Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun 6 bulan, BB 14 kg, datang dengan kejang.
Sesampai di rumah sakit masih didapatkan kejang, setelah diberikan diazepam per rektal 2
kali, kejang berhenti. Serangan ini tidak didahului atau disertai demam. Pasca kejang
penderita sadar.
Dari anamnesis dengan ibu penderita, sekitar 20 menit sebelum masuk rumah sakit
penderita mengalami bangkitan di mana seluruh tubuh penderita kejang, mata mendelik ke
atas, kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh. Bangkitan ini berlangsung kurang lebih 5
menit. Setelahnya penderita tidak sadar. Penderita kemudian dibawa ke rumah sakit. Sekitar
10 menit setelah bangkitan pertama saat masih dalam perjalanan ke rumah sakit, bangkitan
serupa berulang sampai penderita tiba di rumah sakit. Lama perjalanan dari rumah ke rumah
sakit sekitar 20 menit. Setelah mendapat obat kejang seperti yang telah disebutkan di atas,
kejang berhenti dan tidak berapa lama anak sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan
tungkai sebelah kanan Nampak lemah dan penderita sering tersedak bila minum. Sebelum
teradi serangan kejang, terdapat batuk, pilek yang sudah berlangsung 3 hari tanpa demam.
Pada riwayat penyakit sebelumnya, saat usia 6 bulan, penderita mengalami kejang
dengann demam tinggi dirawat di rumah sakit dan dilakukan pemeriksaan cairan otak dan
dikatakan sakit radang selaput otak. Dirawat di rumah sakit selama 15 hari.
Pada usia 1 tahun, penderita ,engalami kejang yang tidak disertai demam sebanyak 2
kali. Usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang disertai demam tidak tinggi.
Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproate. Setelah 9 bulan berobat, orang tua
menghentkan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita sudah bisa bicara
lancer, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga.
Pada pemeriksaan fisik:
Kesadaran kompos mentis, suhu aksila 36.5C, tekanan darah 90/45mmHg, Nadi 100x/menit,
RR 30x/menit
Pada pemeriksaan neurologis
1. Kepala: Tampak mulut penderita mencong ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih Nampak
dan kedua bola mata dapat menutup. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah, terjadi
deviasi ke kanan dan dsertai tremor lidah.
2. Ektrimitas : Pergerakan lengan dan tungkai kanan tampak terbatas dan kekuatannya lebih
lemah disbanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat sedikiti diangkat, namun
1
sama sekali tidak dapat melawan tahanan dari pemeriksa. Lengan dan tungkai kiri dapat
melawan tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot hipertoni dan reflek fisiologis lengan
dan tungkai kanan meningkat, ditemukan reflek Babinski di kaki sebelah kanan.
3. Tanda rangsang meningeal berupa kaku kuduk, bruzinski 1 dan 2, maupun kernick tidak
dijumpai.
I. Klarifikasi Istilah
No.
Istilah
1. Kejang
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Klarifikasi
Suatu manifestasi klinis akibat inbalance dari sistem eksihitasi
Diazepam
Bangkitan
Asam vaproat
Deviasi ke kanan
Tremor
Tonus
epilepsi.
Penyimpangan ke arah kanan.
Gemetar atau menggigil yang involunter.
Kontraksi otot yang dengan dan terus menerus yang pada
otot-otot rangka membantu mempertahankan postr dan
8.
Hipertoni
9.
10.
11.
Reflek Babinski
Kaku kuduk
Brudzinsky I
pada normal.
Dorsofleksi ibu jari kaki pada saat perangsangan telapak kaki.
Rasa kaku di belakang leher (kuduk).
Positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan
fleksi sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
12.
13.
Brudzinski II
Kernig
reflektorik.
Contralateral leg sign.
Pelurusan kaki yang terbatasi ketika fleksi timbul.
tiba di rumah sakit. Lama perjalanan dari rumah ke rumah sakit sekitar 20 menit.
Sesampai di rumah sakit masih didapatkan kejang, setelah diberikan diazepam per
rektal 2 kali, kejang berhenti. Serangan ini tidak didahului atau disertai demam. Pasca
kejang penderita sadar.
2.3. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan nampak lemah dan
penderita sering tersedak bila minum.
2.4. Sebelum teradi serangan kejang, terdapat batuk, pilek yang sudah berlangsung 3 hari
tanpa demam. Pada riwayat penyakit sebelumnya, saat usia 6 bulan, penderita
mengalami kejang dengann demam tinggi dirawat di rumah sakit dan dilakukan
pemeriksaan cairan otak dan dikatakan sakit radang selaput otak. Dirawat di rumah
sakit selama 15 hari. Pada usia 1 tahun, penderita mengalami kejang yang tidak
disertai demam sebanyak 2 kali. Usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang
yang disertai demam tidak tinggi.
2.5. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproate. Setelah 9 bulan berobat,
orang tua menghentkan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita
sudah bisa bicara lancar, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda
roda tiga.
2.6. Pada pemeriksaan fisik:
Kesadaran kompos mentis, suhu aksila 36.5C, tekanan darah 90/45mmHg, Nadi
100x/menit, RR 30x/menit.
2.7. Pada pemeriksaan neurologis
1. Kepala: Tampak mulut penderita mencong ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih
Nampak dan kedua bola mata dapat menutup. Saat penderita diminta
mengeluarkan lidah, terjadi deviasi ke kanan dan dsertai tremor lidah.
2. Ektrimitas: Pergerakan lengan dan tungkai kanan tampak terbatas dan
kekuatannya lebih lemah disbanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan
dapat sedikiti diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan dari
pemeriksa. Lengan dan tungkai kiri dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya.
Tonus otot hipertoni dan reflek fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat,
ditemukan reflek Babinski di kaki sebelah kanan.
3. Tanda rangsang meningeal berupa kaku kuduk, bruzinski 1 dan 2, maupun
kernick tidak dijumpai.
III.
Analisis Masalah
3.1. Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun 6 bulan, BB 14 kg, datang dengan kejang.
3.1.1. Apa hubungan usia, jenis kelamin, dan berat badan terhadap keluhan?
Dari data yang diambil pada penelitian di RSUD dr. Pringadi Medan,
didapatkan beberapa karakteristik penderita kejang demam pada balita, baik
berdasarkan umur, jenis kelamin dan status gizi. Menurut data penelitian,
diketahui bahwa proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan
umur tertinggi pada kelompok umur 1-3 tahun yaitu 63 penderita (57,3%) dan
terendah pada kelompok umur 3-5 tahun yaitu 21 penderita (19,1%). Hal ini
kemungkinan ada kaitannya dengan tingkat kematangan otak. Pada saat
usia<2tahun keadaan otak belum matang dimana kadar Corticotropin
releasing hormon di hipokampus tinggi sehingga berpotensi untuk terjadi
bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam (Chen dkk, 2001). Pada otak
belum matang neural Na+ /K+ATP ase masih kurang sehingga regulasi ion
Na+ , K + , dan Ca++ belum sempurna (Haglun dan Schwartzkroin, 1990).
