Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh :
MEDICAL SHOCKER
NIM. 0610722041
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
PENGARUH STIMULASI KUTANEUS: SLOW-STROKE BACK MASSAGE
TERHADAP INTENSITAS NYERI OSTEOARTRITIS
PADA LANSIA DI PANTI WERDHA GRIYA ASIH LAWANG
OLEH :
MEDICAL SHOCKER
NIM. 0610722041
Penguji II
Penguji III
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir yang berjudul Pengaruh Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage
Terhadap Intensitas Nyeri Osteoartritis Pada Lansia Di Panti Werdha Griya Asih
Lawang ini sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Pemilihan topik ini didasari oleh fakta banyaknya penyakit osteoartritis
yang muncul pada masyarakat terutama usia lanjut, dimana keluhan utamanya
adalah nyeri. Adapun salah satu upaya untuk menangani nyeri adalah stimulasi
kutaneus. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah ada pengaruh
stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage terhadap intensitas nyeri
osteoartritis pada lansia.
Dengan terselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. DR. dr. Samsul Islam Sp.MK, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang.
2. Dr. Soebandi, M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
3. DR. dr. Loeki Enggar Fitri, M.Kes, Sp. Park selaku dosen pembimbing I
atas kebaikan hati, kesabaran, dan keramahan yang selalu diberikan
dalam setiap konsultasi. Sungguh takkan terlupakan.
penulis
mengharapkan
kritik
dan
saran
yang
bersifat
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL
.............................................................................
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................
ABSTRAK
.............................................................................
ABSTRACT
.............................................................................
DAFTAR ISI
.............................................................................
DAFTAR GAMBAR
.............................................................................
DAFTAR DIAGRAM .............................................................................
DAFTAR TABEL
.............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
i
ii
iii
v
vi
vii
ix
x
xi
xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1
4
4
5
......................................................
......................................................
......................................................
......................................................
39
39
40
40
41
41
43
45
46
54
55
58
59
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Fisiologi Nyeri ........................................................................... 25
Gambar 2.2 Ilustrasi Skematik Teori Pengendalian Gerbang ....................... 31
Gambar 4.1 Skema Prosedur Pengambilan Data .......................................... 41
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 5.1.2.2 Karakteristik Subyek Penelitian
Berdasarkan Usia ...............................................................48
Diagram 5.1.2.3 Karakteristik Subyek Penelitian
Berdasarkan Suku ..............................................................48
Diagram 5.1.2.4 Karakteristik Subyek Penelitian
Berdasarkan Riwayat Pendidikan .......................................49
Diagram 5.1.2.5 Karakteristik Subyek Penelitian
Berdasarkan Riwayat Pekerjaan .........................................49
Diagram 5.1.2.6 Karakteristik Subyek Penelitian
Berdasarkan Lokasi Nyeri ...................................................50
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Osteoartritis
........................... 18
........................... 23
........................... 42
........................... 46
DAFTAR LAMPIRAN
............................................................ 69
............................................................ 70
............................................................ 78
BAB 1
PENDAHULUAN
lebih
banyak
menyerang
wanita.
Berdasarkan
hasil
studi
pendahuluan di Panti Werdha Griya Asih Lawang didapatkan bahwa jumlah lanjut
usia di panti adalah 23 orang dan semuanya berjenis kelamin perempuan serta
banyak diantaranya yang menderita osteoartritis.
Pada osteoartritis, nyeri sendi adalah gejala yang paling menonjol dan
merupakan alasan yang paling sering bagi seorang penderita osteoarthritis untuk
mencari pertolongan dokter (Koopman, 1997). Adanya nyeri sendi membuat
penderitanya seringkali takut untuk bergerak sehingga mengganggu aktifitas
sehari-harinya dan dapat menurunkan produktifitasnya. Di samping itu, dengan
mengalami nyeri, sudah cukup membuat pasien frustasi dalam menjalani
hidupnya sehari-hari sehingga dapat mengganggu kualitas hidup pasien.
Karenanya, terapi utama diarahkan untuk menangani nyeri ini (Potter & Perry,
1997).
Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan terapi
non farmakologi. Terapi farmakologi dengan menggunakan siklooksigenase
inhibitor (COX inhibitor) sering menimbulkan efek samping yaitu gangguan
gastrointestinal misalnya heartburn (Kozier, 2004). Selain itu, penggunaan jangka
panjangnya dapat mengakibatkan perdarahan pada saluran cerna, tukak peptik,
perforasi dan gangguan ginjal (Daniel, 2006). Penelitian tentang osteoartritis juga
telah menemukan bahwa biaya terbesar yang berhubungan dengan pengobatan
osteoartritis berasal dari mengobati efek samping obatnya (Reeves, 1999).
Dengan demikian, terapi non farmakologi kiranya patut menjadi salah satu
alternatif lain.
Hasil penelitian pada pasien osteoartritis menunjukkan pentingnya sistem
nyeri medial (yang memproses aspek emosional dari nyeri seperti ketakutan dan
stres), dibandingkan sistem lateral yang memproses sensasi fisik seperti
intensitas, durasi, dan lokasi nyeri, selama episode nyeri. Selain itu disarankan
bahwa manajemen sistem nyeri medial sebaiknya dijadikan target baru baik
untuk intervensi farmakologi maupun non farmakologi (Kulkarni et al, 2007).
Stimulasi kutaneus, distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing dan hipnosis
adalah contoh intervensi non farmakologis yang sering digunakan dalam
keperawatan untuk mengelola nyeri. Pada osteoartritis, umumnya pengelolaan
nyeri dilakukan dengan stimulasi kutaneus: terapi panas/dingin, latihan/aktifitas
fisik dan distraksi (Reeves, 1999; Koopman, 1997). Sementara itu, beberapa
modalitas fisik lain seperti masase, terapi yoga, akupresure, akupuntur, dan
terapi spa masih belum terbukti nilainya.
Masase dan sentuhan, merupakan tehnik integrasi sensori yang
mempengaruhi aktifitas sistem saraf otonom (Meek, 1993 dalam Potter & Perry,
1997). Apabila individu mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus untuk relaks,
kemudian akan muncul respon relaksasi. Relaksasi sangat penting dalam
membantu klien untuk meningkatkan kenyamanan dan membebaskan diri dari
ketakutan serta stres akibat penyakit yang dialami dan nyeri yang tak
berkesudahan (Potter & Perry, 1997).
