Você está na página 1de 22

Case Report Session

ABORTUS INKOMPLIT

Oleh:
Marta Dedi Usdeka 1110313020
Ferihartinda Adilla 1110313038

Preseptor:
dr. H. Aladin, Sp.OG (K)
dr. H. Mutiara Islam, Sp.OG (K)

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD PARIAMAN
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan
kurang dari 20 minggu. Dari 210 juta kehamilan, 75 juta dianggap tidak
direncanakan di mana sekitar 15% kehamilan akan berakhir pada aborsi. Pada
negara berkembang, prevalensi abortus mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup
dan paling tinggi terdapat di Afrika yaitu 870 per 100.000 kelahiran hidup. Di
Indonesia, ditunjukkan prevalensi abortus sebesar 2 juta kasus pada tahun 2.000
dengan rasio 37 per 1.000 kelahiran pada wanita usia produktif pada 6 wilayah.
Sekitar 75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16
minggu dan 62% sebelum usia gestasi 12 minggu. Insidensi abortus inkomplit
belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita
hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus
inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari
seluruh kehamilan.
Kasus yang diangkat dalam laporan kasus ini adalah mengenai seorang
wanita, 28 tahun, yang datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan. Di
RSUD Pariaman, dilakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
obstetri ginekologis, dan USG. Pasien akhirnya didiagnosis dengan abortus
inkomplit dan dilakukan kuretase.
Terdapat berbagai faktor risiko dan penyebab dari abortus. Penyebab abortus
spontan trimester pertama terutama abortus rekuren yaitu kelainan genetik (5070%). Selain itu, trauma yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat
menyebabkan abortus melalui beberapa mekanisme. Belakangan ini, muncul
konsep biomolekular baru mengenai keterlibatan stres oksidatif oleh asap rokok
terhadap risiko abortus.
Berdasarakan penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat
kasus ini dalam suatu makalah.

1.2 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
klasifikasi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, serta
follow up abortus.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Merupakan syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik dibagian obstetri
dan ginekologi
2. Menambah pengetahuan mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
klasifikasi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi,
serta follow up abortus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.

DEFINISI
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin

dapat hidup di laur kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.3
II.

EPIDEMIOLOGI
Insidensi dari aborsi bervariasi tergantung dari variabel yang digunakan

untuk menentukan status aborsi dari suatu kehamilan.3 Menurut penelitian yang
dilakukan Aan Guttmacher Institute, angka kejadian aborsi di Amerika Serikat
adalah 1.287.000 kasus pada tahun 2003 dengan rasio 20.8 per 1000 kelahiran
pada wanita usia produktif (15-49 tahun).4 Di Indonesia sendiri, sebuah penelitian
menunjukkan angka kejadian aborsi sebesar 2.000.000 kasus pada tahun 2000
dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif (15-49 tahun).
Penelitian ini dilakukan pada fasilitas kesehatan dari 6 wilayah. Dari penelitian
yang telah dilakukan, terbuktu sebagian besar perempuan yang melakukan aborsi
memiliki profil khusus yaitu mereka cendering sudah menikah dan hampir dua
pertiga sudah pernah duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Hal ini
bertentangan dengan kenyataan bahwa hanya 38% dari perempuan pernah kawin
yang pernah duduk di bangku Sekolah Menengah. Selanjutnya ditemukan bahwa
hampir setiap klien yang melakukan aborsi berusia lebih dari 20 tahun (58%
berusia lebih dari 30 tahun). Dan hampir separuh dari perempuan-perempuan
tersebut sudah memiliki paling sedikit dua anak. Hampir sebagian besar dari
mereka yang melakukan praktek aborsi mengaku karena sudah tidak ingin
memiliki anak lagi.

III. Etiologi

Aborsi memiliki banyak faktor penyebab, tetapi beberapa studi


menunjukkan 60% disebabkan oleh kelainan kromosom.

