Você está na página 1de 23

Tinjauan Pustaka

Asidosis Tubular Ginjal pada Anak

Husein Albar

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


Hasanuddin/ Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makassar

Abstrak: Asidosis tubulus ginjal (ATG) adalah sindrom klinik akibat gangguan reabsorbsi
HCO3- proksimal atau gangguan pengasaman urin distal yang ditandai oleh asidosis
metabolik (AM) hiperkloremik, SAp, dan fungsi glomerulus normal. ATG umumnya
dikelompokkan menurut gejala klinik dan patofisiologi sebagai ATGP, ATGD, dan ATGH.
ATG dapat terjadi primer sebagai kelainan yang berdiri sendiri atau idiopatik dan
sekunder dihubungkan penyakit ginjal atau kelainan general lainnya. Gejala klinik ATG
meliputi AM, retardasi pertumbuhan, dan gejala nonspesifik seperti anoreksia, muntah,
konstipasi, poliuria, hipotonia, polidipsia, dan dehidrasi. Semua tipe ATG menunjukkan AM
hiperkloremik dan SAp normal sehingga perlu pemeriksaan SAu. Diagnosis kerja ATGP bila
SAu negatif dan ATGD atau ATGH bila SAu positif. Pengobatan bertujuan mengoreksi
asidosis dan mempertahankan kadar HCO3- dan K+ darah dalam batas normal. Koreksi awal
tidak perlu ditunda hanya untuk memastikan diagno- sis terutama bila asidosis spontan.
Segera berikan alkali tanpa memandang tipe ATG. Bila ada hipokalemia harus dikoreksi
lebih dulu sebelum suplementasi alkali untuk mencegah bahaya hipokalemia. Suplementasi
alkali oral seperti Nabik, natrium sitrat, atau campuran natrium sitrat dan kalium sitrat
bila ada hipokalemia ternyata cukup efektif pada bayi dan anak, namun perlu pengobatan
awal secara intravena bila bayi menunjukan asidosis dan hipokalemia berat. Prognosis ATG
primer transien umumnya baik sembuh dalam dekade pertama kehidupan tapi ATG primer
persisten dapat sampai dewasa bahkan selama hidup dan potensial berakhir dengan gagal
ginjal kecuali diagnosis dini dan pengobatan adekuat sebelum timbul nefrokalsinosis.
Prognosis ATG sekunder bergantung pada penyakit primernya.
Kata kunci: asidosis tubular ginjal, proksimal, distal, hiperkalemia

Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 2, Pebruari 2005

Asidosis Tubular Ginjal pada Anak

Renal Tubular Acidosis in Children


Husein Albar
Department of Child Health Faculty of Medicine, Hasanuddin University/
Dr. Wahidin Sudirohusodo General Hospital, Makassar

Abstract: Renal tubular acidosis (RTA) is a clinical syndrome resulting either from an
impairment of reabsorption of bicarbonate by the proximal tubule or of distal acidification
and is character- ized by hyperchloremic metabolic acidosis with a normal plasma anion gap
and renal function. In general, RTA may be classified according to the clinicopathophysiologic
grounds as proximal, distal, and hyperkalemic RTA. RTA can be primary as isolated or
idiopathic RTA and secondary associated with other renal diseases or generalized disorders.
Clinical manifestations include metabolic acidosis, growth retardation, and nonspecific
features such as low apppetite, vomiting, constipation, polyuria, hypotoni, polydipsia, and
dehydration. The characteristic findings in all types of renal tubular acidosis are
hyperchloremic metabolic acidosis accompanied by a normal anion gap. It is necessary to
measure urine anion gap to distinguish one from the other. Diagnosis of proximal renal tubular
acidosis may be established based on negative urine anion gap whereas distal renal tubular
acidosis as well as hyperkalemic renal tubular acidosis on positive urine anion gap.
Management of renal tubular acidosis is aimed at correcting acidosis and maintaining the
level of serum bicarbonate and potassium in normal limits. It is unnecessary to postpone initial
correction, while confirming the diagnosis particularly in a spontaneous acidotic state. Alkali
administration should be immediately given in any types of renal tubular acidosis.
Hypokalemia should be at least partially corrected before the acidosis is corrected to prevent
severe effects of hypokalemia. Oral alkali administration including sodium bicarbonate,
sodium citrate, or so- dium and kalium citrate mixture in hypokalemic state seems to be
helpful in relieving acidosis in infants and children. However, an initial intravenous
administration of alkali is ocassionaly needed in infants with severe acidosis and
hyperkalemia. Prognosis of the primary transient RTA is usually good with a complete
resolution in the first decade of life whereas primary persistent RTA may last over years up to
adult or even during a life-time and potensially ends up with renal failure unless early
diagnosis and treatment to prevent the development of nephrocalcinosis ae conducted.
Prognosis of the secondary RTA depends on the underlying diseases.
Key words: renal tubular acidosis (RTA), proximal, distal, hyperkalemic.

Pendahuluan
Asidosis tubulus ginjal (ATG) adalah suatu sindrom
klinik yang disebabkan gangguan reabsorbsi bikarbonat
(HCO3 -) di tubulus proksimal (TP) atau gangguan
pengasaman urin (sekresi ion H+) di tubulus distal (TD)
dan ditandai oleh asidosis metabolik (AM) hiperkloremik,
senjang anion plasma (SAp) normal, dan fungsi
glomerulus normal. Gangguan
primer reabsorbsi HCO 3
proksimal digolongkan sebagai ATG proksimal (ATGP)
atau ATG tipe-2. Gangguan primer sekresi ion H+ distal
disebut ATG distal (ATGD) atau ATG tipe-1. ATG yang
timbul akibat defisiensi aldosteron atau resistensi TD
terhadap aldosteron disebut ATG hiperkalemik (ATGH)
atau ATG tipe-4. ATG berbeda dari asidosis glomerulus

ginjal atau asidosis uremik yang ditandai oleh AM


normo- hipokloremik, SAp tinggi, dan insufisiensi ginjal.1-4
ATG pada anak pertama kali dilaporkan Lightwood dan

Butler et al pada dewasa dilaporkan Baines et al. ATG


baru dikenal sebagai kelainan tubulus ginjal berupa
gangguan reabsorpsi HCO - atau ekskresi ion H+ oleh
Albright et al pada tahun 1946.4
Gejala klinikATG umumnya nonspesifik sehingga
sering lolos dari diagnosis dan terlambat atau tidak
mendapat pengobatan. Tanpa pengobatan dini,
adekuat, dan ber- kesinambungan, anak dengan ATG
dan AM kronik potensial mengalami retardasi

Asidosis Tubular Ginjal pada Anak


pertumbuhan, nefrokalsinosis, nefro- litiasis, penyakit
tulang, gagal ginjal dan hiperkalemia, bahkan dapat
mengancam jiwa3 anak.
Peran Ginjal dalam Mengatur Keseimbangan Asam-Basa
Ginjal mengatur kesimbangan asambasa cairan
tubuh melalui proses reabsorbsi hasil filtrasi HCO3- di TP,
sekresi ion H+ , dan ekskresi NH4+ di TD.3-6 Sekitar 8090% total

filtrasi HCO - direabsorbsi di TP dan sisanya 10-20% di


3
TD.3,4,8 sebanyak 85% ion H+ disekresi di TP, 10% di TD
dan
5% di tubulus kolektifus (TK).7,8 Proses sekresi ion H+
pada
membran lumen TP berlangsung melalui penukar spesifik
Na+ - H+ (NHE-3) dan transpor HCO 3- pada membran
basolateral TP melalui kotranspor Na+- HCO - (NBC-1).
CO
3
2
dari darah memasuki sel tubulus dan bergabung dengan
H2O
membentuk H 2CO 3 dengan bantuan katalisator soluble cytoplasmic carbonic anhydrase (CA II). H 2CO 3 selanjutnya
berdisosiasi menjadi ion H+ dan HCO3 -. Ion H+ disekresi
secara
aktif ke dalam lumen tubulus bertukar dengan Na+ dan
3
HCO menyeberang membran basolateral TP melalui kotranspor
- 5
pasif (1 Na+ - 3HCO
, kemudian direabsorbsi ke dalam
3
darah melalui transpor seluler aktif dan sedikit melalui
difusi pasif sepanjang jalur paraseluler.3,4,6,8,9 Ion H+
yang disekresi
bereaksi dengan HCO - membentuk H CO luminal yang
3
2
3
kemudian berdisosiasi menjadi CO dan H O dengan bantuan
2
2
katalisator membrane-bound carbonic anhydrase lumen
(CA IV). CO
selanjutnya bebas berdifusi kembali ke
2
dalam sel tubulus untuk melanjutkan siklus reabsorbsi
(Gambar 1). Fungsi utama sel TP yang lain yaitu sintesis
NH (NH 4) dari
3
4
glutamin yang difasilitasi oleh ensim glutaminase dan
fosfoenol piruvat karboksilase.3,5 Selama AM terjadi
stimulasi enzim CA II dan CA IV dan peningkatan enzim
glutaminase dan fosfoenol piruvat karboksilase.5

