Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
1. Ny. ATW, 30 tahun, ibu rumah tangga, masuk ke UGD RSJ Ernaldi Bahar Palembang
karena mencoba bunuh diri. Ny.ATW selalu sedih dan selalu menangis tanpa sebab.
a. Apa saja faktor yang menyebabkan seseorang ingin bunuh diri?
Faktor-faktor yang memengaruhi risiko bunuh diri antara lain:
1. Gangguan Jiwa Gangguan jiwa seringkali terjadi pada seseorang saat melakukan
bunuh diri dengan angka kejadian berkisar antara 27% hingga lebih dari 90%.
Orang yang pernah dirawat di rumah sakit jiwa memiliki risiko melakukan
tindakan bunuh diri yang berhasil sebesar 8.6% selama hidupnya. Sebagian dari
orang yang meninggal karena bunuh diri bisa jadi memiliki gangguan depresi
mayor. Orang yang mengidap gangguan depresi mayor atau salah satu dari
gangguan keadaan jiwa seperti gangguan bipolar memiliki risiko lebih tinggi,
hingga mencapai 20 kali lipat, untuk melakukan bunuh diri. Kondisi lain yang turut
terlibat adalah schizophrenia (14%), gangguan kepribadian (14%),gangguan
bipolar, dan gangguan stres pasca-trauma. Sekitar 5% pengidap schizophrenia mati
karena bunuh diri. Gangguan makan juga merupakan kondisi berisiko tinggi
lainnya. Riwayat percobaan bunuh diri di masa lalu merupakan alat prediksi terbaik
terjadinya tindakan bunuh diri yang akhirnya berhasil. Kira-kira 20% bunuh diri
menunjukkan adanya riwayat percobaan di masa lampau. Lalu, dari sekian yang
pernah mencoba melakukan bunuh diri memiliki peluang sebesar 1% untuk
melakukan bunuh diri yang berhasil dalam tempo satu tahun kemudian dan lebih
dari 5% melakukan bunuh diri setelah 10 tahun. Meskipun tindakan melukai diri
sendiri bukan merupakan percobaan bunuh diri, namun adanya perilaku suka
melukai diri sendiri tersebut meningkatkan risiko bunuh diri. Dari kasus bunuh diri
yang berhasil, sekitar 80% individu yang melakukannya telah menemui dokter
selama setahun sebelum kematian, termasuk 45% di antaranya yang menemui
dokter dalam satu bulan sebelum kematian. Sekitar 2540% orang yang berhasil
melakukan bunuh diri pernah menghubungi layanan kesehatan jiwa pada tahun
sebelumnya.
2. Penggunaan obat Penyalahgunaan obat adalah faktor risiko bunuh diri paling
umum kedua setelah depresi mayor dan gangguan bipolar. Baik penyalahgunaan
obat kronis maupun kecanduan akut saling berhubungan satu sama lain. Bila
digabungkan dengan kesedihan diri, misalnya ditinggalkan seseorang yang
meninggal, risiko tersebut semakin meningkat. Selain itu, penyalahgunaan obat
berkaitan dengan gangguan kesehatan jiwa. Saat melakukan bunuh diri,
kebanyakan orang berada dalam pengaruh obat yang bersifat sedatif-hipnotis
(misalnya alkohol atau benzodiazepine) dengan adanya alkoholisme pada sekitar
15% sampai 61% kasus. Negara-negara dengan angka penggunaan alkohol tinggi
dan memiliki jumlah bar lebih banyak secara umum juga memiliki risiko terjadinya
bunuh diri lebih tinggi yang keterkaitannya terutama berhubungan dengan
penggunaan minuman beralkohol hasil distilasi ketimbang jumlah total alkohol
yang digunakan. Sekitar 2.23.4% dari mereka yang pernah dirawat karena
menderita alkoholisme pada suatu waktu dalam kehidupan mereka meninggal
dengan cara bunuh diri. Pecandu alkohol yang melakukan percobaan bunuh diri
biasanya pria, dalam usia tua, dan pernah melakukan percobaan bunuh diri di masa
lampau. Antara 3 hingga 35% kematian pada kelompok pemakai heroin
diakibatkan oleh bunuh diri (kira-kira 14 kali lipat lebih besar dibandingkan
kelompok
yang
tidak
memakai
heroin).