Eksitabilitas neural juga lebih tinggi pada otak yang belum matang
dibandingkan otak yang sudah matang. Pada masa ini disebut sebagai
developmental window dan rentan terhadap bangkitan kejang (Johnson dkk,
1996).
Begitu juga dengan insidens terjadinya epilepsy, anak yang beresiko
yaitu pada anak yang berumur kurang dari 5 tahun. Hal tersebut terjadi akibat
adanya proses eksitasi yang berlebihan dibandingkan inhibisi pada anak
seusia penderita. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki mempunyai risiko lebih
tinggi menderita epilepsi, tetapi tidak ditemukan alasan mendasar tentang
adanya perbedaan angka kejadian epilepsy antara laki-laki dan perempuan
karena perbedaannya yang tidak cukup signifikan.
Status gizi pada pasien ini bisa dikatakan cukup baik. Status gizi
berhubungan dengan kerentanan seorang balita untuk terkena infeksi sehingga
beresiko untuk terjadinya kejang demam. Sedangkan, untuk epilepsy tidak ada
perbedaan insidensi epilepsy pada anak dengan status gizi yang baik maupun
yang buruk.
3.1.2. Apa saja klasifikasi kejang?
Klasifikasi kejang menurut ILAE 1981.
1. Kejang parsial (fokal, lokal)
a. Kejang fokal sederhana
b. Kejang parsial kompleks
c. Kejang parsial yang menjadi umum
2. Kejang umum
a. Absens
b. Mioklonik
c. Klonik
4
d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. Atonik
3. Tidak dapat diklasifikasi
Klasifikasi sindroma epilepsi menurut ILAE 1989 (Rudzinski dan Shih,
2011):
1. Berkaitan dengan letak fokus
a. Idiopatik (primer)
1) Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal
(Rolandik benigna)
2) Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
3) Primary reading epilepsy
b. Simtomatik (sekunder)
1) Epilepsi kronik progresif parsialis kontinua pada anak (Sindrom
Kojewnikow)
2) Epilepsi lobus temporalis
3) Epilepsi lobus frontalis
4) Epilepsi lobus parietalis
5) Epilepsi lobus oksipitalis
c. Kriptogenik
2. Umum
a. Idiopatik (primer)
1) Kejang neonatus familial benigna
2) Kejang neonatus benigna
3) Epilepsi mioklonik benigna pada bayi
4) Epilepsi absans pada anak
5) Epilepsi absans pada remaja
6) Epilepsi mioklonik pada remaja
7) Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga
8) Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak
b. Kriptogenik atau simtomatik
1) Sindroma West (spasme infantil dan hipsaritmia)
2) Sindroma Lennox Gastaut
3) Epilepsi dengan kejang mioklonik astatik
4) Epilepsi dengan absans mioklonik
c. Simtomatik
1) Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik neonatal
- Sindrom Ohtahara
2) Etiologi atau sindroma spesifik
- Malformasi serebral
- Gangguan metabolisme
3. Epilepsi dan sindroma yang tidak dapat ditentukan
a. Serangan umum fokal
1) Kejang neonatal
2) Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3) Sindroma Taissinare
5
piridoksin)
Toksin/keracunan (Timbal, kokain, Toksisitas obat, putus obat)
Sindrom Neurokutan
Penyakit Sistemik
Penyakit/kondisi penyebab lain (Trauma kepala, Tumor Otak, demam,
aktifitas
asam
gama
berulang.
Selain itu, kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang
kejang dan ekstabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada
kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu
tubuh satu derajat celsius akan meningkatkan metabolisme karbohidrat 106
Terjadi :
- Gangguan pada membran sel neuron
- Gangguan mekanisme inhibisi prasinaps dan pascasinaps
- Neurotransmitter
- Peranan sel glia.
Patofisiologi Epilepsi:
-
Catatan :
1. Anak dalam kelompok ini berperawakan tubuh tinggi. Hal ini tidak masih normal.
Singkirkan kelainan hormonal sebagai penyebab perawakan tinggi.
2. Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah pertumbuhan tapi lebih baik
jika diukur menggunakan perbandingan beratbadan terhadap panjang / tinggi atau
IMT terhadap umur.
3. Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan berisiko gizi lebih. Jika makin
mengarah ke garis Z-skor 2 resiko gizi lebih makin meningkat.
Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek memiliki gizi
lebih.Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul pelatihan IMCI
9
10
berbagai
Indikasi
a. Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul
seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk
gemetaran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba. Halusinasi
sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat digunakan
untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam
digunakan sebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan
obat lain.
Kontraindikasi
a. Penderita yang hipersensitif terhadap diazepam & benzodiazepin lain.
b. Bayi dibawah 6 bulan.
c. Penderita miastenia gravis, insufisiensi respiratori, insufisiensi hepar dan
sindrom sleep apnoea.
11
Alkohol
Clearence
Cimetidine
Clearence
t
Disulfiram
Clearence
Fluoxetine
Clearence
Itraconazole
Potensial Clearence
Omeprazole
Clearence
Kontrasepsi Oral
Propranolol
Ranitidine
absorbsi
Rifampisin
metabolisme
13
3.2.3. Apa makna klinis terjadinya 2 kali bangkitan disertai penurunan kesadaran di
antara dua bangkita tersebut?
Status epileptikus.
3.2.4. Bagaimana pertolongan pertama untuk anak kejang?
1. Jangan panik
2. Lindungi kepala pasien dari trauma
3. Hindari pasien dari jangkauan benda-benda tajam
4. Longgarkan baju pada daerah leher
5. Baringkan pasien dalam posisi miring agar cairan dapat keluar dan tidak
menghalangi saluran napas.
6. Segera bersihkan mulut bila ada benda asing didalamnya
7. Jangan pegangi pasien yang sedang kejang
8. Jangan menaruh benda di mulut untuk mencegah lidah tergigit
9. Jangan beri obat, makanan atau minuman kepada pasien selama kejang
10. Jangan siram pasien dengan air
11. Amati gejala-gejala dan durasi kejang yang terjadi pada pasien guna
dilaporkan kepada ahli medis
3.2.5. Apa makna klinis kejang yang tidak didahului demam?
Suatu kondisi yang ditandai oleh adanya bangkitan kejang yang timbul
dua kali atau lebih secara spontan (unprovocated seizure) disebut epilepsi.
3.3. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan nampak lemah dan
penderita sering tersedak bila minum.
