Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun oleh
Fikry Purwa Lugina
16312025
16312069
16312153
2012
ABSTRAK
Pada awalnya Sesar Lembang bukanlah sebuah fenomena alam yang dapat menimbulkan gempa
bumi. Namun, pada tahun 2006 masyarakat Bandung dikejutkan dengan penemuan patahan yang
berpotensi menimbulkan gempa bumi besar. Terbukti pada tahun 2011 terjadi sebuah gempa
bumi besar di Cisarua, Bogor (tepat di jalur Sesar Lembang) yang mengakibatkan rusaknya 103
rumah. Dengan keadaan Sesar Lembang yang masih aktif dan banyak penduduk yang hidup di
sekitar sesar lembang, membuat mitigasi bencana di daerah sesar sangat perlu dilakukan.
Pengamatan ini dilakukan dengan metode studi literatur dan studi lapangan ini menghasilkan
saran-saran untuk mitigasi bencana Sesar Lembang. Saran tersebut diantaranya memberikan
sosialisasi kepada masyarakat dengan kondisi Sesar Lembang yang aktif dan merancang jalur
evakuasi saat terjadi gempa bumi.
Kata Kunci : Mitigasi Bencana Sesar Lembang
PRAKATA
Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah swt. karena atas rahmat dan karunia-Nyalah
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang dibuat untuk mencari tahu upaya
penanggulangan bencana yang tepat di daerah Sesar Lembang. Terima kasih penulis ucapkan
kepada orang tua kami karena atas bantuan materiil dan imateriil yang diberikan telah
memberikan kelancaran kepada penulis dalam membuat Karya Tulis Ilmiah ini yang diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah.
Selama proses pembuatan karya tulis ilmiah ini tidak selalu berjalan mulus, penulis pun
terkadang menghadapi hambatan. Contohnya faktor cuaca yang tidak mendukung saat terjun ke
lapangan, kesibukan para penulis yang berbeda-beda yang menyulitkan dalam proses kerja
secara kelompok. Itu semua bisa diatasi dengan cara mengefektifkan waktu yang ada dan
mengerjakannya secara sungguh-sungguh untuk meminimalkan kesalahan yang mungkin terjadi.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih memiliki kekurangan. Harapan penulis,
mudahmudahan karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa lainnya
sebagai bahan referensi untuk karya tulis ilmiah berikutnya setelah penulis.
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan sejarah, kota Bandung yang sekarang ini berupa dataran tinggi, pada
awalnya merupakan wilayah lautan. Adanya proses pengangkatan kerak bumi menyebabkan
kawasan ini berubah menjadi cekungan yang kemudian menjadi tempat akumulasi produk
kegiatan gunung api berupa tufa dan lava serta endapan danau yang terdiri dari lempung dan
pasir.
Tidak heran jika sekarang terdapat banyak tempat wisata yang berbasis alam, sebut saja
Tangkuban Parahu, Situ Patenggang, dan masih banyak lagi. Namun sebenarnya ada satu objek
wisata yang tidak terlalu terkenal, namun mempunyai keindahan yang tidak kalah jika
dibandingkan dengan objek wisata lainnya, yaitu Sesar Lembang.
Sesar Lembang yang memiliki patahan sepanjang 22 km dari Cisarua di barat, melewati
kota padat Lembang, hingga lereng G. Palasari di timur adalah satu dari banyak tempat wisata
yang menyimpan keindahan dan misteri. Banyak pecinta alam melakukan geotrek di sepanjang
Sesar Lembang, tidak heran hal itu menjadi hal yang biasa di kalangan pecinta alam, mengingat
Sesar Lembang adalah sebuah patahan bumi yang merupakan fenomena nan begitu indah.
Patahan ini pun tidak hanya indah, namun menyimpan misteri dan ancaman bagi semua
penduduk Bandung karena patahan yang panjangnya lebih dari 20 km berpotensi terjadinya
gempa bumi besar.