Berikut adalah

penyebab yang umum didapatkan dalam kasus aborsi:3


1. Faktor janin:
a. Aborsi aneuploidi
95% dari kelainan kromosom yang berkaitan dengan aborsi
disebabkan oleh kesalahan gametogenesis. Trisomi autosomal paling
sering ditemukan berkaitan dengan kelainan kromosom pada aborsi pada
trimester pertama. Sedangkan monosomy X adalah kelainan kromosom
tunggal spesifik yang paling sering ditemukan
b. Aborsi euploidi
Janin dengan kromosom normal cenderung untuk aborsi lebih jauh
di kemudian hari dibandingkan dengan aborsi aneuploidi. Angka kejadian
dari aborsi euploidi berkurang dramatis setelah umur ibu lebih dari 35
tahun.
2. Faktor ibu:
a. Infeksi
Infeksi tidak umum menyebabkan aborsi. Studi yang dilakukan
Simpson dan teman-teman (1996) tidak menemukan bukti aborsi akibat
infeksi. Studi lain yang dilakukan Oakshet dan teman-teman (2002)
menunjukkan hubungan antara aborsi pada trimester kedua dengan
bakterial vaginosis
b. Hipotiroid
Defisiensi tiroid yang berat mungkin berkaitan dengan aborsi. Efek
dari hipotiroid sendiri terhadap aborsi belum banyak diteliti namun
peningkatan autoantibodi terhadap tiroid berkaitan dengan peningkatan
angka kejadian dari aborsi.
c. Diabetes Mellitus
Kadar gula darah yang tidak terkontrol meningkatakan angka
kejadian aborsi
d. Merokok
Kebiasaan merokok berkaitan dengan meningkatnya resiko dari
aborsi euploidi. Resiko ini meningkata sesuai dengan peningkatan
frekuensi dan dosis dari merokok itu sendiri.
e. Alkohol
Konsumsi alkohol pada 8 minggu pertama kehamilan berkaitan
erat dengan peningkata angka kejadian aborsi
5

f. Kafein
Peningkatan resiko aborsi baru terjadi pada mereka yang
mengkonsumsi kafein lebih dari 500 mg per hari.
g. Defek uterus
Resiko aborsi meningkat pada sindrom Asherman
h. Servix inkompeten
Servix inkompeten adalah terjadinya dilatasi servix yang tidak
sakit pada trimester kedua. Kejadian tersebut bisa diikuti oleh prolap dan
penggembungan dari membran ke vagina sehingga terjadi expulsi dari
janin prematur.
IV.

KLASIFIKASI
Secara umum aborsi dibagi menjadi:6
1. Abortus Spontan:
a. Abortus yang mengancam (iminens)
Ditandai oleh terjadinya perdarahan pada awal kehamilan yang
tidak disertai dengan dilatasi servix dan pengeluaran janin
b. Abortus insipiens
Ditandai oleh terjadinya perdarahan pada awal kehamilan yang
disertai dengan dilatasi servix dan nyeri
c. Abortus inkomplit
Ditandai oleh pengeluaran sebagian hasil konsepsi dari kavum
uterus
d. Abortus komplit8
Ditandai oleh pengeluaran seluruh hasil konsepsi
e. Abortus tertunda
Ditandai oleh kematian janin tanpa disertai pengeluaran hasil
konsepsi
f. Abortus Habitualis
Ditandai oleh abortus yang berlangsung selama 3 kali atau lebih
secara berurutan
g. Abortus Septik8
Abortus yang disertai dengan infeksi pada uterus
2. Abortus yang diinduksi:
Aborsi yang dicetuskan karena pertimbangan medis atau secara elektif.

V.

PATOGENESIS
Walau sebagian besar kasus abortus spontan disebabkan oleh karena

kelainan kromosom, pada prakteknya banyak ditemukan anak lahir dengan


kelainan kromosom tersebut. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami

proses terjadinya abortus secara umum. Dalam sebagian besar dari kasus aborsi,
terdapat plasentasi yang tidak adekuat sehingga menyebabkan kegagalan dari selsel trofoblast untuk masuk dalam arteri spiralis. Kegagalan dari sel-sel trofoblast
tersebut mengakibatkan terjadinya peredarahan dari dari ibu ke anak yang
prematur. Masuknya darah ibu tersebut lama-kelamaan menyebabkan terjadinya
ekspulsi dari kantung kehamilan. Selain hal tersebut, kegagalan sel-sel trofoblast
di atas mengakibatkan peningkatan tekanan oksigen di ruang intervili sehingga
terjadi peningkatan stres dan berkurangnya fungsi dari plasenta.8
VI.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada abortus pada umumnya sama, antara lain: 7
a. Perdarahan atau bercak darah dari jalan lahir pada trimester pertama
b. Jumlah darah umumnya sedikit
c. Warna darah bervariasi dari kecoklatan hingga merah segar
d. Perdarahan bisa berlangsung hingga beberapa hari
e. Biasa didahului oleh mulas-mulas atau sakit pinggang
VII.