3.3.1. Bagaimana mekanisme gelaja di atas?
Terjadi kelainan pusat motorik cerebri sinistra. Kejang dalam waktu
yang lama (status epileptikus) dapat menyebabkan hipoglikemi dan hipoksia
sel neuron pada korteks serebri sebagai pusat motorik sehingga menyebabkan
kelemahan kontralateral pada pasien ini.
3.4. Sebelum teradi serangan kejang, terdapat batuk, pilek yang sudah berlangsung 3 hari
tanpa demam. Pada riwayat penyakit sebelumnya, saat usia 6 bulan, penderita
mengalami kejang dengann demam tinggi dirawat di rumah sakit dan dilakukan
pemeriksaan cairan otak dan dikatakan sakit radang selaput otak. Dirawat di rumah
sakit selama 15 hari. Pada usia 1 tahun, penderita mengalami kejang yang tidak
disertai demam sebanyak 2 kali. Usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang
yang disertai demam tidak tinggi.
14
3.4.1. Apa hubungan gejala batuk pilek yang berlangsung 3 hari tanpa demam
dengan kejang?
Tidak ada hubungan batuk pilek dengan kejang yang dialami pasien.
Kemungkinan batuk pilek ini merupakan gejala lain yang ditemukan saat
anamnesis.
3.4.2. Apa hubungan meningintis dan kejang?
Bakterimia Menembus blood brain barrier (sawar pertama:
subaraknoid) inflamasi menyebar ke neuron hipocampus (paling rentan)
menyebar ke neuron laeinnya neural damage akson dendrit
terganggu gangguan di ekshibit dan inhibit kejang.
3.4.3. Bagaimana etiologi terjadinya meningitis?
Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti
bakteri, virus, parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan
likuor serebrospinal. Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab noninfeksi, seperti pada penyakit AIDS, keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik
atau obat obatan tertentu yang dapat melemahkan sistem imun
(imunosupresif).
Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :
a. 0 3 bulan :
Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen termasuk
bakteri, virus, jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma. Bakteri penyebab
yang tersering seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria, bakteri usus
selain E.Coli ( Klebsiella, Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus
lain, jamur, nontypeable H.influenza, dan bakteri anaerob. Virus yang
sering
seperti
Herpes
simplekx
virus
(HSV),
enterovirus
dan
Cytomegalovirus.
b. 3 bulan 5 tahun
Sejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika Serikat,
penyakit yang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah menurun. Bakteri
penyebab tersering meningitis pada grup usia ini belakangan seperti
N.meningitidis dam S.Pneumoniae. H. influenza tipe B masih dapat
dipertimbangkan pada meningitis yang terjadi pada anak kurang dari 2
tahun yang belum mendapat imunisasi atau imunisasi yang tidak lengkap.
Meningitis oleh karena Mycobacterium Tuberculosis jarang, namun harus
15
16
3.5. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproate. Setelah 9 bulan berobat,
orang tua menghentkan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita
sudah bisa bicara lancar, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda
roda tiga.
3.5.1. Bagaimana farmakologi asam valproate?
Valproate diyakini mempengaruhi fungsi neurotransmitter GABA
dalam otak manusia, sehingga alternatif untuk garam litium dalam pengobatan
gangguan bipolar. Prinsip mekanisme kerjanya diyakini penghambatan GABA
transaminasi (GABA transaminase menghambat oleh). Valproate juga diyakini
untuk membalikkan proses transaminasi untuk membentuk lebih GABA. Oleh
karena itu, secara tidak langsung Valproat bertindak sebagai agonis GABA.
Namun, beberapa mekanisme lain tindakan dalam gangguan neuropsikiatri
telah diusulkan untuk asam valproik dalam beberapa tahun terakhir. Asam
valproik juga menghalangi saluran tegangan-gated sodium dan T-jenis saluran
Kalsium. Mekanisme ini membuat Asam valproat obat Spektrum Luas
anticonvulsant. Asam valproik adalah inhibitor dari enzim deacetylase histon
1 (HDAC1) maka itu adalah inhibitor deacetylase histon.
Mekanisme kerja asam valproat tidak diketahui. Efek obat untuk
meningkatkan
konsentrasi
GABA (gama
asam
aminobutirat),
suatu
3.6.1.
atas?
Kasus
Keadaan : kompos mentis
Suhu aksila : 36,5 oC
Tekanan darah : 90/45 mmHg
Normal
Kompos mentis
36,5 oC 37,5 oC
80-100 / 60 mmHg
Interpretasi
Normal
Normal
Abnormal,
akibat
tidak
80 140 x/menit
12 34 x/menit
adanya
lagi
proses kompensasi
Normal
Normal
Kepala: Tampak mulut mencong sebelah kiri dan terjadi deviasi ke kanan
disertai tremor di lidah menandakan abnormal.
Ekstremitas : Terjadi hemipharese di sebagian/separuh tubuh kanan
menandakan abnormal.
Tanda Rangsang Meningeal : normal
3.7.2. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan neurologis di atas?
1. Kepala
Mulut penderita mencong ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih nampak
dan kedua kelopak mata dapat menutup penuh saat dipejamkan:
Keadaan di atas merupakan penanda adanya lesi pada nervus fasialis.
Jika terdapat lesi pada satu sisi nervus fasialis, mulut akan miring.
Sebagian besar daerah gigi-geligi diperlihatkan pada sisi saraf yang masih
utuh karena mulut tertarik ke sisi yang sehat.
Bagian n. facialis yang mengendalikan otot-otot wajah bagian atas
menerima serabut kortikonuklearis dari kedua hemispherium
cerebri
20
peningkatan
tonus
(spastisitas),
akibatnya
juga
seperti
kejang,
4. TANDA MENINGEAL
Kaku Kuduk
pasien tidur terlentang kemudian leher ditekuk apabila tedapat tahanan
22
Tabel. Nilai Normal Cairan Serebrospinal pada Sistem Saraf Pusat Anak
Parameter
3
WBCs (per mm )
Protein (mg/dl)
Glukosa (mg/dl)
Sel darah merah (per mm3)
Tekanan (mmHg)
Neonatus
Preterm
25
<150
>30
>1000
50-80
6 bulan
5
<40
>40
<5
100-280
24
impuls
saraf
dengan
aktivitas
otot
dan
darah pada sistem saraf pusat dijamin oleh dua pasang arteria yaitu arteria
vertebralis dan arteria karotis interna, yang cabang-cabangnya akan
beranastomose membentuk sirkulus arteriosus serebri Wilisi. Aliran venanya
melalui sinus dura matris dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena
jugularis
interna.
(Wilson.
2005,
Budianto.
2005,
Guyton.
