Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pengantar
Berkenaan dengan jasa keuangan islam, tiap lembaga yang menawarkan
jasa keuangan islam diharapkan dapat beroperasi sesuai kode etik syariah
dan harus berfungsi dalam batasan-batasan syariah. Sebagai usaha untuk
memastikan bahwa operasi lembaga keuangan islam tidak bertentangan
dengan syariah maka terdapat beberapa lembaga yang berfungsi sebagai
penasihat dan pengawas kegiatan tersebut, antara lain; Shariah Advisory
Council (SAC), Shariah Supervisory Board (SSB) atau Shariah Supervisory
Committee (SSC). Secara internasional, Accounting and Auditing
Organizations of Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dan Islamic Financial
Services Board (IFSB) telah mengeluarkan sejumlah standar dan pedoman
tata kelola berkaitan dengan jasa keuangan islam. Di Malaysia, Bank Negara
Malaysia (BNM) juga telah mengeluarkan pedoman yang relevan untuk
memastikan kehati-hatian regulasi syariah dalam persoalan lembaga
keuangan islam.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengevaluasi kebutuhan audit
syariah dalam rangka melengkapi mekanisme kepatuhan syariah yang sudah
diberlakukan. Audit syariah harus dilakukan secara sistematis sebagai bagian
dari mekanisme corporate governance lembaga keuangan islam (IFIs). Hal ini
disebabkan karena meningkatnya tuntutan stakeholders yang memerlukan
jaminan kepatuhan syariah dan akuntabilitas. Makalah ini juga membahas
beberapa tantangan sebagai prasyarat untuk melaksanakan audit syariah
secara efektif.
Dalam rangka memastikan operasi lembaga keuangan syariah tidak
bertentangan dengan syariah maka dibentuklah lembaga pengawas syariah
(SSC) di Malaysia yang fungsinya sebagai pengawas sekaligus penasihat
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
tidak. Kertas kerja dan Catatan audit adalah dua hal paling penting dalam
tahap pemeriksaan. Tujuan kertas kerja yaitu untuk memberikan catatan
sistematis pekerjaan yang dilakukan selama audit dan merupakan catatan
informasi dan fakta yang diperoleh untuk mendukung temuan dan
kesimpulan.
3)
Laporan
hasil dari pelaksanaan audit, mencakup persiapan laporan audit syariah,
yang merupakan komunikasi yang baik dari auditor kepada para pengguna
atau pembaca. Pada umumnya laporan akan berbeda, tetapi semua harus
menginformasikan para pembaca mengenai tingkat kesesuaian antara
informasi dan kriteria yang telah ditetapkan.
Pendidikan Audit Syariah akan menghasilkan orang-orang yang
kompeten dan independen menjadi auditor syariah. Syarat menjadi auditor
syariah yang baik adalah harus memahami kriteria yang digunakan dalam
audit syariah, kompeten untuk mengetahui jenis dan jumlah bukti yang
menumpuk sebelum menyimpulkan audit dan memiliki sikap mental yang
independen.
Auditor syariah internal biasanya melaporkan langsung kepada
manajemen utama (top management), menjaga independensi auditor dari
setiap unit operasi yang mereka audit.
Pendidikan dan pelatihan program harus membekali auditor syariah
dengan dua pengetahuan dasar yaitu;
1)
Pengetahuan syariah khusus seperti yang diterapkan dalam perbankan
dan keuangan Islam
2)
Pengetahuan dan keterampilan akuntansi dan auditing.
Audit syariah diperlukan untuk melengkapi program pemerintah saat
ini dalam industri jasa keuangan Islam.
BAB II
Periode Kapitalis
2.
Kapitalis Nascent
3.
Merkantilis
4.
5.
1)
2)
3)
4)
2)
3)
4)
5)
1.
2.
3.
Jenis-jenis auditor
Akuntan intern. Adalah akuntan yang bekerja dalam perusahaan yang tugas
pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau
tidaknya penjagaan terhadap aset-aset organisasi, menentukan efisiensi dan
efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan
informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
2.2.
Laporan Auditor
yang
diberikannya
bahasa
penjelasan
2)
Pendapat ini hanya diberikan jika secara keseluruhan laporan keuangan yang
disajikan oleh klien adalah wajar, tetapi ada beberapa unsur yang
dikecualikan, yang pengecualiannya tidak mempengaruhi kewajaran laporan
keuangan secara keseluruhan. Terdapat beberapa kondisi yang membuat
auditor harus memberikan pendapat wajar dengan pengecualian, yaitu :
Pendapat tidak wajar diberikan jika laporan keuangan klien tidak disusun
berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga tidak
menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan saldo laba
dan arus kas perusahaan klien. Auditor memeberikan pendapat tidak wajar
jika tidak terdapat pembatasan bukti audit. Pendapat tidak wajar merupakan
kebalikan pendapat wajar dengan pengecualian. Auditor memberikan
pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia
dapat mengumpulkan bukti kompeten dalam jumlah cukup untuk
mendukung pendapatnya.
5).
BAB III
AUDITING DALAM ISLAM
3.1. Sejarah Akuntasi Islam
Apabila kita pelajari "Sejarah Islam" ditemukan bahwa setelah munculnya
Islam di Semenanjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan
terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh
para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan
untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi
wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara.
Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara
khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan
"hafazhatul amwal" (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab
suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius
dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282
yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan
manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum
yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat
tersebut menyatakan "Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkannya.
kita sekarang ini. Para penulis sekarang ini mengaku bahwa merekalah yang
mengembangkan pengertian ini pada abad sekarang. Barangkali, pengakuan
mereka ini disebabkan oleh kejahilan mereka terhadap sejarah dan peran
akuntansi di negara Islam. Demikian pula, boleh jadi mereka membangun
tujuan ini pada abad XX M., sementara tujuan ini telah populer di negara
Islam sejak abad I H. atau abad VII M. Di antara yang menjelaskan tujuan ini
dan realisasinya di negara Islam adalah perkataan Imam Syafii rahimahullah
: Barang siapa mempelajari hisab (akuntansi) pikirannya bagus. (Husain
Syahatah, 1993, hal. 45). Perlu diketahaui bahwa Imam Safii hidup pada
tahun 150-204 H./767-820 M. Hal ini tidak saja menjelaskan peran yang
dimainkan akuntansi dan signifikansinya pada waktu itu, tetapi juga
menjelaskan pengetahuan masyarakat pada saat itu terhadap peran dan
signifikansi tersebut. Hal ini tampak dalam bentuk khusus, ketika ucapan ini
datang dari seorang yang faqih, bukan datang dari spesialis akuntansi.