(K+ - H+). Permeabilitas thick ascending limb medula


rendah terhadap NH sehingga dapat membatasi difusi
kembali NH 3.5
3
NH4+ yang tidak diekskresi bersama urin akan masuk ke dalam
hepar melalui sirkulasi sistemik dan bergabung dengan HCO
3
membentuk urea.6
Gradien kadar NH + dibentuk dan diperbesar melalui arus
4

balik sekresi NH4 + ke dalam TP dan mungkin juga ke dalam


3

thin descending limb of loop of Henle. Akumulasi NH di


medula interstitial meningkatkan daya dorong difusi NH3 ke
dalam TK yang difasilitasi oleh keasaman cairan tubulus yang
tinggi. Gangguan produksi dan transpor NH 3 (NH 4+)
merupakan penyebab gangguan pengasaman urin distal
(Gambar 2). Pengasaman urin distal terutama terjadi di
TK5 diatur oleh sekresi ion H+ di TD dan TK (sebagian
dipe- ngaruhi hormon mineralokortikoid) dan sekresi
NH
3
membentuk ion NH + dalam urin asam.1
4

Gambar 2. Skema Ekskresi Ion H+ di TK Korteks5

Gambar 1. Skema Reabsorbsi HCO3- di TP5

Pengasaman urin berlangsung di nefron distal melalui


3
proses yang saling berkaitan yaitu reabsorbsi 10-20%
filtrat

Sekresi ion H+ berpasangan dengan reabsorpsi Na+


sehingga untuk satu ion H+ yang disekresi, satu Na+ dan
satu HCO 3- akan direabsorbsi. Bila sekresi ion H+ melebihi
jumlah reabsorpsi HCO
,- kelebihan ion H+ akan didapar
3
dalam cairan tubulus oleh anion nonbikabonat misalnya
H PO 22
4
HCO - yang lolos reabsorpsi proksimal, titrasi HPO 23

membentuk garam asam atau bereaksi dengan


NH membentuk NH +. Proses dapar terutama terjadi di
TD dan
3
4
menjadi H2PO4 atau asam titrasi (AT), dan akumulasi

TK.

Sekresi ion H dan titrasi dapar urin non-HCO dapat

NH
+

intraluminal untuk mendapar ion H menjadi 4NH yang


tidak
dapat berdifusi. Thick ascending limb of loop of Henle
mereabsorbsi sekitar 15% filtrat HCO3- yang serupa
dengan mekanisme reabsorbsi proksimal melalui
pertukaran apikal (Na+ - H+) dan ikut berperan
dalam
3
transpor NH . Absorbsi
NH4+ di membran apikal ansa Henle bertukaran dengan
K+
melalui sistem kotranspor (Na+ K+ 2CL- ) dan sistem antipor

3,8,9

menghasilkan pH urin asam serendah 4,5 dalam keadaan


beban asam.2,3,5,6
Klasifikasi
ATG dapat digolongkan berdasarkan urutan penemuan

yaitu ATG-tipe1 akibat gangguan sekresi ion H+ distal sebagai


sindrom klinik yang pertama kali ditemukan (ATGD klasik),

menyusul ATG tipe-2 akibat gangguan reabsorbsi HCO3-,


ATG tipe-3 merupakan ATG hibrid tipe1-2 karena kelainan
sekresi ion H+ distal disertai gangguan reabsorpsi HCO proksimal, dan ATG tipe-4 (ATGH) disebabkan3
defisiensi aldosteron atau resistensi TD terhadap
aldosteron (pseudo- hipoaldosteronisme). ATG tipe-3
sekarang dianggap sebagai varian ATG tipe-1. Beberapa
kasus ATGH ternyata tidak mampu menurunkan pH urin
< 5,5 selama asidosis sistemik dan sekarang dianggap
sebagai varian infantil ATG tipe-1
(ATGDH).1-4
Selain
itu, ATG digolongkan menurut penyebab
meliputi
ATG primer dengan kausa tidak diketahui (idiopatik) dan
ATG sekunder akibat penyakit ginjal, penyakit di luar
ginjal atau penyakit sistemik. ATG primer dan sekunder
dapat bersifat sporadik atau familial yang diturunkan
secara autosom dominan atau resesif.2-5 Berdasarkan aspek
patofisiologik dan klinik ATG digolongkan atas ATG
akibat kelainan primer reabsorbsi HCO - proksimal (ATGP),
kelainan primer 3ekskresi
ion H+ distal (ATGD), dan defisiensi aldosteron atau
pseudohipoaldosteronisme(ATGH). Penggolongan ATG
berdasarkan aspek patofisiologik dan klinik dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1.

Penggolongan ATG Berdasarkan Aspek Patofisiologik dan Klinik 2

Tipe

Patofisiologi

Herediter

Manifestasi Klinik dan Laboratorik


Gejala klinik ATG meliputi AM, retardasi
pertumbuhan, dan gejala nonspesifik lain seperti
anoreksia, muntah, konstipasi, poliuria, hipotonia,
polidipsia, dan dehidrasi. Retardasi pertumbuhan
biasanya mulai tampak pada akhir tahun pertama masa
bayi bila tidak diobati.1,3
Hasil pemeriksaan darah semua tipe ATG
menunjukkan AM hiperkloremik dan SAp normal.1,2,3,4
SAp ialah+ selisih
antara Na serum dan jumlah Cl- + HCO3 - serum [Na+ - (Cl- +
HCO - )], biasanya diukur sebagai CO 2 total. SAp
3

menggambarkan anion yang tidak terukur seperti asam


organik, sulfat, dan fosfat. Rerata SAp anak umur 9 bulan
- 19 tahun yaitu 82 mEq/L bila sampel darah segera
diperiksa, tapi bila ditunda 4 jam maka nilainya sekitar 11
mEq/L.10 SAp dikatakan normal bila nilainya 8-16mEql/l2
dan tinggi bila > 16 mEq/L.11
Tabel 2. Kelainan Genetik ATG Primer.5
Tipe kelainan

ATGP primer (tipe-2)


- Autosom dominan (AD)
- Autosom dominan +
kelainan okuler
- Sporadik pada bayi

ATGP

Gangguan reabsorpsi
proksimal HCO3 -

- Primer

Defek primer

- Sekunder
dengan
defek tubuli lain

SF

Dosis tinggi alkali


10-15 mmol/kg
/hari Nabik
Umumnya
sporadik, jarang
familial
Autosom dominan atau resesif
Sporadik
Fosfat, vit D, K,
dan cairan

2. ATGD Gangguan sekresi


ion H+
- Defek
sekretorik +
(ATGD
klasik)
- Defek
gradien
- Defek
voltase

1-3 mmol/kg/hari
Nabik/Kabik/Nasit/
Kasit

Gagal pompa ion H Autosom dominan

3.

Simbol
lokus

Produk
gen

4q21
-

SLC4A4
-

NBC-1
imaturitas
NHE3?

17q21-22

SLC4A1

AE1

2p13

ATP6B1

H+-ATPase
subunit B1

Pengobatan
ATGD primer (tipe 1)
- Autosom dominan

1.

Lokasi
gen

Kebocoran balik
meninggi
Elektronegativitas
lumen berkurang
ATGH Gangguan transpor Sporadik Substitusi
hormon Na+
Defisiensi aldosteron,
Asupan tinggi Na+
pseudohipoaldosteron)
Amoniagenesis ginjal berkurang

- Autosom resesif (AR)


dengan ketulian

Pengetahuan biologi molekuler tentang kelainan


transpor HCO - proksimal dan ion H+ distal pada ATG
berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir sehingga
membuka perspektif baru pemahaman patofisiologi ATG.
Kelainan biologi molekuler pada ATG primer dapat dilihat
pada Tabel 2.

