjadi pada mesin, data
mengenai kegiatan pemeliharaan yang telah dilakukan perusahaan,
data waktu untuk perbaikan yang dilakukan, data ideal cycle time
dan actual cycle time, dan data mengenai jumlah produksi.

Uji Distribusi
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, uji distribusi dilakukan
terhadap waktu perbaikan, waktu antar perbaikan, dan frekuensi
kerusakan mesin dengan menggunakan piranti lunak Minitab. Hasil dari
uji distribusi tersebut berupa grafik yang menggambarkan keterkaitan
sampel dengan populasi data. Jika data untuk uji distribusi sudah layak,
maka pengolahan data dilakukan ke tahap berikutnya.

Perhitungan Parameter MTTR dan MTBF


Perhitungan parameter MTTR dan MTBF dilakukan menggunakan
piranti lunak Minitab. Untuk parameter MTBF menggunakan input
waktu mesin HFW berfungsi tanpa adanya breakdown. Sedangkan
untuk parameter MTTR menggunakan input waktu breakdown mesin
HFW. Grafik hasil uji distribusi akan menghasilkan nilai Anderson
Darling (menyatakan apakah uji statistik data sampel yang diberikan
diambil dari distribusi probabilitas tertentu) untuk setiap distribusi
(Weibull, Lognormal, Exponential, dan Normal). Distribusi dengan nilai
Anderson Darling terkecil menjadi acuan untuk nilai MTTR dan
MTBF.

36

Universitas Bakrie

Perhitungan Nilai Keandalan


Nilai keandalan dihitung berdasarkan rumus pada distribusi yang
sesuai. Penentuan distribusi mana yang dilakukan dengan melihat nilai
Anderson Darling yang paling kecil pada setiap distribusi data waktu
operasi berdasarkan parameter MTTR dan MTBF.

Analisis FTA dan FMEA


Analisis FTA dilakukan berdasarkan pengolahan data secara
kualitatif. Data yang digunakan untuk membuat pohon kegagalan
diperoleh berdasarkan studi pendahuluan, terutama wawancara para ahli
di lapangan.
Analisis FTA bertujuan untuk mendapatkan peristiwa dasar yang
menjadi akar dari masalah utama. Berdasarkan alur hubungan FTA dan
FMEA seperti yang terlihat pada Gambar 3.2, hasil akhir yang didapat
dari FTA akan menjadi informasi dalam tahapan FMEA pada kolom
penyebab kegagalan mesin HFW. Selanjutnya dari informasi yang
didapat dari FTA akan dicari nilai severity (keparahan), occurrence
(kejadian), dan detection (deteksi) untuk menghitung RPN (Risk
Priority Number). Dari nilai RPN tersebut akan diperoleh komponen
dengan modus kegagalan kritis yang akan menjadi prioritas masalah
pada mesin High Frequency Welding. Setelah itu, solusi kegiatan
diusulkan terhadap modus kegagalan utama sebagai prioritas masalah.

Kesimpulan dan Saran


Setelah melakukan analisis pemecahan masalah, tahap akhir yang
perlu dilakukan adalah menyimpulkan secara garis besar hasil dari
penelitian yang tentunya menjawab tujuan dari penelitian itu sendiri.
Dari kesimpulan tersebut, beberapa saran dan masukan sangat
diperlukan baik untuk perusahaan maupun untuk penelitian selanjutnya.

37

Universitas Bakrie

Mesin High Frequency Welding

Gambar 3. 2 Diagram Alir Hubungan FTA dan FMEA

38

Universitas Bakrie

BAB 4

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

4.1

Proses Produksi Plant KT 24


Proses produksi pipa di plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries
menggunakan proses produksi continuous dimana jika salah satu mesin
berhenti beroperasi, mesin lain juga berhenti dan proses produksi tidak
dapat berjalan. Proses produksi seperti ini disebut sebagai sistem seri.
Proses produksi pada plant KT 24 dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4. 1 Proses Produksi Plant KT 24

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, proses pengelasan (welding)


sering mengalami permasalahan. Hal ini merupakan hambatan (constraint)
bagi pelaksanaan produksi secara keseluruhan. Dibandingkan dengan proses
lainnya ditinjau berdasarkan waktu breakdown, proses pengelasan
merupakan proses yang paling lama mengalami breakdown. Analisis lebih
lanjut mengenai breakdown pada mesin HFW akan dibahas pada bagian
Fault Tree Analysis (FTA).

4.1.1 Proses Welding (Pengelasan)


Pengelasan merupakan salah satu proses yang penting dalam
manufaktur pipa. Proses pengelasan yang menggunakan Electrical
Resistance Welding (ERW) berfungsi untuk menyatukan kedua ujung

39

Universitas Bakrie

pipa yang telah melalui proses pembentukan untuk menempelkan sisi yang
satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk inner bead dan outer bead.
Mesin las ini bekerja pada pipa yang bergerak dengan kecepatan konstan.
Proses High Frequency Welding (HFW) bertujuan untuk membuat pipa dari
gulungan coil baja tanpa pembakaran metal pengisi serta berbagai
masalah/cacat yang yang terjadi pada proses ini.
Cara kerja mesin HFW dimulai dengan power supply pada mesin
tersebut difungsikan ke rectifier untuk mengubah arus AC menjadi DC.
Kemudian inverter juga difungsikan untuk mengubah arus DC menjadi AC
yang lebih besar. Kemudian ke tahap loading coil untuk proses pengeluaran
frekuensi yang lebih tinggi. Proses pengelasan pipa di plant KT 24 dimulai
setelah proses pembentukan pipa. Pipa yang sudah mulai terbentuk,
kemudian mulai masuk ketahap pengelasan dua bibir pipa agar coil yang
sudah mulai berbentuk pipa dapat membentuk pipa dengan sempurna. Dua
bibir pipa tersebut dilas menggunakan panas yang dihantarkan melalu unit
head welding menggunakan contact shoe ke contact tip. Panas yang
dihantarkan tersebut difokuskan ke arah dua bibir pipa dimulai dari jarak
apec dengan bantuan carbon ferrite yang terdapat di dalam pipa tersebut.
Kemudian bibir pipa tersebut ditekan menggunakan squeeze agar kedua
bibir pipa menyatu dan terbentuklah pipa. Gambaran bentuk mesin dapat
dilihat pada Gambar 4.2.
Pada proses pengelasan ini, bentuk pipa masih belum bulat sempurna
dan bahan setelah pengelasan (inner bead dan outer bead) masih nampak.
Hasil pengelasan pun belum mulus, dan pipa masih harus diproses ke tahap
berikutnya untuk mendapatkan hasil pipa yang sempurna. Kemudian,
analisis lebih lanjut mengenai komponen mesin las yang menjadi masalah
pada mesin ini akan dibahas pada bagian Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA).

