Você está na página 1de 41

1.

Pengertian Emosi
Menurut Goleman (2009:7) akar kata emosi adalah emovere, kata kerja bahasa latin yang
berarti menggerakkan, bergerak, ditambah awalan e- untuk memberi arti bergerak
menjauh, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam
emosi. Goleman (2009:411) melanjutkan emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiranpikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan
untuk bertindak. Menurut Chaplin (Safira dan Nofrans, 2009: 12) emosi sebagai suatu
keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang
mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku. Menurut Sobur (2003:399), pada hakikatnya
setiap orang mempunyai emosi. Sobur (2003:399) mengatakan, dari bangun tidur pagi hari
sampai waktu tidur malam hari, manusia mengalami macam-macam pengalaman yang
menimbulkan berbagai emosi pula. Macam-macam pengalaman manusia yang menimbulkan
emosi menjelaskan secara sederhana bahwa, emosi dapat terjadi berdasarkan pengalaman
yang dilalui oleh manusia dari mulai seseorang bangun hingga seseorang kembali tidur di
malam hari. Emosi menurut English and English (Yusuf, 2008:114), emosi adalah suatu
keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris.
Sarwono (Yusuf, 2008 : 115) berpendapat emosi merupakan setiap keadaan pada diri
seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat
yang luas (mendalam). Menurut Wullur (Sobur, 1003:424) ekspresi sebagai pernyataan
batin seseorang dengan cara berkata, bernyanyi, bergerak, dengan catatan bahwa ekspresi itu
selalu tumbuh karena dorongan akan menjelmakan perasaan atau buah pikiran. Dapat
dikatakan emosi adalah keadaan perasaan individu berkenaan dengan perasaan takut, sedih,
senang, dan marah, baik secara mendalam ataupun dangkal yang tampak dari perubahan
jasmaninya atau ekspresi sebagai cermin dari jiwanya, dan semua itu berdasarkan
pengalaman individu itu sendiri.
Manusia memiliki dua pikiran yaitu berpikir (tindakan pikiran rasional) dan merasa (tindakan
pikiran emosional). Pikiran rasional dan pikiran emosional tidak bisa dipisahkan dan saling
mempengaruhi dalam membentuk kehidupan mental manusia. Menurut Goleman (2009:11)
biasanya ada keseimbangan antara pikiran emosional dan pikiran rasional, emosi memberi
masukan dan informasi kepada proses pikiran rasional dan pikiran rasional memperbaiki dan
terkadang memveto masukan-masukan emosi tersebut. Goleman (2009:12) melanjutkan
perasaan sangat penting bagi pikiran, pikiran sangat penting bagi perasaan. Tetapi, bila
muncul nafsu, keseimbangan itu goyah; pikiran emosional-lah yang menang, serta menguasai
pikiran rasional. Pikiran emosional jauh lebih cepat dibandingkan dengan pikiran rasional.
Kecepatan pikiran emosional mengesampingkan pemikiran hati-hati dan analitis yang
merupakan ciri khas akal yang berpikir. Goleman (2009:416) berpendapat pikiran rasional
membutuhkan waktu lebih sedikit lama untuk mendata dan menanggapi daripada waktu yang
dibutuhkan oleh pikiran emosional, maka dorongan pertama dalam suatu situasi emosional
adalah dorongan hati, bukan dorongan kepala.
2. Bentuk-Bentuk Emosi
Emosi memiliki enam karakteristik: (a) emosi berasal dari proses bio-evolusi, (b) emosi
biasanya tanggap terhadap rangsangan ekologis yang berlaku, tetapi emosi mungkin
dipengaruhi oleh temperamen / kepribadian, evolusi budaya, dan proses epigenetik lainnya;
(c) emosi biasanya diaktifkan oleh sebuah proses persepsi yang sederhana (misalnya, melihat
ular di jalan anda) yang tidak memerlukan penilaian yang kompleks atau kognisi orde tinggi,

dan mereka sering beroperasi dengan pesat dan lebih atau kurang secara otomatis; (d)
perasaan yang unik / komponen motivasi adalah fase dari proses neurobiologis evolusi
berasal (ch. Langer, 1967/1982); (e) setiap emosi urutan pertama memiliki fungsi regulasi
yang unik yang memodulasi kognisi dan tindakan; (f) berbeda dengan negara afektif siklus
atau proses seperti lapar, haus, dan gairah seksual, emosi menyediakan sumber terus-menerus
motivasi dan informasi yang memandu kognisi dan tindakan. (Izard, 2011:373).
Suatu fungsi psikis, seperti halnya emosi, selain diperoleh dari lahir, juga dipengaruhi oleh
lingkungan (Sobur, 2003:428). Emosi merupakan sesuatu yang berkembang. Pada anak kecil
terdapat bebrapa emosi dasar yang kemudian akan berkembang menjadi macam-macam
emosi yang lain. Watson (Sobur, 2003:428) menyatakan manusia pada dasarnya mempunyai
tiga emosi dasar, yaitu:
1. fear, yang nantinya berkembang menjadi anxiety (cemas)
2. rage, yang akan berkembang antara lain menjadi anger (marah)
3. love, yang akan berkembang menjadi simpati.
Syamsudin (2004:114) menggolongkan bentuk-bentuk emosi sebagai berikut:
1. Amarah : beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu,
rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barang kali yang paling hebat,
tindak kekerasan dan kebencian patologis.
2. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian,
ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.
3. Rasa rakut : cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada,
sedih, tidak tenang, ngeri, kecut; sebagai patologi, fobia dan panik.
4. Kenikmatan : bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga,
kenikmatan indrawi, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa,
senang sekali, dan batas ujungnya, mania.
5. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,
hormat, kasmaran, kasih.
6. Terkejut : terkejut, terkesiap, takjub, terpana.
7. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
8. Malu : rasa bersalah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Emosi
Menurut Hurlock (1997:6) faktor yang memainkan peranan penting dalam perkembangan
adalah kematangan dan belajar. Kematangan adalah terbukanya sifat-sifat bawaan individu
(Hurlock, 1997:6). Menurut Syamsudin (2004:79) kematangan menunjukkan kepada suatu
masa tertentu yang merupakan titik kulminasi dari suatu fase pertumbuhan sebagai titik tolak

