Você está na página 1de 21

ANALISIS KOMPONEN UNGGULAN

SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH


(PAD) KABUPATEN KAYONG UTARA
Analysis of Main Component of Local Revenue of Kayong Utara Regency

ARTIKEL ILMIAH
Disampaikan sebagai Salah Satu Syarat
dalam Mencapai Gelar S2 Magister Ekonomi (ME)
pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura

Oleh

S AD I K I N
B2051131002

PROGRAM MAGISTER ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016

ANALISIS KOMPONEN UNGGULAN


SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
KABUPATEN KAYONG UTARA
ABSTRACT
This Research entitled Analysis Main Component of Local Revenue of Kayong
Utara Regency," is a case study in Kayong Utara Regency in West Kalimantan. The aim of
research is to determine and analyze the featured components of Loca source of revenue
(PAD) and the competitiveness of the district of Kayong Utara Regency and create or
formulate strategies policies in increased local revenue (PAD).
The method of analysis is typolgi Klasen, by looking at the contribution and growth
of each component of revenue (taxes and retribution) and compare it with the the same
component/variable in the regional in West Kalimantan then segmenting each variable
(component PAD) as income prime, potential, developing and underdeveloped for TPI.
The result shown the Components of KKU PAD consists of 8 types of local taxes
and 16 types of retribution. Based on calculations typology Klassen Typology does not
have a tax component which prima (above average Kalbar both growth and contribution),
but there are still potential components and thrive, namely tax non-metallic minerals and
rocks and amusement tax is a component of the PAD's most advanced and growing
because it has the highest growth over five years for the establishment of the Kayong
Utara Regency. Advertisement tax, hotel tax and BPHTB including potential. While
Groundwater tax, restaurant tax, and entered the category of street lighting tax retarded.
The retribution manage is relatively better, from 16 types of retribution 9 item (56.25%) is
prime, crossing water, recreation and sports, SITU, SIUP, TDP, Fishery and nuisance
permit, Potential retribution including port services, and the fish auction levy. The
developing is Askes PNS on health services, and testing of motor vehicles, as well as
include the category is roadside parking services general, terminal and IMB
Keywords: local taxes, petribusi area, PAD, featured.

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan dana pembangunan yang besar menuntut pemerintah daerah untuk
melakukan upaya-upaya peningkatan pendapatan guna mencukupi kebutuhan dalam
rangka lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dapat dikatakan juga sebagai
peningkatan kinerja keuangan.
Dalam rangka peningkatan kinerja keuangan melalui pemungutan, pengelolaan
PAD dan pendapatan lainnya perlu dibuat suatu kebijakan atau strategi yang tepat, agar
didapat suatu kebijakan yang efektif dan efisien dengan hasil yang optimal. untuk itu perlu
dilakukan kajian atau identifikasi terhadap komponen-komponen sumber pendapatan PAD
yang potensial yang dapat diandalkan dalam mendukung APBD Kabupaten Kayong Utara,
karena selama ini kontribusi PAD dalam APBD Kabupaten Kayong Utara sangat rendah.

Kita ketahui bahwa hampir di setiap daerah rata-rata PAD sangat rendah
kontribusinya terhadap total pendapatan. Beberapa hasil penelitian berkaitan dengan
kinerja pemungutan pajak telah dilakukan diantaranya adalah Penelitian Sarno di
Kabupaten Sakadau pada tahun 2012, menyimpulkan bahwa pendapatan transfer sangat
mendominasi dalam setiap tahun anggaran. Tingginya dana transfer menunjukkan bahwa
Kabupaten Kayong Utara masih ketergantungan pada pemerintah pusat, artinya
kemampuan keuangan daerah masih rendah.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Tahun
2009
2010
2011
2012
2013

PAD
(Juta Rp)
5.468,90
5.949,46
8.467,80
55.407,6
5
15.460,1
2

Jumlah Pendapatan

(Juta Rp)

Rasio PAD terhadap


Total Pendapatan (%)

606.874,15
623.061,22
721.494,14
895.042,74

0,90
0,95
1,17
6,19

920.725,07

1,68

Sumber : DPPKAD Kabupaten Kayong Utara, diolah

Bahwa tingkat kemampuan keuangan daerah (Derajat Desentralisasi Fiskal) yaitu


rasio antara PAD dengan Total Pendapatan Daerah sangat rendah rata-rata dalam 6 tahun
hanya 1,89%. Sementara dalam otonomi daerah dituntut adanya kemandirian daerah
dengan memberdayakan PAD sebagai sumber utama penerimaan daerah.
Hasil penelitian Abubakar di Kabupaten Kayong Utara tahun 2012, menunjukkan
bahwa 1) Komposisi pendapatan daerah Kabupaten Kayong Utara didominasi oleh dana
transfer dari pusat hingga mencapai rata-rata 89,19%, PAD 4,63% dan lain-lain pendapatan
yang sah 6,18%, namun demikian kontribusi PAD Kabupaten Kayong Utaracenderung
meningkat setiap tahun.Hasil perhitungan Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Kayong
Utara dalam Abubakar (2012:2) sangat rendah, rata-rata sebesar 3,70 %. Berdasarkan
penelitian Abubakar juga bahwa rendahnya PAD di Kabupaten Kayong Utara diantanranya
sebagai akibat dari lemahnya dalam sistem pendataan dan penagihan, kualitas SDM yang
rendah low enfocemen yang rendah.
Dari fenomnena dan penjelasan di atas serta dalam upaya peningkatan peranan
PAD Kabupaten Kabupaten Kayong Utaramelalui penelitian ini penulis tertarik untuk
melakukan kajian atau penelitian dengan judul Analisis Komponen Unggulan Sumber
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kayong Utara Penelitian ini intinya adalah
mengidentifikasi jenis atau komponen pendapatan yang potensial dan unggulan untuk
3

