Você está na página 1de 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori ilmu yang berkembang pada abad modern menunjukkan telah terjadi
perceraian antara ilmu dan agama. Akibatnya, berbagai aliran pemikiran/ideologi
muncul yang menentang agama Kristen dan Yahudi yang dominant di Barat.
Ajaran agama semakin terpinggirkan dan tidak bisa lagi dikaitkan dengan ilmu
pengetahuan sebagaimana yang terjadi pada zaman pertengahan Barat. Makalah
ringkas ini akan memaparkan konsep ilmu dalam Islam dan mengaitkannya
dengan persoalanpersoalan krisis epistemologis sehingga diperlukan solusi-solusi
untuk mengatasi persoalanpersoalan tersebut.
Sebagaimana firman Allah Swt
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. Al-Mujaadillah:11)
Rasulullah Saw, bersabda:
yang artinya: "Barang siapa yang ingin sukses dalam kehidupan

dunianya,

hendaklah (dicapai) dengan ilmu, barang siapa yang ingin selamat di akhirat
nanti hendaklah dengan ilmu dan barang siapa yang ingin sukses dalam
menghadapi kedua-duanya (dunia dan akhirat) maka hendaklah pula dicapai
dengan ilmu."

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Tentang Pengertian ilmu pengetahuan ?
2. Mengetahui Tentang Islam dan Konsep Ilmu ?
3. Mengetahui Tentang Hubungan Ilmu Pengetahuan Dengan Al-Quran ?
4. Mengetahui Tentang Ilmu Pengetahuan di barat ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Pengetahuan


Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu (alima, yalamu, ilman) yang berarti
mengerti, memahami benar-benar. Ilmu dari segi Istilah ialah Segala pengetahuan
atau kebenaran tentang sesuatu yang datang dari Allah Subhanahu wa Taala yang
diturunkan kepada Rasul-rasulnya dan alam ciptaannya termasuk manusia yang
memiliki aspek lahiriah dan batiniah.
Ilmu dalam bahasa Inggris disebut (science) , Pengetahuan (knowledge)
adalah bagian yang esensial- aksiden manusia, karena pengetahuan adalah buah
dari "berpikir". Berpikir ( atau natiqiyyah) adalah sebagai differentia ( atau
fashl) yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya,yaitu hewan. Dan
sebenarnya kehebatan manusia dan

barangkali "keunggulannya dari spesies-

spesies lainnya karena pengetahuannya. Sedangkan pengertian ilmu yang


terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang
yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Ilmu ialah deskripsi data pengalaman secara lengkap dan tertanggung jawabkan
dalam rumusan-rumusannya yang sesederhana mungkin.
Berfikir pada dasarnya merupakan sebuah proses yang membuahkan
pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti
jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Gerak pemikiran ini dalam kegiatannya mempergunakan
lambang yang merupakan abtraksi dari objek yang sedang kita pikirkan. Bahasa
adalah salah satu lambing tersebut dimana objek-objek kehidupan yang konkrit
dinyatakan dengan kata-kata dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Pengetahun
ini merupakan produk kegiatan berfikir yang merupakan obor peradaban dimana
manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup dengan lebih sempurna.

B. Islam Dan Konsep Ilmu


Islam sangat menghargai sekali ilmu. Allah berfirman dalam banyak ayat
al-Quran supaya kaum Muslimin memiliki ilmu pengetahuan. Al-Quran, alHadits Dan para sahabat menyatakan supaya mendalami ilmu pengetahuan. Allah
berfirman yang artinya : Katakanlah Apakah sama, orang-orang yang
mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Hanya orang-orang yang
berakal sajalah yang bisa mengambil pelajaran. Allah juga berfirman yang
artinya : Allah mengangkat orang-orang yang beriman dari pada kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa derajat.
Selain al-Quran, Rasulullah saw juga memerintahkan kaum Muslimin
untuk menuntut ilmu. Rasulullah saw juga menyatakan orang yang mempelajari
ilmu, maka kedudukannya sama seperti seorang yang sedang berjihad di medan
perjuangan.
Rasulullah saw bersabda:



Artinya:Barangsiapa
mendatanginya

kecuali

yang

mendatangi

untuk

kebaikan

masjidku
yang

ini,

akan

yang

dia

tidak

dipelajarinya

atau

diajarkannya, maka kedudukannya sama dengan mujahid di jalan Allah. Dan


siapa yang datang untuk maksud selain itu, maka kedudukannya sama dengan
seseorang yang melihat barang perhiasan orang lain. (HR. Ibnu Majah dari Abu
Hurairah). Isnadnya hasan, dan disahihkan oleh Ibnu Hibban.
Rasulullah saw juga bersabda:


Artinya:Barangsiapa yang pergi menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah
sampai dia kembali. (HR. Timidzi).
Rasulullah saw juga bersabda:
yang artinya: Barang siapa melalui satu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah
akan memasukkannya ke salah satu jalan di antara jalan surga, dan
sesungguhnya malaikat benar-benar merendahkan sayap-sayapnya karena ridha

terhadap penuntut ilmu, dan sesungguhnya seorang alim benar-benar akan


dimintakan ampun oleh makhluk yang ada di langit dan di bumi, bahkan ikanikan di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan seorang alim atas seorang abid
(ahli ibadah) adalah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintangbintang yang ada. Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan
sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan Dinar ataupun dirham, mereka hanya
mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya, maka hendaklah dia
mengambil bagian yang banyak. (HR. Abu Daud).
Selain al-Quran dan al-Hadist, para sahabat juga menyatakan bahwa
sangat penting bagi kaum Muslimin memiliki ilmu pengetahuan. Seperti Ali bin
Abi Talib ra., berkata : Ilmu lebih baik dari pada harta, oleh karena harta itu
kamu yang menjaganya, sedangkan ilmu itu adalah yang menjagamu. Harta akan
lenyap jika dibelanjakan, sementara ilmu akan berkembang jika diinfakkan
(diajarkan). Ilmu adalah penguasa, sedang harta adalah yang dikuasai. Telah mati
para penyimpan harta padahal mereka masih hidup, sementara ulama tetap hidup
sepanjang masa. Jasa-jasa mereka hilang tapi pengaruh mereka tetap
ada/membekas di dalam hati.
Muaz bin Jabal ra. mengatakan: Tuntutlah ilmu, sebab menuntutnya
untuk mencari keridhaan Allah adalah ibadah, mengetahuinya adalah khasyah,
mengkajinya

adalah

jihad,

mengajarkannya

kepada

orang

yang

tidak

mengetahuinya adalah sedekah dan mendiskusikannya adalah tasbih. Dengan


ilmu, Allah diketahui dan disembah, dan dengan ilmu pula Alah diagungkan dan
ditauhidkan. Allah mengangkat (kedudukan) suatu kaum dengan ilmu, dan
menjadikan mereka sebagai pemimpin dan Imam bagi manusia, manusia
mendapat petunjuk melalui perantaraan mereka dan akan merujuk kepada
pendapat mereka.
Selain pentingnya ilmu, para ulama kita juga memadukan ilmu dengan
amal, fikir dan zikir, akal dan hati. Kondisi tersebut tampak jelas dalam contoh
kehidupan para ulama kita, seperti Abu Hanifah, Imam Syafii dan Imam Bukhari.
Al-Hakam bin Hisyam al-Tsaqafi mengatakan: Orang menceritakan kepadaku di
negeri Syam, suatu cerita tentang Abu Hanifah, bahwa beliau adalah seorang

