Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epilepsi merupakan suatu kelainan otak yang ditandai dengan
kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus
dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologi dan sosial. Defenisi ini
mensyaratkan terjadinya minimal satu kali bangkitan epileptik, yaitu tanda dan
gejala yang bersifat sesaat akibat aktifitas neuronal yang abnormal dan
berlebihan diotak.1
Prevalensi di negara sedang berkembang ditemukan lebih tinggi daripada
negara maju. Dilaporkan prevalensi di negara maju berkisar antara 4-7 per 1000
orang dan memiliki angka prevalensi lebih tinggi dibandingkan daerah
perkotaan yaitu15,4 per 1000 (4,8-49,6) dipedalaman dan 10,3( 2,8-37,7) di
perkotaan.1
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua
bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi
dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi
seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk
terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani
pengobatan pada lima tahun terakhir.2
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara
maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai
100/100,000. Di Indonesia belum ada data epidemiologis yang pasti tetapi
diperkirakan ada 900.000-1.800.000 penderita, sedangkan penanggulangan
penyakit ini belum merupakan prioritas dalam Sistem Kesehatan Nasional.
Karena cukup banyaknya penderita epilepsi dan luasnya aspek medik dan
psikososial, maka epilepsi tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat
sehingga
ketrampilan
para
dokter
dan
paramedis
lainnya
dalam
1.2. Tujuan
Referat tentang epilepsi ini dibuat dengan tujuan:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
DEFINISI
Menurut
International
League
Against
Epilepsy
(ILAE)
dan
EPIDEMIOLOGI
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara
3
ETIOLOGI
Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik
berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor
fisiologis, biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut.Tiap-tiap
penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan
timbulnya bangkitan kejang.5
Bila ditinjau dari faktor etiologis, epilepsi dibagi menjadi 2 kelompok : 1
1
Epilepsi idiopatik
Tidak
terdapat
lesi
struktural
diotak
atau
defisit
neurologis.
Epilepsi simtomatik
Bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada otak,
misalnya cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang,
gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan
neurogeneratif.
3. Epilepsi Kriptogenik
PATOGENESIS
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan
2.5.
Klasifikasi
2.5.1 Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League
Against Epilepsy (ILAE) 1981:6
1. Bangkitan parsial (awal terjadi kejang secara lokal)
1.1 Bangkitan parsial Sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a. Disertai gejala motorik
b. Disertai gejala sensorik
c. Disertai gejala otonom
d. Disertai gejala kejiwaan
1.2. Bangkitan parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran)
a. Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran dengan atau
tanpa gerakan otomatis.
b. Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal
bangkitan.
1.3 Umum sekunder (pada awalnya kejang parsial dan berubah menjadi
kejangtonik-klonik)
a. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
b. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum
c. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi kejang umum
2. Bangkitan umum
a. Lena / Absence
b. Myoklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. Atonik
g. Spasme infantil
3. Kejang yang tidak dapat diklasifikasikan
di
daerah
b. Simptomatik (sekunder)
syndrome)
Sindrom dengan bangkitan yang di presipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alcohol, obat-obatan, hiperventilasi, epilepsy refleks,
infancy)
Epilepsy lena pada anak (Childhood absence epilepsy )
Epilepsy lena pada remaja (Juvenile absence epilepsy )
Epilepsy mioklonik pada remaja (Juvenile myoclonic epilepsy)
Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga (Epilepsy
c. Simtomatik
-
3 Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat di tentukan fokal atau umum
- Bangkitan umum atau fokal
Bangkitan neonatal
Epilepsi mioklonik berat pada bayi
Epilepsi dengan gelombang paku (spike wave) selama tidur
dalam
Epilepsi afasia yang di dapat (sindrom Landau-kleffner)
Epilepsi yang tidak terklasifikasikan
Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
sebelumnya.
Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak
dapat dijelaskan
Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum
jari, meluas ke seluruh tangan, lengan, muka dan tungkai. Kadangkadang berhenti pada satu sisi. Tetapi bila ransangan sangat kuat dapat
meluas ke lengan atau tungkai yang lain, sehingga menjadi kejang
umum disebut sebagai jacson motorik epilepsi.7
b. Epilepsi parsial sederhana dengan gejala sensorik.
fokus epileptik terdapat digirus postsentralis lobus parietalis.
