Você está na página 1de 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epilepsi merupakan suatu kelainan otak yang ditandai dengan
kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus
dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologi dan sosial. Defenisi ini
mensyaratkan terjadinya minimal satu kali bangkitan epileptik, yaitu tanda dan
gejala yang bersifat sesaat akibat aktifitas neuronal yang abnormal dan
berlebihan diotak.1
Prevalensi di negara sedang berkembang ditemukan lebih tinggi daripada
negara maju. Dilaporkan prevalensi di negara maju berkisar antara 4-7 per 1000
orang dan memiliki angka prevalensi lebih tinggi dibandingkan daerah
perkotaan yaitu15,4 per 1000 (4,8-49,6) dipedalaman dan 10,3( 2,8-37,7) di
perkotaan.1
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua
bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi
dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi
seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk
terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani
pengobatan pada lima tahun terakhir.2
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara
maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai
100/100,000. Di Indonesia belum ada data epidemiologis yang pasti tetapi
diperkirakan ada 900.000-1.800.000 penderita, sedangkan penanggulangan
penyakit ini belum merupakan prioritas dalam Sistem Kesehatan Nasional.
Karena cukup banyaknya penderita epilepsi dan luasnya aspek medik dan
psikososial, maka epilepsi tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat
sehingga

ketrampilan

para

dokter

dan

paramedis

lainnya

dalam

penatalaksanaan penyakit ini perlu ditingkatkan.3

1.2. Tujuan
Referat tentang epilepsi ini dibuat dengan tujuan:

Menjelaskan mengenai epilepsi secara klinis ilmu kedokteran.


Menjadi bahan penjelasan untuk pengetahuan pasien epilepsi di

RSUD Solok sehingga dapat dijadikan edukasi kepada pasien.


Untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik stase neurologi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

DEFINISI
Menurut

International

League

Against

Epilepsy

(ILAE)

dan

International Bureau for Epilepsy (IBE) epilepsi didefinisikan sebagai suatu


kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis
dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan
sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya, dimana kejang tersebut
bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak.1
Menurut WHO ( World Health Organization ) Epilepsi adallh gangguan
kronik otak yang menunjukkan gejala-gejala berupa serangan-serangan yang
berulang-ulang yang terjadi akibat adanya ketidaknormalan kerja sementara
sebagian atau seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron (sel
saraf) peka rangsang yang berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan
motorik, sensorik, otonom atau psikis yang timbul tiba-tiba dan sesaat
disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel otak.3
Epilepsi di definisikan sebagai suatu keadaan yang di tandai oleh
bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak
secara intermitten, yang di sebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal dan
berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal.1
Bangkitan epilepsy (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari
bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara
dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik
sekelompok sel saraf di otak, bukan di sebabkan oleh suatu proses akut
(unprovoked).1
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsy
yang terjadi secara bersama-sama, yeng berhubungan dengan etiologi umur,
awitan (onset), jenis bangkitan, faktor pencetus dan kronisitas.4
2.2.

EPIDEMIOLOGI
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum

terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara
3

maju ditemukan sekitar 50/100.000 sementara di negara berkembang mencapai


100/100.000.4
Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan
pengobatan apapun.Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di
bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan usialanjut di atas 65 tahun (81/100.000
kasus). Menurut Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup
tinggi, yaitu pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per
100.000.1,4
2.3.

ETIOLOGI
Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik

berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor
fisiologis, biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut.Tiap-tiap
penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan
timbulnya bangkitan kejang.5
Bila ditinjau dari faktor etiologis, epilepsi dibagi menjadi 2 kelompok : 1
1

Epilepsi idiopatik
Tidak

terdapat

lesi

struktural

diotak

atau

defisit

neurologis.

Diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan umumnya berhubungan


dengan usia.
2

Epilepsi simtomatik
Bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada otak,

misalnya cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang,
gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan
neurogeneratif.
3. Epilepsi Kriptogenik

Dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk


disini adalah sindrom west, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik.
Gambaran klinis sesuai dengan epilepsi difus.
2.4.

PATOGENESIS
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan

transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter


eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan
neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf
dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih
stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitterneurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan
asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma
amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas
muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan
istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada
dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi
membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.6
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah
atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui
oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan
mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan,
tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar
neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat
khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat
pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron
sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca
sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas
muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu
serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zatzat yang penting untuk fungsi otak.6

Gambar 1. Color Atlas of Pathophysiology Epilepsy

2.5.
Klasifikasi
2.5.1 Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League
Against Epilepsy (ILAE) 1981:6
1. Bangkitan parsial (awal terjadi kejang secara lokal)
1.1 Bangkitan parsial Sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a. Disertai gejala motorik
b. Disertai gejala sensorik
c. Disertai gejala otonom
d. Disertai gejala kejiwaan
1.2. Bangkitan parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran)
a. Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran dengan atau
tanpa gerakan otomatis.
b. Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal
bangkitan.
1.3 Umum sekunder (pada awalnya kejang parsial dan berubah menjadi
kejangtonik-klonik)
a. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
b. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum
c. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi kejang umum
2. Bangkitan umum
a. Lena / Absence
b. Myoklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. Atonik
g. Spasme infantil
3. Kejang yang tidak dapat diklasifikasikan

