Você está na página 1de 72

SKENARIO D BLOK 19 TAHUN 2015

Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun 6 bulan, BB 14 kg, datang dengan kejang.
Sesampai di rumah sakit masih didapatkan kejang, setelah diberikan diazepam per rektal 2
kali, kejang berhenti. Serangan ini tidak didahului atau disertai demam. Pasca kejang
penderita sadar.
Dari anamnesis dengan ibu penderita, sekitar 20 menit sebelum masuk rumah sakit
penderita mengalami bangkitan di mana seluruh tubuh penderita kejang, mata mendelik ke
atas, kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh. Bangkitan ini berlangsung kurang lebih 5
menit. Setelahnya penderita tidak sadar. Penderita kemudian dibawa ke rumah sakit. Sekitar
10 menit setelah bangkitan pertama saat masih dalam perjalanan ke rumah sakit, bangkitan
serupa berulang sampai penderita tiba di rumah sakit. Lama perjalanan dari rumah ke rumah
sakit sekitar 20 menit. Setelah mendapat obat kejang seperti yang telah disebutkan di atas,
kejang berhenti dan tidak berapa lama anak sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan
tungkai sebelah kanan Nampak lemah dan penderita sering tersedak bila minum. Sebelum
teradi serangan kejang, terdapat batuk, pilek yang sudah berlangsung 3 hari tanpa demam.
Pada riwayat penyakit sebelumnya, saat usia 6 bulan, penderita mengalami kejang
dengann demam tinggi dirawat di rumah sakit dan dilakukan pemeriksaan cairan otak dan
dikatakan sakit radang selaput otak. Dirawat di rumah sakit selama 15 hari.
Pada usia 1 tahun, penderita ,engalami kejang yang tidak disertai demam sebanyak 2
kali. Usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang disertai demam tidak tinggi.
Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproate. Setelah 9 bulan berobat, orang tua
menghentkan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita sudah bisa bicara
lancer, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga.
Pada pemeriksaan fisik:
Kesadaran kompos mentis, suhu aksila 36.5C, tekanan darah 90/45mmHg, Nadi 100x/menit,
RR 30x/menit
Pada pemeriksaan neurologis
1. Kepala: Tampak mulut penderita mencong ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih Nampak
dan kedua bola mata dapat menutup. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah, terjadi
deviasi ke kanan dan dsertai tremor lidah.
2. Ektrimitas : Pergerakan lengan dan tungkai kanan tampak terbatas dan kekuatannya lebih
lemah disbanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat sedikiti diangkat, namun
1

sama sekali tidak dapat melawan tahanan dari pemeriksa. Lengan dan tungkai kiri dapat
melawan tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot hipertoni dan reflek fisiologis lengan
dan tungkai kanan meningkat, ditemukan reflek Babinski di kaki sebelah kanan.
3. Tanda rangsang meningeal berupa kaku kuduk, bruzinski 1 dan 2, maupun kernick tidak
dijumpai.

I. Klarifikasi Istilah
No.
Istilah
1. Kejang
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Klarifikasi
Suatu manifestasi klinis akibat inbalance dari sistem eksihitasi

Diazepam

dan inhibisi serebral.


Kelompok obat benzodiazepine yang mempengaruhi sistem

Bangkitan

saraf otak dan memberikan efek penenang.


Seizure, serangan menadadak atau kekambuhan suatu

Asam vaproat

penyakit. Atau episode tunggal epilepsy.


Obat yang digunakan uuntuk menangani kejang, umunya

Deviasi ke kanan
Tremor
Tonus

epilepsi.
Penyimpangan ke arah kanan.
Gemetar atau menggigil yang involunter.
Kontraksi otot yang dengan dan terus menerus yang pada
otot-otot rangka membantu mempertahankan postr dan

8.

Hipertoni

pengembalian darah ke jantung.


Keadaan tonus otot yang lebih tinggi atau meningkat dari

9.
10.
11.

Reflek Babinski
Kaku kuduk
Brudzinsky I

pada normal.
Dorsofleksi ibu jari kaki pada saat perangsangan telapak kaki.
Rasa kaku di belakang leher (kuduk).
Positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan
fleksi sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara

12.
13.

Brudzinski II
Kernig

reflektorik.
Contralateral leg sign.
Pelurusan kaki yang terbatasi ketika fleksi timbul.

II. Identifikasi masalah


2.1. Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun 6 bulan, BB 14 kg, datang dengan kejang.
(*****)
2.2. Dari anamnesis dengan ibu penderita, sekitar 20 menit sebelum masuk rumah sakit
penderita mengalami bangkitan di mana seluruh tubuh penderita kejang, mata
mendelik ke atas, kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh. Bangkitan ini
berlangsung kurang lebih 5 menit. Setelahnya penderita tidak sadar. Penderita
kemudian dibawa ke rumah sakit. Sekitar 10 menit setelah bangkitan pertama saat
masih dalam perjalanan ke rumah sakit, bangkitan serupa berulang sampai penderita
2

tiba di rumah sakit. Lama perjalanan dari rumah ke rumah sakit sekitar 20 menit.
Sesampai di rumah sakit masih didapatkan kejang, setelah diberikan diazepam per
rektal 2 kali, kejang berhenti. Serangan ini tidak didahului atau disertai demam. Pasca
kejang penderita sadar.
2.3. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan nampak lemah dan
penderita sering tersedak bila minum.
2.4. Sebelum teradi serangan kejang, terdapat batuk, pilek yang sudah berlangsung 3 hari
tanpa demam. Pada riwayat penyakit sebelumnya, saat usia 6 bulan, penderita
mengalami kejang dengann demam tinggi dirawat di rumah sakit dan dilakukan
pemeriksaan cairan otak dan dikatakan sakit radang selaput otak. Dirawat di rumah
sakit selama 15 hari. Pada usia 1 tahun, penderita mengalami kejang yang tidak
disertai demam sebanyak 2 kali. Usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang
yang disertai demam tidak tinggi.
2.5. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproate. Setelah 9 bulan berobat,
orang tua menghentkan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita
sudah bisa bicara lancar, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda
roda tiga.
2.6. Pada pemeriksaan fisik:
Kesadaran kompos mentis, suhu aksila 36.5C, tekanan darah 90/45mmHg, Nadi
100x/menit, RR 30x/menit.
2.7. Pada pemeriksaan neurologis
1. Kepala: Tampak mulut penderita mencong ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih
Nampak dan kedua bola mata dapat menutup. Saat penderita diminta
mengeluarkan lidah, terjadi deviasi ke kanan dan dsertai tremor lidah.
2. Ektrimitas: Pergerakan lengan dan tungkai kanan tampak terbatas dan
kekuatannya lebih lemah disbanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan
dapat sedikiti diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan dari
pemeriksa. Lengan dan tungkai kiri dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya.
Tonus otot hipertoni dan reflek fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat,
ditemukan reflek Babinski di kaki sebelah kanan.
3. Tanda rangsang meningeal berupa kaku kuduk, bruzinski 1 dan 2, maupun
kernick tidak dijumpai.

III.

Analisis Masalah

3.1. Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun 6 bulan, BB 14 kg, datang dengan kejang.
3.1.1. Apa hubungan usia, jenis kelamin, dan berat badan terhadap keluhan?

Dari data yang diambil pada penelitian di RSUD dr. Pringadi Medan,
didapatkan beberapa karakteristik penderita kejang demam pada balita, baik
berdasarkan umur, jenis kelamin dan status gizi. Menurut data penelitian,
diketahui bahwa proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan
umur tertinggi pada kelompok umur 1-3 tahun yaitu 63 penderita (57,3%) dan
terendah pada kelompok umur 3-5 tahun yaitu 21 penderita (19,1%). Hal ini
kemungkinan ada kaitannya dengan tingkat kematangan otak. Pada saat
usia<2tahun keadaan otak belum matang dimana kadar Corticotropin
releasing hormon di hipokampus tinggi sehingga berpotensi untuk terjadi
bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam (Chen dkk, 2001). Pada otak
belum matang neural Na+ /K+ATP ase masih kurang sehingga regulasi ion
Na+ , K + , dan Ca++ belum sempurna (Haglun dan Schwartzkroin, 1990).
Eksitabilitas neural juga lebih tinggi pada otak yang belum matang
dibandingkan otak yang sudah matang. Pada masa ini disebut sebagai
developmental window dan rentan terhadap bangkitan kejang (Johnson dkk,
1996).
Begitu juga dengan insidens terjadinya epilepsy, anak yang beresiko
yaitu pada anak yang berumur kurang dari 5 tahun. Hal tersebut terjadi akibat
adanya proses eksitasi yang berlebihan dibandingkan inhibisi pada anak
seusia penderita. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki mempunyai risiko lebih
tinggi menderita epilepsi, tetapi tidak ditemukan alasan mendasar tentang
adanya perbedaan angka kejadian epilepsy antara laki-laki dan perempuan
karena perbedaannya yang tidak cukup signifikan.
Status gizi pada pasien ini bisa dikatakan cukup baik. Status gizi
berhubungan dengan kerentanan seorang balita untuk terkena infeksi sehingga
beresiko untuk terjadinya kejang demam. Sedangkan, untuk epilepsy tidak ada
perbedaan insidensi epilepsy pada anak dengan status gizi yang baik maupun
yang buruk.
3.1.2. Apa saja klasifikasi kejang?
Klasifikasi kejang menurut ILAE 1981.
1. Kejang parsial (fokal, lokal)
a. Kejang fokal sederhana
b. Kejang parsial kompleks
c. Kejang parsial yang menjadi umum
2. Kejang umum
a. Absens
b. Mioklonik
c. Klonik
4

d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. Atonik
3. Tidak dapat diklasifikasi
Klasifikasi sindroma epilepsi menurut ILAE 1989 (Rudzinski dan Shih,
2011):
1. Berkaitan dengan letak fokus
a. Idiopatik (primer)
1) Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal
(Rolandik benigna)
2) Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
3) Primary reading epilepsy
b. Simtomatik (sekunder)
1) Epilepsi kronik progresif parsialis kontinua pada anak (Sindrom
Kojewnikow)
2) Epilepsi lobus temporalis
3) Epilepsi lobus frontalis
4) Epilepsi lobus parietalis
5) Epilepsi lobus oksipitalis
c. Kriptogenik
2. Umum
a. Idiopatik (primer)
1) Kejang neonatus familial benigna
2) Kejang neonatus benigna
3) Epilepsi mioklonik benigna pada bayi
4) Epilepsi absans pada anak
5) Epilepsi absans pada remaja
6) Epilepsi mioklonik pada remaja
7) Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga
8) Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak
b. Kriptogenik atau simtomatik
1) Sindroma West (spasme infantil dan hipsaritmia)
2) Sindroma Lennox Gastaut
3) Epilepsi dengan kejang mioklonik astatik
4) Epilepsi dengan absans mioklonik
c. Simtomatik
1) Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik neonatal
- Sindrom Ohtahara
2) Etiologi atau sindroma spesifik
- Malformasi serebral
- Gangguan metabolisme
3. Epilepsi dan sindroma yang tidak dapat ditentukan
a. Serangan umum fokal
1) Kejang neonatal
2) Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3) Sindroma Taissinare
5

4) Sindroma Landau Kleffner


b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Epilepsi berkaitan dengan situasi
a. Kejang demam
b. Berkaitan dengan alkohol
c. Berkaitan dengan obat-obatan
d. Eklamsi
Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)
3.1.3. Apa etiologi kejang?
- Faktor perinatal, kelainan yang timbul akibat gangguan pada proses
kehamilan. (Malformasi serebral, infeksi Intrauterin, hipoksik-iskemik,
-

trauma dan perdarahan)


Penyakit infeksi seperti ensefalitis dan meningitis
Gangguan metabolisme (Hipoglikemia, hiponatremia, hipokalesemia,
hipomagnesemia, hiponatremia, hipernatremia, storage disease,sindrom
reye, penyakit neurodegeneratif, porfiria, ketergantungan dan defisiensi

piridoksin)
Toksin/keracunan (Timbal, kokain, Toksisitas obat, putus obat)
Sindrom Neurokutan
Penyakit Sistemik
Penyakit/kondisi penyebab lain (Trauma kepala, Tumor Otak, demam,

idiopatik dan familial)


(Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi Keenam. Bab 177. Hal:737)
3.1.4. Bagaimana mekanisme kejang?
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan

aktifitas

listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan


merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan
listriknya.
Hal tersebut diduga disebabkan oleh karena 1] kemampuan membran
sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang
berlebihan; 2] berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter

asam

gama

amino butirat [GABA]; atau 3] meningkatnya eksitasi sinaptik oleh


transmiter asam glutamat

dan aspartat melalui

jalur eksitasi yang

berulang.
Selain itu, kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang
kejang dan ekstabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada
kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu
tubuh satu derajat celsius akan meningkatkan metabolisme karbohidrat 106

15% sehingga dengan adanya peningkatan suhu akan mengakibatkan


peningkatan kebutuhan glukosa dan oksigen. Pada demam tinggi akan
mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk jaringan otak.
Pada keadaan metabolisme di siklus kreb normal, satu molekul glukosa
akan menghasilkan 38 ATP, sedangkan pada keadaan hipoksia jaringan
metabolisme anaerob, satu molekul glukosa hanya akan menghasilkan 2 ATP,
sehingga pada keadaan hipoksia akan kekurangan energi, hal ini akan
mengganggu fungsi normal pompa Na+ dan reuptake asam glutamat oleh
sel glia. Kedua hal tersebut mengakibatkan masuknya ion Na + ke dalam sel
meningkat dan timbunan asam glutamat ekstrasel. Timbunan asam glutamat
ekstrasel akan mengakibatkan permeabilitas membran sel terhadap ion Na+
sehingga semakin meningkatkan masuknya ion Na+ ke dalam sel. Masuknya
ion Na+ ke dalam sel dipermudah dengan adanya demam, sebab demam akan
meningkatkan mobilitas dan benturan ion terhadap membran sel. Perubahan
konsentrasi ion Na+ intrasel dan ekstrasel tersebut akan mengakibatkan
perubahan potensial membran sel neuron sehingga membran sel dalam
keadaan depolarisasi. Selain itu demam dapat merusak neuron GABA-ergik
sehingga fungsi inhibisi terganggu.
Patogenesis bangkitan sama dengan kejang:

Terjadi :
- Gangguan pada membran sel neuron
- Gangguan mekanisme inhibisi prasinaps dan pascasinaps
- Neurotransmitter
- Peranan sel glia.
Patofisiologi Epilepsi:
-

Imbalans antara eksitasi dan inhibisi


Mekanisme sinkronisasi
Iktogenesis
Epileptogenesis
Mekanisme peralihan interiktal-iktal
Mekanisme neurokimiawi
Mekanisme imun.