dikembangkan, selanjutnya dalam upaya peningkatan penerimaan penulis membuat atau


merumuskan kebijakan atau strategi yang cocok dengan kondisi dan potensi di Kabupaten
Kayong Utara.
1.2. Permasalahan
Pada awal berdiri Kabupaten Kayong Utara kontribusi retribusi cukup tinggi,
namun tahun-tahun selanjutnya kecenderunganya semakin menurun. Untuk Pajak daerah
terjadi fluktuasi yang sangat tajam, dan penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah
baru ada mulai tahun 2012, dengan demikian maka dirumuskan permasalahan penelitian
sebagai berikut :
1. Komponen pendapatan apa saja yang menjadi sumber pendapatan yang potensial dan
unggulan yang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan daerah di Kabupaten
Kayong Utara ?
2. Bagaimana strategi atau kebijakan dalam peningkatan pendapatan pajak dan retribusi
daerah di Kabupaten Kayong Utara ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dan menganalisis komponen pendapatan daerah yang potensial dan
unggulan yang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan dan daya saing daerah
diKabupaten Kayong Utara.
2. Membuat dan merumuskan strategi atau kebijakan dalam peningkatan pendapatan
(PAD) di Kabupaten Kayong Utara.
1.4. Kegunaan Penelitian
a. Penelitian ini untuk memperkaya kajian-kajian empiris, terutama berkaitan dengan
perkembangan pengelolaan keuangan daerah di Indonesia.
b. Diharapkan mampu melahirkan sebuah pemikiran baru berupa konsep, strategi, dan
kebijakan dalam pengelolaan keuangan
c. Menjadi salah satu sumber masukan dan informasi bagi para peneliti yang ingin
mengembangkan studi mendalam tentang keuangan daerah.
d. Bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan, diharapkan mampu memberikan
sumbangan pemikiran bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam

pengambilan kebijakan dalam perencanaan pembangunan, terutama yang berkaitan


dengan pengelolaan keuangan maupun kebijakan di bidang ekonomi lainnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Sentralisasi pemerintahan yang terlalu besar sesungguhnya dapat menimbulkan
berbagai permasalahan pembangunan daerah yang sangat serius. Maka dari itu tuntutan
untuk mengurangi sentralisasi pembangunan sangat diperlukan. Puncaknya terjadi pada era
reformasi dimana masyarakat menuntut untuk dilaksanakannya perubahan secara mendasar
dalam sistem pemerintahan dan pembangunan daerah guna memperbaikan proses
pembangunan secara keseluruhan dengan adanya otomi daerah.
Perkataan otonomi berasal dari bahasa Yunani, outonomous, yang berarti
pengaturan sendiri atau pemerintahan sendiri. Menurut (Sarundajang, 2000) dalam
Sjafrizal (2008:229). pengertian otonomiadalahthe legal self sufficiency of social body
and its actual independence. Artinya bahwa pengertian otonomi menyangkut dengan 2 hal
pokok yaitu: pertama kewenangan untuk membuat hukum sendiri (own laws) dan kedua
kebebasan untuk mengatur pemerintahan sendiri (self government).
Ada da 3 alasan pokok mengapa diperlukan otonomi daerah tersebut menurut
Hidayat Syarief (2000) dalam Sjafrizal (2008:230) :

Pertama adalah Political

Equality, yaitu guna meningkatkan partisipasi politik masayarakat pada tingkat daerah. Hal
ini penting artinya untuk meningkatkan demokratisasi dalam pengelolaan negara. Kedua
adalah Local Accountability yaitu meningkatkan kemampuan dan tanggung jawab
pemerintah daerah dalam mewujudkan hak dan aspirasi masyarakjat di daerah. Hal ini
sangat penting artinya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan sosial di masing-masing daerah. Ketiga adalah Local Responsiveness yaitu
meningkatkan tanggung jawab pemerintah daerah terhadap masalah-masalah sosialekonomi yang terjadi didaerahnya. Unsur ini sangat penting bagi peningkatan upaya
pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sosial di daerah.
2.1. Desentralisasi Pembangunan dan Desentralisasi Fiskal
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut dan guna mencegah terjadinya
disintegrasi bangsa, pada era reformasi Pemerintah Indonesia telah

mengeluarkan

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Nomor 32 tahun 2004 dan Nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam undang-undang tersebut, otonomi daerah diusahakan untuk terwujud


melalui pemberian wewenang yang lebih besar kepada daerah terutama kabupaten dan
kota. Sedangkan kewenangan Pemerintah Pusat dibatasi hanya pada 5 sektor saja yaitu:
pertahanan dan keamanan, politik luar negeri, fiskal dan moneter, peradilan dan agama,
dan pemerintah provinsi diberikan otonomi terbatas dalam pengelolaan pembangunan yang
bersifat lintas kabupaten dan kota yang meliputi sektor perkebunan, perhubungan,
pekerjaan umum dan kehutanan.
Menurut Simanjuntak (1999; 5-6), pendelegasian kewenangan pengelolaan
pembangunan dalam Otonomi Daerah disertai dengan mengidentifikasikan 3 unsur penting
dalam otonomi daerah, yakni :
Pertama, adanya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang berwenang
menentukan pelayanan jasa apa saja yang harus disediakan oleh Pemerintah Daerah
yang bersangkutan dan pengeluaran dana untuk itu. Kedua, adanya kebebasan dan
keleluasaan Pemerintah Daerah untuk menetapkan bentuk organisasi pemerintahan yang
diperlukan dan merekrut sendiri pegawai sesuai kebutuhan daerahnya. Ketiga, adanya
sumber-sumber pendapatan yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah, tetapi ini tidak
berarti bahwa daerah tidak memerlukan subsidi dari Pemerintah Pusat.
Undang-Undang No. 25 tahun 1999 yang telah disempurnakan dengan UndangUndang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.UndangUndang Nomor 33 tahun 2004 ini merupakan dasar dari pelaksanaan desentralisasi fiskal
di Indonesia dimana Pemerintah Daerah diberikan wewenang pengelolaan pengeluaran
keuangan yang lebih besar sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerah. Desentralisasi
fiskal tersebut mencakup pemberian wewenang yang lebih besar kepada daerah dalam
mengelola pengeluaran dan pemasukan pemerintah sesuai dengan ketentuan berlaku.
Dengan

