Você está na página 1de 17

ANALISIS PERENCANAAN DAN PENGAWASAN PERSEDIAAN BARANG

DAGANGAN DENGAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ)


PADA PT. FASTFOOD INDONESIA CABANG MEDAN
ANALISIS PERENCANAAN DAN PENGAWASAN PERSEDIAAN BARANG
DAGANGAN DENGAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) PADA PT.
FASTFOOD INDONESIA CABANG MEDAN

SYAPARUDDIN HARAHAP
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
NALENI INDRA
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

The objective of this research is to have a depiction on planning, purchasing, receiving


and controling process policy of merchandise and to study how to determine the number of
merchandise at PT. FastFood Indonesia branch of Medan.
In the writing of Thesis, the writer do any direct interview to staff and employee of
company and to collect the reguired data and data analysing by interpretation and analysis of
the collected data.
Based on the results of research, it is indicated that PT. FastFood Indonesia branch of
Medan did not apply Economic Order Quantity (EOQ) method in planning of temporary
merchandise inventory by the method that can minimize the inventory cost.

Keywords : Planning, Controling, Inventory Management, Economic Order


Quantity (EOQ)

1. Pendahuluan

Setiap bentuk perusahaan mempunyai tujuan yang harus dicapai oleh semua pihak yang
ada di dalam perusahaan. Proses penetapan tujuan membutuhkan kemampuan manajemen dalam
mengelola perusahaan. Pada perusahaan dagang dan industri, persediaan merupakan aktiva
lancar yang relatif besar di neraca dan sebagian aktivitas utama perusahaan berhubungan dengan
persediaan.
Pemesanan untuk persediaan barang dagangan yang terlalu besar hanya merupakan
pemborosan dalam bentuk biaya dana yang tertanam dalam persediaan. Disamping adanya
kemungkinan resiko kerusakan juga mengakibatkan bertambahnya biaya penyimpanan, biaya
pemeliharaan digudang, turunnya kualitas barang dan keusangan. Sebaliknya, pemesanan yang
relatif kecil dapat menimbulkan kerugian dalam bentuk tidak terpenuhinya kebutuhan
pelanggan, sehingga pelanggan tidak akan percaya pada perusahaan. Keadaan ini dapat
menyebabkan pelanggan akan beralih ke perusahaan lain yang melakukan kegiatan sejenis. Agar
perencanaan yang dibuat dapat berjalan secara efektif dan efisien perlu dilakukan pengawasan.
Pengawasan dapat dilakukan secara fisik dengan menjaga barang tidak rusak atau dicuri,
pengawasan dapat juga dilakukan melalui pengawasan akuntansi dengan melihat adanya
pemisahan fungsi antara bagian pemesanan, bagian penerimaan, bagian penyimpanan, bagian
pengiriman, dan bagian pencatatan. Selain itu, pengawasan juga perlu untuk menjaga agar
persediaan berada pada tingkat persediaan sesuai dengan kebutuhan agar kelancaran operasi
perusahaan tidak terganggu.
Metode Economic Order Quantity (EOQ) bertujuan untuk menentukan seberapa besar
persediaan barang dagangan yang akan dipesan dan kapan waktu pemesanan akan dilakukan
sehingga dapat mengoptimalkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan persediaan. Bila
persediaan menumpuk terlalu banyak ini berpengaruh pada kualitas barang dan bila persediaan
terlalu sedikit inipun akan berpengaruh pada tingkat penjualan. Persediaan juga memberikan
kontribusi yang besar terhadap pendapatan karena pengefisienan biaya persediaan dapat
mengurangi biaya.

2. Telaah Literatur

2. 1 Pengertian Persediaan
Pengertian menurut PSAK (IAI 2007:14.1) mendefinisikan persediaan sebagai berikut :
persediaan adalah aset :
a.