3.1.5. Berapa berat badan normal anak usia 3 tahun 6 bulan?

Catatan :

1. Anak dalam kelompok ini berperawakan tubuh tinggi. Hal ini tidak masih normal.
Singkirkan kelainan hormonal sebagai penyebab perawakan tinggi.
2. Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah pertumbuhan tapi lebih baik
jika diukur menggunakan perbandingan beratbadan terhadap panjang / tinggi atau
IMT terhadap umur.
3. Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan berisiko gizi lebih. Jika makin
mengarah ke garis Z-skor 2 resiko gizi lebih makin meningkat.
Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek memiliki gizi
lebih.Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul pelatihan IMCI
9

(Integrated Management of Childhood Illness in-service training. WHO, Geneva,


1997).
3.2. Dari anamnesis dengan ibu penderita, sekitar 20 menit sebelum masuk rumah sakit
penderita mengalami bangkitan di mana seluruh tubuh penderita kejang, mata
mendelik ke atas, kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh. Bangkitan ini
berlangsung kurang lebih 5 menit. Setelahnya penderita tidak sadar. Penderita
kemudian dibawa ke rumah sakit. Sekitar 10 menit setelah bangkitan pertama saat
masih dalam perjalanan ke rumah sakit, bangkitan serupa berulang sampai penderita
tiba di rumah sakit. Lama perjalanan dari rumah ke rumah sakit sekitar 20 menit.
Sesampai di rumah sakit masih didapatkan kejang, setelah diberikan diazepam per
rektal 2 kali, kejang berhenti. Serangan ini tidak didahului atau disertai demam.
Pasca kejang penderita sadar.
3.2.1. Apa makna klinis sering kejang pada kasus?
Proses infeksi seperti meningitis akan menimbulkan gejala sisa yaitu
berupa timbulnya kejang atau epilepsi, hal ini dikarenakan otak yang telah
mengalami jejas ataupun lesi akan menimbulkan menumpuknya asetilkolin
(merendahkan potensial membran post sinaptik), bila asetilkolin tertimbun di
permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik saraf-saraf kortikal
dipermudah dan menimbulkan kejang. Frekuensi sering pada kasus
disebabkan lepasnya muatan listrik terjadi secara episodik dan periodik.
3.2.2. Bagaimana farmakologi diazepam?
Diazepam
a. Obat Penenang, golongan Benzodiazepin, digunakan sebagai ansiolitik
agen antipanik, sedatif, relaksan otot rangka, antikonvulsan dan dalam
penatalaksanaan gejala-gejala akibat penghentian pemakaian alkohol.
b. Benzodiazepin merupakan obat penenang, dengan dosis yang menyangkut
susunan saraf pusat.
c. Bermanfaat juga untuk pengobatan kecanduan, susah tidur, gangguan
pernafasan dan kejang otot.
d. Juga digunakan untuk perawatan peradangan, gemetaran, dan halusinasi
sebagai hasil dari kerja alcohol
Mekanisme kerja
a. Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan
neuron GABA.

10

b. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan


kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di
hipokampus dan dalam otak kecil.
c. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis.
d. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi

berbagai

benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan.


e. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap
reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat.
f. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka
sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam
sel.
g. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel
bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang
akan berkurang.

Indikasi
a. Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul
seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk
gemetaran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba. Halusinasi
sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat digunakan
untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam
digunakan sebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan
obat lain.
Kontraindikasi
a. Penderita yang hipersensitif terhadap diazepam & benzodiazepin lain.
b. Bayi dibawah 6 bulan.
c. Penderita miastenia gravis, insufisiensi respiratori, insufisiensi hepar dan
sindrom sleep apnoea.
11

d. Penderita glaucoma narrow-angle akut.


e. Pasien koma
f. Nyeri berat yang tidak terkendali
g. Intoleran terhadap alkohol & propilen glikol (u/ injeksi)
Perhatian !!
a. Hindarkan penggunaan pada pasien dengan depresi CNS atau koma,
depresi pernafasan, insufisiensi pulmonari akut,, miastenia gravis, dan
sleep apnoea.
b. Hati-hati penggunaan pada pasien dengan kelemahan otot serta penderita
gangguan hati atau ginjal, pasien lanjut usia dan lemah.
c. Diazepam tidak sesuai untuk pengobatan psikosis kronik atau obsesional
states.
d. Ibu hamil dan menyusui.
e. Penderita yang menggunakan diazepam agar tidak menyetir atau
mengoperasikan mesin.
Efek samping
a. Yang paling sering : sedasi, kelelahan & ataksia.
b. Yang jarang, reaksi paradoksal dengan eksitabilitas, kejang otot, kurang
tidur & kemarahan.
c. Kebingungan, depresi, gangguan bicara, serta gangguan pengelihatan,
juga merupakan efek samping yang jarang terjadi.
d. Cenderung menyebabkan ketagihan (adiksi) pada penggunaan dosis tinggi
& dalam waktu yang cukup lama.
Profil farmakokinetik
a. t : Diazepam 20-40 jam, DMDZ 40-100 jam. Tergantung pada variasi
subyek. t meningkat pada mereka yang lanjut usia dan bayi neonatus
serta penderita gangguan liver. Perbedaan jenis kelamin juga harus
dipertimbangkan.
b. Volume Distribusi : Diazepam dan DMDZ 0,3-0,5 mL/menit/Kg. Juga
meningkat pada mereka yang lanjut usia.
c. Waktu untuk mencapai plasma puncak : 0,5 - 2 jam.
12

d. Distribusi dalam Darah : Plasma (perbandingan dalam darah) Diazepam


1,8 dan DMDZ 1,7.
e. Ikatan Protein : Diazepam 98 - 99% dan DMDZ 97%.
f. Jalur metabolisme : Oksidasi
g. Metabolit klinis yang signifikan : DMDZ , temazepam & oksazepam.
Interaksi obat
Obat

Efek thd Diazepam

Alkohol

Clearence

Cimetidine

Clearence
t

Disulfiram

Clearence

Fluoxetine

Clearence

Itraconazole

Potensial Clearence

Omeprazole

Clearence

Kontrasepsi Oral

Clearence & t eliminasi

Propranolol

Clearence& memperpanjang t eliminasi.

Ranitidine

absorbsi

Rifampisin

metabolisme

13

3.2.3. Apa makna klinis terjadinya 2 kali bangkitan disertai penurunan kesadaran di
antara dua bangkita tersebut?
Status epileptikus.
3.2.4. Bagaimana pertolongan pertama untuk anak kejang?
1. Jangan panik
2. Lindungi kepala pasien dari trauma
3. Hindari pasien dari jangkauan benda-benda tajam
4. Longgarkan baju pada daerah leher
5. Baringkan pasien dalam posisi miring agar cairan dapat keluar dan tidak
menghalangi saluran napas.
6. Segera bersihkan mulut bila ada benda asing didalamnya
7. Jangan pegangi pasien yang sedang kejang
8. Jangan menaruh benda di mulut untuk mencegah lidah tergigit
9. Jangan beri obat, makanan atau minuman kepada pasien selama kejang
10. Jangan siram pasien dengan air
11. Amati gejala-gejala dan durasi kejang yang terjadi pada pasien guna
dilaporkan kepada ahli medis
3.2.5. Apa makna klinis kejang yang tidak didahului demam?
Suatu kondisi yang ditandai oleh adanya bangkitan kejang yang timbul
dua kali atau lebih secara spontan (unprovocated seizure) disebut epilepsi.
3.3. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan nampak lemah dan
penderita sering tersedak bila minum.
3.3.1. Bagaimana mekanisme gelaja di atas?
Terjadi kelainan pusat motorik cerebri sinistra. Kejang dalam waktu
yang lama (status epileptikus) dapat menyebabkan hipoglikemi dan hipoksia
sel neuron pada korteks serebri sebagai pusat motorik sehingga menyebabkan
kelemahan kontralateral pada pasien ini.
3.4. Sebelum teradi serangan kejang, terdapat batuk, pilek yang sudah berlangsung 3 hari
tanpa demam. Pada riwayat penyakit sebelumnya, saat usia 6 bulan, penderita
mengalami kejang dengann demam tinggi dirawat di rumah sakit dan dilakukan
pemeriksaan cairan otak dan dikatakan sakit radang selaput otak. Dirawat di rumah
sakit selama 15 hari. Pada usia 1 tahun, penderita mengalami kejang yang tidak
disertai demam sebanyak 2 kali. Usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang
yang disertai demam tidak tinggi.
14

3.4.1. Apa hubungan gejala batuk pilek yang berlangsung 3 hari tanpa demam
dengan kejang?
Tidak ada hubungan batuk pilek dengan kejang yang dialami pasien.
Kemungkinan batuk pilek ini merupakan gejala lain yang ditemukan saat
anamnesis.
3.4.2. Apa hubungan meningintis dan kejang?
Bakterimia Menembus blood brain barrier (sawar pertama:
subaraknoid) inflamasi menyebar ke neuron hipocampus (paling rentan)
menyebar ke neuron laeinnya neural damage akson dendrit
terganggu gangguan di ekshibit dan inhibit kejang.
3.4.3. Bagaimana etiologi terjadinya meningitis?
Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti
bakteri, virus, parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan
likuor serebrospinal. Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab noninfeksi, seperti pada penyakit AIDS, keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik
atau obat obatan tertentu yang dapat melemahkan sistem imun
(imunosupresif).
Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :
a. 0 3 bulan :
Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen termasuk
bakteri, virus, jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma. Bakteri penyebab
yang tersering seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria, bakteri usus
selain E.Coli ( Klebsiella, Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus
lain, jamur, nontypeable H.influenza, dan bakteri anaerob. Virus yang
sering

seperti

Herpes

simplekx

virus

(HSV),

enterovirus

dan

Cytomegalovirus.
b. 3 bulan 5 tahun
Sejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika Serikat,
penyakit yang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah menurun. Bakteri
penyebab tersering meningitis pada grup usia ini belakangan seperti
N.meningitidis dam S.Pneumoniae. H. influenza tipe B masih dapat
dipertimbangkan pada meningitis yang terjadi pada anak kurang dari 2
tahun yang belum mendapat imunisasi atau imunisasi yang tidak lengkap.
Meningitis oleh karena Mycobacterium Tuberculosis jarang, namun harus
15

dipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi


dan jika didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan laboratorium yang
mendukung diagnosis Tuberkulosis. Virus yang sering pada grup usia ini
seperti enterovirus, HSV, Human Herpesvirus-6 (HHV-6).
c. 5 tahun dewasa
Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti
N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat
menyebabkan meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup
usia ini. Meningitis virus pada grup ini tersering disebabkan oleh
enterovirus, herpes virus, dan arbovirus. Virus lain yang lebih jarang
seperti virus Epstein-Barr , virus lymphocytic choriomeningitis, HHV-6,
virus rabies, dan virus influenza A dan B.
Pada host yang immunocompromised, meningitis yang terjadi
selain dapat disebabkan oleh pathogen seperti di atas, harus juga
dipertimbangkan oleh pathogen lain seperti Cryptococcus, Toxoplasma,
jamur, tuberculosis dan HIV.
3.4.4. Bagaimana perjalanan penyakit pada anak ini?
Penderita pada kasus ini memiliki riwayat kejang demam akibat
menderita meningitis pada saat berumur 6 bulan. Demam akan memicu
perubahan keseimbangan membrane sel neuron sehingga akan terjadi difusi
ion Na dan K secara cepat. Akibatnya, terjadinya pelepasan muatan listrik
yang abnormal dan menyebar dengan cepat melalui neurotransmitter sehingga
terjadi kejang.
Pada saat terjadinya kejang, maka diperlukan ATP lebih untuk
memompa Na keluar, Sehingga hal ini akan membuat kebutuhan oksigen dan
glukosa meningkat. Apabila kejang terjadi sebntar, hal ini bisa trepenuhi. Bila
kejang berlangsung lama, maka oksigen dan glukosa tidak terpenuhi sehingga
terjadi hipoksia sel neuron , dan dapat menyebabkan nekrosis.
Kerusakan dan kematian saraf pada status epileptikus bisa terjadi
diberbagai tempat, seperti korteks serebri (UMN). Kerusakan di korteks
serebri kiri menyebabkan kelemahan kontralateral (sisi tubuh kanan)
menyebabkan kelemahan pada lengan, tungkai, lidah dan otot wajah.