dilakukannya

disentralisasi

fiskal

diharapkan

pemanfaatan

dana

pemerintah akan menjadi lebih terarah dan efisien dengan memperhatikan kebutuhan
masing-masing daerah. Dengan pelaksanaan Undang-Undang tersebut, pemerintah
mencoba untuk mengurangi ketimpangan dan ketidakadilan dalam alokasi sumberdaya
nasional. Untuk itu pemerintah memberikan alokasi keuangan baru untuk daerah yang
dinamakan dengan Dana Perimbangan.
2.2. Manajemen Keuangan Daerah
Manajemen keuangan daerah adalah bagaimana mengatur keuangan daerah yang
meliputi pengelolaan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam APBD, yang disesuaikan
dengan kondisi dan keperluan daerah. Manajemen keuangan daerah harus mampu
6

mengakomodir semua kegiatan yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat, untuk itu
dalam manajemen keuangan tidak boleh terlepas dari rencana kerja, visi, misi, dan tujuan
pemerintah daerah.
Setelah diberi tanggung jawab pemerintah daerah harus mampu melaksanakan
kewajibannya untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan yang dituangkan
dalam visi, misi dan tujuan daerah yang diimplementasikan dalam bentuk perencanaan
pembangunan dan penganggaran daerah, melalui APBD.
Dalam penyusunan anggaran APBD juga mengacu pada 3 undang-undang yakni
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang pengelolaan keuangan negara, Undangundang Nomor 33 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 34
tahun

2004

tentang

perimbangan

keuangan

antara

pemerintah

pusat

dan

daerah.Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 bahwa


komponen pendapatan daerah adalah PAD.
2.3. Prinsip-prinsip pokok Pengelolaan Keuangan Daerah
Pada dasarnya apapun bentuk organisasi, sektor swasta ataupun sektor publik, pasti
akan melakukan penganggaran yang pada dasarnya merupakan cetak biru bagi pencapaian
visi dan misinya. Untuk itu penganggaran dan manajemen keuangan dilaksanakan
berdasarkan pada prinsip-prinsip pokok tertentu. Untuk pemerintah daerah. prinsip-prinsip
pokok dalam penganggaran dan manajemen keuangan daerah menurut World Bank (1998)
dalam Mardiasmo (2002 : 106), harus memenuhi prinsip-prinsip 1) Komprehensif dan
disiplin, 2) Fleksibilitas, 3) Terprediksi, 4) Kejujuran, 5) Informatif, 6).Transparansi dan
Akuntabilitas. Dijelaskan Mardiasmo (2002:106) bahwa :
1. Anggaran daerah harus disusun secara komprehensif dan disiplin, yaitu menggunakan
pendekatan yang holistik dalam diagnosa permasalahan yang dihadapi, analisis keterkaitan
antar masalah yang mungkin muncul, evaluasi kapasitas kelembagaan dan mencari caracara terbaik untuk memecahkannya.
2. Anggaran daerah harusfleksibel, artinya sampai tingkat tertentu, pemerintah daerah harus
diberi keleluasaan yang memadai sesuai dengan ketersediaan informasi-informasi yang
relevan yang dimilikinya. Arahan dari pusat memang harus ada namun tidak sampai
mematikan inisiatif dan prakarsa daerah.

3. Ketepatan dalam memprediksi merupakan faktor penting dalam implementasi Anggaran


Daerah. Bila kebijakan sering berubah-ubah, seperti pengalokasian DAU yang tidak jelas,
maka daerah akan menghadapi ketidakpastian (uncertainty).
4. Kejujuran, tidak hanya menyangkut moral dan etika manusianya tetapi juga menyangkut
keberadaan bias proyeksi penerimaan dan pengeluaran. Sumber bias yang memunculkan
ketidakjujuran ini dapat berasal dari aspek teknis dan politis.
5. Informasi adalah basis kejujuran dan proses pengambilan keputusan yang baik, karenanya,
pelaporan yang teratur tentang biaya, output, dan dampak suatu kebijakan adalah sangat
penting.
6. Transparansi dan Akuntabilitas, bahwa perumusan kebijakan memiliki pengetahuan
tentang permasalahan dan informasi yang relevan sebelum kebijakan dijalankan.
2.4. Pajak Daerah
Pajak daerah merupakan bagian pendapatan asli daerah yang terbesar, kemudian
disusul dengan pendapatan yang berasal dari retribusi daerah. Adapun yang dimaksud
dengan pajak daerah hampir tidak ada bedanya dengan pengertian pajak pada umumnya,
Menurut Suparmoko (2001:56) : pajak daerah yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh
orang pribadi atau badan kepada pemerintah (daerah) tanpa balas jasa langsung yang dapat
ditunjuk, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan peundang-undangan yang berlaku.
Pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari hasil pemungutan
pajak daerah berdasarkan perda. Pajak Daerah adalah jenis-jenis pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah meliputi jenis-jenis pajak yang belum dipungut oleh pusat. Dalam
undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, didefinisikan
bahwa :
Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang di lakukan oleh
orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang
dapat di paksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang di
gunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan
Daerah. Selanjutnya pajak daerah dibedakan atas pajak daerah provinsi dan pajak
daerah kabupaten/kota.
Sesuai dengan Undang-Undang No.28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah kabupaten/kota meliputi :
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
8

