Você está na página 1de 39

2013

BIOINDUSTRI
PENUNTUN PRAKTIKUM
Buku ini diperuntukkan untuk mahasiswa yang mengikuti mata kuliah
Bioindustri. Buku ini diharapkan dapat menuntun mahasiswa dalam
melakukan praktikum. Tidak menutup kemungkinan akan muncul kreativitas
mahasiswa dalam melakukan praktikum, sehingga mahasiswa mendapatkan
hasil praktikum yang lebih memuaskan.

Nyoman Semadi Antara


Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana

PENUNTUN PRAKTIKUM

BIOINDUSTRI

Nyoman Semadi Antara


Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana
2013

Kata Pengantar
Mata kuliah Bioindustri merupakan mata kuliah wajib yang harus diikuti oleh mahasiswa
Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Pada mata kuliah ini diberikan praktikum yang
menunjang kuliah yang dilakukan di ruang kuliah. Untuk memperlancar kegiatan praktikum,
maka disusun buku Penuntun Praktikum Bioindustri. Buku ini diharapkan dapat
mengarahkan mahasiswa dalam pekerjaan laboratorium yang berhubungan dengan proses
bioindustri.
Perkembangan teknologi sangat pesat termasuk teknologi bioindustri. Untuk itu kreativitas
mahasiswa sangat diperlukan dalam pelaksanaan praktikum, sehingga praktikum yang
dilaksanakan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Buku penuntun
ini hanya menjadi pegangan dasar mahasiswa yang perlu terus dikembangkan. Pada saat ini
buku ini baru mengakomodasi 6 topik pekerjaan laboratorium yang harus diselesaikan oleh
mahasiswa dalam satu semester. Besar harapan pengampu mata kuliah agar buku ini
bermanfaat dalam menuntun mahasiswa melaksanakan pekerjaan laboratorium.
Penyusun sangat menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangan untuk dapat
disempurnakan. Untuk itu, masukan dari mahasiswa, kolega sebidang ilmu, dan pembaca
lainnya sangat kami harapkan. Walaupun demikian, penyusun tetap berharap agar buku ini
bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca lainnya.

Denpasar, Februari 2013


Penyusun,
Nyoman S. Antara

Daftar Isi
I.
II.

PENDAHULUAN
SOSIS FERMENTASI BALI (URUTAN)
A. DASAR TEORI
B. TUJUAN PRAKTIKUM
C. PROSEDUR PERCOBAAN
D. TUGAS MAHASISWA
E. BAHAN BACAAN
III. PROSES PEMBUATAN BREM BALI
A. DASAR TEORI
B. TUJUAN PRAKTIKUM
C. PROSEDUR PERCOBAAN
D. TUGAS MAHASISWA
E. BAHAN BACAAN
IV. BIOETANOL
A. DASAR TEORI
B. TUJUAN PRAKTIKUM
C. PROSEDUR PERCOBAAN
D. TUGAS MAHASISWA
E. BAHAN BACAAN
V. MINUMAN HERBAL
A. DASAR TEORI
B. TUJUAN PRAKTIKUM
C. PROSEDUR PERCOBAAN
D. TUGAS MAHASISWA
E. BAHAN BACAAN
VI. PROSES PEMBUATAN TEMPE
A. DASAR TEORI
B. TUJUAN PRAKTIKUM
C. PROSEDUR PERCOBAAN
D. TUGAS MAHASISWA
E. BAHAN BACAAN
VII. BIODIESEL
A. DASAR TEORI
B. TUJUAN PRAKTIKUM
C. PROSEDUR PERCOBAAN
D. TUGAS MAHASISWA
E. BAHAN BACAAN

Buku ini diperuntukkan untuk mahasiswa yang mengikuti mata


kuliah Bioindustri. Buku ini diharapkan dapat menuntun
mahasiswa dalam melakukan praktikum. Tidak menutup
kemungkinan akan muncul kreativitas mahasiswa dalam
melakukan praktikum, sehingga mahasiswa mendapatkan hasil
praktikum yang lebih memuaskan.

I. PENDAHULUAN
Bioindustri didefinisikan sebagai penggunaan bahan hidup sebagai alat dalam suatu proses
yang menghasilkan produk yang bermanfaat untuk kehidupan manusia. Proses bioindustri
melibatkan lingkungan yang memberikan kondisi yang terkontrol sesuai dengan kebutuhan
bahan hidup tersebut untuk dapat beraktivitas dan menghasilkan produk yang diinginkan.
Dengan demikian dalam proses bioindustri banyak terlibat disiplin ilmu yang mendukung
proses tersebut. Disiplin ilmu tersebut meliputi biokimia, kimia organik, mikrobiologi dan
keteknikan (engineering). Dalam suatu tim investigasi proses biologis haruslah terdiri dari
ahli biologi dan rekayasa, dengan ahli biologi sebagai partner dominan. Akibatnya, tim
peneliti terdiri dari ahli biologi/mikrobiologi, biokimia, kimia, dan rekayasa/keteknikan. Dua
yang pertama harus dapat memformulasikan dan melakukan perencanaan jangka panjang,
sedangkan yang lainnya harus dapat mentranslasi yang dilakukan ke dalam skala besar
(industri).
Dewasa ini pemanfaatan mikroorganisme dalam proses bioindustri banyak diterapkan pada
skala industri. Untuk itu, disiplin ilmu mikrobiologi terapan yang juga disebut mikrobiologi
industri, teknologi mikrobia atau proses-proses fermentasi merupakan bagian dari ilmu
bioindustri. Secara luas bidang ilmu bioindustri termasuk ke dalam bidang ilmu bioteknologi
yang cakupannya lebih luas dari ilmu mikrobiologi terapan. Schmidt-Kastner (1978)
mendefinisikan bioteknologi sebagai proses produksi, isolasi, modifikasi, dan aplikasi
bioproduk dari mikroorganisme, tanaman, hewan, dan manusia dalam skala teknologi.
Dengan kemajuan ilmu dan teknologi, sekarang kita dapat memanipulasi kehidupan pada
tingkat yang sangat mendasar, yaitu genetika. Selama bertahun-tahun manusia melakukan
rekayasa genetika hanya sampai pada seleksi dan breeding. Sekarang hal itu dapat dilakukan
dengan lebih terarah, yaitu dengan proses manipulasi pada tingkat molekuler DNA
(deoxyribonucleic acid). Sekarang kita mempunyai alat untuk mendeteksi misteri hidup sejak
lebih dari 30 tahun yang lalu dengan cara yang tidak terbayangkan sebelumnya. Dengan
revolusi intelektual tersebut timbul suatu visi dan harapan yang baru. Mimpi ini hanyalah
tinggal mimpi tanpa kerja keras. Peranan ahli bioindustri sangat penting untuk dapat
melakukan perubahan sehingga visi tersebut menjadi kenyataan.

Di negara-negara industri yang maju, industri mikrobia merupakan bagian yang penting dan
menyumbang cukup besar dari keseluruhan produk nasional bruto (GNP) negara tersebut.
Industri mikrobia berpengaruh secara nyata terhadap perkembangan proses bioindustri. Tabel
1 memperlihatkan daftar produk-produk yang dihasilkan dari proses-proses mikrobia dan
penerapannya. Fakta yang jelas menunjukkan bahwa bidang ilmu mikrobiologi terapan
sangat penting dalam pengembangan industri obat-obatan dan vaksin, industri pangan,
pertanian, bioenergi, perlindungan lingkungan, dan dalam sejumlah hal, seperti: bahan kimia,
penyamakan kulit, pulp dan kertas, dan juga industri tekstil, tambang minyak dan lainlainnya.
Cabang

ilmu

bioindustri

mempunyai

dasar

teori

umum

yang

mempengaruhi

perkembangannya. Dua dasar ilmu utama yang menentukan arah perkembangan bioindustri
adalah ilmu biologi/mikrobiologi (meliputi genetika sel, fisiologi dan biokimia) yang
membentuk landasan teori, dan rekayasa biproses (biprocess engineering) yang membentuk
landasan dasar penerapan dari aspek rekayasa dalam proses-proses biologis. Demikian pula,
perkembangan yang intensif dari teori-teori mikrobiologi telah mempengaruhi proses
bioindustri

dengan

memanfaatkan

proses

mikrobiologis

dalam

proses

produksi.