16

3.5. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproate. Setelah 9 bulan berobat,
orang tua menghentkan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita
sudah bisa bicara lancar, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda
roda tiga.
3.5.1. Bagaimana farmakologi asam valproate?
Valproate diyakini mempengaruhi fungsi neurotransmitter GABA
dalam otak manusia, sehingga alternatif untuk garam litium dalam pengobatan
gangguan bipolar. Prinsip mekanisme kerjanya diyakini penghambatan GABA
transaminasi (GABA transaminase menghambat oleh). Valproate juga diyakini
untuk membalikkan proses transaminasi untuk membentuk lebih GABA. Oleh
karena itu, secara tidak langsung Valproat bertindak sebagai agonis GABA.
Namun, beberapa mekanisme lain tindakan dalam gangguan neuropsikiatri
telah diusulkan untuk asam valproik dalam beberapa tahun terakhir. Asam
valproik juga menghalangi saluran tegangan-gated sodium dan T-jenis saluran
Kalsium. Mekanisme ini membuat Asam valproat obat Spektrum Luas
anticonvulsant. Asam valproik adalah inhibitor dari enzim deacetylase histon
1 (HDAC1) maka itu adalah inhibitor deacetylase histon.
Mekanisme kerja asam valproat tidak diketahui. Efek obat untuk
meningkatkan

konsentrasi

GABA (gama

asam

aminobutirat),

suatu

neurotransmiter inhibitor. Pemberian secara oral, natrium valproat akan


berubah menjadi asam valproat didalam lambung, dan kemudian akan
diabsobsi dalam saluran pencernaan. Konsentrasi puncak dalam darah akan
tercapai dalam 1-4 jam setelah pemberian dosis tanggal baik dalam bentuk
asam maupun garamnya. Asam valproat akan terdistribusi kedalam CSF
( sekitar 10 % dari konsentrasi serum), saliva (sekitar 1% dari konsentrasi
dalam plasma), dan ASI (sekitar 1-10% dari konsentrasi plasma); Terdistribusi
melalui plasenta. Asam valproat dieliminasi melalui ginjal, dan dilaporkan
waktu paruh 5-20 jam (rata-rata 10,6 jam). Asam valproat dimetabolisme
terutama di hati.
3.5.2. Berapa lama seharusnya pengobatan ini diberikan?
Penghentian secara mendadak dapat menyebabkan kejang berulang
pada penderita. Utamanya pemeberhentian penggunaan obat anti epilepsy
adalah setelah 2 tahun bebas kejang atau lebih. Serta pengurangan dosis
secara bertahap.
17

3.5.3. Apa dampak dari penghentian obat?


Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial,
kejang absens, kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik, dan kurang efektif
terhadap epilepsi fokal . Asam valproat dapat meningkatkan GABA di sinaps
dengan menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA dengan
cara mengurangi GABA transaminase. Asam valproat juga berpotensi
terhadap respon GABA ( inhibitor, antikonvulsan alami di otak ) post sinaptik
yang langsung menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal kalium.
GABA berikatan dengan reseptornya di Sinaps akan mengaktivasi kanal
clorida sehingga canal clorida membuka akibatnya clorida yang ada di luar sel
akan masuk ke dalam sel, ketika clorida masuk ke dlam sel. Membran
potensial sel menjadi lebih negatif, sehingga sel yang awalnya depolarisasi
dengan ambang 59 mv akan menjadi lebih negatif -70 mw, dan kembali ke
potensial normal dan tidak terjadi depolarisasi. Jadi selama 6 bulan obat
dikonsumsi, konsentrasi GABA meningkat untuk mempengaruhi kanal
kalium. Setelah obat dihentikan konsentrasi GABA berangsur-angsur mulai
berkurang untuk menghambat terjadinya kejang. Tetapi penumpukan
acetylcholine tetap terjadi.
3.5.4. Bagaimana kriteria pengobatan berhasil?
Syarat penghentian OAE:
a. Penghentian dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarga setelah
minimal 2th bebas bangkitan
b. Harus dilakukan secara bertahap , pada umumnya 25% dari dosis semula,
setiap bulan dalam jangka waktu 3 6bulan
c. Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu
OAE yang bukan utama.
d. Penghentian OAE dimulai ketika 2 5 th bebas dari bangkitan kejang,
dengan IQ normal dan EEG yang normal.
e. Sudah menunjukan efek yang maksimal.
3.5.5. Apa makna klinis anak sudah bisa bicara lancar, sudah bisa memakai baju
sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga?
Umur 36-48 bulan
Berdiri dengan 1 kaki selama 2 detik.
Melompat dengan kedua kaki diangkat.
Mengayuh sepeda roda tiga.
Menggambar garis lurus.
18

Menumpuk 8 buah kardus.


Mengenal 2-4 warna.
Menyebut nama, umur, tempat.
Mengerti arti kata di atas, di bawah, di depan.
Mendengarkan cerita.
Mencuci dan mengeringkan tangan sendiri.
Bermin bersama teman, mengikuti aturan permainan.
Mengenakan sepatu sendiri.
Mengenakan celana panjang, kemeja, dan baju sendiri.
perkembangannya sesuai dengan usia
3.6. Pada pemeriksaan fisik:
Kesadaran kompos mentis, suhu aksila 36.5C, tekanan darah 90/45mmHg, Nadi
100x/menit, RR 30x/menit.
Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik di

3.6.1.

atas?
Kasus
Keadaan : kompos mentis
Suhu aksila : 36,5 oC
Tekanan darah : 90/45 mmHg

Normal
Kompos mentis
36,5 oC 37,5 oC
80-100 / 60 mmHg

Interpretasi
Normal
Normal
Abnormal,
akibat
tidak

Nadi : 100 x/menit


Frekuensi napas 30 x/menit

80 140 x/menit
12 34 x/menit

adanya

lagi

proses kompensasi
Normal
Normal

3.7. Pada pemeriksaan neurologis


1. Kepala: Tampak mulut penderita mencong ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih
Nampak dan kedua bola mata dapat menutup. Saat penderita diminta
mengeluarkan lidah, terjadi deviasi ke kanan dan dsertai tremor lidah.
2. Ektrimitas: Pergerakan lengan dan tungkai kanan tampak terbatas dan
kekuatannya lebih lemah disbanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan
dapat sedikiti diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan dari
pemeriksa. Lengan dan tungkai kiri dapat melawan tahanan kuat sewajar
usianya. Tonus otot hipertoni dan reflek fisiologis lengan dan tungkai kanan
meningkat, ditemukan reflek Babinski di kaki sebelah kanan.
3. Tanda rangsang meningeal berupa kaku kuduk, bruzinski 1 dan 2, maupun
kernick tidak dijumpai.
3.7.1. Bagaimana interpretasi pemeriksaan neurologis di atas?
19

Kepala: Tampak mulut mencong sebelah kiri dan terjadi deviasi ke kanan
disertai tremor di lidah menandakan abnormal.
Ekstremitas : Terjadi hemipharese di sebagian/separuh tubuh kanan
menandakan abnormal.
Tanda Rangsang Meningeal : normal
3.7.2. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan neurologis di atas?
1. Kepala
Mulut penderita mencong ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih nampak
dan kedua kelopak mata dapat menutup penuh saat dipejamkan:
Keadaan di atas merupakan penanda adanya lesi pada nervus fasialis.
Jika terdapat lesi pada satu sisi nervus fasialis, mulut akan miring.
Sebagian besar daerah gigi-geligi diperlihatkan pada sisi saraf yang masih
utuh karena mulut tertarik ke sisi yang sehat.
Bagian n. facialis yang mengendalikan otot-otot wajah bagian atas
menerima serabut kortikonuklearis dari kedua hemispherium

cerebri

sehingga lesi yang mengenai upper motot neuron hanya menyebabkan


paralisis otot-otot wajah bagian bawah. Akan tetapi, pasien dengan lesi
pada nucleus motorius n. facialis atau nervus facialisnya saja yaitu lesi
lower motor neuron semua otot wajah pada sisi lesi akan lumpuh.
Kelopak mata bawah dan sudut mulut akan turun. Air mata akan mengalir
melalui kelopak mata bawah, dan saliva keluar dari sudut mulut. Pasien
tidak dapat menutup matanya dan tidak dapat memperlihatkan gigi
geliginya pada sisi lesi.

Gambar Perbedaan lesi perifer dan sentral nervus fasialis

20

Gambar Perbedaan terjadinya lesi perifer dan sentral nervus fasialis


Saat penderita diminta mengeluarkan lidah terjadi deviasi ke kanan dan
tremor lidah:
Terjadi kelumpuhan/ parese pada N. XII (hipoglossal), pada lesi unilateral,
lidah berdeviasi ke sisi yang lemah
2. Ekstremitas
- Terjadinya pergerakan lengan dan tungkai kanan yang terbatas dan
kekuatannya lebih lemah serta sama sekali tidak dapat melawan
tahanan dari pemeriksa menandakan kekuatan otot berada di skala 3.
- Tonus hipertoni dan refleks fisilogi lengan dan tungkai meningkat
disebabkan karena terjadinya lesi di upper motor neuron yang
menghasilkan

peningkatan

tonus

(spastisitas),

akibatnya

juga

ditemukan refleks babinsky yang merupakan kerusakan pada


kortikospinal.
3.7.3. Bagaimana cara pemeriksaan neurologis anak di atas?
1. INPEKSI
Mengamati adanya kelainan pada neurologis

seperti

kejang,

tremor/gemetar, twitching (gerakan spasmodik seperti otot leleah , nyeri


setempat), korea, diplegia, paraplegia, hemoparee/plegi, dll.
2. REFLEKS
21

- reflek tendon dalam dengan mengetuk menggunakan hammer pada


tendon biceps, tricep, patela dan achiles dengan penilaian pada biceps
(terjadi fleksi sendi siku), triseps (terjadi ekstensi sendi sendi siku), patela
(terjadi ekstensi sendi lutut), dan achiles terjadi fleksi plantar kaki.
- reflek patologis dapat menilai adanya refleks babinski dengan cara
menggores kan permukaan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing,
hasil positif apabila terjadi dorsofleksi dari ibu jari kaki.

4. TANDA MENINGEAL
Kaku Kuduk
pasien tidur terlentang kemudian leher ditekuk apabila tedapat tahanan

dagu maka kaku kuduk positif.


Tes Brudzinki I
pasien tidur terlentang, tangan ditempatkan dibawah kepala pasien dan
tangan yang satunya lagi ditempatkan didada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu
menyentuh dada. Test ini [[ositif apabila adanya gerakan fleksi di sendi

lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.


Tes Brudzinski II
pasien berbarinf terlentang. Tungksi yang akan dirangsang difleksikan
pada sendi lutu, kemudian rungkau atas diekstensikan pada sendi panggul
bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tugkai kontralateral
pada sendi lutu dan panggul ini mendakan test positif
- Tes Kernig
penderita berbaring salah satu ahanya difleksikan sampai membuat
sudut 90 derajat. Lalu tungkai bawah diekstensian pada persendian lutu.
Biasanya ekstensi dilakukan sampai membentuk sudut 135 derajat. Positif
bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum mencapai sudut 135 derajat.

22

3.8. Aspek Klinis


3.8.1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem saraf anak?
Struktur sistem neurologi
a. Sistem neurologi terdiri dari 2 bagian utama, sistem saraf pusat (SSP)
dan sistem saraf perifer. Sistem saraf otonom (SSO) terdiri dari kedua
elemen pusat dan perifer.
1) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis;
2) Sistem saraf perifer terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang
saraf spinalis;
3) SSO terdiri dari nukleri eferen viseral (motorik) dan nuklei aferen
viseral (sensorik) di otak dan medula spinalis. Bagian perifer terbagi
menjadi serat saraf eferen dan aferen viseral yang dikenal sebagai
ganglia sensoris dan otonom.
b. Otak dilapisi oleh 3 membran.
1) Durameter adalah struktur jaringan ikat fibrosa yang terdiri dari
beberapa pembuluh darah;
2) Membran arachnoid merupakan membran serosa yang lunak;
3) Piamater merupakan membran vaskular.
c. Medula spinalis terletak dari medula oblongata sampai ke batas bawah
vertebral membran utama. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta serat
saraf, dan terdiri dari 31 saraf (8 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, dan 5
sakral).
d. Cairan serebrospinalis (CSS) dibentuk dalam ventrikel lateral, yaitu

dipleksus koroid piamater. CSS mengalir melalui foramen monro di


23

ventrikel ketiga, kemudian melalui aqueductus sylvius menuju ventrikel


keempat. CSS keluar dari ventrikel keempat melalui foramen magendie
dan 2 foramen luska. CSS kemudian mengalir ke dalam magna sisterna,
dan akhirnya bersirkulasi ke dalam ruang subarachnoid medula spinalis
merendam otak dan medula spinalis. Cairan diabsorpsi oleh membran
arachnoid (Muscary, 2005).

Gambar Struktur otak

Tabel. Nilai Normal Cairan Serebrospinal pada Sistem Saraf Pusat Anak
Parameter
3

WBCs (per mm )
Protein (mg/dl)
Glukosa (mg/dl)
Sel darah merah (per mm3)
Tekanan (mmHg)

Neonatus
Preterm
25
<150
>30
>1000
50-80

Anak usia >


Term
7
<170
>60
<800
50-80

6 bulan
5
<40
>40
<5
100-280

Sumber: James & Ashwill (2007)

1. Fungsi sistem neurologi


a. Sistem saraf pusat (SSP)
1) Otak
1) Serebrum merupakan pusat untuk kesadaran, fikiran, memori,
input sensoris, dan aktivitas motorik. Serebrum terdiri dari dua
hemisfer (kanan dan kiri) dan empat lobus yang masing-masing
mempunyai fungsi khusus.
a) Lobus frontalis mengendalikan pergerakan otot volunter dan
terdiri dari area motorik, termasuk area bicara. Lobus frontal
juga terdiri dari pusat kepribadian perilaku, otonom dan
fungsi intelektual serat untuk respons jantung dan emosional.
b) Lobus temporalis merupakan pusat untuk pengecapan,
pendengaran dan penciuman, dan dalam hemisfer otak

24

dominan, pusat untuk menginterpretasikan bahasa yang


dibicarakan.
c) Lobus parietalis mengkoordinasikan dan menginterpretasikan
informasi sensoris dari sisi tubuh yang berlawanan.
d) Lobus oksipitalis meginterpretasikan stimulus visual.

