Você está na página 1de 45

ANALISIS KESEHATAN MASYARAKAT

PASCA BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat


pada Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Dosen: Dra. Rr. Sulistianingsih, M.Kes., Apt.
Lazuardi Kamila Ulfa

260112160013

Dewi Permata Sari

260112160025

Amelinda Janice Herlina

260112160031

Mochammad Indra Permana

260112160037

Nur Rahayu

260112160045

Ilham Rahmat Subekti

260112160117

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR
2016
KATA PENGANTAR
1

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi materi uraian
tentang analisis situasi kesehatan pasca banjir di Kabupaten Bojonegoro dan
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat pada
program studi Profesi Apoteker.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1

Tuhan Yang Maha Esa atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan

makalah ini.
Ibu Dra. Rr. Sulistyaningsih, M.Kes., Apt. selaku dosen pengampu mata kuliah

Ilmu Kesehatan Masyarakat.


Teman-teman profesi apoteker Universitas Padjadjaran Tahun 2016.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang Farmasi. Kritik dan saran


yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.

Jatinangor, 19 September 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1

Latar Belakang..........................................................................1

1.2 Identifikasi Masalah..................................................................2


1.3 Tujuan........................................................................................2
1.4 Kegunaan...................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4
2.1

Kondisi Geografis.....................................................................4
2.1.1 Letak dan Luas.................................................................4
2.1.2 Topografi..........................................................................5
2.1.3 Iklim.................................................................................5

2.2 Demografi Penduduk.................................................................5


2.3 Mata Pencaharian Penduduk.....................................................7
2.4 Fasilitas Kesehatan....................................................................8
2.5

Analisis Kebiasaan Penduduk...................................................9

BAB III PEMBAHASAN..............................................................................10


3.1

Analisis Kesehatan sebagai Dampak Banjir...........................10


3.1.1

3.2

Mortalitas (Kematian).10

Analisis Aspek Kependudukan ..............................................23


3.2.1 Kepadatan Penduduk dibandingkan Wilayah ................23

3.3

Analisis Pelayanan Kesehatan.................................................16


3.3.1 Sarana Pelayanan Kesehatan..........................................16
3.3.2 Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan...................17
3.3.3 Upaya Promotif, Preventif, dan Evaluasi.......................18

3.4

Analisis Perilaku Kesehatan....................................................18


3.4.1 Perilaku Masyarakat.......................................................18

3.5 Analisis Lingkungan...............................................................21


3.5.1 Analisis lingkungan secara umum...21
3.5.2 Analisis lingkungan saat terjadi banjir22
3.6

Analisis Penyakit yang Muncul Pasca Banjir.........................23

3.7

Etnofarmasi yang Berkembang di Masyarakat.......................24

3.8 Rancangan Kegiatan untuk Meningkatkan Kesehatan Masyarakat


Pasca Banjir di Bojonegoro.......................................................27
3.9 Materi Penyuluhan dan Simulasi pada Masyarakat..................28
3.9.1 Langkah-langkah CTPS...28
3.9.2 Penyembuhan Penyakit Secara Mandiri..30
3.9.3 Penggunaan Air Bersih31
3.10 Organisasi Penggerak dan Sumber Daya yang Dimanfaatkan.32
3.11 Analisis Faktor Penunjang dan Faktor Penghambat.33
3.12 Pemantauan dan Evaluasi Penyuluhan Kesehatan34
BAB IV SIMPULAN......................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................36
LAMPIRAN .................................................................................................38

BAB I
PENDAHULUAN
2

1.1

Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan akan bencana. Faktor-

faktor yang menjadi penyebabnya adalah letak geografis Indonesia yang berada
diantara dua samudera dan dua benua, yakni Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik serta Benua Asia dan Benua Australia membuat Indonesia dilalui oleh
angin muson sehingga terdapat musim panas dan hujan dengan ciri-ciri perubahan
cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim; letak geologis Indonesia berada
di jalur tiga lempeng tektonik yang sering mengalami gesekan; berada di jalur
lingkaran gunung berapi (ring of fire); dan terdapat lebih dari 500 sungai besar
yang melintasi daerah pemukiman padat penduduk. Kondisi tersebut akan
meningkatkan risiko terjadinya bencana seperti letusan gunung berapi, gempa
bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan (BNPB,
2013; Harthana, T. & Soedirham, O., 2014).
Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah
atau daratan akibat volume air yang meningkat. Setiap tahunnya, frekuensi
kejadian banjir meningkat tajam sehingga bencana ini tercatat sebagai bencana
alam yang paling banyak terjadi di Indonesia, yaitu 37,5% dengan jumlah 5.051
kejadian (BNPB, 2013). Bencana banjir mampu menimbulkan krisis kesehatan.
Pada tahun 2008-2012 tercatat sebanyak 37% dari rata-rata kejadian banjir di
Indonesia berakibat pada krisis kesehatan (Pusat Penanggulangan Krisis
Kemenkes, 2012).
Banjir akibat luapan sungai merupakan bencana rutin tahunan yang terjadi
di beberapa wilayah kota atau kabupaten di Indonesia. Sungai Bengawan Solo
merupakan salah satu sungai besar di Pulau Jawa yang sering menimbulkan banjir
dan Kabupaten Bojonegoro menjadi wilayah yang selalu terkena dampak dari
luapan sungai tersebut. Kabupaten Bojonegoro terletak di bagian paling barat
wilayah Provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Blora
yang termasuk wilayah Provinisi Jawa Tengah (PEMKAB Bojonegoro, 2014).
Daerah tersebut merupakan wilayah terluas di Jawa Timur yang dilalui oleh
Sungai Bengawan Solo dan dihuni oleh 403.468 KK dengan total jumlah

penduduk sebanyak 1.430.316 jiwa (PEMKAB Bojonegoro, 2013). Bencana


banjir mampu menimbulkan dampak langsung terhadap kesehatan jiwa seperti
kematian karena tenggelam, terseret arus banjir, luka, dan tersengat listrik serta
menimbulkan dampak lanjutan seperti meningkatnya penyakit menular, bahkan
sampai menimbulkan wabah. Penyakit menular menyebar melalui air (water
borne disease) dan timbul akibat dari lingkungan yang tidak bersih (vector borne
disease) (BPBD Bojonegoro, 2013). Menurut Kementrian Kesehatan RI, terdapat
7 penyakit yang sering muncul akibat banjir, yaitu diare, leptospirosis, ISPA,
penyakit kulit, penyakit pencernaan, tifoid dan demam berdarah atau malaria
(Promkes Kemenkes RI, 2013).
1.2

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah dalam

makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut:


1. Bagaimana kondisi geografi dan demografi penduduk Kabupaten
Bojonegoro, Jawa Timur?
2. Bagaimana hubungan kebiasaan penduduk di Kabupaten Bojonegoro,
Jawa Timur terhadap penyakit yang timbul pasca bencana banjir?
3. Apa etnofarmasi yang biasa digunakan oleh penduduk Kabupaten
Bojonegoro, Jawa Timur untuk mengobati penyakit yang timbul pasca
bencana banjir?
4. Apa upaya dan solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kualitas hidup penduduk Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur pasca
bencana banjir?
1.3

Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi geografi dan demologi penduduk Kabupaten
Bojonegoro, Jawa Timur.
2. Mengetahui hubungan kebiasaan penduduk di Kabupaten Bojonegoro,
Jawa Timur terhadap penyakit yang timbul pasca bencana banjir.
3. Mengetahui etnofarmasi yang biasa digunakan oleh penduduk
Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur untuk mengobati penyakit yang
timbul pasca bencana banjir.
4. Mengetahui upaya dan solusi untuk meningkatkan kualitas hidup
penduduk Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur pasca bencana banjir.
4

1.4

Kegunaan
Kajian dalam makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi

tambahan mengenai analisis kesehatan masyarakat pasca bencana banjir


khususnya di wilayah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur sehingga dapat
dijadikan sebagai data ataupun solusi tambahan dalam meningkatkan kualitas
hidup masyarakat di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Geografis
Kabupaten Bojonegoro adalah wilayah terluas di Jawa Timur yang
dilewati Sungai Bengawan Solo yaitu sepanjang 143 km. Kabupaten ini paling
sering mengalami bencana banjir. Banjir ini terjadi karena meluapnya air sungai
ke permukiman atau lahan warga akibat peningkatan debit air secara tiba-tiba.

