Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
OLEH :
I KADEK ANANTA WIJAYA
(P07120213016)
(P07120213012)
(P07120213016)
(P07120213021)
(P07120213029)
(P07120213036)
(P07120213037)
Contoh klinis yang umum menunjukkan hipoksemia tanpa peningkatan PaCO 2 ialah
pneumonia, aspirasi isi lambung, emboli paru, asma, dan ARDS.
b. Gagal Nafas Hiperkapnia / Gagal Nafas Tipe 2
Berdasarkan definisi, pasien dengan gagal napas hiperkapnia mempunyai kadar
PaCO2 yang abnormal tinggi. Karena CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 tersisih
di alveolus dan PaO2 menurun.Maka pada pasien biasanya didapatkan hiperkapnia dan
hipoksemia bersama-sama, kecuali bila udara inspirasi diberi tambahan oksigen.Paru
mungkin normal atau tidak pada pasien dengan gagal napas hiperkapnia, terutama jika
penyakit utama mengenai bagian nonparenkim paru seperti dinding dada, otot
pernapasan, atau batang otak.Penyakit paru obstruktif kronis yang parah sering
mengakibatkan gagal napas hiperkapnia.Pasien dengan asma berat, fibrosis paru
stadium akhir, dan ARDS (Acute Respiratory Distres syndrome) berat dapat
menunjukkan gagal napas hiperkapnia.
3. Penyebab / Etiologi ARF atau Gagal Nafas Akut
Penyebab gagal napas dapat digolongkan sesuai kelainan primernya dan komponen
sistem pernapasan yaitu:
a. Gangguan sistem saraf pusat (SSP)
1) Berbagai gangguan farmakologi, struktur dan metabolik pada SSP dapat
mendepresi dorongan untuk bernapas
2) Hal ini dapat menyebabkan gagal napas hipoksemi atau hiperkapni yang akut
maupun kronis
3) Contohnya adalah tumor atau kelainan pembuluh darah di otak, overdosis
narkotik atau sedatif, gangguan metabolik seperti miksedema atau alkalosis
metabolik kronis
b. Gangguan sistem saraf perifer, otot pernapasan dan dinding dada
1) Gangguan pada kelompok ini adalah ketidakmampuan untuk menjaga tingkat
ventilasi per menit sesuai dengan produksi CO2
2) Dapat meyebabkan hipoksemi dan hiperkapni
3) Contohnya
sindrom
Guillan-Barre,
distropi
otot,
miastenia
gravis,
hipertensi.
Oksimetri nadi akan turun di bawah normal.
Sesak nafas dan dyspnea saat istirahat.
Penggunaan otot aksesoris dan intercostal.
Suara nafas abnormal: crackles dan gurgling
Perubahan pada jumlah dahak (sputum), warna, dan perlu dilakukan suction
Disritmia jantung
Seluruh kulit pucat.
Akhir:
a. Perubahan-perubahan neurologi: letargi, rasa kantuk berat, koma.
b. Tanda-tanda vital turun yang menyebabkan bradipnea, bradikardi, dan hipotensi.
c. Sianosis/warna kulit tubuh terlihat berbecak (mottling) dan usaha pernafasan yang
lemah.
d. Henti jantung.
5. Penatalaksanaan
a. Pengenalan dini dan perawatan yang mendasari
b. Intubasi sebelum pasien lelah bernafas
c. Ventilasi mekanis dengan PEEP dan FiO2 yang tinggi ditambahkan jika hipoksia
d.
e.
f.
g.
berat.
Pemasukan pipa nasogastric dengan dukungan nutrisi.
Pasang kateter arteri pulmonalis jika cairan dan status jantung belum jelas.
Transfuse sel darah merah jika pasien menderita anemia.
Pengobatan:
1) Bikarbonat untuk mengkoreksi asidosis sesuai dengan nilai ABG.
2) Blokade neuromuscular untuk meminimalkan kebutuhan oksigen dan
mempermudah pasien istirahat.
3) Analgesic jika pasien mendapatkan blockade neuromuscular untuk mencegah
rasa sakit akibat imobilitas.
nafas
dapat
disebabkan
oleh
kelainan
intrapulmoner
maupun
Gambar 2 Unit pirau, tidak ada ventilasi tetapi perfusi normal, sehingga perfusi
terbuang sia-sia (V/Q=0)
Dari keempat mekanisme di atas, kelainan extrapulmoner menyebabkan
hipoventilasi sedangkan kelainan intrapulmoner dapat meliputi seluruh mekanisme
tersebut. Sesuai patofisiologinya gagal nafas dapat dibedakan dalam 2 bentuk yaitu
hipoksemik atau kegagalan oksigenasi dan hiperkapnik atau kegagalan ventilasi.
1. Kegagalan Oksigenasi (Gagal Nafas Tipe I/Hipoksemik)
Gagal nafas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah, ditandai
dengan PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau menurun. Gagal nafas tipe I ini terjadi pada
kelainan pulmoner dan tidak disebabkan oleh kelainan ekstrapulmoner. Mekanisme
terjadinya hipoksemia terutama terjadi akibat :
a. Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah mengalir ke bagian
paru yang ventilasinya buruk atau rendah. Keadaan ini paling sering. Contohnya
adalah posisi (terlentang di tempat tidur), ARDS, atelektasis, pneumonia, emboli paru,
displasia bronkopulmonal.
b. Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membran alveolar atau
pembentukan cairan interstitial pada sambungan alveolar-kapiler. Contohnya adalah
edema paru, ARDS, pneumonia interstitial.
c. Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area paru-paru yang tidak
pernah mengalami ventilasi. Contohnya adalah malvormasi arterio-vena paru,
malvormasi adenomatoid kongenital.