(ATGDr1)
- Autosom resesif tanpa

7q33-34
?
? ketulian (ATGDr2)

ATG Hibrid ( ATG tipe-3)


- Autosom resesif dengan
osteopetrosis
8q22
II ATGH (tipe-4)
- Pseudohipoaldosteron tipe-1
- Bentuk renal AD
4q31.1

CA2
MLR

- Bentuk multipel organ


AR

16p12

SNCC1B,
SNCC1G

- Bentuk multipel organ1


AR
- Early childhood hyperkalemia

2p13

SNCC1A

CA

reseptor
mineral
okortikoi
d

ENaC dan
ENaC

imaturitas
reseptor
mineralokortikoid ?
- Pseudohipoaldosteronsime 1q31-42,
tipe-2 (Sindrom Gordon) 17p11-q21

Pengobatan
Pengobatan ATG bertujuan mengoreksi asidosis dan
mempertahankan kadar HCO3 - dan K+ darah dalam batas
normal. Penderita dengan gejala asidosis spontan harus
segera mendapat suplementasi alkali tanpa memandang
tipe ATG dan tidak perlu ditunda sampai pelacakan lengkap
hanya

untuk memastikan diagnosis.1 Segera periksa K+ serum dan


koreksi hipokalemia sebelum suplementasi alkali untuk
mencegah kelemahan otot hebat, paralisis otot napas,
aritmia, atau tetani sangat nyeri akibat hipokalemia.1,3
3
Defisit HCO - digantikan selama 1-2 hari bergantung
beratnya gejala. Koreksi awal diberikan sampai pH
serum 7,25 - 7,30 dengan perhitungan HCO - diharapkan
= 0,6 x kg BB x 3(HCO 3
diharapkan HCO
diukur).3 Suplementasi alkali oral
3
pada
anak dengan ATG biasanya cukup efektif kecuali pada
bayi dengan asidosis berat dan hipokalemia perlu
pengobatan awal intravena. Larutan alkali oral yang
murah dan mudah
didapat dalam bentuk Na bikarbonat (Nabik) atau Na sitrat
(Nasit) atau campuran Nasit & K sitrat (Kasit) bila hipokalemia. Nabik tablet (325 mg dan 650 mg) dapat
digunakan pada anak besar.1 Pemeriksaan darah dan urin
dilakukan untuk konfirmasi diagnosis pada saat asidosis
dan selama suple- mentasi alkali.3
Asidosis Tubulus Ginjal
Proksimal

dominan atau resesif1,3 juga pada kelainan didapat.1 ATGP


sekunder pada sindrom Fanconi (SF) lebih sering
ditemukan pada anak dariATGP primer sporadik atau
familial.3-5 Spektrum klinik ATGP dapat dilihat pada Tabel 3.
ATGP disebabkan gangguan reabsorbsi HCO 3- di TP
sehingga ambang ginjal HCO3 - berkurang.3-5 Gangguan pada
3

mekanisme penukar basolateral (Na+-H+) dan (Na+-HCO ),


aktifitas Na+-K+-ATPase berkurang yang mengurangi
gradien Na+ lumen ke sel, dan inhibisi aktivitas enzim
anhidrase karbonat dianggap sebagai penyebab gangguan
reabsorpsi HCO - proksimal.5 Dalam keadaan normal,
semua HCO 3

direabsorbsi di sepanjang tubulus. Bila kadar HCO3 - plasma


turun di bawah batas ambang ginjal tidak semua HCO3 direabsorbsi dan yang tidak direabsorbsi akan keluar
bersama urin.4
TP penderita ATGP hanya mampu mereabsorbsi 60%
dari seluruh filtrat HCO3 - dan menyisakan 40% di TD.
Kemampuan maksimal reabsorbsi TD hanya 15%, jadi sisa
25% HCO3 akan dibuang bersama urin. Kadar
plasma
HCO
-

Patogenesis dan Patofisiologi


ATGP dapat disebabkan kelainan primer (sangat
jarang) atau sekunder akibat penyakit lain.1-3 ATGP
primer dapat bersifat transient atau persisten dan sporadik
atau familial yang diturunkan secara autosom dominan.1,3
Telah dilaporkan
ATGP familial autosom dominan pada anak dan bentuk
kongenital dengan retardasi pertumbuhan, retardasi
mental, kelainan gigi dan mata.3 ATGP sekunder selain
ditemukan pada kelainan herediter yang diturunkan secara
autosom

menurun bila HCO3 - dibuang bersama urin. Pembuangan akan


berhenti bila kadar HCO 3- turun di bawah batas ambang
ginjal. Pada kadar ini (15-18 mEq/l), jumlah filtrasi HCO3dikurangi sesuai jumlah yang dapat direabsorbsi oleh TP.
TD yang dibanjiri HCO
meningkatkan reabsorpsi Na+
3
yang
bertukaran dengan K+ sehingga terjadi hipokalemia.
Kehilangan HCO 3- bersama Na+ akibat hipovolemia CES
merangsang reabsorbsi Cl- yang mengkibatkan hiperkloremia
dan merangsang sekresi aldosteron sehingga ekskresi K
+

meningkat yang juga menyebabkan hipokalemia.


Tabel 3. Spektrum Klinik ATGP

I. ATGP primer: 1. Sporadik


2. Herediter: autosom dominan atau resesif
II. ATGP sekunder
1. . Berhubungan dengan disfungsi TP herediter lain
1.1 Sindrom Fanconi idiopatik
1.6. Sistinosis
1.2. Sindrom Lowe 1.7. Intoleransi fruk-

1.3. Tirosinemia
1.4. Glycogen storage disease

tosa herediter
1.8. Galaktosemia

1.5. Metachromic leukodystrophy

1.9. Penyakit Wilson


1.10. Mitochondrial
cytopathy

2.

. Obat dan toksin


2.1. Carbonic anhydrase inhibitor 2.5. Metil-5-chromon
2.2. 6-mercaptopurin
2.6. Streptozotocin
2.3. Ifosfamid
2.7. Asam valproat
2.4. Logam berat (cadmium, air raksa, timah hitam)

3.

. Lain-lain
3.1. Hiperparatirod primer dan
sekunder

Kemampuan menurunkan pH urin, ekskresi AT dan


NH4+ penderita ATGP tetap normal walaupun kadar HCO 3plasma turun di bawah batas ambang ginjal. Dengan kata
lain, tubulus mampu mereabsorbsi HCO - dan menurunkan
pH urin < 5,5. 2-4,12,13 Ekskresi asam 3berkurang karena
banyak HCO - dikeluarkan bersama urin akan
menyebabkanAM.
Bila
3
kadar HCO - plasma menurun, AM akan meningkat dan
jumlah
3

HCO yang difiltrasi dikurangi sampai batas kemampuan


3

4.
3.8. Defisiensi
vitamin D

1,3

3.2.
3.3.
3.4.
3.5.
3.6.
3.7.

Sindrom nefrotik
Cangkok ginjal
Sindrom Sjogren
Hepatitis kronik aktif
Osteopetrosis
Penyakit kista ginjal

. ATGP hewan percobaan


4.1. Asam maleat
4.2. Lisin
4.3. Defisiensi tiroid

3.9. Nefritis herediter


3.10. Mieloma multiple dan Ig-uria
3.11. Amiloidosis
3.12. Sindrom Leigh
3.13. Tetralogi Fallot
3.14. Keadaan hiperkalemia

maksimal reabsorbsi TD, selanjutnya pembuangan HCO berhenti dan pH urin diturunkan < 5,5. Jadi pada
penderita ATGP dengan AM ringan-sedang, pH urin
disesuaikan > 5,5 dan penderita dengan AM berat, pH
urin akan diturunkan < 5,5. Fungsi tubulus yang lain
penderita ATGP primer masih normal. Jadi bila
ditemukan juga glukosuria, fosfaturia, dan aminoasiduria
berarti ATGP sekunder pada SF.3
Manifestasi Klinik dan Laboratorik

Gejala klinik ATGP yaitu AM,1-4 retardasi


3
pertumbuhan,4 anoreksia, muntah, dan poliuria.1-3 Poliuria
umumnya terjadi dini disertai hipokalemia dan diuresis
solut.1,2,3 Umur tulang dapat terlambat.1-3 Anak dengan
ATGP dapat berperawakan pendek bila AM kronik
meskipun tidak ada retensi ion H+ dan gangguan
metabolisme
vitamin
D
atau
mineral. 4
Nefrokalsinosis, nefrolitiasis, rikets, osteomalasia, dan
hiperkalsiuria umumnya ditemukan pada ATGP sekunder
misalnya pada penderita SF, osteopetrosis, dan ATG
kombinasi karena hiperfosfaturia 4 dan atau produksi