2.5.2 Klasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :


1. Berkaitan dengan letak fokus
a. Idiopatik (primer)
-

Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal

(Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes )


Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal

oksipital(Childhood epilepsy with occipital paroxysm)


epilepsy membaca primer (Primary reading epilepsy)

di

daerah

b. Simptomatik (sekunder)

Epilepsi parsial kontinua yang kronik pada anak-anak (kojenikows

syndrome)
Sindrom dengan bangkitan yang di presipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alcohol, obat-obatan, hiperventilasi, epilepsy refleks,

stimulus fungsi kortikal tinggi, membaca)


- Lobus temporalis
- Lobus frontalis
- Lobus parietalis
- Lobus oksipitalis
c. Kriptogenik
2. Epilepsi Umum dan berbagai sindrom epilepsy berurutan sesuai dengan
peningkatan usia
a. Idiopatik
-

Kejang neonates familial benigna


Kejang neonates benigna (Benign neonatal familial convulsions)
Kejang epilespsi mioklonik pada bayi (Benign myoclonic epilepsy in

infancy)
Epilepsy lena pada anak (Childhood absence epilepsy )
Epilepsy lena pada remaja (Juvenile absence epilepsy )
Epilepsy mioklonik pada remaja (Juvenile myoclonic epilepsy)
Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga (Epilepsy

with grand mal seizures upon awakening)


Epilepsi umum idiopatik yang tidak termasuk salah satu di atas (Other

generalized idiopathic epilepsies)


Epilepsi tonik-klonik yang di presipitasi dengan aktivasi tertentu

b. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik


-

Wests syndrome (infantile spasms)


Lennox gastaut syndrome
Epilepsy with myoclonic astatic seizures
Epilepsy with myoclonic absences

c. Simtomatik
-

Etiologi non spesifik


Enselopati mioklonik dini (Early myoclonic encephalopathy)
Enselopati pada infantile dini dengan burts suppression
Epilepsi simptomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas
Sindrom spesifik
Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain

3 Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat di tentukan fokal atau umum
- Bangkitan umum atau fokal
Bangkitan neonatal
Epilepsi mioklonik berat pada bayi
Epilepsi dengan gelombang paku (spike wave) selama tidur

dalam
Epilepsi afasia yang di dapat (sindrom Landau-kleffner)
Epilepsi yang tidak terklasifikasikan
Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

4 Sindrom khusus : bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu


- Kejang demam
- Bangkitan kejang / status epileptikus yang timbul hanya sekali
- Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut atau
2.6.

toksis, alcohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemia non ketotik


Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi refletorik)
Gejala Klinis

2.6.1. Epilepsi Parsial ( Fokal )


Epilepsi parsial adalah serangan epilepsi yang bangkit akibat lepas
muatan listrik di suatu daerah di korteks serebri ( terdapat suatu fokus di
korteks ).
Dibagi menjadi 3 macam:
1. Epilepsi parsial simplek
Serangan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami
gejala berupa: 7

deja vu: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama

sebelumnya.
Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak

dapat dijelaskan
Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum

pada bagian tubih tertentu.


Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu
Halusinasi

a. Epilepsi parsial sederhana (psikomotor) kompleks


Fokus epileptikus biasanya terdapat di gyrus presentralis lobus
frontalis(pusat motorik). Kejang dimulai dan ibu jari, meluas dari ibu
9

jari, meluas ke seluruh tangan, lengan, muka dan tungkai. Kadangkadang berhenti pada satu sisi. Tetapi bila ransangan sangat kuat dapat
meluas ke lengan atau tungkai yang lain, sehingga menjadi kejang
umum disebut sebagai jacson motorik epilepsi.7
b. Epilepsi parsial sederhana dengan gejala sensorik.
fokus epileptik terdapat digirus postsentralis lobus parietalis.
Penderita merasa kesemutan di daerah ibu jari, lengan, muka dan
tungkai, tanpa kejang motoris yang dapat meluas ke sisi lain. Disebut
sebagai jacson sensoric epilepsi.7
c. Epilepsi parsial sederhana dengan gejala autonom.
Sering sebagai komponen generalized seizures atau partial complex
seizures yang berasal dari lobus frontalis atau lobus temporalis.
Manifestasi klinisnya dapat berupa: perubahan warna kulit, perubahan
tekanan darah, perubahan denyut nadi, perubahan ukuran pupil dan
berdirinya bulu mata.7
2. Epilepsi Parsial Kompleks
Fokus di lobus temporalis kurang lebih 60% dan di lobus frontalis
kurang lebih 30%. Pada epilepsi parsial kompleks terdapat 3 komponen,
yaitu: penurunan kesadarn. Meskipun terdapat gangguan kesadaran,
penderita masih dapat melakukan gerakan-gerakan otomatis. Penderita
ini bila ditegur tidak menjawab. Umumnya penderita tidak melakukan
tindak kriminal atau menyerang orang lain. Tetapi dapat agresif bila
dihalangi kemauannya. Setelah serangan terakhir penderita lupa yang
telah dilakukannya. Bila epilepsi ini sudah lama timbul maka dapat
timbul afasia sensorik dan hemianopsia oleh karena kelainan dilobus
temporalis. Pada rekaman EEG, akan terdapat gambaran spike kadangkadang slow-wafe didaerah temporal.7
3. Bangkitan umum sekunder
Dimulai dengan aura yang berevolusi menjadi kejang fokal komplek
dan kemudian menjadi kejang tonik klonik umum.7
2.6.2. Epilepsi Umum
1. Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).

