Você está na página 1de 14

1

Analisis Kebijakan Program Pembangunan dalam


Mengentaskan Kemiskinan di Kota Parepare Sulawesi Selatan
Oleh:
1

Muhammad Siri Dangnga, 2Abdul Azis Ambar, 3Abdul Azis, 4Muh. Ikbal
Putera

1
Agribisnis, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Parepare, Sulawesi Selatan
91132 Indonesia Tel: 08124257930 Fax: 62-4213311751, e-mail: muhammad.siri@gmail.com
2
Agribisnis, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Parepare, Sulawesi Selatan
91132 Indonesia Tel: 081328404757 Fax: 62-4213311751, e-mail:
azisumpar1972@gmail.com
3
Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Parepare, Sulawesi Selatan 91132
Indonesia Tel: 081343971667 Fax: 62-4213311751, e-mail: abdulazis_54@yahoo.co.id
4
Agribisnis,Fakultas Pertanian Peternakan dan Perikanan, Universitas Muhammadiyah
Parepare, Sulawesi Selatan 91132 Indonesia Tel: 081354654693 Fax: 62-4213311751, e-mail:
iqbalputera1@gmail.com

Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik masyarakat miskin di Kota
Parepare dan strategi pemerintah daerah dalam mengentaskan kemiskinan.
Menetapkan program pendampingan yang
dilakukan oleh pemerintah dan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat miskin. Menetapkan program yang diaplikasikan dalam meningkatkan
kemampuan perempuan dalam perekonomian. Penelitian ini dilaksanakan di Kota
Parepare dengan menerapkan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan
sasaran akhir dihasilkannya inovasi teknologi pada bidang Pengentasan Kemiskinan
di Kota Parepare khususnya dalam kebijakan pemerintah daerah, pendampingan,
perlindungan sosial dan rekayasa sosial guna meningkatkan pembangunan
berkelanjutan pada tingkat lokal maupun nasional. Karakteristik masyarakat miskin
di Kota Parepare pada umumnya tidak mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan hidupnya terkait dengan pengembangan ekonomi. Oleh karena itu
mereka lebih banyak membutuhkan bantuan dari program yang dilaksanakan oleh
Pemerintah
Daerah.
Pemerintah
telah
membentuk
Badan
Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah dan beberapa dinas yang ditunjuk untuk
melakukan aksi terkait dengan penanggulangan kemiskinan di bawah koordinasi
Sekretaris Daerah Kota Parepare. Rekapitulasi hasil evaluasi pelaksanaan Rencana
Kerja Dinas Sosial Kota Parepare pada Tahun 2015 yaitu pemberdayaan Fakir Miskin
Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) lainnya, Pengadaan sarana dan prasarana pendukung usaha bagi keluarga
miskin. Bimbingan sosial dan keterampilan berusaha bagi keluarga miskin. Capaian
hasil dari pendampingan YLP2EM selaku Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
dalam mengingkatkan kesejahteraan masyarakat miskin yaitu; Pengorganisasian
dan Penguatan Kelembagaan SDM, Pendataan Keluarga Miskin dan Perempuan
Miskin, Pengaduan Masyarakat, Pendampingan dan Advokasi Kebijakan.
Kata kunci: Kebijakan Program Pembangunan, Mengentaskan kemiskinan

Pendahuluan
Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (PUPT) adalah penelitian yang
mengacu pada bidang unggulan yang telah ditetapkan dalam Rencana
Induk Penelitian (RIP) UMPAR tentang keunggulan penelitian yaitu
Pengentasan Kemiskinan, Pembangunan SDM dan Rekayasa Teknologi.
Penelitian ini diarahkan untuk bersifat top-down atau bottom-up dengan
dukungan dana, sarana dan prasarana penelitian dari Ditjen Penguatan
Riset dan Pengembangan, dukungan UMPAR serta stakeholders yang
memiliki kepentingan secara langsung maupun tidak langsung.
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global. Artinya,
kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian
banyak orang di bumi ini. Meskipun dalam tingkatan yang berbeda, tidak
ada satupun negara dijagad raya ini yang kebal dari kemiskinan. Semua
negara di dunia ini sepakat bahwa kemiskinan merupakan problema
kemanusiaan yang menghambat kesejahteraan peradaban. Semua ummat
manusia di planet ini setuju bahwa kemiskinan harus dan bisa
ditanggulangi.
1. Kemiskinan Sebagai Masalah Sosial
Perkembangan iklim pembangunan sosial di Indonesia perlu
memperhatikan 3 hal yaitu: a. Menanggulangi kemiskinan (attacking
poverty); b. Membentuk solidaritas (bulding solidaity) dan c. Memperluas
kesempatan kerja (creating jobs) dalam rangka pembangunan sosial,
merupakan isu yang urgen perlu mendapat perhatian dari pemerintah
dan masyarakat Indonesia.
Menurut Soetomo (2012) Masalah kemiskinan merupakan salah satu
masalah yang paling dirasakan di negara-negara sedang berkembang,
sejak saat-saat awal kemerdekaannya bahkan sampai saat ini. Hal itu
dapat dipahami meningat bahwa pada masa penjajahan, usaha
masyarakat untuk mengembangkan diri dalam rangka meningkatkan
kualitas kehidupan banyak memperoleh hambatan. Disamping itu, juga
disebabkan oleh karena berbagai usaha untuk mendayagunakan sumbersumber dan potensi dalam masyarakat lebih banyak diorientasikan pada
kepentingan pemerintah kolonial. United Nation Mellenium Summith pada
September 2000, telah menghasilkan milenium deklaration. Dalam
deklarasi tersebut dirumuskan Milenium Develoment Goals (MDGs) yang
merupakan delapan tujuan yang hendak diwujudkan sampai tahun 2015
yang merupakan respon terhadap tantangan utama pembangunan pada
tingkat global. Diantara delapan tujuan tersebut, Pengentasan kemiskinan
ditempatkan pada urutan pertama.
Sartono Kartodirdjo (1987: 75) mengemukakan adanya dua jenis
sindroma sebagai permasalahan pokok yang perlu dipecahkan dalam

