Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DISUSUN OLEH:
Fitri Rahmawati
A31113501
Salsabila
A31113511
Salmia Nurfadillah
A31113513
A31113514
Nursatri Ausisari
A31113522
A31113523
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Akuntan Forensik di Indonesia masih relatif baru, bahkan di Amerika pun baru
kita alami pada msa pemerintahan jaman sekarang ini, bahwa semakin banyak
terungkapnya kasus-kasus korupsi baik di tengah pemerintahan, perbankan dan
sebagainnya.
Perkembangan akuntansi forensik memang sedikit terlambat bila dibanding
ranah akuntansi lainnya - akuntansi keuangan, audit, audit internal, dan sebagainya.
Padahal di Amerika, ilmu ini sudah ada sejak kasus Al Capone terungkap pada 1931
silam oleh seorang akuntan forensik, Frank J. Wilson. Namun, organisasi profesinya
baru terbentuk beberapa dekade belakangan. Association of Certified Fraud
Examiners baru terbentuk pada 1988. Kampusnya, American College of Forensic
Examiners juga baru berdiri pada 1992.
Belum adanya standar yang memadai, persoalan tambahan yang membuat
ilmu ini kurang begitu populer adalah penguasaan ilmu yang cukup luas. Selain
akuntansi dan audit, akuntan forensik juga harus menguasai bidang yang berkaitan
dengan kejahatan keuangan (money laundering), hukum, psikologi, sosiologi,
antropologi, viktimologi, kriminologi, dan lain-lain. Akuntan forensik harus memiliki
kemampuan multitalenta.
Kedepan, beberapa kalangan meramalkan perkembangan profesi ini akan lebih
pesat. Selain makin banyak kantor bisnis dari negara asing yang masuk ke Indonesia.,
juga makin tingginya kesadaran perusahaan untuk melindungi asset mereka dari polapola tindakan kecurangan.
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akuntansi Forensik
Forensik, menurut Merriam Websters Collegiate Dictionary (edisi ke 10)
dapat diartikan berkenaan dengan pengadialan atau berkenaan dengan penerapan
pengetahuan ilmiah pada masalah hukum. Oleh karena itu akuntasi forensik dapat
diartikan penggunaaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum.
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic
Accounting (JFA), mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah akuntansi
yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan
dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan
judicial atau administratif.
Bologna dan Liquist (1995) mendefinisikan akuntansi forensik sebagai
aplikasi kecakapan finansial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang
tak terpecahkan, yang dijalankan di dalam konteks rules of evidence. Sedangkan
Hopwood, Leiner, & Young (2008) mendefinisikan Akuntansi Forensik adalah
aplikasi keterampilan investigasi dan analitik yang bertujuan untuk memecahkan
masalah-masalah keuangan melalui cara-cara yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh pengadilan atau hukum. Dengan demikian investigasi dan analisis
yang dilakukan harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau
hukum yang memiliki yurisdiksi yang kuat.
Hopwood, Leiner, & Young (2008), menyatakan bahwa Akuntan Forensik
adalah Akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi dan penyelidikan, dari hasil
tersebut dapat digunakan di dalam pengadilan hukum. Meskipun demikian Akuntan
forensik juga mempraktekkan keahlian khusus dalam bidang akuntansi, auditing,
keuangan, metode-metode kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam hukum,
penelitian, dan keterampilan investigatif dalam mengumpulkan bukti, menganalisis,
dan mengevaluasi materi bukti dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil
dari temuan tersebut.
dalam pengadilan (litigation) ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum
diluar pengadilan (non itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif
penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya
menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.
Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan
(investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jenis layanan pertama
mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka
menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan
penipuan, dan misinterpretasi. Jenis layanan kedua merepresentasikan kesaksian dari
seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk
memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Sehingga,
tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur
akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis
forensik untuk membantu memecahkan masalah.
B. Keahlian Akuntansi Forensik
Harris & Brown (2000) bahwa Akuntan forensik mempelajari hal-hal yang
positif bagi perusahaan saat terjadi merger atau akuisisi dan memastikan bahwa
seorang pembeli telah memahami tentang situasi dan nilai keuangan perusahaan
target. Akuntan forensik sering memanfaatkan keahlian akuntansinya dalam litigasi.
Selanjutnya, hasil penelitian tersebut dibatasi pada pembahasan (a) penghitungan
kerugian dalam kasus-kasus seperti cidera yang diderita oleh seseorang, liabilitas
produk, sengketa kontrak, dan kekayaan intelektual dan (b) pengungkapan aset-aset
yang tersembunyi dalam kasus hukum perkawinan yang kompleks.
