Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
FAKULTAS KEDOKTERAN
REFERAT
OKTOBER 2015
Oleh :
AYU PRATIWI SARIF
110 210 0083
Supervisor Pembimbing:
Dr. dr Trika Irianta Sp.OG (K)
NIM
Judul Referat
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Makassar, Oktober 2015
Supervisor Pembimbing
Nama
NIM
Hari/Tanggal
JudulReferat
Tempat
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Nama
Minggu
TandaTangan
Supervisor Pembimbing
IX.KOMPLIKASI....................................................................................................
16
X. PROGNOSIS......................................................................................................
17
XI.KESIMPILAN..
17
I.
PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Penyebab utama kematian
ibu secara langsung adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%, dan
penyebab tidak langsung adalah anemia 51%. Anemia merupakan komplikasi
dalam kehamilan yang paling sering ditemukan. Hal ini disebabkan karena dalam
kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahanperubahan dalam darah dan sumsum tulang. WHO memperkirakan bahwa
prevalensi anemia pada ibu hamil di negara maju sebesar 14% dan di negara
berkembang sebesar 51%. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh
defisiensi gizi. Sering kali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi yang
disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter. Namun, penyebab mendasar
anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat,
bertambahnya zat gizi yang hilang dan kebutuhan yang berlebihan. Faktor nutrisi
utama yang mempengaruhi terjadinya anemia adalah zat besi, asam folat dan
vitamin B12.(1,2,3,4,5)
Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) darah
kurang dari normal. Kadar Hb normal berbeda untuk setiap kelompok umur dan
jenis kelamin : pada balita 11 g %, anak usia sekolah 12 g %, wanita dewasa 12 g
%, laki-laki dewasa 13 g %, ibu hamil 11 g %, dan ibu menyusui 12 g %.
Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar Hb di bawah 11 g/dL atau
hematokrit kurang dari 33%. Komplikasi anemia dalam kehamilan dapat
berdampak pada masa kehamilan, persalinan, nifas, maupun pada janin. Anemia
pada ibu hamil diketahui akan berdampak buruk baik bagi kesehatan ibu maupun
bayinya. Anemia merupakan penyebab penting yang melatarbelakangi kejadian
morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu
melahirkan atau nifas sebagai akibat dari komplikasi kehamilan. Selain itu, ibu
hamil yang menderita anemia juga beresiko terjadinya perdarahan saat
melahirkan. Di samping pengaruhnya kepada kematian dan perdarahan, anemia
1
pada saat hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah,
dan peningkatan kematian perinatal. (1,6)
Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi
besi dan anemia megaloblastik. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya
zat besi dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil,
kebutuhan zat besi untuk janin dan plasenta, dan pendarahan post partum. Jadi,
cadangan zat besi yang dibutuhkan ibu hamil minimal lebih dari 500 mg.
Perubahan diet dengan konsumsi makanan yang kaya zat besi dan penambahan
suplemen zat besi dianjurkan pada ibu hamil. Anemia megaloblastik terjadi karena
kerusakan sintesis DNA yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi asam folat atau
vitamin B12. Diet yang ekstrem atau
II.
DEFINISI
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin darah kurang
dari normal, yang berbeda untuk kelompok umur dan jenis kelamin. Secara klinis,
definisi anemia berupa hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah persentil 10.
(1,8)
Berdasarkan WHO batas normal hemoglobin untuk ibu hamil adalah 11gr
%.(1) Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, definisi anemia
dalam kehamilan adalah seperti yang berikut :
1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester pertama dan ketiga
2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester kedua. (3,9,10)
III.
EPIDEMIOLOGI
Frekuensi anemia dalam kehamilan di seluruh dunia cukup tinggi yaitu
berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang
berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya merupakan
defisiensi zat besi. Di Indonesia angka anemia menunjukkan nilai yang cukup
tinggi yaitu 63,5% Karena defisiensi gizi memegang peranan yang sangat penting
dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia dalam
kehamilan lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju.
(2,4)
anemia defisiensi besi. Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi
besi meningkat. Hal ini menunjukkan
IV.