tersedia untuk dijual dalam kegiatan normal,

b. dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan dan,


c. dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplier) untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.
Sedangkan menurut Skousen, Stice (2004:659)
Kata persediaan (atau barang persediaan) secara umum ditujukan untuk barang-barang
yang dimiliki oleh perusahaan, baik berupa bahasa usaha grosir maupun ritel, ketika
barang-barang tersebut telah dibeli dan ada pada saat kondisi untuk dijual. Kata bahan
baku (raw material), barang dalam proses (work in process), dan barang jadi (finished
goods), untuk dijual ditujukan untuk persediaan di perusahaan manufaktur.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa persediaan merupakan suatu aktiva yang
meliputi barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu kegiatan normal
perusahaan atau bahan-bahan yang masih dalam proses produksi untuk diolah menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi atau barang yang masih harus diterima perusahaan dan semua
bahan dan perlengkapan yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Ilmu akuntansi
memberikan pengertian yang amat luas mengenai persediaan yaitu segala sesuatu yang dapat
dikategorikan sebagai persediaan jika memenuhi kriteria sebagaimana yang disebut diatas. Sifat
barang yang diklasifikasikan sebagai persediaan sangat bervariasi sesuai dengan aktivitas
perusahaan dan dalam beberapa hal yang meliputi aktiva yang biasanya tidak dianggap sebagai
persediaan.

2.2 Perencanaan Persediaan


Perencanaan persediaan ini akan disajikan dalam sebuah anggaran. Ahyari
mengemukakan dalam bukunya efisiensi persediaan bahan (1999:35) tujuan dari anggaran
bahan baku ini adalah :
a.

memperkirakan jumlah bahan baku,

b. memperkirakan jumlah pembelian bahan baku yang diperlukan,


c.

sebagai dasar untuk memperkirakan kebutuhan dana yang diperlukan untuk

membeli bahan baku,


d. sebagai dasar penyusunan product costing yakni memperkirakan komponen
harga pokok pabrik karena penggunaan bahan baku dalam proses produksi,
e.

sebagai dasar melaksanakan fungsi pengawasan bahan baku.

Dari definisi diatas perencanaan persediaan harus mampu memecahkan masalah


terhadap keperluan persediaan. Perencanaan persediaan mempunyai tujuan pokok agar
persediaan tersedia dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan proses produksi atau permintaan
langganan dan dengan biaya terendah.

2.3 Pengawasan Persediaan


Menurut Supriyono (2000:257) pengertian dari pengawasan persediaan bahan adalah :
Sebagai suatu fungsi terkoordinasi dalam organisasi yang terus menerus disempurnakan
untuk meletakkan pertanggungjawaban atas pengelolaan bahan baku dan persediaan
pada umumnya, serta menyelenggarakan suatu pengendalian internal yang menjamin
adanya dokumen dasar pembukuan yang mendukung sahnya suatu transaksi yang
berhubungan dengan bahan baku.

Ahyari (1999:56) menambahkan cara melakukan pengawasan fisik terhadap persediaan


barang adalah :
a. setelah bahan baku diterima, pada umumnya segera dimasukkan kedalam gudang
fasilitas penyimpanan bahan baku
b. penulisan identitas yang jelas bagi masing-masing gudang dan isinya untuk
mencegah terjadinya kekeliruan atau pencampuran bahan baku
c. pembungkusan/pengepakan yang cukup baik agar tidak terjadi kerusakan selama
masa tunggu
d. pengadaan bahan untuk mencegah terjadinya penungguan yang tidak merata
e. untuk bahan baku yang punya batas waktu penggunaan, maka batas waktu
tersebut harus ditulis agar bahan tidak kadaluarsa

f. mengadakan pemeriksaan gudang atau perhitungan fisik (stock opname) secara


berkala, misal sebulan sekali atau akhir periode.

Dari pengertian pengawasan persediaan diatas, dapat dilihat bahwa pengawasan


persediaan bahan tidak hanya meliputi pengawasan terhadap fisik bahan tersebut saja, tetapi
juga meliputi pengawasan akuntansi yakni menyangkut semua prosedur, dokumen, dan catatan
pengawasan bahan baku serta dapat dipercayanya catatan keuangan yang mendukung kebenaran
nilai transaksi tersebut.