Pada awalnya Sesar Lembang bukan merupakan sebuah fenomena alam yang dapat
menimbulkan gempa bumi. Namun, pada tahun 2006 masyarakat Bandung dikejutkan dengan
penemuan patahan yang berpotensi menimbulkan gempa bumi besar. Terbukti pada tahun 2011
terjadi sebuah gempa bumi besar di Cisarua, Bogor (tepat di jalur Sesar Lembang) yang
mengakibatkan rusaknya 103 rumah.
Oleh karena itu penulis memutuskan untuk mengambil judul Ancaman di Balik
Keindahan Sesar Lembang.
1.1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, muncul masalah antara lain :
1. Apa yang dimaksud dengan Sesar Lembang?
2. Ancaman dan dampak seperti apa yang akan terjadi?
3. Bagaimana upaya penanggulangan terhadap ancaman yang terjadi?
kemudian dianalisis.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian diperlukan data-data yang objektif dan akurat untuk mendukung sebuah
penelitian. Pada penelitian kali ini kami menggunakan teknik pengumpulan data, berupa studi
literatur dan observasi lapangan.
BAB II
TEORI DASAR MITIGASI BENCANA
2.1
dari mitigasi. Berdasarkan asalkatanya, kata mitigasi dalam bahasa Indonesia dipungut dari kata
mitigation dalam bahasa Inggris. Kata mitigation dalam bahasa Inggris secara etimologi berasal
dari kata benda dalam bahasa latin mitigationem, yang berasal dari kata kerja mitigare. Kata
mitigare berasal dari gabungan akar kata mitis yang artinya lunak, lembut, jinak dan agare yang
artinya melakukan, mengerjakan, membuat. Bedasarkan telaah mitigasi tersebut, kata mitigasi
dapat diartikan sebagai penjinakan, yaitu membuat sesuatu yang liar menjadi jinak atau sesuatu
yang keras menjadi lunak atau lembut. Bencana yang pada umumnya bersifat liar, dengan upaya
mitigasi diharapkan dijinakan atau dilemahkan kekuatannya. Mitigasi bencana bisa diartikan
pengurangan resiko bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu tahapan dalam manajemen
kebencanaan.
Dari latar belakang tentang bencana alam di Indonesia, mitigasi bencana merupakan langkah
yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Sesuai
dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang
mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu
terutama kegiatan penjinakan/peredaman atau dikenal dengan istilah mitigasi. Mitigasi pada
prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana
alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia (man-made
disaster). 1)
Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat
kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan
berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefenisikan rencana atau srategi
mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian resiko. Kegiatan mitigasi bencana
hendaknya merupakan kegiatan yang rutin dan berkelanjutan. Hal ini berarti bahwa kegiatan
mitigasi seharusnya sudah dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana,
yang seringkali datang lebih cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki
intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan semula.
Dalam UU RI no 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya
untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapai ancaman bencana. (UU RI no 4 tahun 2007).
2.2
Jika kita ingin menggolongkan mitigasi bencana dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
mitigasi struktural dan mitigasi non-struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usahausaha pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi
perencanaan tata guna lahan disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan memberlakukan
peraturan (law enforcement) pembangunan.1)
Sehubungan dengan itu, kebijakan nasional harus lebih memberikan kewenangan kepada
daerah-daerah untuk mengembangkan sistem mitigasi bencana yang dianggap paling tepat dan
efektif-efisien untuk daerahnya. Karena setiap daerah memiliki kerentanan terkena bencana yang
berbeda-beda.
2.2.1
Mitigasi Struktural
Mitigasi struktural merupakan upaya untuk meminimalkan
bencana yang dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan
pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi
aktivitas gunung berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning System
yang digunakan untuk memprediksi terjadinya gelombang tsunami. Mitigasi struktural adalah
upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa
teknis bangunan tahan bencana.