Salah satu tehnik memberikan masase adalah tindakan masase
punggung dengan usapan yang perlahan (Slow-Stroke Back Massage). Usapan
dengan lotion/balsem memberikan sensasi hangat dengan mengakibatkan
dilatasi pada pembuluh darah lokal (Kenworthy et al, 2002). Vasodilatasi
pembuluh darah akan meningkatkan peredaran darah pada area yang diusap
sehingga aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi rasa sakit serta
menunjang proses penyembuhan luka (Kusyati E, 2006; Stevens, 1999). Sensasi
hangat juga dapat meningkatkan rasa nyaman (Reeves, 1999). Nilai terapeutik
yang lain dari masase punggung termasuk mengurangi ketegangan otot dan
meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis (Kusyati E, 2006). Beberapa
penelitian juga telah mengidentifikasi manfaat dari slow-stroke massage ini.
Salah satunya adalah penurunan secara bermakna pada intensitas nyeri dan
kecemasan serta perubahan positif pada denyut jantung dan tekanan darah,
yang mengindikasikan relaksasi pada pasien lansia dengan stroke (Mok, E et al,
2004).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui pengaruh stimulasi kutaneus : slow-stroke back massage terhadap
intensitas nyeri osteoartritis pada lansia di Panti Werdha Griya Asih Lawang.
1.2 Rumusan Masalah
Nyeri merupakan kondisi yang sangat mengganggu kenyamanan dan
aktifitas penderita osteoarthritis. Berbagai intervensi dapat dilakukan untuk
menangani nyeri ini, salah satunya adalah dengan stimulasi kutaneus : slowstroke back massage. Dari pernyataan ini maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
Apakah pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage
mempengaruhi intensitas nyeri osteoartritis pada lansia di Panti Werdha Griya
Asih Lawang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage
terhadap intensitas nyeri osteoartritis pada lansia di Panti Werdha Griya Asih
Lawang.
1.3.2
Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi intensitas nyeri osteoartritis sebelum pemberian
stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage pada lansia di Panti
Werdha Griya Asih Lawang.
b. Mengidentifikasi
intensitas
nyeri
osteoartritis
setelah
pemberian
Manfaat Teoritis
Manfaat Praktis
a. Sebagai dasar pertimbangan melakukan intervensi keperawatan
dalam manajemen nyeri osteoartritis pada lansia.
b. Sebagai dasar dalam menetapkan protap penatalaksanaan nyeri
pada lansia dengan osteoartritis.
c. Sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanjut Usia
2.1.1 Definisi
Terdapat beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang
definisi lanjut usia , yaitu:
1. Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, terdiri dari fase
prasenium yaitu lansia yang berusia antara 5565 tahun, dan fase senium
yaitu lansia yang berusia lebih dari 65 tahun (Jos Masdami dalam
Nugroho, 2000).
2. Lanjut usia adalah orang tua yang berusia lebih dari 60 tahun (UU No.13
tahun 1998).
Dilihat dari batasan lanjut usia di atas, dapat disimpulkan bahwa lanjut
usia adalah seseorang yang telah berumur lebih dari 55 tahun.
2.1.2 Teori Penuaan
Penuaan adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki/mengganti diri serta mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides,
1994 dalam Darmojo, 2006). Terjadinya proses penuaan dijelaskan dalam
beberapa teori penuaan antara lain:
2.1.2.1 Teori Biologi
Teori ini mengungkapkan adanya berbagai perubahan pada tingkat seluler
yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi biologis tubuh.
tertentu. Di dalam nuklei (inti sel) tiap spesies memiliki suatu jam genetik yang
telah diputar menurut suatu replikasi tertentu dan jika habis putarannya maka
proses replikasi sel akan berhenti (Darmojo, 2006).
2.
5.
dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Walaupun tubuh memiliki
penangkal, sebagian radikal bebas tetap lolos, bahkan makin lanjut usia, makin
banyak radikal bebas terbentuk sehingga proses perusakan terus terjadi,
kerusakan organel sel semakin banyak dan akhirnya sel akan mati (Darmojo,
2006).
2.1.2.2 Teori Psikologi
Keadaan
psikologi
sangat
mempengaruhi
fungsi
dan
aktivitas
dalam
berhubungan
dengan
lingkungan
ada
tingkat
1. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menjadi lebih tebal dan kaku, serta elastisitas jantung dan
arteri menurun. Vena menjadi sangat berbelok-belok, dinding arteri penuh
dengan timbunan kalsium dan lemak (Smeltzer & Bare, 1996).
2. Sistem Pernafasan
Otot-otot pernafasan menjadi kaku dan kehilangan kekuatan, aktivitas silia
menurun, elastisitas paru-paru menurun, volum residu meningkat, alveoli
melebar dan jumlahnya berkurang, tekanan oksigen arteri menurun menjadi 75
mmHg serta terjadi penurunan kemampuan batuk (Nugroho, 2000).
3. Sistem Integumen
Epidermis dan dermis menjadi lebih tipis, serat elastik berkurang
jumlahnya, kolagen menjadi lebih kaku, dan lemak subkutan berkurang terutama
pada bagian ekstrimitas (Smeltzer & Bare, 1996).
4. Sistem Reproduksi
Pada wanita terjadi penipisan dinding vagina dengan pengecilan ukuran
dan hilangnya elastisitas, penurunan sekresi vagina, atropi uterus dan ovarium,
serta penurunan tonus muskulus pubokoksigeus. Pada pria, penis dan testis
menurun ukurannya dan kadar androgen berkurang (Smeltzer & Bare, 1996).
5. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh. Hal ini menyebabkan
terjadinya osteoporosis bahkan dapat terjadi fraktur terutama pada Vertebrae,
Humerus, Radius, Femur dan Tibia. Terjadi penurunan tinggi badan akibat
menipis dan menjadi pendeknya Discus Intervertebralis. Tendon mengalami
pengerutan dan sklerosis, begitu juga dengan serabut otot yang mengalami atrofi
(Nugroho, 2000). Sendi menjadi kurang dapat digerakkan (Potter & Perry, 1997).
6. Sistem Genitourinarius
Kapasitas kandung kemih menurun dan individu lanjut usia tidak mampu
lagi mengosongkan kandung kemihnya dengan sempurna. Pada wanita lanjut
usia biasanya mengalami penurunan tonus otot perineal yang mengakibatkan
stres inkontinensia dan urgensi. Hiperplasia Prostat Benigna merupakan temuan
yang sering pada pria lanjut usia (Smeltzer & Bare, 1996).
7. Sistem Gastrointestinal
Penurunan
saliva,
kesulitan
menelan
makanan,
perlambatan,
antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi (Kompas, 1999 dalam
Hutapea, 2006). Ketergantungan sosial finansial pada waktu pensiun membawa
serta kehilangan prestise, hubungan sosial, kewibawaan dan sebagainya.
Banyak di antara orangtua tidak dapat menyesuaikan diri bahkan tidak dapat
menerima kenyataan ini (Hutapea, 2006).