40

Universitas Bakrie

Pipa
setelah
dilas

Jarak
apec
Pipa
sebelum
dilas

Unit
welding
head

Gambar 4. 2 Mesin High Frequency Welding

4.2

Data Operasi Mesin High Frequency Welding


Data operasi pada mesin High Frequency Welding yang digunakan
adalah periode waktu Januari 2014 sampai dengan Desember 2014. Data
operasi yang digunakan adalah data waktu operasi, waktu perbaikan, dan
jumlah atau frekuensi kerusakan. Data-data tersebut dapat dilihat pada Tabel
4.1. Data operasi yang disajikan merupakan data yang diolah berdasarkan
data mentah yang diperoleh dari perusahaan. Data-data tersebut akan
digunakan sebagai input untuk menghitung parameter MTTR dan MTBF
menggunakan piranti lunak Minitab.

41

Universitas Bakrie

Tabel 4. 1 Data Waktu perbaikan Mesin HFW Tahun 2014


Waktu
Waktu
Operasi
Frekuensi
Perbaikan(Jam)
(Jam)
Januari
141.83
2.50
8
Februari
58.33
0.50
2
Maret
86.17
24.33
16
April
99.33
5.33
8
Mei
116.67
1.83
4
Juni
69.50
2.33
6
Juli
60.50
3.83
4
Agustus
86.67
1.00
2
September
58.83
2.00
5
Oktober
166.83
24.33
32
November
78.83
1.83
6
Desember 164.33
10.83
19
Total
1193.98
80.67
112
Bulan

4.3

Pengolahan Data

4.3.1 Uji Distribusi


Uji distribusi dalam pengolahan data ini dilakukan untuk parameter
reliabilitas, yaitu MTBF dan MTTR.

A. Mean Time Between Failure (MTBF)


Berdasarkan perhitungan Mean Time Between Failure (MTBF)
diperoleh kesesuaian ketepatan data (Goodness of Fit Test Data) seperti
yang tercantum pada Tabel 4.2, yaitu distribusi weibull dengan nilai
Anderson Darling 6.59, distribusi lognormal dengan nilai Anderson
Darling 5.86, distribusi exponential dengan nilai Anderson Darling
12.96, dan distribusi normal dengan nilai Anderson Darling 9.4.
Berdasarkan nilai tersebut, dapat ditentukan bahwa distribusi yang
paling cocok untuk nilai MTBF adalah distribusi lognormal dengan
nilai Anderson Darling 5.86 dimana nilai tersebut merupakan nilai
Anderson Darling terkecil diatara nilai pada distribusi yang lain.

42

Universitas Bakrie

Tabel 4. 2 Kesesuaian Ketepatan Data MTBF Mesin HFW


Distribution
Weibull
Lognormal
Exponential
Normal

Anderson-Darling
6.59
5.86
12.96
9.4

Setelah melakukan distribution ID plot, nilai MTBF keluar secara


otomatis pada piranti lunak Minitab. Nilai MTBF yang diperoleh untuk
mesin High Frequency Welding adalah 10.39 jam untuk distribusi
lognormal seperti pada Tabel 4.3.

Tabel 4. 3 Nilai MTBF untuk Setiap Jenis Distribusi


Distribution
Weibull
Lognormal
Exponential
Normal

Mean
10.73
10.39
10.61
10.61

Sedangkan untuk hasil grafik atau plot data yang dilakukan untuk
nilai MTBF terlihat pada Gambar 4.3. Hasil grafik atau plot data
tersebut menggambarkan variasi data masing-masing distribusi (Weibul,
Lognormal, Exponential, dan Normal). Terlihat pada grafik tersebut
bahwa variasi data sampel adalah linier. Semakin variasi data sampel
mendekati linier, maka variasi data tersebut semakin kecil, sehingga
diartikan bahwa sampel dan populasi hampir sama. Semakin plot pada
gambar mendekati linier, maka nilai Anderson Darling akan semakin
kecil. Grafik tersebut membuktikan nilai Aderson Darling pada
distribusi lognormal memiliki nilai paling kecil dikarenakan pada grafik
tersebut distribusi lognormal miliki variasi data sampel yang paling
mendekati linier.

43

Universitas Bakrie

Gambar 4. 3 Hasil Distribution ID Plot MTBF

44

Universitas Bakrie

B. Mean Time to Repair (MTTR)


Berdasarkan perhitungan Mean Time to Repair (MTTR) diperoleh
kesesuaian ketepatan data (Goodness of Fit Test Data) seperti yang
tercantum pada Tabel 4.4, yaitu distribusi weibull dengan nilai
Anderson Darling 5.15, distribusi lognormal dengan nilai Anderson
Darling 3.28, distribusi exponential dengan nilai Anderson Darling 5.4,
dan distribusi normal dengan nilai Anderson Darling 13.48.
Berdasarkan nilai tersebut, dapat ditentukan bahwa distribusi yang
paling cocok untuk nilai MTTR adalah distribusi lognormal dengan
nilai Anderson Darling 3.28 dimana nilai tersebut merupakan nilai
Anderson Darling terkecil diatara nilai pada distribusi yang lain.

Tabel 4. 4 Kesesuaian Ketepatan Data MTTR Mesin HFW


Distribution
Weibull
Lognormal
Exponential
Normal

Anderson-Darling
5.15
3.28
5.4
13.48

Setelah melakukan Distribution ID Plot, nilai MTTR keluar secara


otomatis pada piranti lunak Minitab. Nilai MTTR yang diperoleh untuk
mesin High Frequency Welding adalah 1.01 jam untuk distribusi
lognormal seperti pada Tabel 4.5.

