Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DPRD PROVINSI BALI (Studi Pengawasan Pada Partai PDIP, Golkar, Demokrat, ) 1
The supervision of political parties to their cadres at legislative assembly of Bali
Province (Study of Supervision Political Parties of PDIP, Golkar, Demokrat)
Oleh : Bandiyah2
1. Pendahuluan
Indonesia di masa Orde Baru penyelenggaraan pemerintah didominasi oleh
eksekutif dan memposisikan Dewan Perwakilan Rakyat
Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga yang hanya bekerja mengamini semua
keputusan politik rezim. Eksekutif tidak hanya menjalankan fungsi kebijakan semata,
namun sekaligus menjadi penentu akhir semua kebijakan. Kooptasi eksekutif yang sangat
kuat tersebut merupakan cerminan dari sistem pemerintah yang executive heavy dan
menyebabkan tidak bekerjanya system dispersion of power dan check and balances.
Dalam sistem yang cenderung totalitarian tersebut dapat dipastikan akuntabilitas
pemerintah buruk karena lemahnya fungsi kontrol. Ketika sistem pemerintahan bergeser
kearah menguatnya lembaga legislatif, peluang bagi lahirnya pengelolaan kekuasaan
yang lebih akuntabel juga terbuka bagi Dewan Perwakilan Rakyat untuk menjadi
lembaga yang kuat. Di tambah dengan karakter Dewan Perwakilan Rakyat yang plural,
maka besar harapan untuk membangun sistem pemerintahan dengan check and balances
dapat terwujud. Namun yang kita lihat pluralisme kepentingan telah menjadi karakter
lembaga perwakilan yang menunjukkan adanya collective action untuk merampok negara
yang dilakukan oleh sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Tidak terkendalinya
perilaku negatif anggota dewan tersebut dikarenakan lemahnya mekanisme akuntabilitas
lembaga perwakilan di republik ini. Pelembagaan demokrasi perwakilan di Indonesia
nampaknya baru sampai di level memberikan kekuasaan politik yang kuat kepada Dewan
Penelitian ini dibiayai Dari dana DIPA Universitas Udayana TA- 2012. Dengan Surat Perjanjian
Pelaksanaan Kegiatan (Kontrak) Nomor:./UN.14/LPPM/KONTRAK/2012, tanggal 16 Mei 2012
2
Penulis adalah Staf Pengajar di Prodi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Udayana Bali
Perwakilan Rakyat, namun mekanisme kontrol atas kekuasaan politik yang kuat tersebut
belum dibakukan.
Anggota DPR sebagai wakil rakyat dan wakil partai belakangan ini banyak
terkuak kasus-kasus yang sangat memprihatinkan. Fenomena seperti terbongkarnya kasus
penyuapan, bagi-bagi uang, dan skandal seks telah menjadi kebiasaan di sebagian
kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terhormat. Setelah
kasus penyuapan berkait dengan pengalihan fungsi hutan di beberapa kawasan di
Sumatera, skandal seks, skandal undang-undang Bank Indonesia, kasus jalan-jalan, studi
banding keluar negeri serta skandal BLBI, dan terakhir tertangkapnya anggota Dewan
Perwakilan Rakyat yang menerima uang suap terkait dengan pembangunan wisma atlet di
Jaka Baring Palembang. Dikuti dengan terkuaknya kasus Pencucian uang dan korupsi
dana infrastruktur daerah (red : Kompas; edisi Mei-September 2012 ) dan masih banyak
lainnya.
Ketika pemerintahan Orde Baru penentuan kebijakan di tangan eksekutif
menimbulkan banyak penyimpangan. Demikian setelah reformasi kebijakan cenderung
diberikan kepada legislatif, menunjukkan hal yang sama terjadinya penyimpangan.
Pengawasan terhadap anggota dewan melalui jajaran anggota dewan dengan di bentuknya
Badan Kehormatan dan pengawasan dari partai politik yang mempunyai perwakilan di
Dewan Perwakilan Rakyat sepertinya belum efektif.
