Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Anestesi
Sejak pertama kali ditemukan oleh William Thomas Green Morton pada
tahun 1846, anestesi terus berkembang pesat hingga sekarang. Saat itu ia sedang
memperagakan pemakaian dietil eter untuk menghilangkan kesadaran dan rasa
nyeri pada pasien yang ditanganinya. Ia berhasil melakukan pembedahan tumor
rahang pada seorang pasien tanpa memperlihatkan gejala kesakitan. Karena pada
saat itu eter merupakan obat yang cukup aman, memenuhi kebutuhan, mudah
digunakan, tidak memerlukan obat lain, cara pembuatan mudah, dan harganya
murah. Oleh karena itu eter terus dipakai, tanpa ada usaha untuk mencari obat
yang lebih baik. Setelah mengalami stagnasi dalam perkembangannya selama 100
tahun setelah penemuan morton barulah kemudian banyak dokter tertarik untuk
memperlajari bidang anestesiologi, dan barulah obat-obat anestesi generasi baru
muncul satu-persatu (Mangku dan Senapathi, 2010) Anastesi berasal dari bahasa
Yunani yaitu An berati tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi. Sehingga
anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa atau sensasi tanpa atau disertai
dengan hilangnya kesadaran. Anestesi adalah keadaan tanpa rasa (without
sensation) tetapi bersifat sementara dan dapat kembali kepada keadaan semula.
(Sudisma et al., 2006)
Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen yaitu hipnotik
(tidak sadarkan diri = mati ingatan), analgesi (bebas nyeri = mati rasa), dan
relaksasi otot rangka (mati gerak) (Mangku dan Senapathi, 2010) Untuk
mencapai ke tiga target tersebut dapat digunakan hanya dengan mempergunakan
satu jenis obat, misalnya eter atau dengan memberikan beberapa kombinasi obat
yang mempunyai efek khusus seperti tersebut di atas, yaitu obat yang khusus
sebagai hipnotik, khusus sebagai analgesi, dan khusus sebagai obat pelumpuh
otot. Ketiga target anestesia tersebut populer disebut dengan Trias anestesi
(Mangku dan Senapathi, 2010)
Analgesi
Relaksasi
Sedasi
10
2.2.
Anestesi Umum
Anestesi umum adalah subtansi yang dapat mendepres susunan saraf pusat
hilangnya tonus otot, terdepresnya medulla oblongata sebagai pusat respirasi, dan
vasomotor, dan bila terjadi overdosis hewan akan mengalami kematian. (Sudisma
et al., 2006).
Menurut Sudisma, et al. (2006), agen anestesi umum dapat digunakan
melalui injeksi, inhalasi, atau melalui gabungan injeksi dan inhalasi. Anestesi
umum inhalasi yang sering digunakan pada hewan adalah halotan, isofluran,
sevofluran, desfluran, diethyl eter, dan nitrous oksida. Anestesi umum yang
diberikan
secara
(thiopental,
methohexical,
dan
11
Anestesi umum
Injeksi
Barbiturat Short-Acting
(pentobarbital) Ultrashortacting (Thiopental,
M ethohexical
Profol
Inhalasi
Cyclohexamin :
Ketamin
Tiletamin
Dietyl Eter
Etomidat
Ca mpuran Halogen :
Is ofluran, Halotan,
Metoksifluran, Sevofluran,
Des fluran
Nitrous Oxide
12
2.3.
Obat-Obat Anestesi
Keadaan anestesia dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan dan
secara fisik melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-obat anestesi umunya
diklasifikasikan berdasarkan cara penggunaanya, yaitu :
1. Topikal, misalnya melalui kutaneus atau membran mukosa
2. Injeksi seperti intravena, subkutan, intramuskuler, dan intraperitoneal
3. Gastrointestinal misalnya secara oral atau rektal
4. Respirasi atau inhalasi, (Adam, 2001)
Dalam penelitian ini digunakan 3 jenis obat anestesi yaitu Atropin,
Ketamin , dan Xilasin.