ETIOLOGI
Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu :
1) Didapatkan (acquired)
Anemia megaloblastik
Anemia hemolitik
2) Herediter
Thalasemia
Hemoglobinopati lain
PATOFISIOLOGI
Kehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat pada
peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi
protein pengikat zat gizi dalam sirkulasi darah, termasuk penurunan zat gizi
mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses
perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan pertumbuhan
tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan
volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada
trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan
produksi eritropoetin sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan
pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester kedua
pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan
menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan.
Akibatnya, kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi
peningkatan produksi eritrosit dan karena itu rentan untuk terjadinya anemia
terutama anemia defisiensi besi. (6,12)
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda pada wanita
yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses
hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma
dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit.
Dalam hal ini, oleh karena peningkatan oksigen dan perubahan sirkulasi yang
meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk
hipervolemi
cardiac output meningkat. Kerja jantung akan lebih ringan apabila viskositas
darah
eritropoetin sehingga menurunkan kadar Hct, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit
di bawah batas normal, timbullah anemia. (12)
VI.
GEJALA KLINIS
G
K
B
P
A
D
n
e
k
r
e
f
e
j
u
k
m
i
r
u
i
s
a
r
a
i
l
n
a
e
a
g
M
D
n
a
g
e
s
n
g
f
i
K
a
i
l
A
P
z
l
s
p
i
s
r
a
o
i
e
a
o
t
b
e
n
n
m
t
l
n
g
i
s
e
b
s
g
a
F
e
s
i
u
n
o
s
t
n
g
l
i
B
a
k
A
n
k
e
a
u
s
n
t
e
i
a
m
o
n
i
k
a
s
o
i
k
g
s
i
e
n
g
e
n
d
i
d
a
l
a
m
d
a
r
a
h
Gambar 1 : Grafik menunjukkan kekurangan asam folat, protein dan zat besi dapat menyebabkan
kekurangan oksigen jaringan dan mengakibatkan terjadinya anemia (Dikutip dari kepustakaan 5).
Gejala klinis dari anemia bervariasi bergantung padan tingkat anemia yang
diderita. Berdasarkan gejala klinisnya anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan,
sedang dan berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah :
a) Anemia ringan
b) Anemia sedang
dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis,
termogenesis yang terganggu, penyakit kuning, rambut halus dan rapuh,
hepatomegali dan splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk
mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat. (3,7,14)
VII.
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dibutuhkan
anamnesis yang akan diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah,
lesu, sesak, berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan
fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi
mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis
yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan
derajat anemia yang diderita. (1,3,7,14)
Pemeriksaan penunjang dan pengawasannya dapat dilakukan dengan alat
sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Anemia ringan
: Hb 10 11 gr%
b) Anemia sedang
: Hb 7 10 gr%
c) Anemia berat
Pada pemeriksaan
merah
membantu menentukan ada tidaknya kelainan abnormal pada sel darah merah
seperti defisiensi zat besi (MCV yang rendah) atau makrositosis (MCV yang
tinggi). Pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit harus diulang saat trimester
ketiga (lebih kurang 28 sampai 32 minggu) dan lebih sering jika diindikasikan.
Ras tertentu harus mempunyai tes skrining untuk kondisi tertentu seperti pada
pasien kulit hitam harus menjalani tes Sickledex atau elektroforesis hemoglobin
untuk melihat sickle cell trait disease dan menentukan defisiensi glucose 6phosphate dehydrogenase. (1)
Reticulocyte count
Meningkat
Anemia
AnemiaMakrositik,
Mikrositik,MCV>100,
MCV <80,
Pertimbangkan : Pertimbangkan
: :
Pertimbangkan
1. Kehilangan darah
akut.
1.1.
Defisiensi
As.Folat
Defisiensi
zat besi. Cek ferritin, TIBC dan plasma iron level.
2. Terapi zat besi yang
baru.
2.2.Defisiensi
vit. B12 Cek hemoglobin dan elektroforesis.
Hemoglobinopati.
3. Anemia Hemolitik.
Cek serum folat dan B12 level. Pertimbangkan malabsorbsi, gangguan makan dan ekstrim
Cek apusan darah tepi dan tingkat heptaglobin.