manusia pemegang amanah yang terbesar. Sultan mau mengangkatnya menjadi


pemegang kunci gudang kekayaan Negara atau memukulnya kalau menolak.
Maka Abu Hanifah memilih siksaan daripada siksaan Allah Taala. AlRabi
mengatakan: Imam Syafii menghkatamkan al-Quran misalnya, dalam bulan
Ramadhan, enam puluh kali. Semuanya itu dalam shalat.
Imam Bukhari menyatakan: (Aku tidak menulis hadist dalam kitab Sahih
kecuali aku telah mandi sebelum itu dan telah shalat dua rakaat).
Bukan saja dalam ilmu-ilmu agama, ulama kita yang berwibawa telah
mewariskan kita berbagai karya yang sehingga kini masih selalu kita rasakan
manfaatnya. Dalam bidang ilmu pengetahuan umum pun, para pemikir Muslim
terdahulu sangat berperan. Al-Khawarizmi, Bapak matematika, misalnya, dengan
gagasan al-jabarnya telah sangat mempengaruhi perkembangan ilmu matematika.
Tanpa pemikiran al-Khawarizmi, tanpa sumbangan angka-angka Arab, maka
sistem penulisan dalam matematika merupakan sebuah kesulitan. Sebelum
memakai angka-angka Arab, dunia Barat bersandar kepada sistem angka Romawi.
Terbayang oleh kita betapa rumit, dan bertele-telenya sistem penulisan
angka Romawi. Dengan penggunaan angka-angka Romawi, maka akan banyak
memakan waktu dan tenaga untuk mengoperasikan sistem hitungan. Seandainya
dunia Barat masih berkutat dengan menggunakan angka Romawi, tentunya
mereka masih mundur. Sebabnya, angka Romawi tidak memiliki kesederhanaan.
Namun, disebabkan sumbangan angkaangka Arab, disebabkan sumbangan
pemikiran al-Khawarizmi, maka pengerjaan hitungan yang rumit pun menjadi
lebih sederhana dan mudah. Menarik untuk dicermati, al-Khawarizmi menulis
karyanya dalam bidang matematika karena didorong oleh motivasi agama untuk
menyelesaikan persoalan hukum warisan dan hukum jual beli.
Selain itu, masih banyak lagi pemikir Muslim yang sangat berperan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan. Salah seorang diantaranya adalah Ibn Sina.
Ketika baru berusia 21 tahun, beliau telah menulis al-Hasil wa al-Mahsul yang
terdiri dari 20 jilid. Selain itu, beliau juga telah menulis al-Shifa (Penyembuhan),
18 jilid al-Qanun fi al-Tibb (KaidahKaidah dalam Kedokteran), 14 jilid Al-Insaf

(Pertimbangan), 20 jilid al-Najat (Penyelamatan), 3 jilid dan Lisan al Arab


(Bahasa Arab), 10 jilid.
Karyanya al-Qanun fi al-Tibb telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
di Toledo Spanyol pada abad ke12. Buku al-Qanun fi al-Tibb dijadikan buku teks
rujukan utama di universitas-universitas Eropa sampai abad ke17. Disebabkan
kehebatan Ibn Sina dalam bidang kedokteran, maka para sarjana Kristen
mengakui dan kagum dengan Ibn Sina. Seorang pendeta Kristen, G.C. Anawati,
menyatakan: Sebelum meninggal, ia (Ibnu Sina) telah mengarang sejumlah
kurang lebih 276 karya. Ini meliputi berbagai subjek ilmu pengetahuan seperti
filsafat,

kedokteran,

geometri,

astronomi,

musik,

syair,

teologi,

politik,matematika, fisika, kimia, sastra, kosmologi dan sebagainya.


Disebabkan kehebatan kaum Muslimin dalam bidang ilmu pengetahuan,
maka sebenarnya pada zaman kegemilangan kaum Muslimin, orang-orang Barat
meniru kemajuan yang telah diraih oleh orang-orang islam. Jadi, kegemilangan
Barat saat ini tidak terlepas dari pada sumbangan pemikiran kaum Muslimin pada
saat itu. Hal ini telah diakui oleh para sarjana Barat.
Selain itu, para ulama kita dahulu menguasai beragam ilmu. Fakhruddin
al-Razi, misalnya, menguasai al-Quran, Al-Hadith, tafsir, fiqh, usul fiqh, sastra
arab, perbandingan agama, logika, matematika, fisika, dan kedokteran. Bukan
hanya al-Quran dan al-Hadits yang dihafal, bahkan beberapa buku yang sangat
penting dalam bidang usul fikih seperti al-Shamil fi Usul al-Din, karya Imam alHaramain al-Juwayni, al-Mu tamad karya Abu al-Husain al-Basri dan alMustasfa karya al-Ghazali, telah dihafal oleh Fakhruddin al-Razi.
C. Hubungan Ilmu Pengetahuan Dengan Al-Quran
Pandangan Al-Quran terhadap Ilmu pengetahuan dapat diketahui melalui
wahyu yang pertama diterima oleh Rasulullah SAW yaitu surah Al-Alaq sebagai
berikut:
Artinya:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
7

