Você está na página 1de 19

PERIODONTITIS KRONIS

Periodontitis kronis adalah tipe periodontitis yang paling sering terjadi.


Periodontitis kronis lebih sering terjadi pada orang dewasa, tetapi dapat ditemukan
juga di anak-anak. Periodontitis kronis dihubungkan dengan akulmulasi dari plak dan
kalkulus, dan biasanya memiliki tingkat progress penyakit yang slow-to-moderate,
tetapi kerusakan yang lebih cepat dapat ditemukan. Peningkatan tingkat progress
penyakit dapat disebabkan oleh faktor local, sistemik, atau lingkungan yang dapat
mengganggu interaksi host-bakteri normal. Faktor lokal dapat menyebabkan
akumulasi plak. Penyakit sistemik, seperti infeksi diabetes mellitus dan HIV dapat
menyerang pertahanan host. Dan faktor lingkungan, seperti rokok dan stress, dapat
juga menyerang respon host pada akumulasi plak. Periodontitis kronis atau dapat
terjadi sebagai penyakit general dimana lebih dari 30% yang terkena efeknya.
Penyakit ini dapat dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan clinical attachment
loss.Slight: 1-2 mm, Moderate: 3-4 mm, atau severe: lebih dari 5 mm. Periodontitis
kronis menurut daerah yang terserang dibagi menjadi :Localized dengan<30% daerah
yang terserang. Dan Generalized dengan>30% daerah yang terserang

a.
b.
c.
d.

Periodontitis Agresif
Karakteristik umum pada pasien periodontitis agresif:
Secara klinis umumnya pasien sehat
Kehilangan perlekatan (attachment loss) dan destruksi tulang secara cepat
Jumlah deposit mikroba tidak konsisten dengan keparahan penyakit
Ada faktor keturunan dari individu
Karakteristik yang umum namun tidak universal:

a. Penyakit biasanya diinfeksi oleh Actinobacillus actinomycetemcomitans.


b. Abnormalitas dari fungsi fagosit
c. Hiper responsive makrofag, peningkatan produksi prostaglandin E2 (PGE2) dan
interleukin-1
d. Pada beberapa kasus, progresifitasnyaself-arresting.
Periodontitis agresif dapat diklasifikasikan kedalam lokalisata dan generalisata
seperti berikut:
1

i)
ii)

a. Lokalisata
Circum pubertal onset
Lokalisasi pada molar pertama atau insisif dengan proksimal attachment loss pada

setidaknya 2 gigi permanen, salah satunya molar pertama.


Respon antibody kuat terhadap agen infeksi
b. Generalisata
i)
Biasanya mengenai pasien usia di bawah 30 tahun
ii)
Attachment loss proksimal generalisata mengenai setidaknya 3 gigi lain selain molar
iii)

iii)
iv)

pertama dan insisif.


Pronounced episodic nature dari destruksi periodontal
Respon antibodi serum buruk terhadap agen infeksi.
Faktor Etiologi dan Predisposisi Periodontitis
Initial Factor
Plak Dental
A. Klasifikasi
Dental plak adalah deposit lunak berwarna putih kekuningan yang
tersusun dari garam-garam saliva dan koloni mikroorganisme mulut (pada
umumnya Streptococcus mutans). Dental plak merekat kuat pada
permukaan gigi dan lokasi tersering adalah pada daerah-daerah gigi yang
sulit terjangkau saat menggosok gigi seperti pada pit dan fissure dari gigigigi premolar-molar atau pada daerah tersembunyi di samping gigi dengan
malposisi.
Berdasarkan lokasinya pada permukaan gigi, plak dental diklasifikasikan
atas:
1. Plak Supragingival
Plak supragingival adalah plak yang berada pada atau koronal dari
tepi gingiva. Plak supragingival yang berada tepat pada tepi gingiva
dinamakan secara khusus sebagai plak marginal.
2. Plak Subgingival
Plak subgingival adalah plak yang lokasinya apikal dari tepi gingiva,
diantara gigi dengan jaringan yang mendindingi sulkus gingiva.
Secara morfologis, plak subgingival dibedakan pula atas plak
subgingival yang berkaitan dengan gigi (tooth associated) dan plak
subgingival yang berkaitan dengan jaringan (tissue associated)
2