10

Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap:
tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan
jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik
saja.Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan
yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal,
kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat:
kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang
menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam
atau lidah. Pada saat fase klonik: terjaadi kontraksi otot yang berulang dan
tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol,
pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih
ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.7,8

Gambar 2.2. Pase Tonik dan Klonik


2.

Kejang absence ( petitmal )


Ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang

berlangsung lebihdari beberapa detik.Sebagai contoh, mungkin pasien tibatiba menghentikan pembicaraan, menatap kosong kesatu arah, atau berkedipkedip dengan cepat atau mulut mengecap- ngecap.Pasien mungkin
mengalami satu atau dua kali kejang sebulan atau beberapa kali sehari.orang
tua/ guru mengeluh bahwa anak sering tampak bengong/ melamun/ tidak
perhatian.Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak; awitan jarang
11

dijumpai setelah usia 20 tahun. Serangan-serangan ini mungkin menghilang


setelah pubertas atau diganti oleh kejang tipe lain, terutama kejang tonikklonik.7,8
3. Kejang mioklonik
Gerakkan seperti hentakan pada tangan dan kaki.Orang tua sering
melapor bahwa anak tampak seperti kaget/ tiba-tiba terdapat gerakangerakan pada tangan / kaki. Jika serangan berlangsung hebat, benda apapun
yang sedang di pegang anak terlempar/terjatuh.7,8
4.

Kejang atonik
Disebut serangan drop attack, terjadi karena otot kehilangan

kekuatannya selama beberapa detik. Pada saat serangan anak tiba-tiba jatuh
lemas/ seperti pingsan atau tiba-tiba kepala terjatuh (head drop) sehingga
dapat membentur sesuatu. Jika sering terjadi head drop anak memerlukan
helm pengaman untuk menghindari trauma kepala berulang.7,8
5.

Kejang klonik
Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tungal atau multipel

di lengan,tungkai, atau torso. (tubuh, tangan, dan kaki kelojotan).7,8


6. Kejang tonik
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontaksi) wajah dan
tubuhbagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala
mungkin berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti nafas.7,8
2.6.3. Unclasified Epileptic Seizures
Jenis ini tidak termasuk semua yang diatas, data tidak komplit, gejalagejala yang timbul tidak sesuai : gerakan bola mata ritmik, mengunyahngunyah, gerakan seperti berenang, pernafasan berhenti. Banyak terjadi pada
bayi.7,8
2.7.

DIAGNOSIS
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinik

dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.Penderita atau


orang tuanya perlu diminta keterangannya tentang riwayat adanya epilepsi
dikeluarganya.8
Ada tiga langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :8

12

Langkah pertama : Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal


menunjukan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi.
Langkah kedua

: Apabila benar ada bangkitan epilepsi, maka tentukanlah


bangkitan yang ada termasuk jenis bankitan apa ( lihat
klasifikasi ).

Langkah ketiga

: Pastikan sindrom epilepsi apa yang ditunjukan oleh


bangkitan tadi, atau epilepsi apa yang diderita oleh pasien,
dan tentukan etiologinya.

Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh.
Anamnesis menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolic, malformasi
vaskuler dan penggunaan obat-obatan tertentu.8
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:8
a. Pola/bentuk serangan
b. Lama serangan
c. Gejala sebelum, selama dan paska serangan
d. Frekuensi serangan
e. Factor pencetus
f. Ada/tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
g. Usia saat serangan terjadinya pertama
h. Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
i. Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
j. Riwayat penyakit epilepsy dalam keluarga

2.8.

Pemeriksaan fisik umum dan neurologis


Hal-hal yang perlu diperiksa antara lain adanya tanda-tanda dari

gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi


telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus,
kecanduan alcohol atau obat terlarang, dan kanker.9
2.9.
a

Pemeriksaan Penunjang
Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsy dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
menegakkan diagnosis epilepsy.Akan tetapi epilepsy bukanlah gold

13

standard untuk diagnosis.hasilEEG dikatakan bermakna jika didukung


oleh

klinis. Adanya

kelainan

fokal

pada

EEG

menunjukkan

kemungkinan adanya kelainan genetic atau metabolic. Rekaman EEG


dikatakan abnormal:9
1 Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di
2

kedua hemisfer otak.


Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat

dibanding seharusnya missal gelombang delta.


Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), dan gelombang lambat
yang timbul secara paroksimal.

b Rekaman video EEG


Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang
sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis
dan lokasi sumber serangan.Rekaman video EEG memperlihatkan
hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan
untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada.Prosedur yang
mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum
diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsy
refrakter. Penentuan lokasi focus epilepsy parsial dengan prosedur ini
c

sangat diperlukan pada persiapan operasi.9


Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk
melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan
dengan CT Scan maka MRI lebih sensitive dan secara anatomic akan
tampak lebih rinci.MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus

kanan dan kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.8,9


Pemeriksaan laboratorium
-

Pemeriksaan darah, meliputi hemoglobin, leukosit, hematokrit,


trombosit, apus darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium,
magnesium), kadar gula, fungsi hati (SGOT, SGPT, gamma GT,
alkali fosfatase), ureum, kreatinin, dan lain-lain atas indikasi.

14

Pemeriksaan cairan serebrospinal, bila dicurigai adanya infeksi


SSP.

Pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi misalnya ada kelainan


metabolik bawaan.

2.10. Diagnosis Banding


a Sinkop
Sinkope ialah keadaan kehilangan kesadaran sepintas akibat kekurangan
aliran darah ke dalam otak dan anoksia.Sebabnya ialah tensi darah yang
menurun mendadak, biasanya ketika penderita sedang berdiri.Pada 75%
kasus-kasus terjadi akibat gangguan emosi.Pada fase permulaan, penderita
menjadi gelisah, tampak pucat, berkeringat, merasa pusing, pandangan
mengelam.Kesadaran menurun secara berangsur, nadi melemah, tekanan
dara rendah.Dengan diaringkan horizontal penderita segera membaik.10
b Hipoglikemia
Hipoglikemia didahului rasa lapar, berkeringat, palpitasi, tremor, mulut
kering. Kesadaran dapat menurun perlahan-lahan.10
c Histeria
Kejang fungsional atau psikologis sering terdapat pada wanita terutama
antara 7-15 tahun.Serangan biasanya terjadi di hadapan orang-orang yang
hadir karena ingin menarik perhatian.Jarang terjadi luka-luka akibat jatuh,
mengompol atau perubahan pasca serangan seperti terdapat pada
epilepsi.Gerakan-gerakan yang terjadi tidak menyerupai kejang tonik-klonik,
tetapi bisa menyerupai sindroma hiperventilasi. Timbulnya serangan sering
berhubungaqn dengan stress.10
2.11. TATALAKSANA
Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal
untuk pasien, sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik
maupun mental yang dimilikinya. Prinsip terapi farmakologi:
1. OAE mulai diberikan bila:
a.

Diagnosis epilepsi telah ditentukan

b.

Setelah pasien atau keluarganya menerima penjelasan tujuan


pengobatan

15

c.

Pasien

dan

keluarganya

telah

diberitahu

tentang

kemungkinan efek samping yang timbul.


1

Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan


sesuai dengan jenis bangkitan dan sindrom epilepsi.

Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan


bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping,
kadar obat plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan
dosis efektif.

Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat


mengontrol bangkitan, maka perlu ditambahkan OAE kedua. Bila
OAE telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan
bertahap perlahan-lahan

Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan


tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE
pertama.

Jenis Obat Anti Epilepsi3


Nama obat

Fenobarbital

Jenis

Dosis

Kadar

Waktu

Obat

mg/kb/hari

dalam

paruh

serum

(jam)

ug/ml
15-40

96

P & KU 2-4

Efek samping

Mengantuk,
hiperaktifitas,
bingung,
perubahan

Fenitoin

P & KU 3-8

10-30

24

perasaan hati.
Ataksia, ruam
kulit,
perubahan
kosmetika,
hyperplasia
ginggival.

16

Osteomalasia
Karbamazepi

P & KU 15-25

8-12

12

.
Ataksia,
gangguan
GIT,
pandangan
kabur,
gangguan
fungsi hepar,
perubahan

Valproat

Semua

15-60

50-100

14

darah.
Gangguan
GIT,
hepatitis,
diskrasia
darah,
ataksia,
allopresia,

Klonazepam

A& M

0,03-0,30

0,01-

30

0,05

mengantuk
Mengantuk,
gangguan
GIT,
diskrasia
darah,

ruam

kulit,
pengeluaran
Primidon

P & KU 10-20

5-15

12

air liur.
Mengantuk,
hiperaktifitas,
perubahan
perasaan

P= Parsial, KU= Kejang Umum, A= Absence, M= Mioklonik

17

Obat Anti Epilepsi (OAE) Pilihan Pertama dan Kedua3


Serangan partial ( sederhana, kompleks, dan umum sekunder)
OAE I : Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin dan asam valproat.
OAE II : Benzodiazepin, asam valproat.
2. Serangan tonik-klonik
OAE I : Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin, asam valproat.
OAE II : Benzodiazepin, asam valproat.
3.Serangan absence
OAE I

: Etosuksimid, asam valproat

OAE II : Benzodiazepin
4.

Serangan mioklonik
OAE I

: Benzodiazepin, asam valproat

OAE II : Etosuksinad
5.

Serangan tonik, klonik, atonik


Semua OAE kecuali etosuksinat.

Syarat umum umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai


berikut:3
1.

Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal

2.

Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.

3.

Harus dilakukan secra bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6 bulan.

4.

Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, mka penghentian dimulai dari 1 OAE
yang bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya

pada keadaan sebagai berikut:3


1.

Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi.

2.

Epilepsi simtomatis.

18

3.

Gambaran EEG yang abnormal.

4.

penggunaan lebih dari satu OAE.

5.

Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE.

6.

Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih.


Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir
sebelum pengurangan dosis OAE), kemudian dievaluasi kembali. Rujukan
ke spesialis syaraf perlu dipertimbangkan bila:

1.

Tidak responsive terhadap 2 OAE pertama.

2.

ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi.

2.12.

EDUKASI PASIEN
- Memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga tentang kondisi
medis yang di alami oleh pasien bahwa penyakit ini bukan tidak
menular, paroksismal, serta dapat di kontrol untuk menghilangkan
-

stigma buruk terhadap penderita epilepsi.


Memberikan pemahaman kepada keluarga, sahabat serta orang
terdekat untuk memberikan motivasi kepada pasien, karena orang
terdekat pasien memiliki pengaruh besar dalam keadaan psikologis

pasien.
Menganjurkan kepada pasien untuk memberitahu kepada orang yang
sedang berada dengan pasien untuk memberitahu jika merasa ada
sesuatu yang tidak nyaman, atau mengalami sesuatu yang tidak biasa

sebagai aura yang merupakan permulaan terjadinya kejang.


Menganjurkan kepada pasien untuk rutin kontrol dan minum obat
secara teratur hingga pasien benar-benar pulih, karena pasien epilepsi
di haruskan untuk rutin meminum obat hingga 3 tahun bebas

bangkitan.
Menganjurkan kepada pasien untuk

menghindari faktor pemicu

seperti stress, melakukan aktivitas berlebihan yang menyebabkan


kelelahan, konsumsi kopi maupun alcohol, merokok, makan
terlambat, bergadang dan lain-lain

19

2.13.

PROGNOSIS
Ketika pasien telah berhasil bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini

mungkin untuk menghentikan pengobatan anti kejang, tergantung pada umur


pasien dan tipe epilepsy yang diderita.Hal ini dapat dilakukan dibawah
pengawasan dokter yang berpengalaman. Hampir seperempat pasien yang
bebas kejang selama tiga tahun akan tetap bebas kejang setelah menghentikan
pengobatan yang dilakukan dengan mengurangi dosis secara bertahap. Lebih
dari setengah pasien anak-anak dengan epilepsy dapat menghentikan
pengobatan tanpa perkembangan pada kejang.7

20

BAB III
STATUS PASIEN
3.1. Identitas
Nama

: Ny. E

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 32 tahun

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Pegawai Negeri Sipil

Alamat

: Ampang Kualo, Solok

No Rekam Medik: 007679


3.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Kejang 1,5 tahun sebelum datang ke Rumah Sakit
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik neurologi RSUD Solok untuk melakukan
kontrol rutin terhadap kejang epilepsi yang di alaminya sejak 1,5 tahun
Sebelum datang ke Rumah Sakit. Awalnya pada sore hari saat pasien baru
pulang kerja, muncul perasaan tidak enak di hati pasien yang diikuti dengan
nyeri perut dan rasa kebas dari ujung jari kaki dan tangannya hingga ke
kepala, perasaan ini berlangsung selama beberapa jam sebelum kejang
terjadi. Selanjutnya, pada malam hari setelah makan malam pasien
mengalami kejang yang di ikuti dengan penurunan kesadaran, sehingga
pasien tidak mampu mengingat posisi dan gerakan kejang. Saat kejang,
mata pasien melirik ke atas dan pipi bagian dalam tergigit tanpa di sertai
dengan mulut berbusa. Kejang ini berlangsung selama kurang lebih 3 menit.
Setelah kejang pasien merasa kelelahan dan mengantuk sehingga pasien
langsung tertidur. Pasien mengaku datang ke poli saraf untuk kontrol
pengobatan kejang yang di alaminya. Pasien mengatakan bahwa kejang ini

21

adalah kejang berulang, dimana kejang sebelumnya terjadinya sejak 15


tahun yang lalu saat pasien masih SMA dengan pola kejang yang sama
seperti kejang yang terakhir. Dalam sebulan, biasanya pasien mengalami
kejang 2-3x.Biasanya kejang terjadi saat pasien sedang kelelahan setelah
beraktivitas dan saat pasien sedang banyak pikiran dan kejang mulai
berkurang semenjak pasien mulai berobat rutin.

c. Riwayat Penyakit Dahulu :


- Pasien memiliki riwayat epilepsi sejak 15 tahun yang lalu, Awalnya
epilepsi terjadi saat pasien masih duduk di bangku SMA.Saat itu
pasien sedang berada di sekolahnya, sebelumnya pasien merasa
pusing, kemudian pasien langsung pingsan beberapa saat dan
kejang selama beberapa menit. Sejak saat itu pasien mulai sering
mengalami kejang, dalam sebulan pasien bisa mengalami kejang
hingga 3x . Pasien mulai berobat sejak tahun 2005 dengan dokter
saraf, namun pasien tidak rutin kontrol dan tidak minum obat
-

teratur, sehingga kejangnya sering kambuh.