Terdapat 126 desa di 16 kecamatan dengan 150.000 penduduknya memiliki resiko


terkena dampak bajir pada saat musim hujan (BPBD, 2013).

Gambar 2.1 Peta Kabupaten Bojonegoro


2.1.1

Letak dan Luas


Kabupaten Bojonegoro secara administratif memiliki luas wilayah

yaitu mencapai 230.706 Ha. Wilayah Kabupaten Bojonegoro merupakan


bagian dari wilayah Provinsi Jawa Timur yang secara orientasi berada di
bagian paling barat wilayah Provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung
dengan Kabupaten Blora yang merupakan bagian dari Provinsi Jawa
Tengah. Secara geografis, Kabupaten Bojonegoro berada pada koordinat
659 sampai 737 Lintang Selatan dan 11225 sampai 112 09 Bujur
Timur. Kabupaten Bojonegoro memiliki batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara
Sebelah Timur
Sebelah Selatan
Sebelah Barat

:
:
:
:

Kabupaten Tuban
Kabupaten Lamongan
Kabupaten Madiun, Nganjuk dan Jombang
Kabupaten Ngawi dan Blora (Jawa Tengah)
(PEMKAB Bojonegoro, 2014).

2.1.2

Topografi

Keadaan topografi Kabupaten Bojonegoro didominasi oleh


keadaan tanah yang berbukit yang berada di sebelah selatan (Pegunungan
Kapur Selatan) dan sebelah utara (Pegunungan Kapur Utara) yang
mengapit dataran rendah yang berada di sepanjang aliran Bengawan Solo
yang merupakan daerah pertanian yang subur. Wilayah Kabupaten
Bojonegoro didominasi oleh lahan dengan kemiringan yang relatif datar.
Permukaan tanah di Kabupaten Bojonegoro rata-rata berada pada
ketinggian dari permukaan laut yang relatif rendah, yaitu berada pada
ketinggian antara 25 - 500 m dari permukaan laut (PEMKAB Bojonegoro,
2014).

2.1.3

Iklim
Tipe iklim di wilayah Kabupaten Bojonegoro adalah beriklim

tropis, dengan suhu rata-rata 27,8 C suhu udara berkisar antara 24,2 C
31,4 C dan hanya mengenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim
penghujan, curah hujan baik langsung maupun tak langsung akan
mempengaruhi jenis dan pola tanam serta pola identitas penggunaan tanah
dan tersedianya air pengairan (Suprapto, 2011).
2.2 Demografi Penduduk
Kabupaten Bojonegoro memiliki jumlah penduduk sebesar 1.430.316 jiwa
atau 403.468 KK yang terdiri dari 721.445 laki-laki dan 708.871 perempuan.
Sektor pertanian merupakan sektor utama dalam perekonomian Kabupaten
Bojonegoro sehingga penduduk Kabupaten Bojonegoro sebagian besar bermata
pencaharian sebagai petani. Sebagai daerah yang bertipe agraris, banyaknya
kesempatan kerja secara komulatif hingga tahun 2011 terbanyak pada sektor
pertanian yaitu 332.665 atau 44,72% dari kesempatan kerja yang ada. Disusul
sektor perdagangan yaitu 16,96%, sektor jasa dan lainnya sebesar 14,83%.
Tabel 2.1 Data Kependudukan Kabupaten Bojonegoro

No
1
2
3
4
5
6

Uraian

2011

Penduduk
a Laki-Laki
b Perempuan
Sex Ratio
Rumah Tangga
Rata-Rata Anggota Rumah Tangga
Kepadatan Penduduk
Pertumbuhan Penduduk

2012

1.401.258
706.722
694.536
101,75
389.587
3,5
607

1.430.313
721.444
708.869
101,77
403.468
3,5
619
0,37
(PEMKAB Bojonegoro, 2013)

Selain jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, sex ratio, dan


kepadatan masing-masing kecamatan, jumlah penduduk menurut kelompok umur
merupakan salah satu aspek penting dalam aspek demografi suatu wilayah.
Jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat menjelaskan sebaran usia
produktif dan non produktif di suatu wilayah. Lebih jelas jumlah penduduk
menurut kelompok umur di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2015 dapat dilihat pada
tabel 2.2, sebagai berikut:

Tabel 2.2 Tabel Jumlah Penduduk Kabupaten Bojonegoro Menurut Kelompok


Umur
Jenis Kelamin

Kelompok
Umur

Laki-Laki

Perempuan

0-4
5-9

45.047
47.913

42.604
45.630

Jumlah Total
87.651
93.543

Kelompok
Umur
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-74
75+
Tidak Terjawab

Jenis Kelamin
Laki-Laki
52.009
45.770
37.691
46.220
46.882
48.408
49.099
46.002
40.045
31.470
20.053
15.934
11.201
13.158
1.463

Perempuan
48.586
43.845
41.739
49.717
49.305
49.347
50.711
46.233
37.634
27.327
21.467
18.533
16.579
20.748
1.603

Jumlah Total
100.595
89.615
79.430
95.937
96.187
97.755
99.810
92.235
77.679
58.797
41.520
34.467
27.780
33.906
3.066

Struktur umur penduduk Kabupaten Bojonegoro didominasi oleh usia produktif


(15-64 tahun) yaitu sebesar 828.965 jiwa pada tahun 2015. Hal ini menunjukan
bahwa 68,51% penduduk Bojonegoro berada dalam usia produktif (PEMKAB
Bojonegoro, 2015).
2.3 Mata Pencaharian Penduduk
Secara umum angka penyerapan tenaga kerja di kabupaten Bojonegoro
adalah pada bidang Industri, hal ini tidak jauh berbeda pada data-data tahun-tahun
sebelumnya (tahun 2008-2009).
Tabel 2.3 Tabel Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Bojonegoro
Mata Pencaharian

Jumlah Tenaga Kerja

Pertanian

2.778

Pertambangan atau Penggalian

2.015

Industri

15.635

Listrik Air dan Gas

896

Bangunan

756

Perdagangan

1.785

Angkutan atau Komunikasi

1.246

Jasa

1.134

Lainnya

1.476
(Skk Migas, 2012)

2.4 Fasilitas Kesehatan


Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro (2013), Jumlah
fasilitas kesehatan di seluruh kecamatan yang berada di Kabupaten Bojonegoro
sudah memadai.
Tabel 2.4 Tabel Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Bojonegoro
Jenis Fasilitas Kesehatan
Rumah Sakit

Jumlah
10

Puskesmas

23

Puskesmas dengan perawatan

13

Puskesmas Pembantu

68

Apotek

70

Posyandu

1601

Sumber : Laporan Dinas Kesehatan Kab. Bojonegoro th. 2011-2013


2.5 Analisis Kebiasaan Penduduk
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dinkes Jawa Timur pada tahun
2012, di Jawa Timur rumah yang telah melakukan PHBS hanya sebanyak 40,77%
pada tahun 2010 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 42,85% kemudian
tahun 2012 meningkat kembali menjadi 43,39%. Sedangkan proporsi penduduk
Jawa Timur yang telah mencuci tangan dengan benar hanya 48,1%
(Riskesdas,2013). Hal ini menunjukan bahawa di jawa timur termasuk
Bojonegoro kurang dari setengah yang yang telah melakukan PHBS dan cuci

10

tangan dengan

benar, bahkan angkanya akan menurun ketika terjadi banjir

(Riskesdas, 2013).