usaha pembangunan. Kedua sindroma tersebut adalah sindroma


kemiskinan dan syndrome inertia. Dikatakan selanjutnya bahwa sindroma
kemiskinan mempunyai konteks dimensi-dimensi yang saling berkaitan
dan saling meperkuat: produktivitas rendah, pengangguran, tuna tanah,
kurang gizi, mobilitas tinggi, buta huruf dan sebagainya. Sedangkan
syndrome inertia berakal pada passivisme, fatalisme, terarah kedalam,
serba patuh, ketergantungan dan seterusnya.
Sehubungan dengan kaitan antara kondisi kemiskinan dan budaya
kemiskinan memang dijumpai pendapat yang berbeda. Salah satu
pendapat mengatakan masyarakat menjadi miskin oleh karena dalam
masyarakat tersebut terkandung budaya kemiskinan. Budaya kemiskinan
ini kemudian menghambat masyarakat untuk bersifat inovatif, bekerja
keras, dan cenderung menyerah kepada nasib.
Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan dapat menunjuk pada kondisi individu, kelompok
maupun situasi kolektif masyarakat. Sebuah bangsa atau negara secara
keseluruhan bisa pula dikategorikan miskin. Guna menghindari stigma
negara-negara ini tidak dinamakan lagi sebagai negara miskin (poor
Country) atau negara terbelakang (underdeveloped Country), melainkan
disebut sebagai negara berkembang (Developing Country).
Kemiskinan yang bersifat massal dan parah pada umumnya terdapat
di Negara berkembang. Namun, terdapat bukti bahwa kemiskinan juga
hadir di negara maju. Di negara-negara berkembang, kemiskinan sangat
terkait dengan aspek struktural. Misalnya akibat sistem ekonomi yang
tidak adil, merajalelanya KKN, (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), adanya
diskriminasi sosial atau tidak adanya jaminan sosial.
Dinegara-negara maju, kemiskinan lebih bersifat individual. Misalnya
akibat mengalami kecacatan (fisik atau mental), ketuaan, sakit yang
parah dan berkepanjangan atau kecanduan alkohol. Kondisi ini biasanya
melahirkan kaum tuna wisma yang berkelana kesana kemari atau
keluarga-keluarga tunggal (single parent atau single mother) yang
hidupnya tergantung pada bantuan sosial dari pemerintah, seperti kupon
makanan (food stamp) atau tunjangan keluarga yang di AS disebut
Program TANF (Temporary Asistance for Needy Families) atau di Indonesia
dinamakan PKH (Program Keluarga Harapan).
Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor. Seseorang atau keluarga
miskin biasa disebabkan oleh beberapa faktor yang saling terkait satu
sama lain, seperti mengalami kecacatan, memiliki pendidikan rendah,
tidak memiliki modal atau keterampilan untuk berusaha, tidak
tersedianya kesempatan kerja, terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),
tidak adanya jaminan sosial (pensiun, kesehatan, kematian), atau hidup
dilokasi terpencil dengan sumber daya alam dan infrastruktur yang
terbatas. Secara konseptual, kemiskinan bisa diakibatkan oleh 4 faktor
yaitu:

1. Faktor individual, Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi


fisik dan psikologis si miskin. Orang miskin disebabkan oleh perilaku,
pilihan, kemampuan atau si miskin itu sendiri dalam menghadapi
kehidupannya.
2. Faktor sosial, Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak
seseorang menjadi miskin. Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia,
gender, etnis, yang menyebabkan seseorang menjadi miskin.
3. Faktor kultural, kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan
kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk pada konsep
kemiskinan kultural atau budaya kemiskinan yang menghubungkan
kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau mentalitas.
Penelitian
Oscar Lewis di Amerika Latin menemukan bahwa orang miskin
memiliki sub-kultur atau kebiasaan tersendiri, yang berbeda dengan
masyarakat kebanyakan. (Suharto, 2008b). Sikap-sikap negatif
seperti malas, fatalisme atau menyerah pada nasib, tidak memiliki
jiwa wirausaha dan kurang menghormati etos kerja misalnya sering
ditemukan pada orang-orang miskin.
4. Faktor struktural. Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil,
tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang
atau sekelompok orang menjadi miskin. Sebagai contoh, sistem
ekonomi neoliberalisme yang diterapkan di Indonesia telah
menyebabkan para petani, nelayan, dan pekerja sektor informal
terjerat oleh dan sulit keluar dari kemiskinan. Sebaliknya stimulus
ekonomi pajak dan iklim investasi lebih menguntungkan orang kaya
dan pemodal asing untuk terus menumpuk kekayaan.
Dengan menggunakan perspektif yang lebih luas lagi, David Cox
(2004: 1-6) membagi kemiskinan ke dalam beberapa dimensi (lihat
Suharto, 2008b):
1. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi melahirkan
negara pemenang dan Negara kalah. Pemenang umumnya adalah
negara-negara maju. Sedangkan negara-negara berkembang
seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas
yang merupakan prasyarat globalisasi.
2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan
subsisten (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan
pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses
pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan
oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan).
3. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anakanak, dan kelompok minoritas akibat kondisi sosial yang tidak
menguntungkan mereka seperti bias jender, diskriminasi atau
eksploitasi ekonomi.
4. Kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadiankejadian lain atau faktor-faktor eksternal diluar si miskin seperti
konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya jumlah
penduduk.

Memahami Kondisi Kemiskinan


Kondisi kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat dalam
jangka panjang. Pada umumnya telah mempengaruhi berbagai perilaku
dan gaya hidup masyarakatnya. Beberapa diantaranya adalah sikap
fatalistis, ingroup orientation dan ketergantungan. Sikap fatalistik
merupakan kondisi yang kurang mendukung adanya upaya dan motivasi
untuk meningkatkan kondisi kehidupannya yang sebetulnya sangat
diperlukan bagi pengentasan kemiskinan. Apabila upaya keluar dari
kondisi kemiskinan tersebut diharapkan muncul dari dalam diri
masyarakat yang bersangkutan, maka yang dibutuhkan adalah adanya
achievement motivation yang cukup tinggi, dan hal itu sulit diharapkan
dari masyarakat yang fatalistik. Hal yang juga kurang menguntungkan
juga ditemukan dalam sikap yang bersifat ingroup orientation. Sikap ini
cenderung melihat kondisi dan nilai-nilai internal sebagai ukuran,
sehingga masyarakatnya kurang responsif terhadap berbagai pembaruan
dan perubahan. Sementara itu, ketergantungan mengakibatkan
masyarakat kurang mampu bergerak atas inisiatif dan kekuatan sendiri,
masyarakat akan bergerak dan melakukan berbagai bentuk usaha apabila
didorong dan didukung kekuatan dari luar.
Berbagai sikap, perilaku dan gaya hidup yang pada umumnya
dijumpai dalam masyarakat miskin tersebut banyak yang menyebutnya
sebagai aktualisasi dari budaya kemiskinan. Dalam banyak hal berbagai
bentuk gaya hidup tersebut seolah-olah sudah merupakan semacam
stereotype dari masyarakat miskin. Faktor mana yang menjadi penyebab
apakah budaya kemiskinan menyebabkan kondisi kemiskinan atau kondisi
kemiskinan yang membentuk budaya kemiskinan, hal ini menjadi
kontroversi di kalangan ilmuan sosial. Sebagian mengatakan bahwa
masyarakat cenderung menjadi miskin karena memiliki unsur budaya
yang kurang kondusif bagi penciptaan kondisi kehidupan yang lebih baik,
seperti etos kerja yang kurang mendukung semangat berusaha dan kerja
keras. Sebagian lagi berpendapat bahwa sikap, tingkah laku dan gaya
hidup yang digambarkan sebagai aktualisasi budaya kemiskinan tersebut
sebetulnya merupakan hasil penyesuaian atau adaptasi masyarakat
terhadap kondisi kemiskinan yang cukup lama melilitnya. Terlepas dari
pendapat mana yang benar dalam kenyataannya kondisi kehidupan
masyarakat miskin tersebut dalam proses berikutnya sering berada
dalam posisi semacam siklus yang saling memperkuat kondisi kemiskinan
itu sendiri.
Apabila hal tersebut dianalogikan dengan keberadaan penyakit,
maka kondisi kemiskinan yang berlangsung dalam jangka waktu yang
cukup panjang telah mengalami komplikasi. Kondisi kemiskinan yang
dialami suatu masyarakat seringkali telah berkembang dan bertali-temali
dengan berbagai faktor lain yang membentuk jaringan kemiskinan yang
dalam proses berikutnya dapat memperteguh kondisi kemiskinan itu
sendiri (Chamber, 1987:145). Faktor-faktor yang diidentifikasi membentuk

