Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
MATERI
KESETIMBANGAN FASA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7 JUMAT
ACHMAD IQBAL
21030115130204
ANNA KRISTIN BR P.
21030115120102
21030115120091
KESETIMBANGAN FASA
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA II
MATERI
KESETIMBANGAN FASA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7 JUMAT
ACHMAD IQBAL
21030115130204
ANNA KRISTIN BR P.
21030115120102
21030115120091
KESETIMBANGAN FASA
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Praktikum
2. Kelompok
3. Anggota
1. Nama Lengkap
NIM
Jurusan
Universitas
2. Nama Lengkap
NIM
Jurusan
Universitas
3. Nama Lengkap
NIM
Jurusan
Universitas
: Kesetimbangan Fasa
: 7 / Jumat
: Achmad Iqbal
: 21030115130204
: Teknik Kimia
: Universitas Diponegoro
: Anna Kristin Br Pandiangan
: 21030115120102
: Teknik Kimia
: Universitas Diponegoro
: Sie Cinthia Melinda
: 21030115120091
: Teknik Kimia
: Universitas Diponegoro
KESETIMBANGAN FASA
tetap. Komposisi etanol dan air di fase uap (y) dan cair (x) pada berbagai suhu.
Komposisi ini kemudian dipakai untuk membuat diagram komposisi versus suhu
pada sistem larutan biner.
Bahan yang digunakan adalah etanol 80 ml dan aquadest 120 ml.
Sementara alat yang digunakan adalah labu destilasi, thermometer, pengambil
sampel, pendingin Leibig, thermostat, erlenmeyer dan pipet. Langkah pertama
yang dilakukan adalah membuat kurva standart hubungan komposisi dan indeks
bias dengan % komposisi yang telah ditentukan, kemudian membuat kurva
hubugan suhu dengan komposisi etanol dan aquadest.
Dari praktikum di dapat indeksi bias pada pembuatan kurva standart
berturut-turut adalah 1,325 ; 1,327 ; 1,328 ; 1,330 ; 1,338 ; 1,340 ; 1,341 ;
1,342 ; 1,344. Semakin besar %W etanol maka titik didih destilat maupun residu
seharusnya semakin rendah dan jika semakin banyak aquadest yang ditambahkan
dalam destilasi maka titik didih destilat maupun residu seharusnya semakin naik.
Dari hubungan penambahan volume air terhadap titik didih didapatkan titik didih
teoritis lebih tinggi dari titik didih praktis dikarenakan pengaruh tekanan udara
suatu tempat dengan ketinggian yang berbeda. Sebagai saran, sebaiknya
refraktometer diganti dengan yang pencahayaannya jelas agar mudah untuk
dilihat.
SUMMARY
The solution is homogenous phase containing more than one component. If
the solution is evaporated partly, the mole fraction of each constituent is different.
By their very nature known solution is ideal and non-ideal. In the experimental
3
KESETIMBANGAN FASA
phase equilibrium diagram studied composition at a constant pressure. The
composition of ethanol and water in the vapor phase (YI) and liquid (xi) at
various temperatures. This composition is then used to create a diagram of
temperature versus composition on a binary solution system.
The materials used are ethanol 80 ml and 120 ml distilled water. While the
tool used is a distillation flask, thermometer, sampling, Leibig cooling,
thermostat, erlenmeyer and pipette. The first step is to make a standard curve and
the refractive index composition relationships with% composition has been
determined, then make a curve temperature ties with the composition of ethanol
and distilled water.
Of practicum can be the refractive index in the manufacture of standard
curves are respectively 1.325; 1,327; 1,328; 1,330; 1.338; 1,340; 1.341; 1,342;
1,344. The greater % W ethanol then the boiling point of distillate and residue
should be increasingly low and if more and more distilled water are added in the
distillation, the boiling point of distillate and residue should further increase.