DIAGNOSIS
a. Abortus iminens:5
- Anamnesis:
Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
Biasa berupa bercak-bercak
Bisa atau tidak disertai dengan mulas atau nyeri pinggang
Tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
- Pemeriksaan Fisik:
Inspekulo: ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina,
portio tertutup, tidak ditemukan jaringan
b. Abortus insipiens:5
- Anamnesis:
Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
Biasa berupa darah segar yang mengalir
Disertai dengan mulas atau nyeri pinggang
Tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
- Pemeriksaan Fisik:
Inspekulo: ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina,
portio terbuka, tidak ditemukan jaringan
c. Abortus inkomplit:5
- Anamnesis:
Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
Biasa berupa darah segar yang mengalir
Disertai dengan mulas atau nyeri pinggang
Ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir

Pemeriksaan Fisik:
Inspekulo: ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina,

portio terbuka, bisa ditemukan jaringan di jalan lahir


d. Abortus komplit:5
- Anamnesis:
Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
Darah biasa berupa bercak-bercak
Disertai dengan mulas atau nyeri pinggang
Ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
- Pemeriksaan Fisik:
Inspekulo: ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina,
portio tertutup, tidak ditemukan jaringan
e. Abortus tertunda:5
- Anamnesis:
Uterus yang berkembang lebih rendah dibandingkan usia

kehamilannya
Bisa tidak ditemukan perdarahan atau hanya bercak-bercak
Tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
Pemeriksaan Fisik:
Inspekulo: bisa ditemukan bercak darah di sekitar dinding

vagina, portio tertutup, tidak ditemukan jaringan


f. Abortus septik:5
- Anamnesis:
Ditemukan satu atau lebih tanda-tanda abortus di atas
Riwayat sedang menggunakan IUD
Riwayat percobaan aborsi sendiri
- Pemeriksaan Fisik:
Demam > 38 C
Inspekulo: ditemukan salah satu tanda abortus seperti di atas
Pemeriksaan Penunjang:5
-

Serum -hCG
Serum -hCG > 2500 IU per mL disertai dengan USG transvaginal
merefleksikan 90% kehamilan intrauterine
Serum -hCG > 6500 IU per mL disertai dengan USG abdomen

merefleksikan 90% kehamilan intrauterine


USG
Gerakan jantung janin harusnya sudah bisa dilihat sejak masa
gestasi 6-7 minggu

VIII. TATALAKSANA
Secara umum tatalaksana aborsi dibagi 2, yaitu: 9
a. Terapi medikasi
8

Terapi medikasi menggunakan mifepristone yang disusul dengan


penggunaan misoprostol atau mungkin hanya misoprostol saja. Terapi
medikasi ini digunakan pada aborsi dengan masa gestasi 4-9 minggu
dan lebih dari 14 minggu. Terapi bedah cenderung digunakan pada
masa gestasi 9-14 minggu. Regimen lain seperti methotrexate disusul
dengan misroprostol juga sering digunakan.
Indikasi penggunaan terapi medikasi:
- Pilihan pasien
- Masa gestasi yang kecil
- Obesitas (BMI > 30) tanpa kelainan kardiovaskular
- Fibroma uterus
- Malformasi uterus
- Riwayat bedah sevik sebelumnya
Kontraindikasi terapi medikasi;
-

Riwayat alergi mifepristone, misoprostol atau obat terapi medikasi

lainnya
Mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang
Gagal ginjal kronik
Kelainan pembekuan darah
IUD yang masih terpasang
Infeksi daerah panggul yang berat

Rekomendasi WHO dan IPPF:


-

Mifeprostone 200mg oral diikuti misprostol 800g 36-48 jam


setelahnya (oral, sublingual, bukal atau intravaginal) dalam satu
dosis atau dibagi menjadi dua dosis 400g yang diberikan selang 2
jam

Rekomendasi FDA Amerika Serikat:


-

Hari pertama: Mifepristone 600mg per oral dalam satu kali minum
Hari kedua: Rh-imunoglobin 50g tidak lebih dari 48 jam sesudah

terjadinya tanda-tanda aborsi pada pasien dengan Rh


Hari ketiga: bila proses aborsi belum selesai dan dikonfirmasi

dengan USG, berikan misoprostol 400g


Hari keempat belas: cek kembali keadaan aborsi pasien dengan
USG atau serum -hCG. Serum -hCG seharusnya berada di bawah
1.000IU/L setelah 2 minggu pemberian mifepristone. Bila proses

aborsi belum selesai, dilanjutkan dengan aspirasi vakum.


b. Terapi bedah
Indikasi terapi bedah:
9

Pilihan pasien
Sterilisasi
Terdapat kontraindikasi pada pemakaian terapi medikasi
Pasien tidak mampu datang untuk kontrol setelah terapi medikasi:

Pendekatan terapi bedah yang umum dilakukan yaitu:


1. Aspirasi Vakum
Aspirasi vakum adalah prosedur yang aman dan efektif dan
menjadi terapi pilihan sebelum teknik dilatasi dan kuretase. Teknik
ini bisa digunakan hingga masa gestasi 12 minggu dan 99,5%
efektif. Komplikasi teknik ini lebih rendah dibandingkan teknik
dilatasi dan kuretase, dilatasi servik yang dibutuhkan lebih kecil,
harga yang lebih murah, tidak diperlukan anastesi umum.
2. Dilatasi dan Kuretase
Teknik ini lebih berbahaya dan lebih sakit dibandingkan teknik
aspirasi vakum sehingga pemilihan teknik ini umumnya dibatasi
bila aspirasi dan terapi medikasi tidak bisa diberikan. Teknik ini
IX.

X.

bisa digunakan hingga masa gestasi 12 minggu an 99% efektif.


KOMPLIKASI
Komplikasi pada aborsi dibagi dua antara lain:6
a. Komplikasi akut
Komplikasi ini terjadi selama prosedur atau 3 jam sesudah proses
abortus selesai:
- Perdarahan
- Luka serviks
- Perforasi uterus
- Hematometra
b. Komplikasi lanjut:
- Infeksi
- Jaringan sisa
- Sensitisasi Rh
Follow Up
Pasien yang mendapat terapi medikasi sebaiknya diobservasi selama 4-

6jam telebih dahulu. Pada pasien dengan terapi medikasi yang ingin segera
pulang, minum obat di rumah, atau yang proses abortusnya belum selesai
sebaiknya kembali kontrol ke dokter 10-15 hari setelah mendapat terapi untuk
mengkonfirmasi status aborsinya.9
Setelah terapi bedah, pasien idealnya kembali kontrol ke dokter 7-10 hari
setelah mendapat terapi. Pasien sebaiknya diberi informasi bahwa mungkin
terdapat tanda-tanda perdarahan dari bercak hingga sebanyak darah menstruasi

10

untuk beberapa minggu ke depan. Pasien juga sebaiknya mendapat informasi


tentang gejala-gejala klinis yang memerlukan intervensi medis segera dan
sebaiknya segera kembali ke rumah sakit seperti perdarahan yang banyak, demam
lebih dari satu hari disertai nyeri panggul.9
Selain kontrol berkaitan dengan aborsinya, semua pasien sebaiknya
mendapat informasi mengenai kontrasepsi. Secara umum, semua jenis kontrasepsi
aman digunakan pada wanita post abortus.

Penelitian menunjukkan bahwa

kesuburan akan kembali normal dalam 2 minggu dan 75% wanita akan
mengalami ovulasi dalam 6 minggu, setiap pasien sebaiknya diberi informasi
bahwa ia bisa melahirkan kembali sebelum menstruasi berikutnya.8
XI.
PROGNOSIS
Resiko dari kematian atau komplikasi medis yang serius lebih banyak
terjadi pada wanita dengan kehamilan cukup bulan dibandingkan aborsi,
kesehatan secara umum lebih baik pada pasien aboertus dibandingkan kelahiran
cukup bulan. Resiko kematian yang berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran
berkisar 7-8 per 100.000 kelahiran sedangkan bila dikaitkan dengan abortus,
berkisar kurang dari 1 per 100.000 kelahiran. Beberapa studi tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan antara aborsi dengan penurunan kesuburan atau resiko
terjadinya kehamilan ektopik. Sebuah studi di Cina berkaitan dengan pemakaian
mifepristone dan misoprostol menunjukkan tidak adanya hubungan antara
pemakaian obat tersebut dengan peningkatan resiko kehamilan prematur.10