5. Pajak Penerangan Jalan;


6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
7. Pajak Parkir;
8. Pajak Air Tanah;
9. Pajak Sarang Burung Walet;
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pajak daerah mempunyai peranan gandayaitu pertama sebagai sumber pendapatan
daerah (budgetary) dan sebagai alat pengatur(regulatory). Dalam hal-hal tertentu suatu
jenis pajak dapat lebih bersifat sebagaisumber pendapatan daerah, tetapi dapat pula suatu
jenis pajak tertentu lebih merupakanalat untuk mengatur alokasi dan distribusi suatu
kegiatan ekonomi dalam suatu daerahatau wilayah tertentu.
Sebagai sumber pendapatan dari pemerintah daerah, setiap pajak harus memenuhi
unsur-unsur Smith's canons, menurut Harold (1951:11-15) dalam Suparmoko (2001:56) yaitu
harus memenuhi unsur a) keadilan (equity),b) unsur kepastian (certainty), c) unsur
kelayakan (convenience), dan d) efisien (economy)dan e) unsur ketepatan (adequacy).
2.5. Retribusi Daerah
Retribusi dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
sebagai akibat adanya kontra prestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah atau
pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah daerah yang langsung dinikmati secara perorangan oleh warga masyarakat dan
pelaksanaanya didasarkan atas peraturan yang berlaku (Halim, 2004:115). Sedangkan
menurut Suparmoko (2001:61) retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
Objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dapat dipungut
retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial
ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Ketentuan mengenai retribusi daerah
menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2009 meliputi tigagolongan retribusi daerah yakni :
1

Retribusi Jasa Umum ;

Retribusi Jasa Usaha ;

Retribusi Perizinan Tertentu.

2.6. Upaya Peningkatan PAD


9

Meskipun PAD sebagai sumber pendapatan daerah yang utama namun dari segi
jumlah hampir di setiap daerah di Indonesia jumlahnya selalu jauh lebih kecil dari dana
perimbangan. Menurut Mahl, Pendapatan Asli Daerah belum dapat diandalkan sebagai
sumber pembiayaan daerah oleh karena : Pertama, relatif rendahnya basis pajak dan
retribusi daerah apalagi dengan diterapkannya UNDANG-UNDANG No. 18 tahun 1997
meskipun sudah diperbaiki terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009,
beberapa pajak atau retribusi yang ditetapkan untuk daerah memiliki basis pungutan yang
relatif kecil. Kedua, peranannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah,
karena sebagian besar penerimaan daerah masih berasal dari pusat. Ketiga, kemampuan
administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah, akibatnya pungutan pajak
cenderung dibebani oieh biaya pungut yang besar.Keempat, kemampuan perencanaan dan
pengawasan keuangan yang lemah sehingga mengakibatkan penerimaan daerah mengalami
kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah (Mahl, 2000: 58-59).
Upaya

meningkatkan

kemampuan

penerimaan

daerah,

khususnya

dalam

penerimaan dari pendapatan asli daerah, harus diarahkan pada usaha-usaha yang terusmenerus dan berkelanjutan agar pendapatan asli tersebut terus meningkat, sehingga dapat
memperkecil ketergantungan pemerintah pusat. Menurut Yustika (2008 : 63-68), dalam
upaya meningkatkan pendapatan asli daerah diantaranya dapat ditempuh melalui :
2.6.1. Intensifikasi
Adalah suatu tindakan atau usaha-usaha untuk memperbesar penerimaan dengan
cara melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat, dan teliti. Dalam upaya intensifikasi
akan mencakup aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek personalianya, yang
pelaksanaannya melalui kegiatan sebagai berikut :
1) Menyesuaikan/memperbaiki aspek kelembagaan/organisasi pengelola pendapatan asli
daerah (dinas pendapatan asli daerah), berikut perangkatnya sesuai kebutuhan yang
terus berkembang, yaitu dengan cara menerapkan secara optimal sistem dan prosedur
mapatda, sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 102 Tahun 1990 tentang Sistem dan Prosedur Perpajakan, Retribusi
Daerah, dan Pendapatan Daerah Lainnya serta Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II seluruh Indonesia, atau yang lebih dikenal
dengan sistem mapatda.
2) Memperbaiki/menyesuaikan aspek ketatalaksanaan, baik administrasi maupun
operasional yang meliputi penyesuaian/penyempurnaan administrasi pungutan,
penyesuaian tarif, dan penyesuaian sistem pelaksanaan pungutan.

10

3) Peningkatan pengawasan dan pengendalian yang meliputi pengawasan dan


pengendalian yuridis, teknis, dan penatausahaan.
4) Peningkatan sumber daya manusia pengelola PAD.
5) Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat membayar pajak maupun retribusi.
2.6.2. Ekstensifikasi
Adalah usaha-usaha untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah yang
baru. Namun, dalam upaya ekstensifikasi ini, khususnya yang bersumber dari pajak dan
retribusi daerah, tidak boleh bertentangan dengan kebijakan pokok nasional, yakni
pungutan pajak dan retribusi yang dilaksanakan tidak semata-mata untuk menggali
pendapatan daerah berupa sumber penerimaan yang memadai, tetapi juga untuk
melaksanakan fungsi fiskal lainnya agar tidak memberatkan masyarakat.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka
meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi ekstensifikasi pemungutan pajak
daerah dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
(Yustika, 2008 : 61) :
1) Memperluas basis penerimaan
2) Antara lain mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah pembayar
pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian, dan menghitung
kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.
3) Memperkuat proses pemungutan
4) Yaitu antara lain mempercepat penyusunan peraturan daerah, mengubah tarif,
khususnya tarif retribusi dan peningkatan SDM.
5) Meningkatkan pengawasan
6) Yaitu dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses
pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak, dan sanksi terhadap pihak
fiskus, serta meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh
daerah.
7) Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan
8) Antara lain memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui penyederhanaan
adminsitrasi pajak, dan meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis
pemungutan.
9) Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik, yaktu
dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah.