2.4 Kuantitas Pemesanan Ekonomis (EOQ)


Menghindari kekurangan dan kelebihan persediaan yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan produksi. Beberapa hal yang dianggap penting menurut Ahyari dalam bukunya
efisiensi persediaan bahan (1999:48) yaitu : waktu rata-rata yang diperlukan untuk memesan,
pemakaian rata-rata dalam waktu rata-rata, biaya untuk menyimpan apabila ada persediaan yang
berlebih, dan kerugian yang mungkin bila persediaan berkurang.
Economic Order Quantity (EOQ) merupakan salah satu model manajemen persediaan, model
EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang dapat meminimalkan
biaya penyimpanan dan biaya pemesanan persediaan. Economic Order Quantity (EOQ) adalah
jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan
sebagai jumlah pembelian yang optimal.
Dalam kegiatan normal Model Economic Order Quantity memiliki beberapa
karakteristik antara lain :
a.

jumlah barang yang dipesan pada setiap pemesanan selalu konstan,

b. permintaan konsumen, biaya pemesanan, biaya transportasi dan waktu antara pemesanan
barang sampai barang tersebut dikirim dapat diketahui secara pasti, dan bersifat konstan,
c. harga per unit barang adalah konstan dan tidak mempengaruhi jumlah barang yang akan
dipesan nantinya, dengan asumsi ini maka harga beli menjadi tidak relevan untuk
menghitung EOQ, karena ditakutkan pada nantinya harga barang akan ikut dipertimbangkan
dalam pemesanan barang,
d. pada saat pemesanan barang, tidak terjadi kehabisan barang atau back order yang
menyebabkan perhitungan menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, manajemen harus menjaga
jumlah pemesanan agar tidak terjadi kehabisan barang,
e.

pada saat penentuan jumlah pemesanan barang kita tidak boleh mempertimbangkan

biaya kualitas barang,


f.

biaya penyimpanan per unit pertahun konstan.

Besarnya EOQ dapat ditentukan dengan berbagai cara, menurut Hansen dan Mowen
(2005:472) Economic Order Quantity akan menentukan jumlah pesanan persediaan yang
meminimumkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

Rumus EOQ :

EOQ =

Atau ;
EOQ =

TC

DxC+

xS+

TC

Total biaya pemesanan dan biaya penyimpanan

Jumlah (dalam unit) yang dibutuhkan selama satu periode tertentu,


misalnya satu tahun.

xH

Biaya pesanan setiap kali pesan.

Harga pembelian per unit yang dibayar.

Biaya penyimpanan dan pemeliharaan digudang dinyatakan dalam


persentase dari nilai rata-rata dalam rupiah dari persediaan.

Biaya Penyimpanan per unit barang per tahun (Rp/unit/tahun)


=

Jumlah (berapa kali) pesanan periode waktu (jumlah/pesanan/tahun)

Persediaan rata-rata

Dengan adanya hal diatas, maka persediaan pengaman merupakan suatu sarana pencegah
terjadinya kekurangan persediaan. Persediaan pengaman yang paling optimal adalah jumlah
yang menghasilkan biaya paling rendah dalam suatu periode.

2. 5 Titik Pemesanan Ulang (Reorder Point/ROP)


Reorder Point ialah saat atau titik dimana harus diadakan pesanan lagi sedemikian rupa
sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan itu tepat pada waktu dimana
persediaan diatas safety stock sama dengan nol. Dalam penentuan/penetapan Reorder Point
haruslah kita memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
a. penggunaan barang selama tenggang waktu mendapatkan barang (procurement lead
time),
b. besarnya safety stock.

Reorder Point dapat ditetapkan dengan berbagai cara, antara lain dengan :
1) menetapkan jumlah penggunaan selama lead time dan ditambah dengan persentase
tertentu. Misalnya ditetapkan bahwa safety stock sebesar 50% dari penggunaan selama lead
time dan dtetapkan bahwa lead timenya adalah 6 hari, sedangkan kebutuhan barang setiap

harinya adalah 3 unit/hari.


ROP

(6 x 3) + 50% (6 x 3)

= 18 + 9
= 27 unit,
2) dengan menetapkan penggunaan selama lead time dan ditambah dengan penggunaan
selama periode tertentu sebagai safety stock, misalkan kebutuhan selama 4 hari.
ROP

= (6 x 3) + (4 x 3)
= 18 + 12
= 30 unit

Dari contoh yang terakhir ini dapatlah dikatakan bahwa reorder point-nya adalah pada jumlah
30 unit, ini berarti bahwa pesanan harus dilakukan pada waktu jumlah persediaan tinggal 30
unit.