Gambar 2 : Algoritma untuk diagnosis anemia berdasarkan hasil darah laboratorium (Dikutip dari
kepustakaan 8).
800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan 500 mg
ditambahkan untuk hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat
perdarahan persalinan dan post partum. Jadi, penyimpanan minimal zat besi di
dalam tubuh wanita hamil adalah lebih dari 500 mg di awal kehamilan. Apabila
zat besi tidak ditambahkan dalam kehamilan maka akan mudah terjadi anemia
defisiensi zat besi terutama pada kehamilan kembar, multipara, kehamilan yang
sering dalam jangka waktu yang singkat dan pada vegetarian. Di daerah tropis,
zat besi banyak keluar melalui keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari
yang dianjurkan untuk ibu hamil tidak sama untuk beberapa negara. Di Amerika
10
Serikat, untuk wanita tidak hamil, wanita hamil dan wanita yang menyusui
dianjurkan masing-masing 12mg, 15mg, dan 15 mg. Sedangkan di Indonesia
masing-masing 12 mg, 17 mg dan 17 mg.(4,7,9,13)
Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan
yaitu ketika pembentukan organ janin terjadi. Rata-rata kebutuhan zat besi harian
adalah antara 6 hingga 7 mg dibandingkan pada kondisi yang normal yaitu 1 mg /
hari. Selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan, kebutuhan zat besi meningkat
hingga 10 mg / hari. Pada wanita yang memasuki kehamilan dengan cadangan zat
besi yang rendah, pemberian suplemen zat besi sering gagal untuk mencegah
kekurangan zat besi. Lebih jauh lagi, kondisi seperti implantasi plasenta yang
abnormal dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan meningkatkan
kebutuhan zat besi selama kehamilan. (2)
Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma
selama kehamilan yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa
sel darah merah menghasilkan hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu
terlindungi dari hilangnya sel darah merah selama perdarahan yang berhubungan
dengan persalinan. Walaupun begitu, 5% dari persalinan disertai dengan
kehilangan darah >1 L disertai gejala anemia termasuk gejala jantung, sehingga
harus transfusi darah. (2,6) Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan zat
besi atau kebutuhan zat besi yang meningkat akan dikompensasi oleh tubuh
sehingga cadangan besi makin menurun. (12)
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai
oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta
pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut
terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit.
Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding
11
Terapi zat besi oral telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia
defisiensi besi pada banyak kasus. Kemanjurannya mungkin, namun bergantung
pada tingkat kepatuhan pasien dan penyerapan zat besi yang cukup di duodenum.
Perlu dicatat bahwa meskipun ada bukti yang mendukung perbaikan parameter
12
status hematologi dan besi dengan suplementasi besi oral, data terjadinya
peningkatan berat lahir dan berkurangnya angka kelahiran prematur masih kurang.
(2,6)
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu
ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan nonanemik
(Hb <11g/dl dan ferritin > 20 g/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat
lahir rendah. (4)
Menurut Depkes RI (1999), tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai
dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu: (15)
Dosis Pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1
tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama
minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu
memeriksa kehamilannya. (15) Obat yang sering digunakan adalah tablet Fe sulfat,
furamat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1x200mg.
Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr%
pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. (15)
Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejalagejala seperti mual, nyeri di daerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang
air besar, serta pusing. Selain itu, setelah mengonsumsi tablet tersebut tinja dapat
berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek samping
tablet zat besi ini bergantung pada dosis zat besi dalam tablet tersebut, bukan
pada bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka
kemungkinan efek samping akan semakin besar. Tablet zat besi yang diminum
saat perut dalam keadaan terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan
namun hal ini juga menurunkan tingkat penyerapannya. (15)
Terapi parenteral zat besi diberikan hanya apabila terdapat kontraindikasi
dengan terapi oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara
intramuskular, dapat disuntikkan dekstran besi, Imferon, atau sorbitol besi.
13
Hasilnya akan lebih cepat tercapai dan penderita hanya merasa nyeri pada tempat
suntikan. Akhir-akhir ini, Imferon banyak pula diberikan dengan infus dengan
dosis total antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligus dengan hasil yang sangat
memuaskan.(4,11)
Walaupun zat besi intravena dengan infus kadang-kadang menimbulkan
efek samping, namun apabila ada indikasi yang tepat maka cara ini dapat
dilakukan. Efek sampingnya lebih kurang dibandingkan dengan transfusi darah.
Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan yang harus segera diberikan
apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasanya, walaupun tidak lebih dari
1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil yaitu seperti
daging sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi
dalam mioglobin), sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam
folat). (4,13)
Protokol Iron Dextran
Indikasi :
Pengobatan anemia defisiensi besi pada pasien yang tidak dapat mengabsorbsi zat
besi secara oral.
Kontraindikasi :
1. Hipersensitif pada iron dextran complex
2. Digunakan secara hati-hati pada penderita dengan asma, gangguan hepar,
dan arthritis rheumatoid.
Dosis :
Tes Dosis :
1. 0,5 mL i.v/i.m untuk permulaan terapi
2. Untuk i.v dosis, dilusi 25mg/0,5 mL dalam 50 mL isotonic saline solution
dan infus sekitar 15 menit.
3. Sediakan epinephrine di samping penderita. Observasi penderita selama 30
menit untuk melihat ada tidaknya reaksi anafilaktik.
Dosis (mL) :
1. 0,0476 x berat badan (kg) x (14,8 observasi Hgb) + (1mL/5kg hingga
maksimum 14mL untuk penyimpanan zat besi)
2. Dosis maksimum i.v = 3000mg (60 mL)
3. Dilusi jumlah dosis di dalam 250 - 1000mL isotonic saline solution.
Volume yang sering digunakan 500mL
14
IX.
KOMPLIKASI
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik
dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai
penyulit dapat timbul akibat anemia seperti berikut :
1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus (keguguran)
b) Persalinan prematur
c) Gangguan pertumbuhan janin
d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
e) Mudah terjadi infeksi
f) Hyperemesis gravidarum
g) Perdarahan sebelum persalinan
h) Ketuban pecah dini.
2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan
15
a) Gangguan his
b) Kala II dapat berlangsung lama dan partus lama
c) Kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan kelemahan his.
3) Pengaruh Anemia pada saat Nifas
a) Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum
b) Memudahkan infeksi puerpuerium
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Terjadinya dekompensasi kordis.
4) Pengaruh Anemia terhadap Janin
a) Kematian janin dalam kandungan
b) Berat bayi lahir rendah
c) Kelahiran dengan anemia
d) Cacat bawaan
e) Mudah terinfeksi hingga kematian perinatal
f) Inteligensi yang rendah. (1)
X.
PROGNOSIS
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik
bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan
banyak atau adanya komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita
anemia defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun
cadangan zat besinya kurang sehingga baru beberapa bulan kemudian akan
tampak sebagai anemia infantum. (4,10)
XI. KESIMPULAN
Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga
setiap wanita hamil perlu diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1
tablet sehari. Selain itu, wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
tinggi protein serta sayuran yang mengandung banyak mineral dan vitamin. Pada
16
umumnya asam folat tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah dengan
frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan
zat besi tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka harus ditambah dengan
asam folat. (10)
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Wijanti RE, Rahmaningtyas I, Widari D. Hubungan pola makan ibu hamil
trimester III dengan kejadian anemia. Dalam: Tunas-tunas riset kesehatan.
Volume kedua, Nomor 2. Mei 2012.[online].[cited on 2013 Oktober
15th].Available
from:
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/22128590_2089-4686.pdf.
2. Sutkin G, Isada NB, Stewart M, Powell S. Hematologic complications. In:
Evans A.T, Seigafuse S, Shaw R. et al, eds. Manual of Obstetrics. 7th ed.
Texas: Lippincott Williams & Wilkins, 2007; p. 328, 330-1.
3. Muthalib A. Kelainan hematologik. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin
A.B, Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011; p. 775-80.
4. Hanretty KP. Systemic diseases in pregnancy. In: Hanretty KP, Ramsden I,
Callander R, eds. Obstetrics illustrated. 6th ed. London: Churchill
Livingstone, 2003; p. 137-8, 141.
5. Tristiyanti WF. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil
18
19