Você está na página 1de 5

KAJIAN LINGKUNGAN DASAR PERAIRAN PESISIR PAITON KABUPATEN PROBOLINGGO

SEBAGAI DAMPAK INDUSTRILISASI PESISIR

ABSTRAK
Salah satu komponen lingkungan pesisir yang dap at terken a pengaruh dari adanya operasional PLTU Paiton adalah
lingkungan bentik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai tekanan ekologis terhadap struktur komunitas
makrozoobentos dan menentukan status kondisi lingkungan bentik berdasarkan kondisi sedimen dasar perairan dan
struktur komunitas makrozoobentos. Penelitian berlokasi di wilayah p esisir 10 stasiun pengamatan, yaitu 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9 ,
10, 11, 12 d an wilayah yang dip erkirakan tidak terkena pengaruh sebagai pembanding/titik kontrol seban yak 3 stasiun
pengamatan yaitu stasiun 1,3,5. Data dian alisis dengan metode kean ekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks
dominansinya, analisis ukuran butir sedimen (pasir, debu, dan liat) serta an alisis kandungan logam berat (Hg, As, Cr, Se,
Mn, Cu, Cr, Fe, Pb, dan Zn), analisis indeks similaritas, analisis uji-T, AZTI Marine Biotic Index (AMBI), dan an alisis
multivariat M-AMBI. Berdasarkan hasil analisis kean ekaragaman makrozoobentos, didapat 77 jenis taksa d engan
kepadatan berkisar antara 250-1453 ind/m2. Makrozoobentos yang ditemukan terdiri atas 12 kelas yakni Polych aeta,
Nemertina, Sipuncula, Crustaceae, E chinodermata, Co elenterata, Brachiopoda, Cephalo chordata, Pelecypoda,
Uro chordata, Turbelaria, dan Gastropoda. Indeks keseragaman pada seluruh stasiun mendekati nilai 1, h al ini
menunjukkan suatu komunitas makrozoobentos yang relatif mantap, sementara itu berdasarkan h asil perhitungan indeks
dominansi menunjukkan tidak ada jenis yang secara ekstrim mendominasi jenis lainnya di seluruh lokasi kajian.
Berdasarkan hasil perhitungan uji similaritas, kepadatan makrozoobentos terbagi menjadi 6 kelompok. Stasiun 1 dan 13
yang merupakan lokasi kontrol (diperkirakan tidak terpengaruh oleh aktivitas op erasional PLTU Paiton) membentuk
kelompok tersendiri Hasil analisis ukuran butiran sedimen menunjukkan bahwa komposisi sedimen di lokasi penelitian
didominasi oleh fraksi pasir dan debu. Berdasarkan hasil uji indeks similaritas fraksi sedimen, diketah ui bahwa lokasi
penelitan mengelompok menjadi tiga kelompok besar. Kelompok satu terdiri dari stasiun 1, 2, 3, 4, 5, 7, 12, dan 13,
kelompok dua tediri d ari stasiun 6, 8, 10,dan 11, sementara stasiun 9 merupakan satu kelompok tersendiri. Dominasi
fraksi debu sebesar 77.64% merupakan pen yebab stasiun 9 merupakan satu kelompok tersendiri. Kondisi ini diperkirakan
terjadi karen a adanya transport sedimen akibat pola arus dan aktivitas di lokasi tersebut yang merupakan dermaga bongkar
muat kapal pengangkut batu bara. Hasil analisis kandungan logam berat d alam sedimen menunjukkan pada stasiun di
dekat jetty dan perairan di depan saluran buangan air pendingin memiliki kandungan logam raksa (Hg) yang dapat
memberikan pengaruh biologis terhadap organisme laut. Berdasarkan perhitungan AMBI, kondisi lingkungan bentik
perairan pesisir Paiton yang termasuk dalam wilayah kajian seluruhnya dikategorikan sedikit terganggu. Perhitungan
selanjutnya untuk mengetahui status ekologis perairan p esisir Paiton menggunakan analisis multivariat M-AMBI
menunjukkan kategori yang lebih beragam apabila dibandingkan dengan katego ri tingkat gangguan. Status ekologis
perairan pesisir Paiton hasil perhitungan M-AMBI memiliki kategori ekosistem perairan pesisir yang sedang hingga tinggi.
Beragamnya kategori status ekologis lingkungan perairan p esisir Paiton bila dibandingkan dengan kategori tingkat
gangguan dikarenakan pada perhitungan M-AMBI untuk menilai status ekologis turut menggunakan indeks keragaman,
indeks dominansi, dan nilai AMBI. Hasil p erhitungan uji-T terhadap data sekunder kepadatan b entos menunjukkan
terdapat perbedaan nyata antara daerah kontrol dan daerah yang terkena p engaruh kegiatan operasi PLTU Paiton. Namun
pada periode yang sama, perbandingan jumlah taksa antara daerah kontrol dan daerah terpengaruh tidak berbeda nyata.
Hal ini juga ditunjukkan dari grafik kepadatan makrozoobentos dan jumlah taksa selama periode Februari 2009 hingga
Mei 2013.