Penderita merasa kesemutan di daerah ibu jari, lengan, muka dan
tungkai, tanpa kejang motoris yang dapat meluas ke sisi lain. Disebut
sebagai jacson sensoric epilepsi.7
c. Epilepsi parsial sederhana dengan gejala autonom.
Sering sebagai komponen generalized seizures atau partial complex
seizures yang berasal dari lobus frontalis atau lobus temporalis.
Manifestasi klinisnya dapat berupa: perubahan warna kulit, perubahan
tekanan darah, perubahan denyut nadi, perubahan ukuran pupil dan
berdirinya bulu mata.7
2. Epilepsi Parsial Kompleks
Fokus di lobus temporalis kurang lebih 60% dan di lobus frontalis
kurang lebih 30%. Pada epilepsi parsial kompleks terdapat 3 komponen,
yaitu: penurunan kesadarn. Meskipun terdapat gangguan kesadaran,
penderita masih dapat melakukan gerakan-gerakan otomatis. Penderita
ini bila ditegur tidak menjawab. Umumnya penderita tidak melakukan
tindak kriminal atau menyerang orang lain. Tetapi dapat agresif bila
dihalangi kemauannya. Setelah serangan terakhir penderita lupa yang
telah dilakukannya. Bila epilepsi ini sudah lama timbul maka dapat
timbul afasia sensorik dan hemianopsia oleh karena kelainan dilobus
temporalis. Pada rekaman EEG, akan terdapat gambaran spike kadangkadang slow-wafe didaerah temporal.7
3. Bangkitan umum sekunder
Dimulai dengan aura yang berevolusi menjadi kejang fokal komplek
dan kemudian menjadi kejang tonik klonik umum.7
2.6.2. Epilepsi Umum
1. Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).
10
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap:
tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan
jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik
saja.Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan
yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal,
kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat:
kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang
menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam
atau lidah. Pada saat fase klonik: terjaadi kontraksi otot yang berulang dan
tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol,
pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih
ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.7,8
berlangsung lebihdari beberapa detik.Sebagai contoh, mungkin pasien tibatiba menghentikan pembicaraan, menatap kosong kesatu arah, atau berkedipkedip dengan cepat atau mulut mengecap- ngecap.Pasien mungkin
mengalami satu atau dua kali kejang sebulan atau beberapa kali sehari.orang
tua/ guru mengeluh bahwa anak sering tampak bengong/ melamun/ tidak
perhatian.Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak; awitan jarang
11
Kejang atonik
Disebut serangan drop attack, terjadi karena otot kehilangan
kekuatannya selama beberapa detik. Pada saat serangan anak tiba-tiba jatuh
lemas/ seperti pingsan atau tiba-tiba kepala terjatuh (head drop) sehingga
dapat membentur sesuatu. Jika sering terjadi head drop anak memerlukan
helm pengaman untuk menghindari trauma kepala berulang.7,8
5.
Kejang klonik
Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tungal atau multipel
DIAGNOSIS
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinik
12
Langkah ketiga
Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh.
Anamnesis menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolic, malformasi
vaskuler dan penggunaan obat-obatan tertentu.8
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:8
a. Pola/bentuk serangan
b. Lama serangan
c. Gejala sebelum, selama dan paska serangan
d. Frekuensi serangan
e. Factor pencetus
f. Ada/tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
g. Usia saat serangan terjadinya pertama
h. Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
i. Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
j. Riwayat penyakit epilepsy dalam keluarga
2.8.
Pemeriksaan Penunjang
Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsy dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
menegakkan diagnosis epilepsy.Akan tetapi epilepsy bukanlah gold
13
klinis. Adanya
kelainan
fokal
pada
EEG
menunjukkan
14
b.
15
c.
Pasien
dan
keluarganya
telah
diberitahu
tentang
Fenobarbital
Jenis
Dosis
Kadar
Waktu
Obat
mg/kb/hari
dalam
paruh
serum
(jam)
ug/ml
15-40
96
P & KU 2-4
Efek samping
Mengantuk,
hiperaktifitas,
bingung,
perubahan
Fenitoin
P & KU 3-8
10-30
24
perasaan hati.
Ataksia, ruam
kulit,
perubahan
kosmetika,
hyperplasia
ginggival.
16
Osteomalasia
Karbamazepi
P & KU 15-25
8-12
12
.