Volume expansion of the relationship of water to the boiling point obtained
theoretical boiling point higher than the boiling point of practical due to the
effects of air pressure somewhere with different heights. As a suggestion,
refractometer replaced with clear lighting for easy viewing.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
kuasa-Nya, sehingga dapat menyelesaikan laporan resmi Praktikum Dasar Teknik
KESETIMBANGAN FASA
Kimia II ini dengan lancar dan sesuai dengan harapan. Laporan Resmi Praktikum
Dasar Teknik Kimia II ini dibuat untuk memenuhi tugas Praktikum Dasar Teknik
Kimia II. Kami mengucapan terimakasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia-Nya Laporan ini bisa selesai dengan
baik dan tepat waktu
2. Ibu Ir. C. Sri Budiyati, M.T. selaku dosen pembimbing Praktikum Dasar
Teknik Kimia II
3. Koordinator asisten laboratorium PDTK II Reza Nur Rhamadhan
4. Nadia Dwi Ayu sebagai Asisten Pengampu Laporan Praktikum Kesetimbang
Fasa kami
5. Orang tua atas dukungan baik moral maupun materil.
Sehingga tugas laporan resmi ini dapat terselesaikan dengan baik dan
sesuai harapan. Kepada teman-teman yang telah membantu baik dalam segi waktu
maupun motivasi apapun, kami mengucapkan terima kasih.Tidak ada gading yang
tak retak. Begitu pula dengan laporan resmi kami. Oleh karena itu, kami masih
membutuhkan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan resmi
kami.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................ii
RINGKASAN....................................................................................................iii
KESETIMBANGAN FASA
SUMMARY........................................................................................................iv
KATA PENGANTAR..........................................................................................v
DAFTAR ISI......................................................................................................vi
DAFTAR TABEL..............................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................1
1.2 TUJUAN PRAKTIKUM...................................................................1
1.3 MANFAAT PRAKTIKUM...............................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................2
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN................................4
3.2 GAMBAR ALAT...........................................................................4
3.3 PROSEDUR PRAKTIKUM..........................................................5
BAB IV HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN
4.1 HUBUNGAN KOMPOSISI TERHADAP INDEKS BIAS DARI
LARUTAN ETANOL-AIR...............................................................6
4.2 HUBUNGAN KOMPOSISI TERHADAP TITIK DIDIH DESTILAT
DAN RESIDU..................................................................................8
4.3 PENGARUH PENAMBAHAN V AQUADEST TERHADAP TITIK
DIDIH...............................................................................................9
4.4 PERBANDINGAN TITIK DIDIH PRAKTIS DENGAN TEORITIS
PADA ETANOL.............................................................................10
BAB V PENUTUP
5.1 KESIMPULAN...............................................................................12
5.2 SARAN............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................13
LAMPIRAN
DATA HASIL PRAKTIKUM.........................................................................A-1
LEMBAR PERHITUNGAN...........................................................................B-1
LEMBAR PERHITUNGAN GRAFIK...........................................................C-1
LEMBAR KUANTITAS REAGEN...............................................................D-1
6
KESETIMBANGAN FASA
REFERENSI....................................................................................................E-1
LEMBAR ASISTENSI....................................................................................F-1
DAFTAR TABEL
Tabel A-1Hubungan antara Komposisi Etanol (Larutan Etanol-Air) dengan Indeks
Bias....................................................................................................A-3
Tabel A-2 Pengaruh Komposisi Umpan Destilasi...........................................A-3
KESETIMBANGAN FASA
DAFTAR GAMBAR
KESETIMBANGAN FASA
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Destilasi..................................................................4
Gambar 4.1 Hubungan %W dan Indeks Bias.......................................................6
Gambar 4.2 Hubungan %W etanol dengan Titik Didih........................................8
Gambar 4.3 Hubungan Penambahan V Aquadest dengan Suhu...........................9
KESETIMBANGAN FASA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Larutan adalah fase yang homogen yang mengandung lebih dari satu
komponen. Bila sistem hanya terdiri dari dua zat maka disebut larutan biner,
misalnya alkohol dalam air. Jika larutan diuapkan sebagian, maka mol fraksi
dari masing-masing penyusun larutan tidak sama karena volatilitas
(mudahnya menguap) dari masing-masing penyusunnya berbeda. Uap relatif
mengandung lebih banyak zat yang lebih volatil dari pada cairannya. Pada
praktikum kesetimbangan fasa mempelajari kesetimbangan antara fase uap
dan fase cair dari suatu larutan. Dari praktikum ini mahasiswa dapat
mengetahui diagram komposisi versus suhu dengan pengukuran nilai indeks
bias. Aplikasi kesetimbangan fasa dalam industry kimia adalah dalam proses
destilasi yang sering digunakan untuk pemurnian etanol, pemisahan solven
serta proses pemisahan yang menggunakan perbedaan titik didih.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa diharapkan mampu memahami kesetimbangan antara dua
fase (uap-cair) dari sistem campuran (larutan) yang terdiri dari dua
komponen.
2. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagram komposisi versus suhu
untuk larutan etanol-air.
1.3 Manfaat Praktikum
Setelah praktikum mahasiswa dapat memahami konsep kesetimbangan
fase (uap-cair) dari suatu sistem larutan yang terdiri dari dua komponen
serta membuat dan memahami diagram komposisi versus suhu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KESETIMBANGAN FASA
Larutan adalah fase yang homogen yang mengandung lebih dari satu
komponen. Bila sistem hanya terdiri dari dua zat maka disebut larutan biner,
misalnya alkohol dalam air. Menurut sifatnya dikenal larutan ideal dan non ideal.
Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik antara molekul yang sejenis
dan tidak sejenis sama. Sedangkan larutan non ideal gaya tarik menarik antara
molekul yang sejenis maupun yang tidak sejenis berbeda.
Jika larutan diuapkan sebagian, maka mol fraksi dari masing-masing
penyusun larutan tidak sama karena volatilitas (mudahnya menguap) dari
masing-masing penyusunnya berbeda. Uap relatif mengandung lebih banyak zat
yang lebih volatil dari pada cairannya. Hal ini dapat dilihat dari diagram
kesetimbangan uap dan cairan pada tekanan tetap dan suhu tetap.
Pada percobaan kesetimbangan fase dipelajari diagram komposisi suhu pada
tekanan tetap. Komposisi etanol dan air di fase uap (yi) dan cair (xi) pada berbagai
suhu. Komposisi ini kemudian dipakai untuk membuat diagram Komposisi versus
Suhu pada sistem larutan biner.
Distilasi digunakan untuk membuat diagram kesetimbangan fase antara uap
dengan cairan untuk sistem larutan biner ini.
Tekanan uap komponen air dan etanol dari larutan ideal mengikuti Hukum
Raoult :
PA = P0A XA ....................(1)
PB = P0B XB ....................(2)
Dengan :
PA
PB
P0A
P0B
XA
XB
KESETIMBANGAN FASA
Jika persamaan (1) dan (2) dimasukan ke persamaan Dalton, P = PA0 XA +
PB0 XB, maka diperoleh persamaan :
P = PA0 XA + PB0 XB ....................(3)
Dengan P adalah tekanan uap total dari sistem. Dalam larutan berlaku :
XA + XB = 1 ....................(4)
Jika persamaan (4) dimasukan ke persamaan (3) diperoleh :
P = PB0 - ( PA0 PB0 ) XA ....................(5)
Hukum Raoult hanya dapat digunakan untuk larutan ideal atau larutan yang
sangat encer, karena pada larutan encer, hubungan antara jumlah zat terlarut
dengan tekanan uapnya merupakan fungsi linier (semakin banyak solute, maka
tekanan uap akan semakin kecil), sedangkan pada larutan yang tidak encer,
hubungannya tidak linier (pengaruh jumlah solute terhadap tekanan uap tidak
tetap).
Dalam larutan yang mempunyai tekanan uap sistem yang lebih besar jika
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan hukum Raoult
dikatakan sistem mempunyai deviasi positif (larutan non ideal), seperti
ditunjukkan pada gambar 1. Dikatakan deviasi negatif, jika tekanan uap larutan
lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan
Hukum Raoult seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.
Etanol-Air
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3
KESETIMBANGAN FASA
80 ml
120 ml (5 24 ml)
Keterangan :
1. Statif
2. Klem
3. Labu Destilasi
4. Thermostat
5. Thermometer
6. Pendingin Leibig
7. Erlenmeyer
8. Adaptor
9. Waterbath
10. Kaki Tiga
11. Heater dan Thermocouple
12. Aliran air pendingin masuk
13. Aliran air pendingin keluar
KESETIMBANGAN FASA
d. Masing- masing larutan pada langkah d dilihat indeks biasnya
dengan refraktometer.
e. Dibuat kurva hubungan antara komposisi versus indeks bias
2. 100 ml air dimasukkan ke dalam beaker glass pirex 250 ml ,
dipanaskan sampai mendidih dan dicatat titik didihnya.