Setelah itu, Imam SyafiIi menjelaskan ucapannya itu, yaitu sesungguhnya
seorang pedagang atau yang lain tidak dapat mengambil keputusan secara
benar atau mengeluarkan pemikiran yang tepat tanpa bantuan data-data
yang tercatat dalam buku. (Ibid). Para fuqaha berkata bahwa di antara
kewajiban seorang muslim adalah mempelajari hukum-hukum ibadah yang
menjadikan shalat, shaum, dan zakatnya sah, serta hal-hal yang harus
diketahui untuk menunaikan manasik hajinya. Demikian pula dia harus
mengetahui hukum-hukum jual beli jika ingin berprofesi sebagai seorang
pedagang; dan mempelajari akuntansi, sehingga ia tiadak berbuat zhalim
dan tidak dizhalimi. Hal inilah yang disebut ilmu dlaruri. (Abu Hamid Al
Ghazali, 1400 H., vol. 1, juz 1-3, hal. 42-30) juga (Sayid Sabiq,1403 H./1983
M., vol. III, juz 11-14, hal. 125-126).
Pengertian akuntansi dan tujuan penggunaannya telah berkembang
dari sekadar sebagai sarana untuk menentukan modal di akhir periode V dan
untuk mengukur keuntungan melalui selisih modal pada dua priode, hal ini
terjadi pada masa sebelum Islam, menjadi sebagai sarana untuk
memperoleh informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan dan
penentuan tanggung jawab, hal ini terjadi pada berbagai masa negara Islam.
Al Qalqasyandi berkata, Seorang akuntan harus berpegang pada aturanaturan atau format-format yang telah disiapkan sebelumnya, dan tidak boleh
melanggar selamanya. (hal. 54). Hal ini menunjukkan perkembangan
akuntansi dan adanya sistem pengawsan intern yang berkaitan erat
dengannya. Semuanya itu diprogram, diinterpretasikan, dan diaplikasikan
menurut syariat Islam. Demikian pula perkembangan dalam pengertian
akuntansi dan tujuan penggunaannya ini terlihat dalam perkataan Al
kalian ditimbangkan;
penampakan amal.
dan
bersiap-siaplah
kalian
untuk
menghadapi
Hadits lain adalah dari Miqdam bin Madi Yakrib bahwa sayyidul basyar,
Muhammad shallallahu `alaihi wasallam menepuk pundaknya, kemudian
berkata:
Wahai Qadim (Miqdam? pen,) beruntunglah kamu, jika kamu meninggal
tidak dalam keadaan menjadi amir, tidak menjadi pencatat (katib), dan tidak
menjadi pemimpin. (H.R. Abu Dawud)
adalah nama untuk buku catatan pertama pada masa negara Islam, yaitu
pada masa Daulat Abbasiyyah, sekitar tahun 132 H. /749 M.,yaitu tujuh ratus
empat puluh lima tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Dari hal ini dapat
kita simpulkan bahwa asas atau sumber rujukan bagi apa yang dipraktikkan
di Republik Itali sebagaimana tersebut dalam buku Pacioli adalah apa yang
telah dipraktikkan di negara Islam. Di antara yang harus dipraktikkan di
negara Islam adalah pencatatan Jaridah sebelum memakainya. Pencatatan
ini, sebagaimana yang telah kami sebutkan, berlangsung ketika distempel
dengan stempel Sulthan. Praktik ini adalah bagi instansi-instansi
pemerintahan Islam. Barangkali juga bagi pribadi-pribadi dan lembagalembaga khusus. Demikian pula Ibnu Khaldun yang hidup pada masa Daulat
Abbasiyyah dan menulis bukunya tahun 167 H. /784 M. Mengatakan bahwa
seorang akuntan harus memakai buku-buku akuntansi yang sesuai, dan
mencatat namanya di akhir buku, serta menstempelnya dengan stempel
Sulthan. Stempel tersebut memuat nama Sulthan atau simbol khusus bagi
Sulthan. Stempel tersebut dibubuhkan di salah satu sisi buku .(halaman
205). Sesungguhnya penggunaan kata buku-buku akuntansi yang sesuai
oleh Ibnu Khaldun menunjukkan semenjak abad ke-2 Hijriyah dan barangkali
sebelum itu, kaum muslimin menggunakan buku-buku akuntansi yang
beragam sesuai dengan perbedaan karakter kegiatan, baik tingkat negara
maupun pribadi.
Dahulu, Jaridah digunakan untuk mencatat pemasukan-pemasukan
dan pengeluaran-pengeluaran, tetapi secara terpisah. Yakni, ada jaridah
untuk pemasukan dan ada jaridah untuk pengeluaran. Hal ini termasuk
serupa dengan apa yang sekarang dikenal dengan nama Specialised
Journals. Adapun transaksi-transaksi lain dicatat dalam buku yang dikenal
dengan nama Daftarul Yaumiyyah (Daily Book/Buku Harian).
Buku harian yang dikenal di negara Islam tujuh ratus empat puluh
lima tahun sebelum munculnya buku Pacioli adalah buku harian yang
digunakan sekarang di dunia, dan dikenal dengan nama General Journal.
Buku harian ini dikenal di seluruh diwan di samping specialised journals.
Dahulu, buku harian ini digunakan untuk mencatat seluruh transaksi
keuangan khusus bagi diwan dan transaksinya dengan orang lain. Buku ini
serupa dengan apa yang sekarang dikenal di negara-negara Arab dengan
nama Daftarul Yaumiyyatil `Ammah (Buku Harian Umum).
Menurut An Nuwairi, yang meninggal pada tahun 734 H. /1336 M.
atau kurang lebih tiga puluh satu tahun sebelum munculnya buku Al
Mazindani, pekerjaan pembukuan tunduk pada praktik-praktik tertentu dan
jelas. Sebab,seluruh harta yang masuk atau keluar harus dicatat sesuai
urutan waktu terjadinya, juga harus dicatat tanggal terjadinya setiap
transaksi. Demikian pula, keharusan mencatat transaksi menurut urutan
waktu terjadinya tidaklah terbatas pada transaksi-transaksi keuangan saja
atau yang memiliki nilai keuangan, tetapi mencakup juga seluruh transaksi
yang berhubungan dengan diwan dan yang lain. (An Nuwairi, hal. 273--275).
Pencatatan di buku harian berlangsung dari realitas syahid yaitu yang
sekarang dikenal dengan nama journal voucher, yang disiapkan oleh
akuntan, yang melakukan pencatatan di buku. (Muhammad Al Marisi Lasyin,
1973, hal. 131--132). Hal ini menunjukkan kesinambungan pengembangan di
dalam pekerjaan akuntansi yang awalnya bersamaan dengan munculnya
negara Islam tahun 622 M., dan menjadi kokoh pada masa Khalifah Umar
Ibnul Khaththab, serta semakin kokoh pada masa Daulat Abbasiyyah.