1997)
27
janin
perkembangan embrionik;
2. Pada minggu ke-4 gestasi,
tuba
neural
mengalami
perkembangan;
3. Antara minggu ke-8 dan ke-12, serebrum dan serebelum mulai
28
berkembang;
4. Perkembangan saraf cepat terjadi antara minggu ke-15 hingga
ke-20 usia gestasi dan minggu ke-30 usia gestasi hingga tahun
pertama kehidupan ekstrauterin;
5. Selama tahun pertama kehidupan ekstrauterin, jumlah neuron
otak meningkat dengan cepat;
6. Sistem saraf perifer muncul dari kepala neural, yang berasal dari
tuba neural selama perkembangan embrionik.
Bayi (0-1 tahun) 1. Sistem neurologik tidak terintegrasi secara menyeluruh pada
saat lahir;
2. Sebagian besar fungsinya massih bersifat refleks primitif, dan
kebanyakan refleks primitif menghilang saat berusia 12 bulan;
3. Semua saraf kranialis termielinisasi kecuali saraf optikus dan
olfaktorius;
4. Sistem saraf belum matang selama masa bayi, tetapi tumbuh
dengan cepat yang ditandai dengan perubahan perkembangan
bayi yang cepat. Namun stimulasi tetap diperlukan untuk
Todler/usia pra
sekolah (1-6
tahun)
impuks
saraf
meningkat,
memungkinkan
29
tahun)
penting
oleh
karena
berkaitan
dengan
pemilihan
obat
30
antikonvulsan
terutama
pada
epilepsi.
Pemeriksaan
EEG
telah
memiliki
sensitivitas
dan
spesifisitas
yang
lebih
tinggi
DNET
(dysembryoplastic
neuroepihelial
tumor).
hipoglikemia,
uremia,hiperproteinemia,
hipokalsemia,
hiperlipidemia,
hepatik
hipotiroid,
ensefalopati,
dan
hipoksia.
c.
d.
e.
f.
Partus lama
Persalinan dengan alat ( forsep, vakum, seksio sesaria ).
Perdarahan intracranial
Perdarahan subarakhnoid terutama terjadi pada bayi prematur yang
biasanya
bersama-sama
dengan
perdarahan
intraventrikuler.
Diazepam
Midazolam
Kejang belum berhenti dalam 5 10 menit , ulang dengan dosis dan cara
yang sama
10 menit
Diazepam
15 menit
Midazolam
Fenitoin
35 menit
Fenobarbital
Midazolam VI
Infuse
mg/kg/jam
pertimbangkan
35
36
Learning Issues
Anatomi
What I Know
dan Terminologi
Fisiologi
What I Dont
What I Have To
Know
Deskripsi
Know
Deskripsi
spesifik,
spesifik,
Sumber
Kejang dan
Epilepsi
Definisi
Etiologi
3.
Paralisis Todd
Definisi
4.
Pemeriksaan
Definisi
Oftalmologi
dan saraf
Klasifikasi
Patofisiologi
Tatalaksana
Penegakkan
dan saraf
Klasifikasi
Patofisiologi
Tatalaksana
Penegakkan
diagnosis
Klasifikasi
Etiologi
Patofisiologi
Tatalaksana
Penegakkan
diagnosis
Klasifikasi
Etiologi
Patofisiologi
Tatalaksana
Penegakkan
diagnosis
Prosedur,
diagnosis
Alat Prosedur,
Lecture,
Literatur,
Text Books,
Jurnal
Alat
diperlukan,
Tujuan
Tujuan
37
V. Kerangka Konsep
Anak laki-laki
3 tahun, 6 bulan
Terapi dihentikan
Defisit neurologis
(hemiparesis dekstra tipe
sentral serta parese N. VII
dan N. XII)
38
VI.
Learning Issue
JaringanSaraf terdiridari:
1.Neuron(selsaraf)
Merupakan unit anatomis dan fungsional sistem persarafan
39
40
Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak
sebagaiendostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang mudah dilepaskan dari
tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural.
2.
2.
3.
sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di
41
OTAK
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah
(mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan
varol.
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental, yaitu yang berkaitan
dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan.
Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan
kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks otak besar
yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di
sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon
rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik.
Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan
belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan
psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu
mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian
belakang.
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat
talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas
(dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti
penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar,
keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka
gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke
otak. Sumsum sambung juga memengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung,
tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar
pencernaan.
Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan
berkedip.
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan,
juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
Berdasarkan letaknya, otak dapat dibagi menjadi lima yaitu:
Telensefalon (end brain)
Diensefalon (inter brain)
Mesensefalon (mid brain)
Metensefalon (after brain)
Mielensefalon (marrow brain)
Telensefalon(end brain) terdiri dari:
Hemisfer serebri kortek serebri sistem limbik (Bangsal ganglia, hipokampus, Amigdala)
Diensefalon (inter brain) terdiri dari:
Epitalamus
Talamus
Subtalamus
Hipotalamus
Mesensefalon (mid brain) terdiri dari:
43
Kolikulus superior
Kolikulus inferior
Substansia nigra
Metensefalon (after brain) terdiri dari:
Pons
Serebelum
Mielensefalon
Medula oblongata
SUMSUM TULANG BELAKANG (MEDULA SPINALIS)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar berwarna putih,
sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu. Pada penampang
melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas
disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari reseptor
dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar
dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal
terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan menerima impuls dari sel
saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf motor
Suplai darah otak
Otak mendapat suplai darah dari 2 arteri besar, yaitu :
1. Arteri karotis interna
2. Arteri vertebro basiler
Sistem saraf tepi adalah sistem saraf di luar sistem saraf pusat, untuk menjalankan otot dan
organ tubuh.
Tidak seperti sistem saraf pusat, sistem saraf tepi tidak dilindungi tulang, membiarkannya
rentan terhadap racun dan luka mekanis.
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadai dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf
otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan
saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung,
gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat.
44
2.
3.
empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan
Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan. Berdasarkan asalnya,
saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung,
5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang saraf ekor.
Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut pleksus. Ada 3 buah
pleksus yaitu sebagai berikut.
a. Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher yang mempengaruhi bagian leher,
bahu, dan diafragma.
b.Pleksus
brachialis mempengaruhi
bagian
tangan.
saraf
otonom
dapat
dibagi
atas
sistem
sistem
saraf parasimpatik.Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada
posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang
belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion
pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena
ganglion menempel pada organ yang dibantu.
Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf
parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah
dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.
46
Parasimpatik
mengecilkan pupil
membesarkan bronkus
Simpatik
memperbesar pupil
mengecilkan bronkus
(viseral).