jaringan atau perangkap kemiskinan tersebut adalah: kelemahan fisik,


isolasi, kerentanan dan ketidakberdayaan. Faktor kelemahan fisik dapat
disebabkan karena kondisi kesehatan dan faktor gizi yang buruk,
sehingga dapat mengakibatkan produktivitas kerja yang rendah. Faktor
kerentanan terkait dengan tingkat kemampuan yang rendah dalam
menghadapi
kebutuhan
dan
persoalan
mendadak.
Faktor
ketidakberdayaan terkait dengan akses dalam pengambilan keputusan,
akses terhadap penguasaan sumber daya dan posisi tawar (bargaining
position).
Dilihat sebagai realitas sosial, kemiskinan dapat dikategorikan
sebagai salah satu bentuk masalah sosial. Pada umumnya banyak pihak
beranggapan, bahwa masalah proses terjadi karena ada sesuatu yang
tidak benar dalam proses kehidupan sosial, dengan demikian
mendiagnosis masalah sosial sama artinya dengan upaya untuk mencari
pendekatan dalam mendiagnosis masalah sosial dapat dibedakan
menjadi dua; person blame approach dan system blame approach.
Mendiagnosis masalah kemiskinan dengan menggunakan person blame
approach berarti mencari sumber masalah dan sumber kesalahan yang
berasal dari individu penyandang masalah. Melalui pendekatan tersebut,
pada umumnya diidentifikasi sumber masalah kemiskinan adalah faktorfaktor
di sekitar rendahnya tingkat pendidikan, tingkat kesehatan,
penguasaan skill, etos kerja dan faktor-faktor lain yang melekat pada
penyandang masalah kemiskinan. Apabila system blame approach yang
digunakan, maka akan dapat diidentifikasi sumber masalah kemiskinan
berada dalam tingkat struktur dan sistem sosialnya, seperti struktur
sosial yang menampilkan alokasi penguasaan sumber daya yang
timpang, institusi sosial yang bersifat diskriminatif, kurangnya akses
terhadap berbagai bentuk pelayanan dan kurangnya akses dalam proses
pengambilan keputusan bagi lapisan masyarakat miskin.
Fenomena kemiskinan di suatu wilayah juga dapat disebabkan oleh
ketersediaan sumber alam dikawasan yang bersangkutan. Tidak jarang
terjadi, mayoritas penduduk suatu kawasan berada dalam kondisi
kemiskinan disebabkan karena kawasan tersebut memang sangat sedikit
menyimpan sumber alam. Walaupun demikian tidak jarang pula di
kawasan yang sebenarnya sangat potensial menyimpan sumber daya
alam tetapi terdapat kelompok masyarakat yang hidup dalam kondisi
kemiskinan.
Program Pengentasan Kemiskinan
Menurut
Gunawan
Sumodiningrat
(2011)
bahwa
program
pengentasan kemiskinan dapat dipandang sebagai kebijakan untuk
mempersiapkan manusianya, dan sekalugus menanggulangi kemiskinan
itu sendiri. Program-program tersebut antara lain meliputi:
a. Pengembangan Data Dasar dalam Tergeting Pengentasan Kemiskinan
Salah satu kunci keberhasilan progran pengentasan kemiskinan
adalah ketepatan dalam menentukan kelompok sasaran, yang dikenal