kesiapan dari suatu fungsi psikofisik untuk menjalankan fungsinya. Pola kematangan emosi
pada tahun pertama perkembangan individu menjadi dasar bagi perkembangan emosi.
Hurlock (1997:6) menyatakan belajar adalah perkembangan yang berasal dari latihan dan
usaha pada pihak individu. Belajar dalam kaitannya dengan perkembangan emosi individu
dapat dilakukan dengan belajar cara mengekspresikan emosi, dan belajar memahami
peristiwa yang menimbulkan emosi (Hilgard, 1962:169). Belajar yang dilakukan individu
dapat mengubah cara individu mengekspresikan emosi. Perkembangan emosi individu
dipengaruhi kebudayaan dan lingkungan disekitar individu. Cara individu untuk
mengekspresikan emosi dipelajari dari kebudayaan dan kebiasaan tempat tinggal individu.
Karena pengaruh kebudayaan, dalam perkembangan emosi terdapat pola-pola ekspresi dan
pengendalian emosi, yaitu berada pada halaman berikut (Sukmadinata, 2003:83):
1. Pertama, spontanitas dan Pengendalian. Anak pada umumnya sangat spontan dalam
menyatakan emosinya, tetapi karena pengaruh dari kebudayaan individu dituntut
harus dapat mengendalikan ekspresi emosinya.
2. Kedua, karena faktor kebudayaan tidak semua rangsangan emosional dapat
dinyatakan sebagaimana keinginan individu. Ekspresi emosi yang dapat diterima
masyarakat dapat dinyatakan sesuai dengan keinginan individu, tetapi yang negatif
atau ditolak oleh masyarakat perlu ditahan dan ditekan. Anak-anak sering dilarang
menangis, tertawa terbahak-bahak, marah, takut dan sebagainya, dalam
perkembangan emosi-emosi ini terpaksa ditekan, tidak dinyatakan.
3. Ketiga, ekspresi langsung atau tersembunyi. Emosi-emosi yang dimiliki intensitas
tinggi seperti benci, permusuhan dan sebagainya, mungkin dapat dinyatakan secara
langsung, mungkin juga tidak. Pada umumnya emosi-emosi demikian, bukan hanya
ditahan atau ditekan, tetapi disembunyikan.
Penilaian seseorang terhadap setiap permasalahan yang dihadapi tidak terlepas dari faktorfaktor yang mempengaruhi. Goleman (2009:6) berpendapat penilaian kita terhadap setiap
permasalahan pribadi dan reaksi terhadapnya terbentuk bukan hanya oleh penilaian rasional
atau sejarah pribadi kita, melainkan juga oleh pengalaman nenek moyang kita. Penilaian
atau persepsi seseorang terhadap permasalahan yang dihadapi akan mempengaruhi dalam
bertindak. menurut Goleman (2009:318) kemampuan emosional kita bukanlah harga mati;
dengan pelajaran yang tepat, kemampuan itu dapat diperbaiki. Alasannya terletak pada
bagaimana otak manusia menjadi matang. Keterampilan sosial dan keterampilan emosional
dapat diberikan bagi peserta didik, diantaranya sebagai berikut (Goleman, 2009:403)
1. Kesadaran-diri emosional; (a) perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya
sendiri, (b) lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul, (c) mengenali
perbedaan perasaan dengan tindakan.
2. Mengelola emosi; (a) toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan
amarah, (b) berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan di ruang kelas,
(c) lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat, tanpa berkelahi, (d)
berkurangnya larangan masuk sementara dan skorsing, (e) berkurangnya perilaku
agresif atau merusak diri sendiri, (f) perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri,
sekolah, dan keluarga, (g) lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa., (h)
berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan

3. Memanfaatkan emosi secara produktif; (a) lebih bertanggung jawab, (b) lebih mampu
memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan menaruh perhatian, (c) kurang
impulsif; lebih menguasai diri, (d) nilai pada tes-tes prestasi meningkat.
4. Membaca emosi; (a) lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, (b)
memperbaiki empati dan kepekaan terhadap perasaan orang lain, (c) lebih baik dalam
mendengarkan orang lain.
5. Membina hubungan; (a) meningkatkan kemampuan menganalisis dan memahami
hubungan, (b) Lebih baik dalam menyelesaikan pertikaian dan merundingkan
persengketaan
3)

Lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam hubungan

4)

Lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi

5)

Lebih populer dan mudah bergaul; bersahabat dan terlibat dengan teman sebaya

6)

Lebih dibutuhkan oleh teman sebaya

7)

Lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa

8)

Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dalam kelompok

9)

Lebih suka berbagi rasa, bekerja sama, dan suka menolong

10) Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain.


Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi.
Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi berkembangnya emosi atau
perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan
cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis (Yusuf,
2008:196).
Menurut Ahmadi (1998:102) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi emosi remaja
sebagai berikut:
1. Keadaan jasmani
Apabila kedaan jasmani kurang sehat, dapat mempengaruhi emosi yang ada pada remaja,
terutama siswa kelas unggulan. Pada umumnya remaja yang dalam keadaan sakit, sifatnya
lebih perasa dibandingkan remaja yang sehat.
1. Keadaan dasar remaja (pembawaan)
Berhubungan dengan struktur pribadi remaja. Ada remaja yang mudah marah, sebaliknya ada
remaja yang sukar untuk marah. Dengan demikian, struktur pribadi remaja akan turut
menentukan mudah tidaknya remaja mengalami suatu perasaan.
1. Keadaan remaja pada suatu waktu, atau keadaan temporer remaja

Remaja yang pada suatu waktu sedang kalut pikirannya, akan mudah sekali mengalami emosi
negatif dibandingkan remaja yang dalam keadaan normal.

1. 4.

Perkembangan Emosi Remaja

Menurut Syamsudin (2004:114) emosi dapat didefinisikan sebagai suatu suasana perasaan
yang kompleks dan getaran jiwa yang menyertai atau muncul sebelum/sesudah terjadinya
perilaku.
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi.
Perubahan fisik dan kelenjar serta lingkungan mempengaruhi perkembangan emosi pada
remaja. Perubahan fisik pada remaja, terutama organ-organ seksual yang mempengaruhi
berkembangnya perasaan dan dorongan-dorongan yang baru dialami sebelumnya, seperti rasa
cinta, rindu dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis mempengaruhi
perkembangan emosi yang tinggi pada remaja. Meningginya emosi remaja dipengaruhi juga
ketika remaja berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan ketika
di masa kanak-kanak remaja kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan
tekanan sosial dan kondisi yang baru.
Pada usia remaja awal, perkembangan emosi menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif
yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial. Menurut Hurlock (1997:213)
meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali dan tampak irrasional, tetapi
pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku emosional. Remaja akhir
sudah mampu mengendalikan emosi. Untuk mampu mengendalikan emosi, sangat
dipengaruhi oleh kondisi sosioemosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan
kelompok teman sebaya.
Menurut Hurlock (1997:213) pola emosi masa remaja sama dengan pola emosi masa kanakkanak. Perbedaan terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan derajat, dan
khususnya pada pengendalian individu terhadap ungkapan emosi pada remaja. Remaja tidak
lagi mengungkapkan emosinya dengan cara yang dilakukan seperti anak-anak.
1. 5.

Karakteristik Emosi Remaja

Santrock (2007: 201) mengatakan sesungguhnya, emosi dilibatkan di berbagai aspek


kehidupan remaja, mulai dari fluktuasi hormonal dari masa pubertas hingga kesedihan dari
depresi remaja. Senada dengan Harlock (1997:213), pola emosi remaja dengan pola emosi
pada kanak-kanak perbedaannya terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan
derajat, dan khususnya pada pengendalian latihan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Kemudian lanjutnya, remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dan dengan cara gerakan
amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau
dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan amarah.
Emosi memainkan peranan utama dalam kehidupan seseorang, maka seseorang harus
memiliki kestabilan emosi guna menuju kehidupan yang efektif. Remaja yang
mengekspresikan emosinya dengan meledak-ledak dan kurang memiliki emosi yang stabil
dikhawatirkan akan menimbulkan konflik baik pada dirinya maupun orang-orang
disekitarnya.

Menurut Saarni (Santrock, 2007: 202) di masa remaja, individu cenderung lebih menyadari
siklus emosionalnya, seperti perasaan bersalah karena marah. Kesadaran akan siklus
emosionalnya dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi emosi-emosinya ke
orang lain. Sebagai contoh, remaja menjadi menyadari pentingnya menutupi rasa marah
dalam relasi sosial. Remaja juga lebih memahami kemampuan mengkomunikasikan emosiemosinya secara konstruktif dapat meningkatkan kualitas relasi mereka.
Menurut Biehler (Sunarto, 2002:155) ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia,
yaitu usia 1215 tahun dan usia 1518 tahun. Ciri-ciri emosional remaja usia 12-15 tahun :
1. Pada usia ini seorang peserta didik/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat
diterka.
2. Peserta didik mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal
rasa percaya diri.
3. Ledakan-ledakan kemarahan mungkin saja terjadi.
4. Seorang remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan
pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri.
5. Remaja terutama siswa-siswa SMP mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka
secara lebih obyektif.
Ciri-ciri emosional remaja usia 1518 tahun :
1. Pemberontakan remaja merupakan pernyataan-pernyataan/ekspresi dari perubahan
yang universal dari masa kanak-kanak ke dewasa.
2. Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik
dengan orang tua mereka.
3. Siswa pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak di
antara mereka terlalu tinggi menafsirkan kemampuan mereka sendiri dan merasa
berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.
1. C.