Perkembangan ini menyebabkan perkembangan teknologi ke tingkat teknologi tinggi,


walaupun didasarkan pada interaksi yang kompleks antar proses-proses biokimia, enzimatik
dan kimia. Perkembangan empiris yang dialami berlangsung selama berabad-abad
menghasilkan peningkatan keterampilan dari generasi ke generasi. Sampai sekarang,
manipulasi genetika dan fisiologik dalam bioindustri dilakukan tanpa pengetahuan yang
mendasar

mengenai genetika dan mekanisme-mekanisme pengaturan. Peningkatan

pengetahuan mengenai genetika dan biokimia berpengaruh nyata dan mengatur mekanismemekanisme tersebut, seperti misalnya proses-proses mikrobia modern yang melibatkan
biosintesis produk-produk primer telah mengalami evolusi dengan landasan rasional. Di lain
pihak, perkembangan teknologi untuk produksi metabolit sekunder masih didasarkan pada
pendekatan empiris yang disebabkan oleh keterbatasan atau ketidaksempurnaan pengetahuan
mengenai jalur-jalur metabolik dan mekanisme pengaturan berkaitan dengan proses-proses
biosintesis yang relevan.
Untuk memahami proses-proses bioindustri, maka diperlukan dasar teori mengenai
biologi/mikrobiologi, biokimia dan keteknikan yang memadai. Dengan dasar tersebut

diharapkan akan dapat diikuti dan dipahami proses-proses bioindustri dan disiplin ilmu
mikrobiologi industri yang lebih mutakhir. Perkembangan proses bioindustri mengarah pada
dominasi dari pemanfaatan mikrobia untuk menghasilkan produk-produk yang bermanfaat
dan mempunyai nilai ekonomis. Dengan demikian, pemanfaatan mikrobia dalam proses
bioindustri dibahas lebih dominan dalam tulisan ini.
Tabel 1. Penerapan proses-proses mikrobia untuk menghasilkan produk dslsm industri
Teknologi Mikrobia
Produksi makanan terfermentasi, seperti
kecap, miso, natto, asinan, keju, yogurt,
tempe, tape, kecap, sosis, dan lain-lain
Produksi dan penggunaan sel mikrobia:
bakers yeast, fodder yeast, Chlorella dan
algae yang lain, protein sel tunggal
Penggunaan asam ribonukleat, protein, dan
komponen sel lainnya
Penggunaan mikrobia untuk preparasi
insektisida dan pestisida mikrobia, dan
untuk memproduksi bio-fertilizer
Kultivasi mikrobia untuk produksi vaksin,
misalnya produksi vaksin (poliovirus)
dengan kultur jaringan, antibiotika
Produksi minuman beralkohol
Produksi bahan-bahan pelarut
Produksi asam organik untuk makanan
Produksi makromolekuler, polisakarida,
dekstran, mannan, levan, xanthan,
caragenan
Produksi vitamin, ergot alkaloid, penghambat
enzim
Produksi asam-asam amino seperti asam
glutamat, glutamin, lisin, asam aspartat,
arginin, ornitin, treonin, valin, tyrosin,
fenilalanin,
leusin,
triptopan,
hidroksitriptopan
Produksi gibberelin dan auksin yang lain
(plant growth hormone)
Produksi dan penggunaan enzim: amilase,
protease, renin, lipase, selulase, glukosa
isomerase, glukosa oksidase, melibiase,
dan enzim lainnya

Penerapan dalam Industri


Industri
makanan
terfermentasi
Industri makanan dan pakan

Industri pangan,
industri
biofarmasi, industri bahan
kimia
Industri pertanian

Industri obat-obatan

Brewing industri
Industri bahan kimia
Industri makanan dan bahan
kimia
Industri makanan

Industri
farmasi
dan
kedokteran
Industri makanan, pakan, dan
bahan kimia

Agro-medical industri
Brewing, food and fodder
industries, industri serat,
kulit dan tanin, industri
pencucian dan laundry

Pengolahan sewage (sawage treatment plant),


limbah industri, pembuangan sampah,
recovery dan daur ulang biodegradable
waste yang dapat dimanfaatkan lagi
Recovery tembaga, uranium, seng, mangan
dari limbah tambang minyak
Penggunaan probe miktobia untuk menentukan
deposit minyak
Penggunaan ampas tebu, produksi silase,
pemanfaatan algae dan rizobia yang dapat
memfiksasi nitrogen

Konservasi lingkungan

Tambang minyak
Industri petroleum
Industri pakan dan pertanian

Perkembangan yang intensif dari teori-teori mikrobiologi telah mempengaruhi mikrobiologi


terapan secara keseluruhan. Perkembangan ini menyebabkan perkembangan teknologi ke
tingkat teknologi tinggi, walaupun didasarkan pada interaksi yang kompleks diantara prosesproses biokimia, enzimatik, dan kimia. Perkembangan empiris yang alami berlangsung
selama berabad-abad dan menghasilkan peningkatan ketrampilan dari generasi ke generasi.
Sampai sekarang, manipulasi genetika dan fisiologik dalam bioindustri dilakukan tanpa
pengetahuan yang mendasar mengenai genetika dan mekanisme-mekanisme pengaturan.
Peningkatan pengetahuan mengenai genetika dan biokimia mikrobia berpengaruh nyata dan
mengatur mekanisme-mekanisme tersebut, seperti misalnya proses-proses mikrobia yang
moderen yang melibatkan biosintesis produk-produk primer telah mengalami evolusi dengan
landasan rasional. Di lain pihak, perkembangan teknologi untuk produksi metabolit sekunder
masih didasarkan pada pendekatan empiris yang disebabkan oleh keterbatasan atau
ketidaksempurnaan pengetahuan mengenai jalur-jalur metabolik dan mekanisme pengaturan
berkaitan dengan proses-proses biosintesis yang relevan.

II. SOSIS FERMENTASI BALI


(URUTAN)

A. DASAR TEORI
Di Eropah produksi sosis terfermentasi melalui tiga tahapan yaitu formulasi, fermentasi dan
pengeringan/pematangan. Pada tahap formulasi, semua campuran bahan disiapkan untuk
dimasukan kedalam casing. Tahap kedua adalah tahap fermentasi dimana dalam tahap ini
banyak terjadi reaksi mikrobiologis serta menghasilkan reaksi-reaksi yang simultan dan
berhubungan satu dengan yang lainnya, yaitu terbentuknya nitrit oksida oleh bakteri
penghasil nitrit dan nitrat, serta terjadinya penurunan pH karena telah terbentuk asam
laktat. Pada tahap pengeringan yang juga merupakan proses pematangan terjadi
perkembangan terhadap cita rasa dan aroma serta tekstur dari sosis terfermentasi tersebut.
(Ordanez et al., 1999). Di Eropa proses fermentasi sosis dilakukan pada suhu dibawah
26oC (Lucke, 1998), sedangkan di Amerika Serikat kebanyakan dilakukan pada suhu 30oC
samapai 45oC dalam jangka waktu yang relatif pendek yaitu sekitar 24 jam.
Di Indonesia khususnya di Bali, produksi sosis terfermentasi dilakukan dalam dua tahapan,
yaitu tahapan formulasi dan fermentasi. Proses fermentasinya dilakukan secara tradisional
yaitu pada saat pengeringan di bawah sinar matahari (siang hari) dan jika cuaca tidak
mendukung maka pengeringan dilakukan diatas tungku tradisional (malam hari). Di Bali
terdapat beberapa jenis sosis terfermentasi yang diproduksi oleh masyarakat. Perbedaan
sosis tersebut terdapat pada jenis casing yang digunakan, yaitu urutan menggunakan usus
yang telah dibersihkan terlebih dahulu sebagai casing, bebontot menggunakan kelopak
daun pinang dan brengkes menggunakan tapis pohon kelapa sebagai casing (Antara et al.,
2004). Urutan merupakan salah satu jenis pangan tradisional khas daerah Bali, yang biasa
dibuat oleh masyarakat untuk merayakan hari raya keagamaan atau hari suci bagi umat
Hindu. Urutan di Bali dibuat dengan dua cara yaitu dengan cara segar (tanpa fermentasi)
dan urutan dengan cara fermentasi. Urutan terbuat dari potongan-potongan kecil daging,
lemak babi dan bumbu (bawang putih, kunyit, kencur, cabai, lengkuas, dan merica) yang
dimasukan dalam usus (selongsong) yang telah dibersihkan terlebih dahulu, dan
dikeringkan selama 3-5 hari. Berdasarkan kebiasaan masyarakat, fermentasi urutan terjadi
dalam proses tidak terkontrol, dengan sinar matahari (Antara et al., 2004).