Tabel 4. 5 Nilai MTTR untuk Setiap Jenis Distribusi


Distribution
Weibull
Lognormal
Exponential
Normal

Mean
1.07
1.01
1.07
1.07

Sedangkan untuk hasil grafik atau plot data yang diperoleh untuk
nilai MTTR dapat dilihat pada Gambar 4.4. Sama seperti yang telah

45

Universitas Bakrie

Gambar 4. 4 Hasil Distribution ID Plot MTTR

46

Universitas Bakrie

dijelaskan untuk hasil distribution ID plot MTBF, hasil grafik atau plot data
MTTR menggambarkan variasi data masing-masing distribusi (Weibul,
Lognormal, Exponential, dan Normal). Semakin plot data mendekati linier,
maka variasi data tersebut semakin kecil, sehingga diartikan bahwa sampel
dan populasi hampir sama. Semakin plot pada gambar mendekati linier,
maka nilai Anderson Darling akan semakin kecil. Grafik tersebut
membuktikan nilai Anderson Darling pada distribusi lognormal memiliki
nilai paling kecil dikarenakan pada grafik tersebut distribusi lognormal
miliki variasi data sampel yang paling mendekati linier.

4.3.2 Perhitungan Nilai Keandalan High Frequency Welding


Dari uji distribusi di atas, diketahui bahwa distribusi dari MTBF dan
MTTR High Frequency Welding adalah lognormal distribution, sehingga
nilai keandalan dihitung mengikuti persamaan lognormal dengan parameter
(mean) dan (standard deviation). Perhitungan nilai keandalan
menggunakan persamaan 2.21. Perhitungan tersebut dimulai dengan
mencari nilai dan .
Tabel 4. 6 Data Perhitungan TTF untuk
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Total

TTF
17.729
29.165
5.386
12.416
29.168
11.583
15.125
43.335
11.766
5.213
13.138
8.649
202.673

TTF^2
314.309
850.597
29.005
154.163
850.743
134.174
228.766
1877.922
138.439
27.180
172.616
74.804
4852.717

TTF^2*F
2514.469
1701.194
464.079
1233.306
3402.972
805.042
915.063
3755.844
692.194
869.758
1035.695
1421.282
18810.897

47

Universitas Bakrie

Nilai merupakan nilai MTBF yang didapat dari Tabel 4.3, sehingga
nilai sebesar 10.39 jam. Sedangkan nilai dapat dihitung menggunakan
persamaan 2.23 dengan menggunakan data Time to Failure (TTF) yang
tertera pada Tabel 4.6. Kolom TTF merupakan nilai TTF untuk periode
setiap bulan, kolom TTF^2 merupakan hasil kuadrat nilai TTF setiap bulan,
kemudian untuk kolom TTF^2*F merupakan hasil perkalian dari kuadrat
TTF dengan frekuensi. Pada perhitungan nilai , n merupakan frekuensi
mesin HFW dalam periode waktu satu tahun seperti yang tertera pada Tabel
4.1.

(
(

)
)

Sehingga dari nilai

dapat dihitung nilai Z yang akan digunakan dalam

perhitungan reliabilitas, yaitu :

( )

(
(
=(

( )

( )

),

Dengan demikian nilai reliabilitas mesin HFW untuk t dalam kurun waktu
satu tahun adalah:
( )

48

Universitas Bakrie

Berdasarkan perhitungan di atas, maka nilai reliabilitas untuk kurun waktu


satu tahun adalah 0.54 dengan rentan probabilitas adalah 0 1.

Tabel 4. 7 Keandalan Mesin HFW


t (bulan)
1/31
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

t (jam)
24
744
1416
2160
2880
3624
4344
5088
5832
6552
7296
8016
8760

Z
-0.55924
-0.29284
-0.24292
-0.21016
-0.18784
-0.17001
-0.15596
-0.14369
-0.13311
-0.12407
-0.11573
-0.10843
-0.10154

R(t)
0.71200
0.61518
0.59597
0.58323
0.57450
0.56750
0.56197
0.55713
0.55294
0.54937
0.54607
0.54317
0.54044

Mengacu pada Tabel 4.7, perhitungan nilai keandalan pada penelitian


ini dihitung dengan kelipatan bulan dalam waktu satu tahun. Untuk
menghitung nilai reliabilitas tersebut dibutuhkan nilai Z untuk setiap
reliabilitas dalam periode (t) yang akan dihitung karena nilai Z bergantung
pada t (periode waktu) reliabilitas yang akan dihitung.

4.3.3 Fault Tree Analysis (FTA) High Frequency Welding


Berdasarkan nilai keandalan mesin HFW yang telah diperoleh dari hasil
pengolahan data, menunjukkan bahwa tingkat keandalan dari mesin masih
sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh besarnya waktu breakdown yang
terjadi pada mesin HFW seperti yang terlihat pada Gambar 4.5 yang
menunjukkan bahwa mesin HFW memiliki waktu breakdown paling lama,
yaitu 80.67 jam pada tahun 2014. Sedangkan mesin Finishing memiliki
waktu breakdown 52.5 jam, mesin Electrical Cut-Off memiliki waktu

49

Universitas Bakrie

breakdown 50.3 jam, mesin Mechanical Cut-Off memiliki waktu breakdown


47.3 jam, Annealing memiliki waktu breakdown 39.5 jam, dan Jointing
memiliki waktu breakdown 38.83 jam. Sehingga berdasarkan data waktu
breakdown pada Gambar 4.5, masalah pada mesin HFW merupakan top
level event (potensi kejadian utama) pada FTA.