B. Proses Pembentukan Plak


Proses pembentukan plak dibagi atas tiga tahap, yaitu:
1. Pembentukan pelikel dental
Pada tahap awal ini permukaan gigi atau restorasi akan dibalut oleh
pelikel glikoprotein. Pelikel berfungsi sebagai penghalang protektif,
yang akan bertindak sebagai pelumas permukaan dan mencegah
desikasi jaringan. Di atas pelikel ini akan menempel berbagai macam
bakteri yang membentuk koloni. Komponen dari pelikel ini termasuk
di dalamnya adalah albumin, lisozim, amilase, imunoglobulin A,
protein kaya prolin dan mucin.
2. Kolonisasi awal pada permukaan gigi
Bakteri yang pertama-tama mengkoloni permukaan gigi yang dibalut
pelikel didominasi oleh mikroorganisme fakultatif gram-positif,
seperti Actinomyces viscous dan Streptococcus sanguis. Pengkoloni
awal tersebut melekat ke pelikel dengan bantuan adhesin, yaitu
molekul spesifik yang ada di permukaan bakteri. Adhesin akan
berinteraksi dengan reseptor pada pelikel dental. Setelah kolonisasi
awal permukaan gigi, plak meningkat oleh dua mekanisme yang
berbeda:
1) Multiplikasi bakteri sudah menempel pada permukaan gigi
2) Lampiran berikutnya dan multiplikasi spesies bakteri baru pada
sel-sel bakteri sudah hadir di plak massa.
3. Kolonisasi sekunder dan pematangan plak
Pengkoloni sekunder adalah mikroorganisme yang tidak turut sebagai
pengkoloni awal ke permukaan gigi yang bersih. Bakteri sekunder
yang terdapat pada pelikel gigi termasuk spesies Gram-negatif seperti
Fusobacterium nucleatum, Prevotella intermedia, dan spesies
Capnocytophaga. Organisme ini biasanya akan ditemukan dalam plak
setelah 1 sampai 3 hari akumulasi. Proses perlekatannya adalah
berupa interaksi stereokhemikal yang sangat spesifik dari molekulmolekul protein dan karbohidrat yang berada pada permukaan sel
bakteri.
C. Struktur dan Sifat Fisiologis
3

Struktur plak supragingival adalah berupa kokus gram positif dan


bakteri batang yang pendek mendominasi permuakaan yang menghadap
gigi. Sedangkan bakteri batang dan filamen garm-negatif dan spirokheta
mendominasi permukaan luar plak matang. Pada sulkus gingiva atau saku
mengenang cairan sulkular yang mengandung banyak substansi yang bisa
dijadikan bahan makanan oleh bakteri. Plak yang berkaitan dengan gigi
ditandai dari kokus dan bakteri batang gram positif, termasuk diantaranya
Streptococcus mitis, S. sanguis,A. viscous, A.naeslundii, dan Eubakterium
sp. Plak yang berkaitan dengan jaringan tersusun lebih longgar
dibandingkan yang berkaitan dengan gigi. Bakteri yang terkandung pada
plak ini terutama bakteri batang dan kokus gram negatif disamping
filamen, bakteri batang berflagela, dan spirokheta. Berdasarkan hasil
pengkulturan bakteri yang dominan pada plak yang berkaitan dengan
jaringan adalah P. gingivalis,P. intermedia, Capnocytophaga ochracea.
Peralihan mikroorganisme pada struktur plak dental dari gram positif
ke gram negatif sejalan dengan peralihan fisiologis pada perkembangan
plak. Diantara bakteri yang ada pada plak dental berlangsung banyak
interaksi fisiologis. Pejamu juga merupakan sumber nutrisi yang penting.
D. Hubungan Antara Mikroorganisme Plak Dengan Penyakit Periodontal
Dahulu ada anggapan bahwa penyakit periodontal merupakan akibat
dari penumpukan plak yang terus berlangsung disertai penurunan respon
pejamu dan peningkatan kerentanan pejamu sehubungan dengan
bertambahnya usia seseorang. Kemudian berkembang dua konsep,
masing-masing hipotesa plak non-spesifik dan hipotesa plak spesifik.
1.