2. 6 Kerangka Konseptual

PT. FASTFOOD INDONESIA CABANG MEDAN

o Persediaan Pengaman
o Penggunaan Persediaan
Perhari
o Waktu tunggu

Anggaran Persediaan

Biaya Penyimpanan

Biaya Pemesanan

Sumber Penulis, 2009

Gambar . 2. 2
Kerangka Konseptual

Perusahaan ini merupakan perusahan dagang yang memiliki perencanaan dan


pengawasan dalam mengelola persediaan. Namun dalam penentuan jumlah pesanan penulis
menggunakan Metode Economic Order Quantity untuk mengetahui biaya penyimpanan dan
biaya pemesanan yang paling ekonomis. Dalam pemesanan kembali (Reorder Point) untuk
memperoleh persediaan pengaman yang optimal, penggunaan persediaan perhari dan waktu
tunggu yang efektif dan efisien.

3. Metode Penelitian

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis terdiri dari dokumentasi, wawancara
dan kepustakaan.
a. Dokumentasi, teknik pengumpulan data dengan melakukan pendataan langsung
terhadap dokumen-dokumen yang ada pada PT. FastFood Indonesia Cabang Medan seperti
bukti biaya pemesanan, bukti biaya penyimpanan barang dan lain sebagainya,
b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang menggunakan pertanyaan secara lisan
dan diskusi langsung kepada pihak perusahaan. Seperti : Bagian Logistik, Bagian Akuntansi,
dan Bagian Keuangan.
c. Kepustakaan, penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data dengan
membaca dan mempelajari dari buku-buku dan teori yang berkaitan dengan judul.
Untuk menganalisis data yang diperoleh, maka penulis menggunakan metode deskriptif
yaitu suatu metode yang dilakukan dimana data yang telah diperoleh dari hasil penelitian
dikumpulkan, disusun, di interpretasikan dan dianalisis sehingga memberikan keterangan yang
lengkap bagi pemecahan masalah yang dihadapi, hasilnya kemudian dibandingkan dengan
kebijakan yang diterapkan perusahaan, jika perusahaan menggunakan Metode Economic Order
Quantity terhadap Perencanaan dan Pengawasan Persediaan untuk diambil kesimpulan dan

saran.

4. Hasil Analisis

4.1 Penentuan Pemesanan Persediaan Barang Dagangan dengan Metode Economic


Order Quantity (EOQ)
Pada bagian ini akan dibahas mengenai perhitungan persediaan barang dagangan dengan
Metode Economic Order Quantity (EOQ) yang dapat meminimalkan biaya persediaan nantinya
untuk barang Pepsi Cola.
a. Penentuan Pemesanan Persediaan Barang dagangan dengan Metode EOQ terhadap
Pepsi Cola.
Perhitungan Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ) Pepsi Cola adalah ;
Jumlah penggunaan Pepsi Cola selama 1 tahun

1100 BIB

BIB adalah Bag In the Box (1 BIB = 23,55 kg)


Biaya pemesanan setiap kali pesan
Harga pembelian per unit yang dibayar

= Rp. 4.625,= Rp. 70.650,-

Biaya penyimpanan setiap tahunnya (70.650 x 25%)


Diketahui ;
D

1100 BIB

Rp. 4.625,-

Rp. 70.650,-

Rp. 17.662,5,- (70.650 x 25%)

EOQ

Jawaban ;

= Rp. 17.662,5,-

EOQ

Pemesanan Pepsi Cola dalam 1 tahun :

BIB

45,8

kali

Total biaya pemesanan dan biaya penyimpanan Pepsi Cola yang paling ekonomis yang
dibutuhkan dalam 1 tahun adalah :
TC

TC24 =

DxC+

xS+

(1100 x 70.650) +

xH

x 4.625 +

Rp. 77.715.000 + Rp. 211.979 + Rp. 211.950

Rp.

x 17.662,5

Ini berarti, cara pemesanan yang paling ekonomis ialah pemesanan Pepsi Cola sebanyak
24 BIB setiap kali pesan, yang ini berarti bahwa kebutuhan akan Pepsi Cola sebanyak 1100 BIB
selama 1 tahun akan dipenuhi dengan 46 kali pesanan dengan jumlah pesanan 24 BIB. Pada
jumlah pesanan inilah tercapainya biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang minimal.
Dari hasil perhitungan diatas penulis akan mencoba menganalisa hasil perhitungannya,
apakah total biaya persediaan tersebut merupakan biaya yang paling rendah, apabila setiap kali
pesan jumlah persediaan Pepsi Cola yang dipesan di bawah atau diatas EOQ (24 BIB).
Jika, Perhitungan TC pada pemesanan Pepsi Cola = 20 BIB