90.000

80.667

80.000
70.000
60.000

52.500

50.333

50.000

47.333
39.500

38.833

HF Problem Finishing Electrical Mechanical Annealer


Equipment Cutt off
Cutt Off
problem
problem
Problem
Problem

Jointing
Problem

40.000
30.000
20.000

10.000
0.000

Gambar 4. 5 Diagram Pareto Waktu Breakdown KT-24

Setelah menemukan potensi kejadian utama, maka langkah selanjutnya


adalah pembuatan pohon kesalahan untuk masalah pada mesin HFW. Pohon
kelasahan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 4.6. Berdasarkan
pohon kesalahan tersebut, dapat diketahui bahwa penyebab terjadinya
breakdown pada mesin HFW yang terbagi ke dalam dua bentuk yaitu
mekanis/mesin dan elektrik, yaitu:
Heat exchanger kotor (mekanis)
Silinder contact press bocor (mekanis)
Sistem pendingin tidak optimal (mekanis)
Selang stasiun pemanas terlepas (mekanis)
Material coil tidak rata (mekanis)
Daya pada unit head welding terlalu tinggi (elektrik)
Life time pada recorder (elektrik)
50

Universitas Bakrie

Gambar 4. 6 Fault Tree Analysis Mesin High Frequency Welding

51

Universitas Bakrie

4.3.4 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


Dengan menggunakan metode fault tree analysis (FTA), maka FMEA
merupakan metode yang digunakan untuk melihat masalah mana yang
paling dominan dan harus menjadi fokus dalam perbaikan dan
pemeliharaan. Berdasarkan pohon kegagalan, didapat informasi yang akan
digunakan dalam pembuatan tabel FMEA.
Sebelum melakukan penilaian severity (keparahan), occurrence
(kejadian), dan detection (deteksi) untuk mengetahui nilai RPN setiap
masalah, terlebih dahulu dilakukan identifikasi untuk potensi modus
kegagalan mesin High Frequency Welding. Melalui identifikasi yang
dilakukan, didapatkan potensi modus kegagalan seperti pada Tabel 4.8
yaitu:
Tabel 4. 8 Tabel Potensi Modus Kegagalan
No.
1
2
3
4
5
6

Potensi Modus Kegagalan


HFW alarm
Alarm PMGI mesin
Alarm fuse inverter
HF trip
HFW alarm PMGI modul
Recorder problem

HFW alarm merupakan masalah yang ditandai oleh alarm, dimana


alarm tersebut akan memberikan indikator berupa lampu LED ketika
tekanan air pada system thermist block panel tidak ada.

Alarm PMGI mesin adalah pada saat pengujian operasi mesin, alarm
tersebut tidak memberikan indikator apapun yang menandakan mesin
tersebut bermasalah. Namun, masalah terjadi pada saat operasi aktual
berlangsung.

Alarm fuse inverter merupakan masalah yang terjadi pada fuse inverter
(pemutus sekering), sehingga alarm memberikan indikator.

HFW trip disini memiliki arti bahwa mesin HFW berhenti beroperasi
akibat terjadinya sentuhan antara contact tip dengan pipa.
52

Universitas Bakrie

High Frequency Welding alarm PMGI modul merupakan masalah


pada card HMGD.

Recorder Problem merupakan masalah yang terjadi pada recorder


pembuat grafik hasil pengelasan
Informasi yang digunakan untuk mengidentifikasi modus kegagalan

adalah dengan menggunakan data detail activity breakdown selama satu


tahun dan juga berdasarkan informasi dari FTA. Selain itu, penulis juga
melakukan penelitian empiris serta wawancara terhadap ahli divisi
pemeliharaan dan produksi untuk mengetahui detail kejadian tersebut.
a.

Severity (keparahan)
Setelah mengetahui modus kegagalan pada mesin High Frequency
Welding, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi potensi efek
kegagalan. Berdasarkan potensi efek kegagalan ini, kemudian akan
dilakuakan penilaian keparahan untuk masing-masing potensi efek
kegagalan berdasarkan perkiraan dampak negatif yang dihasilkan dari
modus kegagalan dan diukur berdasarkan data waktu kerusakan yang
dialami oleh setiap potensi efek kegagalan. Penilaian keparahan untuk
potensi efek kegagalan dapat dilihat pada Tabel 4.9 di bawah ini.

Tabel 4. 9 Nilai Severity Potensi Efek Kegagalan


No

Potensi Efek Kegagalan

Waktu
kegagalan (jam)

Severity

Tekanan air pada system thermist block


panel tidak ada

14

10

Cylinder contact press sudah kurang


fleksibel

11.33

6.83

7.67
0.17
10.83
3.83

5
1
8
3

3
4
5
6
7

Penggantian kapasitor dan resistor untuk


kontaktor 4K2 & 4K3
Tip pada contact shoe lepas
Pipa high low
Card HMGD rusak
Recorder mati total

53

Universitas Bakrie

Skala yang digunakan dalam penilaian keparahan adalah skala 110, skala 1 merupakan nilai keparahan paling kecil, sedangkan skala 10
merupakan skala keparahan paling besar. Berdasarkan Tabel 4.9, dapat
diketahui bahwa potensi efek kegagalan tekanan air pada system
thermist block panel tidak ada memiliki nilai keparahan paling tinggi
yaitu 10 dengan waktu kegagalan 14 jam. Potensi efek kegagalan
cylinder contact press sudah kurang fleksibel memiliki nilai keparahan
8 dengan waktu kegagalan 11.3 jam. Potensi efek kegagalan
penggantian kapasitor dan resistor untuk kontaktor 4K2 & 4K3
memiliki nilai keparahan 5 dengan waktu kegagalan 6.83 jam. Potensi
efek kegagalan tip pada contact shoe lepas memiliki nilai keparahan 5
dengan waktu kegagalan 7.67 jam. Potensi efek kegagalan pipa high
low memiliki nilai keparahan 1 dengan waktu kegagalan 0.167 jam.
Potensi efek kegagalan card HMGD rusak memiliki nilai keparahan 8
dengan waktu kegagalan 10.83 jam. Potensi efek kegagalan Recorder
mati total memiliki nilai keparahan 3 dengan waktu kegagalan 3.83 jam.

b.

