Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
adanya proses pemanasan bahan pangan pada suhu tinggi yang dapat
meningkatkan konsentrasi dari asam lemak bebas dan meningkatkan jumlah asam lemak
bebas yang terbentuk apabila proses tersebut semakin lama dilakukan sehingga merugikan
mutu dan kandungan gizi bahan pangan tersebut.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perlu untuk dilakukannya praktikum
analisa asam lemak bebas agar kita dapat mengetahui mutu dari minyak goreng yang
digunakan.
I.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara pengujian asam lemak bebas pada bahan pangan
2. Untuk mengetahui kandungan (%) asam lemak bebas yang terdapat pada beberapa
jenis minyak
3. Untuk mengetahui minyak jenis mana yang baik untuk digunakan.
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar kita dapat mengetahui cara menghitung
kandungan asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak dan kita mampu menambah
pengetahuan kita mengenai minyak goreng yang baik dan yang tidak baik digunakan serta
agar penerapannya dalam penelitian atau praktikum lainnya dalam laboratorium sudah bisa
dilakukan sendiri serta praktikum ini
II.
TINJAUAN PUSTAKA
difraksinasi untuk mendapatkan berbagai jenis minyak; baik minyak yang lebih jenuh
maupun minyak yang lebih tidak jenuh, yang secara ideal bisa diaplikasikan untuk
keperluan tertentu (Hariyadi, 2014).
Tabel komposisi asam lemak pada minyak sawit menurut Hariyadi (2014) adalah
sebagai berikut:
Tabel 16. Komposisi asam lemak pada minyak sawit Asam lemak*)
% terhadap asam lemak total
Asam lemak
Kisaran
Rata-rata
Asam laurat (C12:0)
0.1 1.0
0.2
Asam miristat (C14:0)
0.9 0 1.5
1.1
Asam palmitat (C16:0)
41.8 45.8
44.0
Asam palmitoleat C16:1
0.1 0.3
0.1
Asam stearate (C18:0)
4.2 5.1
4.5
Asam oleat (C18:1)
37.3 40.8
39.2
Asam linoleiat (C18:2)
9.1 11.0
10.1
Asam linolenat (C18:3)
0.0 0.6
0.4
Asam arakidonat (C20:0)
0.2 0.7
0.4
*) asam lemak dinyatakan dengan notasi Cm:n, dimana m adalah panjang rantai karbon,
dan n adalah jumlah ikatan rangkap.
Standar mutu minyak goreng kelapa sawit telah dirumuskan dan ditetapkan oleh
Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 7709:2012.SNI menetapkan bahwa standar
mutu minyak goreng sawit adalah sebagai berikut:
Tabel 17. SNI 7709:2012tentang Standar Mutu Minyak Goreng Sawit
KRITERIA UJI
SATUAN
SYARAT
Keadaan
Bau
Warna
Merah/kuning
Maks. 5,0/50
Rasa
Normal
Kadar air dan bahan menguap
% b/b
Maks 0.1
Asam lemak bebas (dihitung
% b/b
Maks 0.30
sebagai asam palmitat)
Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No.
Bahan Makanan Tambahan
722/Menkes/Per/IX/88
Cemaran Logam :
- besi (Fe)
Mg/kg
Maks 1.5
- tembaga (Cu)
Mg/kg
Maks 0.1
- raksa (Hg)
Mg/kg
Maks 0.1
- timbal (Pb)
Mg/kg
Maks 0,1
- timah (Sn)
Mg/kg
Maks 40.0/250.0)*
Arsen (As)
% b/b
Maks 0.1
Angka Peroksida
% mg 02/gr
Maks 1
Catatan
*pengamilan contoh dipabrik
Sumber : Standar Nasional Indonesia, 2012.
menjadi turun dan mempengaruhi rasa. Vitamin A dan D dalam makanan itu sudah
hancur (Bundakata, 2007).
Perbedaan mendasar dari minyak kelapa sawit kemasan dengan minyak kelapa
sawit curah adalah pada proses pemurnian,penyulingan,penghilangan bau. Setelah kelapa
sawit berubah menjadi CPO, maka proses selanjutnya adalah mengolah CPO menjadi
minyak goreng sawitSecara garis besar proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng
sawit, terdiri dari dua tahap yaitu tahap pemurnian (refinery) dan pemisahan (fractionation)
untuk mendapatkan fraksi bahan padat (stearin) dan bahan cair (olein) dari minyak sawit.