Riwayat penyakit step (demam kejang) sewaktu kecil di sangkal
Riwayat infeksi susunan saraf pusat disangkal
Riwayat tumor otak disangkal
Riwayat hipertesi disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat trauma kepala di sangkal
Riwayat stroke di sangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat epilepsidisangkal
- Riwayat penyakit stroke di sangkal

e. Riwayat Pengobatan
- Awal muncul kejang (tahun 2002) pasien tidak langsung di periksa
oleh dokter, namun pasien hanya berobat ke paranormal, namun

22

setelah 3 bulan tidak ada perubahan akhirnya pasien mulai


-

melakukan pengobatan ke dokter.


Pasien awalnya mulai berobat tahun 2002 dengan dokter spesialis,
saat itu pasien mengaku mendapatkan obat luminal yang di
konsumsi setiap hari, namun karena pasien merasakan keluhannya

mulai menghilang, pasien berhenti minum obat.


Pada tahun 2005 pasien mulai berobat kembali dan mendapatkan
obat anti epilepsy, namun pasien tidak terlalu rutin kontrol dan

minum obat
Saat ini pasien berobat rutin dengan Dr. Reno Sari Caniago Sp.S
M.Biomed dan minum obat secara rutin, obat anti epilepsy yang di
konsumsi adalah Carbamazepin 2x1 peroral.

f. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Perkembangan


Pasien lahir normal dan cukup bulan dengan bantuan Bidan di sekitar
tempat tinggalnya, Pasien juga tidak memiliki cacat fisik maupun
mental. Pasien tumbuh dan berkembang hingga dewasa dengan baik
seperti anak seusianya.
g. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien merupakan seorang wanita 32 tahun. Pendidikan terakhir pasien
adalah D3 akademi keperawatan di Provinsi Sumatera Barat yang saat
ini berkerja sebagai seorang pegawai negeri sipil yang bekerja di salah
satu rumah sakit di Kabupaten Solok.. Pasien sudah menikah dan
memiliki 3 orang anak, 2 orang anaknya lahir secara normal dan 1 orang
anaknya lahir secara section Caesar, dan Pasien memakai kontrasepsi
oral Saat ini pasien tinggal dengan suami dan ketiga anaknya di
rumahnya di Ampang Kualo, dimana pasien juga bertetangga dengan
keluarga suaminya. Pasien mampu menjalin hubungan baik dan mampu
bersosialisasi dengan tetangga dan keluarga suaminya, meskipun
terkadang pasien juga mengalami permasalahan seperti adanya
kesalahpahaman antar keluarga. Pasien tidak merokok, meminum kopi
dan mengkonsumsi alcohol.
h. Pemeriksaan Fisik

23

Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Frekuensi nafas
Suhu

: Baik
: Compos mentis kooperatif
: 100/ 60 mmHg
: 72 x/i
: 18x/i
: 36,2 C

1. Status Generalisata
- Kelenjar Getah Bening
Leher
: Bising carotis kiri dan kanan tidak ada
Aksila
: Tidak ada pembesaran KGB
Inguinal
: Tidak ada pembesaran KGB
-

Thorak
- Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi
: Vesikuler (+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
-

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Iktus cordis tidak terlihat


: Iktus cordis tidak teraba
: Batas jantung normal
: Reguler (+) , murmur (-) , gallop (-)

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

: Jejas (-)
: Bising usus (+), Normal
: Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
: timpani

2. Status neurologis
- Kesadaran Compos Mentis Cooperatif
- Tanda rangsangan meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II: (-)
Tanda Kerniq : (-)

24

Tanda peningkatan tekanan intrakranial


Pupil
Refleks cahaya
Muntah proyektil

: Isokor / 3mm/3mm
: Positif
: tidak ada

3. Pemeriksaan Nervus Cranialis


a. Nervus 1. Olfaktorius
Penciuman
Subjektif
Objektif dengan
bahan

Kanan
Dalam batas
normal
Dalam batas
normal

Kiri
Dalam batas normal
Dalam batas normal

b. Nervus II. Optikus

Penglihatan
Tajam
penglihatan
Lapang pandang
Melihat warna
Funduskopi

Kanan

Kiri

Visus 6/6

Visus 6/6

Dalam batas normal


Dalam batas normal
Tidak dilakukan

Dalam batas normal


Dalam batas normal
Tidak dilakukan

c. Nervus III. Okulomotorius


Bola mata
Ptosis
Gerakan bulbus
Strabismus
Nistagmus
Ekso-endotalmus
Pupil
Bentuk
Refleks cahaya
Refleks akomodasi
Refleks konvergen

Kanan
Bulat
Tidak ada
Ke arah bawah (+)
Ke arah atas (+)
Ke arah medial (+)
Kea rah medial atas
(+)
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Isokor
Bulat, isokor
Positif
Baik
Normal

Kiri
Bulat
Tidak ada
Ke arah bawah (+)
Ke arah atas (+)
Ke arah medial (+)
Kea rah medial atas
(+)
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Isokor
Bulat , isokor
Positif
Baik
Normal

d. Nervus IV. Troklearis

25

Gerakan mata ke bawah


Sikap bulbus
Diplopia

Kanan
Dalam batas
normal
Tenang
Tidak ada kelainan

Kiri
Dalam batas normal
Tenang
Tidak ada kelainan

e. Nervus V. Trigeminus
Motorik
Membuka mulut
Menggerakkan rahang
Menggigit
Mengunyah
Sensorik
Divisioptalmika
o Refleks kornea
o Sensibilitas
Divisimaksila
o Refleks masseter
o Sensibilitas
Divisi mandibular
Sensibilitas