Kemudian bertambah berkembang setelah itu sebagaimana yang kita
rasakan dari apa yang disebutkan oleh An Nuwairi.
Daulat Abbasiyyah, 132-232 H. /750-847 M. memiliki banyak
kelebihan dibandingkan yang lain dalam pengembangan akuntasi secara
umum dan buku-buku akuntansi secara khusus. Sebab pada saat itu,
masyarakat Islam menggunakan dua belas buku akuntansi khusus
(Specialized Accounting Books). Buku-buku ini memiliki karakter dan fungsi
dan berkaitan erat dengan fungsi dan tugas yang diterapkan pada saat itu.
Di antara contoh buku-buku khusus yang dikenal pada masa kehidupan
negara Islam itu adalah sebagai berikut:
1.
2.
Daftarun Nafaqat Wal Iradat (Buku Pengeluaran dan Pemasukan). Buku ini
disimpan di Diwanil Mal, dan Diwan ini bertanggung jawab atas pembukuan
seluruh harta yang masuk ke Baitul Mal dan yang dikeluarkannya.
3.
Auraj adalah dari bahasa Parsi, kemudian digunakan dalam bahasa Arab.
Auraj digunakan untuk mencatat jumlah pajak atas hasil tanah pertanian,
yaitu setiap halaman dikhususkan untuk setiap orang yang dibebani untuk
membayar pajak, di dalamnya dicatat jumlah pajak yang harus dibayar, juga
jumlah yang telah dibayar dari pokok jumlah yang harus dilunasi. Penentuan
jumlah pajak yang harus dilunasi didasarkan pada apa yang dinamakan
Qanunul Kharaj (Undang-Undang Perpajakan). (Al Mazindarani 765 H./1363
M.)
Di samping apa yang telah disebutkan, kaum muslimin di negara Islam
mengenal pembagian piutang menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.
2.
3.
2.
3.
1.
2.
Islam. Namun disamping dasar syariat ini landasan moral juga bisa diambil
dari hasil pemikiran manusai pada keyakinan Islam. Beberapa landasan
Kode Etik Akuntan Muslim ini adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
dari pekerjaan profesinya. Sikap ini ditegaskan dalam firman Allah Surat An
Nisa ayat 1 : Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. Dan
dalam Surat Ar Rad Ayat 33 Allah berfirman : Maka apakah Tuhan yang
menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang
tidak demikian sifatnya). Sikap pengawasan diri berasal dari motivasi diri
berasal dari motivasi diri sehingga diduga sukar untuk dicapai hanya dengan
kode etik profesi rasional tanpa diperkuat oleh ikatan keyakinan dan
kepercayaan akan keberadaan Allah yang selalu memperhatikan dan melihat
pekerjaan kita. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Thaha ayat 7 :
Sesungguhnya dia mengetahui rahasia dan apa yang lebih tersembunyi;
6.
Oleh karena itu akuntan/auditor harus selalu ingat bahwa dia akan
mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya dihadapan Allah dan juga
kepada publik, profesi, atasan dan dirinya sendiri. Gambaran singkat ini
mudah-mudahan menggugah kita bahwa auditing syariah sudah mulai
berkembang sejalan dengan perkembangan sistem ekonomi islam.
BAB IV
KESIMPULAN
2.
dalam bahasa Inggris, secara etimologi dua kata journal dan Zornal
adalah makna dari kata jaridah buku catatan pertama pada Negara Islam.
Dengan semakin berkembangnya system keuangan dimasa Abbasiyyah,
maka semakin spesipik pencatatan-pencatatan transaksi keuangan dengan
ditemukannya berbagai macam buku, mulai dari pendapatan, biaya, harta,
hingga buku hutang dan piutang. Dengan demikian, dapat dilihat dari
sejarah bahwa Islam ternyata lebih dahulu mengenal system akuntansi,
karena Al-Qur'an telah diturunkan 610 M, yakni 800 tahun lebih dari buku
yang yang ditulis Luca Pacioli pada tahun 1494.
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA
Sofyan S. Harahap Auditing Dalam Perspektif Islam Pustaka Quantum Jakarta
2002
Sofyan S. Harahap Teori Akuntansi Laporan Keuangan Bumi Aksara Jakarta
1994
Sofyan S. Harahap Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam Pustaka
Quantum Jakarta 2001 Kell, Johnson, William C. Boynton. Modern Auditing.
Seventh Edition. New York.. John
Wiley & Sons. 2001
ditelusuri sampai saat ini serta masih membuka praktik di USA ataupun
diluar USA.
Pengaruh Inggris juga turut bermigrasi ke Amerika Serikat pada akhir
tahun 1800-an ketika para investor Inggris dan Skotlandia mengirimkan para
Auditornya sendiri untuk memeriksa kondisi perusahaan-perusahaan
Amerika, tempat mereka telah berinvestasi dalam jumlah yang sangat besar.
Secara khusus mereka melakukan investasi dalam saham pabrik pembuatan
bir dan perkeretaapian. Focus awal audit ini mula-mula adalah untuk
menemukan penyimpangan dalam akun neraca serta menangkal
pertumbuhan kecurangan yang berkaitan dengan meningkatnya fenomena
manajer professional serta pemilik saham yang pasif.
1.2. Munculnya Auditing pra-Islam
Akuntasi di kalangan Bangsa Arab sebelum Islam Dari studi sejarah
peradaban arab, tampak sekali betapa besarnya perhatian bangsa arab pada
akuntansi. Hal ini terlihat pada usaha tiap pedagang arab untuk mengetahui
dan menghitung barang dagangannya, sejak mulai berangkat sampai pulang
kembali. Hitungan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan pada
keuangannya. Setelah berkembangnya negeri, bertambahnya kabilahkabilah, masuknya imigran-imigran dari negri tetangga, dan berkembangnya
perdaganan serta timbulnya usaha-usahainterven si perdagangan, semakin
kuatlah perhatian bangsa arab terhadap pembukuan dagang untuk
menjelaskan utang piutang. Orang-orang yahudipun (pada waktu itu) sudah
biasa menyimpan daftar-daftar (faktur) dagang. Semua telah nampak jelas
dalam sejarah peradaban bangsa arab. Jadi, konsep akuntansi dikalangan
bangsa arab pada waktu itu dapat dilihat pada pembukuan yang
berdasarkan metode penjumlahan statistik yang sesuai dengan aturanaturan penjumlahan dan pengurangan.Untuk mengerjakan pembukuan ini,
ada yang dikerjakan oleh pedagang sendiri dan ada juga yang menyewa
akuntan khusus. Pada waktu itu seorang akuntan disebut sebagai katibul
awal (pencatat keuangan) atau penaggung jawab keuangan.