TC20 =

(1100 x 70.650) +

x 4.625 +

Rp. 77.715.000 + Rp. 254.375 + Rp. 176.625

Rp.

x 17.662,5

Jika, Perhitungan TC pada pemesanan Pepsi Cola = 27 BIB


TC27 =

(1100 x 70.650) +

x 4.625 +

Rp. 77.715.000 + Rp. 188.426 + Rp. 238.444

Rp.

x 17.662,5

Dari data diatas, terlihat bahwa perhitungan pesanan persediaan barang dengan
menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) akan meminimalkan pengeluaran biaya
penyimpanan dan biaya pemesanan. Total biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan barang
juga dapat digunakan seefisien mungkin dan menghindarkan terjadinya persediaan yang
menumpuk dan mengantisipasi kekurangan persediaan. Dari contoh Pepsi Cola diatas, total
biaya pada pesanan 20 BIB Rp. 78.146.000,- lebih rendah Rp. 7.071,- (Rp. 78.146.000 - Rp.
78.138.929) dari total biaya pada pesanan 27 BIB Rp. 78.141.870,- juga lebih rendah Rp.
2.941,- (Rp. 78.141.870 - Rp. 78.138.929). Artinya bahwa jumlah pesanan sebanyak 24 BIB
dan dengan 46 kali pesanan dalam 1 tahun dengan total biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan persediaan sebesar Rp. 78.138.929,- akan meminimalkan biaya biaya
persediaan, dimana barang yang dipesan sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan.

4.2 Penentuan Titik Pemesanan Ulang (Reorder Point) Persediaan Barang Dagangan

Dilihat dari contoh masalah pada PT. FastFood Indonesia cabang Medan, diketahui juga
bahwa permintaan persediaan Pepsi Cola setiap penggunaannya di asumsikan 3 BIB dan waktu
tunggunya adalah 5 hari, maka titik pemesanan ulangnya dapat ditentukan yaitu :
d

= 3 BIB

= 5 hari

Reorder Point dapat ditetapkan dengan berbagai cara, antara lain dengan :
a. menetapkan jumlah penggunaan selama lead time dan ditambah dengan persentase
tertentu. Misalnya ditetapkan bahwa safety stock sebesar 60% dari penggunaan selama lead
time dan dtetapkan bahwa lead timenya adalah 5 hari, sedangkan kebutuhan barang setiap
harinya adalah 3 BIB/hari.
ROP

= (5 x 3) + 60% (5 x 3)
= 15 + 9
= 24 BIB

b. dengan menetapkan penggunaan selama lead time dan ditambah dengan penggunaan
selama periode tertentu sebagai safety stock, misalkan kebutuhan selama 4 hari,
ROP

= (5 x 3) + (4 x 3)
= 15 + 12
= 27 BIB

Dari contoh yang terakhir ini dapatlah dikatakan bahwa reorder point-nya adalah pada jumlah
27 BIB, ini berarti bahwa pesanan harus dilakukan pada waktu jumlah persediaan tinggal 27
BIB. Untuk titik pemesanan ulang atau Reorder Point seperti pembahasan diatas yaitu pada saat
Pepsi Cola tinggal 27 BIB artinya adalah pesanan persediaan barang akan dilakukan kembali
ketika tingkat persediaan Pepsi Cola tersisa 27 BIB.
Apabila ditinjau kembali untuk proses perencanaan dan pengawasan persediaan barang
dagang yang diterapkan oleh PT. FastFood Indonesia cabang Medan yaitu penentuan jumlah
pesanan persediaan barang dagangan didasarkan oleh apabila persediaan barang akan habis atau

berdasarkan kebutuhan pada waktu sebelumnya tanpa mempertimbangkan secara khusus jumlah
biaya biaya persediaan yang akan terjadi untuk mendapatkan persediaan barang dagangan
yang dapat memenuhi permintaan konsumen. Hal ini akan menimbulkan masalah dalam
operasional perusahaan, karena fluktuasi permintaan dan harga barang tidak selalu sama dari
waktu kewaktu.