Hipotesa Plak Non-spesifik


Dikemukakan tahun 1976 oleh Loesche. Berdasarkan hipotesa ini,
penyakit periodontal adalah berasal dari produk perusak (noxious
product) dari seluruh flora plak yang ada. Termasuk kedalam hipotesa
non-spesifik ini adalah konsep bahwa kontrol terhadap penyakit
periodontal

adalah

tergantung

pada

pengkontrolan

jumlah

penumpukan plak dengan jalan perawatan lokal disertai prosedur


kebersihan mulut.
2. Hipotesa Plak Spesifik
Berdasarkan hipotesa plak spesifik, hanya bakteri plak tertentu yang
patogen, dan patogenitasnya tergantung pada keberadaan atau
peningkatan mikroorganisme yang spesifik. Pada setiap tipe penyakit
biasanya berperan 6-12 spesies bakteri patogen. Diterimanya hipotesa
plak

spesifik

berawal

dari

dikenalinya

Actinobacillus

actinomycetemcomitans sebagai patogen pada periodontitis juvenil


lokalisata.
E. Komposisi Bakteri Plak
Komposisi utama plak dental adalah mikroorganisme. Diperkirakan
bahwa sebanyak 400 spesies bakteri yang berbeda dapat ditemukan dalam
plak. Selain sel-sel bakteri, plak mengandung sejumlah kecil sel epitel,
leukosit, dan makrofag. Sel-sel yang terkandung dalam sebuah matriks
ekstraseluler, yang terbentuk dari produk bakteri dan air liur. Matriks
ekstraselular mengandung protein, polisakarida dan lipid.
Faktor Predisposisi
Kalkulus
A. Klasifikasi
Kalkulus merupakan suatu endapan amorf atau kristal lunak yang
terbentuk pada gigi atau protesa dan membentuk lapisan konsentris.
Bakteri plak diperkirakan memegang peranan penting dalam pembentukan
kalkulus, yaitu dalam proses mineralisasi, meningkatkan kejenuhan cairan
di sekitarnya sehingga lingkungannya menjadi tidak stabil atau merusak
faktor penghambat mineralisasi.
Diketahui ada dua macam kalkulus menurut letaknya terhadap
gingival margin yaitu kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival.
B. Komposisi

Kalkulus terdiri dari komponen anorganik (70%-90%) dan komponen


organik.
Kandungan anorganik
Komponen anorganik kalkulus supragingival terdiri dari 75,9%
kalsium posfat; 3,1% kalsium karbonat dan sejumlah kecil magnesium
posfat, dan logam lainnya. Komponen anorganik yang utama adalah
kalsium (39%); posfor (19%); karbondioksida (1,9%); magnesium (0,8%);
dan sejumlah kecil natrium, seng, stronsium, bron, tembaga, mangan,
tungsten, emas, aluminium, silikon, besi, dan fluor. Sedikitnya dua per tiga
komponen anorganiknya dalam bentuk kristal. Empat bentuk kristal yang
utama adalah :

Hidroksiapatit (sekitar 58%)


Magnesium whitlockite (sekitar 21%)
Oktakalsium posfat (sekitar 21%)
Brusit (sekitar 9 %)

Kandungan organik
Kalkulus supragingival terdiri dari komponen anorganik (70-90%)
dan komponen organik. Komponen organik kalkulus terdiri dari campuran
senyawa protein-polisakarida, sel-sel epitel yang deskuamasi, leukosit, dan
bernagai tipe bakteri. 1,9-9,1% komponen organiknya berupa karbohidrat ,
yang terdiri dari galaktosa, glukosa, ramnosa, mannosa, asam glukoronat,
galaktosamin, dan kadang-kadang arabinosa, asam galakturonat, dan
glukosamin.
Protein saliva merupakan 5,9%-8,2% dari komponen organik kalkulus dan
kebanyakan berupa asam amino. Lemak terdapat sejumlah 0,2% dari
kandungan organik dalam bentuk lemak netral, asam lemak bebas,
kolesterol,kolesterol ester, dan posfolipid.
Komposisi kalkulus subgingival mirip dengan komposisi kalkulus
supragingival dengan sedikit perbedaan. Pada kalkulus subgingival