Seperti pada kasus-kasus di Dewan Perwakilan Rakyat /Daerah bila ada
anggota dewan yang tersangkut korupsi, partai yang menjadi kendaraan politiknya
dengan mudah memecatnya atau langsung mengadakan PAW (Pergantian Antar Waktu).
PAW juga berlaku bagi anggota dewan yang kritis dan mangkir, seperti tidak menyetujui
hasil keputusan dan kesepakatan partai. Dalam hal ini, posisi Partai Politik haruslah
dipertanyakan tanggungjawabnya atas pengawasan terhadap kadernya yang duduk
sebagai anggota dewan. Apakah saat penentuan sesuatu hal yang akan dirumuskan di
parlemen, anggota dewan terlebih dahulu membicarakan pada tingkat rapat di partai
politiknya. Bila hal ini telah dilakukan pada masing-masing partai yang memiliki
keterwakilan di dewan, maka seharusnya partai juga ikut bertanggungjawab dalam
penentuan keputusan pada jajaran dewan. Sehingga, partai politik tidak dengan semenamena memecat kadernya yang duduk di dewan bila tersangkut permasalahan. Selama ini
partai politik hanya ingin mencari bersih saja, tapi tidak memberikan solusi dan
perlindungan terhadap kadernya sebagai bentuk adanya tanggungjawab karena kelakuan
dari kadernya yang menyimpang. Ini terjadi pada kasus anggota dewan di DPR RI
maupun pada tingkat DPRD.
Sebagai representasi keterwakilan partai, anggota dewan (DPR/DPRD)
selayaknya diberikan perlindungan dan pengawasan secara akuntabel bila kadernya
terlibat masalah, sehingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat/ Daerah merasakan adanya
amanat rakyat dan tanggung jawab untuk dapat melaksanakan berbagai kepentingan
partainya dengan baik dan jujur Di parlemen. Namun demikian, yang terjadi eksistensi
Partai hanya menekankan perilaku politisi bagi kadernya yang duduk di dewan agar
membangun citra positif partai di mata publik. Partai politik pun akhirnya lebih memilih
menjaga citra partai dan lepas tanggung jawab dalam pengawasan terhadap kadernya.
Peristiwa-peristiwa dan fenomena munculnya korupsi pada anggota dewan yang kian
marak terjadi dapat dipengaruhi oleh beerapa hal salah satunya rekruitmen partai
terhadap kadernya yang tidak akuntabel dan berkualitas dan juga dapat dilihat dari sistem
pengawasan partainya yang sangat lemah.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana bentuk pengawasan
partai politik yang dilakukan terhadap anggota DPRD Propinsi Bali (DPRD Bali sebagai
studi kasus daerah) dan apakah partai-partai tersebut telah melakukan fungsi
pengawasannya. Partai politik yang akan dijadikan kajian penelitian ini adalah partaipartai yang memiliki kursi terbanyak di DPRD Provinsi Bali sejak pemilu tahun 2004
sampai 2009. Partai tersebut meliputi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
Partai Demokrat (PD), dan Partai Golongan Karya (Golkar).
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan yang akan
diteliti adalah :
1. Apakah partai politik dapat melakukan fungsi pengawasan kepada kadernya yang
duduk di DPRD secara optimal?
2. Bagaimana bentuk pengawasan Partai Politik terhadap keterwakilan anggotanya
di DPRD Propinsi Bali ?
3. Tinjauan Pustaka
4. Metode Penelitian
1.