Urutan yang dimaksud dalam hal ini adalah urutan yang sudah melalui proses fermentasi.
Fermentasi alami memerlukan waktu yang lama dan resiko kegagalan yang tinggi
(Holzapel, 2002). Proses fermentasi ini dapat diperpendek dengan mencampur sebagain
bahan yang telah difermentasi dengan baik (back slopping) atau menggunakan kultur stater
yang terseleksi. Kultur stater murni dapat diubah bentuknya menjadi bubuk inokulum.
Proses produksi urutan dengan menambahkan kultur starter, selain memperpendek waktu
fermentasi, dapat memperbaiki mutu produk seperti tekstur, aroma, dan rasa. Kegagalan
fermentasi dicirikan dengan rasa asam yang berlebihan, tekstur tidak kompak, dan aroma
yang tidak sedap (off-odor).
Pada fermentasi sosis, (BAL) akan dipengaruhi oleh lingkungan. Hal tersebut akan
berpengaruh pula terhadap pH. Komunitas awal mikroba pada sosis terfermentasi sangat
bervariasi, hampir sama dengan yang ditemukan pada daging segar, seperti Lactobacilli,
Enterobacteria, Pseudomonas, Bacillus, Achromobacter, Flavobacterium, dan lain-lain.
Urutan mempunyai ekologi bakteri yang berbeda dengan sosis terfermentasi lainnya. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan penggunaan bumbu dalam formulasinya. Nitrat dan/atau
nitrit selalu digunakan pada jenis sosis tersebut. Bahan bumbu yang digunakan dalam
pembuatan urutan lebih banyak jenisnya, seperti bawang putih, kunir, kencur, cabai,
laos/lengkuas, dan merica. Secara tradisional nitrat atau nitrit tidak pernah digunakan
dalam pembuatan urutan. Fermentasi urutan terjadi secara spontan (alami) selama proses
pengeringan, dan mutu produk itu sendiri tergantung dari keberadaan mikroba yang
diinginkan. Untuk menjamin keberhasilan proses fermentasi produksi urutan, maka
diperlukan penambahan kultur starter dan pengendalian suhu fermentasi.
B. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan Praktikum yang dilakukan adalah untuk mempelajari pembuatan sosis fermentasi
secara umum dan urutan (sosis fermentasi Bali). Selain itu, pada praktikum ini juga
mahasiswa dapat mengetahui pengaruh penggunaan nitrit terhadap mutu sosi fermentasi
maupun urutan. Setelah mengerjakan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mengerti,
memahami, dan dapat membuat sosis fermentasi dan urutan.

C. PROSEDUR PERCOBAAN
Proses Pembuatan Urutan:
Bahan:
Daging/Lemak
Daging babi (lean pork)
Lemak babi (back fat atau fatty pork trimmings)

Metric
700 g
300 g

US
1.54 lb.
0.66 lb.

Bahan dan bumbu (ingredients) per 1000g (1 kg) daging/lemak


Garam
Cure #2
Gula (glucose), 0.5%
Bubuk merica
Bubuk cabe merah (rawit), 1%
Kencur
Bawang putih, 2%
Kunyit, 1%
Lengkuas/laos, 1.5%
Kultur starter

28 g
2.5 g
5.0 g
5.0 g
10.0 g
1.0 g
20.0 g
10.0 g
15.0 g
0.12 g

5 tsp.
tsp.
1 tsp.
2 tsp.
5 tsp.
tsp.
6 cloves
5 tsp.
7 tsp.

Prosedur:
1. Potong-potong daging dan lemak bentuk kubus dengan ukuran kurang dari 0,5 cm) atau
giling daging dan lemak melalui ukuran plate 6 mm (3/16 plate atau 6 mm).
2. Campurkan semua ingredient (sudah diblender menjadi satu atau dalam bentuk bubuk)
dengan daging/lemak yang sudah dipotong atau digiling.
3. Tambahkan kultur starter dan diaduk merata. Dapat juga dilakukan tanpa penambahan
kultur starter (alami).
4. Campuran kemudian dimasukan ke dalam selonsong (stuffing) alami (usus babi yang
sudah dibersihkan) atau selongsong sintetis (kolagen). Ukuran selongsong (diameter
dan panjang) disesuaikan dengan keinginan (minimal 2,5 cm diameter dan 12 cm
panjang).
5. Fermentasi dengan perubahan suhu inkubasi (suhu 45-50oC selama 12 jam dan suhu
30oC selama 12 jam).
6. Dikondisikan (pengeringan) pada suhu 10oC selama 7 hari.
7. Simpan urutan pada suhu 10-15 C (50-59 F), RH 75%.

Catatan:
Cure #2 ditambahkan untuk meningkatkan keamanan produk. Secara tradisional pada
adonan dapat ditambahkan bawang putih 5% (mirip dengan Thai Nham sausage) untuk
menjamin produk aman dikonsumsi.
Proses Pembuatan Salami:
Bahan:
Daging/lemak
Daging babi (lean pork cuts)
Lemak babi (pork back fat or fat trimmings)

Metric
800 g
200 g

US
1.76 lb.
0.44 lb.

Bahan dan bumbu (ingredients) per 1000g (1 kg) daging/lemak


Garam
Cure #2
Gula, 0.15%
Merica/lada
Paprika
Bubuk bawang putih
Bawang putih segar

28 g
2.5 g
1.5 g
2.0 g
1.5 g
1.0 g
3.5 g

5 tsp.
tsp.
tsp.
1 tsp.
tsp.
tsp.
1 clove

Prosedur:
1. Potong daging dengan ukuran 10 cm (3-4) dan diletakkan pada tempat yang berlubang
di bawahnya (agar air curing daging dapat menetes). Biarkan daging selama 24 jam
pada suhu 1-2C (33-35F). Kemudian dilakukan penggilingan dengan plate dan
biarkan selama 2-3 hari berikutnya. Selama dibiarkan tersebut daging dibalik 1 2
kali. Letakkan lembaran lemak (back fat) yang belum digarami selama 2 3 hari pada
suhu -2oC sampai -4oC dan potong-potong dengan ukuran 3 mm.
2. Campurkan daging, lemak, dan semua ingredient. Selanjutnya digiling bersama-sama
melalui 3 mm () plate.
3. Biarkan adonan sosis selama 36-48 jam pada suhu 2-4C (35-40F).
4. Masukkan adonan ke dalam selongsong (stuffing) dengan diusahakan padat (tidak ada
udara). Jangan ditambahkan air. Apabila terlihat ada kantung udara, maka udara
dikeluarkan dengan cara menusuk dengan jarum kecil.
5. Gantung selama 2-4 hari pada suhu 2-4C (35-40F), dengan kelembaban 85-90%.

6. Lakukan pengasapan dingin pada suhu 16-18 C (60-64 F) selama 5-7 hari, sampai
tercapai warna merah gelap.
7. Gantung kembali pada tempat yang gelap pada suhu 10-12C (50-53F) dan
kelembaban 90% selama 2 minggu sampai berkembang (tumbuh) jamur putih di
permukaan luar salami. Apabila tumbuh jamur berwarna hijau dan berair pada
permukaan salami, maka permukaan salami dibersihkan dengan cara mencuci
menggunakan larutan garam hangat dan dilap sisa cairan sampai kering dengan kain
bersih dan kering. Gantung kembali selama 4-5 jam pada tempat yang kering,
kemudian selanjutnya dikembalikan ke ruang pengeringan dan dilanjutkan pengeringan.
8. Biarkan salam terbungkus jamur berwarna putih selama 2-3 bulan di dalam ruang yang
gelap pada suhu 12-16 C (54-60 F), kelembaban 75-85%, sampai tercapai hasil yang
diinginkan.
Catatan:
Pada formulasi salami 0.08 kg potassium nitrate ditambahkan ke dalam 100 kg daging.
Proses Pembuatan Sucuck
Sucuck merupakan sosis terfermentasi yang berasal dari Negara Turki dan Negara-negara
Timur Tengah lainnya. Karena berasal dari Negara Muslim, maka produk ini tidak
menggunakan daging babi pada formulasinya. Sosis ini terbuat dari daging sapid an domba.
Codex Pangan Turki menyatakan bahwa sucuck dengan mutu yang baik harus mempunyai
pH di antara 5,2 5,4.
Bahan:
Daging
Daging sapi (lean beef)
Daging domba (lean lamb/mutton)

Metric
700 g
300 g

US
1.54 lb.
0.66 lb.