kandungan hidroksiapatitnya sama, magnesium whitlockite lebih banyak,


brusit dan oktakalsium posfat lebih sedikit. Rasio kalsium; posfat adalah
lebih tinggi pada kalkulus subgingival, kandungan natrium meningkat
dengan semakin dalamnya saku periodontal. Protein saliva tidak dijumpai
pada kalkulus subgingival.
C. Mekanisme Perlekatan Kalkulus ke Permukaan Gigi
Ada 4 cara perlekatan kalkulus ke permukaan gigi :
1. Perlekatan dengan bantuan pelikel organik
2. Penetrasi bakteri kalkulus ke sementum
3. Perlekatan mekanis ke ketidakrataan pada permukaan gigi
4. Adaptasi rapat antara depresi/lekukan pada permukaan dalam kalkulus
ke penonjolan pada permukaan sementum yang tidak terganggu (masih
utuh)
D. Proses Pembentukan Kakulus
Kalkulus melekat ke plak dental yang telah mengalami mineralisasi.
Proses kalsifikasi mencakup pengikatan ion-ion kalsium ke senyawa
karbohidrat-protein dari matriks organik, dan pengendapan kristal-kristal
garam kalsium posfat. Kristal terbentuk pertama kali pada matriks interseluler
dan

pada

permukaan

bakteri,

dan

akhirnya

diantara

bakteri

Kalsifikasi kalkulus dimulai sepanjang permukaan dalam plak supragingival


(dan pada komponen melekat dari plak supragingival) yang berbatasan dengan
gigi membentuk fokus-fokus yang terpisah. Fokus-fokus tersebut kemudian
membesar dan menyatu membentuk massa kalkulus yang padat. Kalsifikasi
tersebut dapat diikuti dengan perubahan kandungan bakteri dan kualitas
pewarnaan plak. Dengan adanya kalsifikasi, bakteri berfilamen bertambah
jumlahnya. Pada fokus-fokus kalsifikasi terjadi perubahan dari basofilia
menjadi eosinofilia; intensitas pewarnaan menunjukkan pengurangan reaksi
periodic acid-schiff positif dan sulfihidril dan grup amino, dan pewarnaan
dengan toluidin blue yang pada mulanya ortokromatik berubah menjadi
metakromatik dan menghilang. Kalkulus dibentuk lapis demi lapis, dimana
setiap lapis sering dipisahkan oleh kutikula yang tipis, yang kemudian
tertanam dalam kalkulus dengan berlangsungnya kalsifikasi.

E. Peranan Kakulus Sebagai Faktor Etiologi


Kalkulus secara langsung tidak berpengaruh terhadap terjadinya
penyakit periodontal; akan tetapi karena kalkulus terbentuk dan plak gigi yang
termineralisasi karena pengaruh komponen saliva, maka secara tidak langsung
kalkulus juga dianggap sebagai penyebab keradangan gusi (gingivitis). Regio
kalkulus yang telah dibersihkan dan plak gigi dan dipoles permukaannya
ternyata tidak menimbulkan keradangan gusi dibandingkan dengan regio
kalkulus yang tidak dipoles.
Banyak faktor yang merupakan predisposisi terbentuknya plak gigi.
Plak gigi dan kalkulus mempunyai hubungan yang erat dengan keradangan
gusi; bila keradangan gusi ini tidak dirawat, akan berkembang menjadi
periodontitis atau keradangan tulang penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi
goyang atau tanggal. Tetapi akhir-akhir ini dilaporkan bahwa baik pada
penelitian klinis maupun epidemiologis ternyata tidak semua gingivitis selalu
berkembang menjadi periodontitis. Penyakit periodontal bersifat kronis dan
destruktif, umumnya penderita tidak mengetahui adanya kelainan dan datang
sudah

dalam

keadaan

lanjut

dan

sukar

disembuhkan.