Jenis Penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut Singarimbun
(1989:34), penelitian deskriptif yakni penelitian yang dimaksudkan untuk eksplorasi dan
klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial. Pendekatan yang digunakan
adalah studi kasus (case study), yakni pendekatan penelitian yang penelaahannya
diarahkan kepada suatu kasus secara intensif mendalam, dan mendetail serta
komprehensif. Dalam penelitian ini kasus-kasus seperti keterlibatan korupsi atau
penyalahgunaan wewenang anggota dewan baik dari partai PDIP, Golkar, Demokrat
akan dijadikan bahan diskusi dan case study lebih lanjut. Fokus penelitian adalah untuk
mengetahui bentuk-bentuk pengawasan terhadap anggota DPRD Propinsi Bali dan
apakah partai politik yang memiliki wakil-wakil di DPRD dapat melakukan pengawasan
kepada kader-kadernya yang duduk di DPRD Propinsi Bali.
2.
Sumber Data
a. Informan
Dalam konteks penelitian kualitatif responden lebih dikenal dengan informan.
Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan system purposive dengan
memperhitungkan ketersediaan data. Teknik ini dipilih karena setiap informan tidak
memiliki pengetahuan yang sama terhadap wacana fungsi pengawasan. Oleh karena
itu, subyek yang dipilih adalah informan yang dapat menguasai informasi sesuai dengan
masalah penelitian. Penentuan jumlah informan dalam penelitian ini tidak harus
representatif karena dalam penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi, namun
demikian, dengan system purposive bertujuan untuk menjaring sebanyak mungkin
informasi dari pelbagai sumber .
b. Tempat dan peristiwa
Penelitian ini mengambil tempat di Propinsi Bali. Berbagai peristiwa yang
berkaitan dengan masalah fokus penelitian, antara lain meliputi: pengawasan kepada
anggota DPRD di Propinsi Bali selama ini dan pengawasan partai politik yang
mempunyai keterwakilan di DPRD Propinsi Bali.
Teknik Pengumpulan Data
a.
Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan dan
pencatatan secara langsung di lokasi penelitian atas gejala-gejala yang ada kaitannya
dengan objek yang akan diterliti.
b.
Wawancara
Pengumpulan data primer, yakni data dari nara sumber atau informan dilakukan
dengan teknik wawancara. Melalui teknik ini diharapkan dapat dikumpulkan data
mengenai pengalaman, gagasan, pendapat atau pandangan informan menyangkut
berbagai hal terkait dengan fokus penelitian. Informan yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi para pelaku yang menduduki kursi Anggota Dewan baik dari partai
No
Nama Lembaga
1.
2.
6.
c.
Dokumentasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengutip dan meneliti
3.
Studi ini dilakukan dengan mengambil data hasil wawancara dengan beberapa
narasumber dan informan baik dari pengurus partai dan anggota dewan fraksi partai
PDIP, Golkar dan Demokrat dan juga wartawan. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) di tahun 2009 adalah partai yang memiliki keterwakilan anggota DPRD terbesar
di Provinsi Bali sebanyak 24 kursi. Kedua adalah Partai Golkar 12 kursi, serta Demokrat
10 kursi.3. Selama dua kali periode pemilihan umum di Provinsi Bali dari tahun 2004 dan
2009, ketiga partai ini (PDIP, Golkar dan Demokrat) selalu menjadi representasi pilihan
bagi para pemilih masyarakat Bali.