Penyalahgunaan
kokain
dan
namun
hipotesis
menyatakan
bahwa
mereka
yang
memiliki
7. Pelecehan Seksual Sejumlah orang mungkin ingin bunuh diri untuk melarikan diri
dari intimidasi atau tuduhan. Riwayat pelecehan seksual pada masa kecil dan dan
saat menjadi anak asuh juga merupakan faktor risiko. Pelecehan seksual diyakini
memberi kontribusi sekitar 20% dari keseluruhan risiko. evolusioner menjelaskan
bahwa persoalan bunuh diri bisa meningkatkan kemampuan inklusif. Hal ini dapat
terjadi jika orang yang ingin bunuh diri tidak dapat lagi memiliki anak dan
mengangkat anak dari kerabatnya dengan tetap bertahan hidup. Hal yang tidak
dapat disetujui adalah bahwa kematian pada remaja yang sehat tidak menyebabkan
terjadinya kemampuan inklusif. Proses adaptasi terhadap lingkungan adat nenek
moyang yang sangat berbeda mungkin menjadi proses yang maladaptif dalam
kondisi saat ini.
8. Kemiskinan Kemiskinan dikaitkan dengan risiko bunuh diri. Meningkatnya
kemiskinan relatif seseorang yang dibandingkan dengan orang yang ada di
sekitarnya dapat meningkatkan risiko bunuh diri. Lebih dari 200.000 petani di
India telah melakukan bunuh diri sejak tahun 1997, yang sebagian karena persoalan
utang. Di Cina, kemungkinan peristiwa bunuh diri terjadi tiga kali lipat di daerah
pedesaan di pinggiran kota, yang diyakini akibat kesulitan keuangan di area ini di
negara tersebut.
9. Media Masa Media Media, termasuk internet, memainkan peranan penting.
Caranya menyajikan gambaran bunuh diri mungkin saja memiliki efek negatif
dengan banyaknya tayangan yang mencolok dan berulang yang mengagungkan
atau meromantiskan tindakan bunuh diri dan memberikan dampak terbesar. Bila
digambarkan secara rinci tentang cara melakukan bunuh diri dengan menggunakan
cara tertentu, metode bunuh diri mungkin saja meningkat dalam populasi secara
keseluruhan. Pemicu penularan bunuh diri atau peniruan bunuh diri ini dikenal
sebagai efek Werther, yang diberi nama berdasarkan tokoh protagonist dalam karya
Goethe yang berjudul The Sorrows of Young Werther yang melakukan bunuh diri.
Risiko ini lebih besar pada remaja yang mungkin meromantiskan kematian.
Sementara media massa memiliki pengaruh yang signifikan, efek dari media
hiburan masih tampak samar-samar. Kebalikan dari efek Werther adalah
pengusulan efek Papageno, yaitu cakupan yang baik mengenai mekanisme cara
mengatasi masalah secara efektif, mungkin memiliki efek perlindungan. Istilah ini
didasarkan pada karakter dalam opera Mozart yang berjudul The Magic Flute yang
akan melakukan bunuh diri karena takut kehilangan orang yang dicintainya sampai
teman-temannya menyelamatkannya. Bila media mengikuti pedoman pelaporan
yang sesuai, risiko bunuh diri dapat diturunkan. Namun, kepatuhan dari industri
tersebut bisa saja sulit didapatkan terutama dalam jangka panjang
10. Perokok Merokok tidak hanya merusak kesehatan fisik, tetapi juga mental. Peneliti
dari Washington University School of Medicine menemukan, peningkatan pajak
harga rokok berhubungan dengan penurunan kasus bunuh diri di suatu daerah.
Mereka menyimpulkan, merokok berhubungan dengan tindakan nekat tersebut.
Diperkirakan dampak merokok terhadap bunuh diri berhubungan dengan sifat
adiksi yang diberikan rokok.