III. METODOLOGI PENELITIAN


Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan metode analisis deskriptif kuantitatif,
yakni menggambarkan suatu kondisi/keadaan di suatu tempat dan waktu tertentu, yakni
11

kondisi keuangan, kondisi pengelolaan dan pemungutan pajak dan retribusi di Kabuapten
Kayong Utara. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kuantitatif artinya data yang digunakan dalam analisis berupa perhitungan kalkulasi dan
angka-angkasebagai bahan analisis.
3.3. Kerangka Konseptual Penelitian

12

13

Gambar 3.1
Kerangka Konseptual Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data skunder.Data
sekunderdiperoleh dari laporan realisasi penerimaan daerah dari DPPKAD Kabupaten
Kayong Utaradan Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan yang digunakan
sebagai data pendukung.
Analisis dilakukan dengan metode analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif
dilakukan untuk mengetahui atau menghitung komponen pendapatan yang potensial dan
unggulan yang dilihat dari kontribusi dan pertumbuhannya selama ini. Analisis kuantitatif
dalam penelitian ini adalah dengan menghitung atau mengidentifikasi jenis pendapatan
yang potensial dan unggulan, berkembang atau terbelakang.
Metode untuk menganalisis suatu sektor unggulan yakni :
a. Analisis

Typologi Klassen dalam Widodo (2006:121), yaitu dengan melihat atau

mengkombinasikan antara kontribusi dan pertumbuhan

dari

semua komponen

pendapatan yang terdapat dalam PAD kemudian membuat kriteria sebagai pendapatan
yang prima, berkembang, potensial dan terbelakang. Komponen yang dianalisis dalam
analisis tipologi ini adalah Pajak Daerah dan retribusi daerah
b. Analisis LQ (Location Quotient), adalah untuk menganalisis perbandingan besarnya
perubahan kontribusi PAD KKU dibandingkan 14 kabupaten/kota lain di Kalbar.
c. Analisis Daya Saing Daerah, artinya kekuatan yang dimiliki oleh daerah KKU dalam
bidang tertentu jika dibandingkan dengan daerah lain. Dalam analisis daya saing ini
yaitu dengan melihat atau membandingkan rata-rata

pendapatan PAD (pajak dan

retribusi) yang ada di KKU dengan rata-rata pendapatan PAD (pajak dan retribusi) pada
kabupaten/kota di Kalbar, apakah di atas atau di bawah rata-rata kab/kota Kalbar.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Tipologi Klasen Pajak Daerah
Adapun hasil pengelompokkan atau pengkatagorian pajak daerah adalah :
No
1
2
3
4
5
6

Jenis Pajak Daerah


Pajak Reklame
Pjk Mineral Bkn Logam & Batuan
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Air Tanah

Rij
0,66
2,54
3,29
0,25
0,06
-0,85

Rin
0,16
0,36
0,32
0,32
0,18
-0,53

Kij
0,03
0,20
0,00
0,01
0,28
0,00

Kin
0,06
0,05
0,07
0,14
0,39
0,01

Keterangan
Potensial
Berkembang
Potensial
Terbelakang
Terbelakang
Terbelakang

14

PERTUMBUHAN
7
8

Pajak Hiburan
BPHTB

0,48
0,34

0,30
0,88

0,00
0,47

0,02
0,25

Berkembang
Potensial

Slanjutnya posisi masing-masing komponen PAD dipetakan pada empat kuadran


sebagai berikut :
Rij rin
Rij rin
Prima
Potensial
Kij kin

Kij kin

BPHTB
Pajak Reklame
Pajak Hotel
Berkembang

Terbelakang

Pajak Mineral Bukan Logam


dan Batuan
Pajak Hiburan

Pajak Air Tanah


Pajak Restoran
Pajak Penerangan Jalan

Berdasarkan hasil perhitungan tipologi klassen KKU tidak memiliki komponen


KONTRIBUSI
pajak yang prima (yaitu yang di atas rata-rata
Kalbar baik pertumbuhan maupun

kontribusinya), namun demikian masih terdapat komponen yang potensial dan


berkembang. Pajak mineral bukan logam dan batuan dan Pajak Hiburan merupakan
komponen PAD yang paling maju dan berkembang karena memiliki pertumbuhan paling
tinggi selama 5 tahun selama berdirinya Kabupaten Kayong Utara. Pajak reklame, pajak
hotel dan BPHTB termasuk yang potensial. Sedangkan Pajak Air Tanah, Pajak Restoran,
dan Pajak Penerangan Jalan masuk katagori terbelakang.
4.2.2. Tipologi Retribusi Daerah
Adapun hasil pengelompokkan atau pengkatagorian ditampilkan pada tabel berikut
Rata-Rata Klasifikasi Jenis Penerimaan Retribusi Daerah
di Kabupaten Kayong Utara, 2009-2013
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Jenis Retribusi