3. Etanol dengan volume 80 ml dimasukkan ke dalam labu destilasi
kosong, dipanaskan menggunakan minyak yang dilengkapi dengan
thermostat sampai mendidih, kemudian dicatat suhu didihnya.
4. Labu destilasi tersebut didinginkan , lalu ditambahkan air dengan
volume 24 ml ke dalam labu destilasi, selanjutnya dipanaskan sampai
mencapai suhu konstan dan catat titik didihnya , ambil cuplikan residu
dan destilat untuk diperiksa indeks biasnya masing-masing. Destilat
yang telah diambil sedikit untuk sampel dikembalikan lagi kedalam
labu destilasi.
5. Prosedur 4 dilakukan berulang-ulang sampai kadar etanol i.
6. Dibuat kurva hubungan suhu dengan komposisi etanol-aquadest/air
demin/air.
Catatan : Komposisi etanol-air dapat dinyatakan dalam fraksi berat atau
fraksi mol.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hubungan Komposisi terhadap Indeks Bias dari Larutan Etanol-Air
KESETIMBANGAN FASA
1.35
1.35
1.34
1.34
1.33
1.33
1.32
1.32
0
11
22
33
44
55
66
77
88
KESETIMBANGAN FASA
Etanol dengan rumus molekul C2H5OH memiliki berat moleuk sebesar
46 gram/mol dan berat molekul air (H2O) adalah sebesar 18 gram/mol. Berat
molekul etanol lebih besar dari berat molekul air. Berat molekul merupakan
nilai yang menjelaskan jumlah gram komposisi dalam 1 mol artinya etanol
memilikii molekul yang lebih besr dibanding aquadest. Sehingga dalam
campuran etanol-air, jarak antar molekulnya semakin rapat (Ariqi, 2011).
Jika komposisi persen etanol terus bertambah, maka ada lebih banyak
molekul etanol yang menyebabkan jarak antar nolekulnya semakin rapat dan
membuat cahaya sulit menembus larutan sehingga cepat rambatnya
berkurang. Cepat rambat cahaya pada aquadest adalah
C
n=
Vp( aquadest)
1,330=
299792458 m/s
Vp(aquadest )
299792458 m/s
Vp( etanol)
8
Vp ( etanol )=2,20 10 m/ s
Maka cepar rambat cahaya pada etanol 2,20 x 10 8 m/s lebih kecil dari
cepat rambat cahaya pada aquadest yaitu 2,25 x 108 m/s. Jadi, jika
komposisi etanol semakin banyak maka cepat rambat cahaya akan semakin
kecil. Akibatnya, sesuai dengan rumus indeks bias, indeks bias akan
semakin besar (Ariqi, 2011).
4.2 Hubungan komposisi terhadap titik didih dari destilat dan residu
KESETIMBANGAN FASA
85
80
75
TD
RESIDU
R = 0.01
60
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
% W etanol
KESETIMBANGAN FASA
Td campuran=Td etanol . x etanol+Td air . x air
Dimana peningkatan jumlah %W (x etanol) menyebbabkan
penurunan jumlah fraksi air (x air) sehingga titik didih campuran
menjadi semakin kecil karena titik diidh etanol murni (78C) lebih
kecil daripada titik didih air murni (100C) (Anonim, 2012).
20
40
60
80
100
120
140
4.3
P
engaruh penambahan V aquadest terhadap titik didih
KESETIMBANGAN FASA
didih yang lebih tinggi yaitu 100C dari etanol yaitu 78C sehingga larutan
campuran memerlukan energi yang lebih besar untuk menguap dan
menyebabkan suhu titik didih semakin tinggi (Meteora, 2012).
Jika ditinjau dari titik didih campurannya menurut rumus berikut :
Td campuran=Td etanol . x etanol+Td air . x air
Dimana titik didih teoritis etanol 78C lebih kecil dari titik didih
teoritis air 100C. Jika kadar air (x air) bertambah dan kadar etanol (x
etanol) berkurang maka dari persamaan dapat diketahui jika titik didih
campuran (Td campuran) akan bertambah seiring dengan penambahan
volume aquadest dalam larutan (Anonim, 2016).
