Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia baik dari segi jumlah
pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan
jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat
kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas sering mengakibatkan trauma kecepatan tinggi
dan kita harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma
organ organ lain.
Trauma trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cedera olah raga.
Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga
fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat
sekaligus merusak jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai
struktur neurovaskuler atau organ organ penting lainnya.
Trauma dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, trauma secara langsung
berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu sedangkan trauma tidak
langsung terjadi bilamana titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada lansia
dengan fraktur?
C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
lansia dengan fraktur.
D. Manfaat
Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dan konsep
dasar asuhan keperawatan pada lansia dengan fraktur.
E. Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan teknik deskriptif kualitatif dimana data-data bersifat
sekunder. Makalah ini ditunjang dari dari data-data studi kepustakaan yaitu dari buku-buku
literattur penunjang masalah yang dibahas.
F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
E. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
Bab II Pembahasan
A. Konsep Dasar Penyakit
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Bab III Penutup
A.
Simpulan
B.
Saran
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi/Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer, 2002).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
(Price, 2006).
Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, khususnya tulang; pecahan atau
rupture pada tulang (Dorland, 1998).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Linda Juall)
2. Epidemiologi
Insiden fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur dengan perbandingan
laki-laki dan perempuan sebesar 3,64 berbanding 1, dengan kejadian terbanyak pada
kelompok umur decade kedua dan ketiga yang relative mempunyai aktivitas fisik dan
mobilitas yang tinggi. Pada analisis epidemiologi menunjukkan bahwa 40% fraktur
terbuka terjadi pada ekstremitas bawah, terutama daerah tibia dan femur tengah.
3. Etiologi
Adapun penyebab dari fraktur adalah :
a. Trauma
1) Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan dan yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
b. Kondisi patologi : kekurangan mineral sampai batas tertentu pada tulang dapat
menyebabkan patah tulang: contohnya osteoporosis, tumor tulang (tumor yang
menyerap kalsium tulang)
c. Mekanisme Cedera
Pada cedera tulang belakang mekanisme cedera yang mungkin adalah:
(Apley, 2000)
1) Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi). Hiperekstensi jarang terjadi
di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher,pukulan pada muka atau dahi
akan memaksa kepala ke belakang dan tanpamenyangga oksiput sehingga
kepala membentur bagian atas punggung.Ligamen anterior dan diskus dapat
rusak atau arkus saraf mungkinmengalami fraktur. cedera ini stabil karena
tidak merusak ligamen posterior.
2) Fleksi Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada
vertebra.Vertebra
akan
mengalami
tekanan
dan
remuk
yang
dapat
merusakligamen posterior. Jika ligamen posterior rusak maka sifat fraktur ini
tidak stabil sebaliknya jika ligamentum posterior tidak rusak maka fraktur
bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe subluksasi ini sering terlewatkan
karena pada saat dilakukan pemeriksaan sinar-X vertebra telah kembali
ketempatnya.
3) Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior Kombinasi fleksi
dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapatmengganggu kompleks
vertebra pertengahan di samping kompleks posterior. Fragmen tulang dan
bahan diskus dapat bergeser ke dalam kanalis spinalis. Berbeda dengan fraktur
kompresi murni, keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan risiko
progresi yang tinggi. Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat menyebabkan
kompresi padasetengah corpus vertebra dan distraksi pada unsur lateral dan
posterior pada sisi sebaliknya. Kalau permukaan dan pedikulus remuk, lesi
bersifat tidak stabil.
4) Pergeseran aksial (kompresi). Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus
pada spina servikal atau lumbal akan menimbulkan kompresi aksial. Nukleus
pulposus akan mematahkanlempeng vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal
pada vertebra; dengankekuatan yang lebih besar, bahan diskus didorong masuk
4
kompresi.
tepi
tulang
yang
menyebar
atau
melebar
itu
akan terjadi fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur
akan melewati lamina danseringnya akan menyebabkan dural tears dan
keluarnya serabut syaraf.
4) Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)
Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba
mengerem sehingga membuat vertebrae dalam keadaan fleksi, dislokasifraktur
sering terjadi pada thoracolumbar junction. Kombinasi fleksi dan distraksi
dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan menbetuk pisau lipat dengan
poros yang bertumpu pada bagian kolumna anterior vertebralis. Pada cedera
sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar kedepan melawantahanan tali
pengikat. Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna
posterior dan media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur
tidak stabil.
4. Klasifikasi
a. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:
1) Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas
sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang
dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks.
2) Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis
patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh korteks (masih ada
korteks yang utuh).
b. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan
dengan dunia luar, meliputi:
1) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang
tidak keluar melewati kulit.
2) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi
infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:
a) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot.
b) Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot.
c) Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah,
syaraf, otot dan kulit.
c. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
1) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang ( retak dibawah lapisan
periosteum) / tidak mengenai seluruh kortek, sering terjadi pada anak-anak
dengan tulang lembek.
7
2)
3)
4)
5)
6)
Pasien tanpa kerusakan akar jauh lebih baik daripada pasien dengan transeksi korda
dan akar.
7. Manifestasi Klinis
Menurut Lewis (2006);
a. Nyeri ; Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan
sekitarnya.
b. Bengkak /edema ; Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein
plasma) yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
c. Memar / ekimosis ; Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari
extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
d. Spasme otot ; Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e. Penurunan sensasi ; Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena
edema.
f. Gangguan fungsi ; Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau
spasme otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g. Mobilitas abnormal ; Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang
pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang
panjang.
h. Krepitasi ; Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan.
i. Deformitas ; Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau
trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnyatrauma, skan
tulang, temogram, scan CI: memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
b. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
c. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
d. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati.
10
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis:
1) Ada empat prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani
fraktur ( disebut empat R ) yaitu:
a) Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan : patah/ tidak. Meenentukan
perkiraan tulang yang patah. Kebutuhan pemeriksaan yang spesifik,
kelainan bentuk tulang dan ketidakstabilan. Tindakan apa yang harus
cepat dilaksanakan misalnya pemasangan bidai.
b) Reduksi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.
c) Cara pengobatan fraktur secara reduksi :
(1) Pemasangan gips
Untuk mempertimbangkan posisi fragmen fraktur.
(2) Pemasangan traksi
Menanggulangi efek dari kejang otot serta meluruskan atau
mensejajarkan ujung tulang yang fraktur.
(3) Reduksi tertutup
Digunakan traksi dan memanipulasi tulang itu sendiri dan bila
keadaan membaik maka tidak perlu diadakan pembedahan.
(4) Reduksi terbuka
Beberapa fraktur perlu pengobatan dengan pembedahan secara
reduksi terbuka, ini dilakukan dengan cara pembedahan.
d) Retensi Reduksi
Mempertahankan reduksi seperti melalui pemasangan gips atau traksi
e) Rehabilitasi
Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk
mengembalikan ke fungsi normal.
penatalaksanaan
yang
paling
banyak
pengobatan
untuk
menghilangkan
rasa
nyeri,
dan
10. Komplikasi
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf,
dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam.
Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkmans Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
2) Nonunion
13
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat
dan faktor yang memperingan/ mengurangi nyeri
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
e.
Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi:
a. Perubahan perfusi jaringan peerifer berhubungan dengan trauma pembuluh darah atau
kompresi pada pembuluh darah
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
d. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak
e. Resiko ketidakseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan pendarahan
f. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan
Post operasi:
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilisasi, pemasangan gips
c. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak
15
16
3. Rencana Keperawatan
Pre Operasi
No
1.