1,25(OH) vitamin D tidak adekuat1-3 tapi tidak pada ATGP


2
primer karena ekskresi sitrat meninggi dalam urin asam
melarutkan sejumlah Ca++ sehingga tidak terjadi
hiperkalsiuria dengan segala akibatnya,4 kecuali kalau
asupan vitamin D dan Ca marginal.1-3 Sekarang jarang
dilaporkan nefro- kalsinosis, nefrolitiasis, dan penyakit
tulang karena diagno- sis dini dan suplementasi alkali
adekuat berkesinambungan.4 ATGP primer infantil bentuk
sporadik telah dilaporkan pada 8 bayi laki-laki dan 1 bayi
perempuan. Diagnosis baru dapat ditegakkan saat anak
berumur 18 bulan. Gejala yang ada hanya retardasi
pertumbuhan dan riwayat muntah pada usia dini. Pada
pemeriksaan fisik hanya ditemukan retardasi pertumbuhan
dengan panjang badan di bawah persentil ke3.
Hasil laboratorium menunjukan AM hiperkloremik, pH
urin asam sampai alkalis, LFG normal, pengasaman urin
nor- mal, dan ambang HCO3- ginjal rendah (18 -20 mEq/l).
Fungsi tubulus yang lain, IVP, dan histologi ginjal
normal. Pertumbuhan selama suplementasi alkali
bervariasi biasanya kenaikan cepat pada awal pertumbuhan
diikuti pertumbuhan lanjut yang lebih lambat. Hasil
follow-up Nash et al setelah beberapa tahun pengobatan
dihentikan, 7 bayi menunjukan
pH darah dan kadar HCO 3
plasma dalam batas normal. ATGP primer infantil bentuk
sporadik umumnya bersifat transien dan cenderung
sembuh dengan bertambahnya usia.2,4 Sifat transien ATGP
primer infantil bentuk sporadik mungkin karena
3
kelambatan pematangan proses reabsorbsi HCO - tubulus.4,5
Brenes et al melaporkan ATGP primer bentuk familial
autosom dominan pada 9 orang dalam satu keluarga
dengan retardasi pertumbuhan sebagai satu-satunya
gejala klinik. AM yang terjadi berbeda dari tipe infantil
sporadik karena menetap sampai dewasa. Walaupun AM
berlangsung kronik tapi tidak terjadi hiperkalsiuria,
nefrokalsinosis, atau lesi tulang dan penderita umumnya
tampak sehat sehingga pengobatan hanya untuk
normalisasi pertumbuhan dan tidak dianjurkan pengobatan
AM.4 Pemeriksaan darah penderita ATGP menunjukkan
tanda AM, pH darah
7,20 -7,35, hiperkloremia, HCO 3
plasma rendah (12-15 mEq/l), K+, Ca++, fosfat dan vitamin
D umumnya normal meskipun ada asidosis kecuali bila
penderita dehidrasi.3 Hipokalemia bila ada biasanya
kurang menyolok dari pada ATGP sekunder.3
Hiperaldosteronemia dan hipereninemia ditemukan pada
ATGP sekunder pada SF bila hipovolemia.3,4
Untuk mengetahui ekskresi NH 4 + urin digunakan
perhitungan senjang anion urin (SAu) = [(Na+ + K+) Cl-]
sebagai indeks tidak langsung.1,2,3 Pemeriksaan urin
penderita
ATGP
menunjukkan
SAu
negatif,
hiperkalsiuria, hiper- amoniumuria, dan pH urin < 5,5
bila AM berat.1-4
Diagnosis
Diagnosis ATGP ditegakkan berdasarkan gejala
klinik berupa retardasi pertumbuhan dan kelainan
laboratorik meliputi AM hiperkloremik, SAp normal,
-

meningkat dan HCO - sudah muncul di urin sebelum kadar


SAu negatif, dan pH urin < 5,5 bila AM berat.1-4 Untuk
konfirmasi diagnosis ATGP, dilakukan uji titrasi HCO3 dan
uji NH4Cl. Bila diberikan

normal plasma tercapai, yang ditandai oleh pH urin >


6,5.14 Bila diberikan NH Cl sebanyak 100 mg/kg BB/oral,
pH urin dapat diturunkan < 5,4.2
Pengobatan
Pengobatan
ATGP
bertujuan
mengoreksi
kehilangan HCO - urin dan mengatasi produksi asam
endogen. Suplementasi alkali berupa Nabik, Nasit,4
atau Na laktat (Nalak)2 5-10 mEq/kg/hari4 sampai 20
mEql/kg/hari2
dengan
dosis
terbagi
untuk
mempertahankan kadar HCO - normal sepanjang hari.
Tidak diperlukan diet rendah garam tapi perlu
suplementasi K+ untuk mencegah hipokalemia terutama
penderita ATGP SF.2,4 Bayi dengan ATG primer umumnya
mengalami retardasi pertumbuhan dan suplementasi
alkali ternyata efektif untuk normalisasi pertumbuhan
walaupun beberapa kasus kadang-kadang perlu HCT
dan garam K+ berupa Kabik.3,4,13
Alkali kurang efektif pada ATGP primer atau
sekunder dengan gejala AM berat, karena cepat dibuang
bersama urin, sehingga perlu tambahan HCT untuk
meningkatkan reabsorbsi Na+ dan HCO - proksimal,
merangsang sekresi ion H+ distal, dan mengurangi
volume CES.4,12 Dosis awal HCT 1,5-2 mg/kg/hari
sampai AM teratasi, kemudian diturunkan bertahap
untuk rumatan.2,4 HCT mengurangi ekskresi Ca++ dan
fosfat, jadi dapat memperbaiki osteomalasia pada
penderita SF idiopatik atau sistinosis. Penderita ATGP
SF juga perlu suplementasi K+, fosfat, dan vitamin D.2
Nabik perinfus atau peroral, kadar HCO3

plasma akan
-

Obat penghambat sintesis prostaglandin seperti


indometasin dapat
digunakan sebagai pengobatan
4 3
simtomatik pada anak dengan ATGP sekunder akibat
sistinosis. Mekanisme kerja indometasin serupa HCT.
Penggunaan indometasin atau antiinflamasi nonsteroid
lain pada ATGP ringan-sedang tidak dianjurkan karena
bahaya
intoksikasi obat.2,4 Pada penderita ATGP
3
sekunder perlu tambahan pengobatan spesifik sesuai
penyakit primernya misalnya pemberian sisteamin pada
sistinosis, penisilamin (chelating agent) pada 3penyakit
Wilson, dan manipulasi diet pada galaktosemia dan
tirosinemia.3
Prognosis
Prognosis ATGP bergantung dari penyebab. ATGP
primer infantil bentuk sporadik umumnya sembuh sesuai
dengan bertambahnya usia anak,4,13 sedangkan ATGP
primer infantil bentuk familial biasanya menetap sampai
dewasa
sehingga
perlu
suplementasi
alkali
berkesinambungan
untuk
mencegah
retardasi
pertumbuhan.3 Prognosis ATGP sekunder ditentukan oleh
penyebab primernya dan respons
terhadap pengobatan. 3
3
Asidosis Tubulus Distal Ginjal
Patogenesis dan Patofisiologi
ATGD dapat disebabkan kelainan primer idiopatik
atau sekunder sebagai bagian dari penyakit lain misalnya
penyakit sistemik herediter, autoimun, nefrokalsinosis3,
atau akibat
paparan dengan obat tertentu seperti amfoterisin
ATGD
B.
1

3,13

dapat ditemukan secara sporadik atau herediter yang


diturunkan secara autosom dominan atau resesif.1
Spektrum klinik ATGD dapat dilihat pada Tabel 4.
Dasar kelainan ATGD ialah gangguan sekresi ion H+
distal, gangguan produksi dan ekskresi NH 4+, disertai
+
gangguan ekskresi AT. Pembentukan NH
terjadi di TP
4
dari hasil metabolisme asam amino glutamin yaitu
NH +
3
glukosa
+ CO + HCO -.
yang terbentuk akan berikatan
NH
dengan
2

terjadi peningkatan pelepasan Na+ distal yang akan memperbaiki gangguan pengasaman urin.4 Pada ATGD
sekunder akibat intoksikasi amfoterisin B bila diberikan
Nabik pCO urin menurun subnormal dan bila diberikan2
infus Na sulfat atau furosemid pH urin sedikit menurun.
Hal itu diduga sebagai kelainan dependensi voltase
yang menyebabkan gangguan sekresi distal ion H+
dan K+. 4 Mekanisme
patofisiologi ATG dapat dilihat pada Tabel 5.