4.4 Perbandingan titik didih praktis dengan teoritis pada etanol
Dari percoobaan yang kami dapatkan titik didih praktis etanol 65C
lebih kecil dari titik didih teoritis etanol 78C. Hal ini dikarenakan faktor
ketinggian yang berpengaruh dimana dalam zat cair, tekanan akan semakin
besar pada kedalaman yang lebih
tekanan udara paling besar terdapat di permukaan air laut (76 cmHg).
Tekanan tersebut berangsur-angsur berkurang seiring dengan kenaikan
tinggi tempat (Anonim, 2011). Titik didih suatu zat cair dipengaruhi oleh
tekanan udara, semakin besar tekanan udara maka makin besar pula titik
didih zat cair tersebut, demikian sebaliknya (Anonim, 2011).
Jadi, perbedaan antara titik didih teoritis dan titik didih praktis yang
kami dapatkan disebabkan karena pada saat praktikum keadaan Tembalang
adalah 206 mdpl. Sedangkan tekanan udara di permukaan air yaitu 76
cmHg. Sehingga tekanan di Tembalang :
Ph= P 0
h
cmHg
100
Ph= 76
206
cmHg
100
10
KESETIMBANGAN FASA
Ph=73,94 cmHg
11
KESETIMBANGAN FASA
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Hubungan antara komposisi etanol dengan indeks bias pada dasarnya
adalah berbanding lurus. Semakin besar komposisi etanol semakin
besar indeks biasnya.
2. Hubungan komposisi etanol-air (%W) dengan titik didih adalh
semakin besar komposisi etanol (%W) maka titik didihdestilat
maupun residu semakin rendah.
3. Hubungan volume penambahan air dan titik didih adalah semakin
besar volume air, titik didih yang di dapat semakin tinggi.
4. Dalam perbandingan titik didih praktis dan titik didih teoritis etanol
tidak sama dikarenakan adanya perbedaan pengukuran pada tekanan
udaranya atau ketiinggian suatu tempat.
5.2 Saran
1. Sebaiknya neraca digital diganti atau diperbaiki karena nilai neraca
digitalnya sulit untuk konstan.
2. Sebaiknya refraktometer diganti karena sulit untuk mrlihat nilai indeks
biasnya.
3. Sebaiknya saat praktikum ada asisten yang selalu menjaga sehingga
praktikum berjalan dengan lancar.
12
KESETIMBANGAN FASA
DAFTAR PUSTAKA
Ariqi.2011.Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Diester dan Minyak Jarak Cina
(Cartor Oil) dengan Ahibrida Format. Skripsi : Jurusan FMIPA Universitas
Negeri Malang.
Alberty, R. A. And Daniels, F.1983.Kimia Fisika. Edisi lima. Penerbit
Erlangga : Jakarta.
Anonim.2012.Hubungan
Tekanan
dengan
Titik
Didih
.http://infoormasiana.com/hubungan-tekanan-dan-titik-didih/.
Castelan, G., W.1981.Physical Chemistry,2nd edition. Tokyo.
Meteora. 2012. Pengaruh Penambahan Aquadest pada Larutan Etanol. Jakarta
13
KESETIMBANGAN FASA
DATA HASIL PRAKTIKUM
LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
MATERI : KESETIMBANGAN FASA
I.
80 ml
Air/Aquadest/Air Demin
120 ml (5 24 ml)
Alat :
Labu Destilasi
Thermometer
Pendingin Leibig
Thermostat
Erlenmeyer
Pipet
Refraktometer
Gambar Rangkaian Alat
Keterangan :
1. Statif
2. Klem
3. Labu Destilasi
4. Thermostat
5. Thermometer
6. Pendingin Leibig
7. Erlenmeyer
8. Adaptor
9. Waterbath
10. Kaki Tiga
11. Heater dan Thermocouple
12. Aliran air pendingin masuk
13.Aliran air pendingin keluar
A-1
KESETIMBANGAN FASA
II.
CARA KERJA :
1. Membuat kurva standart hubungan komposisi etanol (larutan etanol-air)
versus indeks bias
a. Menentukan densitas etanol dan air dengan menggunakan piknometer.
b. Menentukan kadar etanol menggunakan tabel hubungan densitas
dengan kadar etanol.
c. Membuat larutan etanol-air pada berbagai komposisi.
d. Masing- masing larutan pada langkah d dilihat indeks biasnya dengan
refraktometer.
e. Dibuat kurva hubungan antara komposisi versus indeks bias
2. 100 ml air dimasukkan ke dalam beaker glass pirex 250 ml , dipanaskan
sampai mendidih dan dicatat titik didihnya.