Bumbu dan bahan lainnya (ingredient) per 1000 g daging


Garam
Cure #2
Gula (glucose), 0.3%
Lada hitam
Lada merah
Cumin
Bawang putih
Campuran bumbu (khas pembuat)

28 g
2.5 g
3.0 g
5.0 g
5.0 g
10.0 g
10.0 g
2.0 g

5 tsp.
tsp.
tsp.
2 tsp.
2 tsp.
5 tsp.
5 tsp.
1 tsp.

Minyak olive (1%)


Kultur starter
Prosedur:

10.0 g
0.12 g

2 tsp.
use scale

1. Giling daging sapi dan domba melalui penggiling 3/16 plate (5 mm).
2. Campurkan semua ingredient dengan daging.
3. Masukkan ke dalam selongsong dengan padat/rapat.
4. Lakukan fermentasi pada suhu 20o C (68 F) selama 72 jam, kelembaban 90-85%.
5. Keringkan pada suhu 16-12oC (60-54 F), kelembaban 85-80% selama 1 bulan.
6. Simpan sosis pada suhu 10-15oC (50-59o F), kelembaban 75%.
Catatan:
Pada adonan sucuck sering ditambahkan kayu manis dan bunga cengkeh. Aslinya sucuck
terbuat dengan menggunakan lemak ekor biri-biri (40% daging sapi, 40% daging domba,
20% lemak ekor biri-biri). Selain itu, minyak olive (sampai 5%) sering ditambahkan untuk
menggantikan lemak.
D. TUGAS MAHASISWA
1. Mahasiswa dibagi ke dalam kelompok dan setiap kelompok melakukan pembuatan
salah satu jenis sosis di atas.
2. Produk yang dihasilkan kemudian diamati karakteristik sensoris, tekstur, dan pH.
3. Selesai pengamatan setiap kelompok mahasiswa mendiskusikan dengan anggota
kelompoknya dan setelah itu dibuat laporan percobaan yang dilakukan
E. BAHAN BACAAN
Antara, N.S., I N. Sujaya., A .Yokota., K. Asano.,W. R. Aryanta., F. Tomita. 2002. The effects of
indigenous lactic acid bacteria as single starter culture on the quality of urutan. Annual
Meeting of Japan Society for Lactic Acid Bacteria. August 23-25, 2002. Tokyo. Japan.
Antara, N.S., 2004. Isolation and Identification of Indigenus Lactic Acid Bacteria, their Role and
Aplication in Production of Urutan, A Baliness Fermented Sausage.
Antara, N.S., I N. Sujaya., A, Yokota., K. Asano., F. Tomita. 2004. Effects of Indigenus Starter
Cultures on The Microbial and Physiochemical Caracteristics of Urutan, a Baliness
Fermented Sausage. Journal of Bioscience and Bioengeneering (92-98).
Bacus, J. N. 1984. Utiliti of Microorganisme In Meat Processing Research Studies. Press ltd,
England.

Buckle, K. A., R. A. Edwards. G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.


Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia. Jakarta.

Penerjemah

Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty, Yogyakarta.
Holzapfel, W.H. 2002. Appropriate starter culture technologies for small-scale fermentation in
developing countries. Int. J. Food Microbiol. 75: 197-212.
Sudarmadji S., Haryono, B. dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Trisna, I G.U.S., I K. Suter, N.S. Antara. 2008. Production of Urutan Inoculum Powder From
Pure Culture of Pediococcus acidilactici U318 with Flour as Filler Material. Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Udayana: Bali (Makalah disampaikan pada Seminar
Nasional Pangan 2008, Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia Cabang Yogyakarta,
17 januari 2008, Yogyakarta).
Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

III. PROSES PEMBUATAN BREM BALI


A. DASAR TEORI
Brem sebagai minuman beralkohol, jika dikonsumsi secukupnya, bermanfaat mencegah
stroke dan penyakit jantung. Sebaliknya, akan menimbulkan efek samping jika
penggunaannya terlalu berlebihan. Bila kita jalan-jalan ke Jawa Timur ataupun Bali, brem
merupakan minuman dan makanan tradisional yang tidak boleh dilupakan sebagai oleh-oleh.
Rasa brem yang luar biasa membuat kita akan terus teringat akan "eksotismenya".
Kata brem merupakan pemikiran filsafat masyarakat Bali pada zaman dahulu. Sejarah brem
dapat dikaitkan dengan perjalanan sejarah agama Hindu di Bali. Brem pada zaman dahulu
merupakan cairan yang dipakai sebagai pengganti darah, dalam upacara tabuhrah, yang
bertujuan untuk melestarikan manusia dengan alam lingkungannya. Teknologi brem sudah
dikenal sebelum tahun 110 SM.
Terdapat tiga jenis brem dan dua di antaranya berbentuk padat. Jenis pertama brem Madiun,
berwama putih kekuningan dengan rasa manis-asam. Bentuknya menyerupai blok dengan
ukuran 0,5 X 5 sampai 7 cm. Jenis kedua brem Wonogiri, berwarna putih dengan rasa manis
dan sangat mudah larut. Bentuknya bulat tipis dengan diameter sekitar 5 cm. Jenis yang
ketiga brem Bali, yaitu minuman beralkohol yang sudah terkenal dan diproduksi di Bali.
Semua jenis brem ini dibuat dari air tape ketan.
Brem Bali merupakan produk cair yang mengandung alkohol, gula pereduksi, gas C02, dan
sedikit asam organik. Brem terbentuk dari reaksi antara zat tepung dengan enzim dan sedikit
air, sehingga menghasilkan gula. Kemudian gula yang dihasilkan bereaksi lagi dengan enzim,
sehingga menghasilkan alkohol dan gas C02. Brem Bali biasanya dikonsumsi setelah makan.
Aroma brem yang paling baik adalah sedikit beraroma alkohol. Menurut Hastuti dan
Prabaningtyas (2010) beras ketan hitam dan beras ketan putih berbeda dalam hal kandungan
amilum, sehingga dapat mempengaruhi kualitas tape yang dibuat dari kedua macam beras
tersebut. Selanjutnya apabila tape dari kedua bahan macam tersebut dibuat menjadi brem,
maka dapat mempengaruhi tekstur, aroma, rasa dari brem tersebut. Rasa brem yang paling
baik adalah rasa manis, asam, dan alkohol.

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa terhadapat
produk brem sebagai warisan budaya Indonesia (Bali). Setelah praktikum diharapkan
mahasiswa dapat mengerti, memahami, dan dapat melakukan proses produksi produk brem
Bali.
C. PROSEDUR PERCOBAAN
Bahan:
Beras ketan, ragi tape, air.
Alat:
Baskom, kukusan, panci email, kompor, pengaduk, alat asteurisasi, kain saring, botol.
Prosedur:
Brem cair atau disebut juga Anggur tape ketan adalah minuman hasil fermentasi dari beras
ketan. Proses pembuatan anggur tape ketan atau Brem Bali adalah sebagai berikut :
1. Beras ketan hitam dibersihkan, dicuci dan direndam selama 8 jam.
2. Setelah bersih, diaron dan dikukus sampai matang, didinginkan dan ditaburi ragi tape.
Fermentasi dilakukan dalam wadah tertutup selama 4 hari.
3. Tape ketan yang diperoleh, kemudian diperas dan disaring.
4. Cairan yang diperoleh dari hasil penyaringan, diencerkan dengan menambahkan air
dengan perbandingan volume yang sama (cairan tape : air = 1 : 1)
5. Selanjutnya dibiarkan pada suhu ruang, pada wadah tertutup dan dibiarkan sampai
terbentuk alkohol dalam jumlah yang dikehendaki (dapat dicium dari baunya)
6. Minuman yang diperoleh kemudian dibotolkan, dipasteurisasi dengan pemanasan 60 - 70
derajat selama 30 menit.
7. Selanjutnya diperam pada suhu dingin (10-15 derajat) misalnya pada ruangan ber-AC
atau ruangan bawah tanah. Pemeraman dilakukan selama 3 bulan atau lebih.
8. Hasil yang diperoleh berbentuk brem cair atau lebih dikenal dengan nama Brem Bali.
Beri label pada botol, dan brem siap dipasarkan.