+
ion H+ membentuk NH
yang selanjutnya bergabung
4
dengan
Cl- menjadi NH
Cl dan kemudian diekskresi bersama
4
urin,4,10,12 sedangkan
HCO - yang baru dibentuk masuk
3
sirkulasi sistemikmelalui vena renalis. NH4+ yangtidak
keluar bersama urin akan masuk ke hepar melalui
sirkulasi sistemik dan dimetabolisme menjadi urea
menggunakan sejumlah ion HC03-.6
AM pada ATGD disebabkan gangguan sekresi ion H+
dan gangguan produksi HCO - karena produksi NH +
3

berkurang. Hiperkloremia terjadi karena gangguan


ekskresi
ion Cl- dalam bentuk 4 NH Cl.3-5,12 Pada ATGD terjadi
gangguan pengasaman urin distal sehingga penderita
tidak mampu menurunkan pH urin < 6,0 selama beban
asam2 dan < 5,5 selama asidosis sistemik berat.13Reabsorbsi
HCO - umumnya normal tapi karena pH urin tinggi < 5%32
sampai 15%1 HCO - lolos dari reabsorpsi proksimal.2
Pembuangan Na+ di urin
bersama dengan HCO 3
menyebabkan hipokalemia. Hipokalemia pada ATGD
biasanya lebih ringan pada
ATGP karena pembuangan
3
HCO - dan Na+ pada ATGD lebih sedikit dari pada ATGP.1
ATG tipe-3 atau varian ATGD klasik merupakan
gabungan kelainan reabsorbsi HCO3- proksimal dan
ekskresi ion H+ distal dengan akibat pembuangan
3
HCO - dan ketidakmampuan menurunkan pH urin < 5,5
dalam keadaan asidosis sistemik.3,4,5 ATGDH timbul akibat
gangguan sekresi ion H+ dan gangguan ekskresi NH4+ dan
K+ sehingga terjadi hiperkalemia dan pH urin tidak dapat
diturunkan < 5,5 dalam keadaan asidosis sistemik.4
Patomekanisme ATGD meliputi 3 tipe yaitu tipe-1,
kelainan sekretorik akibat ketidakmampuan sekresi ion H+
distal (ATGD klasik); tipe-2, kelainan gradien karena
ketidakmampuan mempertahankan gradien tinggi lumen
ke sel karena kebocoran kembali hasil sekresi ion H+; dan
tipe3,
kelainan
dependensi
voltase
akibat
ketidakmampuan mem- pertahankan potensial negatif
lumen distal transepitel.2-4 ATGD pada anak terutama
disebabkan kelainan sekretorik sebagai kelainan primer
akibat gangguan pompa ion H+ herediter.2 Untuk
membedakan tipe patogenik ATGD perlu dilakukan
pemeriksaan fungsi tubulus, homeostasis K+, dan respons
tubulus terhadap pemberian Na sulfat atau fosfat netral.
Indikator kelainan sekretorik adalah pH urin tidak turun
< 5,5 bila penderita ATGD normo-hipokalemik diberikan
infus Na sulfat dan pCO2 urin tidak meningkat bila
diberikan fosfat netral. Infus sulfat pada penderita ATGD

Manifestasi Klinik dan Laboratorik


Gejala klinik ATGD umumnya nonspesifik dan terjadi
dini3 berupa muntah, dehidrasi, konstipasi, poliuria dan
retardasi pertumbuhan2.3.12 sehingga diagnosis kerja
biasanya baru dapat ditegakkan pada saat anak berumur
2 tahun.12 Nefrokalsinosis dapat merupakan komplikasi
dini bila terlambat diobati3,12
dan potensial
menyebabkan GGK.4

Sekarang jarang ditemukan karena diagnosis dini dan


dengan kelainan dependensi voltase menyebabkan ekskresi
K+ berkurang sehingga timbul hiperkalemia.4
Gangguan pengasaman urin akibat berkurangnya
pelepasan Na+ distal dapat ditemukan pada sindrom nefrotik

pengobatan adekuat. Rikets dan osteomalasia juga


jarang ditemukan kecuali bila tidak diobati.1-3,12 AM
jarang manifest pada bayi mungkin karena hipokalemia
hebat.12 AM persisten menyebabkan dapar ion H+ dari
tulang dan potensial mengakibatkan penyakit
metabolik tulang.3

Tabel 4. Spektrum Klinik ATGD4

I.

II.

ATGD Primer
1. Permanen

-Tipe klasik dan dewasa


- Dengan HCO3- wasting pada bayi dan anak
- ATGD inkomplit
- Dengan tuli saraf
- Pada bayi

2. Transien
ATGD Sekunder
1. Gangguan metabolisme mineral:
- Hiperparatiroid primer
- Hipertiroid-hiperkalsemi

atau sirosis hepatik. Dengan infus Na sulfat atau furosemid

- Intoksikasi Vitamin D
- Hiperkalsiuria idiopatik dengan nefrokalsinosis
- Hipomagnesemia-hiperkalsiuria dengan
nefrokalsinosis
2. Keadaan hiperglobulinemia
3. Keadaan hiponatriuri: - Sirosis hepatik
- Sindrom nefrotik
4. Obat dan toksin: - Litium
- Amfoterisin B
- Toluen
5. Penyakit ginjal: - Transplantasi ginjal
- Medullary sponge kidney
- Uropati obstruktif
6.Kelainan genetik: - Intoleransi fruktosa herediter dengan
nefrokalsinosis
- Sindrom Ehlers-Danlos
- Eliptositosis herediter
- Penyakit Sickle cell
- Penyakit Wilson
- Osteopetrosis
7. Kelainan endokrin: - Hipotiroidi
- Salt-losing congenital adrenal hyperplasia
8. Hewan
percobaan:

- Amilorid
- Amfoterisin
-B Deplesi
fosfat

-Digoksi
Litium
- Insulin

ATGD primer infantil transient atau Sindrom


Lightwood ditandai oleh gejala anoreksia, muntah,
konstipasi dan gagal tumbuh pada bayi. Biasanya
ditemukan pada bayi laki-laki dan umumnya sembuh
spontan. Rikets atau nefrokalsinosis tidak tampak pada
sinar X. Suplementasi alkali memberikan respons
dramatik, biasanya sembuh menjelang umur 2 tahun.4
ATGD primer permanen atau Sindrom Butler-Albright,
kebanyakan bersifat sporadik dan sebagian herediter yang
diturunkan secara autosom dominan. Gejala bervariasi
antara satu keluarga dengan keluarga lain dan beberapa
penderita tidak menunjukkan asidosis sistemik meskipun
ada gangguan pengasaman urin. Cara cepat diagnosis
anak asimtomatik dari keluarga penderita Sindrom ButlerAlbright yaitu ekskresi sitrat urin berkurang. Sindrom itu
bersifat kongenital, lebih banyak pada bayi perempuan.
Pada umumnya diagnosis baru dapat ditegakkan pada saat
anak berumur 2 tahun tapi
sering juga sebelum dewasa.
Diagnosis dini memungkinkan bila perhatian dokter
lebih ditujukan pada retardasi pertumbuhan dan gejala
nonspesifik lain. Kehilangan K+ bersama urin
menyebabkan hipokalemia ringan sampai berat dengan
kelumpuhan berkala bahkan dapat terjadi kegawatan akut
dengan gejala muntah, dehidrasi, kolaps sirkulasi, aritmia
jantung, lumpuh layu, distres pernapasan, dan
mengantuk sampai koma yang membahayakan jiwa
anak. Retardasi pertumbuhan sangat jelas pada masa bayi
dan mungkin merupakan satu-satunya gejala klinik.
Rikets atau osteomalasia jarang dan belum pernah
dilaporkan pada anak di bawah 2 tahun.
Nefrokalsinosis dapat terjadi dini dengan gambaran sinar
X tampak paling cepat pada umur 1 bulan. Kalsifikasi
medula

ginjal berkembang progresif bila terlambat atau tidak


diobati. Pengobatan adekuat sejak dini dapat
menghentikan progresifitas kalsifikasi pada bayi.
Gambaran sinar X normal tidak berarti tidak ada
nefrokalsinosis karena kalsifikasi halus belum terlihat
dengan sinar X sehingga perlu pemeriksaan CT scan,
USG, atau histologi. Poliuria akibat kelainan pemekatan
urin selalu ada pada stadium dini penyakit, malah sebelum
terlihat nefrokalsinosis pada sinar X.4
Pemeriksaan darah penderitaATGD menunjukan pH
6,07,0
meskipun
asidosis
sistemik
berat,
hipobikarbonatemia, hipokalemia, dan hiperkloremia.2-4 K+
serum bukan merupakan indikator yang baik hipokalemia
bila ada asidemia.4 Kadar fosfat dapat rendah dan kadar
Ca++ normal atau sedikit meningkat. Alkali fosfatase
meninggi 12 terutama bila osteomalasia aktif,5 LFG
normal2-4 dan bila tidak diobati akan menurun progresif
karena kerusakan parenkim ginjal berlanjut.4 LFG
paling baik diperiksa sesudah koreksi hipovolemia dan
suplementasi
alkali
berkesinambungan.4
Pada
4
pemeriksaan urin ditemukan ekskresi AT dan NH +
berkurang,4 ekskresi fosfat, Ca++, dan K+ meningkat,
ekskresi sitrat berkurang,2-4 ekskresi Na sedikit
meningkat,3,12 pro- teinuria tubuler ringan, leukosituria
walau tanpa gejala ISK,4 hiperkalsiuria dapat >10
mg/kg/hari, ekskresi asam amino biasanya normal tapi
aminoasiduria dapat ditemukan pada kasus dengan
penyakit tulang berat4,12 dan hiperparatiroid sekunder.4
Histologi ginjal umumnya normal pada stadium awal
penyakit dan gambaran nefrokalsinosis paling cepat
terlihat pada bayi umur 1 bulan. Deposit Ca++ di ginjal
biasanya disertai nefritis interstitial kronik, infiltrasi
seluler, atrofi tubulus, dan sklerosis glomerulus. Hasil
imuno-