2.3.1. Atropin
Atropin berasal dari golongan antikolinergik yaitu obat yang berkhasiat
menekan/menghambat aktivitas kolinergik atau parasimpatis. Atropin merupakan
protipe tersier dari agen amin muskarinik. Atropin merupakan kristal tidak
bewarna dan tidak berbau, atau putih, bubuk kristalin. Atropin dalam injeksi
dilaporkan kompatibel dengan beberapa agen berikut seperti, benzquinamide
HCl,
butorphanol
tartat,
chlorpromazine
HCl,
cimetidin
HCl
(tanpa
kompatibel
methohexital sodium,
dengan
norepinephrin
bitartat,
metarominol
bitartat,
Kompatibilitasnya bergantung
pada faktor pH, konsentrasi, temperatur dan diluent yang digunakan. (Plumbs,
2005).
Mekanisme kerja asetilkolin pada organ yang diinervasi serabut saraf
otonom para simpatis atau serabut saraf yang mempunyai neurotransmitter asetil
kolin. Obat ini menghambat muskarinik secara kompetitif yang ditimbulkan oleh
13
asetil kolin pada sel efektor organ tertentu pada kelenjar eksokrin, otot polos, dan
otot jantung, namun efek yang lebih dominan pada otot jantung, usus, dan
bronkus (Mangku dan Senapathi, 2010).
Menurut
Plumb
(2005),
atropin
seperti
agen
muskarinik
lainnya,
pada
autonomik
ganglia
dan
pada
ikatan
neuromukuler.
Efek
dan
mengakibatkan
dilatasi
meningkatkan
frekuensi
keringat
dan
dihambat.
menghambat
jantung.
Dosis
Pada
dosis
akomodasi
tinggi
akan
moderat atropin
pada
pupil,
menurunkan
dan
motilitas
penyakit obstruksi
2.3.2.
Ketamin
Ketamin
acting non barbiturat general anesthesia yang populer disebut ketalar sebagai
14
nama dagang. Pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carsen, tahun 1965,
yang digunakan sebagai obat anestesi umum (Mangku dan Senapathi, 2010).
Ketamin berwarna putih, berbentuk kristal, mendidih pada suhu 258-261o C,
karakteristiknya berbau, dan akan mengalami presipitasi pada pH yang tinggi.
Ketamin dapat bercampur secara kompatibel dalam spuit yang sama, namun
jangan mencampur ketamin dengan barbiturat atau dizepam dalam satu spuit atau
intravena yang sama karena presipitasi dapat terjadi (Plumb, 2005).
Mempunyai efek anelgesia yang sangat kuat, akan tetapi efek hipnotiknya
lemah dan disertai dengan efek disosiasi. Pada mata obat ini menimbulkan
lakrimasi, nistagmus, dan kelopak mata terbuka secara spontan. Pada jantung
dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung. Dan pada otot dapat
menimbulkan kejang-kejang (Mangku dan Senapathi, 2010)
Menurut Plumb (2005), ketamin adalah anestesi umum dengan aksi yang
cepat, juga memiliki aktivitas analgesik yang signifikan dan efek depresannya
pada jantung kurang. Diperkirakan untuk induksi kedua anestesi secara fungsional
mengganggu CNS melalui stimulasi berlebih pada CNS atau menginduksi bagian
kataleptik. Ketamin menghambat GABA (gamma amino butiric acid) dan juga
dapat memblok serotonin, norepineprin, dan dopamin pada CNS. Sistem
thalamoneocrotical ditekan ketika sistem limbik aktif. Induksi anestetik pada
stadium I dan II, tapi tidak pada stadium III. Pada kucing, dapat menyebabkan
efek hypotermik ringan, temperatur tubuh turun rata-rata 1,60 C setelah pemberian
obat. Efeknya pada tonus otot dilaporkan bervariasi, tapi ketamin umumnya dapat
menyebabkan peningkatan tonus otot atau tidak sama sekali. Ketamin tidak
menghilangkan reflek pinnal dan pedal, baik photik, korneal, laringeal ataupun
reflek
pharingeal.
cardiac output, frekuensi jantung, rataan tekanan aortik, tekanan arteri pulmonari,
dan tekanan venosus sentral. Efeknya pada seluruh daya tahan peripheral
dilaporkan bervariasi. Efek kardiovaskuler secara sekunder dapat meningkatkan
tonus sympathetik, ketamin juga memiliki efek negatif pada inotropik jika sistem
15
secara
relatif kontraindikasinya
ketika
tekanan
intraokuler
meningkat dan prosedur yang melibatkan pharing, laring, atau trakea. Hewan
yang kehilangan darah secara signifikan, pemberian
dikurangi.