Rij

Rin

Kij

Kin

Retribusi Pelayanan kesehatan ASKES PNS


0,6206
0,1087
0,1451
0,7251
Retribusi kartu tanda penduduk
2,0887
0,0124
0,1597
0,0524
Potensial dan Unggulan :
Retribusi Peleyanan Parkir di Tepi Jalan
-0,2281
0,2442 b. Potensial
0,0027
0,0126
a. Prima
Umum
d. Terbelakang
Retribusi Jasa Umum (Pelayanan Pasar)c. Berkembang
0,5238
0,3072
0,0352
0,0161
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
0,3333
0,0328
0,0050
0,0150
Retribusi Pelayanan Pelabuhan
-0,1369
0,1503
0,1061
0,0064
Retribusi penyeberangan di atas air
14,4167
0,2866
0,0166
0,0111
Retribusi tempat rekreasi dan olahraga
0,4644
0,1434
0,2142
0,0027
Retribusi pelelangan ikan
6,3211
3,6238
0,0893
0,0038
Retribusi Teminal
-0,1864
0,1474
0,0038
0,0062
IMB
0,2918
0,2645
0,1094
0,1216
Surat Izi tempat Usaha (SITU)
-0,5915
-0,1818
0,0423
0,0006
SIUP
0,4592
-0,4893
0,0418
0,0023
Ret. Tanda daftar perusahaan (TDP)
-0,5771
-0,3546
0,0398
0,0004
Retribusi izin usaha perikanan
5,4016
0,7045
0,0267
0,0007
Retribusi Izin Gangguan
1,0073
0,2734
0,0378
0,0230

Katagori
Berkembang
Prima
Terbelakang
Prima
Berkembang
Potensial
Prima
Prima
Prima
Terbelakang
Berkembang
Potensial
Prima
Potensial
Prima
Prima

15
KOMPONEN PAD :
1. Pajak Daerah

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan


4. Lain-lain PAD yang sah

Sumber : Data Hasil Hasil Olahan

Dari hasil pengkatagorian tersebut selanjutnya dipetakan pada bentuk kuadran


kartesius sebagai berikut :

Kij kin

Kij kin

Rij rin
Prima
Retribusi Kartu Tanda Penduduk
Ret. Jasa Umum (Pelayanan Pasar)
Retribusi penyeberangan di atas air
Ret. tempat rekreasi dan olah raga
Surat Izi tempat Usaha (SITU)
SIUP
Ret. Tanda daftar perusahaan (TDP)
Retribusi izin usaha perikanan
Izin Gangguan
Berkembang

Rij rin
Potensial

Retribusi Pelayanan kesehatan ASKES PNS


Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

Retribusi Pelayanan
Pelabuhan
Retribusi pelelangan ikan

Terbelakang
Retribusi Peleyanan Parkir di
Tepi Jalan Umum
Retribusi Teminal
IMB

Dilihat dari komponen retribusi terlihat bahwa Kabupaten Kayong Utara lebih
relatif baik dibandingkan dengan rata-rata kabupaten/kota di Kalimantan Barat. Terbukti
dari 16 jenis retribusi terdapat 7 jenis retribusi yang termasuk katagori prima. Artinya
bahwa jenis-jenis retribusi ini lebih baik pertumbuhannya maupun kobtribusinya
dibandingkan rata-rata Kalbar. Disamping itu terdapat 3 item yang potensial, 4 item yang
berkembang dan 2 jenis retribusi yang terbelakang yakni parkir di jalan umum dan
terminal.
4.2.3. Analisis Location Qoutien (LQ) Pajak Daerah
Analisa Berdasarkan Location Quotient (LQ) Antara Pajak Daerah Seluruh
Kab/Kota Kalimantan Barat dengan Pajak Daerah Kabupaten Kayong Utara Tahun 2009
2013 untuk pajak daerah adalah.

NO
1
2
3
4
5
6
7
8

Kebijakan peningkatan PAD


Hasil Analisis LQ Pajak Daerah KKU dengan Kab/Kota Kalbar 1. Regulasi :
- Kebijakan pusat :Undang-Undang 28/200
Rata- Pemunguta
-2013
Perda, Perbup
KETERANGAN
2009
2010
2011
2012
Rata dan SDM pelaksan
2. Penatalaksanaan, Sistem,
Pajak Reklame
0,84
0,33
0,30
0,17
0,36
0,40
Pajak Mineral Bukan
2,08
4,66
1,04
2,04
8,23
Logam dan Batuan
3,61
Pajak Hotel
0,06
0,02
0,06
0,01
0,02
0,03
Daerah:
Pajak Restoran
0,16
0,07
0,01
0,00 Kinerja
0,01 Keuangan
0,05
Realisasi
Penerimaan
PAD
Pajak Penerangan Jalan
1,34
3,48
0,12
0,08
0,18
1,04
(Optimalisasi,
Efektifitas
dan
Efisiensi)
Pajak Air Tanah
0,00
0,00
0,53
0,60
0,45
0,32
Pajak Hiburan
0,00
0,04
0,01
0,00
0,01
BPHTB
0,00
0,00
3,02
1,76
1,23
1,20

Sumber : Data hasil olahan (lampiran 5)

16

Hasil analisa berdasarkan Location Quotient (LQ) Antara 14 Kabupaten Kota di


Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) dengan Kabupaten Kayong Utara antara Tahun 2009
s/d 2013 dapat di simpulkan bahwa Kabupaten Kayong Utara memiliki keunggulan dari
tiga jenis Pajak Daerah dari Delapan Jenis Pajak Daerah yang di pungut Kabupaten
Kayong Utara yaitu Pajak Mineral Bukan Logam, Pajak Penerangan Jalan dan Pajak
BPHTB.
4.2.4. LQ Retribusi
Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) Antara 14 Kabupaten Kota di
Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) dengan Kabupaten Kayong Utara antara Tahun 2009
s/d 2013 dapat di simpulkan bahwa Kabupaten Kayong Utara memiliki keunggulan
sebanyak 12 (Dua Belas) jenis Retribusi Daerah dari Enam Belas Jenis Retribusi Daerah
yang di Pungut di Kabupaten Kayong Utara yaitu Retribusi Kartu Tanda Penduduk,
Retribusi Pelayanan Pasar, Retribusi Pelayanan Pelabuhan, Retribusi Penyeberangan di
Atas Air, Retribusi Tempat Rekreasi dan Oleh Raga, Retribusi Pelelangan Ikan, Izin
Mendirikan Bangunan, Surat Izin Tempat Usaha (SITU), SIUP, Retribusi Tanda Daftar
Perusahaan (TDP) Retribusi Izin Usaha Perikanan dan Retribusi Izin Ganguan.
4.2.5. Analisis Daya Saing
Jika dibandingkan dengan daerah kabupaten/kota lain di Kalbar maka beberapa
komponen pajak KKU memiliki daya saing tinggi dan sebagian ada yang di bawah Kalbar.
Adapun peta daya saing jenis-jenis pajak daerah KKU ditampilkan pada tabel berikut ini.
Perbandingan Rata-Rata Pajak Daerah KKU dan Kab/Kota Kalimantan
Barat (Juta Rp)
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis Pajak Daerah