Jenis-jenis jasa ini dapat meningkat pada saat akuntan forensik diundang untuk
bertindak sebagai saksi ahli (Durtschi, 2003; Messmer, 2004; Peterson & Reider,
2001; Ramasway, 2005). Dengan hal demikian Perusahaan menugaskan akuntan
forensik untuk menjadi pengawas dalam evaluasi terhadap transaksi bisnis yang
potensial bagi perusahaan tersebut.
Akuntan forensik saat ini menggunakan keahlian yang unik dalam
menjalankan tugas-tugas seperti menentukan apakah sebuah perusahaan telah
melakukan mis-interpretasi terhadap catatan laporan keuangan, apakah telah terjadi
fraud atas inventaris dan modal yang dimiliki oleh perusahaan, dan apakah telah
terjadi laporan keuangan yang berlebih-lebihan pada sebuah perusahaan (Harris &
Brown, 2000; Messmer, 2004). Dengan demikian keahlian seorang akuntan forensik
digunakan dalam menyelidiki fraud yang terjadi di perusahaan maupun di
pemerintahan
Brooks, Riley, & Thomas; Kahan (2005) dalam penelitiannya menggunakan
informasi keuangan dengan volume sangat besar dan kompleks, biasanya
permasalahan ini akan menyita sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan di dalam
menyelidikinya. Oleh karena itu banyak kejahatan yang sulit untuk diidentifikasi
karena pelaku menjalankan aksinya melalui serangkaian transaksi yang kompleks.
Lebih lanjut mengatakan bahwa data menunjukkan bahwa sebagian besar
tindak kecurangan terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan (accident). Agar
dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntan forensik
harus mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat, pengenalan
perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour), pengetahuan
tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes,
rationalization, opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar
bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi
(profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan kemampuan berpikir
seperti pencuri (think as a theft).
Hopwood, Leiner, & Young (2008), menyatakan bahwa Akuntan forensik
sebaiknya menguasai keterampilan dalam banyak bidang. Beberapa akuntan forensik,
sudah barang tentu, mengkhususkan diri pada bidang-bidang tertentu seperti teknologi
informasi. Akan tetapi, semua akuntan forensik yang telah terlatih sekurangkurangnya memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam bidang-bidang
berikut ini:
1. Keterampilan auditing merupakan hal terpenting bagi akuntan forensik karena
adanya sifat pengumpulan-informasi dan verifikasi yang terdapat pada akuntansi
forensik. Akuntan forensik yang terampil harus mampu mengumpulkan dan mengkaji
informasi apapun yang relevan sehingga kasus-kasus yang mereka tangani akan
didukung secara positif oleh pihak pengadilan.
2. Pengetahuan dan keterampilan investigasi, misalnya taktik-taktik surveillance dan
keterampilan wawancara dan interogasi, membantu akuntan forensik untuk
melangkah di luar keterampilan mereka di dalam mengaudit aspek-aspek forensik
baik aspek legal maupun aspek finansial.
3. Kriminologi, khususnya studi psikologi tindak kejahatan, adalah penting bagi
akuntan forensik karena keterampilan investigasi yang efektif sering bergantung pada
pengetahuan tentang motif dan insentif yang dialami oleh perpetrator.
4. Pengetahuan akuntansi membantu akuntan forensik untuk menganalisis dan
menginterpretasi informasi keuangan yang dibutuhkan untuk membangun sebuah
kasus di dalam investigasi keuangan, apakah itu dalam kasus kebangkrutan, operasi
pencucian uang, atau skema-skema penyelewangan lainnya. Hal ini meliputi
pengetahuan tentang pengendalian internal yang baik seperti yang terkait dengan
kepemimpinan perusahaan (corporate governance).
5. Pengetahuan tentang hukum sangat penting untuk menentukan keberhasilan
akuntan
forensik.
Pengetahuan
tentang
prosedur
hukum
dan
pengadilan
membuat sebuah sistem kontrol yang menilai risiko, manajemen mencapai tujuan,
memberitahu karyawan mereka kontrol tanggung jawab, dan memantau kualitas
program sehingga koreksi dan perubahan dapat dibuat.
4. Keahlian di ilmu komputer dan sistem jaringan. Keterampilan ini membantu
akuntan forensik melakukan penyelidikan di era e-banking dan sistem komputerisasi
akuntansi.