Untuk
direkomendasikan
Tidak
namun
diperkenankan
pada
pemberian
prosedur
pakan
atau
air
menjelang
tidak
direkomendasikan
dalam
penggunaan
ketamin
dengan
halothan.
dan
tobucurrarin)
dapat
menyebabkan
peningkatan
atau
16
xilasin-ketamin
edema
pulmonary, dan depresi respiratori pada anjing. Obat ini harus dikombinasikan
dengan hati-hati (Plumb, 2005).
2.3.3. Xilasin
Xilasin
merupakan
golongan
alpha2 -adrenergic
agonist,
digunakan
sebagai sedatif dan analgesik pada beragam spesies, namun penggunaannya pada
kucing dapat menimbulkan emetik (muntah). Xilasin dilaporkan kompatibel
dicampur
dengan
beberapa
obat
seperti
acepromazine,
buprenorphine,
diklasifikasikan
sebagai
sedatif/analgesik
dengan
kemampuan
17
CNS. Xilasin menyebabkan relaksasi otot rangka melalui jalur sental termediasi
(central mediated pathaways). Emesis (muntah) sering dijumpa pada kucing dan
kadang-kadang juga dijumpai pada anjing yang diberi xilasin. Ketika melalui
mediasi sentral, baik dopaminergik bloker (seperti, phenotiazine) maupun alphablokers (yohimbine, tolazoline) memblok efek emetik. xilasin tidak menyebabkan
muntah pada kuda, sapi, domba atau kambing. xilasin menekan mekanisme
thermolegulatori. (Plumb, 2005)
Efek
pada
sistem kardiovaskuler
meliputi peningkatan
inisial total
18
turun,
dan
urinasi
meningkat.
Dapat
dikombinasikan
dengan
yohimbin,
secara tunggal akan menimbulkan relaksasi otot yang jelek, dan bahkan pada
anjing akan menimbulkan kekejangan otot dengan durasi kerja yang singkat.
Penambahan golongan alpha-2
yang
merupakan
obat
antimuskarinik
digunakan
untuk
mengurangi salivasi dan sekresi bronchial, dan untuk melindungi serta mencegah
19
mencegah
digunakan
untuk
efek
samping
muskarinik
mengembalikan
pengaruh
dari
antikolinesterase,
non-depolarisasi
yang
obat-obat
penyuntikan sampai awal terjadinya anestesia yaitu hilangnya rasa sakit (dijepit,
pada telinga, ekor, dan interdigiti), hilangnya reflek (palpebral, pupil, dan pedal)
dan bola mata menuju ventrocanthus. Lama anestesi (duration of actions) adalah
waktu yang diukur dari mulai kejadian anestesia sampai hewan mulai sadar yaitu
ada tidaknya gerakan (ekor, kaki, telinga atau kepala), ada tidaknya respon rasa
sakit (dijepit dengan pinset pada telinga, ekor, dan interdigiti), ada tidaknya suara
dari hewan, ada tidaknya reflek (palpebral, pupil, dan pedal). Waktu pemulihan
(recovery) adalah waktu yang diukur dari hewan mulai sadar sampai hewan bisa
berdiri dengan keempat kaki (Sudisma et al., 2012).