Kalkulus dan gingivitis terdapat lebih banyak pada para perokok daripada
bukan perokok. Sedangkan Sheiham melaporkan bahwa para perokok
mempunyai skor plak, kalkulus dan derajat penyakit periodontal yang lebih
tinggi dibandingkan dengan bukan perokok.
2.3.2.1 Debris Makanan dan Materi Alba
A. Perbedaan Debris Makanan dan Materi Alba
Debris makanan adalah sisa-sisa makanan yang dicairkan oleh enzimenzim bakteri , dan dibersihkan dari rongga mulut setiap lima menit setelah
makan, tetapi sebagian tetap tinggal di permukaan gigi dan mukosa dan lebih
mudah dibersihkan daripada plak. Sedangkan materi alba adalah deposit
lunak, bersifat melekat, berwarna kuning atau putih keabu-abuan, dan daya
lekatnya lebih rendah dibandingkan plak dental.

Materi alba merupakan kumpulan mikroorganisme, sel-sel epitel


deskuamasi, lekosit, dan campuran protein saliva dengan lemak, dengan
sedikit atau tanpa partikel makanan, serta tidak mempunyai pola susunan yang
teratur. Debris makanan juga mengandung bakteri, namun berbeda dengan
bakteri coatings (plak dan materi alba). Debris makanan seharusnya
dibedakan dsri serat-serat yang terjerat di daerah interproximal pada daerah
timbunan makanan.
B. Peranannya sebagai Faktor Etiologi
Penumpukan materi alba cenderung pada sepertiga gingival gigi dan
pada gigi yang malposisi. Efek pengiritasian dari materi alba terhadap gingiva
adalah berasal dari bakteri dan produk bakteri.
2.3.2.2 Stein Dental
Stein adalah deposit berpigmen pada permukaan gigi. Secara primer
keberadaan stein merupakan masalah estetis. Stein terjadi akibat pigmentasi
pelikek perkembangan (pelikel yang membalut gigi pada masa pertumbuhan
dan erupsi gigi) atau pelikel akuid (pelikel yang didapat setelah gigi erupsi )
oleh bakteri kromogenik, makanan dan bahan kimia. Stein bervariasi dalam
hal warna, komposisi, dan kekuatan perlekatannya ke permukaan gigi.

Tanda dan Gejala Klinis Periodontitis


Gingiva biasanya mengalami inflamasi kronis. Penampakan luar sangat
bervariasi tergantung dari lamanya waktu terjadinya penyakit dan respons dari
jaringan itu sendiri. Warna gingiva bervariasi dari merah sampai merah kebiruan.
Konsistensinya dari odem sampai fibrotik. Teksturnya tidak stippling, konturnya
pada gingiva tepi membulat dan pada interdental gingiva mendatar. Ukurannya
rata-rata membesar, junctional epithelium berjarak 3-4 mm kearah apikal dari
CEJ. Tendensi perdarahan banyak, pada permukaan gigi biasanya terdapat

kalkulus diikuti dengan adanya eksudat purulen dan terdapat poket periodontal
yang lebih dari 2mm, terjadi mobilitas gigi.

Sumber : http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/periodontitis.pdf
Periodontal Sehat
Tanda-tanda gusi sehat, antara lain berwarna merah jambu dan pucat,
konsistensinya kenyal, dengan bentuk stipling. Jika gusi tampak bengkak, merah
kehitam-hitaman, dan mudah berdarah, atau menunjukkan tanda-tanda lain atau
gejala dari periodontitis, segera periksa ke dokter gigi. Semakin cepat dilakukan
perawatan, semakin baik kesempatan untuk mengembalikan kerusakan yang
terjadi oleh karena periodontitis, serta dapat mencegah pada perkembangan
penyakit yang lebih parah.
Tanda dan Gejala Radiografis Periodontitis
Penilaian secara keseluruhan dari jaringan periodontal adalah berdasarkan
pada kedua pemeriksaan klinis dan temuan radiografi - dua investigasi
melengkapi satu sama lain. Sayangnya, seperti banyak indikator lain dari
penyakit periodontal, radiografi hanya memberikan bukti retrospektif dari proses
penyakit. Namun, mereka dapat digunakan untuk menilai morfologi gigi yang
terkena dan pola dan tingkat kehilangan tulang alveolar yang telah terjadi.
Kehilangan

tulang dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara ketinggian

kehadiran tulang septum dan asumsi ketinggian tulang yang normal untuk setiap
tertentu pasien, dengan usia ke rekening. Bahkan radiografi benar-benar