Dx. Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
Perubahan
perfusi Setelah diberikan tindakan a. Kaji adanya / kualitas nadi
Rasional
a. Penurunan/tidak adanya nadi
jaringan
perifer keperawatan,
diharapkan
berhubungan
dengan tidak
perubahan
trauma
terjadi
pembuluh perfusi
jaringan,
dengan
a. Individu
akan
mengidentifikasi factorfaktor
yang
kehangatan
distal
pada
fraktur
melaporkan
meningkatakan sirkulasi
perifer,
sirkulasi
b. Kembalinya warna harus cepat
c. Lakukan
pengkajian
neuromuskuler,
perhatikan
perubahan
motor
fungsi
keluhan
rasa
terbakardibawah gips
e. Awasi posisi / lokasi cincin
gangguan venal.
c. Gangguan perasaan kebas,
kesemutan, peningkatan/
penyebaran nyeri bila terjadi
sirkulasi pada syaraf, tidak
adekuat atau syarat pusat.
d. Mengindikasikan tekanan
jaringan/iskimeal menimblkan
kerusakan/nekrosis.
e. Alat traksi dapat menyebabkan
tekanan pada pembuluh darah/
penyokong berat
f. Selidiki
tanda
ekstremitas
penurunan
iskemis
syaraf
f. Dislokasi fraktur sendi
tiba-tiba,contoh
suhu
kulit,dan
peningkatan nyeri
sirkulasi
2.
Kerusakan
kulit
integritas
berhubungan
dengan
fraktur
terbuka, pemasangan
traksi
sekrup)
(pen,
kawat,
diharapkan
kulit
pasien
dengan
kriteria
hasil :
- Klien
menyatakan
ketidaknyamanan
menunjukkan
nyaman
bersih,
dan
alat
aman
tenun
(kering,
kencang,
bebat/gips.
Men
cegah gangguan integritas kulit
kerusakan
d. Observasi
kulit/memudahkan
penyembuhan
Men
hilang,
perilaku
Men
sesuai
keadaan
kulit,
kontaminasi fekal.
d.
Men
indikasi,
mencapai
klien.
lesi
terjadi.
3.
Gangguan
fisik
mobilitas
berhubungan
dengan
kerusakan
rangka neuromuskuler
nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
a. Pertahankan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
mobilitas
optimal,
diharapkan
fisik
klien
dengan
criteria
hasil :
pelaksanaan a.
aktivitas
rekreasi
terapeutik
mfokuskan perhatian,
(radio,
koran,
kunjungan
klien.
Klien
dapat
meningkatkan/mempertahan
kan mobilitas pada tingkat
dapat
mempertahankan
posisi
fungsional,
meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit
mengkompensasi
Men
muskuloskeletal,
keadaan klien.
dan
Me
karena imobilisasi.
Me
mpertahankan posisi fungsional
ekstremitas.
melakukan aktivitas.
keadaan klien.
d.
Men
ingkatkan kemandirian klien
f. Dorong/pertahankan
asupan e.
Men
urunkan insiden komplikasi
kulit dan pernapasan
(dekubitus, atelektasis,
penumonia)
f.
Me
mpertahankan hidrasi adekuat,
h. Kolaborasi
pelaksanaan
men-cegah komplikasi
i. Evaluasi
kemampuan
Kal
ori dan protein yang cukup
imobilisasi.
Kerj
asama dengan fisioterapis perlu
untuk menyusun program
Men
ilai perkembangan masalah
klien.
4.
Nyeri
berhubungan
diharapkan
mengatakan
nyeri
fragmen
tulang, berkurang
atau
hilang,
edema,
Pertahankan
a.
malformasi.
jaringan lunak
Tinggikan
posisi b.
tindakan
c.
mampu
berpartisipasi
dalam
beraktivitas,
tidur,
d.
untuk
dan
aktivitas
Me
mpertahankan kekuatan otot
dan meningkatkan sirkulasi
(masase,
vaskuler.
d.
Men
Ajarkan penggunaan
aktivitas dipersional)
c.
tindakan
perubahan posisi)
e.
mengurangi edema/nyeri.
meningkatkan
kenyamanan
b. Menunjukkan
relaksasi
Lakukan
Men
ingkatkan aliran balik vena,
penggunaan keterampilan
Men
Lakukan
e.
kompres
Men
galihkan perhatian terhadap
g.
Kolaborasi
pemberian
analgetik
berlangsung lama.
sesuai f.
indikasi.
Men
urunkan edema dan
mengurangi rasa nyeri.
h.