11

BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama

: Ny. A

Umur

: 28 Tahun

Agama

: Islam

Pendidkan

: SMP

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Suku

: Minang

Alamat

: Simpang Jagung

12

Keluhan Utama:
Seorang pasien 28 tahun datang ke IGD RSUD Pariaman pada tanggal 13
Desember 2015 jam 09.00 wib, dengan keluhan keluar darah yang banyak dari
kemaluan sejak 3 jam sebelum masuk rs, membasahi 1 helai kain sarung

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):


-

Awalnya pasien mengeluhkan keluar darah berupa flek sejak 1 hari yang
lalu. Kemudian darah yang banyak dari kemaluan sejak 3 jam sebelum masuk
rumah sakit darah keluar semakin banyak, berwarna merah gelap kehitaman,
membasahi 1 helai kain sarung.

Riwayat keluar jaringan seperti daging (-)

Riwayat keluar jaringan seperti gelembung mata ikan (-)

Riwayat trauma (-), riwayat demam (-),riwayat keputihan (+),

HPHT : 18 Agustus 2015 , TP : 25 Mei 2016

Riwayat menstruasi : Menarche umur 13 tahun, siklus haid teratur 1x 38 hari,


lamanya 5-6 hari, banyaknya 3- 4 kali ganti duk/hari, nyeri haid (-)

Riwayat hamil muda: mual (+), muntah (+), perdarahan (-)

ANC: kontrol 2x ke bidan dan 1x ke dokter pada bulan ke-2

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):


Tidak pernah menderita penyakit jantung, penyakit hati, ginjal, DM dan
hipertensi.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK):
Saudara perempuan ibu pasien menderita DM
Riwayat kehamilan, abortus, persalinan: 2/0/1

13

Anak I

Anak II

: 2013/ Perempuan/ 3100 gram/ SC/ Dokter/ RSUD/ Hidup


/Luka operasi sembuh kurang dari 7 hari
: Hamil sekarang

Riwayat KB: Spiral


Riwayat imunisasi:(-)
Riwayat Pendidikan: Tamat SMP
Riwayat Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga
Riwayat kebiasaan: Alkohol (-), narkoba (-), merokok (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Sedang

Kesadaran

: Komposmentis

Tinggi Badan

: 154 cm

BB sekarang

: 50 kg

BB sebelum hamil

: 49 kg

Status Gizi

: Normoweight

Vital sign: Tekanan Darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 90 x/menit

Nafas

: 20 x/menit

Temperatur

: 36,70C

Mata

: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Leher

: Inspeksi: JVP 5-2 cmH2O,


Kelenjar tiroid tidak tampak membesar
Palpasi : Kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar

Thoraks
Jantung:

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS


14

RIC V

Pulmo:

Perkusi

: Batas jantung normal

Auskultasi

: BJ I-II Reguler, murmur(-), gallop (-)

Inspeksi

: Gerak nafas simetris kanan dan kiri

Palpasi

: Fremitus taktil kanan = kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: Vesikuler +/+, Rh-/-, wh-/-

Abdomen

: Status Obstetrikus

Genitalia

: Status Obstetrikus

Ekstremitas

: Edema -/-, RF +/+, RP -/-

Status Obstetrikus :
Abdomen:
Inspeksi

: Tidak tampak membuncit

Palpasi

: Nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), defans muskular (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) Normal

Genitalia:
Inspeksi
: V/U tenang, PPV (+)
Inspekulo
Vagina : Tumor (-), laserasi (-), Fluksus (+), tampak darah merah
kehitaman menumpuk di fornix posterior
Portio : Tumor (-), laserasi (-), Fluksus (+), OUE terbuka 1 jari
sempit dan tampak sedikit jaringan di kanalis servikalis
serta tampak darah merah kehitaman merembes di kanalis
servikalis.
VT bimanual
Vagina : Tumor (-)
15