Table 5. Mekanisme Patofisiologi Berbagai Tipe ATGD4


Kelainan

Contoh

I. Defek sekretorik
ATGD klasik
- Kegagalan sekresi
Rejeksi ginjal
ion H+
cangkok
II. Defek dependensi voltase
- Kegagalan membentuk
elektronegativitas
luminal
- Akibat gangguan
transpor atau pelepasan Na+ distal
A. Gangguan transpor Na distal berat
- Uropati obstruktif
- Hiperplasia
adrenal kongenital
B. Gangguan transpor Na distal ringan
- Hbpati S
C. Gangguan pelepasan Na+ distal
- Sirosis hepatik
- Sindrom nefrotik
III. Defek gradien

K+ plasma

Infus Nabik

Infus fosfat

Inf Na SO

pCO2 U-D

pCO2 U-D

pH Urin

Furosemid
Ekskresi K+

N/ R

>5,5

>5,5

< 5,5

<5,5

N/ !

R / !

- Difusi kembali sekresi ion H+ meningkat


- Intoksikasi
amfoterisin B

N= normal

R = rendah

! = meningkat

N/R

! = menurun

N/ R

? = tidak jelas

N/ !

fluorosensi normal walaupun ada kelainan imunologik


sistemik.
Pada kebanyakan penderita ATGD sesudah koreksi
AM dengan suplementasi alkali, ekskresi K+ dan Na+ urin
menurun sedangkan pada penderita ATGP, ekskresi K+
justru me- ningkat.4 Telah dilaporkan satu keluarga
penderita ATGD herediter autosom dominan dengan gejala
klinik atipik yaitu ayah menunjukkan nefrokalsinosis
berat, nefrolitiasis, dan isostenuria tapi tidak ada AM,
sedangkan anak perem- puannya, umur 6 tahun dengan
gejala AM, hipokalemia, hiperkalsiuria dan hasil USG
kista ginjal multipel bilateral. Hasil analisis mutasi gen
code 3AE1 untuk gen penukar Cl-/ HCO - menunjukkan
pertukaran Arg589Cys heterozigot pada kedua penderita
tapi tidak pada anggota keluarga lain yang sehat.15
Diagnosis
Diagnosis ATGD ditegakkan berdasarkan riwayat
penyakit, gejala klinik, dan laboratorik. Diagnosis
dikonfirmasi dengan
uji NH Cl 100 mg / kg BB /oral yaitu
4
bila sesudah 3- 6 jam
pemberian NH Cl oral, pH urin <
4
5,2 berarti orang nomal sedangkan pH urin tetap > 5,5
berarti ATGD.14
Pengobatan
Pengobatan bertujuan mengoreksi asidosis, kelainan
elektrolit dan asam-basa. Suplementasi K+ tanpa
memandang kadar K+ plasma4 diberikan sebelum koreksi
asidosis3,4 karena hipokalemia berat mengganggu otot
jantung dan pernapasan yang potensial membahayakan
jiwa anak.3
Suplementasi alkali, yang berguna untuk koreksi
asidosis dan mempertahankan ekskresi Ca++ pada kadar
HCO 3 - plasma normal,4 tetap diberikan sampai tercapai
pertumbuhan normal.3 Dosis alkali dalam bentuk Nabik
atau Kabik adalah 2 mEq/kg/hari4 sampai 10 mEq/kg/hari
selama tahun pertama. 2,4 Dengan dosis demikian
diharapkan kecepatan pertumbuhan meningkat sesudah
2-3 minggu pengobatan. Dosis alkali dikurangi progresif
sampai 2-3 mEq/ kg/hari menjelang umur 6 tahun4 atau
dosis pengobatan awal diteruskan sampai anak berumur
4-5 tahun kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 1-2
mEq/kg/hari karena
kehilangan HCO - sudah berkurang.3
3
McSherry et al tetap menganjurkan alkali dosis tinggi
untuk mencapai perawakan normal dan mencegah
nefrokalsinosis.16 Pengobatan lebih lama perlu pada anak
besar yang belum pernah diobati untuk normalisasi
pertumbuhan.3 Bila sesudah pemberian Nabik atau Kabik
terjadi gangguan saluran cerna seperti kembung atau
sendawa (jarang pada bayi dan anak), diganti dengan
Nasit atau Kasit. Sitrat bermanfaat karena selain rasanya
lebih enak dari bikarbonat juga cepat memperbaiki
hipositraturia.
Pengobatan
dini,
adekuat,
dan
berkesinambungan dapat mencegah atau menghentikan
nefrokalsinosis atau komplikasi lain sehingga pertumbuhan
dapat dipertahankan dalam batas normal.2-4,16 Komplikasi
alkali ringan pernah dilaporkan berupa defisiensi tembaga
pada bayi. Hal itu mungkin karena alkali mengganggu

absorbsi tembaga di saluran cerna. Intoksikasi pseudoefedrin


merupakan komplikasi yang mungkin dise-

babkan peningkatan reabsorbsi tubulus ginjal akibat alkalinisasi urin.4


HCT kurang bermanfaat malah berbahaya
karena memperberat hipokalemia pada penderita ATGD.
Indometasin, yang sering digunakan pada ATGD
inkomplit dewasa karena memperbaiki hiperkalsiuria dan
hiperkaliuria, tidak dibenarkan pada ATGD anak karena
bahaya intoksikasi obat dan dengan suplementasi alkali
saja terbukti efektif.4
Prognosis
Prognosis ATGD primer infantil baik, biasanya
sembuh menjelang umur 2 tahun4 sedangkan ATGD
primer persisten dapat berlangung selama hidup dan
potensial berakhir dengan gagal ginjal.1 Gangguan
pengasaman urin menetap, sementara AM dan gejala
lain akan kambuh bila pengobatan dihentikan. Dengan
pengobatan
berkesinambungan
kecepatan
pertumbuhan akan meningkat, ekskresi Ca++ kembali
normal, dan deposisi lanjutan Ca++ di ginjal dapat
dicegah.4
ATG Hiperkalemik
Patogenesis dan Patofisiologi
ATGH
jarang
dilaporkan
pada
anak
walaupun frekuensinya mungkin lebih tinggi dari
yang umumnya diketahui.4 Selain ATGH primer early
childhood yang lebih sering dilaporkan pada bayi,5 ATGH
sekunder akibat defisinsi aldosteron, resistensi TD
terhadap aldosteron, 2 dan hipoaldosteronismehiporeninemia (HH) juga pernah dilaporkan pada

anak dengan GGK kausa nefritis interstitial kronik karena


asiduria metilmalonat, nefritis lupus berat, dan
glomerulonefritis membranosa.4
ATGH terjadi akibat defisiensi aldosteron atau
resistensi TD terhadap aldosteron. 1-4 Defisiensi atau
resistensi aldosteron terhadap TD akan menghambat
reabsorpsi Na+ yang selanjutnya mengurangi ekskresi K+
sehingga timbul hiperkalemia.1,14 Hiperkalemia menekan
amoniagenesis ginjal menyebabkan ekskresi ion NH4+ dan
ekskresi asam berkurang dan mengakibatkan AM
hiperkalemik.1,3,14 Karena kelainan pengasaman urin
terjadi akibat gangguan amoniagenesis ginjal hanya
ekskresi asam menurun subnormal karena ekskresi
NH4+ berkurang sedangkan kemampuan penga- saman
urin tetap normal.4,5,14 Jadi penderita ATGH mampu
menurunkan pH urin < 5,5 selama AM spontan atau
induksi. Bila diberikan diet tinggi K+ pada penderita
ATGH, ekskresi NH4+ dan ekskresi asam
akan berkurang
2
disertai gejala AM dan hiperkalemia nyata.3 pCO
3
umumnya normal bila tidak ada insufisiensi ginjal. Karena
3
reabsorbsi HCO - sedikit
berkurang maka selama masa bayi
3
pembuangan HCO - urin pada kadar HCO - plasma normal <
10% dari total filtrasi.4 Gangguan amoniagenesis ginjal,
selain terutama disebabkan oleh hiperkalemia, juga oleh
defisiensi atau resistensi TD terhadap aldosteron.5
Spektrum klinik ATGH dapat dilihat
pada Tabel 6.4
ATGH primer early childhood transient dengan
gejala AM hiperkalemik terjadi karena resistensi TD
terhadap
aldosteron
(pseudohipoaldosteonisme).3,4,14
Menurut

Tabel 6. Spektrum Klinik ATGH4

I.