4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam


5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dari ayat pertama tersebut di atas diperoleh isyarat pula bahwa ada dua
cara memperoleh ilmu, yaitu:
1. Allah mengajarkan dengan pena yang telah diketahui oleh manusia
sebelumnya, dan
2. Mengajarkan kepada manusia tanpa pena yang belum diketahui oleh
manusia sebelumnya.
Cara pertama adalah mengajarkan dengan alat atau atas dasar usaha
manusia dan yang kedua mengajarkan tanpa alat dan tanpa usaha manusia,
walauoun keduanya berbeda, namum satu sumber dari Allah. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa ilmu itu terdiri dari dua macam:
a. Ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia yang sering disebut ilmu Ladunni,
dan
b. Ilmu yang diperoleh karena usaha manusia itu sendiri yang disebut ilmu kasbi.
Manusia dengan ilmunya akan mencapai derajat yang tinggi dan dengan
ilmu manusia menjadi unggul disbanding dengan mahkluk lainnya. Hal ini
tercermin dalam surah Al-Baqarah ayat 31-32 yaitu kisah kejadian manusia:
Artinya:
Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
Kemudian

mengemukakannya

kepada

para

malaikat

lalu

berfirman:

"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orangorang yang benar!"
Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari
apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Dalam ajaran islam terdapat berbagai aspek pengetahuan yaitu aqidah,
fiqh, ahklak, filsafat, sejarah dan lain-lain. Semua aspek itu yang oleh pakarnya
disusun secara sistematis, maka dikenallah berbagai ilmu keislaman seperti ilmu
Tauhid, ilmu fiqh, ilmu tasauf dan lain-lain.

Ilmu salah satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaanpertanyaan. Untuk menghargai ilmu sebagaimana mestinya sesungguhnya kita
harus mengerti apakah hakekat ilmu itu sebenarnya. Seperti kata pribahasa
prancis mengerti berarti memaafkan segalanya maka pengertian yang mendalam
terhadap hakikat ilmu itu, bukan saja akan mengengatkan apresiasi kita terhadap
ilmu namun juga membuka mata kita terhadap berbagai kekurangan. Albert
Einstein menyatakan bahwa hubungan ilmu dengan agama itu sangtlah erat
sebagaimana pernyataanya ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu
adalah lumpuh.
D. Ilmu Pengetahuan Di Barat
Salah satu tantangan pemikiran Islam kontemporer yang dihadapi kaum
Muslimin saat ini adalah problem ilmu. Sebabnya, peradaban Barat yang
mendominasi peradaban dunia saat ini telah menjadikan ilmu sebagai problematis.
Selain

telah

salah

memahami

makna

ilmu,

peradaban

tersebut

telah

menghilangkan maksud dan tujuan ilmu. Sekalipun peradaban Barat modern telah
menghasilkan ilmu yang bermanfaat, namun, tidak dapat dinafikan bahwa
peradaban tersebut juga telah menghasilkan ilmu yang telah merusak khususnya
kehidupan spiritual manusia. Epistemologi Barat bersumber kepada akal dan
pancaindera. Westernisasi ilmu telah menceraikan hubungan harmonis antara
manusia dan Tuhan, sekaligus telah melenyapkan Wahyu sebagai sumber ilmu.
Dalam pandangan Syed Muhammad Naquib al-Attas, Westernisasi ilmu
adalah hasil dari kebingungan dan skeptisisme. Westernisasi ilmu telah
mengangkat keraguan dan dugaan ke tahap metodologi ilmiah, menjadikan
keraguan sebagai alat epistemology yang sah dalam keilmuan, menolak Wahyu
dan kepercayaan agama dalam ruang lingkup keilmuan dan menjadikan spekulasi
filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia
sebagai makhluk rasional sebagai basis keilmuan. Akibatnya, ilmu pengetahuan
dan nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus
berubah.

