Você está na página 1de 13

1.

Nona Cantik dating sambil membawa hasil aspirasi jarum halus dengan kesan radang
kronik granulomatous spesifik kemungkinan akibat infeksi tuberkulosa disertai catatan
untuk control ulang aspirasi jarum halus 1 bln setelah terapi.(vvvv)
A. Bagaimana PA mikroskopik dari radang kronik granulomatosa spesifik?
Radang Granulomatous
Radang granulomatous adalah bentuk khas dari radang kronis, terjadi bila neutrofil tidak
mampu mempagosit dan menetralkan agen penyebabnya.Berbeda dengan radang akut, karena
morfologi bentuk ini, tersifat oleh pengumpulan makrofag teraktivasi, yaitu berbentuk seperti
squamous sel (disebut epithelioid cell), limfosit, dan fibrosit dalam jumlah banyak. Bentuk
radang dengan kumpulan makrofag ini disebutgranulomatous inflamation, contoh pada
proses tuberkulosis disebut tuberkel.
Bentuk klasik dari radang granulomatous adalah adanya pusat pengkejuan atau nekrosis
caseasi, dengan dikelilingi cell ephitheloid, giant cell, dikelilingi kumpulan limfosit dan
fibroblast. Secara makroskopis dari granulom adalah bentukan granular (nodular), seperti
keju, disebut caseous necrosis.
Histologi Normal

B. Bagaimana anatomi kelenjar getah bening?

Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula, parakorteks, ketiganya
berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medula merupakan daerah yang
mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteks mengandung sel T. Dalam korteks banyak
mengandung nodul limfatik (folikel), pada masa postnatal, biasanya berisi germinal center.
Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel B didalam germinal centers berubah menjadi sel yang
besar, inti bulat dan anak inti menonjol. Yang sebelumnya dikenal sebagai sel retikulum, selselnya besar yang ditunjukan oleh Lukes dan Collins (1974) sebagai sel noncleaved besar,
dan sel noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan pada limphopoiesis atau
berubah menjadi immunoblas, diluar germinal center, dan berkembang didalam sel plasma.
Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubungkan simpai dengan
kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan alur untuk pembuluh darah dan
syaraf. Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus penetrating yang
juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening didalam sinus penetrating melalui
hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus
cairan ini selanjutnya menuju aliran getah bening eferen.

C. Bagaimana histology dari radang kronik granulomatosa spesifik?

Tuberkel-tuberkel di dalam kelenjar getah bening dikelilingi sel radang limfosit (tanda
panah)
Nekrosis kaseosa di bagian sentral tuberkel (tanda panah)
Secara Mikroskopis sediaan dari KGB, dijumpai tuberkel (granuloma) terdiri dari
nekrosis kaseosa di bagian sentral yang dikelilingi oleh sel-sel epithelioid dengan

infiltrasi sel radang limfosit, sel plasma, fibroblast dan giant cell Langhans serta
PMN.Cairan eksudat sedikit ditemukan, tetapi mungkin ditemukan produksi jaringan ikat
baru yang berasal dari jaringan granulasi. Mungkin juga ditemukan kejadian perusakan
jaringan yang berkelanjutan, yang bersamaan dengan proses regenerasi dan perbaikan
jaringan. Nekrosis jaringan mungkin merupakan gambaran yang mencolok.

Sel datia langhans dan sel epiteloid

infiltrasi sel radang limfosit (tanda panah)

(tanda panah)
D. Bagaimana predileksi dari radang kronik granulomatosa spesifik?
- Paru-paru
- Melalui penyebaran limfogen : Kelenjar limfe regional terdekat
- Melalui penyebaran hematogen : Otak,tulang,dll.
Basil tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut sebagai
TB ekstrapulmoner. Menurut Raviglione (2010), organ ekstrapulmoner yang sering
diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran kemih,
tulang, meningens, peritoneum, dan perikardium.
E. Bagaimana penegakkan diagnosis dari radang kronik granulomatosa spesifik?
1. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Spesimen
untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan
ini kita dapat memastikan adanya basil mikobakterium pada spesimen, diperlukan
minimal 10.000 basil TB agar perwarnaan dapat positif (Mohapatra, 2009; Bayazit,
2004). Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mmcukup untuk membuat hasil kultur positif.

Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus (Mohapatra, 2009). Berbagai media
dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, dan Bactec TB.
Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil kultur. Pada adenitis
tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab tersering, diikuti oleh M.bovis (Bayazit,
2004).
2. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk menunjukkan adanya
reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk antigen mikobakterium pada seseorang.
Reagen yang digunakan adalah protein purified derivative (PPD). Pengukuran
indurasi dilakukan 2-10 minggu setelah infeksi. Dikatakan positif apabila terbentuk
indurasi lebih dari 10 mm, intermediat apabila indurasi 5-9 mm, negatif apabila
indurasi kurang dari 4 mm (Mohapatra, 2009).
3. Pemeriksaan Sitologi
Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi aspirasi
kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsi aspirasi
untuk menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99% (Kocjan, 2001) .
CT scan dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe
intratoraks dan intraabdominal (Sharma, 2004) . Pada pemeriksaan sitologi akan
terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis kaseosa. Muncul kesulitan
dalam pendiagnosaan apabila gambaran konvensional seperti sel epiteloid atau
Langhans giant cell tidak ditemukan pada aspirat. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Lubis (2008), bahwa gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik dapat
digunakan sebagai tambahan karakteristik tuberkulosis selain gambaran epiteloid dan
Langhans giant cell. Didapati bahwa aspirat dengan gambaran sitologi bercak gelap
dengan materi eusinofilik, dapat memberikan hasil positif tuberkulosis apabila
dikultur.
4. Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat dilakukan untuk membantu diagnosis
limfadenitis TB. Foto toraks dapat menunjukkan kelainan yang konsisten dengan TB
paru pada 14-20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada anak-anak
dibandingkan dewasa, yaitu sekitar 15% kasus (Bayazit, 2004). USG kelenjar dapat
menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular atau multipel hipoekhoik yang
dikelilingi oleh kapsul tebal (Bayazit, 2004). Pemeriksaan dengan USG juga dapat
dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran kelenjar (infeksi TB, metastatik,
lymphoma, atau reaktif hiperplasia). Pada pembesaran kelenjar yang disebabkan oleh

infeksi TB biasanya ditandai dengan fusion tendency, peripheral halo, dan internal
echoes (Khanna,2011). Pada CT scan, adanya massa nodus kongl umerasi dengan
lusensi sentral, adanya cincin irregular pada contrast enhancement serta nodularitas
didalamnya, derajat homogenitas yang bervariasi, adanya manifestasi inflamasi pada
lapisan dermal dan subkutan mengarahkan pada limfadenitis TB (Bayazit,2004). Pada
MRI didapatkan adanya massa yang diskret, konglumerasi, dan konfluens. Fokus
nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi pada daerah perifer dibandingkan sentral, dan
hal ini bersama-sama dengan edema jaringan lunak membedakannya dengan kelenjar
metastatik (Bayazit, 2004).
F. Bagaimana pathogenesis dari tuberculosis?
TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap basil
tuberkulosis (Raviglione, 2010). Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi
droplet. Sampai di paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan
mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh makrofag.
Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag
sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen, perkontinuitatum,
bronkogen, bahkan hematogen. Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara
limfogen menuju kelenjar limfe regional di hilus, dimana penyebaran basil TB
tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis)
dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Pada orang yang mempunyai imunitas baik,
3 4 minggu setelah infeksi akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan
membatasi penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam
makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon. Fokus Ghon
bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut dengan kompleks
Ghon. Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, fokus
Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang spesifik
terhadap basil TB. Kedua, fokus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang
didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam
beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit (Datta, 2004).
Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki
imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya imunitas seluler akan
membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan

pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada TB primer, basil TB pada TB
post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu
ke semua organ (Datta, 2004). Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal
merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru
(Mohapatra, 2009).
Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu menginfeksi
paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui
inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan
dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher (Datta, 2004).
Rangkaian kejadian pada tuberkulosis paru primer, yang dimulai dari inhalasi strain
virulen