Penderita dengan gagal nafas tipe hipoksik dapat dibagi ke dalam: gangguan
pulmoner non spesifik akut (ARDS), penyakit paru spesifik akut, dan penyakit paru
progresif kronik.
a. Gangguan pulmoner non spesifik akut
Kelainan ini sering disebut ARDS (acute respiratory distress syndrome). Beberapa
nama lain yang dipergunakan yaitu shock lung, wet lung, white lung syndrome.
ARDS dapat terjadi pada penderita dengan penyakit paru atau paru yang normal. Paling
sering terjadi mengikuti pneumonia, trauma, aspirasi cairan lambung, overload cairan,
syok, pintasan kardiopulmoner, overdosis narkotik, inhalasi asap beracun atau kelebihan
oksigen. Berbagai penyebab dari ARDS :
dengan akibat perbadingan V/Q menjadi nol. Pada pneumonia alveoli terisi material
peradangan, sedangkan pada edema terisi cairan transudat, dan pada kasus atelektasis
tidak terjadinya ventilasi di unit respirasi distal karena terjadinya kolaps jalan nafas.
3. Penyakit paru progresif kronik
Kelainan yang termasuk dalam kategori ini adalah fibrosis interstitial dan karsinoma
limfangitik. Keduanya jarang didapatkan pada anak-anak.
b. Kegagalan Ventilasi (Gagal Nafas Tipe II/Hiperkapnik)
Gagal nafas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO 2, pada umumnya
disebabkan oleh kegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi CO 2 (peningkatan
PaCO2 atau hiperkapnea) disertai dengan penurunan pH yang abnormal dan penurunan
PaO2 atau hipoksemia.
Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan
ekstrapulmoner. Hiperkapnik yang terjadi karena kelainan extrapulmoner dapat
disebabkan karena penekanan dorongan pernapasan sentral atau gangguan pada respon
ventilasi. Penyakit-penyakit atau kedaan penyebab kegagalan ventilasi :
a. Ekstrapulmoner
1) overdosis sedatif atau opiat
2) stroke serebrovaskular
3) hipotiroid
4) kerusakan primer pusat nafas
5) trauma dada (flail chest)
6) cedera medula spinalis
7) poliomielitis
8) amiotropik lateral sklerosis
9) Penyakit Guillain Barre
10) Sklerosis multipel
11) Paralisis diafragma
12) Distrofi muskuler
13) Gangguan keseimbangan elektrolit (K,Ca,Mg,PO4)
14) Neurotoksin (botulisme, difteria, tetanus)
15) Obesitas
16) Distensi abdominal
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran nafas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasiperfusi
2. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan
NO
Diagnosa Keperawatan
.
1.
Gangguan
nafas
Intervensi
pertukaran NOC :
NIC :
exchange
Respiratory
Status
ventilation
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan
buatan
batuk
perlu
dyspneu
mengeluarkan
mampu
bernafas
dengan
sekret
dengan
(mampu
sputum,
Keluarkan
Berika
bronkodilator
bial
perlu
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
O2
Respiratory Monitoring
Monitor
rata
rata,
penggunaan
dan
intercostal
Monitor
pola
nafas
bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
Monitor
diagfragma
kelelahan
otot
(gerakan
paradoksis)
mengauskultasi
2.
Ketidakefektifan
pola NOC :
NIC :
nafas
Respiratory status :
Airway Management
Ventilation
Respiratory status : Airway
patency
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan
batuk
buatan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
mampu
bernafas
dengan
paten
jalan
nafas
(klien
tidak
Tanda
vital
normal
dalam
(tekanan
perlu
Keluarkan
sekret
dengan
Berikan
pelembab
udara
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang
paten
Catat
adanya
fluktuasi
tekanan darah
duduk,
atau
berdiri
selama,
dan
setelah aktivitas
Monitor
frekuensi
dan
irama pernapasan
bradikardi,
peningkatan sistolik)
3.
Penurunan
jantung
curah NOC :
Cardiac output decreased
NIC :
Kriteria Hasil :
4.
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
NOC :
NIC :
Respiratory status :
Airway suction
Ventilation
Respiratory status : Airway
patency
Auskultasi
sebelum
suara
dan
nafas
sesudah
suctioning.
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan
batuk
(mampu
mengeluarkan
sputum,
bernafas
Menunjukkan
paten
nafas
(klien
tidak
nafas
Berikan
dalam
O2
dengan
nasal
memfasilitasi
untuk
suksion
nasotrakeal
Gunakan
alat
yang
steril
Anjurkan
pasien
untuk
klien
menggunakan
Minta
dengan
jalan
Aspiration Control
mampu
dari nasotrakeal
dapat
menghambat
jalan
nafas
apabila
menunjukkan
pasien
bradikardi,
Airway Management
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
Keluarkan
sekret
dengan
Berikan
pelembab
udara
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
O2
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Joanne McCloskey et al.2004.Nursing Interventions Classification
(NIC).Missouri : Mosby
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
NANDA Internasional 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta: EGC
News
Medical.
2012.
Pneumonia,
(http://www.news-medical.net/health/Pneumonia-