11

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Analisis Kesehatan sebagai Dampak Banjir
Sehat memiliki pengertian yang sangat luas, yaitu tidak saja terbebas dari
penyakit, namun tercapainya kesejahteraan fisik, sosial, dan mental. Seseorang
dapat dikatakan tidak sehat apabila mengalami gangguan pada salah satu faktor
tersebut. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang penting untuk
menentukan

kesehatan

seseorang.

Lingkungan

yang

terganggu

dapat

menyebabkan sakit pada masyarakat yang tinggal di area tersebut. Salah satu
masalah lingkungan yang sering dialami adalah banjir. Banjir merupakan keadaan
terjadinya genangan air yang berlebihan pada tempat yang tidak semestinya.
Banjir dapat disebabkan curah hujan yang tinggi, penebangan hutan secara illegal,
perubahan iklim, meluapnya air di laut dan sungai dan sebagainya. Sungai
Bengawan Solo merupakan salah satu sungai di Pulau Jawa yang seringkali
menyebabkan banjir. Bojonegoro merupakan salah satu kabupaten yang selalu
terkena dampak banjir Bengawan Solo. Sebanyak 126 desa di 16 kecamatan di
Bojonegoro rawan banjir, dan 150.000 jiwa penduduknya berisiko terdampak
banjir (BPBD Bojonegoro, 2013). Bencana banjir memunculkan dampak langsung
terhadap keselamatan dan kesehatan jiwa seperti kematian karena tenggelam dan
terseret arus banjir, luka dan tersengat listrik. Di Indonesia, banjir merupakan
bencana alam yang paling banyak terjadi yaitu sebesar 5.051 kejadian atau sebesar
37,5% (BNPB, 2013).
Analisis derajat kerajat kesehatan merupakan salah satu indikator penting
untuk mengukur taraf kesehatan suatu bangsa. Salah satu ciri suatu bangsa yang
maju adalah dimilikinya derajat kesehatan yang tinggi. Derajat Kesehatan
Masyarakat di kabupaten Bojonegoro pada tahun 2014 dapat diukur melalui
beberapa indikator, yaitu mortalitas (kematian), morbiditas (kesakitan) dan status
gizi yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

12

3.1.2

Mortalitas (Kematian)
Mortalitas adalah kejadian kematian yang terjadi pada kurun waktu

dan tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa
penyakit maupun sebab lainnya.
a. Angka Kematian Bayi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang meninggal
sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 Kelahiran Hidup
pada tahun yang sama. AKB merupakan indikator derajat kesehatan yang
sangat penting karena kelompok bayi merupakan kelompok yang sangat
rentan baik terhadap kesakitan maupun kematian. Berdasarkan hasil laporan
dari puskesmas dan jaringannya, pada tahun 2014 jumlah kematian bayi di
Kabupaten Bojonegoro sebanyak 216 kasus atau 11,84 per 1000 kelahiran
hidup. Dengan jumlah kematian bayi laki-laki sebanyak 131 kasus (60,64%)
dan bayi perempuan sebanyak 85 kasus (39,35%) (Dinkes Kab. Bojonegoro,
2014).
Gambar 3.1
Tren Angka Kematian Bayi
Di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2008-2014

13

b. Angka Kematian Balita


Angka Kematian balita merupakan jumlah kematian yang terjadi pada
anak sebelum mencapai usia lima tahun yang dinyatakan sebagai angka per
1.000 Kelahiran Hidup. Dari data yang tercatat di Puskesmas tahun 2014,
angka kematian balita dilaporkan 232 kasus atau 12,71 per 1000 KH (Dinkes
Kab. Bojonegoro, 2014). Berikut ini merupakan gambar perkembangan Angka
Kematian Balita di Kabupaten Bojonegoro sejak tahun 2008 sampai tahun
2014.
Gambar 3.2
Tren Angka Kematian Balita
Di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2008-2014

14

Angka Kematian Balita cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.


Sebagian besar kematian balita merupakan kematian neonatal dan bayi, oleh
karena itu perlu adanya peningkatan pelayanan kesehatan terhadap kelompok
rentan khususnya neonatal dan bayi.

c. Angka Kematian Ibu / Maternal (AKI)


Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah ibu yang meninggal dari suatu
penyebab kematian yang terkait dengan gangguan atau penanganannya (tidak
termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan
dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama
kehamilan per 100.000 Kelahiran Hidup. Angka Kematian Ibu / Maternal
(AKI) merupakan salah satu tolok ukur derajat kesehatan masyarakat yang
berguna untuk menggambarkan status gizi dan kesehatan ibu, kondisi
lingkungan dan tingkat pelayanan kesehatan. Angka kematian Ibu di
Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2014 adalah 65,75 per 100.000 kelahiran
hidup. Jumlah kematian ibu maternal di Kabupaten Bojonegoro tahun 2014
sebanyak 12 orang yang tersebar di 10 puskesmas(Dinkes Kab. Bojonegoro,
2014). Berikut ini trend capaian AKI di Kabupaten Bojonegoro sejak tahun
2008 sampai dengan tahun 2014.

15

Gambar 3.2
Tren Angka Kematian Ibu (AKI)
Di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2008-2014

Menurut beberapa penelitian lebih dari 90 % kematian ibu disebabkan oleh


penyebab langsung antara lain : Haemorage, Abortus complication,
Eklamsi dan Infeksi (Depkes RI, 1999). Sedangkan penyebab tidak
langsung meliputi tingkat pendidikan, sosial ekonomi, sosial budaya,
fasilitas transportasi, keadaan geografis, serta perilaku masyarakat
termasuk ada tidaknya kesenjangan gender. Di Kabupaten Bojonegoro,
Penyebab kematian ibu pada tahun 2014 sebagian besar disebabkan oleh
eklampsia yaitu sebesar 50%, disusul kemudian dengan lain-lain (33,3%)
dan perdarahan (16,7%).
3.1.2

Morbiditas
Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi

dalam kurun waktu tertentu. Morbiditas dapat berupa angka insiden


maupun angka prevalensi suatu penyakit. Berikut ini merupakan daftar

16

penyakit dengan tingkat kejadian dan prevalensi tertinggi

di Kabupaten

Bojonegoro:
1. AFP (non polio)
2. TB paru
3. Pneumonia balita
4. HIV/AIDS dan infeksi menular seksual (IMS)
5. Diare
6. Kusta
7. PDG3I
8. DBD
9. Malaria
10. Filariasis
(Dinkes Kab. Bojonegoro, 2014).
a. Status Gizi
Status

gizi

seseorang

mempunyai

hubungan

yang

erat

dengan

permasalahan kesehatan secara umum, disamping merupakan faktor


predisposisi yang dapat memperparah penyakit infeksi secara langsung juga
dapat menyebabkan gangguan kesehatan individu. Status gizi pada janin / bayi
sangat ditentukan oleh status gizi ibu hamil atau ibu menyusui. Dalam
mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, keluarga dan
masyarakat mempunyai peran yang sangat penting. Salah satunya melalui
pemenuhan gizi sesuai kebutuhan. Gizi yang tidak terpenuhi dapat menggangu
pertumbuhan balita baik fisik, mental maupun kecerdasan. Jumlah Balita di
Kabupaten Bojonegoro yang ditimbang selama tahun 2014 mencapai 85.561
anak. Sebanyak 1.284 balita (1,5%) berstatus gizi lebih, sedangkan sebanyak
76.287 balita berstatus Gizi baik (89,16%) dan 4.884 balita (5,71%) berstatus
gizi kurang (Dinkes Kab. Bojonegoro, 2014).
Gambar 3.4
Proporsi Status Gizi Balita
di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2014

17

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar balita di


kabupaten Bojonegoro berstatus gizi baik yaitu sebesar 89,16%. Sementara itu
untuk kasus gizi buruk, jumlahnya mengalami penurunan secara signifikan
dibandingkan tahun 2013.
3.2.