BAB II
Periode Kapitalis
2.
Kapitalis Nascent
3.
Merkantilis
4.
5.
1)
2)
3)
1)
2)
4)
5)
2.
3.
Jenis-jenis auditor
Auditor biasanya diklasifikasikan dalam tiga kategori berdasarkan siapa
yang mempekerjakan mereka : akuntan publik, akuntan pemerintah, dan
akuntan intern.
Akuntan intern. Adalah akuntan yang bekerja dalam perusahaan yang tugas
pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau
tidaknya penjagaan terhadap aset-aset organisasi, menentukan efisiensi dan
efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan
informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
2.2.
Laporan Auditor
yang
diberikannya
bahasa
penjelasan
2)
Pendapat ini hanya diberikan jika secara keseluruhan laporan keuangan yang
disajikan oleh klien adalah wajar, tetapi ada beberapa unsur yang
dikecualikan, yang pengecualiannya tidak mempengaruhi kewajaran laporan
keuangan secara keseluruhan. Terdapat beberapa kondisi yang membuat
auditor harus memberikan pendapat wajar dengan pengecualian, yaitu :
Pendapat tidak wajar diberikan jika laporan keuangan klien tidak disusun
berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga tidak
menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan saldo laba
dan arus kas perusahaan klien. Auditor memeberikan pendapat tidak wajar
jika tidak terdapat pembatasan bukti audit. Pendapat tidak wajar merupakan
kebalikan pendapat wajar dengan pengecualian. Auditor memberikan
pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia
dapat mengumpulkan bukti kompeten dalam jumlah cukup untuk
mendukung pendapatnya.
5).
BAB III
AUDITING DALAM ISLAM
3.1. Sejarah Akuntasi Islam
Apabila kita pelajari "Sejarah Islam" ditemukan bahwa setelah munculnya
Islam di Semenanjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan
terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh
para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan
untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi
wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara.
Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara
khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan
"hafazhatul amwal" (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab
suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius
dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282
yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan
manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum
yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat
tersebut menyatakan "Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkannya.
adalah diwan . Kata diwan berasal dari kata Parsi, tetapi definisi dan
penggunaanya telah berjalan di negara Islam. Kata diwan artinya adalah
tempat bekerja para pegawai, yaitu tempat pencatatan dan penyimpanan
buku-buku akuntansi (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 26). Ibnu
Khaldun berkata, Asal penamaan ini adalah, pada suatu hari Kisra melihat
para pegawai di kantornya sedang menghitung sendiri, seolah-olah mereka
berbicara (sendiri). Lalu, Kisra berkata, Diwanah. Arti kata tersebut adalah
gila, lalu tempat mereka itu dikatakan Diwanah. Karena kata tersebut
sering diucapkan, huruf hanya dibuang untuk mempermudah pengucapan,
dan menjadi kata diwan. (hal. 268). Tampaknya, kata diwan telah
digunakan bersamaan awal reformasi sistem kantor-kantor pemerintahan
dalam bentuk yang lebih baik dari yang sebelumnya. Salah satu ensiklopedi
ilmiah menyebutkan bahwa sistem resmi pertama untuk diwan-diwan telah
dibuat sekitar tahun 14 H./634 M. (Britanica, Vol. 22, hal. 109) yakni pada
masa Khalifah Umar Ibnul Khathab radliyallahhuanhu.
Adapun spesialisasi kemampuan mempunyai signifikansi, karena
adanya pembagian fungsi dan pekerjaan di negara Islam. Hal ini telah
dimulai pada masa kehidupan Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam
(Muhammad Al Marisi Lasin, 1973, hal. 5). Demikian pula hak dan kewajiban
para pegawai di semua level dari sistem administrasi telah dikenal sejak
pendirian negara Islam di Madinah pada tahun 622 M. Rasulullah Muhammad
shallallahu `alaihi wasallam memiliki 42 penulis yang memiliki spesialisasi di
dalam pemerintahannya yang didirikan di Madinah. Setiap pegawai memiliki
peran tertentu, demikian pula kewajiban dan gaji mereka juga tertentu dan
jelas. (Muhammad Al Hawari (A), 1989, hal. 5).
Adapun para pegawai yang kompeten telah mendapatkan perhatian
dari negara Islam. Sejak awal, negara Islam telah menaruh perhatian pada
pemilihan pegawai yang berspesialisasi. Demikian pula kebijakan Rasulullah
Muhammad shallallahu `alaihi wasallam dalam memilih pegawai, yaitu dari
orang-orang yang beliau pandang memiliki kapabilitas dan kapasitas untuk
menduduki jabatan. Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam memilih para
pegawai itu dari para sahabatnya yang memiliki kapabilitas serta
kemampuan dan kelayakan untuk menerima jabatan. (Muhammad Hawari
(B), 1989, hal. 16).
Di negara Islam, para akuntan terbagi dalam tujuh fungsi, enam
fungsi berkaitan dengan pekerjaan akuntansi, dan satu fungsi khusus untuk
mengoreksi pembukuan. Fungsi pengoreksian pembukuan memiliki
kepentingan khusus, hal ini serupa dengan yang kita namakan murajaatul
Al Qalqasyandi berkata, Seorang akuntan harus berpegang pada aturanaturan atau format-format yang telah disiapkan sebelumnya, dan tidak boleh
melanggar selamanya. (hal. 54). Hal ini menunjukkan perkembangan
akuntansi dan adanya sistem pengawsan intern yang berkaitan erat
dengannya. Semuanya itu diprogram, diinterpretasikan, dan diaplikasikan
menurut syariat Islam. Demikian pula perkembangan dalam pengertian
akuntansi dan tujuan penggunaannya ini terlihat dalam perkataan Al
Qalqasyandi yang lain. Dia berkata, Sesungguhnya pekerjaan akuntansi
dibangun atas dasar kenyakinan. (hal. 154). Perkataan ini, secara khusus,
memantulkan dalam pemikiran kami akan pentingnya sistem dokumentasi.
Sebab, hitungan-hitungan yang dicatat dalam buku harus diyakini
kebenarannya; dan keyakinan ini tidak akan terwujud kecuali dengan adanya
bukti-bukti yang memadai yang dapat menetapkan terjadinya transaksi dari
satu sisi, dan kebenaran pencatatan di dalam buku dari sisi yang lain.