Problema

Berdasarkan pemaparan para ahli, masa remaja ialah masa dimana individu sedang
mengalami perkembangan emosi yang memuncak yaitu dalam arti sangat mudah untuk
berubah-ubah, mudah meledak dan berlangsung lebih sering sebagai akibat dari perubahan
dan pertumbuhan fisik.
Menurut Hurlock (1997:212) secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode
badai dan tekanan, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari
perubahan fisik dan kelenjar. Oleh karena itu remaja diharapkan memiliki kompetensi
emosional untuk meminimalisir timbulnya problematika yang berkaitan dengan emosional
remaja. Sarni (Santrock, 2007:203) menggambarkan kompetensi emosional yang perlu
dikembangkan pada fase remaja meliputi :

1. Menyadari bahwa ekspresi emosi memainkan peranan penting dalam relasi. Contoh
perilaku yang ditunjukan adalah dengan mengetahui bahwa mengekspresikan
kemarahan kepada seorang sahabat dapat membahayakan persahabatan.
2. Secara adaptif mengatasi emosi-emosi negatif dengan menggunakan strategi regulasi
diri yang dapat menurunkan identitas dan lamanya kondisi-kondisi emosional. Contoh
perilaku yang ditunjukan adalah mengurangi kemarahan dengan menghindari situasi
negatif dan terlibat dalam aktifitas yang dapat mengalihkan perhatiannya.
3. Memahami bahwa kondisi emosional di dalam diri tidak berkaitan dengan ekspresi
keluar. Ketika remaja mereka boleh memahami bagaimana perilaku emosionalnya
dapar mempengaruhi orang lain, dan belajar mempertimbangkan cara-cara
menampilkan dirinya. Contoh perilaku yang ditunjukan adalah mengenali bahwa
seseorang dapat merasa marah, namun dapat mengelola ekspresi emosinya sehingga
dapat menjadi tampak netral.
4. Menyadari bahwa kondisi emosionalnya tanpa menjadi terperangkap. Contoh perilaku
yang ditunjukan adalah mampu membedakan antara kesedihan dengan kecemasan dan
berfokus kepada upaya mengatasi dibandingkan terperangkap oleh perasaan-perasaan
ini.
5. Mampu memahami emosi-emosi oranglain. Contoh perilaku yang ditunjukan dengan
menangkap bahwa orang lain itu sedang merasa sedih atau takut.
Untuk memperjelas pembahasan, dapat dilihat pada matriks berikut ini :

Kompetensi
Menyadari bahwa ekspresi emosi memainkan peranan
penting dalam relasi

Problematika

Agresivitas (Tawuran, twitwar,konflik


dengan teman)

Represi

Secara adaptif mengatasi emosi-emosi negatif dengan

menggunakan strategi regulasi diri yang dapat menurunkan


identitas dan lamanya kondisi-kondisi emosional

Fenomena Geng diantara Remaja

Memahami bahwa kondisi emosional di dalam diri tidak


berkaitan dengan ekspresi keluar. Ketika remaja mereka
boleh memahami bagaimana perilaku emosionalnya dapar
mempengaruhi orang lain, dan belajar mempertimbangkan
cara-cara menampilkan dirinya

Galau

Menyalahkan orang lain

Bullying

Cyberbullying

Menyadari bahwa kondisi emosionalnya tanpa menjadi


terperangkap

Bunuh Diri

Berlarut dalam masalah (Galau) Hingga


merusak diri sendiri

Mampu memahami emosi-emosi oranglain

Konflik Sosial

Ketidakpekaan terhadap lingkungan sosia

Berita Berkaitan dengan Emosi Remaja


No
1

Tanggal dan Sumber


23 Maret 2010
Kompas.com

23 Februari 2008
Kompas.com

16 Maret 2012
Kompas.Com

29 September 2013
Tempo.co

29 September 2013
Tribunnews.com

1. D.

Sinopsis Berita
Syandi Aditya (16) anggota geng motor XTC, warga Desa
Cangkuang Kulon Kec.Dayeuh Kolot Kab. Bandung,
ditemukan tewas setelah nekat melompat ke Sungai
Citarum karena tidak kuat dipukuli oleh 10 orang
kawanan geng motor GBR. Dua dari sepuluh pelaku
berhasil diamankan. Diantaranya adalah Al dan Og (16).
Karena putus cinta, dua remaja putri Nesi (14) dan
Lismawati (16) kompak gantung diri di rumah orangtua
Nesi yaitu Sudri warga Desa Gunung Agung, Kecamatan
Semendo Darat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera
Selatan, Jumat (22/2) dini hari.
Seorang remaja berusia 16 tahun berinisial AD ditangkap
aparat Kepolisian Sektor Parung karena mencuri sepeda
motor di Pasar Parung, Desa Waru, Kecamatan Parung,
Kabupaten Bogor, Kamis (15/3/2012) sekitar pukul 20.00.
AR 15 tahum siswa SMP di Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, tega membunuh teman sekelasnya, Vindi Desi, 14
tahun. Teman sekelompok belajar dalam kelasnya itu
meludahinya sehingga membuat AR tersinggung.
FI (16), siswi salah satu SMK di Kabupaten Bogor
ditusuk berulang kali oleh kekasihnya sendiri, AR (16),
Sabtu (28/9) siang sekitar pukul 14.30. Aksi penganiayaan
itu dipicu kepanikan AR setelah korban mengaku hamil
dan meminta pertanggungjawaban