Portio : OUE terbuka 1 jari sempit, teraba sedikit jaringan


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium:

Hb

: 12,7 g/dl

Ht

: 35 %

Leukosit

: 11.000 /mm3

Trombosit

: 234.000 / mm3

Eritrosit

: 4,48 x106/ mm3

DIAGNOSA
G2P1A0H1 gravid 10-12 minggu + Abortus inkomplit
TATALAKSANA

Kontrol KU,VS, PPV

Cek laboratorium darah rutin

Informed consent

RL 20 Tpm

Rencana : kuretase

Follow up Tanggal 14 Desember 2015 Pukul 07.30 WIB


S/ Demam (-), Perdarahan pervaginam (-), BAK (+), BAB (-)
O/ KU

Kes

TD

Nd

Nf

Sedang

CMC

100/60

88

21

36.1

Mata

: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Abdomen : Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit


Palpasi : Nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), defans muskular (-)

16

Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Genitalia : V/U tenang, PPV (-)
A/ P1A1H1 Post kuretase a.i Abortus Inkomplit
P/ kontrol KU, VS, PPV
Metil ergometrin 3x1 tab (p.o)
Asam Mefenamat 3x1 tab (p.o)
Amoxicillin 3x1 tab (p.o)
SF 1x1 tab (p.o)
Vit C 3x1 tab (p.o)

17

BAB IV
DISKUSI

Dalam laporan kasus ini, seorang wanita umur 28 tahun didiagnosa dengan
G2P1A0H1 gravid 10-12 minggu + Abortus inkomplit. Diagnosa ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pada pasien. Dari anamnesis didapatkan, HPHT 18 Agustus 2015.
Pasien mengeluhkan keluar darah berupa flek sejak 1 hari yang lalu. Kemudian
keluar darah yang semakin banyak dari kemaluan sejak 3 jam sebelum masuk.
Darah yang keluar berwarna merah gelap kehitaman, membasahi 1 helai kain
sarung. Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi narkoba dan tidak meminum
minuman beralkohol.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran komposmentis, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 90 x/menit,
pernapasan 20x/menit, suhu 36,7oC, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
jantung dan paru dalam batas normal. Pada inspeksi: abdomen tidak tampak
membuncit , palpasi: nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), perkusi: timpani, dan
auskultasi: bising usus (+) normal. Pada pemeriksaan genitalia, dari inspeksi:
vulva/uretra tenang, PPV (+), hasil inspekulo ditemukan pada vagina : tumor (-),
laserasi (-), fluksus (+), tampak darah merah kehitaman menumpuk di fornix
18

posterior, serta pada portio : tumor (-), laserasi (-), fluksus (+), OUE terbuka 1 jari
sempit dan tampak sedikit jaringan di kanalis servikalis serta tampak darah
merembes di kanalis servikalis. Pada pemeriksaan VT bimanual didapatkan pada
vagina : tumor (-) serta pada portio : OUE terbuka 1 jari sempit. Pemeriksaan
penunjang laboratorium didapatkan kadar leukosit meningkat.
Pada kasus perdarahan per vaginam dalam kehamilan trimester I, ada
beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain abortus, kehamilan ektopik
terganggu, mola hidatidosa, maupun kehamilan dengan kelainan pada serviks.
Namun perdarahan per vaginam pada kehamilan dapat juga dapat berasal dari
tempat implantasi plasenta, trauma ringan pada serviks, atau adanya infeksi pada
introitus vagina. Pada usia gestasi >6 minggu, untuk membedakan penyebab
perdarahan per vaginam maka dapat digunakan pemeriksaan penunjang
ultrasonografi (USG) untuk mencari ada atau tidaknya detak jantung janin.
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia
luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Definisi lainnya adalah ancaman atau
pengeluaran hasil konsepsi sebelum bayi viable yaitu bila berat badannya telah
mencapai lebih daripada 500 gram atau umur kehamilan lebih daripada 20
minggu. Penyebab abortus sangat bervariasi, namun hampir 60% kasus
disebabkan kelainan kromosom. Pada kasus ini kemungkinan disebabkan oleh
infeksi. Namun, disarankan untuk mencari faktor risiko lainnya pada abortus.
Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi dari jaringan konsepsi yang
keluar.
Pasien pada kasus ini didiagnosa dengan gravid preterm 10-12 minggu +
abortus inkomplit karena pasien ini mengeluhkan perdarahan per vaginam.
Kemudian pada inspekulo ditemukan OUE terbuka 1 jari sempit dan tampak