10

menunjukkan jumlah tulang alveolar yang tersisa dalam kaitannya dengan


panjang akar.Tapi informasi ini masih penting dalam penilaian keseluruhan
tingkat keparahan penyakit,prognosis gigi dan pengobatan perencanaan.
Oleh karena itu Radiografi digunakan untuk:
Menilai tingkat kehilangan tulang dan furkasi
Menentukan kehadiran setiap faktor penyebab sekunder lokal
Menilai panjang akar dan morfologi
Membantu dalam perencanaan perawatan
Evaluasi tindakan pengobatan terutama menurut guided tissue regeneration (GTR).

Klasifikasi Pocket Periodontal


1. Definisi
Poket periodontal adalah pendalaman sulkus gusi secara patologis. Poket
periodontal dapat terjadi karena pergerakan tepi gusi kearah koronal, migrasi
junctional epithelium kearah apikal, atau kombinasi keduanya.
2. Klasifikasi
Berdasarkan kondisi poket :
1. Poket gusi/gingival pocket/pseudopocket/false pocket
Poket ini terbentuk karena pembesaran gusi tanpa adanya kerusakan jaringan
periodontal di bawahnya. Pendalaman sulkus terjadi karena bertambahnya
ketebalan gusi.
2. Poket periodontal/true pocket
Poket ini terjadi disertai kerusakan jaringan periodontal yang mendukungnya.
Pendalaman poket yang progresif akan menyebabkan destruksi jaringan
periodontal pendukung (misalnya tulang), terjadinya kegoyangan dan terlepasnya
gigi.
Poket ini terbagi menjadi 2 :
11

Poket Supraboni (suprakrestal/supraalveolar)

Ditandai dengan dasar poket terletak lebih koronal dibanding puncak tulang
alveolar
-

Poket Intraboni (infraboni, subkrestal, intraalveolar)

Ditandai dengan dasar poket terletak lebih apikal dibanding puncak tulang
alveolar. Dinding poket lateral terletak di antara permukaan gigi dan tulang
alveolar.

Gambar A. Gingival Pocket, B. Suprabony Pocket, C. Infrabony Pocket


Sumber : Carranza 11th Edition
Poket dapat melibatkan 1, 2 atau lebih dari 2 permukaan gigi, dan dapat memiliki
kedalaman yang berbeda-beda walaupun terletak pada satu gigi. Sehingga dibedakan:
1. Poket sederhana/simple pocket, merupakan poket yang hanya melibatkan satu
permukaan gigi.
2. Poket kompon/compound poket, merupakan poket yang melibatkan dua atau
lebih permukaan gigi.
3. Poket kompleks/complex pocket/spiral, merupakan poket yang berasal dari satu
sisi, dan memiliki akhiran di tepi sisi yang lain.

12

Gambar A. Simple Pocket, B. Compound Pocket, C. Complex Pocket


Sumber : Carranza 11th Edition

Patogenesis Gingivitis Menjadi Periodontitis


Lesi awal berkembangnya periodontitis pada seseorang adalah adanya
inflamasi gusi yang menandakan respon gingiva terhadap berubahan aktivitas
bakteri. Inflamasi disertai dengan pembentukan poket periodontal dari sulcus
yang tadinya normal, dan juga perbedaan proporsi bakteri pada dental plaque.
Plak gigi pada gusi yang sehat hanya memiliki sedikit mikroorganisme,
yang kebanyakan hanya sel-sel coccus dan batang non-motil. Pada gingival
yang meradang, dapat ditemukan spirochaeta dan bakteri batang yang motil.
Pembentukan poket dimulai dengan inflamasi di dinding jaringan ikat
pada sulkus gusi. Adanya eksudat pada inflamasi menyebabkan jaringan
ikatnya berdegenerasi, serat kolagen di bagian apical epitel junctional rusak,
dan area tersebut akan dipenuhi dengan sel-sel inflamatori dan edema.
Ada dua mekanisme yang berkaitan dengan rusaknya serat kolagen; (1)
sel-sel fibroblast, leukosit polimorfonuklear, dan makrofag menjadi
ekstraseluler dan merusak kolagen dengan cara mengubah matriks
makromolekulnya