Impilkasi terhadap Bimbingan dan Konseling

Emosi memiliki peranan penting dalam kehidupan individu khususnya dalam hal ini ialah
remaja. Remaja memiliki emosi yang fluktuatif dan mudah meledak. Emosi remaja bersifat
aktif dan reaktif, serta lebih menunjukkan emosi-emosi yang negatif. Masa remaja adalah
masa peralihan dan perubahan, secara fisik maupun psikis. Perubahan-perubahan hormonal
yang dialami remaja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan stabilitas
emosi pada remaja. Selain perubahan hormonal, lingkungan, masalah-masalah akademik,
pengaruh kebudayaan, keadaan ekonomi dan pembawaan juga mempengaruhi perkembangan
stabilitas emosi remaja.
Remaja yang mengekspresikan emosi dengan cara negatif membutuhkan dukungan
kematangan perkembangan penalaran moral yang baik. Penalaran yang dimaksud ialah

pengetahuan atau wawasan mengenai hubungan antara diri dan orang lain. Perkembangan
penalaran moral yang baik dengan didukung stabilitas emosi yang baik pula, maka akan
membantu remaja dalam pengambilan keputusan atau menyelesaikan masalah-masalah yang
dialami tanpa menimbulkan konflik, baik untuk dirinya maupun dengan orang lain.
Oleh karena itu dibutuhkan bantuan secara khusus agar remaja mampu mengendalikan emosi
dengan benar, sehingga ekspresi-ekspresi emosi remaja yang cenderung labil, negatif, dan
fluktuatif dapat diminimalisir. Kebutuhan akan bantuan tersebut dapat menjadi dasar dalam
pemberian layanan bimbingan dan konseling pada remaja.
Pemberian bantuan melalui layanan bimbingan konseling diharapkan mampu mengarahkan
remaja agar memiliki stabilitas emosi yaitu mampu untuk mengendalikan emosi,
mengungkapkan emosi dengan tepat, mampu menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan
konflik, dan mampu menyesuaikan perilaku serta perasaan yang ditampilkan dengan
lingkungan disekitar. Berikut ini matriks penjelasan yang lebih detail :

Jenis Implikasi

Uraian

Landasan Teori

Kompetensi Konselor
1. Memiliki stabilitas emosi
1. Lebih banyak mendengar
daripada berbicara
1. Merefleksikan emosi
remaja
1. Kompetensi
Pribadi Konselor

Penguasaan Teknik Konseling

Rational Emotive
Expressive writing

1. Mendengar tanpa
melabeli serta tidak
banyak bicara , membuat
remaja dihargai dan
membuat konselor
dipercaya (Forgatch &
Patterson, 1989).
2. Merefleksikan emosi
seseorang membantu
untuk memahami
emosinya
American Psychology
Association)

RET Menghilangkan gangguangangguan emosional yang


merusak diri sendiri seperti rasa
takut, rasa bersalah, rasa
berdosa, rasa cemas, merasa
was-was, rasa marah (Corey ,
2007) .
Expressive writing mampu
menurunkan kecemasan dan
depresi pada remaja
(Pennebaker, J.W, 1997)

Pengembangan Program

Pemberdayaan Komunitas Siswa Berkumpul dengan teman

sebaya pada dasarnya berfungsi


sebagai pembentukan identitas
diri dan nilai moral bagi remaja
(Bishop &
Inderbitzen, 1995)
Materi Layanan

Memahami emosi

Inventori Tugas Perkembangan

Mengekspresikan emosi secara


bijaksana

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (1998). Psikologi Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


Alex Sobur. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Bishop, J. A., & Inderbitzen, H. M. (1995). Peer acceptance and friendship: An investigation
of their relationship to self-esteem. Journal of Early Adolescence, 15, 476-489.
Corey Gerald. (2007). Teori dan Paktek Konseling & Psikoterapi, PT Refika Aditama :
Bandung
Forgatch, M., & Patterson, G. (1989). Parents and adolescents: Living together (Part 2:
Family problem solving).Eugene, OR: Castalia Publishing Company
Goleman, Daniel. (2002). Kecerdasan Emosional. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hilgard, Ernest. (1962). Introduction in Psychology. New York: Hurcourt Brace and World
Inc.
Hurlock E. B. (1997). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Izard, C.E. (2011). Forms and Function of Emotion: Matters of Emotion-Cognition
Interactions. Journal of Emotion Review. 3, (4), 371-378.
Pennebaker, J.W. (1997). Writing about emotional experiences as a therapeutic process.
American Psychological Society, 8 (3), 162-166.
Safira, T dan Norfrans E.S. (2009). Manajemen Emosi. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Sukmadinata, N.S. (2003). Landasan Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya

Sunarto.(2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rineka Cipta


Santrock, John W. (2007). Remaja : Ed 11 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Syamsudin, A. (2004). Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosdakarya
The Americn Psychological Association.(2002). References to Developing Adolescents. USA
Yusuf, Syamsu. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Rosdakarya

kuesioner kecerdasan emosional


Kecerdasan Emosional
Konsep kecerdasan emosi pertama kali diperkenalkan oleh Coleman (1995). Menurutnya,
kemampuan individu dalam mengelola emosinya akan membantu kesuksesan di masa datang.
Terdapat 5 aspek utama dalam kecerdasan emosional yaitu:

a. Kesadaran diri (self-awareness) yaitu kemampuan individu untuk menyadari dan


memahami keseluruhan proses yang terjadi di dalam dirinya, perasaannya, pikirannya, dan
latar belakang tindakannya.
b. Kemampuan mengelola emosi (managing emotions) yaitu kemampuan individu untuk
mengelola dan menyeimbangkan emosi-emosi yang dialaminya baik yang berupa emosi
positif maupun emosi negatif.
c. Optimisme (motivating oneself) yaitu kemampuan individu untuk memotivasi diri ketika
berada dalam keadaan putus asa, dapat berpikir positif, dan menumbuhkan optimisme dalam
hidupnya.
d. Empati (empaty) yaitu kemampuan individu untuk memahami perasaan, pikiran, dan
tindakan orang lain berdasarkan sudut pandang orang tersebut.
e. Keterampilan sosial (social skill) yaitu kemampuan individu untuk membangun
hubungan secara efektif dengan orang lain, mampu mempertahankan hubungan sosial
tersebut dan mampu menangani konflik-konflik interpersonal secara efektif.
Contoh tes Emotional Quotient (Kecerdasan Emosional)
Anda diminta menjawab pernyataan-pernyataan berikut dengan memberi tanda (4) pada
kolom yang telah disediakan. Isilah pernyataan sesuai dengan kenyataaan yang ada pada diri
Anda. Kejujuran Anda sangat dibutuhkan dalam tes ini.
Pernyataan- Sering- Jarang Kadang- Tidak
No
pernyataan kali Jarang Kadang Pernah
1
Saya
mampu
menghu bungkan
tanda dari
gejala
fisiologis
yang
berbeda
dengan
suasana
emosi yang
berbeda
pula
2 Saya mampu
mengelola emosi
saya meski dalam
keadaan penuh
tekanan
3 Saya mampu
memacu semangat
belajar
saya meski dalam
pribadi
saya
sedang penuh
masalah
4 Saya mampu
memahami
akibat dari
perilaku saya

6*

7*

8*

9*
10*

11

12

13

sendiri terhadap
orang lain
Saya mampu
menenangkan
din saya sendiri
dengan baik ketika
dalam keadaan
emosi-emosi
negatif
(misal marah,
benci, kecewa, dll)
Saya tidak mampu
memahami
gejolak
emosi
saya sendiri
Kadang saya
bingung dengan
perubahan
perasaan yang
terjadi dalam
diri saya
Saya sulit
memahami orang
lain
Ketika saya sedih,
saya tidak bisa
berbuat apa-apa
Ketakutan
membuat saya
ragu-ragu di
dalam mengambil
keputusan
Walaupun hambatan
menghadang
saya,
tetapi saya selalu
memacu
semangat saya
untuk berhasil
Sava
selalu memotivasi
diri sendiri untuk
mencapai
hasil yang terbaik
Saya
berusaha
tenang
dalam
menghadapi

kesulitan
14 Saya berusaha
meyakinkan
diri
saya
untuk
menang
ketika
berada
dalam kesulitan
15 Saya mudah
memaafkan
kesalahan orang
lain
16* Saya cenderung
dendam
terhadap
orang
yang
telah
menyakiti
hati saya
17*Saya mudah marah
bahkan pada halhal
yang
sebenamya
tidak
terlalu pribadi
18*Saya sering pesimis
dalam menghadapi
kesulitan
19*Saya takut sekali
akan
kegagalan
20*Saya sering diliputi
perasaan benci yang
berlarut-larut
21Saya mudah
melepaskan
diri dari perasaan
kecewa, sedih,
atau marah yang
berlarut-larut
22Saya bisa merasakan
kalau teman saya
mengalami kesedihan
23Saya tahu bagaimana
caranya menolong
seorang teman yang
sedang mengalami
permasalahan
24Saya bisa
menamakan emosiemosi yang muncul
dalam diri saya
secara akurat

25Saya
mampu
mengekspresikan
emosi-emosi yang
saya rasakan
26*Saya sering
rnemendam
kesedihan,
kekecewaan,
atau kema7ahan di
dalam diri saya
27Saya mampu
menyadari
keteganganketegangan
fisik (dada sesak,
jantung yang
berdebar)
yang menyertai
emosiemosi yan&say-a a
larni
28Saya
mampu memaharni
perasaan orang lain
dari perspektif
orang tersebut
29Saya mampu
menghayati
kesedihan yang
dirasakan oleh oral,
lain (ten -tan)
30Dalam menghadapi
kesulitan
saya senantiasa
bersikap optirnis
Kriteria penskoran
Untuk nomor item tanpa tanda bintang (*)
Jawaban Seringkali = 3
Jawaban Kadang-kadang = 2
Jawaban Jarang = 1
Jawaban Tidak Pernah = 0
Untuk nomor item dengan tanda bintang (*)
Jawaban Seringkali = 0
Jawaban Kadang-kadang = 1
Jawaban Jarang = 2
Jawaban Tidak Pernah 3
Setelah Anda jumlahkan seluruh skor yang diperoleh, Anda dapat melihat berada di manakah
posisi Anda dengan kriteria sebagai berikut:
Kategori tinggi (skor 90-56)
Anda termasuk orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Artinya Anda mampu
menyadari emosi-emosi dengan tepat, mampu menamakannya, dan mampu memahami

perubahan emosi sekecil apapun. Jika marah maka Anda mengerti hal apa yang membuat marah. Anda tahu pasti apa yang menjadi penyebab timbulnya emosi Anda. Anda juga memiliki
sikap optimis, tidak mudah putus asa, sabar, tabah, dan tangguh. Anda juga termasuk orang
yang bisa berempati terhadap orang lain. Anda mampu menjalin hubungan sosial yang baik
dengan orang lain dan mengembangkannya lebih mendalam.
Kategori sedang (skor 55-36)
Kadang Anda masih tidak memahami perasihan Anda sendiri. Masih terjebak oleh emosiemosi Anda sehingga kurang mampu bekerja dengan efektif. Terkadang Anda dapat
mengendalikan emosi namun kadang juga lepas kendali ketika menghadapi persoalan. Anda
juga belum mampu memotivasi diri sendiri dengan baik. Anda masih kurang bisa membina
hubungan sosial dengan orang lain. Anda juga kurang mampu berempati kepada orang lain.
Kategori rendnh (skor 35-0)
Anda belum memahami diri Anda sendiri dengan baik. Emosi Anda mudah sekali
dipengoruhi faktor eksternal Sehingga emosi yang muncul lebih mengendalikan diri Anda.
Akibatnya mudah menderita stres, depresi, dan mudah putus asa ketika menghadapi
persoalan. Anda sering kali mei asa bahwa hidup sudah tidak dapat menjadi lebih baik lagi.
Secara umum Anda tidak memahami suasana emosi dalam diri Anda.