19

sedikit jaringan di kanalis servikalis. Pada pemeriksaan inspekulo ditemukan


adanya dilatasi serviks, terbukanya ostium uteri eksterna sebesar satu jari sempit
dan ada gumpalan darah. Tersingkirnya kehamilan ektopik terganggu karena pada
pasien ini tidak ditemukan adanya gejala klinis akut abdomen yaitu nyeri perut
yang hebat mendadak, defans muskular, nyeri tekan dan nyeri lepas serta dari
pemeriksaan USG di IGD ditemukan adanya kehamilan intra uterin.
Pasien ditatalaksana awal dengan kontrol keadaan umum, vital sign,
pemasangan infus RL 20 tetes per menit lalu dipersiapkan untuk dilakukan
kuretase di kamar operasi. Pada literatur disebutkan bahwa jika gestasi < 16
minggu maka evakuasi dengan aspirasi vakum manual (AVM). Jika usia gestasi
16 minggu maka dilakukan dilatasi dan kuretase. Namun pada pasien ini
dilakukan dilatasi dan kuretase karena ada riwayat bekas SC 1 kali. Evakuasi
konsepsi dengan kuretase/AVM harus dilakukan untuk mencegah perdarahan
terus-menerus dan beberapa literatur menyebutkan bahwa sisa konsepsi tersebut
dapat menjadi sumber infeksi. Pada literatur disebutkan bahwa pemberian
misoprostol 400 g (per vaginal/oral) sebelum tindakan kuretase/AVM untuk
mencegah dilatasi serviks paksa, perdarahan, dan trauma serviks/uterus. Dari hasil
kuretase didapatkan gumpalan daging 200 gram. Setelah itu pasien diberikan
metil ergometrin oral 3 x 1 tablet (uterotonika), asam mefenamat 3x1 tablet,
amoxicillin 3x1 tablet, vitamin C 3 x 1 tablet dan sulfas ferosus 1 x 1 tab.
Pemberian ergometrin pasca kuretase berfungsi sebagai stimulan uterus pada
perdarahan pasca abortus sehingga uterus akan berkontraksi dan menghentikan
perdarahan. Pemberian asam mefenamat bertujuan untuk mengurangi nyeri
setelah tindakan kuretase. Pemberian amoxicillin bertujuan sebagai terapi
profilaksis utuk mencegah terjadinya infeksi yang mungkin terjadi akibat tindakan
20

kuretase yang dilakukan. Pemberian vitamin C untuk membantu penyerapan zat


besi, dimana vitamin C akan mengubah ferri menjadi fero yang mudah diserap.
Pemberian sulfas ferosus untuk mencegah perdarahan dan meningkatkan kadar Hb
akibat perdarahan yang banyak.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Guttmatcher Institute. Aborsi di Indonesia. Guttmatcher Institue. 2008


2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. P.T Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2009
3. Norman F. Gant MD, Kenneth J., Md Leveno, Larry C., Iii, Md Gilstrap, John
C., Md Hauth, Katharine D., Md Wenstrom, John C. Hauth, J. Whitridge
Obstetrics Williams (Editor), Steven L. Clark, Katharine D. Wenstrom.
Williams Obstetrics 23rd Ed: McGraw-Hill Professional
4. McBride, Dorothy E. Abortion in United State. ABC-CLIO.2008
5. Evans, Arthur T. Manual of Obstetric 7th ed. Lippincot Williams and
Willkins. 2007
6. Morgan, Mark. Siddighi, Sam. Obstetrics and Gynecology

Volume 1.

Lippincot Williams and Willkins. 2004


7. R. James. Scoot, Md. S. Ronald et al. Danforths Obstetric and Gynecology
9th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2003
8. Keeling, Jean W. Khong T Yee.Fetal and Neonatal Pathology. Springer. 2007
9. World Health Organization. Safe Abortion: Technical and Policy Guidance
for Health Systems. World Health Organization. 2003
10. Hatcher, Robert A. Trussell, James. Nelson, Anita L. Contraceptice
Technology. Ardent Media. 2008

22

Você também pode gostar