2.1.3.3 Perubahan Mental
Pada usia lanjut jarang terjadi perubahan kepribadian yang drastis.
Beberapa perubahan terjadi pada memori jangka pendek dan jangka panjang,
baik berupa memori berjam-jam yang lalu, bahkan sampai berhari-hari yang lalu.
Tingkat Intellegentia Quantion (IQ) pada lanjut usia tidak berubah untuk informasi
matematika dan perkataan verbal, tetapi untuk penampilan, persepsi, dan
ketrampilan
psikomotor
mengalami
penurunan.
Terjadi
perubahan
daya
progresif,
non-inflamasi,
nonsistemik
dan
kronis
(Reeves,
1999).
Kartilago artikuler akan terus memburuk, ujung tulang akan saling bergesekan
satu sama lain sehingga menyebabkan rasa sakit dan membengkak menjadi
gejala yang lebih banyak dialami oleh pasien (Reeves, 1999).
Terdapat 2 perubahan morfologi utama yang mewarnai osteoartritis yaitu
kerusakan fokal tulang rawan sendi yang progresif dan pembentukan tulang
rawan baru pada dasar lesi tulang rawan sendi dan tepi sendi (osteofit). Keadaan
ini diawali oleh perubahan-perubahan metabolik tulang rawan sendi. Perubahan
tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul
matriks tulang rawan sendi seperti proteoglikan dan kolagen yang menyebabkan
penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya
kadar air tulang rawan sendi (Noer, 1996).
Pada pasien osteoartritis, sintesis proteoglikan dan kolagen oleh kondrosit
meningkat tajam, tetapi substansi ini juga dihancurkan dengan kecepatan yang
lebih tinggi sehingga pembentukan tidak seimbang dengan kebutuhan. Sejumlah
kecil serat kolagen tipe I diganti tipe II, sehingga terjadi perubahan diameter dan
orientasi dari serat kolagen yang merubah biomekanik dari tulang rawan. Hal ini
menyebabkan tulang rawan kehilangan sifat kompresibilitinya. Peningkatan usia
mempunyai hubungan dengan perubahan-perubahan dalam fungsi kondrosit,
meningkatkan perubahan pada komposisi tulang rawan sendi yang mengarah
pada osteoartritis (Price, 1995).
Hormon estrogen juga berperan dalam proses terjadinya osteoartritis.
Estrogen mengatur keseimbangan antara proses pembentukan tulang dan
proses penyerapan kalsium dari tulang oleh osteoklas. Penurunan estrogen pada
menopause menyebabkan aktifitas osteoklas meningkat sehingga tulang
kehilangan kalsium dan menjadi keropos. Proses ini juga terjadi di tulang rawan
(Hartono, 2000).
2.2.4 Klasifikasi
Secara umum dibagi 2 yaitu osteoartritis primer yang penyebabnya tidak
diketahui (idiopatik) dan osteoartritis sekunder yang diakibatkan karena peristiwaperistiwa tertentu misalnya cedera sendi, deformitas kongenital dan penyakit
radang sendi lain termasuk Rheumatoid Artritis. Klasifikasi osteoartritis sebagai
berikut (Solomon, 1997 & Brant, 1997 dalam Darmojo, 2006):
2.2.4.1 Osteoartritis Primer
1. Lokalisata.
Osteoartritis hanya terjadi pada lokasi-lokasi tertentu saja dari bagianbagian tubuh, dan pengelompokan didasarkan pada lokasi tadi, yaitu :
a. Pinggul-pangkal paha (Superolateral/atas luar , superomedial/atas tengah,
inferoposterior/bawah belakang, medial/tengah)
b. Lutut (medial/tengah, lateral, patellofemoral)
c. Spinal Apophyseal (tulang punggung)
d. Tangan (interphalang, pangkal ibu jari)
e. Kaki (sendi metatarsal phalangeal, kaki belakang)
f. Lain-lain (bahu, siku, pergelangan tangan, pergelangan kaki)
2. Generalisata
Osteoartritis terjadi pada beberapa lokasi tubuh, yaitu:
a. Tangan (Nodus Herbeden)
b. Tangan dan lutut; Spinal Apophyseal
ini disengaja karena rasa nyeri yang dialami atau karena penyempitan ruang
sendi atau kurang digunakannya sendi yang bersangkutan (Price, 1995).
3. Kaku pagi
Pembengkakan sendi sehingga timbul kekakuan dan hilang gerakan,
terutama setelah diistirahatkan. Perasaan kaku yang paling sering dialami pada
pagi hari atau sesudah bangun tidur. Biasanya berlangsung kurang dari 30 menit
dan akan berkurang setelah sendi-sendi itu digerakkan (Smeltzer & Bare, 1996).
4. Krepitasi
Gejala ini lebih berguna untuk pemeriksaan klinis osteoartritis lutut. Gejala
ini timbul dikarenakan ada gesekan antara kedua permukaan tulang sendi pada
saat sendi digerakkan/secara pasif dimanipulasi (Noer, 1996).
5. Pembesaran sendi
Pembesaran sendi dapat timbul karena efusi pada sendi/bisa juga
disebabkan karena adanya osteofit yang dapat mengubah permukaan sendi
(Noer, 1996).
6. Perubahan bentuk (deformitas)
Ada perubahan bentuk dengan deformitas pada posisi fleksi. Terjadi
karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai
kecacatan, dan gaya berdiri (Noer, 1996).
7. Perubahan gaya berjalan
Sering berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan.
Terutama dijumpai pada lutut, sendi paha dan tulang belakang dengan stenosis
spinal (Noer, 1996).
2.2.6 Penatalaksanaan
Manajemen terapeutik osteoartritis diarahkan pada pengelolaan nyeri
beserta perawatan fungsi dan mobilitas persendian (Reeves, 1999). Program
terapeutik yang paling efektif adalah pencegahan. Tindakan pencegahan khusus
dapat diarahkan untuk mengurangi faktor resiko (Koopman, 1997).
adalah
pengalaman
sensori
dan
emosional
yang
tidak
mendominasi dan bersifat tidak berkesudahan (Mahon, 1994 dalam Potter &
Perry, 1997).
2.3.2 Fisiologi Nyeri
Ada 3 komponen untuk memahami fisiologi nyeri, yaitu resepsi, persepsi
dan reaksi (Potter & Perry, 1997). Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls
melalui serabut saraf perifer, lalu memasuki medula spinalis dan menjalani salah
satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abuabu di medula spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel inhibitor,
mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa
hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan
memproses informasi tentang pengetahuan dan pengalaman yang lalu serta
kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri.