Kanan

Kiri

Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan

Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan

Dalam batas normal


Dalam batas normal

Dalam batas normal


Dalam batas normal

Dalam batas normal


Dalam batas normal

Dalam batas normal


Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

f. Nervus VI. Abdusen


Gerakan mata lateral
Sikap bulbus
Diplopia

Kanan
Dapat dilakukan
Tenang
Tidak ada kelainan

Kiri
Dapat dilakukan
Tenang
Tidak ada kelainan

g. Nervus VII. Fasialis


Kanan

Raut wajah
Sekresi air mata
Fisura palpebral
Menggerakkan dahi
Menutup mata
Mencibir / bersiul
Memperlihatkan gigi

Kiri
Simetris
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Simetris
Simetris, kekuatan sama saat pasien mencoba
membuka mata
Simetris
Simetris, sama kuat
26

Sensasi lidah 2/3 depan


Hiperakusis

Dapat dilakukan
Tidak ada kelainan

Dapat dilakukan
Tidak ada kelainan

h. Nervus VIII. Vestibularis


Kanan
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Dalam batas normal

Suara berbisik
Detik arloji
Rinne test
Weber test
Scwabach test
Memanjang
Memendek
Nistagmus
Pendular
Vertikal
Siklikal
Pengaruh posisi kepala

Kiri
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Dalam batas normal

i. Nervus IX. Glossopharingeus


Sensasi lidah 1/3
belakang
Refleks muntah / gag
reflex

Kanan
Dalam batas normal

Kiri
Dalam batas normal

Tidak di lakukan

Tidak di lakukan

j. Nervus X.Vagus
Arkus faring

Simetris

Uvula

Di tengah

Menelan

Baik

Artikulasi

Dalam batas normal

Suara

Dalam batas normal

Nadi

Teratur, frequensi 72x/menit

k. Nervus XI. Assesorius


Kanan

Kiri
27

Menoleh kekanan
Menoleh kekiri
Mengangkat bahu
kekanan
Mengangkat bahu kekiri

Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan

Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan

Dapat dilakukan

Dapat dilakukan

l. Nervus XII. Hipoglossus


Kanan

Kedudukan lidah dalam


Kedudukan lidah dijulurkan
Tremor
Fasikulasi
Atrofi

Kiri
Di tengah
Di tengah
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Dalam batas normal
Dalam batas
normal
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan

4. Pemeriksaan fungsi motorik


a. badan

Respirasi
Duduk

b.berdiri dan
berjalan

Gerakan spontan
Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea

c.ekstremitas
Gerakan
Kekuatan
Atrofi

Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan

Superior
Kanan
Kiri
Aktif
Aktif
555
555
Tidak ada
Tidak ada

Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan

Inferior
Kanan
Kiri
Aktif
Aktif
555
555
Tidak ada
Tidak ada
28

Tonus

Dalam batas
normal

Dalam batas
normal

Dalam batas
normal

Dalam batas
normal

5. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil
Sensibilitas nyeri
Sensibilitas termis
Sensibilitas
Sensibilitas kotikal
Stereognosis
Pengenalan 2 titik
Pengenalan rabaan

Dalam batas normal


Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal

Fungsi otonom
Miksi

: Normal

Defekasi

: Normal

Sekresi keringat

: Normal

Refleks
Refleks fisiologis

Refleks Patologis

Bicseps

: ++/++

Babinsky

: -/-

Triceps

: ++/++

Chaddok

: -/-

KPR

: ++/++

Oppenheim

: -/-

APR

: ++/++

Gordon

: -/-

Hoffman trommer

: -/-

Fungsi luhur
Kesadaran
Reaksi bicara
Fungsi intelek
Reaksi emosi

Baik
Baik
Baik

Tanda dementia
Reflek glabela
Reflek snout
Reflek menghisap
Reflek memegang
Reflek palmomental

i. Pemeriksaan Laboratorium

29

Darah Rutin (Tidak di lakukan)


Hb
:Ht
:Leukosit : Trombosit:j. Pemeriksaan Tambahan
EEG (Tidak terlampir)
Brain CT scan
k. Diagnosis
Diagnosis klinis
Diagnosis topik
Diagnosis etiologi
Diagnosis sekunder

: Epilepsi Umum Tonik Klonik


:Intracerebri
: Idiopatik
: Tidak ada

l. Diagnosis Banding
- Kejang Psikogenik
- Sinkop
m. Penatalaksanaan
Terapi umum
:
- Istirahat
- Minum obat teratur
- Menghindari faktor pemicu yaitu stress, konsumsi kopi maupun
alcohol, merokok, makan terlambat, bergadang dan lain-lain