Otak
dibagi
menjadi
telensefalon,
diensefalon,
mesensefalon,
metensefalon, dan mielensefalon. Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal
yang memanjang dari medula oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah
47
melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebra lumbal 1-2. Secara anatomis sistem
saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kranial. Suplai darah
pada sistem saraf pusat dijamin oleh dua pasang arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria
karotis interna, yang cabang-cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus arteriosus
serebri Wilisi. Aliran venanya melalui sinus dura matris dan kembali ke sirkulasi umum
melalui
Membran
dan
selubung
sel
membentuk
membran
semipermeabel
1997)
yang
memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran ini, tetapi menghambat ion lainnya.
Dalam keadaan istirahat (keadaan tidak terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma
menuju cairan jaringan melalui membran plasma. Permeabilitas membran terhadap ion K+
jauh lebih besar daripada permeabilitas terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks) pasif ion
K+ jauh lebih besar daripada aliran masuk (influks) Na+. Keadaan ini memngakibatkan
perbedaan potensial tetap sekitar -80mV yang dapat diukur di sepanjang membran plasma
karena bagian dalam membran lebih negatif daripada bagian luar. Potensial ini dikenal
sebagai
potensial
istirahat
(resting
potential).
(Snell.
2007)
Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi perubahan yang cepat
pada permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan ion Na+ berdifusi melalui membran
plasma dari jaringan ke sitoplasma. Keadaan tersebut menyebabkan membran mengalami
depolarisasi. Influks cepat ion Na+ yang diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial
aksi, besarnya sekitar +40mV. Potensial aksi ini sangat singkat karena hanya berlangsung
selama sekitar 5msec. Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera
menghilang dan diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap ion K+ sehingga ion K+
mulai mengalir dari sitoplasma sel dan mengmbalikan potensial area sel setempat ke potensial
istirahat. Potensial aksi akan menyebar dan dihantarkan sebagai impuls saraf. Begitu impuls
menyebar di daerah plasma membran tertentu potensial aksi lain tidak dapat segera
dibangkitkan. Durasi keadaan yang tidak dapat dirangsang ini disebut periode refrakter.
Stimulus inhibisi diperkirakan menimbulkan efek dengan menyebabkan influks ion Clmelalui membran plasma ke dalam neuron sehingga menimbulkan hiperpolarisasi dan
mengurangi eksitasi sel. (Snell. 2007)
48
subt.grisea
Neuron orde ketiga axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis
sebagai radix anterior n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior
membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi ke efektor sadar
50
B.Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus
reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke
2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya
dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron
orde kedua dan ketiga
Fungsi :
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan
51
3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon
Jalan
(pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
52
4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi
: memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
5. Tractus olivospinalis
Asal: nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex
cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi: mempengaruhi kontraksi otot skeletberkaitan dengan fungsi keseimbangan
tubuh
53
Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,
lambung, usus, dll.
Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause (untuk
suhu dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan oleh
adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa
akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).
Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima
sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor
pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen,
osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di
hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.
Photoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel
photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal
diterima reseptor dibawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior menuju
cornu posterior medulla spinalis berganti menjadi neuron sensoris ke-2 lalu
menyilang ke sisi lain medulla spinalis membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu
traktus spinotalamikus menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron
sensoris ke-3 menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis
(lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla spinalis
lalu naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus berakhir di nucleus Goll
berganti menjadi neusron sensoris ke-2 menyilang ke sisi lain medulla spinalis
menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju ke
korteks somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).
VI.2. Kejang dan Epilepsi
Definisi
Epilepsi adalah Cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktuwaktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat mengakibatkan serangan penurunan
55
kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten
dan stereotipik. Pelepasan aktifitas listrik abnormal dari sel-sel neuron di otak terjadi karena
fungsi sel neuron terganggu. Gangguan fungsi ini dapat berupa gangguan fisiologik, biokimia,
anatomi dengan manifestasi baik lokal maupun general.
Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang
berulang (lebih dari satu episode).
International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi
epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis, dan adanya
konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat
bangkitan epileptik sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda
dan / gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau
sinkron yang terjadi di otak.
Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru dirumuskan oleh
ILAE dan IBE yaitu:
a. Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya.
b. Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan selanjutnya
c. Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan
konsekuensi sosial yang ditimbulkan.
Ketiga elemen di atas harus diperhatikan karena dalam mentatalaksana seorang
penyandang epilepsi, tidak hanya faktor bangkitan atau kejang yang perlu diperhatikan namun
konsekuensi sosial yang ditimbulkan juga harus diperhatikan seperti dikucilkan oleh
masyarakat, stigma bahwa penyakit epilepsi adalah penyakit menular, dan sebagainya.
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang
berlebihan dan abnormal, berlangsung secara tiba-tiba dan sementara, dengan atau tanpa
perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang
bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).
Etiologi
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang berulang yang muncul
tanpa diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik jaringan saraf yang tidak
terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini bisa diindikasikan sebagai
disfungsi otak. Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik
berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis,
biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang
dapat menganggu fungsi otak atau fungsi sel neuron di otak, dapat menyebabkan timbulnya
bangkitan kejang atau serangan epilepsi.
56
Untuk menentukan faktor penyebab dapat diketahui dengan melihat usia serangan
pertama kali. Misalnya : usia dibawah 18 tahun kemungkinan faktor penyebabnya ialah
trauma perinatal, kejang demam, radang susunan saraf pusat, struktural, penyakit metabolik,
keadaan toksik, penyakit sistemik, penyakit trauma kepala, dan lain-lain. Bangkitan kejang
juga dapat disebabkan oleh berbagai kelainan dan macam-macam penyakit diantaranya ialah
trauma lahir, trauma kapitis, radang otak, tumor otak, perdarahan otak, gangguan peredaran
darah, hipoksia, anomali kongenital otak, kelainan degeneratif susunan saraf pusat, gangguan
metabolisme, gangguan elektrolit, demam, reaksi toksis-alergis, keracunan obat atau zat
kimia, dan faktor hereditas.
Faktor Risiko
Faktor resiko untuk terjadinya epilepsi pada penderita kejang demam adalah :
a. Jika ada kelainan neurologis atau perkembangan sebelum kejang demam pertama
b. Kejang demam kompleks
c. Adanya riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor resiko meningkatkan resiko epilepsi 4-6%; kombinasi faktor
resiko tersebut meningkatkan resiko epilepsi menjadi 10-49%.13 Epilepsi diartikan sebagai
kejang berulang dan multipel. Anak dengan riwayat kejang demam mempunyai risiko sedikit
lebih tinggi menderita epilepsi pada usia 7 tahun dibandingkan dengan anak yang tidak pernah
mengalami kejang demam.