besar PDI Perjuangan diserbu dan dijadikan killing field oleh ORBA dan agen-agennya
yaitu pembunuhan dan penyembelihan lebih dari seratus kader partai dalam suatu operasi
militer yang terorganisir sempurna,
Sejarah panjang PDI-Perjuangan sebagai partai politik penuh warna dan
dinamika. Sejarah tersebut dapat ditelisik dalam dua periode. Periode pertama, pada
masa Orde Baru. Pada masa ini pernah terjadi pemfusian partai politik berdasarkan garis
ideologinya. Kuatnya intervensi rejim yang sedang berkuasa dengan kesadaran akan
tanggung jawab mewujudkan cita-cita luhur tersebut, guna memenuhi tuntutan
perkembangan zaman yang ada, maka PNI, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai
Katholik, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), dan MURBA, pada tanggal
9 Maret 1970 terpaksa membentuk kelompok demokrasi pembangunan, yang kemudian
dikukuhkan dengan pernyataan bersama kelima Partai politik tersebut pada tanggal 28
3
Oktober 1971. Dan akhirnya pada tanggal 10 Januari 1973 melakukan langkah strategis
memfusikan diri menjadi satu wadah perjuangan politik rakyat berdasarkan Pancasila
dengan nama Partai Demokrasi Indonesia (PDI) 4. Pada penutupan kongres kedua PDI di
Jakarta pada tanggal 17 Januari 1981 kelima partai yang berfusi tersebut menegaskan
bahwa perwujudan fusi telah paripurna, serta menyatakan pengakhiran eksistensi masingmasing.
Periode kedua, terjadi pada masa awal reformasi. Diawali dengan tekanantekanan politik yang dialami Megawati Soekarno Putri sebagai ketua umum partai, ada
upaya elit-elit partai politik ini untuk melakukan transformasi politik dengan usaha
pergantian nama dari PDI ke PDI-Perjuangan. Upaya ini dilakukan, karena adanya klaim
kepemimpinan yang sah kedalam struktur partai, sehingga menyebabkan dualisme
kepemimpinan dalam kepengurusan partai tersebut. Transformasi ini didorong oleh
tuntutan perkembangan situasi dan kondisi politik nasional yang terjadi, sehingga
berdasarkan hasil keputusan kongres kelima Partai Demokrasi Indonesia di Denpasar
Bali, maka pada tanggal 1 Februari 1999, PDI telah mengubah namanya menjadi PDI
Perjuangan, dengan asas Pancasila dan bercirikan kebangsaan, kerakyatan dan keadilan
sosial5.
Ditingkat lokal, PDI-Perjuangan telah memainkan peran politik yang sangat
penting. Bahkan di provinsi ini PDIP selama tiga kali periode pemilu dari tahun 1999
hingga 2009 selalu meraih sukses besar dengan perolehan suaranya. Misalnya tahun 1999
partai ini meraih pemenangan pemilu dengan perolehan suara yang sangat
mencengangkan 70 % dan mengalahkan partai-partai yang lain.
1999
70,9
39
Arbi Sanit (1981), Sistem Politik Indonesia; kestabilan, peta kekuatan politik dan pembangunan, Jakarta,
PT Raja Grafindo Persada.
5
Piagam Perjuangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan. Ketetapan kongres III PDI-Perjuangan Denpasar Bali, Tanggal 06 09 April 2010,
No. 09/TAP/KONGRES III/PDI-P/2010
2004
51,34
30
2009
40,94
24
Wawancara dengan I Wayan Sutena, Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD PDIP Provinsi Bali, Denpasar
7 Juni 2012
7
wawancara dengan I Wayan Sumiati, Pengurus dan anggota DPRD PDI Perjuangan prov. Bali, Denpasar,
5 Juni 2012
8
Ibid
Fraksi Pesatuan Daulatul Ummah, serta Siswono Yudo Husodo yang dicalonkan oleh 88
anggota MPR secara perorangan.
Pada pemilihan putaran pertama, SB Yudhoyono berhasil meraih 122 suara dari
total 613 suara, sehingga menduduki urutan ketiga dan berhak mengikuti putaran kedua.
Uruta pertama diraih oleh Hamzah Haz (238 suara) sedagkan urutan kedua diduduki oleh
Akbar Tanjung (177 suara). Pada putaran kedua SB Yudoyono tetap berada di urutan
ketiga sehingga gagal masuk pada pemilian putaran ketiga yang hanya memajukan
Akbar tanjung dan Hamzah haz.