11. Remaja dengan gegar otak Cidera otak karena trauma dapat merusak kesehatan
saraf remaja yang masih bertumbuh. Sebuah studi baru-baru ini menemukan, gegar
otak juga berhubungan dengan kematian dini, yang paling sering adalah akibat
bunuh diri. Remaja yang mengalami gegar otak tiga kali lebih mungkin untuk
bunuh diri.
12. Pemusik Steve Sack, direktur di Center for Suicide Research dan profesor di
Wayne State Uniersity menjelaskan, laju bunuh diri di antara pemusik tiga kali
lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional. Ini karena pekerja seni,
termasuk penulis, aktor, atau pelukis, lebih rentan terpapar depresi dan pikiranpikiran bunuh diri.
13. Dewasa dengan asperger Sindrom asperger merupakan salah satu gangguan
spektrum autis. Kondisi ini dapat menyebabkan seseorang mengalami kesulitan
berkomunikasi dan gangguan perilaku. Sebuah studi baru-baru ini pada populasi di
Inggris menunjukkan, orang dengan asperger sembilan kali lebih mungkin untuk
memikirkan bunuh diri di beberapa titik dalam hidupnya. Ini mungkin dikarenakan
mereka cenderung merasa depresi akibat isolasi sosial, kesepian, tidak berprestasi,
dan pengangguran.
14. Remaja yang diadopsi Banyak remaja yang diadopsi yang menunjukkan tandatanda gangguan psikotik sekaligus penyalahgunaan narkoba. Sebuah studi baru-
baru ini yang melibatkan remaja asal Minnesota mengungkapkan, 47 dari 56 kasus
bunuh diri dilakukan oleh remaja yang diadopsi. Ini biasanya dipicu oleh
perselisihan keluarga, stres akademis, perilaku lingkungan, dan mood negatif.
15. Diet Makanan Pada penderita Alergi ditemukan hasil mengejutkan saat diteliti,
diungkapkan Benton David bahwa penderita alergi bila makanan beresiko dihindari
maka akan mengurangi perilaku antisosial, perbuatan kriminal dan perbuatan
bunuh diri. Bentin dalam menelitiannya telah mengungkapkan bahwa intervensi
dan penghindaran diet tertentu dapat berprngaruh pada perilaku antisosial,
perbuatan bunuh diri dan perbuatan kriminal.
2. 2 tahun yang lalu terdapat perubahan perilaku yaitu adanya kegembiraaan yang
berlebihan, banyak bicara dan beraktivitas, sering keluyuran serta kurang tidur.
a. Bagaimana mekanisme gejala-gejala yang terjadi 2 tahun lalu?
Adanya riwayat gangguan afektif dalam keluarga (genetik) + stressor sebagai faktor
pemicu peningkatan hormone kortisol, neurotransmiter norepineprin, dopamine
respon neurotransmiter tersebut ke sistem limbik (hipotalamus, amigdala, dan
hipokampus) terganggu gejala episode manik euforia dan perubahan prilaku
(keluyuran, tidak mau tidur)
KELUYURAN
Keluyuran dalam hal ini berkaitan dengan hiperaktivitas pada episode manik. Hal
ini dikarenakan aktivitas dopamine meningkat pada mania. Sedangkan perubahan
kadar serotonin diduga mengacaukan menyebabkan instabilitas system katekolamin,
sehingga memicu episode mania pada gangguan bipolar. Dikatakan bahwa deficit
asetil kolin menyebabkan munculnya mania sehingga keluhan gejala pada kasus ini
timbul.
TIDAK MAU TIDUR
Masalah tidur-insomnia inisial dan terminal, sering terbangun, hipersomniaadalah gejala yang lazim dan klasik pada depresi, dan penurunan kebutuhan untuk
tidur merupakan gejala klasik mania. Para peneliti telah lama mengenali bahwa
elektroensefalogram tidur (EEG) pada banyak orang dengan depresi menunjukkan
kelainan. Kelainan yang lazim adalah awitan tidur yang tertunda, pemendekan latensi
rapid eye movement (REM) (waktu antara jatuh tertidur dan periode REM pertama),
peningkatan lama periode REM pertama, serta tidur delta abnormal.