2.3.2.1 Resepsi
Nyeri terjadi karena ada bagian/organ yang menerima stimulus nyeri
tersebut, yaitu reseptor nyeri (nosiseptor). Nosiseptor adalah ujung serabut saraf
(reseptor) yang memiliki fungsi memberitahukan otak tentang adanya stimulus
yang berbahaya (noxious/harmful stimuli) (Kenworthy et al, 2002). Nosiseptor
terdapat pada saraf bebas, yang tersebar luas pada permukaan superfisial kulit
dan juga di jaringan dalam tertentu, misalnya periosteum, dinding arteri,
permukaan sendi, dan falks serta tentorium tempurung kepala (Guyton & Hall,
1997).
Stimulus yang merangsang nyeri sifatnya bisa mekanik, termal, kimiawi
atau stimulus listrik. Pemaparan stimulus menyebabkan pelepasan substansi
seperti histamin, bradikinin, serotonin, substansi P, prostaglandin, asam,
asetilkolin, ion kalium dan enzim proteolitik yang bergabung dengan lokasi
reseptor di nosiseptor untuk memulai transmisi neural, yang dikaitkan dengan
nyeri (Kenworthy et al, 2002). Apabila kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai
ambang nyeri, kemudian terjadilah aktivasi neuron nyeri (Potter & Perry, 1997).
Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar di sepanjang
serabut saraf perifer aferen. Dua tipe serabut saraf perifer yang mengkonduksi
stimulus nyeri: serabut A-delta dan serabut C (Guyton & Hall, 1997; Kenworthy et
al, 2002). Tabel berikut menggambarkan perbedaan fungsi keduanya:
Tabel 2.2 Perbedaan Fungsi Serabut Saraf A delta dan C
A delta
Bermielin: transmisi lebih cepat
Lapang reseptif kecil: lokasi tepat
Treshold lebih tinggi
Tajam, terlokalisasi jelas
Unimodal: mekanik atau panas
25% nosiseptor
C
Tidak bermielin: transmisi lebih lambat.
Lapang reseptif luas: not well localized
Treshold lebih rendah
Nyeri tumpul, gatal, terbakar
Polimodal: mekanik, panas, bahan
kimia
75% nosiseptor
Sumber : Kenworthy, Snowley, Gilling. 2002. hal. 460
terhadap
nyeri
dengan
cara
yang
berbeda-beda,
tergantung
toleransinya. Toleransi bergantung pada sikap, motivasi dan nilai yang diyakini
seseorang. Fase akibat terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti. Klien
mungkin
masih
memerlukan
perhatian
perawat.
Jika
klien
mengalami
serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respon akibat dapat menjadi
masalah kesehatan yang berat. Perawat membantu klien memperoleh kontrol
dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan pengalaman
nyeri (Potter & Perry, 1997).
2. Nyeri Kronik.
Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan.
Nyeri kronik berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan, karena
biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang
diarahkan pada penyebabnya. Jadi, nyeri ini biasanya dikaitkan dengan
kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 1997).
pada fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, depresi
dan ketidakmampuan.
Tabel 2.4 Perbedaan Karakteristik Nyeri Akut dan Nyeri Kronik
Karakteristik
Tujuan
/Keuntungan
Awitan
Intensitas
Durasi
Respon
Otonom
Komponen
psikologis
Nyeri Akut
Memperingatkan adanya
cedera atau masalah
Mendadak
Ringan s.d berat
Singkat
Konsisten dengan respon
stress simpatis
Heart rate meningkat
Volume
sekuncup
meningkat
Tensi meningkat
Dilatasi pupil meningkat
Tegangan otot meningkat
Motilitas
gastrointestinal
menurun
Aliran
saliva
menurun
(mulut kering)
Ansietas
Nyeri Kronik
Tidak ada
Terus-menerus/intermiten
Ringan s.d berat
Lama (6 bulan atau lebih)
Tidak terdapat respon
otonom
Depresi
Mudah marah
Menarik diri dari minat
dunia luar
Menarik
diri
dari
persahabatan
Respon jenis
Tidur terganggu
lainnya
Nafsu makan menurun
Libido menurun
Contoh
Nyeri bedah, trauma
Nyeri kanker, neuralgia
trigeminal
Sumber : Porth CM. Pathofisiology : Conceps of Altered Health State,
ed.4. Philadelphia, J.B Lippincot :1995. dalam Kenworthy. 2002
sembuh maka ansietas dan bahkan rasa takut dapat muncul. Jika klien tidak
pernah mengalami nyeri, maka persepsi pertama nyeri dapat mengganggu
koping terhadap nyeri (Potter & Perry, 1997).
2. Ansietas dan nyeri
Ansietas
yang
relevan
atau
berhubungan
dengan
nyeri
dapat
meningkatkan persepsi pasien tentang nyeri, dan sebaliknya nyeri juga dapat
menimbulkan ansietas. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat
mengalihkan perhatian pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi
nyeri (Potter & Perry, 1997).
3. Budaya dan nyeri
Budaya dan etnis mempunyai pengaruh terhadap bagaimana seseorang
berespon terhadap nyeri dan mengekpresikan nyeri. Terdapat variasi yang
signifikan dalam ekspresi nyeri pada budaya yang berbeda. Individu mempelajari
apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka (Kozier,
2004).
4. Usia dan nyeri
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri khususnya
pada lansia dan anak-anak. Pada lansia, cara berespons terhadap nyeri mungkin
berbeda, persepsi nyeri mungkin berkurang, kecuali pada lansia yang sehat
mungkin tidak berubah (Potter & Perry, 1997).
5. Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespons terhadap pengobatan
atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan
tersebut akan memberikan hasil, bukan karena pengobatan atau tindakan
tersebut benar-benar bekerja (Smeltzer & Bare, 1996) .
6. Makna Nyeri
Makna seseorang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman
nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri (Potter & Perry, 1997).
Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan
(Potter & Perry, 1997).
7. Gaya Koping.
Nyeri dapat menyebabkan seseorang merasa kehilangan kontrol terhadap
lingkungan atau hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, jadi gaya koping
mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi nyeri. Klien seringkali
menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik
dan psikologis dari nyeri. Sumber-sumber koping seperti berkomunikasi dengan
keluarga pendukung, melakukan latihan atau menyanyi klien selama ia
mengalami nyeri penting untuk dipahami (Potter & Perry, 1997).
2.3.5 Pengukuran Intensitas Nyeri.
Aspekaspek
multidimensional
yang
mempengaruhi
nyeri
dapat
Scale) adalah yang paling efektif (Potter & Perry, 1997). Apabila digunakan skala
untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 poin (AHCPR, 1992
dalam Potter & Perry, 1997).