Rata2KKU

Rata2Kab/Kota

Nilai Selisih

Pajak Reklame
Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Air Tanah
Pajak Hiburan
BPHTB

79,17

617,93

-538,76

978,95

573,07

405,88

11,48
10,88
340,24
22,69
2,92
5.577,97

839,01
1.626,16
3.583,77
64,75
367,80
4.504,32

-827,53
-1.615,27
-3.243,53
-42,06
-364,88
1.073,65

Keterangan
Tidak Berdaya saing
Berdaya saing
Tidak Berdaya saing
Tidak Berdaya saing
Tidak Berdaya saing
Tidak Berdaya saing
Tidak Berdaya saing
Berdaya saing

Sumber : Hasil Olahan

Terlihat bahwa hanya dua jenis pajak daerah yang berdaya saing tinggi yakni pajak
mineral dan BPHTB. Sedangkan jenis pajak lainnya di bawah rata-rata Kalbar. Sedangkan

17

daya saing retribusi, berdasarkan hasil hitungan pada lampiran 4.b. diketahui jenis-jenis
retribusi yang berdasaya saing tinggi atau di atas rata-rata kalbar sebanyak 6 jenis yaitu
Retribusi Pelayanan Pelabuhan, Retribusi tempat rekreasi dan olahraga, Retribusi
pelelangan ikan, Surat Izi tempat Usaha (SITU), Ret. Tanda daftar perusahaan (TDP), dan
Retribusi izin usaha perikanan. Sedangkan 10 sisanya di bawah rata-rata Kalbar.
4.3. Strategi Peningkatan PAD
4.3.1. Ekstensifikasi
Strategi Peningkatan PAD KKU Melalui Ekstensifikasi

N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Strategi
Penggabungan ketiga Perda pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan
Pendataan jumlah rumah walet
Identifikasi objek retribusi Rumah Potong Hewan
Identifikasi objek retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang,
Identifikasi objek retribusi Pelayanan Pendidikan,
Identifikasi objek retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi,
Identifikasi objek retribusi Izin Usaha Perikanan, yang kesemuanya itu
belum efektif dilaksanakan di Kabupaten Kayong Utara.
Identifikasi obj.retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang,
Identifikasi objek retribusi Pelayanan Pendidikan,

4.3.2. Intensifikasi
No
1

2
3
4
5
6

Strategi
Peningkatan kualitas SDM pemungut dengan
memberikan pengetahuan dan penguasaan bidang pajak
dan retribusi terkait dengan pendataan, penetapan,
penagihan, pembukuan, pelaporan, keberatan dan
pengurangan pajak atau retribusi.
Meningkatkan efisiensi administrasi
Menekan biaya pemungutan
Memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui
penyederhanaan adminsitrasi
Meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis
pemungutan.
Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui
perencanaan yang lebih baik yaitu dengan
meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di
daerah.
Membuat target penerimaan bagi petugas pemungut
pajak dan retribusi

Keterangan
Selama ini petugas kurang
memahami prosedur atau standar
operasional (SOP) pemungutan
pajak dan retribusi.
Tidak terlalu berbelit-belit
menghindari pungli
Mengevaluasi prosedur yang
sudah ada
mempertimbangkan biaya dan
hasil yang akan dicapai dai suatu
objek
Penetapan target yang rasional

Memberikan insentif bagi petugas


pemungut yang mencapai target

18

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
1. Komponen PAD KKU terdiri dari 8 jenis pajak daerah dan 16 jenis retribusi daerah.
Berdasarkan hasil perhitungan tipologi klassen KKU tidak memiliki komponen pajak
yang prima (di atas rata-rata Kalbar baik pertumbuhan maupun kontribusinya), namun
masih terdapat komponen yang potensial dan berkembang, yakni pajak mineral bukan
logam dan batuan dan Pajak Hiburan merupakan komponen PAD yang paling maju
dan berkembang karena memiliki pertumbuhan paling tinggi selama 5 tahun selama
berdirinya Kabupaten Kayong Utara. Pajak reklame, pajak hotel dan BPHTB termasuk
yang potensial. Sedangkan Pajak Air Tanah, Pajak Restoran, dan Pajak Penerangan
Jalan masuk katagori terbelakang.
2. Pengelolaan retribusi KKU relatif lebih baik, dar i 16 jenis retribusi 9 jenis (56,25%)
prima terdiri dari retribusi KTP, Pelayanan pasar, Penyebrangan air, rekreasi dan olah
raga, SITU, SIUP, TDP, Usaha Perikanan dan Izin Gangguan. Termasuk Potensial
adalah retribusi pelayanan pelabuhan, dan retribusi pelelangan ikan. Termasuk
berkembang adalah retribusi pelayanan kesehatan ASKES PNS, dan pengujian
kendaraan bermotor, serta termasuk katagori trbelakang adalah pelayanan parkir tepi
jalan umum, terminal dan IMB.
3. Strategi atau kebijakan dalam peningkatan pendapatan (PAD) di Kabupaten Kayong