3. 1 tahun yang lalu ia mengeluh selalu mendengar suara seperti ada orang yang mengobrol
dan kadang menyalahkan dirinya, serta adanya keyakinan yang kuat bahwa dirinya
banyak kesalahan dan dosa. Ia mulai mengisolasi diri dan kurang berinteraksi.
Kemudian kemunduran makin hebat, kurang bisa mengurus diri, tak dapat mengerjakan
pekerjaan sehari-hari, bicara terbatas ucapan sepata dua patah, tetapi bisa dapat
dimengerti.
Selama setahun terakhir ini pasien masih cenderung normal selama beberapa bulan.
Menurut keluarga ada stressor yang memicu perubahan perilaku ini, yaitu masalah
dengan keluarga suami.
a. bagaimana hubungan stressor terhadap gejala?
Stres merupakan peristiwa kehidupan yang dapat memicu gangguan bipolar pada
seseorang dengan kerentanan genetik. Pada kasus Ny. ATW memiliki riwayat
gangguan afektif dalam keluarga maka dengan adanya stressor berupa masalah
dengan keluarga suami akan memicu terjadinya gangguan bipolar.
b. Apa makna klinis pasien masih cenderung normal selama beberapa
bulan(dalam tahu terakhir)?
Pada gangguan bipolar terdapat 2 kutub yaitu, pertama mania atau depresi dan
kemudian pada saat berikutnya terjadi hal yang sebaliknya. Periode diantara kedua
kutub itu cenderung normal, yang merupakan karakteristik dari penyakit bipolar
tersebut.
4. Pada autoanamnesis pasien terlihat diam dan tak banyak gerak, kadang menangis dan
sulit untuk menjawab pertanyaan. Jawaban hanya sepatah duakata saja, kadang menolak
untuk bicara sama sekali. Tanda-tanda autism jelas ada.
5. Informasi tambahan
Terdapat riwayat perkawinan yang baik, ada riwayat gangguan afektif dalam keluarga
dan premorbib mengarah kesuatu gangguan kepribadian dengan ciri pasif, sering merasa
bersalah, sangat tergantung dengan orang lain, merasa tak berdaya bila sendirian dan
kondisi ini sudah berdampak negative, ada stressor dalam satu tahun terakhir terkait
masalah keluarga yaitu bentrok dengan keluarga suami.
a. apa hubungan gangguan kepribadian premorbid dengan kasus dan prognosis?
Orang dengan kepribadian emosional tidak stabil hampir selalu berada dalam keadaan
krisis. Suasana hati yang mudah berubah umum terjadi. Pasien dapat menjadi
argumentatif pada satu saat, depresif berikutnya, dan kemudian mengeluh tidak
memiliki perasaan.
Orang dengan kepribadian emosional tidak stabil biasanya bergantung dengan orang
lain. Karena merasa baik bergantung dan bermusuhan, orang dengan gangguan ini
memiliki hubungan interpersonal yang penuh gejolak. Mereka dapat bergantung pada
orang-orang dengan siapa mereka dekat dan, jika mersa frustasi, bias mengungkapkan
kemarahan besar terhadap teman intim mereka. Pasien dengan emosional tidak stabil
tidak bias mentolerir sendirian, dan mereka lebih suka mencari persahabatan secara
terburu-buru, tidak peduli seberapa memuaskan, untuk menemani mereka.
Kepribadian yang tidak stabil memicu Ny. ATW bentrok dengan keluarga suami.
Berikut cirri-ciri kepribadian tidak stabil
1. Upaya penuh keglisahan untuk menghindari keadaan ditinggalkan yang nyata
maupun hanya dibayangkan
2. Pola hubungan interpersonal yang erat namun tidak stabil
3. Gangguan identitas : citra diri yang secara nyata dan terus menerus
4. Impulsive setidaknya dua wilayah yang berpotensi merusak diri (misalnya,
pengeluaran, seks, penyalahgunaan zat, mengemudi sembrono, makan pesta).
5. Prilaku bunuh diri berulang dsb.
6. GAF scale sekitar 40-31/saat pemeriksaan (saat ada upaya bunuh diri GAF scale menurun
sampai 10-0). Terdapat waham mengarah merasa bersalah dan berdosa. Pemeriksaan
spesifik tak ada.
a. Bagaimana interpretasi dari GAF Scale?