dengan metode targeting. Penentuan kelompok sasaran berarti berarti


pula penyediaan data atau informasi penunjang secara lengkap tentang
potensi wilayah dan karakteristik penduduk miskin. Efektivitas metoda ini
ditentukan oleh kelengkapan informasi yang tersedia serta dukungan
aparat pelaksana pengumpul dan pengguna data.
b. Koordinasi, Integrasi, Singkronisasi dan Simplifikasi Program
Keterpaduan
dalam
pelaksanaan
pengentasan
kemiskinan
menyangkut keterpaduan program dan lokasi pembangunan. Disamping
itu, program pengentasan kemiskinan akan lebih efektif jika dilaksanakan
dalam suatu unit yang agregatif atau berkelompok. Tetapi, tingkat
agregasi dalam pelaksanaan tersebut harus sedapat mungkin dengan
kelompok sasaran.
c. Penyiapan dan Pendampingan Masyarakat
Dalam
strategi
pembangunan
daerah,
masing-masing
penanggulangan kantong-kantong kemiskinan perlu mempeoleh prioritas
setinggi-tinggi. Efektivitas pelaksanaan program sangat ditentukan oleh
kemampuan pelaksanaan program, proyek dan kegiatan dalam
menjangkau kelompk sasaran. Ini berarti bahwa kesiapan masyarakat
harus ditumbuhkan oleh aparat daerah. LSM bukanlah menggantikan
peran pemerintah sebagai motor pembangunan, tetapi bertindak sebagai
penasihat, bahkan penunjang bagi program pemerintah. Peran LSM ini,
umumnya dilaksanakan dengan beberapa pilihan dan tahapan: Pertama,
mengidentifikasi kebutuhan kelompok lokal dan merencakan cara
pemenuhan kebutuhan tersebut. Kedua, merumuskan kegiatan untuk
mencapai sasaran-sasaran tesebut. Ketiga, menghasilkan, menyiapkan
kondisi dan memobilisasi sumber daya lokal atau eksternal untuk
kegiatan pembangunan di kelurahan. Keempat, Melaksanakan serta
mengelola kegiatan-kegiatan.
Ada beberapa alternatif untuk hubungan antara pemerintah dengan
LSM. Satu, LSM melakukan suatu kegiatan, kemudian diadopsi dan
diterapkan oleh pemerintah. Dua, LSM bertindak sebagai perintis atau
pioner bagi penegmbangan daerah kritis, dimana program pembangunan
belum terjangkau. Tiga, LSM melengkapi program pemerintah. Empat,
LSM bekerjasama dengan pemerintah dalam suatu proyek. Bentuk
kerjasama tersebut dapat berupa perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan proyek.
d. Pengembangan Perekonomian Masyarakat
Pendekatan yang paling tepat dalam mengentaskan kemiskinan,
adalah pengembangan ekonomi rakyat melalui pendekatan kelompok,
dalam bentuk ekonomi bersama.
Kemiskinan tidak hanya menjadi masalah pemerintah saja, tetapi
juga menjadi tanggung jawab bersama dari para pelaku ekonomi swasta
besar, kecil, serta kelompok sasaran masyarakat miskin itu sendiri.
Progran pengentasan kemiskinan akan efektif jika disusun dan
dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga hasilnyapun dapat dinikmati
oleh masyarakat sendiri. Pemerintah, swasta serta pihak lainnya bisa

memberikan arahan dan dukungan, tetapi yang lebih penting adalah


menciptakan iklim usaha yang mendukung.
Masalah penelitian adalah 1). Bagaimanakah karakteristik masyarakat
miskin di kota Parepare dan bagaimana strategi pemerintah daerah dalam
mengentaskan kemiskinan? 2). Program pendampingan apakah dilakukan
oleh pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam
mengingkatkan kesejahteraan masyarakat miskin? 3). Program apakah yang
perlu diterapkan dalam meningkatkan kemampuan perempuan dalam
perekonomian?
Tujuan Penelitian
adalah
1). Untuk mengetahui karakteristik
masyarakat miskin di kota Parepare dan strategi pemerintah daerah dalam
mengentaskan kemiskinan. 2). Menetapkan program pendampingan yang
perlu dilakukan oleh pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. 3). Menetapkan
program yang perlu diterapkan dalam meningkatkan kemampuan
perempuan dalam perekonomian.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang diterapkan adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif adalah satu jenis penelitian untuk menyajikan
gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk
eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan
sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan
dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji
(Sulipan, 2010). Jenis-jenis penelitian deskriptif
adalah studi
perkembangan, studi kasus, studi kemasyarakatan, studi perbandingan,
studi hubungan, studi waktu dan gerak, studi kecenderungan, studi
tindak lanjut, analisis kegiatan dan analisis isi/dokumen (Nana Syaodih
Sukmadinata, 2010). Dalam pelaksanaan penelitian ini maka jenis
penelitian fokus pada studi kemasyarakatan dan analisis kegiatan.
Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,
wawancara, kuesioner dan pengumpulan dokumen yang relevan.
Tujuan penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran akurat
tentang sebuah kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah proses
atau hubungan, memberikan gambaran lengkap baik dalam bentuk
variabel, menunjukkan informasi dasar akan suatu hubungan,
menciptakan seperangkat kategori dan mengklasifikasikan subjek
penelitian, menjelaskan perangkat tahapan atau proses serta untuk
menyimpan informasi bersifat kontradiktif mengenai subjek penelitian
(Sulipan, 2010).
Adapun bagan alir penelitian diuraikan dan digambarkan sebagai
berikut; Pada Tahun 2016 dilaksanakan program penelitian sesuai dengan
RIP dan peta jalan (roadmap) khususnya penelitian unggulan. Untuk
mengetahui karakteristik masyarakat miskin di kota Parepare dan
bagaimana strategi pemerintah daerah dalam mengentaskan kemiskinan