Tahap pemurnian terdiri dari penghilangan gum (degumming). Minyak lalu disaring dan
dijernihkan (bleaching). Setelah itu penghilangan bau. Sehingga sebagai produk akhirnya
minyak kelapa sawit kemasan memiliki warna yang lebih bening dari minyak curah dan
kandungan asam lemak bebasnya sedikiT (Qurrota, 2013)
II.3. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak
atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas.
Kerusakan minyak atau lemak dapat juga diakibatkan oleh proses oksidasi, yaitu terjadinya
kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak, yang biasanya dimulai dengan
pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Selanjutnya, terurainya asam-asam lemak
disertai dengan hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak
bebas. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisadan oksidasi biasanya
bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai 15%, belum menghasilkan
rasa yang tidak disenangii. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih dari 1%, jika
dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik,
namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak
bebas (Ketaren, 1986).
Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari
minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk
mengukur dan mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sampel.
Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam
sampel semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel
dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang
baik. (Julisti, 2010)
Tim penulis (1997) memaparkan factor-faktor yang menyebabkan peningkatan
kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :
1. pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu
2. keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah
3. penumpukan buah yang terlalu lama
4. proses hidrolisa selama pemprosesan di pabrik
Peningkatan kadar ALB juga dapat terjadi pada proses hidrolisa di pabrik. Pada
proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan berlansung pada
kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu tertentu merupakan bahan oembantu
dalam
proses
pengolahan.
Akan
tetapi,
proses
pengolahan
yang
kurang
cermatmengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan, mutu minyak menurun sebab
air pada kondisi suhu tertentu bukan membantu proses pengolahan tetapi malah
menurunkan mutu minyak. Untuk itu, setelah akhir proses pengolahan minyak sawit
dilakukan pengeringan dengan suhu 90oC. Sebagai ukuran standar mutu dalam
perdagangan untuk ALB ditetapkan sebesar 5% (Darnoko D. S, 2003)
Minyak goreng memiliki kandungan asam lemak bebas yang berbeda beda. Hal ini
dapat terjadi karena proses dari pembuatan masing-masing minyak tidaklah sama. Sebagai
indikator besar kecilnya kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada minyak adalah
berdasarkan jumlah NaOH yang diperlukan untuk titrasi. Sebelum memasuki proses
titrasi,minyak dicampur terlebih dahulu dengan etanol netral. Tujuanya adalah agar asam
lemak bebas dapat terikat pada etanol sehingga lebih mudah terdeteksi oleh NaOH saat
titrasi. Etanol bersifat asam dan NaOH bersifat basa. Penambahan indikator PP adalah
untuk mengetahui tingkat equivalen larutan tersebut atau larutan menjadi netral (Qurrota,
2013).
Penentuan asam lemak bebas dapat dilakukan dengan metode titrasi asam basa.
Prinsip dari titrasi asam basa yaitu Analisis jumlah asam lemak bebas dalam suatu sampel
ekuivalen dengan jumlah basa (NaOH) yang ditambahkan dalam titrasi yang ditandai
dengan berubahnya warna sampel menjadi warna merah jambu (Maligan, 2014)
II.4. Alkohol Netral
Fungsi penambahan alkohol adalah untuk melarutkan lemak atau minyak dalam
sampel agar dapat bereaksi dengan basa alkali. Alkohol digunakan untuk melarutkan
minyak, sehingga konsentrasi alkohol (etanol) yang digunakan berada di kisaran 95-96%.
Etanol 95% merupakan pelarut lemak yang baik. Fungsi pemanasan (refluks) saat
percobaan adalah agar reaksi antara alkohol dan minyak tersebut bereaksi dengan cepat,
sehingga pada saat titrasi diharapkan alkohol (etanol) larut seutuhnya (Himka, 2011).
Alkohol netral panas digunakan sebagai pelarut netral supaya tidak memengaruhi
pH karena titrasi ini merupakan titrasi asam basa. Alkohol dipanaskan untuk meningkatkan
kelarutan asam lemak (Indah, 2013).