Terapi khusus
- Anti Epilepsi : Karbamazepin 2x300 mg
- Vitamin B
: Asam Folat 2x1
- Calcium Laktat 2x1

n. Prognosis
Quo Ad vitam
: dubia ad bonam
Quo Ad sanam
: dubia ad bonam
Quo Ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB I V
DISKUSI KASUS

30

Telah diperiksa seorang perempuan yang berumur 32 tahun pada


tanggal 3 september 2016 di rumah pasien yang beralamat di Ampang Kualo
dengan diagnosa kerja Epilepsi. Epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan
otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan
kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya
konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Diagnosis epilepsi dapat di tegakkan
berdasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dikombinasikan
dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Penderita atau orang tuanya
perlu diminta keterangannya tentang riwayat adanya epilepsi dikeluarganya.
Dari anamnesa, pasien mengeluhkan mengalami kejang 1,5 tahun yang
lalu. Awalnya pada sore hari saat pasien baru pulang kerja, muncul perasaan
tidak enak di hati pasien yang diikuti dengan nyeri perut dan rasa kebas dari
ujung jari kaki dan tangannya hingga ke kepala, perasaan ini berlangsung
selama beberapa jam sebelum kejang terjadi. Selanjutnya, pada malam hari
setelah makan malam pasien mengalami kejang yang di ikuti dengan penurunan
kesadaran, sehingga pasien tidak mampu mengingat posisi dan gerakan kejang.
Saat kejang, mata pasien melirik ke atas dan pipi bagian dalam tergigit tanpa di
sertai dengan mulut berbusa. Kejang ini berlangsung selama kurang lebih 3
menit. Setelah kejang pasien merasa kelelahan dan mengantuk sehingga pasien
langsung tertidur.Pasien mengaku datang ke poli saraf untuk kontrol
pengobatan kejang yang di alaminya.

Pasien mengatakan bahwa kejang ini

adalah kejang berulang, dimana kejang sebelumnya terjadinya sejak 15 tahun


yang lalu saat pasien masih SMA dengan pola kejang yang sama seperti kejang
yang terakhir. Dalam sebulan, biasanya pasien mengalami kejang 2-3x.
Biasanya kejang terjadi saat pasien sedang kelelahan setelah beraktivitas dan
saat pasien sedang banyak pikiran dan kejang mulai berkurang semenjak pasien
mulai berobat rutin.
Pasien mengatakan bahwa dulu pasien lahir secara normal dan cukup
bulan dengan bantuan Bidan, pasien juga tumbuh dan berkembang hingga
dewasa dengan baik seperti anak seusianya. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit kejang demam sewaktu kecil, riwayat trauma sebelumnya, riwayat

31

infeksi susunan saraf pusat,stroke dan hipertensi juga di sangkal. Pasien juga
tidak memiliki riwayat keluarga yang pernah mengalami kejang demam seperti
ini sebelumnya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien keadaan pasien tampak baik,
kesadaran compos mentis cooperatif, tekanan darah 100/60 mmHg, pada
pemeriksaan status internus dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologis,
tidak ditemukan tanda rangsangan meningeal dan peningkatan TIK. Pada
pemeriksaan Nn. Cranialis tidak di temukan kelainan. Pada pemeriksaan
sensorik dan otonom pasien baik. Pada sistem reflek, reflek fisiologis baik dan
reflek patologis tidak ada.
Terapi umum yang diberikan pada pasien ini adalah menghindari faktor
pemicu yaitu kelelahan, stress, konsumsi kopi maupun alkohol, merokok,
makan terlambat, bergadang dan lain-lain, sedangkan obat yang diberikan pada
adalah Karbamazepin 2x300mg, Asam folat 2x1, calcium lactate 2x1.

BAB V
KESIMPULAN

32

Epilepsi adalah suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor
predisposisi

yang

dapat

mencetuskan

kejang

epileptik,

perubahan

neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang


diakibatkannya.Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang
epilepsi sebelumnya.
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau
kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua
serangan kejang.
Penyebab penyakit ini pada sebagian besar kasus tidak diketahui.
Namun, ada beberapa faktor atau kondisi tertentu yang dapat dihubungkan
dengan epilepsi antara lain: infeksi atau sakit yang diderita ibu yang berakibat
pada perkembangan janin selama kehamilan, luka selama proses kelahiran,
tumor otak, luka pada otak, toksin (racun) lingkungan seperti serbuk timah,
infeksi seperti meningitis (radang pada selaput otak) atau encephalitis (radang
otak), perkembangan otak yang tidak normal, sejumlah kondisi genetik,
gangguan metabolisme yang menyebabkan adanya ketidakseimbangan pada
unsur-unsur dalam darah atau ketidaknormalan irama jantung. Epilepsi secara
genetis biasanya bukan merupakan penyakit turunan, meskipun kerentanan
akan serangan penyakit ini terdapat dalam keluarga dan sawan bisa terjadi
sebagai ciri dari sejumlah kondisi turunan.
Untuk pengobatan epilepsi dapat diberikan obat anti epilepsi (OAE) dan
tujuan dari pegobatan epilepsi antara lain untuk menghentikan bangkitan,
mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah angka kesakitan dan kematian serta
mencegah timbulnya efek samping OAE.

33

Você também pode gostar