Analisis Aspek Kependudukan


3.2.1. Kepadatan Penduduk Dibandingkan Wilayah
Kabupaten Bojonegoro memiliki luas sebesar

2.307,06

km2

dengan jumlah penduduk tahun 2014 : 1.226.036 jiwa (Proyeksi


berdasarkan SP 2010) sehingga rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten
Bojonegoro adalah 531 jiwa/km2. Tingkat kepadatan dengan penduduk
paling tinggi berada di Kecamatan Bojonegoro (3.272 jiwa/km2) dan
terendah di Kecamatan Margomulyo yaitu 159 jiwa/km2. Kecamatan
Bojonegoro memiliki tingkat kepadatan paling tinggi karena Kecamatan
Bojonegoro merupakan pusat pemerintahan dan sekaligus pusat kegiatan
perekonomian di Kabupaten Bojonegoro. Wilayah Kecamatan dengan
kepadatan penduduk > 1000 jiwa/km2 diantaranya adalah Kecamatan Kota
Bojonegoro, Balen, Baureno dan Kapas, sedangkan kecamatan dengan
kepadatan penduduk < 200 jiwa/km2 adalah Kecamatan Margomulyo dan
Bubulan (Dinkes Kab. Bojonegoro, 2014).
3.3.

Analisis Pelayanan Kesehatan


3.3.1. Sarana Pelayanan Kesehatan
1) Rumah Sakit

18

Jumlah Rumah Sakit Umum di Kabupaten Bojonegoro mencapai 10


buah yang terdiri dari 3 Rumah Sakit milik Pemerintah, 1 buah milik
TNI/Polri (RS Bhayangkara Wahyu Tetuko) dan 4 buah milik swasta.
Sedangkan ada 1 buah Rumah Sakit Khusus bedah yaitu RS Pemuda
(Dinkes Kab. Bojonegoro, 2014).
2) Puskesmas
Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan. Puskesmas
diarahkan untuk memberikan pelayanan pada penduduk didasarkan pada
konsep kewilayahan. Jumlah Puskesmas di Kabupaten Bojonegoro
sebanyak 36 buah, terdiri dari 24 puskesmas perawatan dan 12 Puskesmas
non perawatan. Jumlah Puskesmas Pembantu sebanyak 68 buah dan
Puskesmas Keliling sebanyak 39 buah (Dinkes Kab. Bojonegoro, 2014).
3) Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM)
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan cakupan
pelayanan kesehatan termasuk di diantaranya mengoptimalkan potensi dan
sumber daya yang ada di masyarakat. Upaya Kesehatan Bersumber daya
Masyarakat (UKBM) yang telah dikembangkan antara lain Posyandu,
Polindes dan Poskesdes. Berdasarkan strata posyandu terdiri dari pratama
7 (0,43%), madya 239 (14,81%), purnama 1.202 (74,47%) dan mandiri
166 (10,29%). Polindes merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat
untuk meningkatkan akses pelayanan kebidanan. Sedangkan Ponkesdes
(Pondok Kesehatan Desa) merupakan pengembangan dari polindes yakni
penambahan tenaga perawat sehingga tenaga di sarana Ponkesdes adalah
Bidan dan Perawat (Dinkes Kab. Bojonegoro, 2014).
3.3.2. Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Jumlah Penduduk Kabupaten Bojonegoro yang terlindungi jaminan
pemeliharaan kesehatan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jenis
jaminan kesehatan di Kabupaten Bojonegoro yaitu, Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) mulai diberlakukan 1 Januari 2014 secara nasional,
19

Jamkesda baik kabupaten maupun sharing propinsi, Jaminan Kesehatan


Ulama, Asuransi Swasta dan Asuransi Perusahaan.
Gambar 3.5 Diagram Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di Kabupaten Bojonegoro

Sumber :
Laporan

Seksi

JPK Dinas
Kesehatan

Kab.
Bojonegoro th. 2002-2014

3.3.3. Upaya Promotif, Preventif, dan Evaluasi


Upaya promotif dan preventif yang dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sebagian besar terfokus pada
ibu hamil dan menyusui, serta balita. Berdasarkan studi awal yang
pernah dilakukan, menunjukkaan warga di sekitar DAS Bengawan Solo
kurang peduli dengan kesehatan saat terjadi banjir. Upaya promotif dan
preventif

untuk menghindari penyakit diare dan kulit pun jarang

dilakukan karena warga menganggap kedua penyakit tersebut tidak


membahayakan dan dapat disembuhkan (Harthana&Soedirham, 2014).
Pemantauan

(promotif)

merupakan

upaya kegiatan

yang

dilaksanakan secara sistematis oleh pengelola program untuk melihat


apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan yang direncanakan.
Pemantauan seringkali disebut juga evaluasi proses. Pemantauan
dilakukan untuk bisa menemukan dan memperbaiki masalah dalam
pelaksanaan program, misalnya mengetahui apakah program sudah
20

berjalan sesuai rencana atau tidak dan aoakah ada masalah baru dalam
pelaksanaannya yang juga membutuhkan solusi.
Pemantauan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
dengan melakukan diskusi dengan masyarakat yang mendapat promosi
kesehatan, wawancara mendalam terutama dengan tokoh masyarakat
yang terlibat, observasi, angket, dan artikel. Pemantauan dapat dilakukan
oleh pelaksana program maupun dengan instansi lain yang diajak bekerja
sama untuk melaksanakan promosi kesehatan. Pemantauan dapat
dilaksanakan langsung saat pemberian materi maupun berkala dalam
kurun waktu yang telah ditentukan.
3.4.Analisis Perilaku Kesehatan
3.4.1. Perilaku Masyarakat
1) Rumah Tangga Ber-PHBS
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan bentuk perwujudan dari
paradigma sehat dalam budaya hidup perorangan, keluarga dan
masyarakat yang berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan,
memelihara, dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental maupun
sosial. PHBS penting dilakukan saat dan setelah bencana banjir terjadi.
PHBS khusus kondisi kedaruratan merupakan salah satu tindak
kesiapsiagaan (preparedness) penanganan bencana pada level individu
untuk

mempertahankan

status

kesehatan

akibat

dampak

banjir

(Harthana&Soedirham, 2014). Rumah Tangga berperilaku hidup bersih


dan sehat adalah rumah tangga yang seluruh anggotanya berperilaku hidup
bersih dan sehat sesuai pedoman. Dari laporan puskesmas, rumah tangga
ber-PHBS tahun 2014 mencapai 168.458 atau dengan presentase 57,4%
(Dinkes Kab. Bojonegoro, 2014).
Sepuluh indikator PHBS menurut Kemenkes RI (2012) antara lain
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi ASI ekslusif,
menimbang balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas
jentik di rumah sekali seminggu, makan buah dan sayur setiap hari,
21

melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan tidak merokok di dalam rumah
(Kemenkes RI, 2012).
2) Kebiasaan CTPS
Dua indikator dari 10 indikator perilaku hidup sehat dalam keadaan
gawat darurat untuk mengurangi risiko terkena penyakit diare dan kulit
adalah CTPS dengan menggunakan air bersih (Kemenkes RI dan UNICEF
2012). CTPS dan penggunaan air bersih saling berkaitan untuk mencegah
penularan diare dan penyakit kulit. Angka perilaku CTPS di Bojonegoro
terbilang cukup tinggi yakni mencapai 73,51%, namun kebiasaan ini
belum dilakukan semua masyarakat pada saat maupun pasca banjir
sehingga insiden penyakit kulit dan diare saat banjir terus meningkat
(Harthana&Soedirham, 2014).
3) Perilaku Saat Banjir
Warga di daerah banjir pada umumnya merasa tidak takut banjir dan
beberapa cenderung merasa senang, hal ini karena anak-anak dan orang
dewasa dapat bermain air banjir dengan leluasa dan dianggap sebagai
hiburan tersendiri. Anak-anak sering berperahu menggunakan ban dalam
bekas, bahkan warga yang rumahnya tidak kebanjiran ikut serta bermain
air banjir. Warga tidak takut terseret arus karena warga hanya bermain air
saat banjir skala ringan dan sedang. Warga biasanya akan mengungsi ke
lokasi pengungsian apabila banjir yang masuk ke dalam rumah mencapai 1
meter, apabila kurang dari itu, warga memilih untuk tetap bertahan di
rumah. Bagi warga, mengungsi bukanlah keharusan dan dianggap bukan
merupakan tindakan preventif mengurangi resiko penyakit akibat banjir,
sehingga saat banjir warga cenderung kesulitan mendapat air bersih dan
tidak memiliki stok air yang memadai. Oleh karena itu, sebagian warga
terkadang menggunakan air banjir untuk mandi dan bahkan memasak,
warga beranggapan bahwa air banjir yang mengalir lebih bersih daripada
air yang menggenang dan tidak menimbulkan masalah kesehatan. Saat
banjir mulai surut, biasanya warga membersihkan bekas endapan lumpur
banjir menggunakan sisa-sisa air banjir, sehingga dapat dipastikan
22