Klasifikasi
Klasifikasi epilepsi :
a. Bangkitan Parsial/fokal
1) Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a) Dengan gejala motorik.
b) Dengan gejala sensorik.
c) Dengan gejala otonomik.
d) Dengan gejala psikis.
2) Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a) Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran.
b) Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan.
3) Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
a) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
b) Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
c) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi bangkitan umum
b. Bangkitan umum (konvulsi atau non-konvulsi)
1) Bangkitan lena (absence)
Ciri khas serangan lena adalah durasi singkat, onset dan terminasi mendadak,
frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan klonik pada mata, dagu dan bibir.
2) Bangkitan mioklonik
57
Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum atau
terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih ekstremitas, atau satu grup otot.
Dapat berulang atau tunggal.
3) Bangkitan tonik
Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap dalam satu
posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi
seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena
tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak sensitif, dan pupil
dilatasi.
4) Bangkitan atonik
Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh ke
depan atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga pasien terjatuh.
5) Bangkitan klonik
Pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot. dijumpai
terutama sekali pada anak.
6) Bangkitan tonik-klonik
Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat kemudian diikuti oleh
gerakan klonik.
Patofisiologi
Neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya perbedaan muatan
ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini
menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron
bersinapsis dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis
yang bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang berlangsung
singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi cukup
besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang
akson, untuk merangsang atau menghambat neuron lain, sehingga terjadilah epilepsi.
Epilepsi ditandai oleh bangkitan berulang yang diakibatkan oleh aktivitas listrik yang
berlebihan pada sebagian atau seluruh bagian otak. Seorang penderita dikatakan menderita
epilepsi bila setidaknya mengalami dua kali bangkitan tanpa provokasi. Bangkitan epilepsi
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor eksitasi dan inhibisi serebral, bangkitan
akan muncul pada eksitabilitas yang tidak terkontrol. Pada sebagian besar kasus tidak
dijumpai kelainan anatomi otak, namun pada beberapa kasus epilepsi disertai oleh kerusakan
struktural otak yang mengakibatkan disfungsi fisik dan retardasi mental.
Diagnosis
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :
a. Langkah pertama : Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksisimal merupakan
bangkitan epilepsi.
58
b. Langkah kedua : Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bangkitan
tersebut termasuk tipe bangkitan yang mana.
c. Langkah ketiga : tentukan sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau
penyakit epilepsi apa yang diderita oleh pasien dan tentukan etiologinya.
Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya bangkitan epilepsi berulang
(minimum 2 kali) tanpa provokasi, dengan atau tanpa adanya gambaran epileptiform pada
EEG.
Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut:
a. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Penjelasan perihal
segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan
lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci
diagnosis.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
1) Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan
a) Keadaan penyandang saat bangkitan : duduk/berdiri/berbaring/tidur/berkemih.
b) Gejala awitan (aura, gerakan/sensasi awal/speech arrest).
c) Apa yang tampak selama bangkitan (Pola / bentuk bangkitan) : gerakan tonik /
klonik, vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat,
maupun deviasi mata.
d) Keadaan setelah kejang : bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, atau
Todds paresis.
e) Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan, atau terdapat perubahan pola
bangkitan.
2) Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang, maupun riwayat penyakit
neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik yang mungkin
menjadi penyebab.
3) Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, dan interval terpanjang antar bangkitan.
4) Riwayat bangkitan neonatal / kejang demam.
b. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan
umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien anak, pemeriksa harus
memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, dan perbedaan
ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak
unilateral.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin, dan ureum
dalam darah. Keadaan seperti Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia,
dan hepatik ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan
59
serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen,
kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat
berguna.
2) Elektro ensefalografi (EEG)
Elektroensefalograf ialah alat yang dapat merekam aktifitas listrik di otak melalui
elektroda yang ditempatkan dikulit kepala. Kelainan EEG yang sering dijumpai pada
penderita epilepsi disebut epileptiform discharge atau epileptiform activity.
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis
epilepsi.
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di
otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik.
Rekaman EEG dikatakan abnormal ditentukan atas dasar adanya :
a) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer
otak.
b) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
c) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang
lambat yang timbul secara paroksimal.
3) Rekaman video EEG
Pemeriksaan video-EEG ini berhasil membedakan apakah serangan kejang oleh
karena epilepsi atau bukan dan biasanya selama perekaman dilakukan secara terusmenerus dalam waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari hasil rekaman dapat menunjukkan
gambaran serangan kejang epilepsi.
4) Pemeriksaan Radiologis
Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) kepala merupakan Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging
yang bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural di otak dan
melengkapi data EEG.
CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi, namun demikian
pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk
epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh
karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal,
tumor dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin
dilakukan terapi pembedahan. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus
kanan dan kiri.
5) Pemeriksaan neuropsikologi
60
Sebelum melakukan pemeriksaan neurologis pada bayi, perlu diketahui adanya beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan, yaitu:
1. Waktu Pemeriksaan.
Waktu yang paling tepat untuk melakukan pemeriksaan adalah 2-3 jam setelah bayi selesai
minum.Bayi dan anak yang diperiksa dalam keadaan mengantuk atau letih akan
memberikan reaksi berlainan bila dibandingkan dengan mereka yang sudah beristirahat
cukup.
2. Suhu Ruang Periksa.Suhu ruangan yang baik pada saat pemeriksaan adalah berkisar
o o
antara 27 -29 C.
Seperti halnya juga pada pemeriksaan-pemeriksaan klinis lainnya, sebaiknya pemeriksaan
dimulai dengan inspeksi setelah itu diikuti dengan menilai fungsi penglihatan, fungsi
pendengaran, fungsi motorik dan lain-lain.
1. INSPEKSI
Bayi atau bayi baru lahir secara normal akan berbaring dengan posisi lengan dan tungkai
dalam keadaan fleksi, sedangkan tangannya menggenggam.
Posisi bayi baru lahir tanpa kelainan neurologis bila diletakkan pada meja periksa dalam
posisi telungkup (pronasi/prone position) maka kepalanya masih akan menempel pada
meja, kedua lengan dan tungkainya dalam keadaan fleksi dan bokong ke atas. Dengan
semakin bertambahnya usia, maka kepalanya akan diangkat.
Posisi fleksi pada bayi normal akan semakin tampak kurang jelas dengan semakin
bertambahnya usia.
Beberapa posisi abnormal yang dapat dijumpai pada bayi atau bayi baru lahir antara lain:
- FROG POSTUREYaitu bilamana kedua lengannya terbaring lemas di samping
tubuhnya, kedua tangan terbuka disertai abduksi dan eksternal rotasi sendi panggul. Besar
kemungkinan bayi tersebut adalah Floppy Infant.