Bangunan tahan bencana adalah bangunan dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa
sehingga bangunan tersebut mampu bertahan atau mengalami kerusakan yang tidak
membahayakan apabila bencana yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur
perancangan struktur bangunan yang telah memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.1)
Inti dari mitigasi srruktural yaitu upaya untuk mengurangi kerentanan terhadap bencana
dengan cara rekayasa teknis bangunan yang tahan bencana.
2.2.2
Mitigasi Non-Struktural
Mitigasi non-struktural adalah upaya mengurangi dampak
bencana selain dari upaya mitigasi struktural. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan
seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah
upaya non-struktural di bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya adalah pembuatan tata
ruang kota, kapasitas bangunan masyarakat, bahkan sampai menghidupkan berbagai aktivitas
lain yang berguna bagi penguatan kapasitas masyarakat, juga bagian dari mitigasi ini. Ini semua
dilakukan untuk, oleh dan di masyarakat yang hidup di sekitar daerah rawan bencana.
Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan asuransi. Kebijakan non
struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang bertujuan untuk menghindari risiko yang tidak
perlu dan merusak. Tentu, sebelum perlu dilakukan identifikasi risiko terlebih dahulu. Penilaian
risiko fisik meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan terjadinya bencana
dan dampak yang mungkin ditimbulkannya. Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural
maupun yang bersifat non struktural harus saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. 1)
Inti dari mitigasi non struktural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan bencana
dengan cara yang berbeda seperti mitigasi struktural. Seperti dalam pembuatan kebijakan dan
peraturan.
2.3
Kegunaan Mitigasi
Banyak elemen-elemen yang jelas terlihat dari
mitigasi dapat dicapai dalam masa waktu pemerintahan, proyek-proyek rekayasa mitigasi bahaya
sebagai contoh: penguatan bangunan, mengubah penggunaan struktur-struktur yang rentan, dan
pelebaran jalan. Akan tetapi, hal ini saja tidak cukup untuk bisa menyebabkan satu pengurangan
resiko yang berkelanjutan. Diperlukan keseimbangan dari hasil-hasil yang segera bisa terlihat
dan yang baru terlihat dalam jangka panjang, serta manfaat-manfaatnya yang berkelajutan.
Bagian finansial untuk mengurangi resiko bencana memerlukan biaya dari pemerintah yang
banyak sekali dari pemerintah. Skala masalah yang dihadapi dalam mencoba memerangi
bahaya skala besar seperti gempa bumi atau badai tropis adalah cakupan geografis dari
zona yang beresiko dan jumlah elemen yang beresiko di daerah itu. Program-program perbaikan
perumahan, pendidikan bahaya atau aksi komunitas cenderung melibatkan berjuta-juta
rumah tangga. Sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini mungkin
banyak sekali.1)
Mempraktekkan mitigasi bencana memang tidak semudah membalikkan tangan. Selain
membutuhkan persiapan dan waktu yang tidak sedikit diperlukan juga biaya yang tidak sedikit
untuk mitigasi strukturalnya. Memang kegunaan mitigasi tidak terlihat untuk saat ini, tetapi akan
terasa untuk jangka panjang.
2.4
dan berkelanjutan. Artinya kegiatan mitigasi seharusnya sudah dilakukan dalam periode jauhjauh hari sebelum bencana itu terjadi. Dari sinilah mitigasi bencana memiliki banyak manfaat
dalam kehidupan kita. Manfaat itu dapat dirasakan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di
daerah yang rentan akan bencana, seperti di negara Indonesia ini.
Manfaat yang pertama, yaitu dapat mengurangi resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy
costs) dan kerusakan sumber daya alam. Ini berarti kerugian yang akan dialami oleh masyarakat
baik secara materi maupun non materi akan berkurang karena masyarakat sudah mengetahui
informasi terkait dengan terjadinya bencana dan diberi penyuluhan dan pengarahan agar
pengevakuasian berjalan dengan baik.