Pelarut alkohol digunakan dalam analisis kadar asam lemak bebas karena alkohol
merupakan pelarut asam lemak bebas dan dapat memberhentikan kerja enzim lipase
sebelum titrasi. Alkohol akan melarutkan asam lemak yang bersifat asam agar dapat
bereaksi dengan larutan KOH yang bersifat basa sehingga terjadi reaksi sesuai dengan
prinsip titrasi asam-basa. Senyawa yang dapat terekstrak oleh alhohol hanya asam lemak
bebas yang dapat terlarut dalam pelarut atau dengan kata lain asam lemak bebas yang
terekstrak merupakan asam lemak bebas yang mempunyai tingkat kepolaran yang sama
dengan pelarut (Firmansyah, 2014).
II.5. Indikator PP (phenolphtealin)
Fenolftalein adalah indikator titrasi yang lain yang sering digunakan dan
fenolftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain. Pada kasus ini, asam lemah tidak
berwarna dan ion-nya berwarna merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih
menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri dan mengubah indikator menjadi tak
berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan
yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya. Mengubah indikator menjadi merah
muda. Setengah tingkat terjadi pada pH 9,3. Karena pencampuran warna merah muda dan
tak berwarna menghasilkan warna merah muda yang pucat, hal ini sulit untuk
mendeteksinya dengan akurat. Indikator ini banyak digunakan karena harganya murah.
Indikator PP tidak berwarna dalam bentuk HIn (asam) dan berwarna merah jambu dalam
bentuk In (basa) (Cahyati, 2012).
II.6. NaOH (Natrium Hidroksida)
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai alkali kaustik soda. Natriom
Hidroksida (NaOH) juga merupakan kaustik logam dasar. Natrium hidroksida adalah basa
yang umum di laboratorium kimia. Natrium hidroksida (NaOH) banyak digunakan di
banyak industri, terutama sebagai basa kuat kimia dasar dalam pembuatan pulp dan kertas,
tekstil, air minum, sabun dan deterjen dan sebagai pembersih drain (Faiz, 2011).
Titrasi dilakukan menggunakan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah
jambu yang tidak hilang dalam 30 detik. Penggunaan NaOH berfungsi untuk mengukur
beberapa besar asam lemak yang bebas dari minyak. Basa NaOH mampu
menghidrolisis minyak menjadi gliserol dan asam lemak (Hadi, 2012).
III.
METODE PRAKTIKUM
Aplikasi
Teknik
LaboratoriumAnalisis
Asam
Lemak
Bebas
erlenmeyer 250 ml
hot plate
pipet volume
batang pengaduk
biuret digital
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
minyak curah
minyak sawit
alkohol netral
indikator PP (phenolphthalein)
IV.
IV.1. Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
Tabel 18. Hasil praktikum uji asam lemak
No
Kelompok
% FFA
Minyak curah
Minyak sawit
1
I
0,332 %
0,163 %
2
II
0,353 %
0,163 %
3
III
0,286 %
0,247 %
4
IV
0,201 %
0,199 %
5
V
0,399 %
0,337 %
Sumber: Data Sekunder Praktikum Aplikasi Teknik Laboratorium, 2014.
IV.2. Pembahasan
Minyak sawit adalah salah satu bahan yang digunakan dalam praktikum ini.
Minyak sawit merupakan minyak nabati yang dibuat melalui prosesfraksinasi, rafinasi dan
hidrogenasi. Didalam minyak sawit terdapat 40% asam oleat, 10% asam linoleat, 44%
asam palmitat dan 4,5% asam stearat. Kandungan asam lemak linoleat yang rendah pada
minyak kelapa sawit membuat minyak sawit lebih tahan lama dan tidak berbau tengik. Hal
ini sesuai dengan pernyaraan Fauzi (2010) yang menyatakan bahwa minyak kelapa sawit
pada pembuatannya melalui proses fraksinasi, rafinasi, hidrogenasi. Kandungan asam
linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari minyak kelapa
sawit sebagai minyak goreng yang bersifat awet dan makanan yang digoreng dengan
minyak sawit tidak cepat tengik dan didukung oleh pernyataan Hariyadi (2014) bahwa
minyak sawit mempunyai komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan proporsi
yang seimbang. Komposisi asam lemak minyak sawit terdiri dari sekitar 40% asam oleat
(asam lemak tidak jenuh tunggal), 10% asam linoleat (asam lemak tidak jenuh ganda),
44% asam palmitat (asam lemak jenuh) dan 4,5% asam stearat (asam lemak jenuh).