Diagram Alir Proses Pembuatan Brem:

Beras Ketan Hitam

Air

Pencucian dan

Air

Pengukusan

Pendinginan

Ragi Tape
Peragian dan

Pemerasan dan penyaringan

Air

Pengadukan dan

Pembotolan dan Pasteurisasi

Pemeraman

Brem Bali

D. TUGAS MAHASISWA
1. Mahasiswa dibagi ke dalam kelompok. Setiap kelompok melakukan proses produksi
pembuatan brem Bali.
2. Setelah produk brem Bali dihasilkan, mahasiswa melakukan pengamatan terhadap sifat
sensoris produk, kadar alcohol, kadar gula, pH, total asam, dan kejernihannya.
(spektroskopi).
3. Hasil pengamatan kemudian didiskusikan dengan anggota kelompoknya dan dibuat
laporannya.
E. BAHAN BACAAN

IV. BIOETANOL
A. DASAR TEORI
Pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan kebutuhan sarana transportasi dan
aktivitas industri yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar
Minyak (BBM). Untuk memenuhi kebutuhan BBM tersebut, pemerintah mengimpor
sebagian BBM. Besarnya ketergantungan Indonesia terhadap BBM impor semakin
memberatkan pemerintah karena harga minyak dunia yang semakin tinggi. Beberapa dari
bahan bakar nabati yang sekarang ini sedang dikembangkan adalah (bio)etanol. Indonesia
mempunyai potensi yang sangat besar untuk menghasilkan (bio)etanol mengingat bahan
bakar nabati ini dapat memanfaatkan kondisi geografis dan sumber bahan baku minyak
nabati dari berbagai tanaman yang tersedia di Indonesia.
Etanol (C2H5OH) merupakan suatu senyawa kimia berbentuk cair, jernih tak berwarna,
beraroma khas, berfase cair pada temperatur kamar, dan mudah terbakar. Etanol memiliki
karakteristik yang menyerupai bensin karena tersusun atas molekul hidrokarbon rantai lurus.
Bioetanol adalah etanol (C2H5OH) yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen
pati atau selulosa, seperti singkong, talas dan tetes tebu. Etanol bentuknya berupa cairan yang
tidak berwarna dan mempunyai bau yang khas. Berat jenis pada 15oC adalah 0,7937 dan titik
didihnya 78,32oC pada tekanan 76 mmHg. Sifatnya yang lain adalah larut dalam air dan eter,
serta mempunyai panas pembakaran 328 kkal.
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen pati atau
selulosa, seperti singkong dan tetes tebu. Dalam dunia industri, etanol umumnya digunakan
sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras (seperti sake
atau gin), serta bahan baku farmasi dan kosmetika.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan dari fermentasi
adalah mikroorganisme dan media yang digunakan, adanya komponen media yang dapat
menghambat pertumbuhan serta kemampuan fermentasi mikroorganisme dan kondisi selama
fermentasi (Astuty, 1991). Selain itu hal-hal yang perlu diperhatikan selama fermentasi
adalah pemilihan khamir, konsentrasi gula, keasaman, ada tidaknya oksigen dan suhu
dari perasan buah.

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa terhadapat
produk bioetanol sebagai sumber energi. Setelah praktikum diharapkan mahasiswa dapat
mengerti, memahami, dan dapat melakukan proses produksi bioetanol.
C. PROSEDUR PERCOBAAN
Substrat
Substrat yang digunakan dalam proses pembuatan (bio)etanol /etanol ini adalah limbah kulit
nanas (atau limbah lainnya yang mengandung pati atau gula). Kulit nanas mengandung 81,72
% air; 20,87 % serat kasar; 17,53 % karbohidrat; 4,41 % protein dan 13,65 % gula reduksi.
Mengingat kandungan karbohidrat dan gula yang cukup tinggi tersebut maka kulit nanas
memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan (bio)etanol.
Yeast Saccharomyces cerevisiae
Ragi yang digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae. Dalam pembuatan kultur
Saccharomyces cerevisiae dilakukan peremajaan tujuannya untuk menumbuhkan mikroba
tersebut. Isolat yeast S. cerevisiae diremajakan pada media PDA dan diinkubasi selama 2
hari. Kemudian di inkubasi, yaitu dilakukan dengan agitasi dengan kecepatan 125 rpm pada
suhu 30C selama 24 jam.
Peremajaan Kultur Murni. Peremajaan kultur dilakukan dengan menumbuhkan mikroba
dari kultur murni Saccharomyces cerevisiae ATCC 9763 ke dalam media agar, kultur murni
diambil sebanyak satu ose dan dimasukkan secara aseptis ke dalam media cair 5ml PW
(pepton water) steril per tabung.
Mikroba yang telah divortex kemudian diambil sebanyak 0,1 ml dengan pipet mikro dan
diencerkan ke dalam media cair pepton water steril per tabung, lalu divortex. Setelah itu,
disebar dengan menggunakan batang gelas bengkok ke dalam media agar cawan PDA
(Potatoes Dextrosa Agar) steril, lalu di inkubasi selama 2-3 hari pada suhu 30oC dalam posisi
terbalik.
Pembuatan Kultur Kerja Media Cawan Petri. Kultur murni yang telah diremajakan
diambil sebanyak satu ose pada media agar cawan lalu dipindahkan secara aseptis ke dalam

media cawan petri steril kemudian digores secara zig-zag, setelah itu di inkubasi selama 2-3
hari pada suhu 30oC yang nantinya digunakan sebagai kultur kerja.
Perbanyakan Sel. Kultur kerja yang telah tumbuh kemudian dipindahkan sebanyak 1-2 ose
secara aseptis ke dalam 5 ml media cair PD (Potatoes Dextrosa) Broth steril per tabung
lalu divortex, setelah itu di inkubasi selama 2-3 hari pada suhu 30oC untuk mendapatkan
suspensi sel.
Hasil suspensi sel dari media yang telah di inkubasi kemudian dicampurkan sebanyak 10 ml
ke dalam media hasil ekstraksi kulit buah nanas 100 ml dan ditambahkan gula pasir sebanyak
10% (b/v). Pada ekstrak kulit buah nanas total gula yang digunakan rata-rata yaitu 6,8-7%,
dimana pH awal diatur (4,5) dengan menggunakan NaOH dan HCl, serta menambahkan
sumber nutrisi NPK 0,04 gr dan amonium sulfat 0,15 gr. Setelah itu, dipasteurisasi pada suhu
70oC selama 30 menit lalu didinginkan, kemudian hasil ekstraksi buah kulit buah nanas
tersebut difermentasi secara aerob selama 1 hari dengan menggunakan alat rotary shaker
pada kecepatan 100 rpm, dan suhu kamar 27-30oC. Fermentasi ini ditutup dengan
menggunakan kapas dan aluminium foil agar tidak terkontaminasi silang.
Proses Produksi Etanol
Hasil ekstraksi kulit buah nanas (atau bahan lain yang mengandung gula) sebanyak 200 ml,
serta dicek total gula dengan rata-rata yaitu 6,8-7%, dan pH awal diatur (4,5) dengan
menggunakan NaOH dan HCl, serta menambahkan sumber nutrisi yaitu NPK 0,04 gr dan
Amonium sulfat 0,15 gr, lalu dipasteurisasi pada suhu 70oC selama 30 menit, kemudian
didinginkan. Setelah kultur kerja yang telah disiapkan dicampur ke dalam hasil ekstraksi
kulit buah nanas kemudian difermentasi selama 2 hari ke dalam bioreaktor, lalu digoyang
dengan menggunakan alat rotary shaker pada kecepatan 100 rpm, dan suhu kamar 27-30oC.
Sesudah itu, fermentasi dihentikan, lalu dipasteurisasi pada suhu 70 oC selama 30 menit
untuk mematikan sel yang masih aktif pada substrat tersebut. Hasil fermentasi tersebut
didistilisasi untuk mendapatkan pemurnian etanol sebanyak 75 ml. Pada penghentian proses
fermentasi variabel yang diamati yaitu pH, total gula, dan kadar etanol. Pada hasil etanol
variabel yang diamati yaitu kadar etanol