1. PENDAHULUAN
Daerah pesisir ditinjau dari kajian ekologis merupakan ekosistem yang unik karena merupakan lokasi
percampuran air tawar dari sungai dan air yang memiliki kadar garam (salinitas) dari laut. Pertemuan dua
ekosistem perairan ini menjadikan perairan pesisir sebagai ekosistem dengan produktivitas yang tinggi
karena masukan nutrien berasal dari darat maupun laut. Perairan pesisir juga memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi karena ditunjang dengan rentang salinitas yang cukup lebar sehingga menjadikan daerah ini
dapat dijadikan tempat tinggal dari beragam biota, baik yang mampu hidup pada rentang perubahan
salinitas yang lebar (euryhaline) maupun yang hanya dapat bertahan hidup pada kisaran perubahan salinitas
sempit (stenohaline).
Perubahan kondisi fisik-kimia-biologi perairan pesisir yang terletak di pulau besar yang berpenghuni pada
umumnya lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas manusia di darat, sedangkan pengaruh dari laut
berupa dinamika komponen hidroseanografi harian seperti pola arus dan pasang-surut permukaan air
1

laut lebih banyak berdampak terhadap kondisi fisiografis daerah pesisir seperti fenomena abrasi dan akresi.
Perubahan kondisi lingkungan perairan pesisir dari darat disebabkan karena wilayah pesisir pada
umumnya merupakan muara atau daerah hilir dari suatu sungai sehingga material organik dan komponen
lain yang terbawa dalam aliran sungai akan berkumpul di daerah pesisir. Selain pengaruh dari material
organik dan komponen lain yang terkandung dalam aliran sungai, aktivitas manusia di sepanjang perairan
pesisir juga dapat mempengaruhi kondisi lingkungan perairan pesisir. Beragam aktivitas manusia dapat
dilakukan atau hanya mungkin dilakukan di daerah pesisir.
Kawasan pesisir Kecamatan Paiton yang terletak di Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur merupakan
salah

satu daerah pesisir dengan aktivitas manusia yang cukup tinggi dan merupakan lokasi Pembangkit

Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas terbesar di Indonesia. Salah satu komponen lingkungan
yang

dapat

terkena

pengaruh

dari

adanya operasional PLTU Paiton

berupa sedimen dasar perairan dan organisme bentos yang

hidup

adalah

pada sedimen

penelitian ini adalah untuk menilai tekanan ekologis dari kegiatan penanganan batu
komplek
kondisi

PLTU

Paiton

terhadap

struktur

pesisir

lingkungan bentik,
tersebut. Tujuan
bara

di

area

komunitas makrozoobentos dan menentukan status

lingkungan bentik berdasarkan kondisi sedimen dasar perairan dan struktur komunitas

makrozoobentos.
2. METODOLOGI
Penelitian berlokasi di wilayah pesisir yang diperkirakan terkena pengaruh kegiatan operasional PLTU (10
stasiun pengamatan, yaitu 2,3,4,6,7,8,9,10,11,12) dan wilayah yang diperkirakan tidak terkena pengaruh
sebagai pembanding/titik control sebanyak 3stasiun pengamatan yaitu stasiun 1,3,5. Dena lokasi penelitian
dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Lokasi penelitian dan titik pengambilan data primer


Keterangan lokasi
1 Perairan Bhinor (Kontrol)
2 Area labuh PEC
3 Saluran outlet Unit 9
4 Dermaga bongkar-muat PEC
5 Mercusuar (Kontrol)
6 Dermaga PLN / oil jetty
7 Dermaga PLN sisi timur / oil jetty
8 Inlet air pendingin / inlet canal
9 Dermaga JP
10 Dermaga JP sisi timur
11 Perairan di depan Stock Pile batu bara
12 Outlet air pendingin / outlet canal
2