Perkembangan akuntasi di negara Islam tampak jelas pula bahwa
seorang akuntan yang bertanggung jawab atas pembukuan pengeluaranpengeluaran harus meneliti pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh
perangkat negara itu, untuk membuat ketetapan apabila terdapat
perbedaan-perbedaan di antara tahun-tahun keuangan. (Muhammad Al
Marisi Lasyin, 1973, hal. 37). Ini merupakan bukti lain tentang
pengembangan pengertian akuntansi sebagai sarana informasi yang
bertujuan mengambil keputusan sekitar jalannya pengeluaran-pengeluaran
itu. Hal ini mengandung pembatasan perbedaan apa pun atau keraguankeraguan dari tahun ke tahun. Selanjutnya adalah pembatasan
penanggungjawab perbedaan-perbedaan tersebut, lalu pengambilanpengambilan tindakan-tindakan yang pasti ketika perbedaan-perbedaan itu
tidak dapat di tolerir.
Imam Ghazali menyebutkan bahwa faktor yang mendukung
perkembangan pengertian akuntansi, dan selanjutnya adalah perkembangan
tujuan penggunaan adalah perhatian terhadap pengawasan diri. (juz XV, hal.
6-7). Sesunguhnya asas dalam pengawasan diri adalah takut kepada Allah.
Ini adalah ciri seorang muslim penganut aqidah yang mengetahui bahwa
Allah melihatnya. Selanjutnya, dia akan mengawasi dirinya karena dia
mengetahui di sana ada Pengawas yang dapat melihat apa yang tidak bisa
dilihat oleh manusia, dan dapat mendengar apa yang tidak dapat didengar
oleh selain-Nya di antara makhluq-makhluq-Nya. Hal ini tampak jelas di
dalam firman Allah Tabaraka Wa Taala:
Dan jika kamu melihatkan apa yang ada di hatimu atau kamu
menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan
kamu tentang perbuatanmu itu. (Al Baqarah:284)
Pengawasan diri inilah yang menjadikan seorang muslim menghisab
dirinya sebelum dihisab, khususnya mereka yang memiliki nafsu lawwamah.
Dalam hal ini, Khalifah Umar Ibnul Khaththab radliyallahu `anhu berkata,
Hisablah diri kalian sebelum dihisab; timbanglah amal kalian sebelum amal
kalian ditimbangkan; dan bersiap-siaplah kalian untuk menghadapi
penampakan amal.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa perkembangan buku-buku
akuntansi dan kantor-kantor pemerintahan terjadi pada masa khalifah Al
Faruq Amirul Muminin Umar bin Khaththab radliyallahu `anhu , maka kita
patut mengkaitkan antara perkataannya ini dan perkembangan tersebut, dan
bagaimana beliau menerjemahkan jiwa lawwamah ke dalam realitas secara
umum, dan barangkali dari segi keuangan secara khusus. Wallahu Alam.
Sebab, pengawasan diri dan muhasabah terhadap diri merupakan tuntutan
asasi dari ajaran syariat Islam sebagaimana terdapat di dalam Al Quran dan
As Sunah. Diantaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta`ala:
Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai
penghisab terhadap dirimu. (Al Isra':14)
Hadits lain adalah dari Miqdam bin Madi Yakrib bahwa sayyidul basyar,
Muhammad shallallahu `alaihi wasallam menepuk pundaknya, kemudian
berkata:
terbit pada tahun 1494 M. dan sumber rujukan buku tersebut, karena pada
sebagian yang disebutkannya terdapat banyak kesamaan dengan apa yang
digunakan pada masa negara Islam. Di dalam bukunya, Pacioli telah
menjelaskan bahwa buku catatan pertama yang harus digunakan dikenal
dengan nama Journal dalam bahasa Ingris (Brown dan Johnson, 1963, hal.
43) atau Zornal dalam bahasa Itali sebagaimana dikenal di kota Venice .
(Martinelli, 1977, hal. 25). Dua kata ini, yaitu Journal dan Zornal merupakan
terjemahan secara harfiah dari bahasa Arab, yaitu dari kata Jaridah. Jaridah
adalah nama untuk buku catatan pertama pada masa negara Islam, yaitu
pada masa Daulat Abbasiyyah, sekitar tahun 132 H. /749 M.,yaitu tujuh ratus
empat puluh lima tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Dari hal ini dapat
kita simpulkan bahwa asas atau sumber rujukan bagi apa yang dipraktikkan
di Republik Itali sebagaimana tersebut dalam buku Pacioli adalah apa yang
telah dipraktikkan di negara Islam. Di antara yang harus dipraktikkan di
negara Islam adalah pencatatan Jaridah sebelum memakainya. Pencatatan
ini, sebagaimana yang telah kami sebutkan, berlangsung ketika distempel
dengan stempel Sulthan. Praktik ini adalah bagi instansi-instansi
pemerintahan Islam. Barangkali juga bagi pribadi-pribadi dan lembagalembaga khusus. Demikian pula Ibnu Khaldun yang hidup pada masa Daulat
Abbasiyyah dan menulis bukunya tahun 167 H. /784 M. Mengatakan bahwa
seorang akuntan harus memakai buku-buku akuntansi yang sesuai, dan
mencatat namanya di akhir buku, serta menstempelnya dengan stempel
Sulthan. Stempel tersebut memuat nama Sulthan atau simbol khusus bagi
Sulthan. Stempel tersebut dibubuhkan di salah satu sisi buku .(halaman
205). Sesungguhnya penggunaan kata buku-buku akuntansi yang sesuai
oleh Ibnu Khaldun menunjukkan semenjak abad ke-2 Hijriyah dan barangkali
sebelum itu, kaum muslimin menggunakan buku-buku akuntansi yang
beragam sesuai dengan perbedaan karakter kegiatan, baik tingkat negara
maupun pribadi.
Dahulu, Jaridah digunakan untuk mencatat pemasukan-pemasukan
dan pengeluaran-pengeluaran, tetapi secara terpisah. Yakni, ada jaridah
untuk pemasukan dan ada jaridah untuk pengeluaran. Hal ini termasuk
serupa dengan apa yang sekarang dikenal dengan nama Specialised
Journals. Adapun transaksi-transaksi lain dicatat dalam buku yang dikenal
dengan nama Daftarul Yaumiyyah (Daily Book/Buku Harian).
Buku harian yang dikenal di negara Islam tujuh ratus empat puluh
lima tahun sebelum munculnya buku Pacioli adalah buku harian yang
digunakan sekarang di dunia, dan dikenal dengan nama General Journal.
Buku harian ini dikenal di seluruh diwan di samping specialised journals.
1.
2.
Daftarun Nafaqat Wal Iradat (Buku Pengeluaran dan Pemasukan). Buku ini
disimpan di Diwanil Mal, dan Diwan ini bertanggung jawab atas pembukuan
seluruh harta yang masuk ke Baitul Mal dan yang dikeluarkannya.
3.
1.
2.
3.
2.
3.
1.
2.
2.
3.
4.
5.
6.