menjadi

peptida

13

kecil

yang

disebut

matrix

metalopropinase. (2) fibroblast memfagositosis serat kolagen dengan


memperluas permukaan sitoplasmiknya hingga ke batas pertemuan antara
ligament-sementum, kemudian mendegradasi kolagen fibril pada matriks
sementum.
Sebagai konsekuensi dari rusaknya kolagen, sel-sel apical epitel junctional
berproliferasi sepanjang akar, dan memperluas villi-nya kira-kira 2 sampai 3
kali ketebalan sel. Bagian koronal epitel junctional terlepas dari akar karena
sel-sel apikalnya bermigrasi. Akibat dari adanya inflamasi, sel-sel PMN
menginvasi akhiran koronal tersebut dalam jumlah besar (sampai memenuhi
60% epitel junctional), kemudian jaringan akan kehilangan daya kohesifnya
dengan gigi dan terpisah dengan gigi.
Dengan demikian dasar sulkus bergeser ke apikal, dan epitel sulcular
menempati bagian dari lapisan sulcular (poket). Awal pendalaman saku telah
digambarkan terjadi antara epitel junctional dan gigi atau oleh pembelahan
intraepithelial dalam junctional epithelium.
Migrasi epitel junctional sepanjang akar membutuhkan sel-sel epitel
yang sehat. Degenerasi atau nekrosis epitel junctional malah akan merusak
daripada mempercepat pembentukan poket. Perubahan degeneratif terlihat
pada epitel junctional di dasar kantong periodontal yang biasanya kurang
parah dibandingkan epitel dinding saku lateralis. Karena migrasi epitel
junctional membutuhkan sel yang sehat, adalah wajar untuk mengasumsikan
bahwa perubahan degeneratif yang dilihat di daerah ini terjadi setelah epitel
junctional mencapai posisinya pada sementum.
Tingkat infiltrasi leukosit pada epitel junctional tidak tergantung pada
volume jaringan ikat yang meradang, sehingga proses ini dapat terjadi pada
gingiva dengan sedikit tanda-tanda peradangan klinis. Dengan berlanjutnya
inflamasi, gingiva akan meningkat dalam jumlah besar, dan puncak tepi
gingiva meluas ke koronal. Junctional epitelium terus bermigrasi sepanjang
akar dan terpisah dengan akar. Epitel dinding lateral poket akan berproliferasi

14

membentuk bulat, meluas ke dalam jaringan ikat yang meradang. Leukosit


dan edema dari jaringan ikat yang meradang menginfiltrasi lapisan epitel
poket, sehingga mengakibatkan berbagai tingkat degenerasi dan nekrosis.
Transformasi dari sulkus gingiva menjadi poket periodontal menciptakan
suatu daerah di mana pengangkatan plak menjadi mustahil.
Tahap-tahap periodontitis9 adalah sebagai berikut :
a. Mild Periodontitis

Periodontitis ringan adalah bentuk paling awal, dan itu terjadi ketika
plak mulai mengeras menjadi kalkulus (tartar) di ruang antara gusi dan gigi.
Bakteri dapat menyebar di bawah garis gusi dan menyerang gusi dan jaringan
tulang yang mendukung gigi. Destruksi periodontal umumnya dianggap
sebagai periodontitis ringan ketika absorpsi tulang alveolar tidak lebih dari 1
hingga 2 mm dari daerah cemento enamel junction atau telah terjadi
hilangnya perlekatan klinis atau terbentuk pocket yang kedalamannya tidak
lebih dari 1 hingga 2 mm. Pada tahap ini, gusi akan menjadi lebih lunak, lebih
mudah berdarah terutama saat dilakukan probing, dan seringkali terjadi bone
loss tipe horizontal. Gambaran radiografisnya terdapat erosi tulang marginal
yang terlokalisir, puncak lamina dura menipis, hilangnya batas tajam lamina
dura gigi yang berdekatan, hilangnya sedikit tulang (< 1/3).10
b. Moderate Periodontitis