Gambar 2: Fungsi otak


2) Talamus mengatur fungsi serebral dengan mentransmiskan impuls
ke dan dari serebrum. Talamus juga bertanggung jawab pada
respons emosional primitif, seperti rasa takut, dan untuk
membedakan antara stimulus tyang menyenangkan dan yang
tidak menyenangkan.
3) Berada di atas talamus, hipotalamus merupakan pusat otonom
yang emnattur tekanan darah, suhu, pernafasa, libido, nafsu
amkan, pola tidur dan penyaluran saraf perifer dikaitkan dengan
beberapa ekspresi emosional dan perilaku. Hipotalamus juga
membantu mengendalikan sekresi hipofisis dan reaksi stres.
4) Serebelum atau otak kecil mengendalikan pergerakan otot halus,
mengoordinasi

impuls

saraf

dengan

aktivitas

otot

dan

mempertahankan tonus otot dan ekuilibrium.


5) Batang otak mencakup mesensefalon, pons, dan medula
oblongata mentransmisikan impuls saraf antara otak dan medula
spinalis.
2) Medula spinalis membentuk dua jalur konduktor antara batang otak
dan sistem saraf perifer. Medula spinalis juga merupakan pusat
refleksi untuk aktivitas motorik yang tidak dikendalikan oleh otak.
b. Sistem saraf perifer menghubungkan SSP dengan bagian-bagian tubuh
yang jauh dan memberikan sinyal ke dan dari area-area ini dan medula
spinalis.
c. SSO mengatur fungsi tubuh seperti fungsi pencernaan, pernafasan dan
kardiovaskuler. Diatur terutama oleh hipotalamus, SSO terdiri dari dua
bagian yaitu :
25

1) Sistem saraf simpatis menyediakan sistem persiapan darurat,


r4espons flight or fight. Impuls simpatis meningkat tajam ketiak
tubuh berada di bawah tekanan fisik attau emosional yang
menyebabkan dilatasi bronkiolous, dilatasi pembuluh darah otot
jantung dan otot volunter, kontraksi jantung yang lebih kuat dan
cepat, konstriksi pembuluh darah perifer, penurunan peristaltis,
peningkatan keringat. Stimulus simpatis dimediasi oleh norepinefrin.
2) Sistem saraf parasimpatis merupakan pengendali utama untuk
sebagian besar efektor viseral sepanjang waktu. Impuls parasimpatis
dimediasi oleh asetilkolin (Muscary, 2005).
2. Perbedaan dalam respons sistem saraf
Sistem saraf merupakan salah satu sistem yang pertama kali terbentuk secara
intrauteri, tetapi termasuk sistem yang terkahir berkembang selama kanakkanak.
a. Keakuratan dan kelangkapan pengkajian neurologis sesuai perkembangan
anak;
b. Otak anak tetap mengalami pengorganisasian fungsi dan mielinisasi.
Oleh karena itu, dampak yang jelas akibat serangan tidak dapat segera
terlihat dan dapat membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk muncul
manifestasi serangan;
c. Saraf perifer tidak termielinasasi secara penuh pada saat lahir. Seiring
dengna proses mielinisasi yang berlanjut sehingga anak dapat
emngendalika dan mengoordinasi motorik halus.
Mekanisme Penghantaran Impuls
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong
(neuroglia dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat berikatan dan
terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu
unit. Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf
tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf
tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron
sistem saraf autonom (viseral). Otak dibagi menjadi telensefalon,
diensefalon, mesensefalon, metensefalon, dan mielensefalon. Medula spinalis
merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari medula
oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbal 1-2. Secara anatomis sistem saraf
tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kranial. Suplai
26

darah pada sistem saraf pusat dijamin oleh dua pasang arteria yaitu arteria
vertebralis dan arteria karotis interna, yang cabang-cabangnya akan
beranastomose membentuk sirkulus arteriosus serebri Wilisi. Aliran venanya
melalui sinus dura matris dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena
jugularis

interna.

(Wilson.

2005,

Budianto.

2005,

Guyton.

1997)

Membran plasma dan selubung sel membentuk membran semipermeabel


yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran ini, tetapi
menghambat ion lainnya. Dalam keadaan istirahat (keadaan tidak
terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma menuju cairan jaringan
melalui membran plasma. Permeabilitas membran terhadap ion K+ jauh lebih
besar daripada permeabilitas terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks)
pasif ion K+ jauh lebih besar daripada aliran masuk (influks) Na+. Keadaan
ini memngakibatkan perbedaan potensial tetap sekitar -80mV yang dapat
diukur di sepanjang membran plasma karena bagian dalam membran lebih
negatif daripada bagian luar. Potensial ini dikenal sebagai potensial istirahat
(resting potential). (Snell. 2007)
Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi
perubahan yang cepat pada permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan ion
Na+ berdifusi melalui membran plasma dari jaringan ke sitoplasma. Keadaan
tersebut menyebabkan membran mengalami depolarisasi. Influks cepat ion
Na+ yang diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial aksi, besarnya
sekitar +40mV. Potensial aksi ini sangat singkat karena hanya berlangsung
selama sekitar 5msec. Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+
segera menghilang dan diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap ion
K+ sehingga ion K+ mulai mengalir dari sitoplasma sel dan mengmbalikan
potensial area sel setempat ke potensial istirahat. Potensial aksi akan
menyebar dan dihantarkan sebagai impuls saraf. Begitu impuls menyebar di
daerah plasma membran tertentu potensial aksi lain tidak dapat segera
dibangkitkan. Durasi keadaan yang tidak dapat dirangsang ini disebut
periode refrakter. Stimulus inhibisi diperkirakan menimbulkan efek dengan
menyebabkan influks ion Cl- melalui membran plasma ke dalam neuron
sehingga menimbulkan hiperpolarisasi dan mengurangi eksitasi sel. (Snell.
2007)

27

3.8.2. Bagaimana perkembangan neurologi anak?


Sistem neurologi merupakan sistem yang pertama kali terbentuk saat
proses pembentukan janin (in utero). Pada minggu keempat usia gestasi
merupakan awal pembentukan dimana tuba neural telah tertutup ditandai
dengan bagian anterior berbentuk otak dan bagian posterior berbentuk saraf
spinal. Selama bulan kedua usia gestasi, otak mengalami pembentukan
struktur serebrum dan serebelum. Hal ini akan terus berkembang secara
berkelanjutan hingga menjadi sempurna saat tahun kelima kehidupan
ekstrauterin. Pada manusia terdapat dua periode yang mengalami
perkembangan yang sangat pesat yaitu pada minggu ke-15 hingga ke-20
terjadi penambahan neuron yang signifikan dan pada minggu ke-30 terjadi
kembali penambahan jumlah neuron hingga tahun pertama kehidupan
ekstrauterin (James & Ashwill, 2007).
Pada tahap perkembangan sistem saraf, terjadi proses mielinisasi.
Mielinisasi adalah proses pembuatan neuron oleh mielin, sel saraf yang
memiliki lapisan pelindung mielin akan mampu menghantarkan pesan atau
rangsang lebih cepat dibandingkan sel saraf lain yang aksonnya tidak
memiliki lapisan pelindung.

Tabel. Perkembangan Sistem Neurologik


USIA
Perkembangan

STRUKTUR DAN FUNGSI


1. Sistem saraf pusat (SSP) berasal dari tuba neural selama

janin

perkembangan embrionik;
2. Pada minggu ke-4 gestasi,

tuba

neural

mengalami

perkembangan;
3. Antara minggu ke-8 dan ke-12, serebrum dan serebelum mulai
28

berkembang;
4. Perkembangan saraf cepat terjadi antara minggu ke-15 hingga
ke-20 usia gestasi dan minggu ke-30 usia gestasi hingga tahun
pertama kehidupan ekstrauterin;
5. Selama tahun pertama kehidupan ekstrauterin, jumlah neuron
otak meningkat dengan cepat;
6. Sistem saraf perifer muncul dari kepala neural, yang berasal dari
tuba neural selama perkembangan embrionik.
Bayi (0-1 tahun) 1. Sistem neurologik tidak terintegrasi secara menyeluruh pada
saat lahir;
2. Sebagian besar fungsinya massih bersifat refleks primitif, dan
kebanyakan refleks primitif menghilang saat berusia 12 bulan;
3. Semua saraf kranialis termielinisasi kecuali saraf optikus dan
olfaktorius;
4. Sistem saraf belum matang selama masa bayi, tetapi tumbuh
dengan cepat yang ditandai dengan perubahan perkembangan
bayi yang cepat. Namun stimulasi tetap diperlukan untuk
Todler/usia pra

meningkatkan perkembangan dan ketrampilan motorik.


1. Otak mencapai 80% ukuran dewasa pada saat usia 2 tahun.

sekolah (1-6

Mielinisasi hampir sempurna pada usia 2 tahun, meningktakbna

tahun)

kemampuan anak untuk meningkatkan gearkan dan latihan toilet


training. Sejumlah besar bentuk hubungan antara neuraon dan
neuron meningkat kompleksitasnya.
2. Spesialisasi hemisfer terjadi, ditandai dengan pilihan tangan
dominan. Hemisfer kanan matang lebih cepat pada anak lakilaki, sedangkan pada anak perempuan cenderung hemisfer kiri
lebih cepat berkembang. Kemungkinan yang mungkin muncul
adalah tampak perbedaan spasial (ruang) pada anak laki-laki
serta kemampuan bahasa pada anak perempuan. Sistem limbik
matang untuk kemampuan tidur teratur, terbangun dan emosi

yang lebih baik.


Usia sekolah (6- 1. Otak mencapai 90% ukuran orang dewasa pada usia 7 tahun,
12 tahun)

setelah pertumbuhan otak melambat dan mencapai ukuran orang


dewasa pada usia 12 tahun.
2. Mielinisasi telah sempurna dan kemampuan anak mendengar,
mengingat dan membuat hubungan yang melibatkan stimulus
lebih baik.
3. Transmisi

impuks

saraf

meningkat,

memungkinkan
29

keseimbangan anak lebih baik, perkembangan motorik kasar dan


Remaja (12-21

halus yang matang.


1. Pertumbuhan otak terus berlanjut. Neuron tidak meningkat

tahun)

jumlahnya, tetapi terdapat peningkatan jumlah sel pendukung


yang memberi nutrisi bagi neuron.
2. Terdapat perluasan perkembangan kognitif.
Sumber: Muscary (2005)

3.8.3. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?


Dalam tahap ini bukan diagnosis epilepsi yang dicari, melainkan upaya
untuk mencari apa yang menjadi latar belakang timbulnya status epileptikus.
Tahap ini sedikit banyak tumpang tindih dengan tahap stabilisasi penderita.
Selama dilakukan usaha untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi
vital, alloanamnesis dilakukan untuk memperoleh keterangan mengenai
riwayat penyakit sebelumnya. Adanya kemungkinan riwayat epilepsi,
penggunaan alkohol, obat penenang, trauma, radang otak dan penyakit. lain
yang ada kaitannya dengan status epileptikus. Tahap ini sangat penting untuk
menentukan prognosis di samping keberhasilan tahap sebelumnya.
Anamnesis:
o Lama kejang, sifat kejang (fokal, umum, tonik/klonik)
o Tingkat kesadaran diantara kejang
o Riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga
o Panas, trauma kepala
o Riwayat persalinan, tumbuh kembang
o Penyakit yang sedang diderita dan RPD.
Pemeriksaan fisik : pemeriksaan neurologi lengkap meliputi:
o Tingkat Kesadaran
o Pupil
o Reflex fisiologis dan patologis
o Tanda tanda perdarahan
o Lateralisasi
Pemeriksaan Penunjang
1. Lumbal Punksi
Proses inflamasi maupun infeksi dapat menyebabkan kejang melalui
mekanisme perangsangan langsung pada SSP, seperti pada meningitis dan
ensefalitis maupun proses sistemik lain yang berdampak pada SSP. Sampai
saat ini pemeriksaan LP tidak rutin dikerjakan pada SE, direkomendasikan
hanya pada pasien SE yang memiliki manifestasi klinis infeksi SSP.
2. Elektoensefalografi (EEG)
EEG sangat berperan untuk menunjukkan fokus dari suatu kejang di
area tertentu otak. Membedakan kejang umum dan kejang parsial/fokal
sangatlah

penting

oleh

karena

berkaitan

dengan

pemilihan

obat
30

antikonvulsan

terutama

pada

epilepsi.