Ataksia,
gangguan
GIT,
pandangan
kabur,
gangguan
fungsi hepar,
perubahan
Valproat
Semua
15-60
50-100
14
darah.
Gangguan
GIT,
hepatitis,
diskrasia
darah,
ataksia,
allopresia,
Klonazepam
A& M
0,03-0,30
0,01-
30
0,05
mengantuk
Mengantuk,
gangguan
GIT,
diskrasia
darah,
ruam
kulit,
pengeluaran
Primidon
P & KU 10-20
5-15
12
air liur.
Mengantuk,
hiperaktifitas,
perubahan
perasaan
17
OAE II : Benzodiazepin
4.
Serangan mioklonik
OAE I
OAE II : Etosuksinad
5.
2.
3.
Harus dilakukan secra bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6 bulan.
4.
Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, mka penghentian dimulai dari 1 OAE
yang bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya
2.
Epilepsi simtomatis.
18
3.
4.
5.
6.
1.
2.
2.12.
EDUKASI PASIEN
- Memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga tentang kondisi
medis yang di alami oleh pasien bahwa penyakit ini bukan tidak
menular, paroksismal, serta dapat di kontrol untuk menghilangkan
-
pasien.
Menganjurkan kepada pasien untuk memberitahu kepada orang yang
sedang berada dengan pasien untuk memberitahu jika merasa ada
sesuatu yang tidak nyaman, atau mengalami sesuatu yang tidak biasa
bangkitan.
Menganjurkan kepada pasien untuk
19
2.13.
PROGNOSIS
Ketika pasien telah berhasil bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini
20
BAB III
STATUS PASIEN
3.1. Identitas
Nama
: Ny. E
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 32 tahun
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Pekerjaan
Alamat
21
e. Riwayat Pengobatan
- Awal muncul kejang (tahun 2002) pasien tidak langsung di periksa
oleh dokter, namun pasien hanya berobat ke paranormal, namun
22
minum obat
Saat ini pasien berobat rutin dengan Dr. Reno Sari Caniago Sp.S
M.Biomed dan minum obat secara rutin, obat anti epilepsy yang di
konsumsi adalah Carbamazepin 2x1 peroral.
23
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Frekuensi nafas
Suhu
: Baik
: Compos mentis kooperatif
: 100/ 60 mmHg
: 72 x/i
: 18x/i
: 36,2 C
1. Status Generalisata
- Kelenjar Getah Bening
Leher
: Bising carotis kiri dan kanan tidak ada
Aksila
: Tidak ada pembesaran KGB
Inguinal
: Tidak ada pembesaran KGB
-
Thorak
- Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi
: Vesikuler (+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
-
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: Jejas (-)
: Bising usus (+), Normal
: Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
: timpani
2. Status neurologis
- Kesadaran Compos Mentis Cooperatif
- Tanda rangsangan meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II: (-)
Tanda Kerniq : (-)
24
: Isokor / 3mm/3mm
: Positif
: tidak ada
Kanan
Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Kiri
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Penglihatan
Tajam
penglihatan
Lapang pandang
Melihat warna
Funduskopi
Kanan
Kiri
Visus 6/6
Visus 6/6
Kanan
Bulat
Tidak ada
Ke arah bawah (+)
Ke arah atas (+)
Ke arah medial (+)
Kea rah medial atas
(+)
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Isokor
Bulat, isokor
Positif
Baik
Normal
Kiri
Bulat
Tidak ada
Ke arah bawah (+)
Ke arah atas (+)
Ke arah medial (+)
Kea rah medial atas
(+)
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Isokor
Bulat , isokor
Positif
Baik
Normal
25
Kanan
Dalam batas
normal
Tenang
Tidak ada kelainan
Kiri
Dalam batas normal
Tenang
Tidak ada kelainan
e. Nervus V. Trigeminus
Motorik
Membuka mulut
Menggerakkan rahang
Menggigit
Mengunyah
Sensorik
Divisioptalmika
o Refleks kornea
o Sensibilitas
Divisimaksila
o Refleks masseter
o Sensibilitas
Divisi mandibular
Sensibilitas
Kanan
Kiri
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Kanan
Dapat dilakukan
Tenang
Tidak ada kelainan
Kiri
Dapat dilakukan
Tenang
Tidak ada kelainan