Kultur kerja

Ekstrak kulit buah


nanas
Rata-rata total gula awalnya (6,8-7%) dan pH awal
diatur 4,5

- NPK 0,04 g
- Amonium sulfat
0,15 g
- NaOH
- HCl

Dipasteurisasi
(Suhu 70oC, 30 Menit, lalu
didinginkan)

Hasil Ekstraksi Kulit Buah


Nanas

Pencampura
n
Difermentasi ke dalam bioreaktor sebanyak 200 ml pada
Suhu Kamar 27-30oC selama (2 Hari) dengan rotary
shaker pada kecepatan 100 rpm

Fermentasi
Dihentikan

Dipasteurisasi
(Suhu 70oC, 30 Menit, lalu
didinginkan)

Didistilasi (Pemurnian)
sebanyak 75 ml

Alkohol
(Bioetanol)

Analisis :
- pH
- Total Gula
- Kadar Etanol

D. TUGAS MAHASISWA
1

Mahasiswa dibagi ke dalam kelompok. Setiap kelompok melakukan proses produksi


pembuatan bioetanol dari limbah hasil pertanian.

Setelah produk bioetanol dihasilkan, mahasiswa melakukan pengamatan terhadap kadar


alcohol, kadar gula, pH, total asam, dan kejernihannya. (spektroskopi).

Hasil pengamatan kemudian didiskusikan dengan anggota kelompoknya dan dibuat


laporannya

E. BAHAN BACAAN
Khairani, Rini. 2007. Tanaman Jagung Sebagai Bahan Bio-fuel. http://www.macklintmipunpad.net/Bio-fuel/Jagung/Pati.pdf. diakses tanggal 25 Maret 2012.
Nigam, J.N. 1999. Continuous Ethanol Production From Pineapple Cannery Waste.
Biotechnology. 72:197-202.
Rahayu, S.E., R. Kuswanto, & Kapti. 1988. Teknologi Pengolahan Minuman

Beralkohol.

Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.


Sudjata, W & N.S. Antara. 1997. Pengantar Teknologi Fermentasi. Program Studi Teknologi
Pertanian. Universitas Udayana. Bali.

V. MINUMAN HERBAL
(LOLOH DAUN KATUK, BERAS KENCUR, CABE
LEMPUYANG, DAN KUNIR ASEM)
A. DASAR TEORI
Di Indonesia loloh atau jamu sudah banyak dikenal sebagai minuman sehat tradisional.
Beberapa jenis jamu akan dicoba dalam praktikum mahasiswa, diantaranya loloh daun
katuk, beras kencur, cabe lempuyang, dan kunir asem.
Daun katuk sudah terkenal dikalangan ibu-ibu terutama untuk melancarkan air susu ibu
(ASI), serta sebagai obat borok, bisul, demam, dan darah kotor. Selain memperlancar dan
meningkatkan produksi ASI, daun katuk yang populer sebagai sayur ini bisa juga
membangkitkan vitalitas seks, mencegah osteoporosis, dan mengobati macam-macam
penyakit.
Saat ini, daun katuk sudah diproduksi sebagai sediaan fitofarmaka yang berkhasiat untuk
melancarkan ASI. Pada tahun 2000, telah terdapat sepuluh pelancar ASI yang
mengandung daun katuk, beredar di Indonesia. Bahkan ekstrak daun katuk telah
digunakan sebagai bahan tambahan pada produk makanan yang diperuntukkan bagi ibu
menyusui. Pengembangan riset mengenai daun katuk terus dilakukan, terutama untuk
menghilangkan efek negatif yang mungkin timbul. Daun katuk disarankan untuk
dikonsumsi matang setelah direbus atau ditumis.
Daun katuk dapat mengandung hampir 7% protein dan serat kasar sampai 19%. Daun ini
kaya vitamin K, selain pro-vitamin A (beta-karotena), B, dan C. Mineral yang
dikandungnya adalah kalsium (hingga 2,8%), besi, kalium, fosfor, dan magnesium.
Warna daunnya hijau gelap karena kadar klorofil yang tinggi. Daun katuk dapat diolah
seperti kangkung atau daun bayam. Ibu-ibu menyusui diketahui mengonsumsi daunnya
untuk

memperlancar

keluarnya

ASI.

Perlu

diketahui,

daun

katuk

mengan-

dung papaverina, suatu alkaloid yang juga terdapat pada candu (opium). Konsumsi
berlebihan dapat menyebabkan efek samping seperti keracunan papaverin.
Kencur (Kaempferia galangal L.) banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional
(jamu), fitofarmaka, industri kosmetika, penyedap makanan dan minuman. Secara turun
temurun kencur dipercaya dapat meningkatkan kesegaran dan kesehatan badan. Minyak
atsiri didalam rimpang kencur mengandung etil sinnamat dan metil p-metoksi sinamat

yang banyak digunakan didalam industri kosmetika dan dimanfaatkan sebagai obat asma
dan anti jamur.
Jamu beras kencur adalah jamu segar, manis dan berwarna putih. Jamu ini dapat
menyegarkan dan menghangatkan badan. Kencur merupakan salah satu tanaman tropika
yang tumbuh tersebar dan mudah diperoleh di Indonesia. Bagian tanaman yang
digunakan untuk jamu adalah bagian rimpang yang banyak terkandung senyawa bioaktif
yang mempunyai efek kesehatan.
Lempuyang gajah (Zingiber zerumbet (L.) J. E. Smith) merupakan tanaman tropika yang
mempunyai banyak manfaat. Sejak lama lempuyang dimanfaatkan sebagai jamu/obat
tradisional. Selain itu, rimpang yang masih muda (terutama lempuyang gajah) dimakan
sebagai lalap. Lempuyang berkhasiat untuk menambah nafsu makan, menyembuhkan
batuk rejan atau kinghus, alergi udang atau ikan laut, kaki encok, rematik di kaki, dan
penambah darah.
Kunyit, (Curcuma longa Linn. atau Curcuma domestica Val.), termasuk ke dalam salah satu
tanaman rempah dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara. Rimpang kunyit berkhasiat untuk
mendinginkan badan, melepaskan lebihan gas di usus, menghentikan pendarahan, dan mencegah
penggumpalan darah. Selain itu, kunyit juga dapat digunakan sebagai bumbu penyedap masakan.

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa terhadap
produk minuman herbal sebagai warisan budaya. Setelah praktikum diharapkan
mahasiswa dapat mengerti, memahami, dan dapat melakukan proses produksi minuman
herbal bermutu dan dapat diterima oleh konsumen secara organoleptik.
C. PROSEDUR PERCOBAAN
Loloh Daun Katuk
Alat:
Alat yang diperlukan dalam proses pembuatan loloh daun katuk ini adalah baskom,
pisau, pengaduk, saringan.
Bahan:

Bahan - bahan yang digunakan dalam proses pembuatan loloh daun katuk ini adalah
daun katuk, air, garam, asam jawa, dan cabai.
Prosedur
Persiapan bahan. Daun katuk, asam jawa, dan cabai dicuci dengan air hingga kotoran
kotoran yang masih menempel pada permukaan bahan hilang.
Ekstraksi. Daun katuk diekstrak dengan air agar diperoleh cairannya saja. Ditimbang
500 g daun katuk dan selanjutnya dicuci bersih. Daun katuk yang sudah bersih kemudian
dilakukan ekstraksi dengan air bersih steril yang masih hangat. Air bersih disterilkan
dengan cara didihkan selama 10 menit setelah mendidih, dan dibiarkan mendingin sampai
suhu hangat (swam kuku: 45oC). Daun katuk ditambahkan air dengan perbandingan
yang sama (1:1) dan daun kemudian diremas-remas di dalam air sampai daun hancur
(bahan aktif terekstrak). Setelah itu hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain
saring. Cairan hasil saringan kemudian digunakan untuk pembuatan minuman herbal.
Pembuatan Minuman Herbal
Ekstrak daun katuk yang diperoleh dari hasil ekstraksi kemudian dicampurkan dengan
garam, cabai, gula jawa, dan asam jawa sehingga diperoleh rasa, aroma, dan warna yang
berbeda.
Setiap kelompok melakukan percobaan dengan perlakuan berbeda sesuai pilihannya.
Beberapa perlakuan dapat dilakukan, yaitu, pertama: perbandingan air dan daun katuk
saat ekstraksi dengan ingrediaen yang sama, kedua: penggunaan konsentrasi garam yang
berbeda, ketiga: penambahan gula jawa yang berbeda, dan keempat: penggunaan cabe
yang berbeda.
Jamu Beras Kencur
Bahan-bahan:
Beras