Periodontitis ringan, jika tidak diobati, dapat berkembang menjadi


periodontitis moderat atau lanjutan. Infeksi dan peradangan menyebabkan
tubuh akan memecah serat dan tulang yang mendukung gigi. Racun dari

15

bakteri memasuki aliran darah dan merangsang respon inflamasi kronis


dengan hati dan sistem organ lainnya. Sejak gusi dan tulang rahang yang
mendasari dihancurkan, gigi akan mulai melonggar dan mungkin akan lepas.
Kerusakan jaringan periodontal umumnya dianggap sebagai periodontitis
yang sedang ketika telah terbentuk pocket sedalam 3 hingga 4 mm. Jaringan
gingiva menjadi lebih merah dan bengkak, lebih mudah berdarah, serta
adanya kemungkinan terjadi bone loss tipe horizontal atau vertikal. Rasio
mahkota dan akar adalah 1:1 akibat hilangnya 1/3 tulang alveolar. Gambaran
radiografisnya terdapat kehilangan tulang horizontal yang mengarah pada
hilangnya tulang puncak pada gigi, kerusakan yang terlokalisasi terdiri dari
kehilangan tulang vertikal dan kehilang tulang kortikal bukal dan lingual.10

c. Advanced Periodontitis

Destruksi periodontal umumya dianggap sebagai periodontitis yang


berat / parah ketika telah terbentuk pocket sedalam 5 mm atau lebih. Tahap ini
juga ditandai dengan terjadinya bone loss tipe horizontal dan vertikal. Rasio
mahkota dan akar gigi adalah 2:1 atau bahkan lebih karena hilangnya lebih
dari 1/3 tulang alveolar. Secara klinis, gigi dapat bergeser, dapat diungkit, dan
bahkan lepas. Gambaran radiografisnya terdapat kehilangan tulang horizontal
ataupun vertikal atau kombinasi kehilangan tulang horizontal dengan
kerusakan tulang vertikal yang terlokalisasi, tingkatan tulang adalah 1/3
apikal akar.10
2.7 Perawatan Periodontitis
Perawatan periodontitis kronis dapat dibagi menjadi 3 fase,
yaitu:

16

Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara


menghilangkan beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi
tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau melakukan
perawatan

restoratif

dan

prostetik.

Berikut

ini

adalah

beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I :


1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
2. Scaling dan root planning
3. Perawatan karies dan lesi endodontic
4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over
5.
6.
7.
8.
9.

hanging
Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)
Splinting temporer pada gigi yang goyah
Perawatan ortodontik
Analisis diet dan evaluasinya
Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut
diatas

Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap


deformitas anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan
gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai suatu
hasil

dari

penyakit

sebelumnya

dan

menjadi

faktor

predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Berikut


ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:
1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan
cara antara lain: kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur
bedah flap periodontal, rekonturing tulang (bedah tulang)
dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue
graft)
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal
untuk gigi yang hilang

Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah


terjadinya kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini
adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase ini:
17

1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien


2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan
mencatat scor plak, ada tidaknya inflamasi gingiva,
kedalaman poket dan mobilitas gigi.
3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan
periodontal dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari
evektivitas kontrol plak pasien dan pada kecenderungan
pembentukan kalkulus
5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah
karies

18

Daftar Pustaka
Carranza FA, Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. 2006. Carranzas Clinical
Periodontology 10th ed. Missouri: Saunders Elsevier
Daliemunthe, Saidina Hamzah. 2001. Periodonsia Edisi Revisi 2008. Medan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23674/3/Chapter%20II.pdf
Stuart C. White, Michael J. Phaeoach, Oral Radiology principle and interpretation
6th Edition.
Irfan Ahmad Digital and conventional dental photography : a practical clinical
manual Chicago: Quintessence Pub. Co 2004

19

Você também pode gostar