KECERDASAN EMOSIONAL
No KUESIONER STS TS ATS AS S SS
1.
Saya bisa merasakan perasaan saya sendiri.
2.
Saya mengetahui kemampuan saya.
3.
Saya mengetahui alasan mengapa saya
bersedih
4.
Saya memikirkan apa yang saya inginkan
sebelum bertindak.
5.
Saya tetap tenang, bahkan dalam situasi
yang tidak menyenangkan atau memancing
emosi.

6.
Saya lebih cepat tenang dari orang lain
7.
Saya suka mencoba hal-hal baru.
8.
Saya senang menghadapi tantangan untuk
memecahkan masalah.
9.
Saya tertarik pada pekerjaan yang menuntut
saya memberikan gagasan baru.
10.
Saya biasanya dapat mengetahui bagaimana
perasaan orang lain terhadap saya.
11.
Saya bisa menempatkan diri pada posisi
orang lain.
12.
Saya dapat mengetahui seseorang sedang
mengalami masalah, meskipun mereka
menutupinya.
13.
Saya dapat menerima kritik dengan pikiran
terbuka dan menerimanya bila hal itu dapat
dibenarkan
14.
Saya mampu mengorganisasi kelompok dan
memotivasi kelompok
15.
Saya mempunyai cara agar ide-ide saya
dapat diterima orang lain.

Sample KUESIONER
Kuesioner ini diterjemahkan langsung dari berbagai sumber tanpa ada modifikasi, yaitu 1.
Kuesioner kecerdasan emosional: (i) untuk indikator kesadaran diri diterjemahkan langsung
dari buku berjudul Executive Emotional Intelligence in Leadership and Organizations yang
dikarang oleh Cooper dan Sawaf (1997) dengan pengurangan dari 11 (sebelas) kuesioner
menjadi 3 (tiga) kuesioner. (ii) untuk indikator pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan
kemampuan sosial menggunakan kuesioner yang digunakan oleh Marita et al. (2008) dalam
penelitian yang berjudul Kajian Empiris Atas Perilaku Belajar Dan Kecerdasan Emosional
Dalam Mempengaruhi Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi dengan pengurangan dengan
pengurangan dari 40 (empat puluh) kuesioner menjadi 12 (dua belas) kuesioner. 2. Kuesioner
kecerdasan spiritual diterjemahkan langsung dari tesis King (2008) yang berjudul Rethinking
Claims of Spiritual Intelligence: A Definition, Model, and Measure. Kuesioner untuk
pengukuran kecerdasan spiritual di dalam tesis King (2008) disebut dengan The Spiritual
Intelligence Self-Report Inventory-24 (SISRI-24), dengan pengurangan dari 24 kuesioner
menjadi 12 (dua belas) kuesioner. 3. Kuesioner kinerja auditor berasal dari berbagai sumber
kuesioner, yaitu: (i) Kuesioner komitmen organisasi diterjemahkan langsung dari buku yang
berjudul Commitment In The Workpalce: Theory, Reserach, and Application karangan Meyer
dan Allen (1997) dengan pengurangan dari 23 kuesioner menjadi 9 (sembilan) kuesioner. (ii)
Kuesioner komitmen profesional diterjemahkan langsung dari jurnal berjudul Ethical
Development, Professional Commitment and Rule Observance Attitudes: A Study of Auditors
in Taiwan karangan Jeffrey et al. (1996) dengan pengurangan dari 14 kuesioner menjadi 3
(tiga) kuesioner. (iii) Kuesioner motivasi diterjemahkan langsung dari jurnal berjudul An
expectancy theory model for hotel employee motivation karangan Chiang dan Jang (2008)
dengan pengurangan dari 4 (empat) kueisoner menjadi 3 (tiga) kuesioner. (iv) Kuesioner
kesempatan karir diterjemahkan langsung dari jurnal Confirmatory Factor Analysis of IS
Employee Motivation and Retention karangan Mak dan Sockel (2001) dengan pengurangan
dari 4 (empat) kuesioner menjadi 3 (tiga) kuesioner. (v) Kuesioner kepuasan kerja diadopsi
dari Job Satisfication Survey (2004) dengan pengurangan dari 30 (tiga puluh) kuesioner
menjadi 3 (tiga) kuesioner. Pengurangan terhadap kuesioner dilakukan agar responden tidak
merasa jenuh ketika mengisi kuesioner. Pemilihan kuesioner ini dilakukan dengan cara,
antara lain: (i) kuesioner dengan makna yang sama dibuang; (ii) kuesioner yang bernilai
positif saja yang digunakan; dan (iii) hanya memilih 3 (tiga) kuesioner dari setiap indikator
yang dianggap dapat mewakili untuk mengukur indikator tersebut. TUJUAN KUESIONER
Kuesioner ini bertujuan untuk memperoleh data primer dari pengaruh kecerdasan emosional
dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja auditor di berbagai Kantor Akuntan Publik. Secara
umum, penelitian ini mengajukan hipotesa bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan
spirirual berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Data primer yang diperoleh dari hasil
kuesioner ini akan digunakan untuk penyusunan karya ilmiah berupa tesis sebagai suatu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Akuntansi pada Program Pascasarjana Ilmu
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. PETUNJUK PENGISIAN
KUESIONER Kuesioner ini terdiri dari 4 (empat) kelompok kuesioner dengan tujuan yang