serta menetapkan program pendampingan yang perlu dilakukan oleh


pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Menetapkan Program
yang perlu diterapkan dalam meningkatkan kemampuan perempuan
dalam perekonomian.
Gambar Bagan Alir Penelitian;
Tahun 2014 dan 2015
Tema Penelitian Unggulan
1. Pengentasan Kemiskinan
2. Pembangunan SDM
3. Rekayasa Teknologi

Tahun 2016
Penelitian Pengentasan Kemiskinan di kota Parepare
(22 kelurahan) terkait dengan Karakteristik
Masyarakat Miskin, Strategi Pemerintah Daerah,
Program Pendampingan dan Meningkatkan
Kemampuan Perempuan

Output penelitian: inovasi teknologi


strategi Pengentasan Kemiskinan
di Kawasan Ajatappareng
khususnya dalam kebijakan
Pemerintah Daerah,
Pendampingan, Perlindungan
Sosial dan Rekayasa Sosial guna
meningkatkan pembangunan
berkelanjutan pada tingkat

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian Pengentasan Kemiskinan

Hasil dan Pembahasan


Hasil penelitian yang diperoleh melalui teknik wawancara dan
kuesioner sesuai sasaran penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Karakteristik masyarakat miskin di Kota Parepare.
Berdasarkan pengambilan data melalui wawancara dan kuesioner
dengan jumlah sampel sebesar 220 responden di Kota Parepare,
maka diperoleh karakteristik masyarakat miskin yaitu: usia responden
(penduduk miskin) rata-rata usia 40-50 Tahun sebesar 59%,
sedangkan jenis kelamin responden yaitu laki-laki sebesar 89% dan
perempuan 11%. Sedangkan agama yang dianut oleh penduduk
miskin adalah Islam 98,18% dan non muslim 1,82%. Pendidikan
responden pada umumnya tingkat Sekolah Dasar sebesar 56,3%,
Sekolah Menengah Pertama sebesar 20,9%, Sekolah Menengah Atas
26,8%, dan terdapat 1 orang bergelar sarjana 0,45%.
Pekerjaan responden berdasarkan jenisnya yaitu: buruh bangunan
(harian) sebesar 39,5%, jasa transportasi 23,6%, pedagang asongan
19,5%, petani 15,4% dan nelayan 2,7%. Pada umumnya penghasilan
penduduk miskin hanya rata-rata Rp643.000 per bulan.
Adapun faktor utama penyebab terjadinya kemiskinan yaitu:
1) Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata
pencaharian (47,7%)
2) Ketiadaaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar, seperti
kesehatan, pendidikan, air bersih dan transportasi ( 12,7%).
3) Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat pisik maupun
mental ( 5,5%).

10

4) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar yaitu:


pangan, sandang dan papan (34,1%).
Sedangkan faktor kesulitan dalam mendatkan pekerjaan bagi
penduduk miskin yaitu buta huruf 3,9%, rendah pendidikan 55,5%,
rendah keterampilan 35,1% dan sakit-sakitan 5,5%.
Pada umumnya penduduk miskin telah mendapat bantuan dari
pemerintah sebesar 99,1%. Program bantuan pemerintah yang dinilai
berhasil oleh masyarakat miskin dalam mengentaskan kemiskinan
yaitu:
1) Bantuan Raskin.
2) BPJS.
3) Bantuan perbaikan rumah.
4) Bantuan langsung kepada masyarakat .
Program pendampingan yang perlu dilakukan oleh pemerintah
yaitu:
1) Fasilitator Kelurahan
2) Kader Posyandu.
3) Pemberdayaan Perempuan
Program pendampingan yang perlu dilakukan oleh Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) dalam mengentaskan kemiskinan yaitu
1) Pendampingan dalam membuka usaha kecil.
2) Pendampingan Pemberdayaan perempuan.
3) Program MAMPU ( Maju Perempuan untuk Pengentasan
Kemiskinan).
4) Pelatihan untuk meningkatkan keterampilan daur ulang barangbarang bekas.
Program yang perlu diterapkan dalam meningkatkan kemampuan
perempuan dalam perekonomian yaitu: Pendampingan ibu rumah
tangga untuk ekonomi rumah tangga, Pendampingan pengolahan
hasil pertanian dan Memberdayakan perempuan dalam bidang
hortikultur di lahan sempit.
Dalam memperoleh modal untuk membuka lapangan kerja, maka
langkah yang ditempuh adalah: kerjasama pihak lain untuk
menjalankan usaha kecil, memperoleh bantuan dari koperasi,
memperoleh bantuan permodalan dari pemerintah dan memperoleh
bantuan kredit dari lembaga keuangan (Bank Pemerintah atau Bank
Swasta).