Mycobacterium

dan

memuncak

pada

terbentuknya

imunitas

dan

hipersensitivas tipe lambat terhadap organisme. A.kejadian yang berlangsung dalam 3


minggu pertama setelah pajanan; B.kejadian sesudahnya. Terbentuknya resistensi
terhadap organisme diikuti oleh uji tuberkulin yang positif.
1. Setelah strain virulen mikobakteri masuk kedalam endosom makrofag, organisme
mampu menghambat respon mikroba normal dengan memanipulasi pH endosom dan
menghentikan pematangan endosom . Hasil akhir manipulasi endosom adalah
gangguan fagolisosom efektif sehingga mikrobakteri berproliferasi tanpa terhambat.
2. Baru-baru ini suatu gen yang disebut NRAMP1 (natural resistance-assosiated
macrophage protein 1) diperkirakan berperan pada perkembangan tuberkulosis
manusia. Protein NRAMP1 adalah satu protein transmembrane di endosom dan
lysosom yang memompa kation divalent ke dalam lysosome. Ini mungkin berperan
pada generasi dari radikal oksigen anti mikrobia. Polimorfisme tertentu pada alele
NRAMP1 telah dibuktikan berkaitan dengan peningkatan insiden tuberkulosis
(terutama diantara orang Amerika Afrika).(34)
3. Oleh karena itu fase dini pada Tb primer (<3 minggu) ditandai dengan proliferasi
basil tanpa hambatan dari makrofag alveolus dan rongga udara sehingga terjadi
bakteriemia dan penyebaran di banyak tempat
4. Timbulnya imunitas seluler sekitar 3 minggu setelah terpajan. Ag mycobacterium
yang telah diproses mencapai kelenjaar getah bening regional dan disajikan dalam

konteks histokompatibilitas mayor oleh makrofag ke sel ThOCD4+ incommitted yang


memiliki reseptor sel T
5. Dibawah pengaruh IL-12 yang dikeluarkan oleh makrofag, sel THO mengalami
pematangan menjadi sel T`CD4+ subtipe TH1 yang mampu mengeluarkan IFN-
6. IFN- sangat penting untuk mengaktifkan makrofag yang akan mengeluarkan
berbagai mediator dengan efek penting.
7. TNF berperan merekrut monosit yang pada gilirannya akan berdiferensiasi menjadi
histiosit epiteloid yang menandai respon granulomatosa
8. IFN- mengaktifkan gen iNOS (inducible nitric oxide synthase (iNOS) yang
menyebabkan meningkatnya kadar Nitrat Oksida ditempat infeksi. NO menyebabkan
terbentuknya zat antara nitrogen reaktif dan radikal bebas lain yang menimbulkan
kerusakan oksidatif pada konsituen mikobakteri
9. Selain mengaktifkan makrofag, sel TCD4+ juga mempermudah terbentuknya sel T
sitotoksik CD8+ yang dapat mematikan makrofag yang terinfeksi oleh tuberkulosis.

G. Bagaimana penatalaksanaan dan terapi radang kronik granulomatosa spesifik?


a. Terapi Non Farmakologis
Pembedahan bukan pilihan terapi yang utama. Prosedur pembedahan yang dapat
dilakukan adalah dengan:
1. Biopsieksisional :Limfadenitis yang disebabkanolehkarena atypical
mycobacteria
2. Aspirasi
3. Insisidandrainase
b. TerapiFarmakologis
PerhimpunanDokterParu Indonesia (PDPI) (2011) mengklasifikasikanlimfadenitis TB
kedalam TB ekstraparudanmendapatterapiObat Anti Tuberkulosis
H. Bagaimana etiologi dari radang kronik granulomatosa spesifik?
Radang kronis granulomatous spesifik yakni kasusnya terjadi pada TBC. Radang ini
disebabkan oleh adanya infeksi dari Mycobacterium tuberculosis.
I. Bagaimana masa inkubasi dari mycobacterium tuberkulosa?
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan
pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak

masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya


berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.
Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 10 3-104, yaitu
jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
J. Bagaimana patofisiologi radang kronik granulomatosa spesifik?
Patolfisiologi Radang Granulomatous
Jenis jenis Peradangan Inflamasi terbagi menjadi 2 berdasarkan waktu kejadiannya:
1. Radang akut
Rentetan bertingkat (kaskade) kejadian pada inflamasi akut diintegrasikan oleh pelepasan
lokal mediator kimiawi. Perubahan vaskular dan rekrutmen sel menentukan tiga dari lima
tanda lokal klasik inflamasi akut. Radang ini ditandai dengan berubahan makroskopik lokal,
yaitu dengan adanya :
Rubor:
Warna kemerahan pada daerah peradangan akibat vasodilatasi.Rubor merupakan hal pertama
yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan.Saat reaksi peradangan timbul, terjadi
pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan.Sehingga lebih banyak darah
yang mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler merenggang dengan cepat terisi penuh
dengan darah.
Kalor:
Daerah peradangan terasa panas akibat vasodilatasi.Kalor terjadi bersamaan dengan
kemerahan dari reaksi peradangan akut.Kalor disebabkan oleh sirkulasi darah yang
meningkat.Darah yang memiliki suhu 37 C disalurkan kepermukaan tubuh yang
mengalamiradang lebih banyak daripada kedaerah normal.
Tumor :
Benjolan akibat penimbunan cairan abnormal di jaringan interstitial atau rongga tubuh yang
dinamakan dengan oeema.Karena radang akut selalu di ikuti oleh extravasasi cairan
kejaringan interstitial maka disebut juga radang exudatif.
Dolor :

Daerah peradangan terasa nyeri akibat iritasi saraf tapi oleh mediator kimia dan penekanan
nerve ending oleh cairan ekstraseluler yang berlebihan.Perubahan pH lokal atau konsentrasi
lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf.Pengeluaran zat seperti histamin
atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf.Rasa sakit disebabkan oleh tekanan yang
meninggi akibat pembengkakanjaringan yang meradang.
Functiolesia :
Berkurangnya fungsi dari organ yang mengalami peradangan, akibat terbentuknya metabolitmetabolit yang merugikan sel-sel yang mengalami trauma dan peningkatan temperatur di
daerah peradangan untuk reaksi biokimia sehingga fungsi organ menurun.

2. Limfadenitis Kronis
Disebabkan oleh infeksi kronis. Infeksi kronis nonspesifik misalnya pada keadaan seseorang
dengan faringitis kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher
(limfadenitis). Pembesaran di sini ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan tidak
nyeri.
Makrofag pada radang kronik
Makrofag merupakan sel yang relatif besar dengan diameter sekitar 30m, bergerak dengan
cara ameboid, memberikan respons terhadap rangsangan kemotaksis tertentu (sitokin dan
kompleks antigen-antibodi) dan mempunyai kemampuan fagositik untuk mencerna
mikroorganisme dan sel debris. Bila dibandingkan dengan neutrofil, makrofag memiliki
jangka waktu hidup yang lebih lama dan kemampuan mencerna material yang lebih banyak
jenisnya.Selain itu, makrofag dapat membatasi organisme (agen asing) yang hidup andaikata
tidak mampu membunuhnya dengan enzim lisosom, contohnya adalah pada Mikobakterum
tuberkulosis dan Mikobakterium lepra.Apabila makrofag kemudian ikut serta dalam reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap organisme tersebut, makrofag sering mengalami
kematian dan melepaskan enzim lisosomnya sehingga menyebabkan nekrosis yang meluas.
Makrofag pada jaringan yang mengalami radang berasal dari monosit darah yang telah
bermigrasi keluar dari pembuluh darah dan mengalami perubahan (aktivasi) di dalam
jaringan.Karena itu makrofag merupakan bagian dari sistem fagosit mononuklear.Pada