Kekalahan Susilo Bambang Yudhoyono kemudian memotivasi beberapa anggota
MPR untuk mendirikan sebuah partai politik sebagai kendaraan politik bagi Susilo
Bambang Yudhoyono. Selain itu, kurangnya perhatian partai-partai politik yang ada saat
ini untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat juga ikut melatarbelakangi
berdirinya partai Demokrat9.
Partai demokrat memang mempunyai kedekatan historis dengan sosok SBY.
Selain ide pembentukan partai ini juga merupakan sumbangan dari SBY sendiri, tanggal
kelahiran partai juga sengaja diambil dari tanggal dan bulan kelahiran SBY, meskipun
demikian, hingga akhiir 2003 SB Yudoyono sendiri tidak duduk dalam jajaran
kepengurusan partai, akan tetapi istrinya Kristiani Herawati menjabat sebagi wakil ketua
umum partai. Setelah pendirian pengurus partai democrat segera melakukan ekspansi
Kiprah Partai Demokrat ditingkat Provinsi Bali menunjukkan posisi yang sangat
penting. Ini terbukti dengan pesatnya perolehan suara yang diperoleh melalui proses
pemilu legislatif 2009 lalu (10 kursi). Bila dibandingkan pemilu 2004 Partai Demokrat
belum sama sekali mendapatkan simpati masyarakat utamanya lapisan masyarakat yang
berada dikalangan bawah dan hanya mendapatkan 3 kursi di DPRD Provinsi Bali.
Perolehan suara Demokrat yang kian meningkat menunjukkan bahwa partai ini cukup
menjanjikan dan dapat eksis di pulau Dewata.
Ketika ditelusuri dengan beberapa data dan riset ternyata faktor figur SBY
memberikan pengaruh cukup penting dalam perolehan suara pemilu. Sama seperti partai
besar lain seperti partai Golkar, PDI-P dan PPP mempunyai basis massa yang sama.
9
Daniel Dakidae, Partai-partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program 2004 dan 2009, PT Kompas
Media Nusantara, Jakarta, 2004.
Kursi DPRD
1999
2004
5,53
2009
14,61
10
1999
2004
18,1
14
2009
16,76
12
Awal mula nama Partai Golkar adalah Sekber Golkar yang didirikan pada tanggal
20 Oktober 1958 yaitu pada masa akhir pemerintahan Soekarno, oleh angkatan darat
(AD) partai ini dilahirkan kembali untuk menandingi pengaruh partai komunis Indonesia
dalam
kehidupan
politik.
Sekber
Golkar
merupakan
wadah
dari
golongan
10
Wawancara dengan Anak Agung Sudewa/ Ketua Divisi Pembinaan Kader dan Organisasi DPD
Demokrat Bali. Wawancaran 28 Juni 2012
berdampak para perubahan paradigma baru pada tubuh Golkar dengan recall aspek partai
pembaharuan. Aspek pembaharuan ditujukan melalui perubahan struktur atau
kelembagaan dan aspek kesinambungan, tetapi tetap berideologi Pancasila dan doktrin
karya kekaryaan. Pembaharuan ini dimaksudkan untuk meluruskan sejumlah kekeliruan
lama dan diarahkan untuk mewujudkan partai Golkar yang mandiri, demokratis, kuat,
solid, berakar dan responsif.
Paradigma Pembaharuan ini sebenarnya didorong dari alasan-alasan
partai
Golkar sendiri yakni jati diri dan watak Golkar sebagai kekuatan pembaru, yakni sebagai
partai yang melaksankan amanat penderitaan rakyat, untuk membangun masyarakat adil,
makmur, aman tertib dan sentosa (Ikar Panca Bakti Golongan Karya).