Pengukuran tingkat nyeri dapat dilakukan dengan wawancara tentang
nyeri pada pasien. Perawat bertanya pada pasien tentang bagaimana gawatnya
nyeri yang ia rasakan dengan bantuan Skala Bourbonais.
Skala Bourbonais :
Nyeri ringan
0
Tidak
Nyeri
.Nyeri berat
4
5
6
7
Nyeri sedang
10
Sangat
nyeri
dan
terkadang,
meskipun
pada
kerusakan
jaringan
hebat,
mengabaikannya. Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau
bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Mekanisme pertahanan/gerbang ini dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa
substansia di dalam kornu dorsalis pada medula spinalis, talamus dan sistem
limbik (Clancy & Mc Vicar, 1992 dalam Potter & Perry, 1997). Teori ini
mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka
dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup
pertahanan tersebut merupakan dasar terapi menghilangkan nyeri.
terganggu dengan impuls yang datang dari sumber nyeri. Serabut ini banyak
terdapat di kulit sehingga stimulasi kulit dapat menurunkan persepsi nyeri
(Guyton & Hall, 1997). Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut A
beta, maka gerbang akan menutup. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat
terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut (Potter
& Perry, 1997).
2. Neuroregulator: endorphin
Neuroregulator atau substansi yang mempengaruhi transmisi stimulus
saraf memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman nyeri.
Substansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor, di terminal saraf dalam kornu
dorsalis pada medula spinalis. Neuroregulator dibagi menjadi 2 kelompok, yakni
neurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter seperti substansi P
mengirim impuls listrik melewati celah sinaps di antara 2 serabut saraf. Serabut
saraf tersebut adalah eksitator dan inhibitor. Neuromodulator memodifikasi
aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri
tanpa secara langsung mentransfer tanda saraf melalui sebuah sinap (Potter &
Perry, 1997).
Neuromodulator diyakini tidak bekerja secara langsung, yakni dengan
meningkatkan dan menurunkan efek neurotransmiter tertentu. Endorphin
(berasal dari kata endogenous morphin) dan juga enkefalin, serotonin,
noradrenalin
dan
gamma-aminobutyric
acid
(GABA)
adalah
contoh
oleh gen (Guyton & Hall, 1997; Potter & Perry, 1997). Tehnik distraksi, konseling
dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter &
Perry, 1997).
2.3.6.3 Agen Anastetik dan Analgesik Spesifik
Terdapat 3 kelompok obat analgesik (pereda nyeri) yang tersedia untuk
menangani nyeri, kelompok pertama adalah non-opioid termasuk paracetamol
dan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OANS), yang dipertimbangkan untuk
diberikan sebelum beralih ke kelompok kedua yaitu opioid, dan kelompok ketiga
adalah adjuvan. Analgesik adjuvan adalah obat-obat yang tidak diklasifikasikan
sebagai analgesik, tetapi dapat digunakan untuk menangani nyeri pada situasi
tertentu, misalnya antidepresan dan antikonvulsan yang biasanya digunakan
untuk penanganan nyeri neuropatik. Agens analgesik dapat diberikan dalam
berbagai jalan seperti parenteral, oral, rektal, transdermal, dan intraspinal.
2.4 Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage
2.4.1 Definisi
Stimulasi
kutaneus
adalah
stimulasi
kulit
yang
dilakukan
untuk
2.4.2 Pengaruh
Pengaruh stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage meliputi:
a. Pelebaran pembuluh darah dan memperbaiki peredaran darah di dalam
jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan
ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang tidak terpakai akan
diperbaiki. Jadi akan timbul proses pertukaran zat yang lebih baik. Aktifitas
sel yang meningkat akan mengurangi rasa sakit dan akan menunjang proses
penyembuhan luka, radang setempat seperti abses, bisul-bisul yang besar
dan bernanah, radang empedu, dan juga beberapa radang persendian
(Stevens, 1999; Kenworthy, 2002; Kusyati E, 2006).
b. Pada otot-otot, memiliki efek mengurangi ketegangan (Kusyati E, 2006).
c.
d.
e.
dicurigai
mempunyai
gangguan
penggumpalan
darah.
Identifikasi juga faktor-faktor atau kondisi seperti fraktur tulang rusuk atau
vertebra, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka terbuka yang
menjadi kontraindikasi untuk masase punggung. Pada klien yang mempunyai
riwayat hipertensi atau disritmia, kaji denyut nadi dan tekanan darah.
2.4.4 Metode (Potter & Perry, 1997)
Tehnik untuk stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage dilakukan
dengan beberapa pendekatan, tetapi salah satu metode yang dilakukan ialah
dengan mengusap kulit klien secara perlahan dan berirama dengan tangan
dengan kecepatan 60 kali usapan per menit. Kedua tangan menutup suatu area
yang lebarnya 5 cm pada kedua sisi tonjolan tulang belakang, dari ujung kepala
sampai area sakrum. Tehnik ini berlangsung selama 3-10 menit.
2.4.5 Prosedur Pelaksanaan (Potter & Perry, 1997)
a. Subyek penelitian dipersilahkan untuk memilih posisi yang diinginkan selama
intervensi, bisa tidur miring, telungkup, atau duduk.
b. Buka punggung klien, bahu, dan lengan atas. Tutup sisanya dengan selimut.
c. Peneliti mencuci tangan
tangan atau tempatkan botol losion ke dalam air hangat. Tuang sedikit losion
di tangan. Jelaskan pada responden bahwa losion akan terasa dingin dan
basah. Gunakan losion sesuai kebutuhan.
d. Lakukan usapan pada punggung dengan menggunakan jari-jari dan telapak
tangan sesuai dengan metode di atas. Jika responden mengeluh tidak
nyaman, prosedur langsung dihentikan.
e. Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu klien bahwa perawat
mengakhiri usapan.
i. Bersihkan kelebihan dari lubrikan dari punggung klien dengan handuk mandi.
Ikat kembali gaun atau bantu memakai baju/piyama. Bantu klien posisi yang
nyaman.
j.
pada
kartilago
artikuler
dan
hipertrofi
tulang
atau
pertumbuhan tulang berlebih dalam bentuk taji/tonjolan tulang yang terjadi pada
penyakit osteoartritis akan menimbulkan pergesekan yang merangsang nyeri.