Naquib al-Attas menyimpulkan ilmu pengetahuan modern yang dibangun


di atas visi intelektual, psikologis budaya dan peradaban Barat dijiwai oleh 5
faktor:
1) Akal diandalkan untuk membimbing kehidupan manusia
2) Bersikap dualistik terhadap realitas dan kebenaran
3) Menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup
sekular
4) Membela doktrin humanisme
5) Menjadikan drama dan tragedi sebagai unsure-unsur yang dominant dalam
fitrah dan eksistensi kemanusiaan.
Adapun ciri-ciri utama ilmu menurut terminologi, antara lain adalah:
1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang bersifat koheren, empiris, sistematis,
dapat diukur dan dibuktikan.
2. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan
pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh
kesatuan ide yang mengacu ke objek yang sama dan saling berkaitan secara
logis.
3. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing
penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalam dirinya sendiri
hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4. Yang sering kali berkaitan dengan konsep ilmu adalah ide bahwa metodemetode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus
terbuka kepada semua pencari ilmu.
5. Ilmu menuntut pengalaman dan berpikir metodis.
6. Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

10

Ada dua cara memperoleh ilmu, yaitu:


1. Allah mengajarkan dengan pena yang telah diketahui oleh manusia
sebelumnya, dan
2. Mengajarkan kepada manusia tanpa pena yang belum diketahui oleh manusia
sebelumnya.
Cara pertama adalah mengajarkan dengan alat atau atas dasar usaha
manusia dan yang kedua mengajarkan tanpa alat dan tanpa usaha manusia,
walauoun keduanya berbeda, namum satu sumber dari Allah. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa ilmu itu terdiri dari dua macam:
a. Ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia yang sering disebut ilmu Ladunni,
dan
b. Ilmu yang diperoleh karena usaha manusia itu sendiri yang disebut ilmu kasbi.
Mengislamkan ilmu bukanlah pekerjaan mudah seperti labelisasi. Selain
itu, tidak semua dari Barat berarti ditolak mentah-mentah. Sebabnya, terdapat
sejumlah persamaan antara Islam dan filsafat dan sains Barat. Oleh sebab itu,
seseorang yang mengislamkan ilmu, ia perlu memenuhi prasyarat, yaitu ia harus
mampu mengidentifikasi pandangan hidup Islam sekaligus mampu memahami
dan menyesuaikan dengan budaya dan peradaban islam itu sendirit. Jadi,
Pandangan hidup dalam Islam adalah visi mengenai realitas dan kebenaran,
tentang dunia dan akhirat, yang mana aspek dunia harus dihubungkan dengan cara
yang sangat mendalam kepada aspek akhirat, dan aspek akhirat memiliki
signifikansi yang terakhir dan final. Realitas dan kebenaran dalam Islam bukanlah
semata-mata fikiran tentang alam fisik dan keterlibatan manusia dalam sejarah,
sosial, politik dan budaya sebagaimana yang ada di dalam konsep Barat sekular
mengenai dunia, yang dibatasi kepada dunia yang dapat dilihat.
B. Saran
Kami menyadari bahw dalam penyusunan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari para
pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan makalah kami selanjutnya.

11

12

DAFTAR PUSTAKA

Adnin Armas, Fakhruddin al-Razi: Ulama Yang Dokter & filosof Yang
Mufassir, ISLAMIA, April-Juni 2005.
Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Pen. Ismail Yakub, Jakarta . Faizan, 1989.
Budi Yuwono, Ilmuwan Islam Pelopor Sains Modern, Jakarta: Pustaka Qalami,
2005.
diakses

melalui

situs:

http//www,

Keutamaan

Menuntut

Ilmu.

com/viewpaper.php? reques = 32515, 6 Desember 2010


Ibn Hajar al Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh Sahih alBukhari, Kairo: Maktabah
Misr, 1999.
Ibn Qayyim al-Jawzi, Awn alMa bud, sharh Sunan Abid Daud, Ed. Isam al-Din
al-Sababati, Kairo: Dar al-Hadist, 2001,
Indris Khazali, Konsep Ilmu, Bandung: Anjung Ilmu, 2009.
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2001.

13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah tentang Konsep Ilmu Dalam Islam
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita Amin.

Bima,

Oktober 2016

Penulis

i14

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................

1
2

BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.

Pengertian Ilmu Pengetahuan.........................................................


Islam Dan Konsep Ilmu..................................................................
Hubungan Ilmu Pengetahuan Dengan Al-Quran...........................
Ilmu Pengetahuan Di Barat.............................................................

3
4
7
9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan....................................................................................
B. Saran..............................................................................................

11
12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

13

15ii
ii

Você também pode gostar