2. Strategi Pemerintah
Kemiskinan.

Daerah

terhadap

Pengentasan

Arah dan Sasaran Penanggulangan


a. Penanggulangan Kemiskinan Daerah
1) Mendayakan potensi dan sumberdaya kesejahteraan sosial
pemberdayaan keluarga miskin.
2) Menjalin hubungan yang harmonis dengan mitra usaha dan
sosial berdasarkan prinsip keselarasan profesional dan
berorientasi pada kepentingan terbaik bagi keluarga miskin.

11

3) Meningkatkan
kepedulian
dan
tanggung
jawab
sosial
masayarakat dan dunia usaha dalam pemberdayaan keluarga
miskin.
b. Tujuan Penanggulangan Kemiskinan Daerah
1) Meningkatkan keterampilan kerja bagi usia produktif dari
keluarga miskin
2) Menigkatkan akses pendidikan dan kesehatan bagi keluarga
miskin
3) Memberdayakan
usaha
produktif
penduduk
dalam
memanfaatkan sumber daya ekonomi serat mendukung kegiatan
ekonomi produktif di daerah.
4) Meningkatkan sarana dan prasarana pemukiman penduduk
dalam menjaga kelestarian lingkungan.
5) Meningkatkan penangan kebutuhan dasar bagi masyarakat
miskin penyandang masalah kesejahteraan sosial.
c. Sasaran Penanggulangan Kemiskinan daerah
1) Menurunnya jumlah orang keluarga miskin dari 6.259 KK menjadi
3.130 dalam 5 tahun atau sekitar 50%.
2) Tersedianya rumah layak huni bagi keluarga miskin dan
tersedianya rumah layak huni bagi belum memiliki perumahan
sebanyak 50%.
3) Terserapnya tenaga kerja modal usaha untuk keluarga miskin
melalui kelembagaan.
4) Terbentuknya kelompok usaha bagi keluarga miskin.
5) Meningkatnya jaringan kemitraan dengan lembaga dan instansi
terkait dalam program pemberdayaan masyarakat miskin.
6) Tersedianya tenaga pendamping sosial yang profesional
penanggulangan kemiskinan daerah berkelanjutan.
7) Tertatanya data base keluarga miskin, perencanaan program,
monev dan peraturan tentang penanggulangan kemiskinan di
daerah.
Kebijakan, Strategi dan Program
a. Kebijkan
1) Peningkatan akses keluarga miskin terhadap sumberdaya sosial
dan ekonomi
2) Peningkatan prakarsa dan peran aktif warga masyarakat
pemberdayaan, keluarga miskin
3) Penigkatan kualitas manajemen pemberdayaan masyarakat
miskin
4) Pengembangan budaya kewirausahaan
b. Strategi
1) Partisipasi sosial masyarakat
2) Kemitraan sosial masyarakat
3) Pengembangan budaya Kewirausahaan
4) Advokasi Sosial Masyarakat
5) Penguatan Kapasitas SDM dan Kelembagaan
6) Aktualisasi nilai-nilai spritual dan nilai lokal
Program

12

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Program peningkatan kualitas sarana dan prasarana


Program peningkatan pelayanan pendidikan
Peningkatan pelayanan kesehatan
Program peningkatan keterampilan
Program pengembangan ekonomi produktif
Program bantuan kesejahteraan sosial
Program peningkatan manajemen pelayanan