5. Pengetahuan tentang psikologi, dalam rangka untuk memahami impulses dibalik
perilaku kriminal dan menyiapkan program pencegahan penipuan yang mendorong
dan memotivasi karyawan.
6. Interpersonal dan kemampuan komunikasi, yang membantu dalam penyebaran
informasi tentang kebijakan etis perusahaan dan membantu akuntan forensik
melakukan wawancara dan diperlukan memperoleh informasi yang sangat penting.
7. Pengetahuan ketelitian dari kebijakan pemerintahan dan undang-undang yang
mengatur kebijakan perusahaan tersebut.
8. Perintah hukum pidana dan perdata, serta dari sistem hukum dan prosedur
pengadilan.
James (2008) sebagai dasar penelitian dengan menggunakan 9 (sembilan) item
kompentensi keahlian akuntansi forensic yang digunakan dalam penilaian perbedaan
persepsi dari pihak Akademisi akuntansi, Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa
Akuntan forensik yaitu :
1. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah analisis deduktif:
kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam laporan keuangan,
yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang wajar.
2. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pemikiran yang kritis:
kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta.
3. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pemecahan masalah
yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan pendekatan terhadap masingmasing situasi (khususnya situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan yang tidak
terstruktur.
4. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah fleksibilitas
penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar ketentuan/prosedur yang
berlaku.
5. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah keahlian analitik:
kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang seharusnya tersedia)
memberikan keterangan ahli demi keadilan. Orang sudah mahfum profesi dokter
yang disebut dalam peraturan diatas yang dikenal dengan sebutan dokter ahli forensik,
namun ahli lainnya yang dalam ini termasuk juga akuntan belum banyak dikenal
sebutannya sebagai akuntan forensik.
2.1 Penerapan Akuntansi Forensik di Indonesia
Bulan Oktober 1997 Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam
dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin
parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan
adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan
asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan
karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan
overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban sebesar 3%33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada
likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat menjadi langkah yang
buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush) tabungan
dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada
pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik
atau audit investigatif.
Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru mencuat setelah keberhasilan
Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four)
dalam membongkar kasus Bank Bali. PwC dengan software khususnya mampu
menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat
dari matahari (sunburst). Kemudian PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orangorang tertentu. Sayangnya keberhasilan ini tidak diikuti dengan keberhasilan sistem
pengadilan.5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money
atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang
kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus
ini.
Kasus lainnya pada tahun 2006, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) mampu membuktikan kepada pengadilan bahwa Adrian
Waworuntu terlibat dalam penggelapan L/C BNI senilai Rp 1.3 Triliun, dengan
menggunakan metode follow the money yang mirip dengan metode PwC dalam kasus
Bank Bali dalam kasus lain dengan metode yang sama PPTK juga berhasil
mendekam diterali besi ditemani koleganya para anggota DPR yang menerima aliran
dana tersebut, hal yang patut ditunggu adalah kelanjutan hasil pengadilan yang
menentukan siapa saja yang terlibat didalamnya.
konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis
akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntasi forensik lebih menekankan pada
keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct)
daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti pada audit umum.
Prosedur utama dalam akuntansi forensic menekankan pada analytical review dan
teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga
menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi
dan lain sebagainya.
Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya
penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan
baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya
kecurangan (red flags), petunjuk lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar
tindak kecurangan terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan (accident).
Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntan
forensik harus mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat,
pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour),
pengetahuan tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive,
pressure, attitudes, rationalization, opportunities) pengetahuan tentang hukum dan
peraturan (standar bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang
kriminologi dan viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal,
dan kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).
2.3 Investigasi Audit dalam Akuntansi Forensik
Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian,
umumnya pembuktian berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum acara yang
berlaku di Indonesia yaitu Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan langkahlangkah sebagai berikut: Analisis data yang tersedia, ciptakan/kembangkan hipotesis
berdasar analisis, uji hipotesis dan terakhir perhalus atau ubah hipotesis berdasar
pengujian.