Manfaat yang kedua, yaitu dapat sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan
pembangunan. Ini berarti perencanaan pembangunan harus dicermati secara matang dengan
mengetahui dampak yang akan terjadi jika bangunan tersebut dibangun di suatu daerah yang
rawan akan bencana, baik dari bahan-bahan yang akan digunakan hingga struktur bangunan
tersebut
Manfaat yang ketiga, yaitu dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat (public
awareness) dalam menghadapi serta mengurangi dampak atau resiko bencana, sehingga
masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe). Masyarakat akan lebih siap dan tenang
dalam menghadapi bencana yang sewaktu-waktu akan terjadi secara tiba-tiba.
Ketiga manfaat ini sudah dirasakan oleh negara Jepang yang setiap harinya rentan akan
bencana. Masyarakat Jepang memiliki budaya dan perilaku terhadap bencana-bencana yang
melanda negara mereka sehingga mereka lebih siap dan begitu tenang menghadapi bencana yang
merusak negara mereka.
BAB III
ANALISIS ANCAMAN YANG DITIMBULKAN
OLEH SESAR LEMBANG
3.1
tinggi Bandung, dan ekspresi geomorfologi yang jelas dari aktivitas neotektonik di cekungan
Bandung. Sesar Lembang meliputi perbukitan Dago dan Bandung Utara. Kedua blok yang
bergeser ini dicirikan dengan adanya tebing terjal atau gawir sesar. Gawir sesar terbentang
sepanjang 22 kilometer dari timur ke barat, tingginya gawir sesar yang mencerminkan besarnya
pergeseran sesar berubah dari sekitar 450-an meter di ujung timur Maribaya hingga 40-an meter
di sebelah barat Cisarua.
Di daerah ini terdapat suatu daerah datar sepanjang Jalan Bandung Lembang. Bagian
barat dataran sempit ini dibatasi Ci Hideung yang menyayat tajam dan dalan, mengalir utara
selatan memotong gawir sesar. Di sebelah timur, gawir sesar dicirikan oleh tebing sangat terjal
dengan beda tinggi relative dari 75 meter di Lembang sampai lebih dari 450 meter di Gunung
Palasari.1)
Lokasi pengamatan morfologi terbaik terhadap Sesar Lembang adalah pada tepi jalan
Lembang Tangkubanperahu di daerah Ciburial-Cibogo. Dari lokasi ini terlihat jelas gawir yang
lurus berarah barat-timur serta beberapa lokasi geografi yang mencolok, di antaranya Gunung
Batu.
Puncak Gunung Batu di Lembang adalah satu titik terbaik untuk mengamati gawir sesar
ke arah timur. Selain itu, dari atas Gunung Batu kita dapat mengamati dataran Bandung ke arah
selatan. Gunung Batu terdiri atas batuan beku andestik. Diperkirakan berupa aliran lava karena
masih memperlihatkan kekar kekar kolom yang dapat diamati pada lereng utaranya.
3.2
Indonesia yang diterbitkan tahun 1949, memberikan kronologi kejadian Sesar Lembang
dikaitkan dengan perkembangan volcano-tektonik Komplek Gunung Sunda. Sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Tahap 1:
Pembentukan Komplek Gunung Sunda.
Tahap 2:
Pembentukan kubah.
Tahap 3:
Kolaps pertama yang membentuk sesar
Tahap 4:
Erupsi fase-A Tangubanperahu.
Tahap 5:
Kolaps kedua yang membentuk rekahan rekahan melengkung.
Tahap 6:
Erupsi Fase-B Tangkubanperahu.
Tahap 7:
Tahap ketiga penyesaran yang membentuk amblesan sebesar 40 meter sepanjang sesar.
h. Tahap 8:
Erupsi Fase-C Tangkubanperahu.