Bahan lain yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak curah. Minyak
curah merupakan minyak yang juga berasal dari minyak nabati, namun pada proses
pembuatannya hanya melalui penyaringan yang sederhana, hal itu membuat mutu dari
minyak curah ini kurang baik. Selain itu, minyak goreng curah juga mengandung asam
lemak jenuh yang lebih tinggi dan pada penggunaannya, minyak curah tidak baik
digunakan berkali-kali karena tidak baik bagi kesehatan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Dewi (2012) yang menyatakan bahwa minyak goreng curah bermutu rendah
karena mengalami penyaringan sederhana sehingga warnanya tidak jernih. Selain itu,
minyak goreng curah umumnya mengandung asam lemak jenuh yang lebih tinggi dan
didukung oleh pernyataan Bundakata (2007) bahwa minyak goreng curah ini tidak
digunakan berulang-ulang kali, sampai berwarna coklat pekat hingga kehitam-hitaman.
Karena pemakaian berulang-ulang pada minyak makan, sangat tidak baik bagi kesehatan.
Selain itu minyak goreng yang sering digunakan secara berkali-kali sampai minyaknya
berubah warna menjadi hitam, kondisi ini tidak membahayakan kesehatan hanya membuat
nilai gizi makanan yang digoreng menjadi turun dan mempengaruhi rasa. Vitamin A dan D
dalam makanan itu sudah hancur.
Praktikum analisa asam lemak bebas ini menggunakan minyak sawit dan minyak
curah sebagai bahan yang akan dianalisa. Dari hasil praktikum didapatkan hasil bahwa
kandungan asam lemak bebas (%FFA) pada minyak curah lebih tinggi dibandingkan
dengan minyak sawit. Kandungan asam lemak bebas pada minyak curah yaitu 0,332%
sedangkan minyak sawit yaitu 0,163%. Kandungan asam lemak bebas menunjukkan mutu
dari suatu minyak goreng sesuai dengan SNI 7709:2012 tentang standar mutu minyak
goreng yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Indonesia (BSNI), dimana batas
maksimum kandungan ALB pada minyak goreng adalah 0,3%. Tingginya kandungan ALB
pada minyak curah menandakan bahwa mutu minyak curah rendahdisebabkan karena pada
proses pembuatan minyak curah yang mengalami penyaringan sederhana atau bahkan
hanya mengalami satu kali penyaringan berbeda dengan minyak kelapa sawit yang
bermerk yang melalui tiga tahapan penyaringan. Proses penyaringan pada pembuatan
minyak goreng berpengaruh terhadap asam lemak bebas karena pada minyak goreng hanya
dilakukan satukali penyaringan masih tersisa paritkel-partikel atau serabut yang berukuran
kecil yang tidak bisa hilang jika hanya satu kali penyaringan saja karena berat jenisnya
sama dengan minyak sawit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Qurrota (2013) yang
menyatakan bahwa perbedaan mendasar dari minyak kelapa sawit kemasan dengan minyak
kelapa sawit curah adalah pada proses pemurnian,penyulingan,penghilangan bau.
Pada pengujian asam lemak bebas ini dilakukan pengujian pada lima sampel
minyak goreng sawit dengan merek yang berbeda. Dari hasil pengujian, didapatkan
kandungan free fatty acid (FFA) yang berbeda tiap sampelnya. Sampel yang kandungan
asam lemak bebasnya tinggi adalah sampel minyak goreng yang diujikan oleh kelompok
V, yaitu 0,337% dan yang paling rendah adalah sampel yang diujikan oleh kelompok I dan
II yaitu 0,163%. Adanya persamaan kandungan ALB pada sampel kelompok I dan II
adalah karena menggunakan minyak kelapa sawit dengan merek yang sama. Begitupula
dengan pengujian kadar ALB pada lima sampel minyak curah, hasilnya berbeda-beda
tiap kelompok, kelompok V adalah yang paling tinggi ALB nya sedangkan kelompok IV
adalah yang paling rendah. Perbedaan kadar ALB tiap sampel dipengaruhi oleh
jumlah NaOH yang dibutuhkan dalam proses titrasi.Hal ini sesuai dengan pernyataan
Qarrota (2013) yang menyatakan bahwa minyak goreng memiliki kandungan asam
lemak bebas yang berbeda beda. Hal ini dapat terjadi karena proses dari pembuatan
masing-masing minyak tidaklah sama. Sebagai indikator besar kecilnya kandungan asam
lemak bebas yang terdapat pada minyak adalah berdasarkan jumlah NaOH yang
diperlukan untuk titrasi.