Sendi adalah salah satu organ yang banyak memiliki reseptor nyeri (Guyton &
Hall, 1997). Stimulus nyeri yang mencapai ambang nyeri akan menyebabkan
aktivasi reseptor dan terjadi penjalaran impuls nyeri oleh serabut saraf A delta
dan C. Adanya impuls ini akan menyebabkan gerbang nyeri di substansia
gelatinosa terbuka. Namun dengan pemberian stimulasi kutan berupa usapan
punggung, dimana stimulus ini direspons oleh serabut A beta yang lebih besar,
maka stimulus ini akan mencapai otak lebih dahulu, dengan demikian akan
menutup gerbang nyeri sehingga persepsi nyeri tidak timbul. Di samping itu,
sistem kontrol desenden juga akan bereaksi dengan melepaskan endorphin yang
merupakan morfin alami tubuh sehingga persepsi nyeri tidak terjadi.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA
Osteoartritis
Stimulasi
Kutaneus:
Slow-Stroke
Back Massage
Intensitas Nyeri:
Nyeri Ringan
Nyeri Sedang
Nyeri Berat
Sangat Nyeri
Respon sesudah
intervensi:
Nyeri Ringan
Nyeri Sedang
Nyeri Berat
Sangat Nyeri
Dipengaruhi oleh:
Pengalaman masa lalu
Ansietas
Budaya
Usia
Makna nyeri
Gaya koping
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
mengalami
berbagai
perubahan
akibat
proses
penuaan.
BAB 4
METODE PENELITIAN
ini
menggunakan
rancangan
penelitian
metode
pra
Dependent:
Intensitas
nyeri
osteoartritis
pada lansia
Definisi
Alat
Ukur
Pemberian
stimulasi
kutaneus:
slow-stroke
back massage adalah
upaya
yang
dilakukan
untuk menurunkan tingkat
nyeri
dengan
cara
memberikan usapan pada
kulit
punggung
klien
menggunakan
tangan
secara berirama dengan
kecepatan 60 kali usapan
per menit selama 10 menit.
Usapan akan dilakukan
pada pagi hari saat lansia
biasanya mengalami nyeri
dan akan dilakukan oleh
peneliti sendiri.
Adalah sensasi subyektif Obserrasa tidak nyaman pada vasi
sendi di pinggul dan lutut
akibat
penyakit
osteoartritis
yang
dirasakan
oleh lansia,
yang diukur dengan skala
nyeri Bourbonais & Ellen.
Intensitas nyeri diukur 2
kali yaitu saat mengalami
nyeri sebelum dilakukan
pemberian
stimulasi
kutaneus dan langsung
setelah
pemberian
stimulasi kutaneus selama
10 menit.
Pengukuran nyeri akan
dilakukan oleh seorang
pengumpul data.
Skala
Skor
Ordinal
Pada
skala 0-10
dengan
kriteria:
0:
tidak nyeri
13:
nyeri
ringan
46:
nyeri
sedang
79:
nyeri
berat
10:
sangat
nyeri
Persiapan
bahan, alat &
responden
No.
Pre Test
Skala
Skor
Skala
Post Test
Skor
Beda
1
N
tidak
akan
mencantumkan
nama
subjek
pada
lembar
pengumpulan data yang diisi subjek, tetapi hanya diberikan kode tertentu, demi
menjaga kerahasiaan identitas subyek.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu, mulai tanggal 15 Desember
2007 sampai dengan tanggal 5 Januari 2008 di Panti Werdha Griya Asih Lawang
Malang. Panti Werdha Griya Asih Lawang ini dipilih karena masih dalam wilayah
Kota Malang dan sebelumnya sudah ada kerja sama dengan Jurusan
Keperawatan Universitas Brawijaya, situasi dan kondisi lingkungannya nyaman
dan tenang dan yang paling penting adalah jumlah sampel memungkinkan untuk
dilakukan penelitian. Subyek penelitian yang diambil adalah seluruh lansia
berusia 55 tahun ke atas yang mengalami nyeri osteoartritis. Berdasarkan kriteria
inklusi didapatkan 10 subyek penelitian yang dimasukkan ke dalam 1 kelompok
perlakuan.
5.1.2
Diagram 5.1.2.2 Diagram Lingkaran Usia Subyek Penelitian di Panti Werdha Griya Asih
Lawang Malang, 15 Desember 2007 5 Januari 2008
Diagram 5.1.2.3 Diagram Lingkaran Suku Subyek Penelitian di Panti Werdha Griya Asih
Lawang Malang, 15 Desember 2007 5 Januari 2008
Diagram 5.1.2.6 Diagram Lingkaran Lokasi Nyeri Subyek Penelitian di Panti Werdha
Griya Asih Lawang Malang, 15 Desember 2007 5 Januari 2008
Hasil Pengukuran
Intensitas Nyeri
slow-stroke back massage adalah nyeri sedang. Data ini menunjukkan bahwa
nyeri sedang adalah yang paling sering muncul (100%).
5.1.4
Hasil Pengukuran
Intensitas Nyeri
Frekuensi
0
6
4
0
0
10
Prosentase (%)
0
60
40
0
0
100
Dari tabel 5.1.4 di atas dapat diketahui bahwa intensitas nyeri yang
dirasakan oleh subyek penelitian sesudah dilakukan stimulasi kutaneus: slowstroke back massage adalah subyek penelitian yang mengalami nyeri sedang
menurun, dan yang mengalami nyeri ringan meningkat.
5.1.5
Diagram 5.1.5 Perubahan Intensitas Nyeri Subyek Penelitian Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage
: 60%
Tetap
: 40%
Meningkat
: 0%
software SPSS for Windows versi 11.0. Berdasarkan hasil uji ini, didapatkan nilai
p adalah 0,011 dengan demikian p value < (0,011 < 0,05), maka Ho ditolak dan
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian stimulasi kutaneus:
slow-stroke back massage terhadap intensitas nyeri osteoartritis pada lansia di
Panti Werdha Griya Asih Lawang.
BAB 6
PEMBAHASAN
psikologis
dan
kognitif
berinteraksi
dengan
faktor-faktor
kronik ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 1997)
yang memang terjadi pada osteoartritis berupa kerusakan fokal pada kartilago
sendi. Adanya pengalaman nyeri sebelumnya mempengaruhi sistem kognitifevaluatif klien yang kemudian membantu seseorang untuk menginterpretasi
intensitas dan kualitas nyeri sehingga dapat melakukan suatu tindakan pada saat
nyeri berikutnya (Potter & Perry, 1997). Karenanya nyeri sebagian besar berada
pada tingkat sedang, bukan akut atau berat.
Melihat hasil penelitian pada diagram 5.1.2.2 mengenai karakteristik usia
subyek penelitian, dapat disimpulkan bahwa kejadian nyeri osteoartritis
meningkat seiring dengan peningkatan usia. Usia merupakan salah satu faktor
resiko untuk penyakit osteoartritis. Hal ini berhubungan dengan refleksi
perubahan kimia dari kartilago artikuler seiring dengan usia (Kaufman et al,
1996), antara lain perubahan-perubahan dalam fungsi kondrosit, meningkatkan
perubahan pada komposisi tulang rawan sendi yang mengarah pada
perkembangan osteoartritis (Price, 1995).