Di dalam audit investigasi, teknik audit bersifat eksploratif, mencari wilayah
garapan atau probing yang terdiri dari:
1. Memeriksa fisik (phisical examination) yaitu penghitungan uang tunai, kertas
berharga, persediaan barang, aktiva tetap dan barang berwujud lainnya,
2. Meminta Konfirmasi (confirmation) dalam investigasi konfirmasi harus
dikolaborasi dengan sumber lain (substained),
3. Memeriksa dokumen (documentation) termasuk didalamnya dokumen digital,
4. Reviu analitikal (analytical review) tekhnik ini mengharuskan dasar atas
perbandingan yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi dan berusaha
menjawab terjadinya kesenjangan,
5. Meminta Informasi lisan atau tertulis dari yang diperiksa (inquiries of the auditee)
hal tersebut penting untuk pendukung permasalahan,
6. Menghitung Kembali (reperformance) tehknik ini dilakukan dengan mencek
kebenaran perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang dan lain-lain) untuk menjamin
kebenaran angka,
7. Mengamati (observation) pengamatan ini lebih menggunakan intuisi auditor apakah
terdapat hal-hal lain yang disembunyikan.
2.4 Peran Penting Audit Forensik
Dalam beberapa artikel dan literatur, pembahasan Audit forensik lebih
mengarah kepada kasus pembuktian penyimpangan keuangan atau korupsi. Akan
tetapi, tidak menutup kemungkinan, audit forensik diperlukan untuk pembuktian pada
kasus-kasus penipuan.
Objek audit forensik adalah informasi keuangan yang mungkin (diduga)
mengandung unsur penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa
tindakan merugikan keuangan perusahaan, seseorang, atau bahkan negara. Temuan
audit dari hasil pemeriksaan ini bisa dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik,
pengacara, atau jaksa untuk memutuskan suatu kasus hukum perdata. Tidak menutup
kemungkinan hasil audit juga akan memberikan bukti baru untuk tindakan yang
menyangkut hukum pidana, seperti penipuan.
Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar independen.
Meskipun penugasan audit diberikan oleh salah satu pihak yang bersengketa,
independensi auditor harus tetap dijaga. Auditor tidak boleh memihak pada siapasiapa.
2.5 Pengertian Kecurangan
FRAUD (kecurangan) adalah tindakan ilegal yang dilakukan satu orang atau
sekelompok orang secara sengaja atau terencana yang menyebabkan orang atau
kelompok mendapat keuntungan, dan merugikan orang atau kelompok lain.
FRAUD financial reporting (kecurangan laporan keuangan) adalah salah saji
atau pengabaian jumlah dan pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu
para pemakai laporan. Kecurangan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu :
a.
Korupsi (Corruption).
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya
pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE,
korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap
(bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).
2.6 Karakteristik Kecurangan (fraud)
Dilihat dari pelaku FRAUD auditing maka secara garis besar kecurangan bisa
dikelompokkan menjadi dua jenis :
a.
berupa penyalahgunaan.
b.
Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing
Penyebab Utama.
Penyebab Sekunder.
Tantangan
(Challenge),
Karyawan
yang
bosan
dengan
lingkungan kerja mereka dapat mencari stimulasi dengan berusaha untuk memukul
sistem, sehingga mendapatkan suatu arti pencapaian (a sense of achievement), atau
pembebasan frustasi (relief of frustation) 2.3 Tanda-Tanda Peringatan Untuk
Indikasi
dari
penolakan
manajemen
atas
pengendalian
Perluasan atau ekspansi yang cepat dari suatu produk atau lini
usaha yang menyolok sekali dengan melebihi rata-rata industri.
Struktur korporat yang rumit, yaitu kompleksitas yang terjadi tidak tampak
Lokasi usaha yang menyebar secara luas disertai oleh manajemen yang
Kekurangan staf yang tampak memerlukan karyawan tertentu bekerja pada jam
yang tidak biasa, tidak memerlukan cuti dan/atau melakukan kerja lembur yang
substansial.
g.
Kewajiban
yang
tidak
sesuai/bertentangan
tetapi
tidak
digabungkan.
j.
Pengumuman yang terlalu cepat atau premature atas hasil operasi atau
Transaksi besar yang tidak biasa, khususnya pada akhir tahun, dengan pengaruh
Pembayaran besar yang tidak biasa berhubungan dengan jasa yang diberikan
dalam usaha normal kepada pengacara, agen, atau pihak lain (termasuk karyawan).
o.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Theodorus M. Tuanakotta. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Seri
Departemen Akuntansi FEUI. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Univesitas Indonesia, 2007.
Pustaka: Akuntansi Forensik & Audit investigatif, Theodorus Tuanakotta, LPFE UI
http://dwiermayanti.wordpress.com/2010/03/22/audit-kecurangan
http://diaryintan.wordpress.com/2010/11/21/etika-dalam-akuntansi-creativeaccounting-fraud-auditing-accounting-dll/
http://akuntansipendidik.blogspot.com/2012/09/skandal-atau-kecurangan-akuntansifraud.html