Nilai normal: 91 100 berfungsi Unggul dalam berbagai kegiatan, masalah hidup
sepertinya tidak pernah keluar dari tangan, dicari oleh orang lain karena-nya atau
banyak kualitas nya positif. Tidak ada gejala.
Interpretasi:
Kerusakan beberapa fungsi dalam pengujian realitas atau komunikasi (misalnya,
bicara pada waktu yang tidak logis, jelas, atau tidak relevan) ATAU penurunan besar
di beberapa daerah, seperti pekerjaan atau sekolah, hubungan keluarga, penilaian,
berpikir, atau suasana hati (misalnya, depresi menghindari teman pria, mengabaikan
keluarga, dan tidak mampu bekerja; anak sering memukuli anak-anak muda, adalah
pemberontak di rumah, dan gagal di sekolah).
Aksis V: Penilaian fungsi secara global
Penilaian Fungsi Secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF Scale)
100-91 gejala tidak ada, fungsi max, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi
90-81 gejala min, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa
80-71 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social
70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara
umum baik
60-51 gejala dan disabilitas sedang
50-41 gejala dan disabilitas berat
40-31 beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,
disabilitas berat dalam beberapa fungsi
30-21 disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi
dalam hampir semua bidang
20-11 bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam
komunikasi dan mengurus diri
10-01 persisten dan lebih serius
0
Minimal harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti kriteria
PPDGJ
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.
8. Aspek klinis
a. Diagnosis kerja
Gangguan afektif bipolar episode kini depresi dengan gejala psikotik
b. Etiologi
Dalam usaha memahami etiologi gangguan bipolar, para peneliti terus melakukan
penelitian untuk mencari hubungan antara manifestasi penyakit yang sangat kompleks
dengan dasar biologinya. Gangguan bipolar dihubungkan dengan berbagai gangguan
otak seperti gangguan struktur, fungsi, kimia, neurokimia, neuroendokrin, dan
transduksi sinyal otak.9 Stres yang terjadi dalam peristiwa kehidupan sering
mengawali terjadinya episode pertama gangguan mood. Peristiwa-peristiwa seperti
itu dapat menyebabkan perubahan neuronal permanen yang menjadi predisposisi pada
seseorang bagi terjadinya rentetan episode gangguan mood.
c. Epidemiologi
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa berat yang prevalensinya cukup
tinggi. Studi di berbagai negara menunjukkan bahwa risiko untuk terjadinya
gangguan bipolar sepanjang kehidupan adalah sekitar 1-2%. Studi Epidemiologic
Catchment Area (ECA) menemukan bahwa prevalensi sekali seumur hidup gangguan
bipolar adalah antara 0,6%-1,1% (antara 0,8%-1,1% pada pria dan 0,5%-1,3% pada
wanita). Studi-studi yang dilakukan di Eropa menunjukkan bahwa angka prevalensi
e. Manifestasi klinis
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada
gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II
mempunyai episode hipomanik. Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan
bipolar IV namun sementara ini yang 2 terakhir belum dijelaskan.
Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut perjalanan
longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak terdapat 1
episode manik di sana. Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode
depresi lengkap maka tetap dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode
yang lain dapat berupa episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan
episode tersebut bisa mendahului ataupun didahului oleh episode manik.
Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan
bipolar II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh
episode depresi mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut
didahului oleh episode hipomanik.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III,
gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien
dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri
dari peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta
pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan
sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan
a. Farmakoterapi
Fluoxetin (prozac) telah digunakan dengan suatu keberhasilan pada remaja
dengan gangguan depresif barat. Karena beberapa anak dan remaja yang menderita
depresif akan mengalami gangguan bipolar, klinisi harus mencatat gejala hipomanik
yang mungkin terjadi selama pemakaian fluoxetin dan anti depresan lain. Pada kasus
tersebut medikasi harus dihentikan untuk menentukan apakah episode hipomanik
selanjutnya menghilang. Tetapi, respon hipomanik terhadap antidepresan tidak selalu
meramalkan bahwa gangguan bipolar telah terjadi.8 Gangguan bipolar pada masa
anak-anak dan remaja adalah diobati dengan lithium (Eskalith) dengan hasil yang
baik. Tetapi, anak-anak yang memiliki gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas) dan
selanjutnya mengalami gangguan bipolar pada awal masa remaja adalah lebih kecil
kemungkinannya untuk berespon baik terhadap lithium dibandingkan mereka yang
tanpa gangguan perilaku.