Atropin diberikan 15-30 menit sebelum induksi, namun efek muncul 10
menit setelah injeksi intramuskuler dengan masa durasi sekitar 2 jam. Dilatasi
pupil ditemukan selama fase pemulihan, jadi tempat harus terlindung dari cahaya
langsung (Sawyer, 2007). Dalam pelaksanaan pembedahan, induksi ketamin
muncul 1-8 menit setelah injeksi intramuskuler, dan fase pemulihannya selama 5
jam. Induksi ketamin dapat dilakukan baik injeksi intramuskuler atau intravena.
Jika obat diberikan 10-20 mg/kg diberikan secara intamuskuler, efek onsetnya
akan muncul 1-2 menit pertama, namun jika diberikan secara intravena dengan
20
dosis 1-2 mg/kg akan menimbulkan onset yang lebih cepat, namun durasinya
akan lebih pendek dari pada injeksi intramuskuler. Prosedur terakhir (intavena)
dapat dilakukan untuk prosedur yang memerlukan waktu kurang dari 30 menit,
tapi akan diikuti dengan fase pemulihan 2-6 jam (Alex, 2010). Sedangkan
Edwins (2007), melaporkan Injeksi ketamin dengan xilasin sebagai premedikasi
secara intramuskuler menghasilkan waktu induksi 5 menit setelah injeksi, durasi
25 menit, dan masa pemulihan 30 menit pada anjing.
Pemberian xilasin secara tunggal pada anestesi epidural pada kuda,
menghasilkan induksi 15 menit dengan durasi 2-5 jam. (Alex, 2010). Luna, et al.
(2000), melaporkan kombinasi anestesi xilasin dan ketamin dengan premedikasi
Methotrimprazin secara intramuskuler menghasilkan waktu induksi 6 menit
dengan durasi 52 menit dan waktu pemulihan sekitar 95 menit, namun pemulihan
dengan menggunakan kombinasi methotrimprazin, romifidin, dan ketamin adalah
132 menit. Namun dalam penelitian Abbasi et al. (2014), Xilasin secara intravena
memiliki masa induksi sekitar 93-113 detik setelah penyuntikan, dengan durasi
62-68 menit.
21
Injeksi subkutan hanya sesuai untuk obat noniritant. Efek sirkulasi lokal yang
terjadi seperti menjadi panas, dehidrasi, dan shock hipovolemik (Christic et al.,
2008). Keuntungan pemberian injeksi subkutan efeknya lebih cepat dan teratur.
Khususnya suntikan secara subkutan,dimana absorpsinya terjadi lambat dan
konstan sehingga efeknya dapat bertahan lama (Darma et al., 2013). Menurut
Wanamaker (2004), wilayah intrascapular adalah area yang sebaiknya dihindari
ketika pemberian obat subkutan.
2.6.
mengubah
transmisi
di
neuron.
Di
samping
asetilkolin
22
mempengaruhi saluran ion. Akhirnya teori yang masih bisa diterima sampai saat
ini adalah teori saluran ion yang dipengaruhi oleh neurotransmitter dan reseptor.
Anestesi kan bekerja mempengaruhi 2 jenis reseptor yaitu,
1. Reseptor GABA (gamma amino butyric acid) terutama reseptor GABAA merupakan reseptor inhibiratori
2. Reseptor glutamat merupakan reseptor eksitatori pada sub tipe NMDA
(n-methyl d-aspartat)
sangat
menyebabkan
kuat
pada
terjadinya
reseptor
analgesik
glutamat
kuat.
subtipe
(Miller,
(NMDA)
2010).