Pemeriksaan

EEG

telah

direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin pada pasien tergantung pada


kecurigaan etiologinya dan masih menjadi perdebatan.
3. Pencitraan
American Academy Neurology (AAN) tahun 1996 merekomendasikan
pemeriksaan pencitraan (neuroimaging) yang bersifat darurat apabila
dicurigai terdapat suatu penyakit struktural yang serius pada SSP, khususnya
apabila ditemukan deficit neurologis fokal dan perubahan kesadaran yang
menetap. Pada pedoman tersebut tidak disebutkan indikasi dilakukannya
pencitraan pada anak dengan SE.
Pencitraan hanya dilakukan jika ada kecurigaan kelainan anatomis otak
dan dikerjakan jika kondisi telah stabil dan SE telah dapat diatasi. MRI
diketahui

memiliki

sensitivitas

dan

spesifisitas

yang

lebih

tinggi

dibandingkan CT-scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat


darurat. CT-scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi
baik yang bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder.
3.8.4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus?
1. Pemeriksaan Electro-encephalography (EEG).
Rekaman EEG merupakan pemeriksan yang paling berguna pada dugaan
suatu bangkitan. Pemeriksaan EEG akan membantu menunjang diagnosis
dan membantu penentuan jenis bangkitan maupun sindrom epilepsi. Pada
keadaan tertentu dapat membantu menentukan prognosis dan penentuan
perlu/tidaknya pengobatan dengan AED.
2. Pemeriksaan pencitraan Otak (brain imaging)
Pemeriksaan CT Scan dan MRI meningkatkan kemampuan kita dalam
mendeteksi lesi epileptogenik di otak. Dengan MRI beresolusi tinggi
berbagai macam lesi patologik dapat terdiagnosis secara non-invasif,
misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi
kavernosus,

DNET

(dysembryoplastic

neuroepihelial

tumor).

Ditemukannya lesi-lesi ini menambah pilihan terapi pada epilepsi yang


refrakter terhadap OAE. Funtional brain imaging seperti Positron
Emission Tomography (PET), Single Photon Emission Comuted
Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)
bermanfaat dalam menyediakan informasi tambahan mengenai dampak
31

perubahan metabolik dan perubahan aliran darah regional di otak


berkaitan dengan bangkitan.3
3. Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan hematologik
Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, lekosit, hematokrit, trombosit,
apusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium).
kadar gula, fungsi hati, ureum, kreatinin). Pemeriksaan ini dilakukan
pada awal pengobatan, beberapa bulan kemudian, diulang bila timbul
gejala klinik, dan rutin setiap tahun sekali.
4. Pemeriksaan kadar OAE
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat target level setelah tercapai
steady state, pada saat kebangkitan terkontrol baik, tanpa gejala toksik.
Pemeriksaan ini diulang setiap tahun, untuk memonitor kepatuhan
pasien. Pemeriksaan ini dilakukan pula bila bangkitan timbul kembali,
atau bila terdapat gejala toksisitas, bila akan dikombinasi dengan obat
lain, atau saat melepas kombinasi dengan obat lain, bila terdapat
perubahan fisiologi pada tubuh penyandang (kehamilan, luka bakar,
gangguan fungsi ginjal).
Sedangkan status epileptikus bisa kita bedakan dengan gejala klinis
berupa kejang yang serangan terus menerus lebih dari 5 hingga 10 menit
atau serangan datang dan pergi, masing-masing berlangsung kurang dari
5 menit, tetapi tanpa memperoleh kesadaran di antara serangan.
3.8.5. Bagaimana diagnosis banding pada kasus?
-stroke
-tumor otak
-perdarahan serebri
-gangguan serebro vaskuler
3.8.6. Apa diagnosis kerja pada kasus?
Seorang anak laki laki usia 3 tahun 6 bulan mengalami epilepsi generelized
tonik klonik dengan parese n. VII, XII tipe central dextra.
3.8.7. Bagaimana etiologi kasus?
Penyebab kejang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial
dan ekstrakranial.
1. Intrakranial
32

Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer


dansekunder. Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik.
Sedangkan sekunder dapat disebabkan karena neoplasma intrakranial,
kelainan kongenitalseperti hidrosefalus, infeksi seperti meningitis dan
ensefalitis, dan trauma kepala.
2. Ekstrakranial
Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolisme
seperti

hipoglikemia,

uremia,hiperproteinemia,

hipokalsemia,
hiperlipidemia,

hepatik
hipotiroid,

ensefalopati,
dan

hipoksia.

Penyebabekstrakranial dapat juga disebabkan oleh metastasis keganasan


ke otak.
3.8.8. Bagaimana patofisiologi kasus?
Penderita pada kasus ini memiliki riwayat kejang demam akibat
menderita meningitis pada saat berumur 6 bulan. Demam akan memicu
perubahan keseimbangan membrane sel neuron sehingga akan terjadi difusi
ion Na dan K secara cepat. Akibatnya, terjadinya pelepasan muatan listrik
yang abnormal dan menyebar dengan cepat melalui neurotransmitter sehingga
terjadi kejang.
Pada saat terjadinya kejang, maka diperlukan ATP lebih untuk
memompa Na keluar, Sehingga hal ini akan membuat kebutuhan oksigen dan
glukosa meningkat. Apabila kejang terjadi sebntar, hal ini bisa trepenuhi. Bila
kejang berlangsung lama, maka oksigen dan glukosa tidak terpenuhi sehingga
terjadi hipoksia sel neuron , dan dapat menyebabkan nekrosis.
Kerusakan dan kematian saraf pada status epileptikus bisa terjadi
diberbagai tempat, seperti korteks serebri (UMN). Kerusakan di korteks
serebri kiri menyebabkan kelemahan kontralateral (sisi tubuh kanan)
menyebabkan kelemahan pada lengan, tungkai, lidah dan otot wajah.
3.8.9. Apa saja faktor resiko kasus?
- Faktor prenatal
a. Umur saat ibu hamil
b. Kehamilan dengan eklamsia dan hipertensi.
c. Kehamilan primipara atau multipara
d. Pemakaian bahan toksik
- Faktor natal
a. Asfiksia.
b. Berat badan lahir
33

c.
d.
e.
f.

Partus lama
Persalinan dengan alat ( forsep, vakum, seksio sesaria ).
Perdarahan intracranial
Perdarahan subarakhnoid terutama terjadi pada bayi prematur yang
biasanya

bersama-sama

dengan

perdarahan

intraventrikuler.

Keadaan ini akan menimbulkan gangguan struktur serebral dengan


-

epilepsi sebagai salah satu manifestasi klinisnya.


Faktor postnatal
a. Kejang Demam
b. Trauma kepala/ cedera kepala
c. Infeksi susunan saraf pusat.
d. Epilepsi akibat toksik
e. Gangguan Metabolik
Faktor heriditer ( keturunan )
a. Kelainan genetik ion channelopathies
Perkembangan terbaru menunjukkan telah diketahuinya kelainan
yang bertanggung jawab atas epilepsi yang diwariskan termasuk
masalah-masalah Iigand-gated (saluran natrium dan kalium) yang
pewarisannya secara autosom dominan. Sebagai contoh adalah
autosomal-dominant noctumal frontal lobe epilepsy telah diketahui
sebabnya yaitu mutasi sub unit alfa 4 yang terdapat di reseptor
nikotinat, benign neonatal familial convulsions disebabkan oleh
mutasi saluran kalium dan epilepsi umum (grand mal) dengan
febrile convulsions plus yang disebabkan oleh kelainan pada
saluran natrium.

3.8.10. Bagaimana tatalaksana kasus?


Tujuan pertama dari terapi epilepsy antara lain menghentikan
bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping ataupun
dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan angka kesakitan
dan kematian.
a. OAE mulai diberikan apabila diagnosis epilepsy sudah dipastikan. Selain
itu, pasien dan keluarga pasien harus diberitahu tentang tujuan
pengobatan dan efek samping obat.
b. Terapi dimulai dengan monoterapi
c. Pemeberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan secara bertahap
sampai dengan dosis efekyif tercapai
d. Apabila OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan, maka
ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis terapi maka
OAE dosis pertama diturunkan perlahan
34

e. Pemberian OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak


terkontrol setelah pemberian OAE pertama dan kedua
Protocol penatalaksaan kejang akut dan status epileptikus pada anak
Pastikan jalan nafas , pernafasan dan sirkulasi baik
1 5 menit

Diazepam

0,3 mg/kg iv , maks 10mg


0,5 0,75mg/kg PR
0,2 mg/kg im

Midazolam

Kejang belum berhenti dalam 5 10 menit , ulang dengan dosis dan cara
yang sama
10 menit

Diazepam

15 menit

Midazolam
Fenitoin

35 menit

Fenobarbital

0,3 mg/kg iv , maks 10mg


0,5 0,75mg/kg PR
0,2 mg/kg im
20mg/kg iv maks 1 gram
Iv drip 20 menit dalam 50 ml NaCl (infuse
1mg/kg/menit)
20mg/kg iv, bolus 5 10 menit (infuse
1mg/kg/menit) hati hati depresi pernafasan

Bila masih kejang setelah 10menit pemberian fenobarbital, terapi sebagai


status epileptikus refrakter
45 60 menit

Midazolam VI
Infuse

Bolus 0,2mg/kg dilanjutkan drip 0,02


04

mg/kg/jam

pertimbangkan

tambahan fenobarbital 10 15 mg/kg


bila tidak kejang selama 24jam, tukar
midazolam 1ug/menit setiap 15 menit
Pada kasus ini bila bangkitan sudah teratasi, obat rumatan dapat diganti
dengan obat jangka panjang. Pasien ii mempunyai riwayat mengkonsumsi
asam valproat dan responnya baik sehingga dapat diberikan asam valproat
mulai dari dosis terahir atau dosis terendah. Selain itu pasien juga harus
mendapat terapi fisik guna memperebaiki deficit neurologi yang timbul.
3.8.11. Apa prognosis kasus?
Prognosis umumnya baik, 70 80% pasien yang mengalami epilepsy
akan sembuh, dan kurang lebih dari jumlah separuh pasien akan bisa lepas
obat

35

20 - 30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis


pengobatan semakin sulit 5 % di antaranya akan tergantung pada orang
lain dalam kehidupan sehari-hari
Pasien dg lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami retardasi mental, dan
gangguan psikiatri dan neurologik prognosis malam
3.8.12. Apa komplikasi kasus?
a. Gangguan kecerdasan
b. Gangguan tumbuh kembang
3.8.13. Apa SKDI kasus? 3B

36

IV.Merumuskan Keterbatasan Masalah dan Learning Issues


No.
1.

Learning Issues
Anatomi

What I Know

dan Terminologi

Fisiologi

What I Dont

What I Have To

Know
Deskripsi

Know
Deskripsi

spesifik,

spesifik,

Sumber

pembuluh darah, pembuluh darah,


2.

Kejang dan
Epilepsi

Definisi
Etiologi

3.

Paralisis Todd

Definisi

4.

Pemeriksaan

Definisi

Oftalmologi

dan saraf
Klasifikasi
Patofisiologi
Tatalaksana
Penegakkan

dan saraf
Klasifikasi
Patofisiologi
Tatalaksana
Penegakkan

diagnosis
Klasifikasi
Etiologi
Patofisiologi
Tatalaksana
Penegakkan

diagnosis
Klasifikasi
Etiologi
Patofisiologi
Tatalaksana
Penegakkan

diagnosis
Prosedur,

diagnosis
Alat Prosedur,

Lecture,
Literatur,
Text Books,
Jurnal

Alat

dan Bahan Yang dan Bahan Yang


diperlukan,

diperlukan,

Tujuan

Tujuan

37

V. Kerangka Konsep
Anak laki-laki

3 tahun, 6 bulan

Meningitis (Kejang dengan


demam) pada usia 9 bulan

Epilepsi pada usia 12&18 bulan

Terapi dihentikan

Relaps dan terjadi status


epileptikus pada usia 3 tahun

Defisit neurologis
(hemiparesis dekstra tipe
sentral serta parese N. VII
dan N. XII)

38

VI.

Learning Issue

VI.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf Anak


Anatomi Fisiologi Sistem Saraf

JaringanSaraf terdiridari:
1.Neuron(selsaraf)
Merupakan unit anatomis dan fungsional sistem persarafan

39

bagian-bagian dari neuron :


- badan sel (inti sel terdapat didalamnya)
- dendrit : menghantarkan impuls menuju badan sel
- akson : menghantarkan impuls keluar dari badan sel
Klasifikasi neuron berdasarkan bentuk :
A Neuron unipolar Terdpt satu tonjolan yg bercabang dua dekat dengan badan sel, satu cabang
menuju perifer & cabang lain menuju SSP (neuron sensorik saraf spinal)
B Neuron bipolar Mempunyai dua tonjolan, 1 akson dan 1 dendrit
C. Neuron multipolar Terdapat beberapa dendrit dan 1 akson yg dpt bercabang-cabang banyak
sekali Sebagian besar organela sel pd neuron terdpt pada sitoplasma badan sel
Fungsi neuron : menghantarkan impuls saraf keseluruh tubuh (somatik dan viseral)
Impuls neuron bersifat listrik disepanjang neuron dan bersifat kimia diantara neuron (celah
sinap / cleft sinaptik) Zat kimia yg disintesis neuron & disimpan didalam vesikel ujung akson
disebut neurotransmiter yg dpt menyalurkan impuls Contoh neurotransmiter : asetilcolin,
norefineprin, dopamin, serotonin, gama-aminobutirat (GABA)
2. Sel penyokong (Neuroglia pada SSP & sel schwann pada SST).
Ada 4 neuroglia
- Mikroglia : berperan sbg fagosit
- Ependima : berperan dlm produksi CSF
- Astrosit : berperan menyediakan nutrisi neuron dan mempertahankan potensial biolelektrik
- Oligodendrosit : menghasilkan mielin pd SSP yg merupakan selubung neuron
3. Mielin
- komplek protein lemak berwarna putih yg menutupi tonjolan saraf (neuron)
- menghalangi aliran ion Na & K melintasi membran neural.
- daerah yg tidak bermielin disebut nodus ranvier
- transmisi impuls pd saraf bermelin lebih cepat dari pada yg tak bermelin, karena adanya
loncatan impuls dari satu nodus kenodus lainnya (konduksi saltatorik)

40

Pembagian sistem saraf secara anatomi :


1.SSP (Sistem Saraf Pusat)
2. Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (ensephalon) dan sumsum tulang belakang (medulla
spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting
maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga
dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka akan terjadi
radang yang disebut meningitis.
Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1.

Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak

sebagaiendostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang mudah dilepaskan dari
tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural.
2.

Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-

labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor cerebrospinalis; semacam


cairan limfa yang mengisi sela sela membran araknoid. Fungsi selaput arachnoidea
adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.
3.

Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan

lipatan-lipatan permukaan otak.


Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1.

badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)

2.

serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)

3.

sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di

dalam sistem saraf pusat


Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya
berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan bagian
putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu
berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih.

41

OTAK
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah
(mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan
varol.

Otak besar (serebrum)

Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental, yaitu yang berkaitan
dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan.
Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan
kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks otak besar
yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di
sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon
rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik.
Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan
belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan
psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu
mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian
belakang.

Otak tengah (mesensefalon)


42

Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat
talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas
(dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti
penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.

Otak kecil (serebelum)

Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar,
keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka
gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.

Sumsum sambung (medulla oblongata)

Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke
otak. Sumsum sambung juga memengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung,
tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar
pencernaan.
Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan
berkedip.

Jembatan varol (pons varoli)

Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan,
juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
Berdasarkan letaknya, otak dapat dibagi menjadi lima yaitu:
Telensefalon (end brain)
Diensefalon (inter brain)
Mesensefalon (mid brain)
Metensefalon (after brain)
Mielensefalon (marrow brain)
Telensefalon(end brain) terdiri dari:
Hemisfer serebri kortek serebri sistem limbik (Bangsal ganglia, hipokampus, Amigdala)
Diensefalon (inter brain) terdiri dari:
Epitalamus
Talamus
Subtalamus
Hipotalamus
Mesensefalon (mid brain) terdiri dari:
43

Kolikulus superior
Kolikulus inferior
Substansia nigra
Metensefalon (after brain) terdiri dari:
Pons
Serebelum
Mielensefalon
Medula oblongata
SUMSUM TULANG BELAKANG (MEDULA SPINALIS)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar berwarna putih,
sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu. Pada penampang
melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas
disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari reseptor
dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar
dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal
terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan menerima impuls dari sel
saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf motor
Suplai darah otak
Otak mendapat suplai darah dari 2 arteri besar, yaitu :
1. Arteri karotis interna
2. Arteri vertebro basiler
Sistem saraf tepi adalah sistem saraf di luar sistem saraf pusat, untuk menjalankan otot dan
organ tubuh.
Tidak seperti sistem saraf pusat, sistem saraf tepi tidak dilindungi tulang, membiarkannya
rentan terhadap racun dan luka mekanis.
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadai dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf
otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan
saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung,
gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat.

44

Gbr. Saraf tepi dan aktivitas-aktivitas yang dikendalikannya


1. Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari
otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang
belakang.
Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:
1.

Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8

2.

lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12

3.

empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan

Otak dilihat dari bawah menunjukkan saraf kranial


Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati
leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian
saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus disebut saraf
pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang paling penting.
45

Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan. Berdasarkan asalnya,
saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung,
5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang saraf ekor.
Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut pleksus. Ada 3 buah
pleksus yaitu sebagai berikut.
a. Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher yang mempengaruhi bagian leher,
bahu, dan diafragma.
b.Pleksus

brachialis mempengaruhi

bagian

tangan.

c. Pleksus Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian pinggul dan kaki.


2. Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum
tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa
jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk
ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan
yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.
Sistem

saraf

otonom

dapat

dibagi

atas

sistem

saraf simpatik dan

sistem

saraf parasimpatik.Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada
posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang
belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion
pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena
ganglion menempel pada organ yang dibantu.
Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf
parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah
dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.

46

Parasimpatik

mengecilkan pupil

menstimulasi aliran ludah

memperlambat denyut jantung

membesarkan bronkus

menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan

mengerutkan kantung kemih

Simpatik

memperbesar pupil

menghambat aliran ludah

mempercepat denyut jantung

mengecilkan bronkus

menghambat sekresi kelenjar pencernaan

menghambat kontraksi kandung kemih

Mekanisme Penghantaran Impuls


Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan Sel
Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat berikatan dan terintegrasi satu sama lain sehingga
bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat
(SSP) dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem
saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf
autonom

(viseral).

Otak

dibagi

menjadi

telensefalon,

diensefalon,

mesensefalon,

metensefalon, dan mielensefalon. Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal
yang memanjang dari medula oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah
47

melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebra lumbal 1-2. Secara anatomis sistem
saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kranial. Suplai darah
pada sistem saraf pusat dijamin oleh dua pasang arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria
karotis interna, yang cabang-cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus arteriosus
serebri Wilisi. Aliran venanya melalui sinus dura matris dan kembali ke sirkulasi umum
melalui
Membran

vena jugularis interna. (Wilson. 2005, Budianto. 2005, Guyton.


plasma

dan

selubung

sel

membentuk

membran

semipermeabel

1997)
yang

memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran ini, tetapi menghambat ion lainnya.
Dalam keadaan istirahat (keadaan tidak terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma
menuju cairan jaringan melalui membran plasma. Permeabilitas membran terhadap ion K+
jauh lebih besar daripada permeabilitas terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks) pasif ion
K+ jauh lebih besar daripada aliran masuk (influks) Na+. Keadaan ini memngakibatkan
perbedaan potensial tetap sekitar -80mV yang dapat diukur di sepanjang membran plasma
karena bagian dalam membran lebih negatif daripada bagian luar. Potensial ini dikenal
sebagai

potensial

istirahat

(resting

potential).

(Snell.

2007)

Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi perubahan yang cepat
pada permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan ion Na+ berdifusi melalui membran
plasma dari jaringan ke sitoplasma. Keadaan tersebut menyebabkan membran mengalami
depolarisasi. Influks cepat ion Na+ yang diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial
aksi, besarnya sekitar +40mV. Potensial aksi ini sangat singkat karena hanya berlangsung
selama sekitar 5msec. Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera
menghilang dan diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap ion K+ sehingga ion K+
mulai mengalir dari sitoplasma sel dan mengmbalikan potensial area sel setempat ke potensial
istirahat. Potensial aksi akan menyebar dan dihantarkan sebagai impuls saraf. Begitu impuls
menyebar di daerah plasma membran tertentu potensial aksi lain tidak dapat segera
dibangkitkan. Durasi keadaan yang tidak dapat dirangsang ini disebut periode refrakter.
Stimulus inhibisi diperkirakan menimbulkan efek dengan menyebabkan influks ion Clmelalui membran plasma ke dalam neuron sehingga menimbulkan hiperpolarisasi dan
mengurangi eksitasi sel. (Snell. 2007)

48

Jaras Motorik dan Sensorik


1. Motorik
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan
diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks,
ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal
dan ekstrapiramidal :
A.Traktus piramidal s. Traktus Corticospinalis
Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4
Broadmann), yang disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat
motorik disalurkan melalui traktus piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla
spinalis.
Pusat jaras Motorik

Neuron Motorik Atas


Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat
Supraspinal). Meliputi :
o Ganglia basalis tractus corticostriata
49

o Di-encephalon tractus cortico-diencephalon


o Batang otak cortico bulbaris
Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri
sebagai Neuron orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui
corona radiata masuk crus posterior capsula interna mes-encephalon, pons,
medulla oblongata dan medulla spinalis bersinap dengan neuron orde kedua pada
cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.

Asal Neuron Orde pertama :


o 1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus
precentralis
o 1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus
precentralis
o 1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus
postcentralis

Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)


Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal) tractus corticospinalis.Letak
columna subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :
o Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior
o

subt.grisea
Neuron orde ketiga axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis
sebagai radix anterior n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior
membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi ke efektor sadar
50

B.Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus

reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke

medulla spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis


Tujuan: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi :mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi
kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.

2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya
dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron
orde kedua dan ketiga
Fungsi :
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan

51

3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon
Jalan

setinggi coliculus superior.


: axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati
pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea

(pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

52

4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi
: memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

5. Tractus olivospinalis
Asal: nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex
cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi: mempengaruhi kontraksi otot skeletberkaitan dengan fungsi keseimbangan
tubuh

53

Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak


a. Tractus Corticothalamus
Asal
: area brodmann 10, 11, 12
Tujuan : nucleus medialis thalami
Asal
: area brodmann 9 dan 11
Tujuan : nuclei septi thalami
Asal
: area brodmann 9
Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami
Asal
: area brodmann 6
Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami
Asal
: area brodmann 4
Tujuan : nuclei lateralis thalami
b. Tractus corticohypothalamicus
Asal
: cortec hypocampi
Tujuan
: hypothalamus
c. Tractus corticosubthalamicus
Asal
: area brodman 6
Tujuan
: subthalamus
d. Tractus Corticonigra
Asal
: area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan
: substantia nigra
e. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
Tujuan
: tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius
inferius (medulla oblongata)
2. Sensorik
Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan
alat ini sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam dan
luar. Setiap reseptor sensoris mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan mentranduksi
energi fisik ke dalam sinyal (impuls) saraf.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:

Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,
lambung, usus, dll.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :


Mekanoreseptor
Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor tegangan
pada pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka,
persendian dan organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba
ringan), corpus Merkel dan badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan).
54

Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause (untuk
suhu dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan oleh
adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa
akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).
Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima
sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor
pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen,
osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di
hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.
Photoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel
photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal
diterima reseptor dibawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior menuju
cornu posterior medulla spinalis berganti menjadi neuron sensoris ke-2 lalu
menyilang ke sisi lain medulla spinalis membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu
traktus spinotalamikus menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron
sensoris ke-3 menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis
(lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla spinalis
lalu naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus berakhir di nucleus Goll
berganti menjadi neusron sensoris ke-2 menyilang ke sisi lain medulla spinalis
menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju ke
korteks somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).
VI.2. Kejang dan Epilepsi
Definisi
Epilepsi adalah Cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktuwaktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat mengakibatkan serangan penurunan
55

kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten
dan stereotipik. Pelepasan aktifitas listrik abnormal dari sel-sel neuron di otak terjadi karena
fungsi sel neuron terganggu. Gangguan fungsi ini dapat berupa gangguan fisiologik, biokimia,
anatomi dengan manifestasi baik lokal maupun general.
Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang
berulang (lebih dari satu episode).

International League Against Epilepsy (ILAE) dan

International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi
epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis, dan adanya
konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat
bangkitan epileptik sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda
dan / gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau
sinkron yang terjadi di otak.
Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru dirumuskan oleh
ILAE dan IBE yaitu:
a. Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya.
b. Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan selanjutnya
c. Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan
konsekuensi sosial yang ditimbulkan.
Ketiga elemen di atas harus diperhatikan karena dalam mentatalaksana seorang
penyandang epilepsi, tidak hanya faktor bangkitan atau kejang yang perlu diperhatikan namun
konsekuensi sosial yang ditimbulkan juga harus diperhatikan seperti dikucilkan oleh
masyarakat, stigma bahwa penyakit epilepsi adalah penyakit menular, dan sebagainya.
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang
berlebihan dan abnormal, berlangsung secara tiba-tiba dan sementara, dengan atau tanpa
perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang
bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).
Etiologi
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang berulang yang muncul
tanpa diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik jaringan saraf yang tidak
terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini bisa diindikasikan sebagai
disfungsi otak. Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik
berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis,
biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang
dapat menganggu fungsi otak atau fungsi sel neuron di otak, dapat menyebabkan timbulnya
bangkitan kejang atau serangan epilepsi.
56

Untuk menentukan faktor penyebab dapat diketahui dengan melihat usia serangan
pertama kali. Misalnya : usia dibawah 18 tahun kemungkinan faktor penyebabnya ialah
trauma perinatal, kejang demam, radang susunan saraf pusat, struktural, penyakit metabolik,
keadaan toksik, penyakit sistemik, penyakit trauma kepala, dan lain-lain. Bangkitan kejang
juga dapat disebabkan oleh berbagai kelainan dan macam-macam penyakit diantaranya ialah
trauma lahir, trauma kapitis, radang otak, tumor otak, perdarahan otak, gangguan peredaran
darah, hipoksia, anomali kongenital otak, kelainan degeneratif susunan saraf pusat, gangguan
metabolisme, gangguan elektrolit, demam, reaksi toksis-alergis, keracunan obat atau zat
kimia, dan faktor hereditas.
Faktor Risiko
Faktor resiko untuk terjadinya epilepsi pada penderita kejang demam adalah :
a. Jika ada kelainan neurologis atau perkembangan sebelum kejang demam pertama
b. Kejang demam kompleks
c. Adanya riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor resiko meningkatkan resiko epilepsi 4-6%; kombinasi faktor
resiko tersebut meningkatkan resiko epilepsi menjadi 10-49%.13 Epilepsi diartikan sebagai
kejang berulang dan multipel. Anak dengan riwayat kejang demam mempunyai risiko sedikit
lebih tinggi menderita epilepsi pada usia 7 tahun dibandingkan dengan anak yang tidak pernah
mengalami kejang demam.
Klasifikasi
Klasifikasi epilepsi :
a. Bangkitan Parsial/fokal
1) Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a) Dengan gejala motorik.
b) Dengan gejala sensorik.
c) Dengan gejala otonomik.
d) Dengan gejala psikis.
2) Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a) Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran.
b) Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan.
3) Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
a) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
b) Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
c) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi bangkitan umum
b. Bangkitan umum (konvulsi atau non-konvulsi)
1) Bangkitan lena (absence)
Ciri khas serangan lena adalah durasi singkat, onset dan terminasi mendadak,
frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan klonik pada mata, dagu dan bibir.
2) Bangkitan mioklonik
57

Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum atau
terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih ekstremitas, atau satu grup otot.
Dapat berulang atau tunggal.
3) Bangkitan tonik
Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap dalam satu
posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi
seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena
tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak sensitif, dan pupil
dilatasi.
4) Bangkitan atonik
Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh ke
depan atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga pasien terjatuh.
5) Bangkitan klonik
Pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot. dijumpai
terutama sekali pada anak.
6) Bangkitan tonik-klonik
Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat kemudian diikuti oleh
gerakan klonik.
Patofisiologi
Neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya perbedaan muatan
ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini
menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron
bersinapsis dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis
yang bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang berlangsung
singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi cukup
besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang
akson, untuk merangsang atau menghambat neuron lain, sehingga terjadilah epilepsi.
Epilepsi ditandai oleh bangkitan berulang yang diakibatkan oleh aktivitas listrik yang
berlebihan pada sebagian atau seluruh bagian otak. Seorang penderita dikatakan menderita
epilepsi bila setidaknya mengalami dua kali bangkitan tanpa provokasi. Bangkitan epilepsi
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor eksitasi dan inhibisi serebral, bangkitan
akan muncul pada eksitabilitas yang tidak terkontrol. Pada sebagian besar kasus tidak
dijumpai kelainan anatomi otak, namun pada beberapa kasus epilepsi disertai oleh kerusakan
struktural otak yang mengakibatkan disfungsi fisik dan retardasi mental.
Diagnosis
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :
a. Langkah pertama : Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksisimal merupakan
bangkitan epilepsi.
58

b. Langkah kedua : Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bangkitan
tersebut termasuk tipe bangkitan yang mana.
c. Langkah ketiga : tentukan sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau
penyakit epilepsi apa yang diderita oleh pasien dan tentukan etiologinya.
Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya bangkitan epilepsi berulang
(minimum 2 kali) tanpa provokasi, dengan atau tanpa adanya gambaran epileptiform pada
EEG.
Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut:
a. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Penjelasan perihal
segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan
lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci
diagnosis.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
1) Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan
a) Keadaan penyandang saat bangkitan : duduk/berdiri/berbaring/tidur/berkemih.
b) Gejala awitan (aura, gerakan/sensasi awal/speech arrest).
c) Apa yang tampak selama bangkitan (Pola / bentuk bangkitan) : gerakan tonik /
klonik, vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat,
maupun deviasi mata.
d) Keadaan setelah kejang : bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, atau
Todds paresis.
e) Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan, atau terdapat perubahan pola
bangkitan.
2) Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang, maupun riwayat penyakit
neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik yang mungkin
menjadi penyebab.
3) Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, dan interval terpanjang antar bangkitan.
4) Riwayat bangkitan neonatal / kejang demam.
b. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan
umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien anak, pemeriksa harus
memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, dan perbedaan
ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak
unilateral.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin, dan ureum
dalam darah. Keadaan seperti Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia,
dan hepatik ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan
59

serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen,
kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat
berguna.
2) Elektro ensefalografi (EEG)
Elektroensefalograf ialah alat yang dapat merekam aktifitas listrik di otak melalui
elektroda yang ditempatkan dikulit kepala. Kelainan EEG yang sering dijumpai pada
penderita epilepsi disebut epileptiform discharge atau epileptiform activity.
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis
epilepsi.
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di
otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik.
Rekaman EEG dikatakan abnormal ditentukan atas dasar adanya :
a) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer
otak.
b) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
c) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang
lambat yang timbul secara paroksimal.
3) Rekaman video EEG
Pemeriksaan video-EEG ini berhasil membedakan apakah serangan kejang oleh
karena epilepsi atau bukan dan biasanya selama perekaman dilakukan secara terusmenerus dalam waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari hasil rekaman dapat menunjukkan
gambaran serangan kejang epilepsi.
4) Pemeriksaan Radiologis
Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) kepala merupakan Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging
yang bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural di otak dan
melengkapi data EEG.
CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi, namun demikian
pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk
epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh
karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal,
tumor dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin
dilakukan terapi pembedahan. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus
kanan dan kiri.
5) Pemeriksaan neuropsikologi
60

Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan pertimbangan


akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya memperhatikan
apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga dengan pertimbangan
bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang bukan epilepsi.
Prognosis
Prognosis epilepsi tergantung pada beberapa hal, diantaranya jenis epilepsi, faktor
penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Prognosis epilepsi cukup
menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat,
sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Prognosis epilepsi
dihubungkan dengan terjadinya remisi serangan baik dengan pengobatan maupun status
psikososial, dan status neurologis penderita. Batasan remisi epilepsi yang sering dipakai
adalah 2 tahun bebas serangan (kejang) dengan terapi. Pada pasien yang telah mengalami
remisi 2 tahun harus dipertimbangkan untuk penurunan dosis dan penghentian obat secara
berkala.
Batasan lain yang dipakai untuk menggambarkan remisi adalah bebas serangan (remisi
terminal) minimal 6 bulan dalam terapi OAE. Setelah tercapai bebas serangan selama >6
bulan atau >2 tahun dengan terapi, maka perlu dipikirkan untuk menurunkan dosis secara
berkala sampai kemudian obat dihentikan, perlu mempertimbangkan risiko terjadinya relaps
setelah penghentian obat. Berbagai faktor prediktor yang meningkatkan risiko terjadinya
relaps adalah usia awitan pada remaja / dewasa, jenis epilepsi sekunder, dan adanya gambaran
abnormalitas EEG.
Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa penderita epilepsi memiliki risiko
kematian yang lebih tinggi dibanding populasi normal. Risiko kematian yang paling tinggi
adalah pada penderita epilepsi yang disertai defisit neurologi akibat penyakit kongenital.
Kematian pada penderita epilepsi anak-anak paling sering disebabkan oleh penyakit susunan
saraf pusat yang mendasari timbulnya bangkitan epilepsi.
VI.3. Pemeriksaan Neurologis Anak
Pemeriksaan neurologis pada bayi merupakan hal tidak gampang untuk dilakukan, hal ini
disebabkan karena bayi normal selalu bergerak aktif. Untuk dapat menilai apakah
pemeriksaan itu normal atau abnormal, maka penting untuk mengetahui terlebih dahulu
bagaimana proses perkembangan anak normal.Pada makalah ini akan dibicarakan
mengenai beberapa cara pemeriksaan neurologis yang penting dalam praktek sehari-hari
untuk mendeteksi secara dini kemungkinan-kemungkinan adanya penyimpangan tumbuh
dan kembang bayi dan anak.Adanya variasi-variasi individual pada pemeriksaan
neurologis bayi ini mungkin terjadi dan harus selalu dipertimbangkan.
61

Sebelum melakukan pemeriksaan neurologis pada bayi, perlu diketahui adanya beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan, yaitu:
1. Waktu Pemeriksaan.
Waktu yang paling tepat untuk melakukan pemeriksaan adalah 2-3 jam setelah bayi selesai
minum.Bayi dan anak yang diperiksa dalam keadaan mengantuk atau letih akan
memberikan reaksi berlainan bila dibandingkan dengan mereka yang sudah beristirahat
cukup.
2. Suhu Ruang Periksa.Suhu ruangan yang baik pada saat pemeriksaan adalah berkisar
o o
antara 27 -29 C.
Seperti halnya juga pada pemeriksaan-pemeriksaan klinis lainnya, sebaiknya pemeriksaan
dimulai dengan inspeksi setelah itu diikuti dengan menilai fungsi penglihatan, fungsi
pendengaran, fungsi motorik dan lain-lain.
1. INSPEKSI
Bayi atau bayi baru lahir secara normal akan berbaring dengan posisi lengan dan tungkai
dalam keadaan fleksi, sedangkan tangannya menggenggam.
Posisi bayi baru lahir tanpa kelainan neurologis bila diletakkan pada meja periksa dalam
posisi telungkup (pronasi/prone position) maka kepalanya masih akan menempel pada
meja, kedua lengan dan tungkainya dalam keadaan fleksi dan bokong ke atas. Dengan
semakin bertambahnya usia, maka kepalanya akan diangkat.
Posisi fleksi pada bayi normal akan semakin tampak kurang jelas dengan semakin
bertambahnya usia.
Beberapa posisi abnormal yang dapat dijumpai pada bayi atau bayi baru lahir antara lain:
- FROG POSTUREYaitu bilamana kedua lengannya terbaring lemas di samping
tubuhnya, kedua tangan terbuka disertai abduksi dan eksternal rotasi sendi panggul. Besar
kemungkinan bayi tersebut adalah Floppy Infant.

- HEMIPLEGIYaitu bilamana hanya ekstremitas satu sisi yang fleksi, sedangkan sisi
lainnya esktensi lemah.Bila hanya satu ekstremitas atas yang ekstensi lemah,
kemungkinan suatu Erbs Paralyse.

- OPISTHOTONUSBilamana dijumpai opisthotonus yang disertai dengan


ekstensi spastik pada ke-empat ekstremitas kita curigai adanya Cerebral Palsy.

- HIPOTONIYaitu apabila bayi terbaring lurus tertelungkup dengan posisi kedua lengan
dan tungkainya diletakkan lurus di atas meja. Biasanya bayi dengan posisi seperti ini
memiliki kelainan pada SSP.
2. PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
62

Ada 12 buah saraf kranialis yang harus dievaluasi pada bayi dan anak.Dengan melakukan
pemeriksaan lengkap pada ke 12 buah saraf kranialis tersebut kita dapat mengetahui ada
tidaknya gangguan pada otak.
PTOSIS
Adanya ptosis baik unilateral maupun bilateral menunjukkan kemungkinan adanya
gangguan di beberapa sistem saraf, antara lain:
o Lesi pada saraf simpatik m. elevator palpebra (Horners Syndrome)
o Lesi pada N.III (Okulomotorius)
oCongenital Myasthenia Gravis
oMyotonic Dystrophy
oCongenital Muscular Dystrophy
oCentronuclear Myopathy
Gerakan Bola MataObservasi pada pergerakan bola mata dapat menunjukkan adanya
gangguan pada otot-otot ekstraokuler yang diinervasi oleh N.III, N.IV (Trokhlearis) dan
N.VI (Abdusens)
Otot Wajah
Pada saat bayi atau anak menangis kita dapat melihat apakah kontraksi otot-otot
wajahnya simetris atau tidak. Adanya lesi pada N.VII (Fasialis) menyebabkan wajah bayi
atau anak tampak tidak simetri pada waktu menangis.
Mengisap
Kekuatan mengisap pada bayi dan anak, selain dipengaruhi otot-otot wajah yang
diinervasi N.VII juga dipengaruhi oleh N.V (Trigeminus). Lesi pada kedua saraf kranialis
tersebut menyebabkan bayi atau anak mengalami kesulitan mengisap ASI atau PASI.
Penciuman
Merupakan fungsi dari N.I (Olfaktorius). Pemeriksaan penciuman pada bayi bukanlah hal
yang mudah, tetapi pada anak yg lebih besar kita bisa meminta mereka untuk membau
dengan posisi mata tertutup.Sebelum melakukan tes, pastikan terlebih dahulu tidak
didapatkan adanya gangguan atau sumbatan pada lubang hidung. Pada bayi kita bisa
menempelkan gelas obyek atau membran dan melihat adanya pengembunan akibat udara
yang dikeluarkan.Anosmia adalah ketidakmampuan untuk membau aroma. Anosmia
unilateral biasanya berkaitan dengan kerusakan pada SSP. Kerusakan yang terjadi bisa
pada N.I itu sendiri, talamus atau lobus frontalis, atau pada struktur-struktur yang
menghubungkan organ- organ tersebut. Penyebab kelainan ini adalah trauma kepala,
aneurisma, perdarahan intraserebral atau tumor.
63

Refleks Cahaya
Refleks cahaya yang positif menunjukkan adanya respon dari N.II dan N.III.
N.IX dan N.XRefleks muntah, pergerakan pallatum dan faring, kemampuan menelan

dan kekuatan tangis bayi dipengaruhi oleh inervasi N.IX (Glosofaringius) dan N.X
(Vagus).
Posisi Lidah
Pada lidah perhatikan ada tidaknya atropi atau fasikulasi. Lidah diperiksa harus dalam
keadaan istirahat di dasar mulut. Apabila didapatkan kontraksi yang cepat dan fasikulasi,
harus dicurigai adanya gangguan pada nukleus N.XII (Hipoglosus) atau kranialis N.XII.
0 3. FUNGSI MOTORIK
1 Evaluasi sistem motor pada anak usia sekolah dapat dilakukan secara formal dan
biasanya cukup pada otot proksimal dan distal anggota gerak atas dan bawah. Uji
kekuatan otot hanya dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat mengerjakan instruksi
pemeriksa dan kooperatif. Pada bayi dan anak yang tidak kooperatif hanya dapat dinilai
kesan keseluruhan saja.
1