Asam lemak bebas merupakan asam lemak yang terbentuk dari proses hidrolisis
dan oksidasi. Kandungan asam lemak bebas pada minyak goreng merupakan parameter
dari mutu suatu minyak goreng. Penentuan asam lemak bebas dapat dilakukan dengan
metode titrasi basa (NaOH). Pada prinsipnya, metode ini menganalisis asam lemak bebas
berdasarkan dengan jumlah NaOH yang digunakan dalam titrasi hingga membentuk warna
sampel menjadi merha jambu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maligan (2014) yang
menyatakan bahwa prinsip dari titrasi asam basa yaitu Analisis jumlah asam lemak bebas
dalam suatu sampel ekuivalen dengan jumlah basa (NaOH) yang ditambahkan dalam titrasi
yang ditandai dengan berubahnya warna sampel menjadi warna merah jambu.
Lemak merupakan golongan lipida yang bersifat non polar dan hanya dapat larut
dalam larutan organik. Pada praktikum ini, digunakan alkohol netral sebagai pelarut
organiknya. Alkoholdigunakan agar dapat melarutkan lemak sehingga sampel dapat
bereaksi dengan NaOH. Sebelum dititrasi, dilakukan pemasan agar minyak dan alkohol
dapat bereaksi dengan cepat agar alkohol dapat larut seutuhnya.Hal ini sesuai dengan
penyataan Himka (2011) yang menyatakan bahwa fungsi penambahan alkohol adalah
untuk melarutkan lemak atau minyak dalam sampel agar dapat bereaksi dengan basa alkali.
Fungsi pemanasan (refluks) saat percobaan adalah agar reaksi antara alkohol dan minyak
tersebut bereaksi dengan cepat, sehingga pada saat titrasi diharapkan alkohol (etanol) larut
seutuhnya.
Indikator PP (phenolphthalein)merupakan senyawa organik yang juga digunakan
dalam pengujian asam lemak bebas sebelum sampel dititrasi dengan NaOH. Indikator pp
merupakan asam lemah yang tidak berwarna. Pada larutan asam atau netral, indikator PP
tidak berwarna sedangkan saatbercampur dengan zat yang bersifat basa seperti
NaOH maka akan mengubah warna larutan menjadi merah jambu. Dalam hal ini
penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hydrogen dari kesetimbangan yang
mengarah ke kanan sehingga mengubah indikator menjadi merah jambu. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Cahyati (2012) yang menyatakan bahwa fenolftalein adalah bentuk
asam lemah. Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah
muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah
kiri dan mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida
menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk
menggantikannya. Mengubah indikator menjadi merah jamb. Setengah tingkat terjadi pada
pH 9,3. Karena pencampuran warna merah muda dan tak berwarna menghasilkan warna
merah muda yang pucat.
NaOH (Natrium hidroksida) merupakan larutan basa yang digunakan pada proses
akhir pengujian asam lemak bebas. Pada tahapan ini, NaOH 0,1 N diteteskan pada
larutan minyak hingga membentuk warna merah jambu. Jumlah volume yang digunakan
untuk menitrasi larutan minyak dan alkohol digunakan dalam proses penentuan asam
lemak bebas. Penggunaan NaOH berfungsi untuk mengukur beberapa besar asam
lemak yang bebas dari minyak karena NaOH mampu menghidrolisis minyak menjadi
gliserol dan asam lemak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hadi (2012) yang menyatakan
bahawa Titrasi dilakukan menggunakan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah
jambu yang tidak hilang dalam 30 detik. Penggunaan NaOH berfungsi untuk mengukur
beberapa besar asam lemak yang bebas dari minyak. Basa NaOH mampu
menghidrolisis minyak menjadi gliserol dan asam lemak.
V.
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Pengujian asam lemak bebas pada bahan pangan dapat dilakukan dengan metode
titrasi, yaitu pada tahap pertama sampel ditambahkan dengan alkohol netral,
dipanaskan, kemudian ditambahkan indikator PP dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N
hingga berwarna merah jambu. Dari dari volume NaOH yang digunakan pada titrasi
dihitunglah ALB sampel dengan rumus:
2. Kandungan asam lemak bebas pada minyak goreng sawit adalah 0,163% sedangkan
pada minya curah yaitu 0,163%.