Paradigma baru Partai Golkar ini diwujudkan melalui pembaharuan internal, terutama
terhadap struktur atau kelembagaan organisasi yang membatasi kemandirian Partai
Golkar. Langkah-langkah pembaharuan tersebut diikuti diikuti dengan diwujudkannya
prinsip kedaulatan di tangan anggota. Yaitu mekanisme pengambilan setiap keputusan
organisasi dilakukan secara lebih terbuka, demokratis dari bottom-up
dan dengan
pemungutan suara secara langsung. Melalui mekanisme yang demokratis ini maka
terbukalah kader-kader untuk memimpin partai karena memang dalam perspektif
demokrasi kesempatan dan peluang perlu disediakan untuk semua, sehingga tidak terjadi
pemusatan pandangan pada pesona pigur tunggal yang mengarah pada kultus individu.
Implikasi dari partai pembaruan ini, bahwa Golkar menjadi benar-benar mandiri
dan mampu mewujudkan tegaknya asas kedalatan di tangan anggota sebagai salah satu
prinsip utama dari partai modern, demokratis dan emnegakar. Sehingga Partai Golkar
bertumpu hanya pada kekuatannya sendiri, tidak mengandalkan kekuatan dari luar
dirinya sendiri, dan selanjutnya dapat mengambil keputusan-keputusan organisasional
secara independent tanpa campur tangan dari pihak luar atau golongan manapun.
Melalui Paradigma baru ini doktrin Partai Golkar tetap sebagai kelajutan dari
secretariat bersama (SEKBER) GOLONGAN KARYA yang berpegang teguh tetap pada
doktrin karya kekaryaan , yaitu Karya Siaga Gatra aja, tetapi dipahami secara kreatif dan
dinamis sesuai dengan dinamika perkembangan jaman.
Nilai positif yang lain, bahwa kuatnya system Pembinaan dan pengkaderan di
Golkar pula berimplikasi pada penerapan tugas dalam jabatan, artinya setiap kader
Golkar tidak boleh merangkap jabatan baik di pengurus partai dan anggota legislatif
maupun eksekutif. Kebijakan ini sudah lama diterapkan dan memiliki alasan kuat bahwa
rangkap jabatan akan menghilangkan fungsi dan peran kader yang sesungguhnya.
Disamping rangkap jabatan membuat kinerja kader tudak optimal. Inilah salah satu nilai
yang membedakan Golkar dengan partai lain.
Semua Bentuk dan mekanisme pengawasan partai tertuang pada buku pedoman
AD/RT partai. Oleh karena itu setiap anggota, pegurus, dan kader-kader Golkar wajib
memiliki buku pedoman tersebut. Dan mekanisme untuk mengetahui informasi partai
yang update disediakan dalam rapat bulanan baik di tigkat DPC, DPD dan juga DPP.
Bentuk pengawasan Partai Golkar11 terhadap kadernya dapat dilihat pada
kewenangan fraksi partai di dewan. Sebab fraksi selain sebagai kepanjangan tangan dari
partai yang tidak saja mengetahui tentang partai, juga fraksi lebih mengetahui tindakan
dan kegiatan kadernya di lembaga legislatif. Kehadiran fraksi bagi Golkar adalah tempat
yang penting untuk mengontrol dan mengevaluasi kinerja anggota partainya. Fraksi
diberikan kebijakan-kebijakan khusus yang bersifat situasional yang tidak harus
menunggu keputusan dari DPP. misalnya fraksi diberi kewenangan untuk membuat
keputusan bila kadernya dianggap bersalah dengan penunjukan bukti-bukti yang valid.
berdasarkan kinerja dan evalusi wilayahnya.
I.
KESIMPULAN
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis temuan, studi ini menarik
kesimpulan sebagai berikut:
Partai Politik dalam studi ini (PDIP, Golkar, dan Demokrat) semuanya
mempunyai sistem pengawasan terhadap kader dan anggotanya yang duduk
sebagai anggota DPRD. Namun ketiga partai ini memiliki kesamaan dan
perbedaan di dalam implementasi pengawasannya.
11
Wawancara dengan Sri Wigunawati, Sekretaris DPD Golkar Provinsi Bali , tgl 25 Juni 2012