ATGH primer
ATGH early-childhood - transient
II. ATGH sekunder
1. . Defisiensi aldosteron tanpa penyakit ginjal intrinsik:
- Salt-lossing congenital adrenal hyperplasia
- Isolated hypoaldosteronism
- Penyakit Addison
2. . Hipoaldosteronisme-hiporeninemia pada penyakit
ginjal kronik terutama dewasa:
- Nefropati diabetik
- Pielonefritis
- Nefritis interstitial
- Nefrosklerosis
3. . Gangguan tubulus ginjal distal:
- Pseudohipoaldosteronisme primer pada bayi
- Pseudohipoaldosteronisme sekunder:
- Uropati obstruktif pada bayi
- Tombosis vena renalis
- Methicillin-induced intertsitial nephritis
- Sindrom Chloride-shunt
4. . Obat-obatan (faktor konstribusi):
- Suplementasi KCl
- Heparin
- Potassium-sparing diuretics
- Inhibitor prostaglandin
- Kaptopril
- Siklosporin
5. . Percobaan hewan:
- Defisiensi aldosteron
- Pembebanan K kronik

McSherry et al, penyebab transient tidak diketahui pasti,


mungkin akibat gangguan pematangan jumlah atau fungsi
reseptor mineralokortikoid.4,8,16
Manifestasi klinik dan laboratorik
ATGH primer early-childhood dilaporkan oleh Mc
Sherry et al pada 13 bayi dengan gejala retardasi
pertumbuhan akibat sering muntah. Sindrom itu dilaporkan
pada beberapa saudara dalam satu keluarga dan tidak ada
perbedaan jenis kelamin. Satu satunya kelainan biokimia
yaitu AM dan hiperkalemia. Tidak ditemukan gejala
klinik pembuangan garam, azotemia, dan hipertensi. AM
kronik dapat menetap pada beberapa anak yang tidak
diobati selama beberapa tahun.4.16 Selama 2-10 tahun
follow-up radiologik tidak ditemukan nefrokalsinosis
mungkin karena tidak ada hiperkalsiuria dan urin
bersifat asam dengan kandungan sitrat normal.3,4 Ekskresi
Ca++ dapat dipertahankan dalam batas normal meskipun
selama AM kronik oleh karena reabsorbsi Ca++ distal
3
meningkat akibat peningkatan pelepasan HCO -. Sesudah
suplementasi Nabik ternyata ekskresi K+ tidak
meningkat yang membedakannya dari ATGP.4,16 Hasil
pelacakan fungsi ginjal menunjukan kemampuan pengasaman urin normal, ekskresi NH4+ dan K+ berkurang,
dan
ekskresi HCO3-

umumnya berupa gangguan pertumbuhan, AM, dan


hiperkalemia disertai gejala sesuai subtipe penyakit
primernya. Pada pemeriksaan darah dan urin
dijumpai AM hiperkloremik hiperkalemik, SAp normal,
aktivitas renin plasma meningkat, hipernatriuria, SAu
positif, pH urin <5,5 dalam keadaan asidosis sistemik,
ekskresi NH + berkurang, pCO2 urin normal,
ekskresi
4
aldosteron urin normal atau sedikit
meningkat, dan fungsi ginjal normal.1.4.16
Diagnosis
Diagnosis ATGH ditegakkan berdasarkan gejala
klinik retardasi pertumbuhan dan hasil laboratorik
meliputi AM, hiperkalemia, SAp normal, kadar aldosteron
plasma rendah, SAu positif, ekskresi K+ dan NH4+ urin
berkurang, dan pH urin dapat diturunkan < 5,5 bila
asidosis sistemik.1,4,14,15
Pengobatan
Pengobatan ditujukan untuk koreksi ATGH dan
penyebab primer yang diketahui. Rencana pengobatan
dibuat berdasarkan gejala dan beratnya hiperkalemia.4
Pengobatan
ATGH
meliputi
pembatasan
atau
pengeluaran asupan K+ berlebihan atau obat-obatan
penahan K+,3 dan koreksi hipovolemia untuk menjamin
pelepasan adekuat NaCl ke nefron distal.3,4 Kalau dengan
pembatasan K+ diet tidak efektif barulah diberikan
furosemid untuk mengatasi asidosis dan hiperkalemia.
Dalam keadaan darurat perlu diberikan mi- neralokortikoid
(fluorohidrokortison/fludrokortison) atau Nabik untuk
koreksi asidosis, mempermudah translokasi K+ intraseluler,
dan meningkatkan ekskresi K+. Karena cadangan
kardiovaskuler pada anak masih normal maka pemberian
mineralokortikoid dapat dibenarkan bahkan pada penderita
ATGH anak asimtomatik bila K+ plasma > 5,5 mEq/l.4
Penggunaan lama pada penderita dengan insufisiensi
ginjal ringan dapat menyebabkan retensi garam berlebihan
dengan
akibat
hipervolemia,
hipertensi,
dan
memperburuk fungsi ginjal.3
Pada ATGH primer early childhood diberikan alkali
berupa Nabik atau Nasit 4-20 mEq/kg/hari yang biasanya
tidak diperlukan lagi saat anak berumur 5 tahun.1,4 Dengan
pengobatan demikian, pertumbuhan dan tinggi badan normal dapat dicapai dalam waku 6 bulan.4 Bayi dengan
pseudohipoaldosteronisme primer biasanya resisten
terhadap mineralokortikoid eksogen, jadi hanya perlu
suplementasi NaCl 3-6 gr/hari. Makin bertambah usia
bayi, makin kurang diperlukan suplementasi NaCl dan
umumnya dapat dihentikan pada umur 2-4 tahun.
Perbaikan AM dan hiperkalemia dilaporkan pada
kebanyakan kasus hanya dengan koreksi hipovolemia
tanpa suplementasi alkali.4
Prognosis
Prognosis ATGH primer early childhood baik karena

bila kadar
totalplasma
filtrasi HCO

3-4.16

rendah berkisar 5 -15% dari karena


gangguan reabsorbsi HCO .
- 3,4,16

bersifat
transient dan
umumnya
sembuh
pada umurpada
4-5
tahun. Prognosis
ATGH
sekunder
bergantung
penyebab primer yang mendasarinya, misalnya akibat

ATGH primer early childhood bersifat transient, biasanya


sembuh spontan pada umur 4-5 tahun.4.16
Gejala ATGH sekunder meliputi gejala ATGH pada

intoksikasi obat biasanya sembuh sesudah menghentikan


dan menghindari obat penyebab.3

Diagnosis Banding3
Gejala AM dapat disebabkan berbagai penyebab
selain ATG, sehingga sebelum menegakkan diagnosis
kerja ATG perlu disingkirkan penyebab AM yang lain.
Pada AM kronik akibat pembuangan 3HCO - dari
saluran cerna, pH urin dapat diturunkan sampai 5,5 - 6,0.
Bila terjadi AM disertai hipokalemia mungkin didiagnosis
sebagai ATGD tapi dengan pemeriksaan SAu dapat
dihindari kesalahan di- agnosis.
Pada hipoaldosteron ditemukan gangguan sekresi NH3
bermakna sehingga sekresi ion H+ dalam bentuk NH4 + juga
berkurang. Dapar inkomplit ion H+ yang disekresi akan
menyebabkan pH urin rendah serupa ATGD.
Katabolisme pada penderita malnutrisi dapat menyebabkan peningkatan asam, penurunan LFG, dan
penurunan pengeluaran fosfat. Keadaan ini akan
membatasi
AT dan pembentukan NH 3 yang selanjutnya membatasi
ekskresi ion H+ sehingga timbul sindrom pseudo-ATG.
Asidosis uremik biasanya dengan SAp tinggi karena
retensi fosfat dan sulfat disertai ekskresi NH4 + dan
reabsorbsi HCO3- sangat berkurang karena jumlah nefron
normal berkurang. Algoritma diagnosis penderita AM
dapat dilihat pada Gambar 3.12

Asidosis metabolik
pH, HCO
, BE
3

Senjang Anion

plasma (SAp) [Na+ - (Cl- + HCO -)]