jaringan ikat makrofag tersebar secara difus, sedangkan di organ dijumpai makrofag yang
khas seperti sel Kupffer (hati), sel mikroglia (otak) atau makrofag alveolus (paru).
Aktivasi makrofag saat bermigrasi ke daerah yang mengalami peradangan diperlihatkan
dalam bentuk ukurannya yang bertambah besar, sintesis protein, mobilitas, aktivitas fagositik
dan kandungan enzim lisosom yang dimilikinya.Aktivasi ini diinduksi oleh sinyal-sinyal,
mencakup sitokin yang diproduksi oleh limfosit-T yang tersensitisasi (IFN ), endotoksin
bakteri, berbagai mediator selama radang akut dan protein matriks ekstrasel seperti
fibronektin.
Makrofag yang sudah teraktivasi (siap untuk menjalankan proses fagositosis) akan
menghasilkan produk sebagai berikut:
1. Protease asam dan protease netral
Protase asam dan protease netral merupakan mediator kerusakan jaringan pada peradangan.
2. Komponen komplemen dan faktor koagulasi
Makrofag teraktivasi dapat mengeluarkan komponen komplemen dan faktor koagulasi,
meliputi protein komplemen C1-C5, properdin, faktor koagulasi V dan VIII dan faktor
jaringan.
3. Spesies oksigen reaktif dan NO
Spesies oksigen reaktif berfungsi dalam proses fagositosis dan degradasi mikroba.
4. Metabolit asam arakhidonat
Metabolit asam arakhidonat seperti prostaglandin dan leukotrien merupakan mediator dalam
proses peradangan.
5. Sitokin
Sitokin seperti IFN dan , IL 1, 6 dan 8, faktor nekrosis tumor (TNF ) serta berbagai
faktor pertumbuhan yang mempengaruhi proliferasi sel otot polos, fibroblas dan matriks
ekstraselular.
Pada radang kronik, makrofag dapat berakumulasi dan berproliferasi di tempat peradangan.
Limfosit teraktivasi akan mengeluarkan IFN- yang akan mengaktivasi makrofag. Makrofag

teraktivasi, selain bekerja memfagositosis penyebab radang dan mengeluarkan mediatormediator lain, juga akan mengeluarkan IL-1 dan TNF yang akan mengaktivasi limfosit,
sehingga dengan demikian akan membentuk suatu timbal balik antara makrofag dan limfosit,
yang menyebabkan makrofag akan bertambah banyak di jaringan dan menyebabkan
terbentuknya fokus radang. Selain itu makrofag juga dapat berfusi menjadi sel besar berinti
banyak disebut sel Datia.
Selain makrofag, pada peradangan kronik juga ditemukan limfosit, sel plasma, eosinofil dan
sel mast.Limfosit-T dan limfosit-B bermigrasi ke tempat radang dengan menggunakan
beberapa pasangan molekul adhesi dan kemokin yang serupa dengan molekul yang merekrut
monosit.Limfosit dimobilisasi pada keadaan setiap ada rangsang imun spesifik (infeksi) dan
peradangan yang diperantarai nonimun (infark atau trauma jaringan).Telah disebutkan di atas
bahwa aktivasi limfosit memiliki hubungan dengan aktivasi makrofag, menyebabkan
terjadinya fokus radang akibat proliferasi dan akumulasi makrofag di tempat cedera.
Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel limfosit-B yang mengalami diferensiasi
akhir.Sel plasma dapat menghasilkan antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen di
tempat radang atau melawan komponen jaringan yang berubah.
Eosinofil secara khusus dapat ditemukan di tempat radang sekitar terjadinya infeksi parasit
atau bagian reaksi imun yang diperantarai oleh IgE yang berkaitan khusus dengan alergi.
Kedatangan eosinofi dikendalikan oleh molekul adhesi yang sama seperti yang digunakan
oleh neutrofil dan juga kemokin eotaksin yang dihasilkan oleh sel leukosit atau sel epitel.
Granula eosinofil mengandung suatu protein disebut MBP (major basic protein), yaitu suatu
protein kationik bermuatan besar dan bersifat toksik terhadap bakteri.
Adapun sel mast merupakan sel yang tersebar luas dalam jaringan ikat dan dilengkapi oleh
IgE terhadap antigen tertentu. Apabila terpajan dengan antigen tersebut, maka sel mast akan
mengeluarkan histamin dan produk asam arakhidonat yang menyebabkan perubahan vaskular
pada radang akut. Sel mast juga dapat mengelaborasi sitokin seperti TNF yang berperan pada
respons kronik yang lebih besar.

Você também pode gostar