Oleh karena itu akuntan/auditor harus selalu ingat bahwa dia akan
mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya dihadapan Allah dan juga
kepada publik, profesi, atasan dan dirinya sendiri. Gambaran singkat ini
mudah-mudahan menggugah kita bahwa auditing syariah sudah mulai
berkembang sejalan dengan perkembangan sistem ekonomi islam.
BAB IV
KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA
Sofyan S. Harahap Auditing Dalam Perspektif Islam Pustaka Quantum Jakarta
2002
Sofyan S. Harahap Teori Akuntansi Laporan Keuangan Bumi Aksara Jakarta
1994
Sofyan S. Harahap Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam Pustaka
Quantum Jakarta 2001 Kell, Johnson, William C. Boynton. Modern Auditing.
Seventh Edition. New York.. John
Wiley & Sons. 2001
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Banyak yang terjadi pada sistem auditing yang belum sesuai dengan standard
auditing itu sendiri, apalagi standard auditing syariah yang harus diuji
kebenarannya dan sesuai dengan standard auditing syariah yang telah ditetapkan.
Dari itu kami ingin membahas tentang standard auditing syarah yang telah
ditetapkan.
Dalam auditing syariah banyak hal yang hal yang berbeda dengan auditing lainnya,
atau sistem auditing yang umum. Maka dari itu kami ingin memaparkan standard
auditing syariah yang telah ditetapkan oleh AAOIFI.
B. Tujuan
Tujuan kami membuat makalh ini adalah untuk menjelaskan standard auditing
syariah yang telah ditetapan oleh AAOIFI, sehingga para pihak audit bisa
terstruktur dalam melakukan audit baik pada lembaga keuangan maupun instansi
lain yang terkait.
BAB II
STANDARD AUDITING AAOIFI
A. Standard Auditing untuk LKS (lembaga keuangan syariah) AAOIFI
1. Tujuan organisasi ini adalah
a. Mengembangkan pemikiran akuntansi dan auditing yang relefan dengan lembaga
keuangan
b. menyamakan pemikiran akuntansi dan auditing yang relevan pada lembaga
keuangan dan penerapannya melalui pelatihan, seminar, penerbitan jurnal yang
berkaitan dengan hasil riset
c. menyajikan, mengumumkan dan menafsirkan standard akuntansi dan auditing
untuk lembaga keuangan islam
d. mereviu dan merubah standard akuntansi dan auditing untuk lemnaga keuangan
islam
struktur orgsnisasi AAOIFI ini terdiri dari general asembley (majlis umum) yang
beranggotakan pendiri dan nonpendiri. Anggota Board of trustees terdiri dari
a. Badan pengatur dan pengawas
b. Lembaga keuangan islam
c. DPS
d. Profesor dari berbagai universitas
e. Organisasi dan Asosiasi yang bertugas mengatur profesi akuntansi dan atau yang
bertanggung jawab untuk menyusun standard akuntansi dan auditing
f. Akuntan terdaftar
g. dan para pemakai laporan keuangan lembaga keuangan islam
3. wewenang dari board of trustees
a. Menunjuk dan memberhentikan Chairman dan Anggota Acounting dan auditing
standad boards
b. Mengatur sumber dana AAOIFI
c. Menunjuk komite Eksekutif diantara anggota Board of trustees dan standard
board
d. Menunjukkan sekretaris jendral
Namun mereka ini tidak berhak untuk mengarahkan atau mempengaruhi standard
board dalam merumuskan standard Akuntansi dan auditing dalam bentuk apapun.
Standard auditing menurut AAOIFI atau dikenal dengan nama Auditing standard
for Islamic institution (ASIFIs) No 1 dengan judul Tujuan dan Prinsip Audit yang
disusun oleh tim yang beranggotakan 14 orang dan standard ini berlaku sejak
tanggal 1 Muharram 1418 H atau 1 Januari 1998. standard ini disahkan pada
pertemusn Dewan yang ke 11 yang dilaksanakan pada tanggal 2-3 Muharram 1417
atau 19-20 Mei 1996. dewan diketuai oleh Abdul Malik yoesef Al Hamar.
3. Tujuan standard Auditing
Tujuan dari standard auditing untuk lembaga keuangan adalah untuk menetapkan
standard dan memberikan pedoman mengenai tujuan dan prinsip umum
pelaksanaan aidit atas laporan keuangan yang disajikan oleh lembaga keungan
islam yang beroperasi sesuai dengan prinsip dan aturan syariah.
Tujuan audit adalah agar auditor mampu menyatakan suatu pendapat apakah
laporan keungan yang disusun oleh lembaga keuangan itu, dari semua aspek yang
bersifat material true and fair atau benar dan wajar sesuai dengan aturan dan
prinsip syariah,standard Akuntansi IIAOIFI, serta standard dan praktek Akuntansi
nasional yang berlaku di Negara itu.
4. Prinsip umum Audit AAOIFI adalah:
a. auditor lembaga keuangan islam harus mematuhi kode etik profesi akuntan
yang dikeluarkan oleh AAOIFI dan the international federation of accountants yang
keuangan yang sesuai dengan aturan dan prinsip syariah dan peraturan resmi
lainnya. Pelaksanaan audit tidak berarti melepaskan tanggungjawab manajemen
terhadap penyajian laporan keuangan.
Jakarta.2002.
Standard auditing syariah www.indoskripsi.com
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji dan
syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunianya kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini, shalawat serta salam kita hadiahkan keatas
junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Berkat pertolongan Allah SWT, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang judul
pembahasannya adalah tentang Standard Auditing AAOIFI. Kami menyadari
sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya
saran yang membangun dari teman-teman dan para pembaca agar makalah ini
dapat tersusun dengan lebih baik, dan juga untuk perbaikan selanjutnya.
Demikianlah semoga Allah SWT, memberikan ridho-Nya kepada kita semua. Amin
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii
Daftar Isi i
BAB I : Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
BAB II : Standard Auditing AAOIFI 2
A. Standard Auditing untuk LKS 2
1. Tujuan Organisasi 2
2. Wewenang dari Board of trustees 3
3. Tujuan Standard Auditing 3
4. Prinsip umum Audit AAOIFI 4
5. Skop Audit 4
6. Keyakinan yang wajar 5
7. Tanggung Jawab terhadap laporan keuangan 5
8. Prinsip etika profesi 6
BAB III: Penutup 7
A. Kesimpulan 7
B. Saran 7
Daftar Pustaka 8
DEWAN PENGAWAS SYARIAH
(data yang kami gunakan kurang update, jadi salahkan di cek kembali)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
B.
1.
2.
3.
C.
1.
2.
3.