2,5 ons

Kencur

2,5 ons

Kunyit

2 ons

Kayu manis

1 ons

Asam jawa

5 ons

Gula jawa

1,5 kg

Air masak

10 liter

Garam

secukupnya

Alat:
Panci/Waskom, pisau, penumbuk, dan botol.
Prosedur:
1. Cuci beras sampai bersih dan direndam dealam panic,
2. Kencur dan kunyit dikupas kulitnya,
3. Beras, kencur dan kunyit ditumbuk halus bersama-sama dengan kayu manis,
4. Campuran bubuk halus (beras, kencur, dan kayu manis) ditambahkan air matang,
asam jawa, gula jawa, dan sedikit garam,
5. Campuran diaduk sampai merata (proses ekstraksi), dan kemudian disaring
menggunakan kain saring, dan
6. Hasil saringan dikemas ke dalam botol dan dilakukan pasteurisasi sebelum ditutup.
Jamu Cabe Lempuyang
Bahan:
Cabe jamu (bukan Lombok)

3,5 ons

Lempuyang

7,5 ons

Kencur

2,0 ons

Kunyit

2,0 ons

Asam jawa

2,5 ons

Gula jawa

1 kg

Garam

3-4 sendok

Air matang

10 liter

Alat:
Pisau, penumbuk, panci/Waskom, kain saring, dan botol.
Prosedur:
1. Cabe, lempuyang, kunyit, dan kencur dikupas kulitnya dan dicuci bersih, selanjutnya
bersama ditumbuk halus.

2. Masukkan ke dalam Waskom dan ditambahkan air matang, selanjutnya ditambak


asam, gula jawa, dan sedikit garam.
3. Campuran diaduk merata (proses ekstraksi), dan selanjutnya disaring menggunkan
kain saring.
4. Hasil saringan dimasukkan ke dalam kemasan (botol) dan dilakukan pasteurisasi
sebelum ditutup.
Jamur Kunyit Asam
Bahan-bahan:
Kunyit

1,0 kg

Asam

1,5 kg

Gula jawa

1,5 kg

Air matang

10 liter

Garam

secukupnya

Alat:
Pisau, alat penumbuk/penggiling, panci/Waskom, kain saring, dan botol.
Prosedur:
1. Kunyit yang tua dikupas dan dicuci dengan air bersih, selanjutnya ditumbuk sampai
halus.
2. Hasil tumbukan/gilingan dimasukkan ke dalam Waskom dan ditambahkan air
matang. Selanjutnya ditambah asam, gula jawa, dan sedikit garam.
3. Campuran tersebut kemudian diaduk sampai merata (kalau perlu diremas-remas).
Setelah proses ekstraksi, cairan disaring menggunakan kain saring.
4. Hasil saringan dimasukkan ke dalam kemasan (botol), dan dilakukan pasteurisasi
sebelum ditutup.
D. TUGAS MAHASISWA
1. Mahasiswa dibagi ke dalam kelompok. Setiap kelompok melakukan proses produksi
pembuatan minuman herbal dengan perlakuan yang berbeda. Kalau diperlukan boleh
dicoba menambahkan CMC agar suspense jamu dapat lebih stabil.

2. Setelah produk minuman herbal dihasilkan, mahasiswa melakukan pengamatan


terhadap sifat organoleptik, kadar total fenol, kadar gula, pH, total asam, dan
kapasitas antioksidan produk herbal.
3. Hasil pengamatan kemudian didiskusikan dengan anggota kelompoknya dan dibuat
laporannya
E. BAHAN BACAAN
Antara, N.S. dan M. Wartini. 2012. Senyawa Aroma dan Citarasa. Pusat Studi Ketahanan
Pangan, LPPM Unud. Denpasar.
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bharata Karya Aksara:Jakarta.
Sudarmadji., B.Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan
Pertanian.Liberty:Yogyakarta.

VI. PROSES PEMBUATAN TEMPE


A. DASAR TEORI
Tempe merupakan makanan tradisional sebagian besar masyarakat Indonesia, namun sampai
saat ini Tempe telah menyebar keseluruh penjuru dunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia
banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang
tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di
sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat telah dilakukan berkenaan
dengan potensi tempe bukan saja sebagai sumber nutrisi, namun juga sebagai sumber
komponen bioaktif.
Teknik pembuatan tempe ini telah dikerjakan masyarakat Indonesia khususnya bermula dari
masyarakat Jawa selama beberapa abad yang lalu dengan prosedur pembuatannya masih
sangat sederhana. Berbagai bahan dasar yang dapat digunakan dalam pembuatan tempe,
tetapi yang paling populer dan paling banyak dipergunakan adalah tempe berbahan dasar
kedelai.
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa
bahan lain yang

menggunakan beberapa

jenis kapang Rhizopus,

seperti Rhizopus

oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer(kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini
secara umum dikenal sebagai "ragi tempe. Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis
senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia.
Tempe kaya serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan
dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotik untuk dan sebagai sumber antioksidan.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan
biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen
makromolekul yang terkandung di dalam kedelai mengalami degradasi selama proses
fermentasi yang membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas dengan nilai biologis yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kedelainya.

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa terhadap produk
tempe sebagai warisan budaya. Setelah praktikum diharapkan mahasiswa dapat mengerti,
memahami, dan dapat melakukan proses produksi yang menghasilkan tempe bermutu dan
dapat diterima oleh konsumen secara organoleptik.
C. PROSEDUR PERCOBAAN
Untuk memperoleh tempe yang berkualitas baik, maka kedelai yang digunakan juga harus
yang berkualitas baik dan tidak tercampur dengan biji-bijian yang lain, seperti jagung,
kacang hijau dan biji-bijian lainnya. Selain itu, prosedur pengolahan harus dilakukan dengan
cermat. Proses pembuatan tempe pada dasarnya adalah proses menumbuhkan spora jamur
tempe, yaitu Rhizopus oligosporus, pada biji kedelai.
Bahan Dasar
Biji kedelai, ragi tempe.
Alat
Mesin pemecah biji kedelai, tungku pemanas, cetakan, daun pisang atau plastik (untuk
kemasan), kipas angin (alat membantu proses pendinginan)
Prosedur
1. Rendam kedelai (pencucian pertama) selama 12 jam.
2. Proses penggilingan menggunakan mesin pemisah kulit. Biji kedelai yang ada di
dimasukan pada mesin penggiling agar kulit ari pada biji kedelai dihilangkan.
3. Pisahkan biji kedelai yang sudah terpisah dari kulit (pada saat ini kulit akan mengapung
saat dimasukan air dan biji kedelai akan mengendap). Kulit dipisahkan dari biji kedelai.
4. Biji kedelai yang mengendap tadi kemudian dimasukan kedalam wadah (panci) dan
ditambahkan air sampai biji kedelai terendam. Perendaman dilakukan selama 1 malam.
5. Setelah semalam kedelai yang terendam langsung dibawa ke tungku pemanas untuk
direbus (proses ini dilakukan sampai mendidih).

6. Biji kedelai yang sudah selesai direbus kemudian diangkat dan ditiriskan. Kemudian
biji kedelai yang sudah direbus tersebut diletakkan pada wadah mulut lebar untuk
didinginkan. Pendinginan dapat dibantu dengan kipas angin.
7. Setelah biji kedelai dingin kemudian ditambahkan ragi tempe. Pemberian ragi
dilakukan sebelum dikemas. Ragi yang ditambahkan diaduk merata dengan biji kedelai.
8. Proses pengemasan dengan menggunakan daun pisang atau plastik.
9. Setelah dikemas dilakukan fermentasi selama 2 hari.
D. TUGAS MAHASISWA
1. Mahasiswa dibagi ke dalam kelompok. Setiap kelompok melakukan proses produksi
pembuatan tempe. Sebagian kelompok dapat melakukan pembuatan tempe dari kacangkacangan yang lain.
2. Setelah produk tempe dihasilkan, mahasiswa melakukan pengamatan terhadap sifat
organoleptik, kadar total fenol, pH, total asam, dan kapasitas antioksidan tempe.
3. Hasil pengamatan kemudian didiskusikan dengan anggota kelompoknya dan dibuat
laporannya
E.