ResponTraksiPada seorang bayi atau anak yang normal, sebelum dapat duduk maka dia
terlebih dahulu harus mempunyai kontrol terhadap fungsi otot-otot lehernya.Sejak lahir
sampai dengan usia 2 bulan, kepala anak akan tertinggal bilamana kita mengangkat anak
tersebut pada kedua tangannya dari posisi tidur ke posisi duduk. Keadaan ini disebut
dengan Head Leg. Salah satu tes untuk mengetahui kontrol terhadap otot-otot leher dan
kepala ini adalah
Respon Traksi.Caranya: Bayi ditidurkan dalam posisi supinasi simetris, kemudian
pemeriksa memegang kedua tangan bayi pada pergelangan tangan, secara perlahan-lahan
anak ditarik sampai pada posisi duduk. Kemudian dievaluasi kemampuan bayi dalam
mengontrol posisi leher dan kepalanya. Apabila kepala masih tertinggal di belakang pada
saat bayi posisi duduk maka head leg-nya positif (masih ada), tapi apabila bayi mampu
mengangkat kepalanya pada saat posisi duduk maka head leg-nya negatif (menghilang).
Head leg harus sudah menghilang setelah bayi berusia 3 bulan. Apabila setelah usia 3
bulan masih didapatkan head leg yang positif, maka harus dicurigai adanya kemungkinan
hipotoni, kelainan SSP atau prematuritas. b. Suspensi Ventral Dengan melalukan tes
suspensi ventral kita dapat mengetahui kontrol kepala, curvatura thoraks dan kontrol
tangan dan kaki terhadap gravitasi.Caranya: Bayi ditidurkan dalam posisi pronasi,
kemudian telapak tangan pemeriksa menyanggah badan bayi pada daerah dada.
Pada bayi aterm dan normal, posisi kepala akan jatuh ke bawah membentuk sudut 45

64

atau kurang dari posisi horizontal, punggung lurus atau sedikit fleksi, tangan fleksi pada
siku dan sedikit ekstensi pada sendi bahu dan sedikit fleksi pada sendi lutut.Dengan
bertambahnya usia, posisi kepala terhadap badan bayi akan semakin lurus (horizontal).
Pada bayi hipotoni, leher dan kepala bayi sangat lemas sehingga pada tes suspensi ventral
akan berbentuk seperti hurup U terbalik. Sedangkan pada bayi palsi serebral tes
suspensi ventral akan menunjukkan posisi hiperekstensi.
4. REFLEKS-REFLEKS PADA BAYI DAN ANAK
Refleks-refleks yang ditimbulkan pada bayi dan anak, sebagian besar menunjukkan tahap
perkembangan susunan somatomotorik sehingga banyak sekali informasi yang dapat
diperoleh dengan melakukan pemeriksaan tersebut.
a. Refleks MORO
Refleks MORO timbul akibat dari rangsangan yang mendadak. Caranya: Bayi
dibaringkan terlentang, kemudian diposisikan setengah duduk dan disanggah oleh kedua
telapak tangan pemeriksa, secara tiba-tiba tapi hati-hati kepala bayi dijatuhkan 30 45

(merubah posisi badan anak secara mendadak).Refleks MORO juga dapat ditimbulkan
dengan menimbulkan suara keras secara mendadak ataupun dengan menepuk tempat
tidur bayi secara mendadak.Refleks MORO dikatakan positif bila terjadi abduksiesktensi ke- empat ekstremitas dan pengembangan jari-jari, kecuali pada falangs distal
jari telunjuk dan ibu jari yang dalam keadaan fleksi. Gerakan itu segera diikuti oleh
adduksi-fleksi ke-empat ekstremitas.Refleks MORO asimetri menunjukkan adanya
gangguan sistem neuromuskular, antara lain pleksus brakhialis.Apabila asimetri terjadi
pada tangan dan kaki kita harus mencurigai adanya HEMIPARESIS.Selain itu juga perlu
dipertimbangkan bahwa nyeri yang hebat akibat fraktur klavikula atau humerus juga
dapat memberikan hasil refleks MORO asimetri.
Sedangkan refleks MORO menurun dapat ditemukan pada bayi dengan fungsi SSP yang
tertekan misalnya pada bayi yang mengalami hipoksia, perdarahan intrakranial dan
laserasi jaringan otak akibat trauma persalinan, juga pada bayi hipotoni, hipertoni dan
prematur.
Refleks MORO menghilang setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan.
Refleks PALMAR GRASP
Caranya: Bayi atau anak ditidurkan dalam posisi supinasi, kepala menghadap ke depan
dan tangan dalam keadaan setengah fleksi. Dengan memakai jari telunjuk pemeriksa
65

menyentuh sisi luar tangan menuju bagian tengah telapak tangan secara cepat dan hatihati, sambil menekan permukaan telapak tangan.
Refleks PALMAR GRASP dikatakan positif apabila didapatkan fleksi seluruh jari
(memegang tangan pemeriksa).Refleks PALMAR GRASP asimetris menunjukkan
adanya kelemahan otot-otot fleksor jari tangan yang dapat disebabkan akibat adanya palsi
pleksus brakhialis inferior atau disebut Klumpkes Paralyse. Refleks PALMAR
GRASP ini dijumpai sejak lahir dan menghilang setelah usia 6 bulan.
Refleks PALMAR GRASP yang menetap setelah usia 6 bulan khas dijumpai pada
penderita cerebral palsy.
Refleks PLANTAR GRASP
Caranya: Bayi atau anak ditidurkan dalam posisi supinasi kemudian ibu jari tangan
pemeriksa menekan pangkal ibu jari bayi atau anak di daerah plantar.Refleks PLANTAR
GRASP dikatakan positif apabila didapatkan fleksi plantar seluruh jari kaki.
Refleks PLANTAR GRASP negatif dijumpai pada bayi atau anak dengan kelainan pada
medula spinalis bagian bawah.Refleks PLANTAR GRASP ini dijumpai sejak lahir, mulai
menghilang usia 9 bulan dan pada usia 10 bulan sudah menghilang sama sekali.
Refleks SNOUT
Caranya: Dilakukan perkusi pada daerah bibir atas.Refleks SNOUT dikatakan positif
apabila didapatkan respon berupa bibir atas dan bawah menyengir atau kontraksi otototot di sekitar bibir dan di bawah hidung.Refleks SNOUT ini dijumpai sejak lahir dan
menghilang setelah usia 3 bulan.Refleks SNOUT yang menetap pada anak besar
menunjukkan adanya regresi SSP.
Refleks TONIC NECK
Caranya: Bayi atau anak ditidurkan dalam posisi supinasi, kemudian kepalanya diarahkan
menoleh ke salah satu sisi.Refleks TONIC NECK dikatakan positif apabila lengan dan
tungkai yang dihadapi/sesisi menjadi hipertoni dan ekstensi, sedangkanlengan dan
tungkai sisi lainnya/dibelakangi menjadi hipertoni dan fleksiRefleks TONIC NECK ini
dijumpai sejak lahir dan menghilang setelah usia 5 - 6 bulan.Refleks TONIC NECK yang
masih mantap pada bayi berusia 4 bulan harus dicurigai abnormal.Dan apabila masih bisa
dibangkitkan

setelah

berusia

bulan

atau

lebih

harus

sudah

dianggap

patologik.Gangguan yang terjadi biasanya pada ganglion basalis.


66

Refleks Berjalan (STEPPING)


Caranya: Bayi dipegang pada daerah thoraks dengan kedua tangan pemeriksa. Kemudian
pemeriksa mendaratkan bayi dalam posisi berdiri di atas tempat periksa. Pada bayi
berusia kurang dari 3 bulan, salah satu kaki yang menyentuh alas tampat periksa akan
berjingkat sedangkan pada yang berusia lebih dari 3 bulan akan menapakkan kakinya.
Kemudian diikuti oleh kaki lainnya dan kaki yang sudah menyentuh alas periksa akan
berekstensi seolah-olah melangkah untuk melakukan gerakan berjalan secara otomatis.
Refleks berjalan tidak dijumpai atau negatif pada penderita cerebral palsy, mental
retardasi, hipotoni, hipertoni dan keadaan dimana fungsi SSP tertekan.
Reaksi Penempatan Taktil (PLACING RESPONSE)
Caranya: Seperti pada refleks berjalan, kemudian bagian dorsal kaki bayi disentuhkan
pada tepi meja periksa.Respon dikatakan positif bila bayi meletakkan kakinya pada meja
periksa.Respon yang negatif dijumpai pada bayi dengan paralise ekstremitas bawah.
Refleks Terjun (PARACHUTE)
Caranya: Bayi dipegang pada daerah thorak dengan kedua tangan pemeriksa dan
kemudian diposisikan seolah-olah akan terjun menuju meja periksa dengan posisi kepala
lebih rendah dari kaki.Refleks terjun dikatakan positif apabila kedua lengan bayi
diluruskan dan jari-jari kedua tangannya dikembangkan seolah-olah hendak mendarat di
atas meja periksa dengan kedua tangannya.
Refleks terjun tidak dipengaruhi oleh kemampuan visual, karena pada bayi buta dengan
fungsi motorik normal akan memberikan hasil yang positif.Refleks terjun mulai tampak
pada usia 8 9 bulan dan menetap. Refleks terjun negatif dijumpai pada bayi tetraplegi
atau SSP yang tertekan.
PENGUKURAN

LINGKAR

KEPALA SEBAGAI ALAT DETEKSI

DINI

KELAINAN NEUROLOGIS
Pengukuran lingkar kepala (Head Circumference) merupakan bagian dari pemeriksaan
klinis yang murah, mudah dan sangat penting pada bayi dan anak.Pertumbuhan kepala
sangat tergantung dari pertumbuhan isi kepala. Apabila otak tidak berkembang secara
maksimal maka kepala akan tetap kecil dan hal ini merupakan tanda akan terjadinya
perkembangan mental yang subnormal. Selain itu, apabila didapatkan hambatan terhadap
67

jalannya cairan serebrospinal (CSS) akan menyebabkan terjadinya peningkatan volume


kepala sehingga kepala akan membesar. Penambahan lingkar kepala yang cepat
merupakan tanda pertama adanya kemungkinan hidrosefalus.Walaupun demikian, harus
dipertimbangkan pula kecepatan pertumbuhan dari berat badan dan lingkar dada, karena
pada beberapa kasus dimana pengukuran lingkar kepala menunjukkan pembesaran yang
cepat tetapi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan berat badan ternyata masih dalam
batas normal.Oleh karena itu selain pengukuran lingkar kepala perlu diperhatikan pula
bentuk kepala penderita dan orang tuanya, ubun-ubun besar penderita, sutura dan lainlain.Pengukuran lingkar kepala yang benar adalah mengukur lingkaran kepala yang
melewati titik suboksipito-bregmatikus.Sampai dengan sekarang tabel yang dipergunakan
sebagai referensi pengukuran lingkar kepala pada bayi dan anak adalah Tabel
NELLHAUS, dimana lingkar kepala bertambah 12 cm dalam 12 bulan pertama dengan
distribusi yang tidak merata.
Tabel Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Laki-laki

Lokakarya Tumbuh Kembang Anak 2005 - Pemeriksaan Neurologis Pada Bayi dan
Anak
Tabel Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Perempuan

68

Beberapa penyebab yang mengakibatkan pertumbuhan lingkar kepala menjadi tidak


normal adalah sebagai berikut:
a. Lingkar Kepala Mengecil (<-2 SD) Bayi kecil Familial feature Mental
subnormality Kraniostenosis
b. Lingkar Kepala Besar (>+2 SD) Bayi besar Familial feature
Hidrosefalus Megaensefali Hidranensefali Tumor serebral Efusi
subdural
Tanda meningeal
Tanda meningeal antara lain kaku kuduk dengan cara pasien diatur oleh posisi
terlentang kemudian leher ditekuk apabila terdapat tahanan dagu dan tidak
menempel atau mengenai bagian dada maka terjadi kaku kuduk positif (+) ,
brudzinski I dengan cara pasien diatur posisi terlentang, kemudian kepala difleksia
ke dada, adanya ransangan meningeal apabila kedua tungkai bawah akan
(terangkat) fleksi pada sendi panggul dan lutut, Brudzinski II dengan cara pasien
diatur terlentang , fleksikan secara pasif tungkai atas pada sendi panggul, ikuti
fleksi tungkai lainnya apabila sendi lutut lainnya dalam keadaan ekstensi maka
adanya tanda meningeal dan tanda kernig, dengan cara atur posisi dalam keadaan
terlentang, fleksikan tungkai atas tegak lurus kemudian luruskan tungkai bawah
69

dapat membentuk sudut 135 derajat terhadap tungkai atas.

70

VII. Kesimpulan
Seorang anak laki laki usia 3 tahun 6 bulan mengalami epilepsi generelized tonik klonik
dengan parese n. VII, XII tipe central dextra.

71

DAFTAR PUSTAKA
Kania, Nia. 2007. Kejang pada Anak. Bandung: AMC Hospital.
Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Keempat. FKUI. Jakarta: Media
Aesculapius.
Mardjono, Mahar dan Priguna Sidharta. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Harsono, Kustiowati E, Gunadharma S. Pendahuluan, Definisi, Klasifikasi, Etiologi, dan
Terapi. Dalam: Pedoman Tata Laksana Epilepsi. Jakarta: PERDOSSI; 2008. hal 113.
Philip

W,

Long

MD.

Phenytoin

[internet].

New

York:

2098.

Tersedia

dari:

http://www.mentalhealt.com
WHO. Epilepsy: Etiology, Epidemiology, and Prognosis [internet]. New York: 2001. [dikutip
15 September 2015]. Tersedia dari: www.greenstone.org/greenstone3/nztl
Sumber Data rekam medik poli rawat jalan RSDK 2010.
Anonim. -. Diambil dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42926/4/Chapter
%20II.pdf. Universitas Sumatera Utara.
Anonim. 2010. Epilepsi: Pertolongan Pertama dan Penanganannya. Ekahospital.

72

Você também pode gostar