3. Berdasarkan kandungan asam lemak bebas, minyak yang baik digunakan adalah
minyak goreng kelapa sawit.
V.2. Saran
Saran untuk praktikum ini adalah agar teliti pada saat melakukan titrasi dan juga
diharapkan berhati-hati. Serta sebelum memulai praktikum sebaiknya alat dan bahan yang
ddibutuhkan sudah tersedia. Pada saat melakukan analisa asam lemak bebas ini, praktikan
juga diharapkan agar tidak bermain didalam laboratorium agar tidak terjadi hal yang tidak
diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Angga,
Gery.
2012.
Laboratorium.
http://www.scribd.com/doc/103138808/
Dasar-Teory-PALM-OIL. Diakses pada tanggal 28 November 2014. Makassar.
Badan Standar Nasional Indonesia. SNI 7709:2012. Syarat Mutu Minyak Goreng
Kelapa Sawit. Dewan Standar Nasional: Jakarta.
Bundakata, 2007. Minyak Goreng Curah dan Kemasan.http://bundakata.
blogspot.com/2012/06/minyak-gorengcurahdankemasan.html. Diakses pada tanggal
19 Oktober 2012, Makassar.
Darnoko D. S. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit Dan Produk Turunannya.
Pusat Penelitian KelapaSawit. Medan
Dewi, Mega Twilana Indah. 2012. Peningkatan Mutu Minyak Goreng Curah
Menggunakan Adsorben Bentonit Teraktivasi.http://www.scribd.com/doc/
118556336/PENINGKATAN-MUTU-MINYAK-GORENG-CURAH-MENG
GUNAKAN-ADSORBEN-BENTONIT-TERAKTIVASI-BULK-COOKING-OILQUALITY-IMPROVEMENT-USING-ADSORBENT-ACTIVATED-BENTONI#
download. Diakses pada tanggal 28 November 2014. Makassar
Fauzi, Y.dkk. 2002. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Cetakan XIV. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hadi,
Himka. 2011. Kimia Organik. http://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimiaorganik/89-2/. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2012. Makassar.
Hariyadi, Purwiyanto. 2014. Buku Mengenal Saeit Dengan Beberapa Karakter.
http://www.gapki.or.id/assets/upload/Buku%20Mengenal%20Minyak%20Sawit%2
0Dengan%20Beberapa%20Karakter%20Unggulnya-GAPKI.pdf. GAPKI. Diakses
pada tanggal 4 Desember 2014. Makassar
Maligan, Mahar J. Analisis Lemak dan Minyak. 2014. http://maharajay.lecture.
ub.ac.id/files/2014/02/Analisis-Lemak-Minyak1.pdf. Diakses pada tanggal 28
November 2014. Makassar
Julisti, Bertha, 2010. Penentuan Angka Penyabunan dan Asam Lemak Bebas
(FFA).http://btagallery.blogspot.com/2010/02/blog-post_4540.html.
Diakses
pada tanggal 28 November 2014. Makassar.
Ketaren, S. , 1986. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Mustaqim, Mohammad Nizam. 2012. Minyak# Definisi dan Penyabunan.
http://nizamora.blogspot.com/2012/10/minyakdefinisi-dan-penyabunan.
html. Diakses pada tanggal 28 November 2014. Makassar.
Tseng, Y. C., R. Moreira, and X. Sun. 1996. Total Frying-use Time Effects on
SoybeanoilDeterioration and on Tortilla Chips Quality. International Journal of
FoodScience and Technology. 31: 287-294.
Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit: Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan Aspek
Pemasaran.Jakarta: Penebar Swadaya.
Qurrota, Hilma. 2013. Kerusakan Minyak. https://www.academia.edu/8072515/
Laporan_Praktikum_Kimia_Pangan_1_-_Kerusakan_Minyak. Di akses pada
tanggal 08 Desember 2014. Makassar
LAMPIRAN
01. Hasil Perhitungan Asam Lemak Bebas Minyak Curah
Dik : mL NaOH = 0,65 mL
N NaOH = 0,1 N
BM asam lemak = 269 gr