3. Etanol dengan volume 80 ml dimasukkan ke dalam labu destilasi kosong,
dipanaskan menggunakan minyak yang dilengkapi dengan thermostat
sampai mendidih, kemudian dicatat suhu didihnya.
4. Labu destilasi tersebut didinginkan , lalu ditambahkan air dengan volume
24 ml ke dalam labu destilasi, selanjutnya dipanaskan sampai mencapai
suhu konstan dan catat titik didihnya , ambil cuplikan residu dan destilat
untuk diperiksa indeks biasnya masing-masing. Destilat yang telah
diambil sedikit untuk sampel dikembalikan lagi kedalam labu destilasi.
5. Prosedur 4 dilakukan berulang-ulang sampai kadar etanol i.
6. Dibuat kurva hubungan suhu dengan komposisi etanol-aquadest/air
demin/air.
Catatan : Komposisi etanol-air dapat dinyatakan dalam fraksi berat atau
fraksi mol.
A-2
KESETIMBANGAN FASA
III.
HASIL PRAKTIKUM
Tabel A-1Hubungan antara Komposisi Etanol (Larutan Etanol-Air) dengan
Indeks Bias
Komposisi Etanol
(%W)
0
11
22
33
44
55
66
77
88
Indeks Bias
13
11,2613
9,61304
8,04822
6,560714
5,1449
3,79588
2,50867
1,27946
0
1,7387
3,38696
4,95178
6,43929
7.8551
9,204412
100,49133
11,72054
1,325
1,327
1,328
1,330
1,338
1,340
1,341
1,342
1,344
0
24
48
72
96
120
65
75
77
78
80
81
Indeks Bias
Indeks Bias
Residu
1,339
1,342
1,341
1,340
1,339
1,338
Destilat
1,336
1,337
1,339
1,341
1,340
1,341
MENGETAHUI
ASISTEN
PRAKTIKAN
NIM.21030114140119
A-3
KESETIMBANGAN FASA
LEMBAR PERHITUNGAN
1. Mencari etanol
m picnometer kosong
= 15,816 gram
m picnometer + aquadest = 41,043gram
m aquadest
= 25,227 gram
m picnometer + etanol
= 36,011 gram
m etanol
= 20,195 gram
air pada suhu 25C adalah 0,997045 gr / cm3
=
m aquadest
V aquadest
0,997045=
25,227
V aquadest
etanol=
metanol
V etanol
etanol=
20,195
=0,798166 gr cm3
25,30177
V aquadest=25,30177 cm3
B-1
V aquadest=13 ml
b. %W etanol = 11%W
0,88196 .0,11=
Vetanol=1,7387 ml
V aquadest=11,2613 ml
c. %W etanol = 22%W
0,88196 .0,22=
Vetanol=3,38696 ml
V aquadest=9,61304 ml
d. %W etanol = 33%W
0,88196 .0,33=
V etanol=4,95179 ml
V aquadest=8,04822 ml
e. %W etanol = 44%W
0,88196 .0,44=
B-1
B-2
B
-2
Vetanol=6, 43929 ml
V aquadest=6,560714 ml
f. %W etanol = 55%W
0,88196 .0,55=
V etanol=7,8551ml
V aquadest=5,1449 ml
g. %W etanol = 66%W
0,88196 .0,66=
Vetanol=9,20412ml
V aquadest=3,79588 ml
h. %W etanol = 77%W
0,88196 .0,77=
B-1
B-2
B
-2
V etanol=10,49133ml
V aquadest=2,50867 ml
i. %W = 88%W
0,88196 .0,88=
V etanol=11,72054ml
V aquadest=1,27946 ml
B-1
C-1
B-2
B-3
B-3
m=
TD (y) C
65
75
77
78
80
81
456
x2
2304
5625
3969
3025
2304
1681
18908
Xy
3120
5625
4851
4290
3840
3321
25047
x 2
2
n . x
x 2 . yx . xy
c=
6 .25047330 .456
6.18908108900
m=0,0435
c=
18098.456330 .25047
6 .18908108900
c=3,4765
y=0,0435 x+ 3,4765
2. Perhitungan destilat pada hubungan komposisi etanol-air (%W) dengan TD
%W (x) ml
40
41
48
63
55
63
310
2
x
2
n x
n xyx y
m=
m=
6 .23815310 .456
6 .1654996100
m=0,4799
TD (y) C
65
75
77
78
80
81
456
x2
1600
1681
2304
3969
3015
3969
16548
xy
2600
3075
3696
4914
4400
5130
23815
2
x
n . x 2
x 2 . yx . xy
c=
c=
16549.4556310 .23815
6.1654896100
c=51,2039
B-1
C-1
B-2
B-3
y=0,4799 x +51,2039
B-4
B-3
NO
1.