Anestesi
sehingga
umum
meningkatkan kerja GABA dan menginduksi saluran ion Cl. Secara umum pada
dosis yang tinggi, anestesi secara langsung mengaktivasi reseptor GABA-A
23
dihambat adalah fungsi yang kompleks, dan yang paling akhir dihambat adalah
medula oblongata tempat pusat vasomotor dan pernapasan. Anestesi umum
dibagi menjadi 4 stadium, yaitu stadium I (anelgesia), stadium II (eksitasi),
stadium III
(pembedahan),
Stadium I (Anelgesia)
Stadium anelgesia dimulai sejak pemberian anestetik sampai hilangnya
kesadaran. Pada stadium ini pasien tidak lagi merasakan nyeri (anelgesia), tetapi
masih sadar (Gunawan, et al, 2011). Pernapasan masih dipengaruhi kemauan dan
keras, frekuensi nafas, dan pulsus meningkat, pupil melebar, terjadi urinasi, dan
defekasi (Sudisma et al., 2006)
2.7.2 Stadium II (Eksitasi)
Stadium
pernapasan
ini
yang
dimulai
sejak
hilangnya
kesadaran
teratur
yang
merupakan
tanda
sampai munculnya
dimulainnya
stadium
pembedahan. Pada stadium ini, hewan tampak mengalami delirium (sensasi) dan
eksitasi dengan gerakan diluar kehendak (meronta-ronta). Pernapasan tidak
teratur, kadang-kadang apnea dan hiperpnea, tonus otot rangka meningkat,
kadang sampai mengalami inkontinesia, dan muntah. Hal ini terjadi karena
hambatan pada pusat inhibisi. Pada stadium ini dapat terjadi kematian, maka pada
stadium ini harus diusahakan cepat dilalui (Gunawan et al., 2011). Menurut
Sudisma et a.l (2006), pada tahap ini kehilangan kesadaran, respon terhadap
stimulasi meningkat (hewan masih berteriak di bawah sadar), gerakan kaki ke
belakang masih keras, nafas singkat dan tidak teratur, reflek menelan, dan
muntah, masih ada, dan reflek batuk masih ada.
24
2.7.3
sedikit
perubahan
pada
sifat
respirasinya
sampai
tingkat
25
masih ada tetapi lemah. Menurut Welsh (2009), pada tingkat 2 dan 3 ini
prosedur pembedahan yang paling memuaskan.
c. Tingkat
frekuensi
meningkat, amplitudo menurun, ada antara yang jelas pada inspirasi dan
ekspirasi (kelihatan berhenti sebentar), inspirasi thorak ringan, ritme
pernafasan terganggu jika masuk stadium selanjutnya, pada anjing dan
kucing bola mata menuju ke tengah, reflek pedal hilang, otot abdomen
relaksasi. Pernapasan perut lebih nyata dari pernapasan dada karena otot
interkostal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupil mata lebar
tetapi belum maksimal (Gunawan et al., 2011). Menurut Mangku dan
Senapathi (2010), pada stadium inilah optimal dilakukan operasi.
26
(sekresi air mata terhenti), pernafasan melemah akhirnya hewan mati, warna
mukosa mulut, mata, dan lidah menjadi abu-abu.
Tabel 1 : Reaksi Anestesi, Menurut Stadiumnya.
Stadium
Anastesia
I
Depresi CNS
Warna Mukosa
Ukuran Pupil
Kortek Sensori
II
Motor Kortek
III Plane 1
Otak tengah
III Plane 2
Spinal Cord
N/Kemerahmerahan
Kemerahmerahan
Kemerahmerahan/N
N
III Plane 3
Spinal cord
N/pucat
Miosis
III Plane 4
Spinal cord
Pucat
IV
Medulla
Pucat/cyanotik
Stadium
Anestesi
I
Pulsus
II
III
III
III
III
IV
Plane
Plane
Plane
Plane
1
2
3
4
Cepat/ti
nggi
Cepat/ti
nggi
N
N
Turun
Turun
shock
Reflek
Palpebrae
+
Reflek
Cornea
+
Pernafasan
Kecil
Aktivitas Bola
Mata
Dibawah sadar
Dilatasi
Meningkat
Irreguler
Lebih kecil
Meningkat
Pelan/reguler
Miosis
Pelan/reguler
Lebih besar
Terfiksir,
rotasi ventral
Rotasi
ke
ventral
Sentral
Midriatik
Sentral
Kedangkalan
Batuk
Abdominal
Abdominal
dangkal
Tidak ada
Reflek
Pedal
+
Kecil
-
+
Kecil
-
+
-
+
-
Cepat/irrreguler
semakin
Keterangan
Analgesi
Unconscious
Reflek
anal
kecil sekali
Sphinter
anal
relaksasi