aktivitas

warga

selalu

berada

di

genangan

air

banjir

(Harthana&Soedirham,2014).
4) Sarana Sanitasi Lingkungan
Jamban merupakan sarana sanitasi dasar keluarga sehingga
merupakan salah satu indikator utama kesehatan di keluarga. Jumlah
sarana sanitasi dasar meliputi jamban, tempat sampah dan pengelolaan air
limbah. Dari keseluruhan jumlah total penduduk, penduduk yang memiliki
akses sanitasi yang layak sejumlah 1.123.107 orang (91,6%) (Dinkes Kab.
Bojonegoro, 2014).
Untuk jamban, idealnya setiap rumah memiliki jamban sendiri,
namun kenyataanya terdapat jamban bersama yang biasa digunakan
beberapa kepala keluarga. Selain itu jika terjadi bencana banjir, maka
keberadaan jamban darurat di tempat pengungsian memang akan terbatas,
namun kebersihannya harus selalu terjaga karena akan dipakai oleh
banyak orang. Masyarakat harus diedukasi agar tidak sembarangan buang
air terutama di sungai karena akan mengundang datangnya lalat, kecoa,
tikus yang menularkan penyakit diare, kolera, disentri, thypus, dan
cacingan. Selain itu, tindakan ini akan mengurangi pencemaran air sungai
sedikit demi sedikit hingga nantinya air sungai dapat digunakan kembali.
3.5.Analisis Lingkungan
Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan. HL
Blum menyatakan lingkungan merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat. Untuk itu diperlukan suatu lingkungan sehat untuk
menjamin kehidupan manusia. Lingkungan sehat adalah lingkungan yang
kondusif untuk hidup sehat, bebas polusi, tersedia air bersih, lingkungan
memadai, permukiman sehat, perencanaan kawasan sehat, serta terwujudnya
kehidupan yang saling tolong menolong dengan memelihara budaya bangsa.
3.5.1

Analisis lingkungan secara umum

23

Pada hasil pemeriksaan rumah tinggal pada tahun 2014, jumlah


rumah yang ada 341.638. Jumlah rumah yang memenuhi kriteria sehat
adalah sebanyak 239.863 rumah (70,21%). Sedangkan rumah yang dibina
sebanyak 74.565 rumah (72,56%) dan memenuhi kriteria rumah sehat
sebanyak 983 (1,32%). Penduduk yang memiliki akses air minum yang
layak dengan sarana yang memenuhi syarat antara lain, sumur gali
terlindung sebanyak 165.461 orang, sumur bor dengan pompa sebanyak
521.345 orang, terminal air 49.680 orang, mata air terlindung 23.874
orang, penampungan air hujan 9.284 dan perpipaan sebanyak 335.442
orang. Penduduk yang memiliki akses air minum yang layak dan
berkelanjutan sejumlah 1.105.086 (90,13%).
Jumlah sarana sanitasi dasar yang diperiksa pada tahun 2014
meliputi jamban, tempat sampah dan pengelolaan air limbah. Dari jumlah
penduduk 1.226.036, penduduk yang memiliki akses sanitasi yang layak
sejumlah 1.123.107 orang (91,6%).
Presentase Tempat-tempat Umum Sehat yang diperiksa selama
tahun 2014 adalah dari total seluruh tempat-tempat umum yang diperiksa
sejumlah 1.370 dan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 1.293
(94,4%). Rincian sebagai berikut : dari 8 Hotel yang diperiksa, sebanyak 4
hotel (50%) memenuhi syarat kesehatan, 1.243 sarana pendidikan
memenuhi syarat kesehatan (94,16%) dari total 1.320 sarana pendidikan
yang diperiksa, sedangkan untuk sarana kesehatan total sarana kesehatan
yang diperiksa sebanyak 45 sarana kesehatan, yang memenuhi syarat
kesehatan 45 sarana kesehatan (100%).
Sedangkan,

presentase

ketersediaan

Bojonegoro mencapai 105,62%

obat

di

Kabupaten

karena adanya tambahan obat dari

propinsi sebanyak 5%.


3.5.2

Analisis lingkungan saat terjadi banjir


Sebagian besar warga beranggapan bahwa banjir Sungai Bengawan

Solo bukanlah ancaman yang besar, hal ini karena banjir hanya terjadi

24

pada saat musim hujan sehingga sudah dianggap sebagai rutinitas tahunan.
Lama banjir yang berlangsung dapat mencapai 2-7 hari, bergantung pada
curah hujan dan debit sungai. Sebagian warga yang bermukim di
sepanjang DAS telah meninggikan pondasi rumahnya sebesar 0.5-1 meter
dari jalan desa atau kampung. Apabila terjadi luapan Sungai Bengawan
Solo, tinggi permukaan air banjir rata-rata adalah1 meter yang diukur pada
banjir yang menggenangi jalan desa atau kampung. Selain itu, banjir juga
biasanya

merendam

beberapa

ruas

jalan

desa

sehingga

warga

membutuhkan moda transportasi dari rumah ke tempat tujuan lain seperti


kantor, sekolah, sawah, atau lokasi pengungsian. Sebagian desa atau dusun
pun terisolasi sehingga sulit untuk mendapatkan kebutuhan sehari-hari
seperti air bersih. Meskipun begitu, setelah banjir surut, tanah endapan di
sepanjang DAS yang terbawa banjir sering dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian palawija. Selain itu, lumpur dari banjir pun dimanfaatkan
sejumlah warga untuk bahan baku bata, genting, dan celengan, sehingga
terdapat beberapa industri rumah tangga batu bata dan genting di
sepanjang DAS (Harthana&Soedirham,2014).
3.6 Analisis Penyakit yang Muncul Pasca Banjir
Dinas kesehatan Kabupaten Bojonegoro (2010) mengungkapkan bahwa
ada beberapa penyakit yang muncul pasca banjir, seperti yang tertera pada tabel
3.2.
Tabel 3.2. Penyakit akibat banjir di Bojonegoro
Jenis penyakit
Diare
ISPA
Penyakit kulit
Tifoid
Flu
Myalgia
Cephalgia
Asma
Hipertensi
Gastritis
Mata

Januari 2008
2499
9133
12089
7
208
3844
166
39
376
459
59

Februari 2009
70
433
433
7
249
25
13
65
75
25

Mei 2010
39
75
98
1
-

Cacar air
DHF

3
1

(Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro, 2010).