Evaluasi
keluhan g.
Men
dan
mekanisme penghambatan
non
verval,
perubahan
tanda-tanda vital)
Men
ilai perkembangan masalah
klien.
Resiko
ketidakseimbangan
cairan
berhubungan
pendarahan
elektrolit diharapkan
kebutuhan
kembali normal
masukan cairan
Ansietas berhubungan Setelah diberikan tindakan a. Kaji tingkat kecemasan klien a.
dengan
pembedahan
diharapkan cemas
pasien
berkurang.
Kriteria Hasil:
support
system
dan
motivasi klien
Pasien
menggunakan
mekanisme
koping
b.
c.
yang
e. Jelaskan
efektif
jenis
prosedur
Untuk mengetahui
dan e.
tindakan pengobatan
dapat
mengurangi
ansietas klien
Post Operasi
No
1.
Dx. Keperawatan
Gangguan mobilitas
fisik
dengan
berhubungan
kerusakan
rangka
neuromuskuler, nyeri,
diharapkan
fisik
dengan
klien
Intervensi
a. Pertahankan pelaksanaan aktivitas
rekreasi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman/keluarga) sesuai
keadaan klien.
criteria b. Bantu latihan rentang gerak pasif
Rasional
a. Memfokuskan
meningkatakan
diri/harga
diri,
perhatian,
rasa
kontrol
membantu
terapi
(imobilisasi)
restriktif
hasil :
Klien
dapat
muskuloskeletal,
maupun
yang
sehat
sesuai
keadaan klien.
meningkatkan/mempertaha
nkan
mobilitas
pada
karena imobilisasi.
gulungan trokanter/tangan sesuai c. Mempertahankan
dapat
mempertahankan
indikasi.
posisi d. Bantu dan dorong perawatan diri
fungsional, meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit
dan
mengkompensasi
bagian
tubuh,
(kebersihan/eliminasi)
keadaan klien.
e. Ubah posisi secara periodik sesuai
keadaan klien.
aktivitas.
melakukan
fungsional ekstremitas.
d. Meningkatkan
kemandirian
kondisi
keterbatasan
klien.
e. Menurunkan
sesuai
posisi
asupan
komplikasi
pernapasan
insiden
kulit
dan
(dekubitus,
atelektasis, penumonia)
f. Mempertahankan
hidrasi
adekuat, men-cegah komplikasi
h. Kolaborasi
pelaksanaan
penyembuhan
untuk
dan
proses
mem-
tubuh.
h. Kerjasama dengan fisioterapis
perlu untuk menyusun program
aktivitas fisik secara individual.
i. Menilai perkembangan masalah
2.
Intoleransi
berhubungan
aktivitas
dengan
imobilisasi,
pemasangan gips
a.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
pasien
Rencanakan
periode
klien.
istirahat a. Mengurangi
yang cukup.
cukup
terkumpul
b.
menampakan
kemampuan
memenuhi
untuk
untuk
d.
mengungkapkan
seperlunya
secar optimal.
b. Tahapan-tahapan
yang
membantu
aktivitas
secara
dengan
menghemat
namun
tujuan
proses
perlahan
yang
tenaga
tepat,
mobilisasi dini.
c. Mengurangi pemakaian energi
kembali.
d. Menjaga kemungkinan adanya
respons abnormal dari tubuh
digunakan
diberikan
dibantu.
3.
dapat
aktivitas
kebutuhan
diri.
- Pasien
c.
yang
diharapkan
memiliki
aktivitas
i.
Men
berhubungan
dengan keperawatan
diharapkan
mengatakan
atau
nyeri
fragmen
tulang, berkurang
hilang,
edema,
malformasi.
jaringan lunak
Tinggikan
posisi j.
tindakan
santai,
k.
mampu
berpartisipasi
dalam
beraktivitas,
tidur,
k.
tindakan
m.
relaksasi
situasi individual
Men
Ajarkan penggunaan
aktivitas dipersional)
untuk
Me
mpertahankan kekuatan otot
meningkatkan
posisi)
penggunaan
mengurangi edema/nyeri.
d. Menunjukkan
sesuai
Lakukan
untuk
keterampilan
l.