Occurrence (kejadian)
Penilaian kejadian dilihat melalui seberapa sering atau berapa kali
(frekuensi) penyebab kegagalan tersebut muncul. Penilaian kejadian
untuk penyebab kegagalan dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4. 10 Nilai Occurrence Penyebab Kegagalan


No.
1
2
3
4
5
6
7

Penyebab Kegagalan
Heat exchanger kotor
Cylinder contact press bocor
Sistem pendingin tidak optimal
Selang heating station terlepas
Material coil / material chamber
Power pada unit welding head
terlalu tinggi
Life time

Frekuensi
2
3
2
4
4

Occurrence
2
3
2
4
4

54

Universitas Bakrie

Skala yang digunakan dalam penilaian kejadian adalah 1-10. Skala


1 memiliki arti penyebab kegagalan tersebut sangat jarang terjadi,
sedangkan untuk skala 10 memiliki arti penyebab kegagalan tersebut
sangat sering terjadi. Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa
heat exchanger kotor memiliki frekuensi kegagalan 2 dengan nilai
kejadian 2. Cylinder contact press bocor memiliki frekuensi kegagalan
3 dengan nilai kejadian 3. Sistem pendingin tidak optimal memiliki
frekuensi kegagalan 2 dengan nilai kejadian 2. Selang heating station
terlepas memiliki frekuensi kegagalan 4 dengan nilai kejadian 4.
Material coil/material chamber memiliki frekuensi kegagalan 4 dengan
nilai kejadian 4. Power pada unit welding head terlalu tinggi memiliki
frekuensi kegagalan 3 dengan nilai kejadian 3. Life time pada recorder
memiliki frekuensi kegagalan 3 dengan nilai kejadian 3.

c.

Detection (deteksi)
Penilaian deteksi dalam FMEA bertujuan untuk mengetahui
kemungkinan kontrol proses yang dilakukan akan mendeteksi modus
kegagalan berikutnya, sehingga penilaian dilakukan pada kemampuan
mengontrol proses untuk mencegah terjadinya mesin berhenti berfungsi
atau mesin breakdown. Dengan kata lain, pendeteksi peringkat
dilakukan berdasarkan pada pencegahan modus kegagalan. Hasil
penilaian deteksi untuk mesin High Frequency Welding terlihat pada
Tabel 4.11.
Skala yang digunakan untuk menilai deteksi adalah skala 2-10,
skala 10 menunjukkan sangat tidak efektif, skala 8 menunjukkan
tidak efektif, skala 6 menunjukkan efektif, skala 4 menunjukkan
sangat efektif, dan skala 2 menunjukkan sangat efektif sekali.
Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa proses kontrol yang
memiliki penilaian sangat tidak efektif hanya terdapat pada potensi
modus kegagalan recorder problem. Proses kontrol yang memiliki
penilaian efektif adalah potensi modus kegagalan HFW trip dan HFW

55

Universitas Bakrie

alarm PMGI modul. Untuk proses kontrol yang memiliki penilaian


sangat efektif adalah potensi modus kegagalan HFW alarm, alarm
PMGI mesin, dan alarm fuse inverter. Sedangkan untuk proses kontrol
yang memiliki penilaian sangat efektif sekali tidak ada.

Tabel 4. 11 Nilai Detection Proses Kontrol


Potensi
Modus
Kegagalan

No.

HFW alarm

Alarm PMGI
mesin

Alarm fuse
inverter

HFW trip

HFW alarm
PMGI modul

Recorder
problem
d.

Proses Kontrol Saat Ini


Mengontrol pressure gauge
(standar tekanan)untuk
menentukan standar tekanan
air
Mengontrol pressure gauge
pada saat mesin berjalan
Mengontrol pressure gauge
pada saat mesin berjalan
Pengecekan penjepit selang
setiap proses jointing
Mengukur nilai IGBT
inverter HFW (untuk
mengetahui card rusak atau
tidak)
Tidak ada kontrol/pendeteksi

Tingkat
Keefektifan

Detecti
on

Sangat efektif

Sangat efektif

Sangat efektif

Efektif

Efektif

Sangat tidak
efektif

10

Risk Priority Number (RPN)


Seteleh nilai severity (keparahan), occurrence (kejadian), dan
detection (deteksi) diketahui untuk masing-masing potensi modus
kegagalan, RPN dari setiap modus kegagalan dapat dihitung dengan
persamaan 2.25 :

Berdasarkan nilai minimal dan maksimal keparahan, kejadian, dan


deteksi, diketahui bahwa nilai minimum RPN adalah 1 dan nilai
maksimal RPN adalah 1000. Nilai tersebut menjadi batas nilai RPN pada

56

Universitas Bakrie

penelitian ini. Dengan demikian nilai RPN dari setiap modus kegagalan
adalah:
1. HFW alarm: memiliki nilai keparahan 10, nilai kejadian 2, dan nilai
deteksi 4. Sehingga nilai RPN HFW alarm adalah 80.
2. Alarm PMGI mesin: memiliki nilai keparahan 8, nilai kejadian 3, dan
nilai deteksi 4. Sehingga nilai RPN alarm PMGI mesin adalah 96.
3. Alarm fuse inverter: memiliki nilai keparahan 5, nilai kejadian 2, dan
nilai deteksi 4. Sehingga nilai RPN alarm fuse inverter adalah 40.
4. HFW trip: memiliki nilai keparahan 5, nilai kejadian 4, dan nilai
deteksi 6 untuk potensi efek kegagalan tip pada contact shoe lepas.
Sehingga nilai RPN HFW trip untuk potensi efek kegagalan tip pada
contact shoe lepas adalah 120. Sedangkan untuk potensi efek
kegagalan pipa high low memiliki nilai keparahan 1, nilai kejadian 4,
dan nilai deteksi 6. Sehingga nilai RPN alarm RPN HFW trip untuk
potensi efek kegagalan pipa high low adalah 24. Nilai total RPN HFW
trip adalah 120 + 24 = 144.
5. HFW alarm PMGI modul: memiliki nilai keparahan 8, nilai kejadian
3, dan nilai deteksi 6. Sehingga nilai RPN HFW alarm PMGI adalah
144.
6. Recorder problem: memiliki nilai keparahan 3, nilai kejadian 3, dan
nilai deteksi 10. Sehingga nilai RPN recorder problem adalah 90.
Setelah menghitung nilai RPN tersebut, maka nilai FMEA secara
utuh selesai dibuat. Hasil akhir FMEA untuk faktor mekanis dirangkum
pada Tabel 4.12, sedangkan untuk faktor elektrik dirangkun pada Tabel
4.13.

57

Universitas Bakrie

Tabel 4. 12 FMEA Mesin High Frequency Welding (Mekanis)


Deskripsi
Proses

Potensi
Modus
Kegagalan

Potensi Efek
Kegagalan

Penyebab
Kegagalan

HFW alarm

Tekanan air pada


system thermist block
panel tidak ada

Heat exchanger
kotor

Alarm PMGI
mesin

Cylinder contact
press sudah kurang
fleksibel

Cylinder contact
press bocor

No.