Latar Belakang
Pesatnya perkembangan bisnis syariah yang terjadi di sektor perbankan,
asuransi, pasar modal dan jasa keuangan syariah lainnya. Akan tetapi dalam
mendukung kinerjanya perlu peran Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan salah satu bagian penting dari
institusi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia. Kedudukan dan fungsinya
secara sederhana hanya diatur dalam salah satu bagian dalam SK yang dikeluarkan
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berkenaan tentang susunan pengurus
DSN-MUI.
Untuk itu perlu kiranya kita membahas mengenai Dewan Pengawas Syariah
yang merupakan lembaga memberikan fatwa dalam hal boleh atau tidaknya dalam
melakukan transaksi tersebut. Untuk itu ada beberapa permasalah.
Rumusan Masalah
Pengertian Dewan Pengawas Syariah?
Peran Dewan Pengawas Syariah?
Problematika Dewan Pengawas Syariah?
Tujuan
Mengetahui apa yang dimaksud dengan Dewan Pengawas Syariah
Mengetahui apa peran Dewan Pengawas Syariah terhadap Perusahaan
Mengetahui Problematika Dewan Pengawas Syariah dan memberikan Solusi
terhadap masalah yang terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
1.
2.
3.
4.
5.
B.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
C.
1.
2.
1.
2.
1.
2.
3.
4.
5.
Struktur DPS
DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai
pengawas Direksi.
Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen,
maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan dengan
implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.
Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem
pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut.
Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh
Biro Syariah.
Contoh struktur organisasi di PT. Bank Mandiri Syariah tbk: 4[4]
[4] DPS dibentuk oleh BANK MANDIRI SYARIAH berdasarkan pengesahan RUPS
setelah adanya Keputusan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan persetujuan BI.
Tujuan dan tugas utamanya adalah mewakili pihak DSN untuk membantu
independensi fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan fatwa-fatwa DSN. DPS juga
bertugas mengarahkan, memeriksa dan mengawasi kegiatan Bank guna menjamin
bahwa Bank telah beroperasi sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip syariah. Saat
ini DPS beranggotakan 3 (tiga) orang dengan komposisi :a. Ketua DPS (pihak
independen berpengetahuan fiqih syariah)
b.
c.
D.
Drs. H. Mohamad
Hidayat, MBA.
Anggota
Anggota
2.
3.
E.
1.
2.
3.
F.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
G.
1.
2.
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank
Umum Konvensional.
Semua Peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut mewajibkan setiap Bank
Syariah harus memiliki Dewan Pengawasan Syariah (DPS).
Tugas, Wewenang Dan Tanggung jawab DPS 7[7]
Tugas, Wewenang dan Tanggungjawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) antara
lain;
Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional Bank terhadap fatwa
yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI.
Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional. Dan produk yang
dikeluarkan Bank.
Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional Bank
secara keseluruhan dan laporan publikasi Bank.
Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa
kepada DSN-MUI.
Menyampaikan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 bulan
kepada Direksi, Komisaris, DSN-MUI dan Bank Indonesia.
Adapun Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah dalam Bank
Syariah Mandiri adalah8[8]:
Memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank
agar sesuai dengan Prinsip Syariah
Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional
dan produk yang dikeluarkan Bank
Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank
Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru Bank yang
belum ada fatwanya
Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap
mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank
Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank
dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
Prosedur Penerapan Anggota DPS9[9]
Sebelum mendapat penetapan dari DSN-MUI dan persetujuan dari Bank
Indonesia pihak Bank wajib mengajukan calon untuk anggota DPS. Permohonan
Pengajuan ini ditunjukan kepada Bank Indonesia setelah mendapat rekomendasi
dasi DSN-MUI.
Ada 2 hal yang dilakukan Bank Indonesia dalam hal memberikan persetujuan
atas permohonan anggota DPS, yaitu;
Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen.
Melakukan wawancara kepada calon anggota DPS.
7[7] naifu.wordpress.com/2011/12/28/dewan-pengawasan-syariah-dasar-hukumpersyaratan-anggota-serta-tugas-dan-wewenangnya/
8[8] http://www.syariahmandiri.co.id/category/infoperusahaan/organisasi/pimpinan/dewan-pengawas-syariah/
9[9] Ibid.
1.
2.
3.
H.
1.
2.
3.
4.
I.
1.
2.
1.
2.
J.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
K.
Indonesia dan ayat (3) menegaskan bahwa dewan pengawas syariah bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada direksi, mengawasi aspek syariah kegiatan
operasional perusahaan pembiayaan dan sebagai mediator antara perusahaan
pembiayaan dengan DSN-MUI.
Demikian juga dalam pasal 109 UU No. 40 Tahun 2007 tentang perusahaan
terbatas mengemukakan bahwa:
a.
Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain
mempunyai dewan komisaris wajib mempunyai dewan pengawas syariah.
b.
Dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh Rapat Umum Pemilik Saham atas
rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
c.
Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada Direksi, serta mengawasi kegiatan Perseroan
agar sesuai dengan prinsip syariah.
Ketentuan baru dalam Undang-undang Perseroan Terbatas tersebut merupakan
kewajiban perusahaan membentuk dewan pengawas syariah. Bagi perusahaan yang
menjalankan usahanya dengan prinsip syariah selain mempunyai dewan komisaris
juga mempunyai dewan pengawas syariah. Dalam ketentuan tersebut, dewan
pengawas syariah tugasnya memberi nasihat dan saran kepada direksi, serta
mengawasi jalannya perseroan.
Fungsi dewan pengawas syariah sebagai pengawas memiliki kesamaan dengan
fungsi komisaris. Bedanya, kepentingan komisaris dalam melakukan fungsinya
adalah memastikan perusahaan selalu menghasilkan keuntungan ekonomis. Akan
tetapi kepentingan dewan pengawas syariah semata-mata hanya untuk menjaga
kemurnian agama Islam dalam praktik kegiatan perusahaan.
L.
1.
a.
b.
c.
keuangan syariah memiliki lebih dari satu anggota maka salah satu dari anggota
tersebut harus menjadi ketua DPS dilembaga Keuanngan Syariah tersebut. 16[16]
2.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
3.
a.
b.
c.
d.
M.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
yang berasal dari berbagai sumber baik itu saran dari para ahli maupun dari
karyawan bank sendiri. Tujuan dari sharia review adalah untuk memastikan bahwa
aktivitas yang dilakukan oleh bank syariah tidak bertentangan dengan prinsipprinsip dan aturan syariah yang telah difatwakan dan diatur oleh dewan syariah
(GSIFI No. 2 paragraf 4). Sehingga dengan dilakukan sharia review diharapkan
semua aktivitas dan produk bank syariah dapat dipastikan sesuai dengan aturan
dan prinsip syariah yang telah ditetapkan dan diatur oleh dewan pengawas syariah.