Men
n.
Lakukan
m.
Men
kompres
o.
Kolaborasi
pemberian
indikasi.
analgetik
berlangsung lama.
sesuai n.
Men
urunkan edema dan
mengurangi rasa nyeri.
p.
Evaluasi
keluhan o.
Men
mekanisme penghambatan
tanda vital)
Men
ilai perkembangan masalah
klien.
4.
Resiko
berhubungan
dengan keperawatan
ketidakadekuatan
klien
diharapkan
mencapai
pertahanan
(kerusakan
purulen
atau
perawatan
luka
sesuai
protokol
b. Ajarkan
Men
cegah infeksi sekunderdan
mempercepat penyembuhan
klien
untuk
luka.
Me
minimalkan kontaminasi.
pemberian
Anti
biotika spektrum luas atau
spesifik dapat digunakan secara
profilaksis, mencegah atau
hasil
laboratorium
lengkap,
pemeriksaan
(Hitung
LED,
darah
Kultur
tetanus.
dan d.
sensitivitas luka/serum/tulang)
Leu
kositosis biasanya terjadi pada
proses infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat terjadi
pada osteomielitis. Kultur
peradangan
untuk mengidentifikasi
lokal
pada luka.
Men
gevaluasi perkembangan
masalah klien.
5.
Kerusakan
kulit
integritas
berhubungan
dengan
fraktur
terbuka, pemasangan
traksi
sekrup)
(pen,
kawat,
diharapkan
kulit
pasien
dengan
kriteria
hasil :
- Klien
menyatakan
ketidaknyamanan hilang,
Men
alat
tenun
kencang,
bantalan
Men
bebat/gips.
menunjukkan
perilaku
kerusakan
Men
cegah gangguan integritas kulit
kulit/memudahkan
penyembuhan
h. Observasi
sesuai
indikasi,
mencapai
keadaan
kulit,
fekal.
d.
Men
waktu/penyembuhan lesi
klien.
terjadi.
6.
dengan keperawatan
pada klien
diharapkan
dapat
menerima
dengan
realitas,
klien
mengekspresikan
untuk a.
ketakutan,
bagian tubuh.
realitas hidup.
b.
Mulai
menunjukan
adaptasi
dan
control
nyeri
kesempata
untuk
dan
rehabilitas.
menyatakan
diri
-
termasuk
Me
mberikan
Eks
Mengenali
dan
c.
Duk
menyatu
perubahan
dalam
terdekat
harga
diri d. Diskusikan
persepsi
pasien
negative
baru/perubahan peran
dan
teman
dapat
dan
menbantu
takut
kehilangan
Men
ingkatkan
sehari-hari.
kemandirian
dan
diri.
Men
ingkatkan
pernyataan
psikiatri.
mengidentifikasi
dan
contoh
konseling
situasi.
g.
Unt
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
5. Evaluasi
Pre operasi:
Dx 1
:
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan
Dx 2
:
Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik
untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi,
mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Dx 3
:
Klien dapat menerima situasi dengan realitas
Dx 4
:
Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
Dx 5
:
Kebutuhan volume cairan pasien yang adekuat.
Dx 6
:
Cemas pasien berkurang.
Post Operasi:
Dx 1
Dx 5
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antara fragmen tulang. Setelah terjadinya fraktur,
bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan
luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Ekstremitas tak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot. Biasanya pasien mengeluhkan cedera pada daerah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Muttaqin, Skep. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem.
Muskuloskeletal. Jakarta: EG
Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan). Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan
Keperawatan Pajajaran Bandung. Cetakan I.
Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius.
PriceS.A., Wilson L. M. 2006. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3
volume 8. Jakarta: EGC.
Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
Uantox. 2012. Fraktur Torakolumbal. http://www.scribd.com/doc/33615745/frakturtorakolumbal.html Diakses tanggal: 19-09-2012. Jam: 21.19 WITA