Banjir yang terjadi di Bojonegoro disebabkan karena curah hujan yang


tinggi sehingga debit air di Sungai Bengawan Solo meningkat dan meluap ke
pemukiman warga. Bencana banjir menyebabkan dampak langsung terhadap
keselamatan dan kesehatan jiwa seperti kematian karena tenggelam dan terseret
arus banjir, luka dan tersengat listrik. Hal ini dapat dilihat pada bencana banjir
yang terjadi pada JanuariApril 2013 yang mengakibatkan 15.114 rumah
terendam; 40 unit SD dan 17 unit TK terendam; jalan sepanjang 160 km
tergenang; 3.884 orang mengungsi; dan 3 orang meninggal. Sebelumnya, pada
tahun 2012, banjir menerjang 46 desa di 5 kecamatan dan mengakibatkan 310 unit
rumah dan jalan sepanjang 12 km terendam diterangkan dalam tabel 2.
Dampak pasca banjir yang terjadi yaitu muncul dan meningkatnya penyakit
menular yang menyebar melalui air dan timbul akibat lingkungan yang tidak.
Menurut Kementerian Kesehatan RI, ada 7 penyakit yang sering muncul akibat
banjir, yaitu diare, leptospirosis, ISPA, penyakit kulit, penyakit saluran
pencernaan, tifoid, dan demam berdarah atau malaria (Kemenkes RI, 2012). Dari
data dinas kesehatan Kabupaten Bojonegoro pada tabel 1 dapat dilihat bahwa ada
13 penyakit yang ditemukan pada warga pasca banjir mulai dari tahun 2008
sampai dengan 2010, antara lain diare, ISPA, penyakit kulit, tifoid, flu, myalgia,
cephalgia, asma, hipertensi, gastritis, mata, cacar air, dan DHF. Dari data yang
ada, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan tingkat kesehatan masyarakat
Kabupaten Bojonegoro yaitu pada tahun 2010, hanya ditemukan penyakit diare,
ISPA, penyakit kulit, dan myalgia.
3.7.Etnofarmasi yang Berkembang di Masyarakat
Etnofarmasi merupakan disiplin ilmu yang mencakup farmakognosi,
farmasetik (terutama yang berkaitan dengan sediaan galenik), pemberian obat,
toksikologi, bioavaibititas dan metabolisme serta farmasi praktis atau farmasi
klinis (Heinrich, 2009). Etnofarmasi berasal dari kata etno dan farmasi. Etno
adalah suku atau kelompok, sedangkan farmasi adalah ilmu yang mempelajari
26

tentang obat obatan. Etnofarmasi adalah gabungan disiplin ilmu yang mempelajari
tentang hubungan antara kebiasaan kultur dalam suatu kelompok masyarakat
ditinjau dari sisi farmasetisnya. Oleh sebab itu akan melibatkan studi identifikasi,
klasifikasi dari produk

natural

(etnobiologi), preparasi secara farmasetis

(etnofarmasetis) dan efek yang diklaim (etnofarmakologi) beserta aspek


pengobatan secara sosial (etnomedisin). Etnofarmasi yang digunakan berkaitan
dengan penyakit yang muncul pasca banjir antara lain:

a. Diare
Obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat Bojonegoro untuk
pengobatan diare sangat umum atau banyak individu masyarakat Bojonegoro
mengetahui atau menggunakannya, diantaranya:
1) Tumbuhan Grunggung ( Potentilla argunta Pursh.) berasal dari famili
Rosaceae digunakan sebagai pengobatan penyakit diare oleh masyarakat
Bojonegoro. Bagian yang digunakan sebagai obat diare adalah buahnya yang
masih muda. Buah muda Grunggung ditandai dengan warna buah yang hijau
dan sedikit keunguan. Pengobatan untuk diare yaitu dengan cara buah
grunggung dipetik dari dahannya kemudian dicuci bersih dan langsung
dimakan.
2) Buah pisang (Musa paradisiaca L. ) termasuk famili Musaceae yang masih
mentah dibakar sampai hangus kemudian dimakan. Pisang mempunyai
kandungan kimia serotanin, norepinefrin, noreadrenalin, hidroksi-triptamin,
dopamin, tannin, vitamin A, vitamin B, dan vitamin C dengan kegunaan
pisang sebagai penawar racun.
3) Daun jambu biji ( Psidium guajava L.) sudah sangat lazim digunakan oleh
berbagai Suku di Indonesia sebagai obat antidiare. Penggunaan daun muda
jambu biji ( Psidium guajava L.) di masyarakat Bojonegoro dengan cara
direbus kemudian air rebusan diminum sehari tiga kali satu gelas. Kandungan
aktif yang ada pada jambu biji antara lain tannin 9-12%, minyak atsiri, minyak

27

lemak, dan asam malat, dari kandungan tersebut digunakan sebagai


pengobatan diare (Susanti, 2007).
4) Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) oleh masyarakat Bojonegoro
tidak

dibuang,

tetapi

dimanfaatkansebagai

pengobatan

diare.

Cara

pengobatannya relatif mudah yaitu dengan cara kulit buah dibakar pada
perapian sampai hangus kemudian setelah dingin dimakanlangsung. Manggis
(Garcinia mangostana L.) berasal dari famili Clusiaceae dengan kandungan
aktif didalamnya triterpenoid, tannin, resin, mangostin (Susanti, 2007).

b. ISPA
Kasus ISPA pada masyarakat Bojonegoro sering terjadi. Bisa dilihat dari
banyaknya jenis resep tradisional yang digunakan untuk pengobatan.
1) Jahe ( Zingiber officinale Roscoe) dari famili Zingiberaceae sudah sangat
lazim digunakan untuk pengobatan tradisional di Indonesia. Penggunaan
Jahe oleh masyarakat Bojonegoro digunakan untuk menyembuhkan batuk.
Peramuannya yaitu dengan cara rimpang dari jahe dibersihkan kemudian
ditumbuk, jahe yang ditumbuk tidak sampai halus kemudian disedu dengan
air panas. Selain untuk pengobatan batuk, jahe digunakan sebagai minuman
penghangat badan oleh masyarakat Bojonegoro. Kandungan bahan aktif
Jahe ( Zingiber officinale Roscoe) antara lain minyak atsiri 2-3%
mengandung zingiberen, felandren, kamfen, limonen, borneol, sineol, sitral,
dan zingiberol, minyak dammar yang mengandung zingeron, dengan
kegunaan dari Jahe sebagai karminatif (Susanti, 2007).
2) Akar adas ( Foeniculum vulgare Mill.) dari famili Apiaceae direbus
kemudian diambil airnya. Air rebusan akar adas digunakan untuk
pengobatan batuk denganaturan pemakaian sebanyak tiga kali sehari satu
gelas. Kandungan Adas sudah diterangkan sebelumnya dan dapat digunakan
sebagai ekspektoran (Susanti, 2007).

28

3) Daun asam tengger (Radicula armoracia Robinson) famili Brassicaceae


digunakan sebagai obat batuk. Daun dipotong-potong dan cuci dengan air,
kemudian dibungkus dengan daun pisang dan dibakar di perapian sampai
layu. Sesudah layudaun Asam Tengger dimakan langsung. Asam Tengger
tidak sama dengan Asam Jawa (Tamarindus indica L. ). Asem Tengger
hampir sama dengan Lobak Tengger (Raphanus raphanistrum L.) yang
berasal dari famili Brassicaceae perbedaanya pada bentuk dan struktur
bunganya. Asam Tengger dapat digunakan sebagai antiseptik, stimulan,
diuretik, dan infeksi saluran pernafasan dengan kandungan aktif dalam herba
Asem Tengger antara lain: fenol, minyak atsiri, asam askorbat, asparagin,
enzim peroksidase, resin, dan gula (Susanti, 2007).
c. Myalgia
Obat

tradisional yang digunakan oleh masyarakat Bojonegoro untuk

myalgia antara lain:


1) Tepung otot tumbuh liar menjalar ditanah seperti rerumputan yang lain.
Penggunaan Tepung otot sudah familiar pada masyarakat Bojonegoro, hal
ini disebabkan karena tumbuhan tepung otot digunakan oleh sebagian besar
masyarakat Bojonegoro yang mayoritas pekerjaannya sebagai petani dan
rentan terkena pegal linu. Penggunaan tepung otot sangat mudah yaitu
tumbuhan tepung ototyang menjalar dikumpulkan satu genggam kemudian
dibasahi dengan air secukupnya. Setelah terbasahi, tepung otot diremasremas dan kemudian digosokkan pada bagian tubuh yang terserang pegal
linu (Susanti, 2007).
2) Pangotan dan Pakis Sayur (Microsorium buergerianum Miq.) Ching atau
yang biasa disebut oleh masyarakat Bojonegoro tumbuhan Pangotan
berasal dari satu famili dengan Pakis Sayur, yaitu famili Polypodiaceae.
Campuran dari kedua tumbuhan tersebut pada masyarakat Bojonegoro
digunakan sebagai pengobatan pegal linu atau yang biasa disebut linu-linu.
Penggunaannya yaitu dengan mencampurkan akar dari pangotan dan herba
pakis sayur yang kemudian direbus dengan air secukupnya (Susanti, 2007).