3. Program Kerja dan Pendampingan yang Dilakukan oleh


Pemerintah dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Miskin.
Rekapitulasi hasil evaluasi pelaksanaan Rencana Kerja Dinas
Sosial Kota Parepare pada Tahun 2015 sebagai berikut;
1) Program pemberdayaan Fakir Miskin Komunitas Adat Terpencil
(KAT) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
lainnya.
2) Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial
3) Program Pembinaan Para Penyandang Cacat dan Trauma
4) Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial.
4. Program Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam
mengingkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.
Maksud dan Tujuan Pengorganisasian LSM merupakan usaha
untuk membangun kekuatan (keberdayaan) masyarakat, sehingga
dapat secara optimal memanfaatkan potensi yang dimiliki, dan disisi
lain masyarakat dapat memahami secara kritis lingkungannya serta
mampu mengambil tindakan yang mandiri dan independen dalam
rangka mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi. Selain itu
dapat pula mengembangkan peranan kelompok masyarakat dalam
pembuatan kebijakan, membantu kelompok masyarakat dalam
menganalisis isu, memikirkan solusi yang tepat, dan memperkuat
organisasi, memberikan informasi kepada pemerintah yang dapat
dijadikan dasar perubahan kebijakan, dan memberikan saluran bagi
kelompok masyarakat untuk melaksanakan hak-hak dan tanggung
jawab pemerintah.
Capaian hasil dari pendampingan YLP2EM salah satu Mitra
Program MAMPU-BaKTI menfasilitasi penguatan kepada kelompok
konstituen yang terbentuk. Misalnya pelatihan menjadi fasilitator, seri
diskusi, workshop, Mentoring dan Teaching Assistants (TA) pada
kelompok Konstituen. Adapun program/kegiatan yang telah
dilaksanakan oleh Kelompok Konstituen sebagai berikut;
a. Pengorganisasian dan Penguatan Kelembagaan SDM
b. Pendataan Keluarga Miskin dan Perempuan Miskin
c. Pengaduan Masyarakat
d. Pendampingan
e. Advokasi Kebijakan

Kesimpulan

13

1. Karakteristik masyarakat miskin di Kota Parepare pada umumnya


tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan hidupnya terkait
dengan pengembangan ekonomi. Oleh karena itu mereka lebih
banyak membutuhkan bantuan dari program yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah.
2. Pemerintah telah membentuk Badan Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan Daerah dan beberapa dinas yang ditunjuk untuk
melakukan aksi terkait dengan penanggulangan kemiskinan di bawah
koordinasi Sekretaris Daerah Kota Parepare.
3. Rekapitulasi hasil evaluasi pelaksanaan Rencana Kerja Dinas Sosial
Kota Parepare pada Tahun 2015 yaitu pemberdayaan Fakir Miskin
Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya, Pengadaan sarana dan
prasarana pendukung usaha bagi keluarga miskin. Bimbingan sosial
dan keterampilan berusaha bagi keluarga miskin.
4. Capaian hasil dari pendampingan YLP2EM selaku Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dalam mengingkatkan kesejahteraan masyarakat
miskin yaitu; Pengorganisasian dan Penguatan Kelembagaan SDM,
Pendataan Keluarga Miskin dan Perempuan Miskin, Pengaduan
Masyarakat, Pendampingan dan Advokasi Kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Boediono 1993. Ekonomi Makro, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No 2,
Edisi 4, Yogyakarta :BPFE.
Chambers, Robert. 1987 . Pembangunan desa, Mulai dari Belakang .
Jakarta:LP3ES.
Geertz, Clifford. diterjemahkan R Supomo, 1976, Involusi Pertanian, Bharata
Karya Aksara; Jakarta.
Katodirdjo, Sartono. 1987. Kebudayaan Pembangunan Dalam Perspektif
Sejarah, Gadjah Mada University press; Yogyakarta.
Sukmadinata, Nana Sayaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Penerbit
Kerjasama PPs UPI dengan PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Soetomo. 2012. Pembangunan Masyarakat Merangkai Sebuah Kerangka.
Pustaka Pelajar; Yogyakarta.
Soetomo. 2013. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar;
Yogyakarta.
Soetomo.
2013.
Pemberdayaan
Masyarakat.
Mungkinkah
muncul
Antitesisnya?. Pustaka Pelajar; Yogyakarta.
Soeweno, Inten.1998. Melepas Simpul Kemiskinan. Menteri Sosial RI, Kabinet
Pembangunan VI.
Suharto, Edi. 2013.Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia
Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan.
Alfabeta Bandung.
Suharto, Edi. 2008b.Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, Alfabeta;
Bandung.
Suharto, Edi. 2007a. Meretas Kebijakan Sosial Pro-Poor: Menggagas
Pelayanan Sosial yang Berkeadilan. Makalah yang disampaikan pada
Semiloka Menggagas Model Pelayanan Sosial Berkeadilan, Jurusan

14

Ilmu Sosiatri, Fisipol UGM; Yogyakarta, Hotel Saphir Yogyakarta, 11


September 2007.
Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Refika
Aditama; Bandung.
Sumodiningrat, Gunawan. 2011. Membangun Perekonomian Rakyat. Pustaka
Pelajar Bekerjasama dengan IDEA (Insitus of Develovment Economic
Analysis).
Sulipan. 2010. http://id.m.wikipedia.org/wiki/penelitian_deskriptif. Diakses
pada tanggal 27 Maret 2015.
Susanto, Astrid S, 1984. Sosiologi Pemban gunan, Bina Cipta; Bandung.

Você também pode gostar