Utara diantaranya adalah melalui optimalisasi pemungutan sesuai potensi pajak dan
retribusi daerah yakni dengan memperluas basis penerimaan (ekstensifikasi),
peningkatan SDM dan disiplin administrasi pengelolaan. Penambahan terhadap jenisjenis pajak dan atau retribusi yang belum tergarap, terutama pada jenis retribusi jasa
usaha dan perizinan. yang nampak jelas adalah belum adanya realisasi penerimaan dari
pajak restoran dan pajak hiburan di Kabupaten Kayong Utara.
5.2. Saran
1. Dalam upaya peningkatan pajak/retribusi Pemerintah dapat memfokuskan pada jenis
pajak yang berpeluang dan objek yang mudah ditemui di Kabupaten Kayong Utarayakni
pajak restoran, rumah makan, warung makan, warung kopi, kantin, Pajak sarang burung
waletdan juga pajak hiburan yang belum ada kontribusinya selama ini.
2. Terhadap komponen PAD yang maju/prima dan potensial, maupun berkembang perlu
dilakukan pembinaan, pengawasan, dalam implementasi perlu dibuat Peraturan Daerah
dan sistem yang kuat sebagai pemback-up pelaksanaan perda pemungutan
pajak/retribusi, serta peningkatan kualitas SDM pemungut, serta diadakan pengawasan
dari instansi terkait.
3. Dalam proses penetapan jenis-jenis pajak dan atau retribusi perlu mengidentifikasi
mengenai jenis, biaya dan tata cara pemungutan, kalau perlu perlu dilakukan kajian
akademis terlebih dahulu.
19

VI. DAFTAR PUSTAKA


Abubakar, 2013, Analisis Perkembangan KemampuanKeuangan Daerah Kabupaten
Kayong Utara Periode Tahun 2008-2012 Tesis Program Magister Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak (tidak dipublikasikan).
Arikunto, Suharsimi (2006), Prosedur Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Fladona, Rizola, 2014, Analisis Penerimaan Pajak Daerah di Kecamatan Sungai Raya
Kabupaten Kubu Raya, Tesis Program Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi
Universitas Tanjungpura Pontianak (tidak dipublikasikan).
Harold M. Groves, Financing Government, Henry Holt and Company, New York, 1951

Halim, Abdul, 2007, Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah,Pengelolaan


Keuangan Daerah Edisi ke 2, UPP STIM YKPN Yogyakarta
------------, 2004, Bunga RampaiManajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Yogyakarta:
UPP AMP YKPN.
------------, 2007,Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi
Ketiga.Jakarta: Salemba Empat.
Kuncoro, 2007, Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Keempat,
UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Mahl, R, 2000, "Prospek Desentralisasi di Indonesia Ditinjau dari Segi Pemerataan Antar
Daerah dan Peningkatan Efisiensi", Analisis CSIS, No. 1, Tahun XXIX, 54-56.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi, Yogyakarta.
Rahayu, P. Yuni, 2009, Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Melalui
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan (PBBP2) di Dinas
Pendapatan Daerah Kota Sukabumi (DISPENDA) Kota Sukabumi Tesis (tidak
dipublikasikan).
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
------------Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah.
------------Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
------------,Undang-undang 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat
dan Daerah
------------,Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah,
------------,Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang pengelolaan keuangan negara,
------------,Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang pemerintah daerah.
------------,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.

20

Sarno, 2012, Analisis Kemandirian Keuangan Daerah dalam Menunjang Otonomi Daerah
di Kabupaten Sekadau (Tesis ME FE Untan).
Suparmoko, Drs, Ph.D, 2001, Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah,
Andi, Yogyakarta.
Syafrizal, 2008,Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, Universitas Andalas, Padang :
Baduose Media.
Sarno, 2012, Analisis Potensi dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah dalam Mencapai
Kemandirian Keuangan Daerah di Kabupaten Sekadau Tahun 2006-2011, Tesis
Magister Ekonomi Untan) tidak dibpublikasi)
Saputra, Dori, 2014, Analisis Kemandirian Dan Efektivitas Keuangan Daerah pada
Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Barat Tesis, Program Studi
AkuntansiFakultas
EkonomiUniversitas
Negeri
Padang2014.
(Tidak
dipublikasikan).
Sarno,2012,Analisis Potensi dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah dalam Mencapai
Kemandirian Keuangan Daerah di Kabupaten Sekadau Tahun 2006-2011, Tesis
ME FE Untan Poantianak (Tidak dipublikasikan).
Satori,Djaman, at al, 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Alfabeta, CV.
Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Bisnis. Jakarta, PT. Elex Media Komputindo.
Sholikhah, Ratna, 2011, Analisis Kemampuan Kemandirian Keuangan Daerah dan
Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun
Anggaran 2000-2009, Tesis Fakultas EkonomiUniversitas Sebelas
MaretSurakarta.
Widodo, Tri, 2006, Perencanaan Pembangunan : Aplikasi Komputer, Era Otonomi Daerah,
Cetakan Pertama, UPP STIM YPKN Yogyakarta.
Wiratmo, Masykur, 2001, Manajemen Penggalian Potensi Penerimaan Daerah, Makalah
Seminar, Workshop Manajemen Perencanaan Penerimaan Daerah yang
diselenggarakan oleh Suistanable Indonesian Growth Alliance (SIAGA)
bekerjasama dengan STIEKERS, 24 Maret 2001, Yogyakarta.
Wahyuni, Nanik, 2007, Analisis Rasio Untuk Mengukur Kinerja Engelolaan Keuangan
Daerah Kota Malang, Tesis, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UIN Maliki
Malang (tidak dipublikasi)

21

Você também pode gostar