High
Frequency
Welding

Mekanis/
Mesin
3

Alarm fuse
inverter

HFW trip

Penggantian
kapasitor dan resistor
untuk kontaktor 4K2
& 4K3
Tip pada contact
shoe lepas
Pipa high low

Sistem pendingin
tidak optimal
Selang heating
station terlepas
Material coil /
material chamber

Total RPN HFW trip

Proses Kontrol
Pedeteksi
Kesalahan
Mengontrol
pressure gauge
(standar
tekanan)untuk
menentukan
standar tekanan air
Mengontrol
pressure gauge
pada saat mesin
berjalan
Mengontrol
pressure gauge
pada saat mesin
berjalan
Pengecekan
penjepit selang
setiap proses
jointing

RPN

10

80

96

40

120

24
144

58

Universitas Bakrie

Tabel 4. 13 FMEA Mesin High Frequency Welding (Elektrik)


Deskripsi
Proses

High
Frequency
Welding

No.

Potensi Modus
Kegagalan

Potensi Efek
Kegagalan

Penyebab
Kegagalan

HFW alarm
PMGI modul

Card HMGD
rusak

Power pada unit


welding head
terlalu tinggi

Recorder
problem

Recorder mati
total

Life time

Elektrik
6

Proses Kontrol
Pedeteksi
Kesalahan
Mengukur nilai
IGBT inverter
HFW (untuk
mengetahui card
rusak atau tidak)
Tidak ada
kontrol/pendeteksi

RPN

144

10

90

59

Universitas Bakrie

4.4

Analisis Masalah

4.4.1 Analisis Nilai Keandalan dan Ketersediaan


1.

Nilai Keandalan
Nilai Keandalan suatu mesin ditentukan oleh parameter MTBF dan
MTTR. Nilai parameter keandalan untuk mesin HFW didapat melalui
uji distribusi data yang telah diolah, sehingga didapat nilai MTBF
sebesar 10.39 jam dengan hasil distribusi menggunakan distribusi
lognormal. Sedangkan nilai untuk parameter MTTR adalah 1.01 jam
dengan hasil distribusi lognormal seperti pada Tabel 4.14. Berdasarkan
uji distribusi tersebut, dapat diketahui bahwa perhitungan nilai
keandalan

menggunakan

persamaan

keandalan

pada

distribusi

lognormal dengan batas nilai 0 - 1. Setelah mengetahui persamaan


mana yang digunakan, nilai keandalan mesin HFW dapat dihitung
dengan nilai keandalan untuk satu tahun adalah 0.54.

Tabel 4. 14 Kesesuaian Distribusi Data Terbaik Mesin HFW


TBF
Mesin

TTR

Best Fit

MTBF

Best Fit

MTTR

Distribution

(Jam)

Distribution

(Jam)

Lognormal

10.39

Lognormal

1.01

High
Frequency
Welding

Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa kecenderungan nilai


keandalan menurun dari bulan ke bulan dalam kurun waktu satu tahun
yaitu mulai dari 0.615 pada periode satu bulan dan menurun sampai
0.54 pada periode dua belas bulan (satu tahun). Hal tersebut
menandakan terjadinya penurunan fungsi pada mesin HFW yang
disebabkan breakdown pada mesin las. Menurunnya nilai fungsi mesin
HFW dapat berdampak pada proses produksi satu lini produksi karena
jenis produksi yang digunakan adalah continuous production atau
60

Universitas Bakrie

sistem seri. Jika salah satu mesin berhenti, maka mesin lainnya ikut
berhenti dan tidak dapat melaksanakan fungsinya. Berdasarkan dampak
yang ditimbulkan tersebut, maka diperlukan adanya tindakan lebih
lanjut terhadap menurunnya fungsi keandalan mesin tersebut setiap
bulannya. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah pecegahan
sebelum mesin tersebut breakdown, yaitu dengan penjadwalan
pemeliharaan pencegahan minimal satu bulan sekali.

R(t)
0.64
0.62
0.60

Probabilitas 0.58
Reliabilitas 0.56

R(t)

0.54
0.52
0.50
1

9 10 11 12

Bulan

Gambar 4. 7 Grafik Kecenderungan Keandalan Mesin HFW

4.4.2 Fault Tree Analysis (FTA)


Berdasarkan pengolahan data telah diketahui bahwa potensi kejadian
utama yang menjadi pembahasan pada penelitian ini adalah terjadinya
breakdown pada mesin High Frequency Welding. Berdasarkan pohon
kegagalan pada FTA, dapat diketahui faktor-faktor penyebab terjadinya
breakdown pada mesin HFW. Faktor-faktor tersebut dibagi ke dalam dua
jenis, yaitu mekanis/mesin dan elektrik. Berikut uraian untuk faktor-faktor
penyebab terjadinya breakdown pada mesin HFW.

61

Universitas Bakrie

1) HFW Alarm (Mekanis)


HFW alarm merupakan indikator berupa lampu LED yang menjadi
tanda apabila terjadi masalah. Ketika alarm tersebut memberikan
indikator, mesin HFW akan berhenti berfungsi secara otomatis
(breakdown). Mesin breakdown pada faktor ini disebabkan oleh
tekanan air pada system thermist block panel tidak ada. Jika tekanan
tersebut tidak ada, mesin tidak akan berfungsi. Tekanan air tersebut
tidak ada disebabkan oleh heat exchanger yang kotor. Pada heat
exchanger terdapat lubang-lubang kecil tempat tekanan air. Lubang
kecil itu lah yang menyumbat tekanan air karena heat exchanger kotor,
sehingga faktor dasar pada faktor penyebab masalah ini adalah heat
exchanger kotor.

2) Alarm Power Mos Gate Driver Interface (PMGI ) Mesin (Mekanis)


Maksud dari alarm PMGI disini adalah pada saat pengujian operasi
mesin, alarm tersebut tidak memberikan indikator apapun yang
menandakan mesin tersebut bermasalah. Namun, pada saat mesin
dioperasikan, alarm tersebut memberikan indikator bahwa terjadi
masalah atau breakdown pada mesin tersebut. Hal tersebut disebabkan
oleh cylinder contact press sudah kurang fleksibel yang disebabkan
karena cylinder contact press bocor. Bocornya cylinder contact press
tersebut menyebabkan tekanan angin berkurang. Dengan demikian,
faktor dasar penyebab masalah pada faktor ini adalah cylinder contact
press bocor.