Tanggung jawab dewan pengawas syariah dalam masalah kepatuhan syariah
adalah memberikan opini atas kepatuhan syariah dari bank syariah serta
memberikan arahan, petunjuk, dan pelatihan yang berhubungan dengan kepatuhan
terhadap prinsip syariah kepada manajemen bank syariah. Sedangkan tanggung
jawab atas pelaksanaan kepatuhan syariah berada di pihak manajemen bank
syariah. Sharia review bukan merupakan tanggung jawab manajemen, tetapi juga
tidak membebaskan manajemen dari kewajiban untuk melaksanakan semua
transaksi berdasarkan syariah. Manajemen bank syariah bertanggung jawab untuk
memberikan semua informasi yang berkaitan dengan kepatuhan syariah kepada
dewan pengawas syariah (GSIFI No. 2 paragraf 5). Governance Standard for Islamic
Financial Institutions No. 2 dalam paragraf 7 menyebutkan tiga prosedur dalam
pelaksanaan sharia review yaitu planning review procedures, executing review
procedure and review of working papers, dan documenting conclusions and report.
Planning review procedures bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang
menyeluruh atas operasi bank syariah yang meliputi produk, skala operasi, lokasi,
kantor cabang, anak perusahaan dan divisi, serta bertujuan untuk memperoleh
daftar semua fatwa, aturan, dan petunjuk yang dikeluarkan oleh dewan pengawas
syariah. Sedangkan executing review procedure and review of working papers
bertujuan untuk menemukan temuan audit dengan melakukan serangkaian
pengujian atas transaksi dan dokumen serta mendokumentasikan semua prosedur
audit yang telah dilakukan selama pemeriksaan. Hasil sharia review adalah berupa
kesimpulan dari dewan pengawas syariah atas kepatuhan bank syariah terhadap
aturan dan prinsip-prinsip syariah. Kesimpulan tersebut dibuat dalam laporan
dewan pengawas syariah yang akan disampaikan dalam rapat umum pemegang
saham bank syariah. Laporan hasil sharia review tersebut juga harus diterbitkan
bersamaan dengan penerbitan laporan keuangan pihak manajemen bank syariah
kepada masyarakat (GSIFI No.2 paragraf 13).
Aktivitas shari'a review dalam praktek pengawasan internal syariah oleh DPS
terbagi menjadi dua bagian yaitu aktivitas ex ante auditing dan ex post auditing.
Untuk aktivitas shari'a review ex ante auditing antara lain :
Menetapkan standar kepatuhan syariah;
Menetapkan sistem dan prosedur operasional;
Mereview kebijakan dan keputusan manajemen;
Menetapkan produk bank.
Sedangkan aktivitas shari'a review ex post auditing yang dilaksanakn DPS
dalam menjalankan fungsi pengawasan syariah antara lain :
Menentukan indikator kepatuhan syariah;
Menentukan lingkup pengawasan syariah;
Merencanakan mekanisme penilaian kepatuhan syariah;
Menilai kepatuhan syariah atas kinerja manajemen;
5.
6.
N.
1.
2.
3.
1.
2.
Anggota DSN dilarang menjadi konsultan pada lembaga keuangan syariah atau
divisi unit syariah pada lembaga keuangan konvensional;
3. Lembaga keuangan syariah harus memiliki DPS di daerah;
4. DPS didukung full time oleh seluruh pihak yang terkait;
5. Posisi DPS setidaknya harus sejajar dengan komisaris.
O.
Laporan DPS21[21]
Laporan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada dasarnya mencakup informasi
yang diberikan oleh anggota-anggota dewan mengenai praktik perbankan yang
tidak bertolak belakang dengan ajaran agama islam. Biasanya laporan DPS ini
disampaikan bersamaan dengan laporan tahunan bank. Bentuk dari laporan DPS ini
tidak sama antara satu bank dengan bank lainnya walaupun masih dalam cakupan
negara yang sama karena mempunyai mekanisme operasinal yang berbeda-beda.
Abdallah (1994), menyatakan bahwa DPS harus melakukan empat pemeriksaan
laporan keuangan bank Islam. Pertama, DPS memastikan bahwa formula yang
digunakan untuk mengalokasikan profit antara shareholder dan pemegang akun
investasi adalah adil dan sejalan dengan rekomendasi yang diberikan oleh DPS.
Kedua, DPS mengonfirmasikan bahwa semua penerimaan bank Islam berasal dari
transaksi yang sah sesuai hukum. Jika bank Islam mendapat penerimaan ini tidak
sesuai hukum Islam, DPS akan menyatakan bahwa penerimaan ini tidak boleh
dimasukkan dalam profit yang dialokasikan untuk shareholder dan pemegang akun
investasi. Ketiga, DPS memastikan agar zakat dihitung dengan benar, dilaporkan
secara transparan dan didistribusikan secara merata kepada penerima zakat.
Keempat, DPS bertanggung jawab menyatakan opini bank Islam dalam menjalankan
peran sosialnya di lingkungan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.
B.
Kesimpulan
Dewan Pengawas Syariah merupakan Dewan yang mengawasi, mengarahkan
serta yang lainnya yang berkaitan dengan kesyariahan perusahaan. sehingga
perusahaan tersebut tidak hanya mendapatkan keuntungan tetapi mendapatkan
berkah dari Allah Swt sehingga mencapai titik falah.
Peran DPS dalam perkembangan ekonomi Islam sangatlah besar tanpa adanya
DPS, masyarakat sulit untuk memahami perusahaan mana yang bisa membawa
mereka yang juga menguntungkan disisi Akhirat. Namun, pada saat ini ada
beberapa hal yang perlu di perbaiki lagi seperti pengawasan secara menyeluruh
sampai kekantor-kantor cabang diberikan pengawasan.
Saran
Makalah ini hanya membahas segelintir saja mengenai Dewan Pengawas
Syariah maka dari itu kami mengharapkan kepada seluruh peserta untuk dapat
memberi sumbangan ilmu yang sudah diketahui, demi kesempurnaan para Econom
Masa Kini.
21[21] http://jenzsixs.blogspot.com/2012/03/dewan-pengawas-syariah.html
REFERENSI
Adrian Sutedi, Pasar Modal Syariah: Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip
Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011)
___________, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009)
http://naifu.wordpress.com/2011/12/28/dewan-pengawasan-syariah-dasar-hukumpersyaratan-anggota-serta-tugas-dan-wewenangnya/
http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/organisasi/pimpinan/dewanpengawas-syariah/
http://www.muamalatbank.com/assets/cd/p05/02.html
http://jenzsixs.blogspot.com/2012/03/dewan-pengawas-syariah.html
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, diterjemahkan oleh Aditya Wisnu
Pribadi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009)
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani,
2010)
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), (Jakarta: Gema Insani Press,
2004)