6.2 Nyeri Osteoartritis Sesudah Dilakukan Pemberian Stimulasi Kutaneus:
Slow-Stroke Back Massage
Pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage selama 10
menit pada subyek penelitian memperlihatkan hasil seperti yang tercantum pada
tabel 5.1.4, dimana terdapat 40% subyek penelitian mengalami nyeri sedang
yang sebelumnya mengalami nyeri sedang dengan nilai lebih tinggi dan 60%
subyek penelitian mengalami nyeri ringan yang sebelumnya mengalami nyeri
sedang. Hasil ini menunjukkan bahwa penurunan nilai intensitas nyeri setiap
individu berbeda-beda walaupun stimulus yang menyebabkan nyeri dan
perlakuan yang diberikan sama. Hal ini berhubungan dengan salah satu atribut
pasti dalam pengalaman nyeri yaitu bahwa nyeri bersifat individu (Mahon, 1994
dalam Potter & Perry, 1997) sehingga respon yang terjadi setelah perlakuan
tidak dapat disamakan dengan orang lain.
Pada diagram 5.1.5 terdapat 4 subyek penelitian yang tetap mengalami
nyeri sedang, yaitu 2 subyek dengan nilai dari 6 dan 5 menjadi 4 dan 2 subyek
dengan nilai skala yang tetap yaitu 4 dan 5. Hal ini karena nyeri seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pengalaman masa lalu, ansietas,
budaya, usia, dan efek plasebo (Smeltzer & Bare, 1996) serta makna nyeri dan
gaya koping(Potter & Perry, 1997). Peredaan nyeri yang adekuat atau tidak di
masa lalu akan mempengaruhi reaksi individu terhadap nyeri (Potter & Perry,
1997). Jadi jika nyerinya teratasi dengan cepat dan adekuat, individu mungkin
lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri di masa mendatang dan dapat
mentoleransi nyeri dengan lebih baik. Namun jika individu pernah mengalami
nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas dan bahkan rasa takut dapat muncul
yang dapat menguatkan persepsi terhadap nyeri. Akibatnya dengan tindakan
tertentu untuk mengurangi nyeri kadang sulit berhasil, intensitas nyeri yang
dirasakan cenderung tetap (tidak terjadi penurunan). Faktor-faktor yang
meningkatkan kesadaran terhadap stimulus (misalnya ansietas dan gangguan
tidur) meningkatkan persepsi nyeri. Ansietas yang relevan atau berhubungan
dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien tentang nyeri (Potter & Perry,
1997). Jadi jika ketika dilakukan pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back
massage subyek penelitian sedang mengalami cemas atau gangguan tidur,
maka dapat mempengaruhi intensitas nyeri sehingga nyeri yang dirasakan
menjadi tetap. Gaya koping juga dapat mempengaruhi kemampuan individu
dalam mengatasi nyeri karena nyeri dapat menyebabkan seseorang merasa
Dengan
serabut A beta yang banyak terdapat di kulit dan berespon terhadap masase
ringan pada kulit sehingga impuls dihantarkan lebih cepat. Pemberian stimulasi
ini membuat masukan impuls dominan berasal dari serabut A beta sehingga pintu
gerbang menutup dan impuls nyeri tidak dapat diteruskan ke korteks serebri
untuk diinterpretasikan sebagai nyeri (Guyton & Hall, 1996). Di samping itu,
sistem kontrol desenden juga akan bereaksi dengan melepaskan endorphin yang
merupakan morfin alami tubuh sehingga memblok transmisi nyeri dan persepsi
nyeri tidak terjadi (Potter & Perry, 1997). Jadi intensitas nyeri yang dirasakan
dapat mengalami penurunan.
6.3 Pengaruh Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage Terhadap
Intensitas Nyeri Osteoartritis Pada Lansia
Berdasarkan
tabel
5.1.3,
sebelum
dilakukan
pemberian
stimulasi
Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1.5, dimana 80% subyek penelitian mengalami
penurunan intensitas nyeri.
Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dengan = 0,05
didapatkan p value = 0,011. Dengan demikian p value < (0,011 < 0,05, maka
Ho ditolak. Dari hasil analisa di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian
stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage memiliki pengaruh terhadap
intensitas nyeri osteoartritis pada lansia.
Pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage terbukti dapat
menurunkan intensitas nyeri lansia dengan nyeri osteoartritis. Dengan demikian
pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage dapat dijadikan
sebagai alternatif pilihan untuk menurunkan intensitas nyeri osteoartritis pada
lansia secara non farmakologis yang relatif tidak menimbulkan efek samping.
6.4 Keterbatasan Penelitian
Peneliti
menghadapi
beberapa
keterbatasan
dalam
pelaksanaan
2.
3.
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan
Skala Bourbonais 0-10 pada subyek penelitian sebelum dilakukan
pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage diperoleh hasil
bahwa seluruh subyek penelitian mengalami nyeri sedang (100%).
2. Hasil
pengukuran
intensitas
nyeri
dengan
menggunakan
Skala
Bourbonais 0-10 setelah dilakukan pemberian stimulasi kutaneus: slowstroke back massage diperoleh sebagian besar subyek penelitian
mengalami penurunan nyeri (80%) dan sebagian kecil tidak mengalami
penurunan nyeri (20%).
3. Setelah dilakukan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test diperoleh hasil
p value < (0,011 < 0,05) maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan
bahwa pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage
mempengaruhi intensitas nyeri orteoartritis pada lansia.
7.2 Saran
1. Stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage terbukti memiliki pengaruh
terhadap intensitas nyeri osteoartritis pada lansia sehingga perawat dapat
memberikan stimulasi kutaneus dengan tehnik slow-stroke back massage
sebagai salah satu alternatif intervensi keperawatan secara non
farmakologis untuk membantu klien dengan nyeri osteoartritis.
2. Pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage terbukti
memiliki pengaruh terhadap intensitas nyeri osteoartritis pada lansia
disamping
memerlukan
juga
merupakan
banyak
alat
tindakan
dan
biaya
yang
mudah,
sehingga
aman,
perawat
tidak
dapat
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta
Billings, Diane Mc. Govern; Lillian Gatlin Stokes. 1982. Medical Surgical Nursing,
The C.V Mosby Company, Toronto
Daniel. 2006. OAINS Konvensional Masih Jadi Pilihan, http://www.majalahfarmacia.com/default.asp, Diakses tanggal 25 September 2007
Darmojo, B. 1999. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Balai Pustaka
FKUI, Jakarta
Darmojo, B. 2006. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi Ke-3,
Balai Pustaka FKUI, Jakarta
Ellen, Martha Keene. 2000. Nursing Intervention & Clinical Skill, 2rd edition,
Mosby, USA
Guyton, Arthur C; Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, editor Bahasa
Indonesia : Irawati Setiawan Edisi 9, EGC, Jakarta
Hartono, M. 2000. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis, Puspa Swara,
Surakarta
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah,
Salemba Medika, Jakarta
Hutapea, R. 2005. Sehat dan Ceria di Usia Senja, Rineka Cipta, Jakarta
Ignativicius, D.D. 1991. Medical Surgical Nursing, Saunders Company, USA
Kaufman, CE; Patrick A. McKee. 1996. Essentials of Pathofisiology, Little Brown
& Company, USA
Kenworthy, Snowley, Gilling. 2002. Common Foundation Studies in Nursing,
Third Edition, Churchill Livingstone, USA
Koopman, WJ. 1997. Arthritis and Allied Conditions: A Textbook
Rheumatology, William & Wilkins A Waverly Company, USA
of
Long, B.C. 1996. Perawatan Medikal Bedah I, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjajaran, Bandung
Lueckkeenotte, S.G. 1996. Gerontology Nursing, Mosby, Philadephia
Mok, E; Chin Pang Woo. 2004. The Effects of Slow-Stroke Back Massage on
Anxiety
and
Shoulder
Pain
In
Elderly
Stroke
Patients,
http://www.sciencedirect.com/science, Diakses 30 October 2007
Noer, M. Sjaifoellah. 1996. Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Notoatmojo, Soekidjo. 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,
Jakarta
Nugroho, W. 2000. Keperawatan Lanjut Usia, EGC, Jakarta
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta
Potter, Patricia A; Anne Griffin Perry. 1997. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2, Renata Komalasari
(penterjemah), 2005, EGC, Jakarta
Price, Silvia A. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinik dan Proses-Proses Penyakit,
EGC, Jakarta
Priharjo, R. 1993. Perawatan Nyeri : Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien, EGC,
Jakarta
Reeves, Charlene J; Gayle Roux, Robin Lockhart. 1999. Medical Surgical
Nursing, Mc. Graw-Hill. Companies Inc, USA
Smeltzer SC, Bare B.G. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Vol. 1. Agung Waluyo (penterjemah), 2001, EGC, Jakarta
Smeltzer SC, Bare B.G. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Vol. 3. Agung Waluyo (penterjemah), 2001, EGC, Jakarta
Stevens, P.J.M. 1999. Ilmu Keperawatan Jilid 1 Edisi 2. Ed. Monica Ester., EGC,
Jakarta.
Sugiyono. 1998. Statistik Untuk Penelitian, Alva Beta, Bandung
Lampiran 1
: Medical Shocker
NIM
: 0610722041
Program Studi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benarbenar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Malang, 16 Januari 2008
Yang membuat pernyataan
MEDICAL SHOCKER
NIM. 0610722041
Lampiran 2
Judul Penelitian
Peneliti
: MEDICAL SHOCKER
(Nomor telepon yang dapat
pertanyaan 08123737417)
Pembimbing
dihubungi
bila
ada
Malang, ................................
Peneliti
Medical Shocker
NIM. 0610722041
SURAT PERSETUJUAN
MENJADI RESPONDEN SUBYEK PENELITIAN
Lawang, .
Responden,
Medical Shocker
NIM. 0610722041
Saksi 1
Saksi 2
Lampiran 4
: Medical Shocker
NIM
: 0610722041
Program Studi
Medical Shocker
NIM. 0610722041
Mengetahui
Pembimbing I
Menyetujui,
Tim Etika Penelitian FKUB
LEMBAR WAWANCARA
JUDUL
No. Responden
Inisial
Umur
Suku
Riwayat Pendidikan
Riwayat Pekerjaan
60-70 thn
> 90 thn
70-90 thn
Jawa
Cina
Madura
Lain.............
Tidak Sekolah
SMP
SD
SMU
Sarjana
Wiraswasta
Pekerja Kasar
Pegawai
Lain .............
Pertanyaan:
Ya
Tidak
Berdenyut
Tajam
Terus-menerus
Tajam
Kram
Hilang timbul
Lain-lain............
Lampiran 6
LEMBAR OBSERVASI
JUDUL
No. Responden
Inisial
PRE EKSPERIMEN
Skala Bourbonais :
Nyeri ringan
0
Tidak
Nyeri
.Nyeri berat
4
5
6
7
Nyeri sedang
10
Sangat
nyeri
10
Sangat
nyeri
POST EKSPERIMEN
Skala Bourbonais :
Nyeri ringan
0
Tidak
Nyeri
Petunjuk:
.Nyeri berat
4
5
6
7
Nyeri sedang
:0
Lampiran 7
Suku
82
Jawa
80
Cina
Riwayat
Pendidikan
Tidak
Sekolah
Tidak
Sekolah
3
4
5
87
85
70
P
P
P
Batak
Jawa
Jawa
SD
SMU
SD
6
7
67
78
P
P
Cina
Batak
81
Jawa
SD
SMP
Tidak
Sekolah
9
10
69
85
P
P
Jawa
Cina
SD
SD
Riwayat
Pekerjaan
Lokasi
Nyeri
Pembantu
Pinggul
Pembantu
Tidak
Bekerja
Wiraswasta
Pembantu
Tidak
Bekerja
Pegawai
Pinggul
Pembantu
Tidak
Bekerja
Wiraswasta
Lutut
Pinggul
Pinggul
Lutut
Pinggul
Pinggul
Pinggul
Pinggul
Lampiran 8
No.
Subyek
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pre Test
Skala
Skor
Sedang
6
Sedang
5
Sedang
5
Sedang
4
Sedang
4
Sedang
4
Sedang
6
Sedang
5
Sedang
4
Sedang
5
Penurunan 1 nilai
Penurunan 2 nilai
Penurunan 3 nilai
Tetap
Post Test
Skala
Skor
Ringan
3
Ringan
2
Sedang
5
Ringan
2
Ringan
3
Sedang
4
Sedang
4
Sedang
4
Ringan
3
Ringan
3
: 3 subyek penelitian
: 3 subyek penelitian
: 2 subyek penelitian
: 2 subyek penelitian
30
30
20
20
Beda
3
3
0
2
1
0
2
1
1
2
%
%
%
%
Lampiran 9
NPar Tests
Descriptive Statistics
N
Pre test
Post test
10
10
Mean
4,80
3,30
Std. Deviation
,789
,949
Minimum
4
2
Maximum
6
5
8a
0b
2c
10
Mean Rank
4,50
,00
Sum of Ranks
36,00
,00