29

3.8.Rancangan Kegiatan untuk Meningkatkan Kesehatan Masyarakat


Pasca Banjir di Bojonegoro
Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat pasca banjir di Kabupaten
Bojonegoro, maka dapat dilakukan penyuluhan dan simulasi dengan rancangan
kegiatan sebagai berikut :
Lokasi

: Depan Kantor Pemerintahan Kabupaten Bojonegoro.

Tanggal dan Waktu

: Sabtu, 8 Oktober 2016.

Materi penyuluhan

1. Pentingnya untuk menerapkan Perilaku Bersih dan Sehat di masyarakat.


2. Langkah-langkah untuk mencuci tangan dengan menggunakan sabun yang
benar.
3. Penggunaan air bersih dan sehat.
4. Penyuluhan tentang penyembuhan penyakit secara mandiri untuk penyakit
yang umum terjadi pasca banjir.
Simulasi langsung

1. Simulasi mencuci tangan dengan menggunakan sabun yang benar.


2. Membuat penyaringan air sederhana.
3.9.

Materi Penyuluhan dan Simulasi pada Masyarakat


Penyuluhan dilakukan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat

untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat. Penyuluhan dilakukan dengan


memberikan informasi tahapan CTPS yang benar dan penyuluhan tentang
penyembuhan penyakit secara mandiri untuk penyakit yang prevalensinya besar
pasca banjir. Untuk mengatasi masalah air bersih, dilakukan simulasi pembuatan
penyaring air sederhana.
3.9.1

Langkah- langkah CTPS


Tahap-tahap CTPS ada 7, antara lain:

a. Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air


yang mengalir, ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak
tangan secara lembut

30

b. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

c. Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih

d. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan

e. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

31

f. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

g. Bersihkan kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara


memutar, kemudian diakhiri dengan membilas seluruh bagian tangan
dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan memakai handuk atau
tisu.

(Sulistya, 2016).

3.9.2

Penyembuhan Penyakit Secara Mandiri


Pelayanan kesehatan merupakan hal yang dibutuhkan bagi setiap

orang baik digunakan untuk usaha prventif, kuratif, promotif, dan


rehabilitatif. Pemeriksaan kesehatan perlu dilakukan secara rutin sebelum,

32

saat, dan pasca banjir. Pada saat kondisi kedaruratan, pelayanan kesehatan
diberikan kepada pengungsi oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan daerah
setempat secara umum untuk penyakit demam, diare, ISPA, dan penyakit
kulit. Selain itu dilakukan pula pemberian kapsul vitamin A untuk anak
usia 0-59 bulan, vaksin campak, vaksin toksoid-tetanus, dan pemberian
tablet fe untuk ibu hamil. Namun, jika sudah terlanjur terserang penyakit
maka harus dilakukan perawatan diri secara mandiri. Berikut beberapa
langkah perawatan diri untuk penyakit yang biasa diderita korban bencana
alam:
a) Demam
Untuk perawatan diri pasca banjir dapat dilakukan dengan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Minum lebih sering dan lebih banyak


Untuk bayi, berikan ASI lebih sering
Kompres dengan air biasa
Gunakan obat sesuai petunjuk
Jika demam tak kunjung membaik, rujuk ke tenaga kesehatan
Untuk daerah endemis malaria, balita harus tidur dengan kelambu

anti nyamuk
b) Penyakit kulit
1. Jika luka, bersihkan dengan air mengalir lalu beri obat merah atau
betadine
2. Jika ada koreng, tutupi dengan kain bersih
3. Usahakan mandi secara teratur dan memakai sabun
4. Ganti pakaian jika basah atau kotor
c) Diare
1. Konsumsi oralit setelah BAB
2. Jika tidak ada oralit, gunakan air matang, air kelapa, air tajin, kuah
sayur
3. Terus berikan ASI untuk bayi
4. Untuk bayi dan balita dapat mengkonsumsi obat zinc selama 10 hari
berturut-turut
3.9.3

Penggunaan Air Bersih


Air merupakan kebutuhan hidup dasar yang digunakan untuk

makan, minum, mandi, dan mencuci. Ciri-ciri air bersih adalah ; bersih
33

secara fisik, tidak berwarna, tidak keruh, tidak berasa, tidak berbau.
Penggunaan air bersih dapat menghindari terjangkitnya penyakit diare,
kolera, disentri, thypus, cacingan, hepatitis, penyakit mata, penyakit kulit.
Hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan air minum adalah :

Jika air bersih tidak tersedia dapat menggunakan air kemasan


Menyaring dengan saringan pasir (bio sand filter)
Air dimurnikan dengan pemurni
Memasak air sampai mendidih dan biarkan hingga 2 menit
Simpan air yang sudah dimasak di tempat yang bersih dan tertutup
Selain itu dapat pula dilakukan praktek pembuatan saringan pasir

sederhana untuk antisipasi terbatasnya persediaan air bersih yang dapat


digunakan, yaitu pada gambar:

Gambar Desain Penyaring Air Sederhana


3.10.

Organisasi Penggerak dan Sumber Daya yang Dimanfaatkan


Promosi kesehatan pasca banjir di Kabupaten Bojonegoro tidak dapat

dilakukan sendiri, namun akan melibatkan berbagai pihak, terutama jika saat
terjadi banjir. Berbagai komponen organisasi akan terlibat dalam penanganan
pasca banjir seperti pemerintah (puskesmas dan dinas kesehatan), PMI, SAR, dan
lain-lain.
Sarana dan prasarana yang digunakan antara lain ; layar, proyektor, alat
peraga untuk kegiatan penyuluhan promosi kesehatan. Jika dalam bentuk
simulasi, maka dapat memanfaatkan barang-barang di sekitar lokasi pengungsian

34

maupun miliki warga atau petugas penangan bencana. Pelaksanaan penyuluhan


kesehatan dapat dilakukan di lapangan atau di depan kantor pemerintahan
Kabupaten Bojonegoro yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
Hal yang paling penting dalam kesuksesan pelaksaan penyuluhan
kesehatan adalah keterlibatan masyarakat. Diharapkan masyarakat ingin turut
aktif dalam mengaplikasikan ilmu yang didapat dari promosi kesehatan yang telah
diberikan.
3.11.

Analisis Faktor Penunjang dan Faktor Penghambat


Berdasarkan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat),

faktor penunjang dan penghambat dalam pelaksanaan promosi kesehatan ini


adalah sebagai berikut :
Faktor penunjang :
1. Kekuatan (Strenght)
- Keinginan untuk membantu sesama.
- Bekal ilmu yang didapat di bangku perkuliahan.
- Sumber daya manusia yang memadai.
2. Keuntungan (Opportunity)
- Adanya keberadaan pihak lain yang memiliki kepentingan yang sama
sehingga dapat diajak kerja sama, seperti dinas kesehatan, PMI, SAR,
-

dan lain-lain.
Tingginya frekuensi terjadinya banjir sehingga masyarakat diharapkan

akan antusias dengan penyuluhan kesehatan ini.


3. Kelemahan (Weakness)
- Sumber dana yang terbatas.
- Sulit menentukan waktu pelaksanaan penyuluhan kesehatan sehingga
partisipasi masyarakat dapat maksimal.
4. Ancaman (Threat)
- Jarak lokasi yang cukup jauh.
- Pengajuan izin kegiatan cukup rumit.

3.12.

Pemantauan dan Evaluasi Penyuluhan Kesehatan


Pemantauan penyuluhan merupakan upaya me- review kegiatan yang

dilaksanakan secara sistematis oleh pengelola program untuk melihat apakah


pelaksanaan program sudah sesuai dengan yang direncanakan.