- HEMIPLEGIYaitu bilamana hanya ekstremitas satu sisi yang fleksi, sedangkan sisi
lainnya esktensi lemah.Bila hanya satu ekstremitas atas yang ekstensi lemah,
kemungkinan suatu Erbs Paralyse.
- HIPOTONIYaitu apabila bayi terbaring lurus tertelungkup dengan posisi kedua lengan
dan tungkainya diletakkan lurus di atas meja. Biasanya bayi dengan posisi seperti ini
memiliki kelainan pada SSP.
2. PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
62
Ada 12 buah saraf kranialis yang harus dievaluasi pada bayi dan anak.Dengan melakukan
pemeriksaan lengkap pada ke 12 buah saraf kranialis tersebut kita dapat mengetahui ada
tidaknya gangguan pada otak.
PTOSIS
Adanya ptosis baik unilateral maupun bilateral menunjukkan kemungkinan adanya
gangguan di beberapa sistem saraf, antara lain:
o Lesi pada saraf simpatik m. elevator palpebra (Horners Syndrome)
o Lesi pada N.III (Okulomotorius)
oCongenital Myasthenia Gravis
oMyotonic Dystrophy
oCongenital Muscular Dystrophy
oCentronuclear Myopathy
Gerakan Bola MataObservasi pada pergerakan bola mata dapat menunjukkan adanya
gangguan pada otot-otot ekstraokuler yang diinervasi oleh N.III, N.IV (Trokhlearis) dan
N.VI (Abdusens)
Otot Wajah
Pada saat bayi atau anak menangis kita dapat melihat apakah kontraksi otot-otot
wajahnya simetris atau tidak. Adanya lesi pada N.VII (Fasialis) menyebabkan wajah bayi
atau anak tampak tidak simetri pada waktu menangis.
Mengisap
Kekuatan mengisap pada bayi dan anak, selain dipengaruhi otot-otot wajah yang
diinervasi N.VII juga dipengaruhi oleh N.V (Trigeminus). Lesi pada kedua saraf kranialis
tersebut menyebabkan bayi atau anak mengalami kesulitan mengisap ASI atau PASI.
Penciuman
Merupakan fungsi dari N.I (Olfaktorius). Pemeriksaan penciuman pada bayi bukanlah hal
yang mudah, tetapi pada anak yg lebih besar kita bisa meminta mereka untuk membau
dengan posisi mata tertutup.Sebelum melakukan tes, pastikan terlebih dahulu tidak
didapatkan adanya gangguan atau sumbatan pada lubang hidung. Pada bayi kita bisa
menempelkan gelas obyek atau membran dan melihat adanya pengembunan akibat udara
yang dikeluarkan.Anosmia adalah ketidakmampuan untuk membau aroma. Anosmia
unilateral biasanya berkaitan dengan kerusakan pada SSP. Kerusakan yang terjadi bisa
pada N.I itu sendiri, talamus atau lobus frontalis, atau pada struktur-struktur yang
menghubungkan organ- organ tersebut. Penyebab kelainan ini adalah trauma kepala,
aneurisma, perdarahan intraserebral atau tumor.
63
Refleks Cahaya
Refleks cahaya yang positif menunjukkan adanya respon dari N.II dan N.III.
N.IX dan N.XRefleks muntah, pergerakan pallatum dan faring, kemampuan menelan
dan kekuatan tangis bayi dipengaruhi oleh inervasi N.IX (Glosofaringius) dan N.X
(Vagus).
Posisi Lidah
Pada lidah perhatikan ada tidaknya atropi atau fasikulasi. Lidah diperiksa harus dalam
keadaan istirahat di dasar mulut. Apabila didapatkan kontraksi yang cepat dan fasikulasi,
harus dicurigai adanya gangguan pada nukleus N.XII (Hipoglosus) atau kranialis N.XII.
0 3. FUNGSI MOTORIK
1 Evaluasi sistem motor pada anak usia sekolah dapat dilakukan secara formal dan
biasanya cukup pada otot proksimal dan distal anggota gerak atas dan bawah. Uji
kekuatan otot hanya dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat mengerjakan instruksi
pemeriksa dan kooperatif. Pada bayi dan anak yang tidak kooperatif hanya dapat dinilai
kesan keseluruhan saja.
1
ResponTraksiPada seorang bayi atau anak yang normal, sebelum dapat duduk maka dia
terlebih dahulu harus mempunyai kontrol terhadap fungsi otot-otot lehernya.Sejak lahir
sampai dengan usia 2 bulan, kepala anak akan tertinggal bilamana kita mengangkat anak
tersebut pada kedua tangannya dari posisi tidur ke posisi duduk. Keadaan ini disebut
dengan Head Leg. Salah satu tes untuk mengetahui kontrol terhadap otot-otot leher dan
kepala ini adalah
Respon Traksi.Caranya: Bayi ditidurkan dalam posisi supinasi simetris, kemudian
pemeriksa memegang kedua tangan bayi pada pergelangan tangan, secara perlahan-lahan
anak ditarik sampai pada posisi duduk. Kemudian dievaluasi kemampuan bayi dalam
mengontrol posisi leher dan kepalanya. Apabila kepala masih tertinggal di belakang pada
saat bayi posisi duduk maka head leg-nya positif (masih ada), tapi apabila bayi mampu
mengangkat kepalanya pada saat posisi duduk maka head leg-nya negatif (menghilang).
Head leg harus sudah menghilang setelah bayi berusia 3 bulan. Apabila setelah usia 3
bulan masih didapatkan head leg yang positif, maka harus dicurigai adanya kemungkinan
hipotoni, kelainan SSP atau prematuritas. b. Suspensi Ventral Dengan melalukan tes
suspensi ventral kita dapat mengetahui kontrol kepala, curvatura thoraks dan kontrol
tangan dan kaki terhadap gravitasi.Caranya: Bayi ditidurkan dalam posisi pronasi,
kemudian telapak tangan pemeriksa menyanggah badan bayi pada daerah dada.
Pada bayi aterm dan normal, posisi kepala akan jatuh ke bawah membentuk sudut 45
64
atau kurang dari posisi horizontal, punggung lurus atau sedikit fleksi, tangan fleksi pada
siku dan sedikit ekstensi pada sendi bahu dan sedikit fleksi pada sendi lutut.Dengan
bertambahnya usia, posisi kepala terhadap badan bayi akan semakin lurus (horizontal).
Pada bayi hipotoni, leher dan kepala bayi sangat lemas sehingga pada tes suspensi ventral
akan berbentuk seperti hurup U terbalik. Sedangkan pada bayi palsi serebral tes
suspensi ventral akan menunjukkan posisi hiperekstensi.