3

SAp tinggi
( > 16 mEq/L) Produksi asam meningkat
Ketoasidosis diabetik
Asidosis laktat
Keracunan salisilat
ATG

SAp normal
(8-16 mEg/L)

Gangguan saluran cerna


Diare
Ileostomi dll

Senjang Anion urin (SAu)


[(Na+ + K+) Cl-]

Pendekatan Praktis Diagnosis ATG


Langkah awal pelacakan penderita dengan AM yaitu
penentuan kadar Cl plasma dan SAp.2 Bila AM
hiperkloremik dan SAp normal maka diagnosis kerja
curiga ATG.2,3 Selanjutnya dilakukan pemeriksaan gas
darah, K+ serum, SAu, dan pemeriksaan fungsi tubulus
1,3,4
lain. Adanya glukosuria, fosfaturia, aminoasiduria,
2
hiperurikosuria, dan pCO tinggi pada urin alkalis4
merupakan tanda karakteristik ATGP sekunder SF.1-3
AM hiperkloremik dan SAu negatif [Cl- > (Na+ + K+)]
berarti kehilangan HCO 3- dari ginjal,2,3 saluran cerna, atau

SAu negatif
Cl- > (Na+ + K+)

SAu positif
Cl- < (Na+ + K+)

ATGP
pH < 5,5

K+ serum
FE HCO - > 10-15%
3

K+serum!K+ serum !
pH urin > 5,5pH urin < 5,5

ATGD

ATGH

Gambar 3. Algoritme Diagnosis Penderita AM 12

Tabel 7. Perbedaan Berbagai Tipe ATG4


ATGP
H
C

Selama AM berat
Kadar K plasma
N / !
pH urin maksimal
< 5,5
Ekskresi urin
NH4+
N
N / !
K+
N
Ca++
Sitrat
N / !
Selama kadar
HCO 3 plasma
normal
% Ekskresi
< 10-15%
HCO3 urin
Selama pemberian NaHCO 3
N /!
pCO2 Urin - darah
Nefrokalsinosis
jarang
Respons terhadap
dosis baku alkali
refrakter

Wasting

AT
GD
Klasik

N / !
>5,5

N/!
>5,5

!
>5,5

!
<5,5

!
<5,5

!
!
!
!

!
!
!
!

!
!
!
?

!
!
N
N

!!
!
!
N/!

> 5-15%

<3-5%

!
biasa

!
biasa

refrakter

baik

Hiperkalemik

<5%

!
mungkin
baik

ATGH
LFG normal
LFG rendah

>5-15%

N
tidak
variasi

<3-15 %

!
tidak
baik

N = normal

! = meningkat

! = menurun

karena asupan garam asam berlebihan.2 Jadi diagnosis


kerja mungkin asupan garam asam berlebihan pada orang
normal, gangguan saluran cerna, atau ATGP.1,2 Diagnosis
definitif ATGP ditegakkan berdasarkan uji titrasi HCO 3
dan uji pembebanan asam dengan NH Cl. Bila diberikan
4
infus Nabik perlahan-lahan atau peroral akan terjadi
peningkatan kadar HCO - plasma dan HCO - sudah
muncul di urin penderita
3

Daftar Pustaka
1.
2.
3.

ATGP sebelum kadar normal plasma tercapai yang


ditandai
oleh pH urin > 6,5.14 Sesudah pemberian NH 4Cl sebanyak
100 mg/kg BB/oral, pH urin dapat diturunkan < 5,4 bila3
HCO - plasma turun di bawah nilai ambang ginjal.2,14
Penderita AM hiperkloremik dengan SAp normal dan
SAu positif [Cl- < (Na+ + K+)] berarti pengasaman urin
distal terganggu karena gangguan sekresi ion H+ dan
ekskresi
NH +.1,3 Sesudah pemberian NH Cl atau furosemid
(1mg/kg
4
4
BB/oral) pada penderita normo-hipokalemia dan pH urin
tetap
> 5,5 berarti ATGD. Pembuangan HCO3 - urin pada ATGD
pada kadar plasma normal umumnya < 5% dari total
filtrasi HCO3- kecuali pada bayi < 1 tahun.2 Untuk
membedakan antara ATGP dan ATGD penderita dengan3
AM berat (HCO - plasma < 18 mEq/l) perlu diperiksa pH
urin dan elektrolit se- rum. Bila normo-hipokalemia dan
pH urin < 5,5 menyokong diagnosis ATGP tetapi bila pH
urin4 > 5,8 berarti ATGD. Uji NH Cl untuk induksi
asidosis dilakukan pada penderita
dengan AM ringan
3
(HCO - plasma18-20 mEq/l) untuk membedakan ATGP
dari ATGD.1,14 Langkah selanjutnya yaitu memeriksa kadar
Ca++ di urin dan USG ginjal untuk melacak
nefrokalsinosis.2 SAu positif, selain pada ATGD dan
ATGH, juga dapat ditemukan bila pembuangan anion
organik di urin. Jadi AM mungkin disebabkan oleh
produksi asam organik berlebihan dan bukan oleh karena
ATGD atau ATGH.3
Langkah awal pelacakan penderita AM hiperkalemik
yaitu menentukan LFG dan pH urin. Bila pH urin
meningkat selama AM berarti diagnosisATGDH. Bila pH
urin < 5,5 maka diagnosis ATGH dapat ditegakkan dan
pelacakan selanjutnya untuk mencari kausa ATGH.4
Diagnosis ATGH primer early childhood dapat
ditegakkan bila ditemukan peningkatan ekskresi Na+
urin, peningkatan aktivitas renin dan kadar aldosteron
plasma, dan bila penyebab lain telah disingkirkan.
Hiperkalemia membedakan sindrom tersebut dariATGP
primer karena keduanya terjadi pada bayi dengan
pengasaman urin normal, bersifat transient, dan perlu terapi
alkali dosis tinggi.4 Perbedaan tipe ATG dapat dilihat pada
Tabel 7.4

4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.
11.
12,
13.
14.
15.
16.

. Bergstein JM. Renal tubular acidosis. In: Nelson Textbook


of Pediatrics. 16 th ed. Philadelphia: WB Saunders and
Co; 2000.p.1597-9.
. Brodehl J. Renal tubular acidosis. In: Clinical paediatric
nephrol- ogy 2nd ed. Oxford: Butterworth Heinemann
Ltd;1994.p.295-7.
.
Herrin JT. Renal tubular acidosis. In: Barrat TM, Avner
ED,
Harmon WE (Eds). Pediatric Nephrology. 4th ed. Lippincott:
Williams & Wilkins;1999.p.565-78.
.
Rodriquez J, Soriano JR.
Renal tubular acidosis. In:
Pediatric kidney disease. 2nd ed. Boston: Little Brown Co;
1992.p.1737- 64.
. Rodriquez J, Soriano JR. New insights into the pathogenesis
of RTA from functional
to molecular studies.
Pediat.Nephrol 2000;14:1121-36.
Hanna JD, Scheinman JI, Chan JCM. The kidney in acid-base
balance. Pediatr North Amer 1995;42:1365-79.
. Beaufils F. Equilibrie aikido bezique et ses troubles. In:
Pediatric

durgence. Paris: Flammarion;1983.p.119-26.


. Ganong WP. Regulation of extracellular fluid composition
& volume: Review of Medical Physiology. 14th ed. PrenticeHall International Inc;1989.p.620-6.
. Haker RW. Renal and body fluid: Notebook of medical
physio- logy. Churchill Livingstone Inc;1982.p.78-9.
Soriano JR, Vallo A. Renal tubular acidosis. Pediatr Nephrol
1990;4:268-75.
Kennedy T, Prebis J, Wassner SJ, Norman ME. Acid-base, fluids
and electrolites, Nephrology. 3rd ed. Philadelphia: Henley & Belfus
Inc;2001.p.471.
Hanna JD, Santos F, Chan JM. Renal tubular acidosis. In: Clinical
pediatric nephrology. New York: MC Graw-Hill;1992.p.665-98.
James AJ. Renal diseases in children. 3rd ed. Saint Louis: Mosby
Co;1976.p.276-320
Renal tubular acidosis. The Merck Manual, sec 17, Ch 229, Abnormal renal transport syndromes, Available at Http:// www.file:/
/D:/RTA/TheMerc. Htm .2003
Weber S, Soerget M, Jeck N, Konrad M. Atypical distal renal
tubular acidosis confirmed by mutation analysis. Pediatr Nephrol
2000;15:201-4.
Mc Sherry E. Renal tubular acidosis in childhood. Kidney Int.
1981;20:799-809.

HQ

Você também pode gostar