35

Pemantauan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan


melakukan diskusi dengan masyarakat yang mendapat penyuluhan kesehatan,
wawancara mendalam terutama dengan tokoh masyarakat yang terlibat, observasi,
angket, dan artikel. Pemantauan dapat dilakukan oleh pelaksana program maupun
dengan instansi lain yang diajak bekerja sama untuk melaksanakan penyuluhan
kesehatan. Pemantauan dapat dilaksanakan langsung saat pemberian materi
maupun berkala dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Evaluasi adalah suatu proses menentukan nilai atau besarnya sukses dalam
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi memungkinkan
administrator mengetahui hasil programnya dan berdasarkan itu mengadakan
penyesuaian-penyesuaian untuk mencapai tujuan secara efektif. Evaluasi
merupakan usaha tindak lanjut mengolah hasil pemantauan untuk mendapatkan
nilai yang dapat menjadi tolak ukur keberhasilan suatu program serta merumuskan
saran untuk pelaksanaan program selnajutnya. Evaluasi dapat dilakukan saat
pelaksanaa program maupun berkala dalam kurun waktu tertentu atau di akhir
pelaksanaan program.
Ada tiga aspek yang perlu dinilai untuk mengetahui apakan mencapai
indikator keberhasilan atau tidak, yaitu aspek knowledge (pengetahuan), attitude
(sikap), psikomotorik (praktik). Cara penilaiannya sendiri dapat dilakukan dengan
berbagai cara, misalnya :
1. Tes tulis untuk mengukur aspek pengetahuan. Contoh, pre-test dan post-test
sebelum dan sesudah pemberian materi promosi kesehatan.
2. Penentuan skala sikap untuk mengukur aspek sikap. Contoh, skala sikap
setuju/menerima dengan tidak setuju/menolak.
3. Intensitas praktik dan kesesuaiannya dengan materi. Contoh, apakah kegiatan
cuci tangan pakai sabun sudah rutin dilakukan dan sesuai dengan pedoman
yang ada.

36

BAB IV
SIMPULAN
Kabupaten Bojonegoro adalah wilayah terluas di Jawa Timur yang dilewati
Sungai Bengawan Solo yaitu sepanjang 143 km. Kabupaten ini paling sering
mengalami bencana banjir yang terjadi karena meluapnya air sungai ke
permukiman atau lahan warga akibat peningkatan debit air secara tiba-tiba.
Kabupaten Bojonegoro memiliki jumlah penduduk sebesar 1.430.316 jiwa
atau 403.468 KK yang terdiri dari 721.445 laki-laki dan 708.871 perempuan.
Sektor pertanian merupakan sektor utama dalam perekonomian Kabupaten
Bojonegoro sehingga penduduk Kabupaten Bojonegoro sebagian besar bermata
pencaharian sebagai petani.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dinkes Jawa Timur pada tahun
2012, di Jawa Timur rumah yang telah melakukan PHBS hanya sebanyak 40,77%
pada tahun 2010 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 42,85% kemudian
tahun 2012 meningkat kembali menjadi 43,39%. Sedangkan proporsi penduduk
Jawa Timur yang telah mencuci tangan dengan benar hanya 48,1%
(Riskesdas,2013). Hal ini menunjukan bahawa di jawa timur termasuk
Bojonegoro kurang dari setengah yang yang telah melakukan PHBS dan cuci
tangan dengan

benar, bahkan angkanya akan menurun ketika terjadi banjir

(Riskesdas, 2013).
Penyakit terbesar yang muncul pasca banjir di Kabupaten Bojonegoro
diantaranya penyakit kulit, ISPA, dan diare. Etnofarmasi yang digunakan
berkaitan dengan penyakit yang muncul pasca banjir antara lain:

Diare: tumbuhan grunggung, buah pisang, daun jambu biji, kulit manggis.

ISPA: jahe, akar adas, daun asam tengger.

Myalgia: tepung otot, pakis sayur,

Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan untuk mengatasi masalah


kesehatan tersebut seperti melakukan promkes tentang kesehatan diri dan
lingkungan seperti CTPS, PHBS, dan Penggunaan Air Bersih untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat pasca banjir di Kabupaten Bojonegoro.
37

38

DAFTAR PUSTAKA
BNPB. 2013. Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI): Jenis Bencana di
Indonesia;

Jumlah

Korban

Bencana

di

Indonesia.

Tersedia

di:

http://www.bnpb.go.id/. (Diakses 8 September 2016).


BPBD Bojonegoro. 2013. Rencana Kontinjensi Bencana Banjir Bojonegoro 2013.
Bojonegoro: Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.
BNPB. 2013. Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI): Jenis Bencana di
Indonesia; Jumlah Korabn Bencana di Indonesia. Tersedia di
http://www.bnpb.go.id/ (Diakses 6 September 2016).
DepkesRI.1999.RencanaPembangunanKesehatanMenujuIndonesiaSehat
2010.Jakarta.
Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Bojonegoro.

2010.

Tersedia

di

https://bojonegorokab.bps.go.id/Subjek/view/id/153#subjekViewTab3|
accordion-daftar-subjek1 (Diakses 6 September 2016).
Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten
Bojonegoro Tahun 2014. Bojonegoro: Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro. 2013. Jumlah Fasilitas Kesehatan di
Kabupaten Bojonegoro. Tersedia di: http://data.go.id/dataset/jumlahfasilitas-kesehatan-di-kabupaten-bojonegoro (Diakses 6 September 2016).
Harthana, T. dan Soedirham, O. 2014. Faktor Determinan Perilaku Cuci Tangan
Pakai Sabun saat Banjir Bengawan Solo di Bojonegoro. Jurnal Promkes:
Vol 2, No 2 Desember 2014: 160-172.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Kesehatan Indonesia
2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. 2013. Profil Kabupaten Bojonegoro. Tersedia
di:

http://bappeda.jatimprov.go.id/bappeda/wp-content/uploads/potensi-

kab-kota-2013/kab-bojonegoro-2013.pdf (Diakses 6 September 2016).


Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. 2014. Kondisi Geografis Kabupaten
Bojonegoro. Tersedia di: http://www.bojonegorokab.go.id/geografi (Diakses
6 September 2016).

39

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. 2015. Kondisi Demografi Kabupaten


Bojonegoro. Tersedia di:

http://www.bojonegorokab.go.id/demografi

(Diakses 6 September 2016).


Pusat Penanggulangan Krisis Kemenkes. 2012. Pusat Penanggulangan Krisis.
Tersedia di http://www.penanggulangankrisis.depkes.go.id/category/databencana-dan-sumber-daya-pkk (Diakses 6 September 2016).
Pusat Promkes Kemenkes RI dan UNICEF. 2012. 10 Pesan Hidup Sehat dalam
Kedaruratan. Jakarta: Kemenkes RI.
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Satuan Kerja Sementara Kegiatan Hulu Migas. 2012. Penyerapan Tenaga Kerja
berdasarkan

Mata

Pencaharian.

Tersedia

di:

http://migas.bisbak.com/3522.html#tenaga-kerja (Diakses 8 September


2016).
Sulistya Murda. 2016. 7 Langkah Mencuci Tangan Yang Baik dan Benar. Tersedia
di

http://www.kompasiana.com/

dasulistya/7-langkah-mencuci-tangan-

yang-baik-dan-benar_55dc80a9f77e612110f05eb3 (Diakses 7 September


2016).
Suprapto. 2011. Statistik Pemodelan Bencana Banjir di Indonesia.
Susanti. 2007. Studi Etnobotani Tanaman Obat pada masyarakat Suku Samin di
Dusun Jepang, Desa Margomulyo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten
Bojonegoro. Malang: Departemen Biologi Universitas Muhamadiyah.

LAMPIRAN

40

1. Poster Cuci Tangan Pakai Sabun

2. Poster Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

41

3. Poster Penggunaan Air Bersih

42

43

Você também pode gostar