Pasien dengan gangguan bipolar membutuhkan dorongan untuk mencari dan
mempertahankan pengobatan dan tindak lanjutnya dengan segala keterbatasannya
lithium merupakan pengobatan untuk gangguan bipolar yang telah lama digunakan
meskipun banyak obat-obat generasi baru yang ditemukan, namun efektifitas
pencegahan bunuh diri masih belum jelas.
Garam Lithium (carbonate) merupakan antidepresan yang dianjurkan untuk
gangguan depresi bipolar (terdapatnya episode depresi dan mania) dan penderita
gangguan depresi. Lithium tidak bersifat sedative, depresan ataupun eforian, inilah
yang membedakannya dari antidepresan lain.
Mekanis aksi lithium mengendalikan alam perasaan belum diketahui, diduga
akibat efeknya sebagai membrana biologi. Sifat khas ion lithium dengan ukuran yang
amat kecil tersebar melalui membrana biologik, berbeda dari ion Na dan K. Ion
lithium menggantikan ion Na mendukung aksi potensial tunggal di sel saraf dan
melestarikan membrana potensial itu. Masih belum jelas betul makna interaksi antara
lithium (dengan konsentrasi 1 mEq per liter) dan transportasi monovalent atau
divalent kation oleh sel saraf.2 Aksi lithium disusunan saraf pusat dispekulasikan
merobah distribusi ion didalamsel susunan saraf pusat, perhatian terpusat pada efek
konsentrasi ionnya yang rendah dalam metabolisme biogenik amin yang berperanan
utama dalam patofisiologi gangguan alam perasaan.
Sudah lebih dari 50 tahun lithium digunakan sebagai terapi gangguan bipolar.
Keefektivitasannya telah terbukti dalam mengobati 60-80% pasien. Pamornya
semakin berkibar karena dapat menekan ongkos perawatan dan angka kematian akibat
bunuh diri.
Tapi bukan berarti lithium tanpa cela. Terdapat orang-orang yang kurang memberi
respon terhadap lithium di antaranya penderita dengan riwayat cedera kepala, mania
derajat berat (dengan gejala psikotik), dan yang disertai dengan komorbid. Bila
penggunaanya dihentikan tiba-tiba, penderita cepat mengalami relaps. Selain itu,
indeks terapinya sempit dan perlu monitor ketat kadar lithium dalam darah. Gangguan
1) Litium
Indikasi:
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai
terapi rumatan GB.
Dosis:
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi
dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L.
Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari.Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk
mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk terapi
rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis
kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala
toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.
2) Valproat.
Dosis:
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum
berkisar antara 45 -125 ug/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan
divalproat dengan konsentrasi plasma 50 ug/mL. Dosis awal untuk mania
dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 500 mg/hari dan dinaikkan
setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 ug/mL. Efek
Dosis:
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
3) Quetiapin.
Dosis:
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia
dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200
mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia
quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.
Indikasi:
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus
cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
4) Aripiprazol
Dosis:
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis
efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan
yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual,
insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa
klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas.
Indikasi:
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia
juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi
tambahan pada GB I, episode depresi.
Antidepresan
Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi. Penggunaannya
harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi meginduksi
hipomania atau mania. Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania,
antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan
antipsikotika atipik
Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive
behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi kelompok,
DAFTAR PUSTAKA
Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III
dan DSM -5. Jakarta: PT. Nuh Jaya
Saddock, Benjamin & Virginia Saddock. 2004. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi Kedua.
Jakarta:EGC
Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 1. Penerbit Media Aesculapsius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2008. Hal 913-915.