Você está na página 1de 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan ditambah organ-organ pencernaan

tambahan (aksesori). Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi
atau nutrien, air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam lingkungan internal
tubuh.
Makanan sebagai sumber ATP untuk menjalankan berbagai aktivitas bergantung energi,
misalnya transportasi aktif, kontraksi, sintesis, dan sekresi. Makanan juga merupakan
makanan sumber bahan untuk perbaikan, pembaruan, dan penambahan jaringan tubuh.
Sistem pencernaan tidak dapat melaksanakan fungsinya jika dalam keadaan
terganggu.Walaupun sistem pencernaan mempunyai manfaat yang sangat besar dalam
kehidupan kita, akan tetapi tidak jarang juga kelainan pada sistem ini juga dapat
mengakibatkan kematian.
Salah satunya adalah apendisitis, penyakit ini merupakan penyakit bedah mayor yang
paling sering terjadi dan tindakan bedah segera mutlak diperlukan pada apendisitis akut untuk
menghindari komplikasi yang umumnya berbahaya.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Umum
Untuk mengetahui informasi informasi tentang penyakit Apendisitis terutama
apendisitis akut dan kronik secara lebih dalam dan untuk mendapatkan gambaran yang jelas
mengenai kasus Apendisitis tersebut agar dapat ditangani dengan baik.
1.2.2

Khusus
Agar setiap orang yang mengalami penyakit Apendisitis akut dan kronik dapat

ditanggulangi secara tepat dan cepat oleh bidan sebelum keadaan tersebut semakin parah,

dengan cara memberi pelayanan dan menerapkan asuhan sesuai dengan penetuan yang telah
ditentukan dan diterapkan.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat
dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 ).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
a)

Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu

setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah
bertumpuk nanah.
b)

Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah

sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
2.3 Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat
banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada
lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini apendisitis akut umumnya disebabkan

oleh infeksi bakteri. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks
adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007).
2.4 Patofisiologi
Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat perandangan sebelumnya,
atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyababkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendiksitis akut fokal yang ditandai
dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
di daerah kanan bawah ( apendiksitis supuratif akut).
Aliran arteri kemudian terganggu, sehingga menyebabkan terjadinya infark dinding
apendiks yang diikuti dengan ganggren. Disebut dengan stadium appendicitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh pecah akan terjadi appendicitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kea rah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
appendikularis.

2.5 Manifestasi klinis


a)

Nyeri pada umbilicus atau periumbilikus.

b)

Nyeri menjalar ke kuadran kanan bawah, yang kan menetap dan diperberat jika berjalan
atau batuk.

c)

Anoreksia

d)

Mual dan muntah.

e)

Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonitis.

f)

Nyeri lepas dan spasme.

g)

Bising usus menurun atau tidak sama sekali

h)

Konstipasi

i)

Diare

j)

Disuria

k)

Iritabilitas

l)

Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah
munculnya gejala pertama.

2.6 Penatalaksanaan Appendisitis


2.6.1 Sebelum operasi
1)

Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi

2)

Pemasangan kateter untuk control produksi urin

3)

Rehidrasi

4)

Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi, dan diberikan secara intravena.

5)

Obat obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk
membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.

6)
2.6.2

Bila demam, turunkan segera sebelum diberikan anestesi.


Operasi

1)

Apendiktomi

2)

Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis dan antibiotika.

3)

Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses
mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi
dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

2.6.3

Pasca operasi
1)

Observasi TTV

2)

Angkat sonde lambung

3)

Baringkan pasien dalam posisi fowler.

4)

Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.

5)

Berikan minum mulai 5 ml/jam selama 4 5 jam lalu naikkan menjadi 30


ml/jam.

6)

Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk ditempat tidur selama
230 menit.

7)

Pada hari ke dua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar.

8)

Pada hari ke 7 jahitan dapat diangkat dan pasien boleh pulang.

2.7 Pencegahan
a) Pencegahan pada apendisitis yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi atau
peradangan pada lumen apendik. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi
oleh fecalit dapat terjadi karena tidak adekuatnya diit serat, diit tinggi serat.
b) Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko. Pengenalan
yang cepat terhadap gejala dan tanda apendiksitis meminimalkan resiko terjadinya
gangren, perforasi, dan peritonitis.
2.8 Komplikasi
a)
Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang menjadi
b)
c)
d)

peritonitis atau abses apendiks


Tromboflebitis supuratif
Abses subfrenikus
Obstruksi intestinal

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian

3.1.1 Anamnesa
1)

Data demografi.

Nama, Umur : sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun, Jenis kelamin,
Status perkawinan, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor
register.
2)

Keluhan utama.

Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul
keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat
atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus.
Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
3)

Riwayat penyakit sekarang

Keluhan yang dirasakan oleh pasien mulai pertama / saat dirumah sampai MRS / opname.
4)

Riwayat penyakit dahulu.

Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang


3.1.2
a)

Pemeriksaan Fisik.
B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe,

pernapasan dangkal.
b)

B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.

c)

B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien

nampak gelisah.
d)
e)

B4 (Bladder) :
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau

tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator

untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada


awitan awal dan kadang-kadang terjadi diare.
f)

B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi

duduk tegak.
3.2.3

Pemeriksaan diagnostik

a)

Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai 75%

b)

Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada

c)

Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus terlokalisir

d)

Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara

paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah


e)

Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada

daerah prolitotomi.
f)

Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk

melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.


g)

Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb

(hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis
infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila
terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya
sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit
(sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
(Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 1997)
3.2 Diagnosa keperawatan
1)

Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan/insisi bedah; trauma jaringan; distensi


jaringan usus oleh inflamasi.

2)

Hipertermi b/d proses infeksi.

3)

Resiko kekurangan volume cairan b/d mual dan muntah; kehilangan volume cairan
secara aktif; kegagalan mekanisme pengaturan; pembatasan pasca operasi.

4)

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan ingesti;


digesti; absorpsi.

5)

Cemas b/d perubahan status kesehatan; kemungkinan dilakukannya operasi.

6)

Resiko infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan tubuh ; prosedur invasiv (insisi
bedah).

7)

Kurang pengetahuan b/d kurang terpaparnya informasi ; keterbatasan kognitif.

3.3

Intervensi

No

DX
TUJUAN / KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN

Nyeri b/d
1 terputusnya
kontinuitas
jaringan/insisi
bedah; trauma
jaringan; distensi
jaringan usus oleh
inflamasi.

Tujuan : Setelah dilakukan


tindakan keperawatan selama x
24 jam diharapkan nyeri
berkurang s/d hilang.

INTERVENSI

1. Kajinyeri secara
komprehensif
meliputi lokasi,
keparahan.

Kriteria hasil :
1. Nyeri hilang/ berkurang.
2. Pasien tampak rileks
3. Vital sign dalam batas
normal
4. Skala nyeri 0

2. Kaji pemahaman
nyeri klien,
tentukan tingkat
nyeri yang
dialami.
3. Observasi tanda
vital sesuai data
focus dan tanda
tanda komplikasi :
nyeri abdomen,
demam, muntah,
kekakuan
abdomen,
takikardi.
4. Beri kesempatan
untuk istirahat

TTD

( terutama ila
nyeri timbul),
lingkungan yang
tenang dan
nyaman,
minimalisasi
stressor.
5. Ajarkan tindakan
penurunan nyeri
non invasif :
relaksasi, nafas
dalam.
6. Kolaborasi
dengan dokter
terapi analgetik
dan kaji
keefektifannya.
7. Berikan informasi
yang akurat
termasuk
penjelasan dan
persiapan operasi
jika direncanakan.
Hipertermi b/d
2 proses infeksi

Tujuan : Setelah dilakukan


tindakan keperawatan selama x
24 jam diharapkan suhu tubuh
dalam batas normal
Kriteria hasil :
1. Suhu 36 37 derajat
Celcius

1. Kaji penyebab
hipertermi
2. Observasi suhu
tiap 4 jam
3. Jelaskan pada
klien pentingnya
mempertahankan
masukan cairan
yang adekuat
untuk mencegah
dehidrasi, seacara
oral bila tidak ada
kontra indikasi
atau secara IV
4. Ajarkan upaya
mengatasi
hipertermi :

kompres, sirkulasi
cukup, pakaian
longgar dan
kering,
pembatasan
aktivitas.
5. Kolaborasi
dengan dokter
untuk terapi,
pemeriksaan
laboratorium dan
tindakan medic.
Cemas b/d
3 perubahan status
kesehatan;
kemungkinan
dilakukannya
operasi

Tujuan : setelah dilakukan


tindakan keperawatan x24 jam
diharapkan pasien dalam keadaan
tenang.

1. Klien tampak tenang

1. Berikan informasi
kepada klien
mengenai
prosedur dan
tujuan dilakukan
tindakan
pembedahan

2. Klien mengatakan
mengerti tentang
penyakitnya dan prosedur
tindakan yang akan
dilakukan.

2. Jelaskan kepada
klien mengenai
apa yang akan
dilakukan/dikerjak
an.

Kriteria hasil:

3. Gunakan
pendekatan yang
tenang untuk
meyakinkan klien.
4. Berikan motivasi
kepada keluarga
untuk menemani
klien.
Ketidakseimbangan
4 nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
b/d gangguan
ingesti; digesti;
absorpsi.