BAHAN BACAAN

VII. BIODIESEL
A. DASAR TEORI
Biodiesel adalah sejenis bahan bakar yang termasuk ke dalam kelompok bahan bakar nabati.
Bahan baku biodiesel dapat berasal dari minyak dan lemak yang berasal dari tanaman, seperti
minyak sawit, minyak kedelai, minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak jarak pagar,
bahkan dari minyak goreng bekas. Sampai saat ini, ada tiga kelompok bahan bakar nabati
yang dikenal, yaitu:
1. Bioetanol. Bahan bakar ini dibuat dari ubi kayu atau tetes tebu yang digunakan
sebagai pencampur bensin dan sering disebut dengan gasohol.
2. Bio-Oil. Bahan bakar ini dibuat dari hasil konversi lignoselulosa melalui proses
pirolisa yang menghasilkan minyak. Minyak ini digunakan langsung sebagai bahan
bakar pengganti minyak residu.
3. Biodiesel. Bahan bakar ini digunakan sebagai pencampur minyak solar untuk mobil
dan alat pertanian.
Teknologi biodiesel yang umum dikenal adalah transesterifikasi. Teknologi ini cocok
diterapkan untuk minyak sawit, minyak kelapa, dan minyak sejenisnya yang tidak mudah
tengik atau asam. Untuk minyak jarak atau minyak yang mudah tengik atau asam lainnya
lebih sesuai digunakan teknologi esterifikasi-transesterifikasi (estrans). Proses estrans ini
terdiri dari dua tahap, yaitu: pertama, proses esterifikasi yang mengkonversi asam-asam
lemak bebas menjadi metal ester (biodiesel); kedua, proses transesterifikasi yang
mengkonversi asam lemak yang masih terikat sebagai trigliserida menjadi metal ester.
Kandungan asam lemak bebas/free fatty acid (FFA) bahan baku merupakan faktor penentu
untuk memilih jenis proses produksi biodiesel. Minyak murni yang mempunyai FFA rendah
(<5%) dapat langsung diproduksi dengan metode trans-esterifikasi. Apabila kandungan FFA
bahan baku tinggi, maka metode estrans lebih baik diterapkan. Untuk itu, penentuan
kandungan FFA bahan baku sangat penting dilakukan sebelum diolah menjadi biodiesel.

Proses esterifikasi

Proses transesterifikasi
Teknologi konversi minyak nabati menjadi biodiesel merupakan teknologi terapan yang
sederhana. Untuk itu, mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Bioindustri perlu diberikan
praktek teknologi biodiesel. Dengan mengikuti praktikum ini diharapkan muncul kreativitas
mahasiswa untuk mengembangkan biodiesel yang lebih ramah lingkungan. Yang tidak kalah
pentingnya adalah biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharukan.

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa terhadap produk
tempe sebagai warisan budaya. Setelah praktikum diharapkan mahasiswa dapat mengerti,
memahami, dan dapat melakukan proses produksi yang menghasilkan tempe bermutu dan
dapat diterima oleh konsumen secara organoleptik.
C. PROSEDUR PERCOBAAN
Bahan:
Minyak jatropa (atau bijinya) atau minyak nabati lainnya, HCl, methanol, KOH teknis.

Alat:
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah peralatan skala lab.
Prosedur:
Pada prosedur ini akan dipaparkan mulai penanganan biji jarak, namun apabila bahan baku
yang digunakan sudah dalam bentuk minyak, maka prosedur dapat dimulai dari proses
esterifikasi atau transesterifikasi. Berikut ini akan dijelaskan proses pembuatan tiga jenis
minyak yang berbahan baku jatropa (biji jarak), yaitu minyak jatropa kasar (Crude Jatropa
Oil/CJO), Jatropa Oil (JO), dan Biodiesel.
Produksi CJO:
1. Bersihkan biji dari kotoran dengan cara mencuci dengan air bersih. Kemudian lakukan
blanching selama 5 menit dalam air mendidih. Setelah blanching selesai, angkat biji jarak
dan tiriskan sampai air tidak menentes lagi.
2. Keringkan biji jarak menggunakan alat pengering atau dengan cara dijemur sampai biji
kering. Pisahkan kulit buah (cangkang) dengan daging buahnya.
3. Daging buah yang diperoleh kemudian digiling. Hasil gilingan kemudian dipress untuk
menghasilkan minyak jarak kasar (CJO). Usahakan hasil gilingan secepatnya dipress
untuk menghindari terjadinya oksidasi. Rendemen minyak yang dihasilkan sekitar 45%
dari biji tanpa cangkang, dan antara 30 35% dari biji utuh kering. Minyak yang
dihasilkan (CJO) dapat digunakan sebagai bahan bakar kompor, dicampur dengan
minyak tanah (perbandingan CJO: minyak tanah adalah 30:70).
Produksi JO:
1. CJO yang dihasilkan dipanaskan sampai mencapai suhu 50-60oC. Setelah suhu tercapai
api kompor dimatikan.
2. Siapkan larutan kimia campuran methanol dan HCl teknis sampai larut sempurna. Jumlah
methanol 5-10% dari CJO dan HCl sebagai katalis sebanyak 1% dari CJO. Aduk
campuran CJO, methanol dan HCl dengan konstan selama proses esterifikasi
berlangsung. Proses ini berlangsung sekitar 2 jam dengan suhu dipertahankan 50oC. Pada
proses ini akan terbentuk gliserol.
3. Gliserol dipisahkan dengan minyak yang dihasilkan setelah dibiarkan (aging) selama 4
jam. Gliserol akan berbentuk pasta putih pada bagian bawah. Pisahkan JO pada bagian

atas dan dimasukkan ke dalam labu pemisah. JO dicuci dengan menggunakan aquades
(air demineralisasi) sebanyak dua kali. JO yang dihasilkan kemudian dinetralisasi
menggunakan natrium hydrogen karbonat (Na2HCO3) 0,01%, dan dicuci lagi den gan air
demineralisasi. JO yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pengganti solar untuk mesinmesin statis, seperti diesel generator, traktor, penggiling padi, dan motor alat pengolahan
hasil pertanian lainnya.
Produksi biodiesel:
1. JO yang dihasilkan dipanaskan sampai suhu 50-60oC. Matikan api kompor apabila suhu
sudah tercapai.
2. Bahan kimia yang berupa campuran methanol 10% (v/v) dan katalis KOH 0,5% (v/v)
ditambahkan ke dalam JO. Campuran diaduk secara konstan selama 1 jam pada suhu
dipertahankan 50oC.
3. Pisahkan gliserol dan biodiesel dengan cara yang sama pada produksi JO dan biodiesel
dicuci. Proses netralisasi digunakan asam asetat encer (0,01%) bukan natrium hydrogen
karbonat.
4. Biodiesel yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar mobil.
D. TUGAS MAHASISWA
1

Mahasiswa dibagi ke dalam kelompok. Setiap kelompok melakukan proses produksi


pembuatan biodiesel;. Sebagian kelompok dapat melakukan pembuatan biodiesel dari
bahan baku minyak yang berbeda.

Setelah produk biodiesel dihasilkan, mahasiswa melakukan pengamatan terhadap mutu


biodiesel dan kinerjanya setelah dicoba sebagai bahan bakar.

Hasil pengamatan kemudian didiskusikan dengan anggota kelompoknya dan dibuat


laporannya

E. BAHAN BACAAN
Sudrajat, H.R. 2006. Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar (Seri Agritekno). Penebar
Swadaya. Jakarta
Prihandana, R. dan R. Hendroko. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. PT. AgroMedia
Pustaka. Jakarta.

Hambali, E., S. Mujdalifah, A. H. Tambunan, A.W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. 2007.


Teknologi Bioenergi. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Você também pode gostar