3) Alarm Fuse Inverter (Mekanis)


Alarm fuse inverter adalah pembuat pemutus arus jika terjadi panas
berlebih pada proses pengelasan. Penyebab terjadinya breakdown pada
faktor ini adalah adanya penggantian kapasitor dan resistor untuk
kontaktor 4K2 dan 4K3. Hal itu disebabkan sistem pendinginan tidak
optimal karena seharusnya sistem pendinginan yang berfungsi adalah

62

Universitas Bakrie

dua unit, tetapi operator hanya mengaktifkan satu unit sistem


pendinginan. Oleh karena itu, berakibat breakdown pada alarm fuse
inverter.

4) HFW Trip (Mekanis)


HFW trip disini memiliki arti bahwa mesin HFW berhenti beroperasi
akibat terjadinya sentuhan antara contact tip dengan pipa seperti pada
Gambar 4.8. HFW trip disebabkan oleh dua faktor, yaitu tip contact
shoe lepas atau pipa high low. Tip contact shoe merupakan keadaan
dimana unit welding head tidak terpasang sebagaimana seharusnya. Tip
contact shoe lepas diakibatkan oleh selang heating station (selang
pendingin) terlepas. Sedangkan untuk pipa high low merupakan
keadaan dimana hasil las pipa tidak rata, ada yang tinggi dan ada yang
rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan HFW trip karena hasil las pipa
yang tidak rata tersebut akan bersentuhan dengan contact tip.
Sedangkan contact tip tersebut tidak boleh bersentuhan dengan pipa
pada saat proses pengelasan berlangsung. Oleh karena itu, faktor dasar
dari masalah ini adalah selang heating station terlepas dan material
chamber.

Gambar 4. 8 Proses Pengelasan

63

Universitas Bakrie

5) High Frequency Welding Alarm PMGI Modul (Elektrik)


High Frequency Welding Alarm PMGI merupakan masalah yang
ditandai oleh alarm PMGI, dimana alarm tersebut akan memberikan
indikator berupa lampu LED. Ketika alarm tersebut memberikan
indikator, mesin HFW akan berhenti berfungsi secara otomatis.
Masalah ini disebabkan oleh card HMGD rusak karena power pada unit
welding head terlalu tinggi. Penyebab dasar faktor ini adalah power
pada unit welding head terlalu tinggi.

6) Recorder Problem (Elektrik)


Recorder Problem merupakan masalah yang terjadi pada recorder
pembuat grafik hasil pengelasan. Jika recorder tersebut bermasalah,
maka grafik hasil pengelasan tidak akan terbuat. Masalah yang terjadi
pada recorder disebabkan recorder mati total karena life time dari
recorder itu sendiri. Oleh karena itu, masalah dasar pada faktor ini
adalah life time.

4.4.3 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


Berdasarkan

pengolahan

data

yang

telah

dilakukan

dengan

menggunakan metode FMEA dilakukan penilaian Risk Priority Number


(RPN) dengan batas minimal 1 dan batas maksimal 1000. Modus kegagalan
utama yang didapatkan melalui analisis diagram pareto berdasarkan nilai
RPN pada Gambar 4.9 adalah HFW trip dengan nilai RPN 144, HFW alarm
PMGI dengan nilai RPN 144, alarm PMGI tidak tetap dengan nilai RPN 96,
dan recorder problem dengan nilai RPN 90 seperti pada Tabel 4.15.
Mengacu pada keempat modus kegagalan tersebut, maka diketahui nilai
RPN tertinggi.
Nilai RPN tersebut dipengaruhi berdasarkan seberapa besar pengaruh
breakdown terhadap tingkat keandalan mesin yang dilihat dari waktu
kegagalan mesin (severity). Selain itu, tingkat keseringan mesin mengalami
breakdown yang disebabkan oleh modus kegagalan tertentu juga

64

Universitas Bakrie

mempengaruhi nilai RPN suatu modus kegagalan (occurrence). Terakhir


adalah bagaimana kontrol atau deteksi yang sudah dilakukan oleh
perusahaan terhadap modus kegagalan (detection). Apakah kontrol dan
deteksi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap modus kegagalan sudah
efektif.

Tabel 4. 15 Urutan Nilai RPN


No.
1
2

Potensi Modus
Kegagalan
HFW trip
HFW alarm PMGI
modul

144

Cum.
RPN
144

144

RPN

24%

Cum.
Persentase
24%

288

24%

48%

Persentase

Alarm PMGI mesin

96

384

16%

65%

Recorder problem

90

474

15%

80%

HFW alarm

80

554

13%

93%

Alarm fuse inverter

40

594

7%

100%

594

100%

Modus kegagalan utama yang didapat melalui nilai RPN kemudian


akan menjadi modus kegagalan yang diprioritaskan. Artinya modus
kegagalan tersebut harus lebih mendapat perhatian untuk pemeliharaan dan
tindakan yang dilakukan jika modus kegagalan utama tersebut terjadi. Hal
tersebut dikarenakan modus kegagalan utama akan mengakibatkan
munculnya waktu tidak beroperasi (non operational time) pada mesin.
Waktu tidak beroperasi tersebut kemudian akan menyebabkan nilai
keandalan mesin menurun.
Berdasarkan Tabel 4.15, dan Gambar 4.9, didapat bahwa potensi modus
kegagalan HFW trip, HFW alarm PMGI modul, alarm PMGI mesin, dan
recorder problem

mempunyai RPN paling tinggi. Dampak yang

ditimbulkan

keempat

dari

potensi

modus

kegagalan

ini

sangat

65

Universitas Bakrie

mempengaruhi keandalan mesin karena 80% breakdown pada mesin


disebabkan oleh keempat potensi modus kegagalan tersebut. Hal ini
menandakan bahwa perbaikan harus lebih difokuskan pada keempat modus
kegagalan tersebut. Perbaikan akan dilakukan berdasarkan penyebabpenyebab kegagalan yang telah dianalisis berdasarkan Fault Tree Analysis
(FTA) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), sehingga diketahui
permasalahan yang terjadi untuk dilakukannya perbaikan.