13 Perairan Banyuglugur (Kontrol)


Data dianalisis dengan 1) metode keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansinya, 2)
analisis ukuran butir sedimen (pasir, debu, dan liat) serta analisis kandungan logam berat (Hg,
As,Cr,Se,Mn,Cu,Cr,Fe,Pb,dan Zn), 3) analisis indeks similaritas, 4) analisis uji-T, 5) AZTI Marine Biotic
Index (AMBI), dan 6) analisis multivariat M-AMBI. Untuk mengetahui alur penelitian dan ruang lingkup dari
batasan penelitian dapat di lihat pada diagram alir pada gambar 2 dibawah iini.

Gambar 2. Diagram alir penelitian dan ruang lingkup penelitian

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Kondisi Sedimen Dasar Perairan
Pantai di daerah Paiton terdiri dari pasir dan lempung dengan diameter rata-rata 150 mikron. Analisis ukuran
butiran sedimen dilakukan terhadap tiga fraksi penyusun sedimen yakni liat, debu, dan pasir. Klasifikasi
butiran sedimen ditentukan berdasarkan ukurannya yaitu, liat < 0.003905 mm, debu 0,003905-0,0625 mm, dan
pasir 0.0625-2 mm. Histogram persentase ukuran butiran sedimen disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan
hasil analisis ukuran butiran sedimen diketahui bahwa komposisi sedimen di lokasi penelitian didominasi oleh
fraksi pasir dan debu. Berdasarkan komposisi fraksi penyusunnya, tipe sedimen di lokasi penelitian didominasi
oleh jenis lempung, kecuali untuk stasiun 3 dan 13 memiliki tipe sedimen lempung berpasir serta stasiun 9
memiliki tipe lempung berdebu. Berdasarkan hasil uji indeks similaritas berdasarkan fraksi sedimen diketahui
bahwa lokasi penelitan mengelompok menjadi tiga kelompok besar. Kelompok 1 terdiri dari stasiun 1, 2, 3, 4,
5, 7, 12, dan 13; kelompok 2 tediri dari stasiun 6, 8, 10, dan 11, sementara stasiun 9 merupakan satu kelompok
tersendiri. Dominasi fraksi debu sebesar 77,64% merupakan penyebab stasiun 9 merupakan satu kelompok

tersendiri. Kondisi ini diperkirakan terjadi karena transport sedimen akibat pola arus dan aktivitas di lokasi
tersebut yang merupakan dermaga bongkar muat kapal pengangkut batu bara.

Gambar 3. Persentase fraksi sedimentasi pada stasiun pengamatan


3.2 Kandungan logam dalam sedimen
Berdasarkan hasil analisis logam berat dalam sedimen di lokasi penelitian diketahui bahwa beberapa parameter
logam berat telah melebihi nilai PEL, yakni

kandungan merkuri (Hg) di stasiun 6 dan 12 serta logam

Kromium (Cr) pada seluruh stasiun. Tingginya kandungan logam Hg pada stasiun 6 dan 12 serta logam Se pada
stasiun 2 diperkirakan terkait dengan dan ceceran batu bara pada lokasi penelitian. Pada saat pengambilan
sampel sedimen, ceceran batu bara banyak ditemukan terakumulasi pada sedimen di beberapa lokasi
pengamatan yang diperkirakan terkena pengaruh dari aktivitas operasional PLTU Paiton. Namun demikian,
tingginya kandungan logam Hg pada sedimen di stasiun 6 dan 12 belum tampak pengaruhnya terhadap struktur
komunitas makrozoobentos di daerah tersebut. Sementara itu, tingginya kandungan logam Cr dan Besi (Fe)
pada seluruh stasiun pengamatan diperkirakan terkait dengan kondisi kimia tanah di daerah Paiton.
Berdasarkan hasil analisis rona awal lingkungan dari dokumen ANDAL PT Jawa Power (JP,1996) diketahui
bahwa tanah di daerah Paiton memiliki kandungan beberapa logam berat yang cukup tinggi. Parameter logam
berat yang terdeteksi cukup tinggi kandungannya pada tanah di daerah Paiton adalah Cu (64 ppm), Pb (26
ppm), Zn (49 ppm), Fe (49.000 ppm), dan Mn (370 ppm). Sifat permeabilitas tanah di daerah Paiton yang
tinggi memungkinkan terjadinya pencucian logam-logam tersebut dari dalam tanah ke badan perairan.
3.3 Struktur Komunitas Makrozoobentos
Berdasarkan hasil analisis keanekaragaman makrozoo bentos, didapat 77 jenis taksa dengan kepadatan
berkisar antara 250-1453 ind/m2. Makrozoo bentos yang ditemukan terdiri atas 12 kelas yakni
Polychaeta,