Tujuan : setelah dilakukan askep


selama x 24 jam diharapkan
pasien dapat mempertahankan BB
normal atau tetap dengan
kriteria hasil :
1. Nafsu makan meningkat

1. Kaji sejauh mana


ketidakadekuatan
nutrisi klien
2. Perkirakan /
hitung pemasukan
kalori, jaga
komentar tentang

2. Pasien bisa menghabiskan


diit yang diberikan
3. BB konstan atau
bertambah.

nafsu makan
sampai minimal
3. Timbang berat
badan sesuai
indikasi
4. Beri makan
sedikit tapi sering
5. Anjurkan
kebersihan oral
sebelum makan
6. Tawarkan minum
saat makan bila
toleran.
7. Konsul tetang
kesukaan/
ketidaksukaan
pasien yang
menyebabkan
distres.
8. Kolaborasi
dengan tim gizi
dalam memberi
makanan yang
bervariasi

Cemas b/d
5 perubahan status
kesehatan;
kemungkinan
dilakukannya
operasi.

Tujuan : setelah dilakukan askep


selama x 24 jam diharapkan
kecemasan berkurang
kriteria hasil :
1. Klien tampak tenang
2. Klien mengatakan
mengerti tentang
penyakitnya dan prosedur
tindakan yang akan
dilakukan

1. Memberikan
informasi kepada
klien mengenai
prosedur dan
tujuan dilakukan
tindakan
pembedahan
2. Berbincang
dengan klien
mengenai apa
yang akan
dikerjakan
3. Menggunakan
pendekatan yang

tenang untuk
meyakinkan klien
4. Memotivasi
keluarga untuk
selalu menemani
klien
Resiko infeksi b/d
6 tidak adekuatnya
pertahanan tubuh ;
prosedur invasiv
(insisi bedah).

Tujuan : setelah dilakukan askep


selama x 24 jam diharapkan
tidak terjadi infeksi dengan
kriteria hasil :
1. Bebas tanda infeksi atau
inflamasi, ttv dalam
rentang normal

1. Jelaskan pada
pasien tentang
proses terjadinya
infeksi dan tandatanda terjadinya
infeksi.
2. Bersihkan
lapangan operasi
dari beberapa
organisme yang
mungkin ada
melalui prinsipprinsip
pencukuran.
3. Beri obat
pencahar sehari
sebelum operasi
4. Observasi tandatanda vital
terhadap
peningkatan suhu
tubuh, nadi,
adanya
pernapasan cepat
dan dangkal.
5. Kolaborasi
dengan tim medis
dalam pemberian
antibiotik

Kurang
7 pengetahuan b/d
kurang terpaparnya
informasi ;
keterbatasan

Tujuan : Setelah dilakukan askep


selama x 24 jam diharapkan
pasien dapat mengerti tentang
kondisi yang dihadapi saat ini
dengan

kognitif.
kriteria hasil :
1. Menyatakan
pemahamannya tentang
proses penyakit,
pengobatan,
2. Berpartisipasi dalam
program pengobatan, Klien
akan memahami manfaat
perawatan post operatif
dan pengobatannya.
1. Jelaskan pada klien
tentang latihanlatihan yang akan
digunakan setelah
operasi.
2. Kaji ulang
pembatasan
aktivitas paska
operasi
3. Dorong aktivitas
sesuai toleransi
dengan periode
istirahat periodik
4. Identifikasi gejala
yang memerlukan
evaluasi medik,
contoh peningkatan
nyeri,
edema/eritema
luka, adanya
drainase.
5. Menganjurkan
aktivitas yang
progresif dan sabar
menghadapi
periode istirahat
setelah operasi.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
Seorang

perawat

maupun

dokter

seharusnya

memiliki

kemampuan

untuk

mempengaruhi seorang pasien untuk menjalani sebuah metode terapi agar tidak terjadi
keterlambatan pengobatan sehingga komplikasi penyakit lebih berat dapat dihindari. Perawat
juga harus melakukan tindakan segera untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan sesuai
dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
Kami mengharapkan saran-saran yang membanggun dari teman-teman, mengingat
makalah yang kami buat masih sangat jauh dari kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
Doengoes, M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Rothrock, J.C. (2000), Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif, EGC, Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Revisi, EGC, Jakarta.

Você também pode gostar