Raut wajah
Sekresi air mata
Fisura palpebral
Menggerakkan dahi
Menutup mata
Mencibir / bersiul
Memperlihatkan gigi
Kiri
Simetris
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Simetris
Simetris, kekuatan sama saat pasien mencoba
membuka mata
Simetris
Simetris, sama kuat
26
Dapat dilakukan
Tidak ada kelainan
Dapat dilakukan
Tidak ada kelainan
Suara berbisik
Detik arloji
Rinne test
Weber test
Scwabach test
Memanjang
Memendek
Nistagmus
Pendular
Vertikal
Siklikal
Pengaruh posisi kepala
Kiri
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Dalam batas normal
Kanan
Dalam batas normal
Kiri
Dalam batas normal
Tidak di lakukan
Tidak di lakukan
j. Nervus X.Vagus
Arkus faring
Simetris
Uvula
Di tengah
Menelan
Baik
Artikulasi
Suara
Nadi
Kiri
27
Menoleh kekanan
Menoleh kekiri
Mengangkat bahu
kekanan
Mengangkat bahu kekiri
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Kiri
Di tengah
Di tengah
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Dalam batas normal
Dalam batas
normal
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Respirasi
Duduk
b.berdiri dan
berjalan
Gerakan spontan
Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea
c.ekstremitas
Gerakan
Kekuatan
Atrofi
Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
Superior
Kanan
Kiri
Aktif
Aktif
555
555
Tidak ada
Tidak ada
Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
Inferior
Kanan
Kiri
Aktif
Aktif
555
555
Tidak ada
Tidak ada
28
Tonus
Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
5. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil
Sensibilitas nyeri
Sensibilitas termis
Sensibilitas
Sensibilitas kotikal
Stereognosis
Pengenalan 2 titik
Pengenalan rabaan
Fungsi otonom
Miksi
: Normal
Defekasi
: Normal
Sekresi keringat
: Normal
Refleks
Refleks fisiologis
Refleks Patologis
Bicseps
: ++/++
Babinsky
: -/-
Triceps
: ++/++
Chaddok
: -/-
KPR
: ++/++
Oppenheim
: -/-
APR
: ++/++
Gordon
: -/-
Hoffman trommer
: -/-
Fungsi luhur
Kesadaran
Reaksi bicara
Fungsi intelek
Reaksi emosi
Baik
Baik
Baik
Tanda dementia
Reflek glabela
Reflek snout
Reflek menghisap
Reflek memegang
Reflek palmomental
i. Pemeriksaan Laboratorium
29
l. Diagnosis Banding
- Kejang Psikogenik
- Sinkop
m. Penatalaksanaan
Terapi umum
:
- Istirahat
- Minum obat teratur
- Menghindari faktor pemicu yaitu stress, konsumsi kopi maupun
alcohol, merokok, makan terlambat, bergadang dan lain-lain
Terapi khusus
- Anti Epilepsi : Karbamazepin 2x300 mg
- Vitamin B
: Asam Folat 2x1
- Calcium Laktat 2x1
n. Prognosis
Quo Ad vitam
: dubia ad bonam
Quo Ad sanam
: dubia ad bonam
Quo Ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB I V
DISKUSI KASUS
30
31
infeksi susunan saraf pusat,stroke dan hipertensi juga di sangkal. Pasien juga
tidak memiliki riwayat keluarga yang pernah mengalami kejang demam seperti
ini sebelumnya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien keadaan pasien tampak baik,
kesadaran compos mentis cooperatif, tekanan darah 100/60 mmHg, pada
pemeriksaan status internus dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologis,
tidak ditemukan tanda rangsangan meningeal dan peningkatan TIK. Pada
pemeriksaan Nn. Cranialis tidak di temukan kelainan. Pada pemeriksaan
sensorik dan otonom pasien baik. Pada sistem reflek, reflek fisiologis baik dan
reflek patologis tidak ada.
Terapi umum yang diberikan pada pasien ini adalah menghindari faktor
pemicu yaitu kelelahan, stress, konsumsi kopi maupun alkohol, merokok,
makan terlambat, bergadang dan lain-lain, sedangkan obat yang diberikan pada
adalah Karbamazepin 2x300mg, Asam folat 2x1, calcium lactate 2x1.
BAB V
KESIMPULAN
32
Epilepsi adalah suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor
predisposisi
yang
dapat
mencetuskan
kejang
epileptik,
perubahan
33