5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penyajian dan hasil penelitian yang disampaikan oleh penulis pada bab
sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan memcoba menarik kesimpulan dan memberikan
saran-saran sebagai masukan agar tujuan perusahaan dapat tercapai.
1.
Dilihat dari total biaya pada pemesanan persediaan Pepsi Cola untuk tahun 2008
sebesar Rp. 78.146.000,- dengan 20 BIB setiap kali pesan dan frekwensi pemesanannya
sebanyak 55 kali dalam setahun, sedangkan pada perhitungan Metode Economic Order
Quantity (EOQ) jumlah pemesanan Ekonomis Persediaan Pepsi Cola sebanyak 24 BIB
setiap kali pesan dan frekwensi pemesanannya sebanyak 46 kali dalam setahun dengan
total biaya pemesanan sebesar Rp. 78.138.929,- dapat menghemat biaya sebesar Rp.
7.071,-. Hal ini menunjukkan bahwa teknik perencanaan persediaan yang diterapkan
perusahaan kurang efektif dan kurang efisien dalam meminimalkan biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan dan upaya mengurangi resiko penumpukan atau kekurangan
persediaan,
2.
PT. FastFood Indonesia cabang Medan sering tidak memperhitungkan batas
persediaan minimum. Hal ini akan mengakibatkan resiko fatal akibat kehilangan penjualan
apabila tidak dievaluasi,
3.

Dalam hal pengadaan persediaan biaya-biaya yang diperhitungkan oleh perusahaan

adalah biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost).

Saran
Dari kesimpulan kesimpulan yang dikemukakan diatas, maka penulis memberikan
beberapa saran yang mungkin akan berguna bagi perusahaan.
1.
Menurut penulis ada baiknya perusahaan menggunakan Metode Economic Order
Quantity (EOQ) ataupun metode persediaan lain untuk melaksanakan perencanaan
persediaannya. Sistem tradisional sudah dapat ditinggalkan. Apabila sistem tradisional ini
terus - menerus digunakan, biaya persediaan akan semakin besar sehingga efisiensi biaya
perusahaan tidak dapat tercapai,

REFERENCES

Ahyari, Agus, 1999. Efisiensi Persediaan Bahan, Edisi Kedua, Cetakan Kelima,
Penerbit Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
hal 35, 56 dan 48.

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Jurusan Akuntansi 2004. Buku Petunjuk
Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi, Medan.

Garrison, Ray., Noreen, Eric., 2000. Akuntansi Manajerial, Edisi Pertama, Jilid Dua,
Buku Satu, Penerjemah Totok Budisantoso, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, hal 3.

Hansen, Don R,. Mowen, Maryjanne M., 2005. Akuntansi Manajemen, Edisi Ketujuh,
Cetakan Pertama, Buku 2, Penerjemah Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta, hal 472.
Ikatan Akuntan Indonesia., 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Per September 2007,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta, hal 14.1.

Niswonger, C. Rollin E,Fees, Carl S Warren, 2000. Prinsip-Prinsip Akuntansi, Edisi


Kesembilanbelas, Cetakan Pertama, Jilid Satu, Penerjemah Alfonsus Sirait dan Helda
Gunawan, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal 359.

Rangkuty, Freddy, 2004. Manajemen Persediaan, Edisi Dua, Cetakan Keenam,


Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 9.

Riyanto, Bambang, 2001. Dasar Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat,


Cetakan Ketujuh, Penerbit Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, hal 78.

Smith, Jay M., Skousen, K. Fred., 2001. Intermediate Accounting, Edisi


Kesembilanbelas, Cetakan Keempat, Jilid 1, Buku Satu, Penerjemah Alfonsus Sirait,
Penerbit Erlangga, Jakarta, 326.

Supriyono, A. R, 2000. Perencanaan dan Pengendalian Biaya serta Pembuatan


Keputusan, Edisi Kedua, Cetakan Keempat, Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hal 257.

Usry, Milton F., Lawrence, H. Hammer., 2004. Akuntansi Biaya Perencanaan Dan
Pengendalian, Edisi Kesepuluh, Cetakan Kelima, Jilid Satu, Penerjemah Alfonsus
Sirait dan Herman Wibowo, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal 25.

Comments
You do not have permission to add comments.
Sign in|Recent Site Activity|Report Abuse|Print Page|Powered By Google Sites

Você também pode gostar