2.
JENIS REAGEN
Kurva Standar
%W etanol
Destilasi
Etanol
Aquadest
KUANTITAS
Basis 13 ml
0,11,22,33,44,55,66,77,88 %W
80 ml
120 ml (5 x 24ml)
TUGAS TAMBAHAN
CATATAN
SEMARANG,
ASISTEN
NIM. 21030114140119
D-1
E-1
selalu memiliki titik didih yang tinggi dibandingkan molekul yang berukuran
hampir sama yang mengandung gugus -O-H atau -N-H. Ikatan hidrogen membuat
molekul lebih melekat (stickier), dan memerlukan lebih banyak energi kalor untuk
memisahkannya.
Etanol, CH3CH2-O-H, dan metoksimetana, CH3-O-CH3, keduanya memiliki rumus
molekul yang sama, C2H6O.
Keduanya memiliki jumlah elektron yang sama, dan panjang molekul yang sama.
Dayatarik van der Waals (baik antara gaya dispersi dan dayatarik dipol-dipol)
pada keduanya akan sama.
Bagaimanapun, etanol memiliki atom hirogen yang tertarik secara langsung pada
oksigen dan oksigen tersebut masih memiliki dua pasangan mandiri seperti pada
molekul air. Ikatan hidrigen dapat terjadi antara molekul etanol, meskipun tidak
seefektif pada air. Ikatan hidrogen terbatas oleh fakta bahwa hanya ada satu atom
hidrogen pada tiap molekul etanol dengan cukup muatan +.
Pada metoksimetana, pasangan mandiri pada oksigen masih terdapat disana, tetapi
hidrogen tidak cukup + untuk pembentukan ikatan hidrogen. Kecuali pada
beberapa kasus yang tidak biasa, atom hidrogen tertarik secara langsung pada
atom yang sangat elektronegatif untuk menjadikan ikatan hidrogen.
E-1
Indeks bias
Indeks bias pada medium didefinisikan sebagai perbandingan antara kecepatan
cahaya dalam ruang hampa udara dengan cepat rambat cahaya pada suatu
E-2
medium[1].
Secara matematis, indeks bias dapat ditulis:
di mana:
n = indeks bias
c = kecepatan cahaya dalam ruang hampa (299,792,458 meter/detik)
= cepat rambat cahaya pada suatu medium
Indeks bias tidak pernah lebih kecil dari 1 atau (n 1).
E-1
E-3
[2](nm)
Hampa udara
1 (exactly)
Udara @ STP
1.0002926
Ref.
589.29
1.000293
[3]
Helium
589.29
1.000036
[3]
Hidrogen
589.29
1.000132
[3]
[4]
Karbon dioksida
589.29
1.00045
[5] [6]
Cairan @ 20 C
Benzena
589.29
1.501
[3]
Air
589.29
1.3330
[3]
589.29
1.361
[3]
Karbon tetraklorida
589.29
1.461
[3]
Karbon disulfida
589.29
1.628
[3]
Intan
589.29
2.419
Strontium titanate
589.29
2.41
Ambar
589.29
1.55
[3]
Fused silica
589.29
1.458
[3]
Natrium klorida
589.29
1.50
[3]
Pyrex
1.470
[7]
Sapphire
1.7621.778
Es
1.31
Cryolite
1.338
Aseton
1.36
Material lain
E-1
NO
DIPERIKSA
TANGGAL
KETERANGAN
TANDA TANGAN
E-5
E-1
1.
18 Mei 2016
18 Mei 2016
ACC
2.
E-1