4. REFLEKS-REFLEKS PADA BAYI DAN ANAK
Refleks-refleks yang ditimbulkan pada bayi dan anak, sebagian besar menunjukkan tahap
perkembangan susunan somatomotorik sehingga banyak sekali informasi yang dapat
diperoleh dengan melakukan pemeriksaan tersebut.
a. Refleks MORO
Refleks MORO timbul akibat dari rangsangan yang mendadak. Caranya: Bayi
dibaringkan terlentang, kemudian diposisikan setengah duduk dan disanggah oleh kedua
telapak tangan pemeriksa, secara tiba-tiba tapi hati-hati kepala bayi dijatuhkan 30 45
(merubah posisi badan anak secara mendadak).Refleks MORO juga dapat ditimbulkan
dengan menimbulkan suara keras secara mendadak ataupun dengan menepuk tempat
tidur bayi secara mendadak.Refleks MORO dikatakan positif bila terjadi abduksiesktensi ke- empat ekstremitas dan pengembangan jari-jari, kecuali pada falangs distal
jari telunjuk dan ibu jari yang dalam keadaan fleksi. Gerakan itu segera diikuti oleh
adduksi-fleksi ke-empat ekstremitas.Refleks MORO asimetri menunjukkan adanya
gangguan sistem neuromuskular, antara lain pleksus brakhialis.Apabila asimetri terjadi
pada tangan dan kaki kita harus mencurigai adanya HEMIPARESIS.Selain itu juga perlu
dipertimbangkan bahwa nyeri yang hebat akibat fraktur klavikula atau humerus juga
dapat memberikan hasil refleks MORO asimetri.
Sedangkan refleks MORO menurun dapat ditemukan pada bayi dengan fungsi SSP yang
tertekan misalnya pada bayi yang mengalami hipoksia, perdarahan intrakranial dan
laserasi jaringan otak akibat trauma persalinan, juga pada bayi hipotoni, hipertoni dan
prematur.
Refleks MORO menghilang setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan.
Refleks PALMAR GRASP
Caranya: Bayi atau anak ditidurkan dalam posisi supinasi, kepala menghadap ke depan
dan tangan dalam keadaan setengah fleksi. Dengan memakai jari telunjuk pemeriksa
65
menyentuh sisi luar tangan menuju bagian tengah telapak tangan secara cepat dan hatihati, sambil menekan permukaan telapak tangan.
Refleks PALMAR GRASP dikatakan positif apabila didapatkan fleksi seluruh jari
(memegang tangan pemeriksa).Refleks PALMAR GRASP asimetris menunjukkan
adanya kelemahan otot-otot fleksor jari tangan yang dapat disebabkan akibat adanya palsi
pleksus brakhialis inferior atau disebut Klumpkes Paralyse. Refleks PALMAR
GRASP ini dijumpai sejak lahir dan menghilang setelah usia 6 bulan.
Refleks PALMAR GRASP yang menetap setelah usia 6 bulan khas dijumpai pada
penderita cerebral palsy.
Refleks PLANTAR GRASP
Caranya: Bayi atau anak ditidurkan dalam posisi supinasi kemudian ibu jari tangan
pemeriksa menekan pangkal ibu jari bayi atau anak di daerah plantar.Refleks PLANTAR
GRASP dikatakan positif apabila didapatkan fleksi plantar seluruh jari kaki.
Refleks PLANTAR GRASP negatif dijumpai pada bayi atau anak dengan kelainan pada
medula spinalis bagian bawah.Refleks PLANTAR GRASP ini dijumpai sejak lahir, mulai
menghilang usia 9 bulan dan pada usia 10 bulan sudah menghilang sama sekali.
Refleks SNOUT
Caranya: Dilakukan perkusi pada daerah bibir atas.Refleks SNOUT dikatakan positif
apabila didapatkan respon berupa bibir atas dan bawah menyengir atau kontraksi otototot di sekitar bibir dan di bawah hidung.Refleks SNOUT ini dijumpai sejak lahir dan
menghilang setelah usia 3 bulan.Refleks SNOUT yang menetap pada anak besar
menunjukkan adanya regresi SSP.
Refleks TONIC NECK
Caranya: Bayi atau anak ditidurkan dalam posisi supinasi, kemudian kepalanya diarahkan
menoleh ke salah satu sisi.Refleks TONIC NECK dikatakan positif apabila lengan dan
tungkai yang dihadapi/sesisi menjadi hipertoni dan ekstensi, sedangkanlengan dan
tungkai sisi lainnya/dibelakangi menjadi hipertoni dan fleksiRefleks TONIC NECK ini
dijumpai sejak lahir dan menghilang setelah usia 5 - 6 bulan.Refleks TONIC NECK yang
masih mantap pada bayi berusia 4 bulan harus dicurigai abnormal.Dan apabila masih bisa
dibangkitkan
setelah
berusia
bulan
atau
lebih
harus
sudah
dianggap
LINGKAR
DINI
KELAINAN NEUROLOGIS
Pengukuran lingkar kepala (Head Circumference) merupakan bagian dari pemeriksaan
klinis yang murah, mudah dan sangat penting pada bayi dan anak.Pertumbuhan kepala
sangat tergantung dari pertumbuhan isi kepala. Apabila otak tidak berkembang secara
maksimal maka kepala akan tetap kecil dan hal ini merupakan tanda akan terjadinya
perkembangan mental yang subnormal. Selain itu, apabila didapatkan hambatan terhadap
67
Lokakarya Tumbuh Kembang Anak 2005 - Pemeriksaan Neurologis Pada Bayi dan
Anak
Tabel Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Perempuan
68
70
VII. Kesimpulan
Seorang anak laki laki usia 3 tahun 6 bulan mengalami epilepsi generelized tonik klonik
dengan parese n. VII, XII tipe central dextra.
71
DAFTAR PUSTAKA
Kania, Nia. 2007. Kejang pada Anak. Bandung: AMC Hospital.
Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Keempat. FKUI. Jakarta: Media
Aesculapius.
Mardjono, Mahar dan Priguna Sidharta. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Harsono, Kustiowati E, Gunadharma S. Pendahuluan, Definisi, Klasifikasi, Etiologi, dan
Terapi. Dalam: Pedoman Tata Laksana Epilepsi. Jakarta: PERDOSSI; 2008. hal 113.
Philip
W,
Long
MD.
Phenytoin
[internet].
New
York:
2098.
Tersedia
dari:
http://www.mentalhealt.com
WHO. Epilepsy: Etiology, Epidemiology, and Prognosis [internet]. New York: 2001. [dikutip
15 September 2015]. Tersedia dari: www.greenstone.org/greenstone3/nztl
Sumber Data rekam medik poli rawat jalan RSDK 2010.
Anonim. -. Diambil dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42926/4/Chapter
%20II.pdf. Universitas Sumatera Utara.
Anonim. 2010. Epilepsi: Pertolongan Pertama dan Penanganannya. Ekahospital.
72