Sesar sebelah timur Jalan Bandung-Lembang, pertama tama terbentuk. Blok utara bergeser
turun relative terhadap blok selatan yang dikenal sebagai Blok Palasari. Pergeseran yang
Hasil penelitian yang relative baru itu menunjukkan bahwa kemungkinan pergeseran
pertama Sesar Lembang yang bertepatan dengan pembentukan kaldera dalam proses letusan
kataklismik terjadi 100.000 tahun yang lalu. Sedangkan Sesar Lembang bagian barat
diperkirakan lebih muda, yakni dari 27.000 tahun yang lalu. Hal ini disebabkan adanya lapisan
endapan endapan letusan gunung api yang disebut piroklastik yang berumur tersebut,
terpetahkan oleh sesar.
Aliran lava berhasil menembus dinding sesar bagian timur melalui Ci Kapundung di
Maribaya. Tetapi hal ini tidak terjadi di bagian barat. Dengan demikian, sesar bagian barat
diduga lebih muda dari fase-B Bemmelen, tetapi mematahkan endapan endapan fase-C
Bemmelen, sehingga aktivitas sesar bagian barat diperkirakan terjadi setelah fase-C Bemmelen.
3.3
Lembang bukanlah hal biasa, jika dilihat dari dataran yang lebih tinggi, Sesar Lembang bagaikan
pagar yang membatasi Bandung. Namun Sesar Lembang pun tidak hanya menyimpan keindahan,
terdapat ancaman yang begitu hebat.
Sesar Lembang diduga masih aktif. Retakannya, membentuk tebing memanjang berarah
timur barat sepanjang kira kira 22 km dari Palasari hingga Cisarua, dan membelah lapisan
lapisan batuan endapan gunung api yang lebih muda. Untuk itulah, sebuah seismograf telah
dipasang di puncak Gunung Batu untuk memantau aktivitas getaran getaran gempa bumi pada
kerak bumi disepanjang sesar ini.
Seismograf di Gunung Batu bersama seismograf di Stasiun Pengamatan Gunungapi di
Puncak Tangkubanperahu, juga akan memantau gerakan gerakan magmatis yang terkait dengan
aktivitas vulkanologi Gunung Tangkubanperahu. Dengan alat alat yang mencatat setiap getaran
di kerak bumi inilah, para ahli dapat memperkirakan fenomena fenomena awal yang berkaitan
dengan aktivitas gempa bumi atau letusan gunung api. Sehingga, para ahli sedikitnya dapat
memberikan peringatan dini akan kemungkinan bencana alam dahsyat yang akan melanda
Lembang dan sekitarnya.
Gempa bumi yang akan menggerakkan Sesar Lembang atau letusan dahsyat Gunung
Tangkubanperahu, suatu saat pasti akan terjadi. Namun sampai dengan hari ini, belum ada
seorang ahli pun atau suatu alat dan metoda yang dapat meramalkan dengan pasti kapan bencana
tersebut akan terjadi. Tanda tanda alam akan memberi sinyal dengan jelas. Kita tinggal harus
pintar membacanya.
Retakan Sesar Lembang adalah salah satu pertanda alam yang dapat diamati. Daerah
itulah yang diduga akan terkena dampak besar jika Sesar Lembang bergerak. Lembah ini pula
yang akan menanggung bencana aliran lahar besar besaran jika Gunung Tangkubanperahu
meletus.
Selain itu Bandung memang rawan gempa, tercatat sejak tahun 2000 terjadi lima kali
gempa sedang. Pada tanggal 4 Juni 2000 yang berpusat di Pulau Enggano di Samudera Hindia
dengan besaran 7,9 SR, tanggal 12 Juli 2000 yang berpusat di Kecamatan Cibadak dengan
besaran 5,1 SR, gempa bumi ketiga terjadi pada tanggal 18 Agustus 2000 di daerah Cicalengka,
gempa bumi keempat terjadi pada tanggal 24 September 2000 yang mengguncang Bandung
Utara, dan gempa bumi kelima terjadi pada tanggal 2 Februari 2005 yang berpusat di Kabupaten
Bandung.
3.4
Mitigasi Bencana
Dari latar belakang tentang bencana alam di Indonesia, mitigasi bencana merupakan
langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana.
Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian
yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana,
yaitu terutama kegiatan penjinakan/peredaman atau dikenal dengan istilah mitigasi. Mitigasi
pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam
bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia (manmade disaster).
Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat
kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan
berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefenisikan rencana atau srategi
mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian resiko (risk assessmemnt). Kegiatan
mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang rutin dan berkelanjutan (sustainable). Hal
ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah dilakukan dalam periode jauh-jauh hari
sebelum kegiatan bencana, yang seringkali datang lebih cepat dari waktu-waktu yang
diperkirakan, dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan semula.
Jika hal tersebut telah disadari , seharusnya kita segera merancang tata kota dan
permikiman yang sesuai dengan tanda tanda alam ini. Inilah salah satu usaha mitigasi bencana
alam, yaitu bagaimana mengurangi korban bencana serendah mungkin. Kita jelas tidak mungkin
mencegah terjadinya bencana alam. Kita malah harus hidup dengan bencana alam, dengan tetap
merasa nyaman, namun waspada.
Namun sejauh ini masyarakat masih belum terlalu menyadari bahaya yang mengancam
mereka, terbukti saat penulis melakukan wawancara pada salah satu warga, mereka bahkan tidak
mengetahui keberadaan sesar lembang, mereka hanya menganggap semua itu hanyalah
fenomena alam biasa.
Kekurangan terhadap informasi ini bisa saja disebabkan karena sosialisasi yang kurang
dari pihak pemerintah setempat. Padahal apabila hal ini dikaji lebih dalam, begitu besar ancaman
yang mengancam daerah sekitar Sesar Lembang. Dan bila dibiarkan banyak masyarakat yang
terancam akan keberadaan Sesar Lembang.
Langkah kecil yang dapat dilakukan oleh pemerintah setempat adalah dengan
mengadakan sosialisasi mengenai hal tersebut. Ketakutan akan penduduk panic mungkin
menghantui pihak pemerintah, namun apabila dibiarkan masyarakat tidak mengetahui
kebernarannya itu malah semakin parah. Biarkan masyarakat tahu dan dengan cara tersebut
masyarakat dapat waspada dengan keberadaan Sesar Lembang.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Dari uaian diatas, penulis akan mengambil kesimpulan dari bab-bab terdahulu baik secara
teori maupun tinjauan.
1. Sesar Lembang merupakan tempat yang sangat indah, suatu tempat yang berpotensi untuk
dijadikan salah satu objek wisata, terutama pada segi geowisata. Namun di balik keindahan itu
tersimpan ancaman yang bisa terjadi kapan saja.
2. Pengetahuan warga tentang keberadaan Sesar Lembang yang sebenarnya masihlah kurang.
3. Upaya penanggulangan dapat dilaksanakan sedini mungkin, salah satunya dengan cara
membuat jalur evakuasi jika suatu saat terjadi bencana.
4.2 Saran
Berdasarkan pembahasan, saran penulis adalah sebagai berikut:
1. Perlunya upaya untuk memaksimalkan potensi geowisata yang dimiliki Sesar Lembang.
2. Pemerintah harus lebih cermat dalam memperhatikan ancaman yang ditimbulkan Sesar
Lembang, salah satunya dengan cara mengadakan sosialisasi agar warga tahu tentang
keberadaan Sesar Lembang.
DAFTAR PUSTAKA
Taufiq, Tuhana. 2007. Mitigasi bencana gempa dan tsunami. Jakarta : Global Pustaka Utama.
Coburn, A.W. , et al. 1994. Mitigasi Bencana Edisi Kedua. Cambridge : Cambridge Architectural
Research Limited.
BAKORNAS PBP 2002. Arahan Kebijakan Mitigasi Bencana Perkotaan di
Indonesia. http://amalianovi.blogspot.com/2012/03/mitigasi-bencana.html (21 April 2008)
diunduh tanggal 1 November 2012 pukul 19.37