Nemertina,

Sipuncula, Crustaceae,

Echinodermata,

Coelenterata,

Brachiopod a,

Cephalochordata, Pelecypoda, Urochordata, Turbelaria, dan Gastropoda. Indeks keseragaman pada


seluruh stasiun mendekati nilai 1, hal ini menunjukkan suatu komunitas makrozoo bentos yang relatif
mantap, sementara itu berdasarkan hasil perhitungan indeks dominansi menunjukkan tidak ada jenis yang
secara ekstrim mendominasi jenis lainnya di seluruh lokasi kajian. Berdasarkan hasil perhitungan uji
similaritas, kepadatan makrozoo bentos terbagi menjadi 6 kelompok. Stasiun 1 dan 13 yang merupakan lokasi
kontrol (diperkirakan tidak terpengaruh oleh aktivitas operasional PLTU Paiton) membentuk kelompok
tersendiri.
3.4 Status Kondisi Lingkungan Bentik Perairan Pesisir Paiton
4

Berdasarkan perhitungan AMBI, kondisi lingkungan bentik perairan pesisir Paiton yang termasuk dalam
wilayah kajian seluruhnya dikategorikan sedikit terganggu. Perhitungan selanjutnya untuk mengetahui
status ekologis perairan pesisir Paiton menggunakan analisis multivariat M-AMBI menunjukkan kategori
yang lebih beragam apabila dibandingkan dengan kategori tingkat gangguan. Status ekologis perairan
pesisir Paiton hasil perhitungan M-AMBI (Gray, 2009) memiliki kategori ekosistem perairan pesisir yang
sedang hingga tinggi. Beragamnya kategori status ekologis lingkungan perairan pesisir Paiton bila
dibandingkan dengan kategori tingkat gangguan dikarenakan pada perhitungan M-AMBI untuk menilai status
ekologis turut menggunakan indeks keragaman, indeks dominansi, dan nilai AMBI. Hasil perhitungan uji-T
terhadap data sekunder kepadatan bentos menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara daerah kontrol dan
daerah yang terkena pengaruh kegiatan operasi PLTU Paiton. Namun pada periode yang sama, p erbandingan
jumlah taksa antara daerah kontrol dan daerah terpengaruh tidak berbeda nyata. Hal ini juga
ditunjukkan dari grafik kepadatan makrozoo bentos (PE, 2008) dan jumlah taksa selama periode Februari
2009 hingga Mei 2013.

KESIMPULAN
Kondisi lingkungan bentik perairan pesisir Paiton didominasi oleh sedimen dengan fraksi pasir dan debu, selain
itu pada beberapa lokasi juga ditemui ceceran butiran batu bara pada sedimen. Kandungan parameter raksa
dalam sedimen pada area dermaga sebelah timur dan saluran pembuangan air pendingin telah melebihi ambang
batas nilai konsentrasi logam raksa yang dapat menyebabkan efek biologis bagi organisme bentik. Berdasarkan
perhitungan tingkat gangguan dan status ekologis yang menunjukkan kondisi lingkungan yang terganggu ringan
dan status ekologis yang sedang hingga tinggi, dapat dinilai bahwa pada tataran komunitas tidak ditemukan
gangguan berarti pada struktur komunitas makrozoobentos di perairan pesisir Paiton.

DAFTAR PUSTAKA
[JP] PT Jawa Power. 1996. Analisis Dampak Lingkungan Proyek PLTU Paiton Swasta Tahap II Jawa Timur.
[PE] PT Paiton Energy. 2008. Analisis Dampak Lingkungan Hidup Proyek PLTU Paiton Swasta Unit-3 (1 X
815) MW Jawa Timur.
[PJB] PT Pembangkitan Jawa Bali. 2007. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) Pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 Jawa Timur Kapasitas 1 X 600-700 MW di Kabupaten
Probolinggo. Surabaya.
Gray JS, Elliot M. 2009. AZTI Marine Biotic Index (AMBI).. From Science to Management. Second Edition.
Oxford University Press. Oxford. 260pp

Você também pode gostar