100% 100%
501
401

93%

RPN

80%

80%
Cum.
Persentase

301

90%
70%

65%

60%

50%

48%

40%
201

30%
24%

20%

101

10%
1

0%
HFW trip

HFW
alarm
PMGI
modul

Alarm
PMGI
mesin

Recorder
problem

HFW
alarm

Alarm fuse
inverter

Gambar 4. 9 Diagram Pareto Nilai RPN

4.4.4 Usulan Aktivitas untuk Memperbaiki Nilai Keandalan


Berdasarkan nilai RPN yang didapat melalui metode FMEA, diketahui
modus kegagalan utama. Setelah itu, usulan aktivitas diberikan terhadap
modus kegagalan yang memiliki nilai RPN kritis. Usulan aktivitas ini
diusulkan untuk modus kegagalan HFW trip, HFW alarm PMGI modul,
alarm PMGI mesin, dan recorder problem. Usulan aktivitas diberikan
karena modus kegagalan ini sangat berpengaruh terhadap keandalan mesin
HFW. Usulan aktivitas untuk keempat modus kegagalan tersebut dilakukan
berdasarkan penyebab-penyebab kegagalan yang telah dianalisis melalui

66

Universitas Bakrie

FTA dan FMEA, sehingga diketahui permasalahan yang terjadi untuk


dilakukan perbaikan. Usulan perbaikan untuk mesin HFW berdasarkan
modus kegagalan utama dapat dilihat pada Tabel 4.16.
Berdasarkan usulan aktivitas perbaikan pada Tabel 4.16, dibuat diagram
alir Standard Operating Procedure (SOP) untuk setiap modus kegagalan
dan

penyebabnya

seperti

yang

tercantum

pada

Lampiran

7.

67

Universitas Bakrie

Tabel 4. 16 Usulan Aktivitas Perbaikan Mesin HFW


No.

Potensi Modus
Kegagalan

Penyebab
Kegagalan
Selang heating
station terlepas

HFW trip
Material
coil/material
chamber

HFW alarm PMGI


Modul

Power pada unit


welding head terlalu
tinggi

Alarm PMGI Mesin

Cylinder contact
press bocor

Recorder problem

Life time

Usulan Aktivitas Perbaikan


Melakukan pengecekan clamp selang setiap pipa berada pada proses
jointing. Jika selang heating station terlepas, maka sebisa mungkin
pasang kembali selang heating station dengan cepat sebelum pipa
sampai pada proses pengelasan seperti terlihat pada diagram SOP
Lampiran 7.
Melakukan pegecekan coil sebelum proses shearing sehingga pada
saat proses shearing, coil yang memiliki permukaan tidak rata dapat
dipotong. Setelah itu, pastikan permukaan coil yang tidak rata sudah
terpotong agar tidak menyebabkan HFW trip pada proses pengelasan
seperti terlihat pada diagram SOP Lampiran 7.
Melakukan pengecekan terhadap power pada unit head welding
sebelum mulai proses pengelasan dan memastikan bahwa power
pada saat proses pengelasaan sudah sesuai dengan prosedur yang
ada. Kemudian melakukan pengecekan terhadap card HMGD. Jika
card HMGD rusak, maka harus diganti dengan yang baru seperti
terlihat pada diagram SOP Lampiran 7.
Melakukan perbaikan atau reparasi untuk cylinder contact press jika
terjadi kebocoran. Namun, jika cylinder contact press sudah tidak
bisa diperbaiki, maka harus diganti dengan yang baru seperti terlihat
pada diagram SOP Lampiran 7.
Jika masalah kerusakan adalah life time, maka recorder harus diganti
dengan yang baru. Untuk memperpanjang masa waktu pakai
recorder, perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan perawatan
komponen seperti terlihat pada diagram SOP Lampiran 7.

68

Universitas Bakrie

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1

Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan dapat
ditarik kesimpulan:

Keandalan mesin HFW dianggap sama dengan nilai keandalan untuk


satu lini produksi karena merupakan proses produksi yang continuous.
Mesin tersebut dalam kurun waktu satu tahun memiliki nilai reliabilitas
(keandalan) sebesar 0.54 yang merupakan probabilitas dengan batas
minimal adalah 0 dan batas maksimal adalah 1 dimana semakin
mendekati 1, maka semakin andal. Angka tersebut menunjukkan bahwa
keandalan dari mesin HFW masih rendah dan sering mengalami
kerusakan atau breakdown, sehingga dibutuhkan beberapa tindakan
perbaikan atau pencegahan utnuk meningkatkan keandalan mesin
tersebut.

Faktor-faktor penyebab terjadinya breakdown pada mesin HFW didapat


dengan menggunakan metode FTA. Faktor-faktor tersebut merupakan
peristiwa dasar dari peristiwa utama (mesin HFW breakdown), yaitu
heat exchanger kotor, cylinder contact press bocor, sistem pendingin
tidak optimal, selang heating station terlepas, material coil / material
chamber, power pada unit welding head terlalu tinggi, dan life time.

Mesin HFW memiliki kegagalan utama (kritis) berdasarkan analisis


yang dilakukan dengan metode FMEA yaitu HFW trip yang disebabkan
oleh selang heating station terlepas, HFW trip yang disebabkan oleh
Material coil/material chamber, HFW alarm PMGI modul, alarm
PMGI mesin, dan recorder problem.

69

Universitas Bakrie

5.2

Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui analisis keandalan
mesin pada plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries, beberapa saran yang
dapat diberikan adalah sebagai berikut:

Pada modus kegagalan utama (kritis) yaitu HFW trip, HFW alarm
PMGI modul, alarm PMGI mesin, dan recorder problem perlu
diberikan perhatian lebih dengan cara melakukan kegiatan perbaikan
dan pemeliharaan pencegahan yang dijadwalkan secara rutin dengan
mengacu pada diagram alir SOP hasil penelitian ini pada Lampiran 7.

Sebelum melakukan kegiatan produksi, sebaiknya semua komponen


mesin HFW dilakukan pengecekan agar setting pada komponen dan
mesin HFW sesuai dengan prosedur yang ada. Selain itu, ketelitian
perlu diperhatikan dalam setting komponen dan mesin agar tidak terjadi
masalah saat mesin berfungsi.

70

Você também pode gostar