berbeda, yaitu untuk memperoleh informasi tentang: I. Identitas responden, yang berisi
informasi mengenai jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pengalaman kerja, dan posisi
pekerjaan dalam kantor akuntan publik. II. Kecerdasan emosional, yang terdiri dari lima (5)
dasar kemampuan kecerdasan emosional menurut Goleman (1995), yaitu (i) kesadaran diri,
(ii) pengendalian diri, (iii) motivasi diri, empati, dan (iv) kemampuan sosial. III. Kecerdasan
spiritual, yang terdiri dari empat (4) komponen kecerdasan spiritual menurut King (2008),
yaitu (i) critical existential thinking, (ii) personal meaning production, (iii) transcendental
awareness, dan (iv) conscious state expansion. IV. Kinerja auditor yang pengukurannya
berdasarkan pengukuran kinerja auditor pada penelitian Trisnaningsih (2004), yaitu: (i)
komitmen organisasional, (ii) komitmen profesional, (iii) motivasi, (iv) kesempatan kerja,
dan (v) kepuasan kerja. Responden diminta menjawab kuesioner dalam masing-masing
kelompok kuesioner dengan cara mengisi titik-titik kosong dalam baris/kolom atau dengan
memberi tanda silang (X) pada tempat yang disediakan. Keterangan pengisian kuesioner:
STS : Sangat Tidak setuju TS : Tidak Setuju ATS : Agak Tidak Setuju AS : Agak Setuju S :
Setuju SS : Sangat Setuju I. Data Responden 1. Jenis Kelamin: Pria Wanita 2. Usia: < 30
tahun 31 40 tahun < 41 tahun 3. Pendidikan Terakhir: D3 S1 S2 S3 4. Pengalaman Kerja:
< 5 tahun 6 10 tahun > 11 tahun 5. Posisi Pekerjaan dalam Kantor Akuntan Publik:
Magang Auditor junior Auditor senior Supervisor Manajer Partner Managing partner Lainnya
7. E-mail: II. KECERDASAN EMOSIONAL No KUESIONER STS TS ATS AS S SS 1.
Saya bisa merasakan perasaan saya sendiri. 2. Saya mengetahui kemampuan saya. 3. Saya
mengetahui alasan mengapa saya bersedih 4. Saya memikirkan apa yang saya inginkan
sebelum bertindak. 5. Saya tetap tenang, bahkan dalam situasi yang tidak menyenangkan atau
memancing emosi. 6. Saya lebih cepat tenang dari orang lain 7. Saya suka mencoba hal-hal
baru. 8. Saya senang menghadapi tantangan untuk memecahkan masalah. 9. Saya tertarik
pada pekerjaan yang menuntut saya memberikan gagasan baru. 10. Saya biasanya dapat
mengetahui bagaimana perasaan orang lain terhadap saya. 11. Saya bisa menempatkan diri
pada posisi orang lain. 12. Saya dapat mengetahui seseorang sedang mengalami masalah,
meskipun mereka menutupinya. 13. Saya dapat menerima kritik dengan pikiran terbuka dan
menerimanya bila hal itu dapat dibenarkan 14. Saya mampu mengorganisasi kelompok dan
memotivasi kelompok 15. Saya mempunyai cara agar ide-ide saya dapat diterima orang lain.
III. KECERDASAN SPIRITUAL No KUESIONER STS TS ATS AS S SS 16. Saya sering
merenungkan apa yang akan terjadi setelah kematian. 17. Saya telah mengembangkan teori
sendiri tentang hal-hal seperti kehidupan, kematian, kenyataan, dan keberadaan. 18. Saya
sering merenungkan makna dari peristiwa-persitiwa yang terjadi di dalam hidup saya. 19.
Saya mampu untuk menemukan makna dan tujuan dalam hidup, sehingga dapat membantu
saya beradaptasi dengan situasi tertekan. 20. Saya bisa membuat keputusan sesuai dengan
tujuan hidup saya. 21. Saya bisa menemukan makna yang terkandung di dalam pengalaman
sehari-hari. 22. Saya lebih mengenali aspek nonmaterial atau rohani yang ada di dalam diri
saya dibandingkan fisik saya. 23. Saya sangat menyadari aspek kehidupan nonmateri atau
rohani yang ada di dalam diri. 24. Dengan menyadari aspek nonmaterial atau kerohanian,
dapat membantu saya lebih merasakan terpusat. 25. Saya mampu menyelami kesadaran
spiritual saya sendiri. 26. Saya dapat mengontrol kesadaran spiritual saya. 27. Saya sering
menemukan masalah dan mencoba untuk memilih jalan keluar dari masalah tersebut dengan
kesadaran spiritual yang saya miliki. IV. KINERJA AUDITOR No KUESIONER STS TS
ATS AS S SS 28. Saya akan sangat senang untuk menghabiskan sisa karir saya di perusahaan
ini. 29. Saya benar-benar merasa seolah-olah masalah yang terjadi di dalam perusahaan, juga

merupakan masalah saya. 30. Bagi saya, perusahaan ini sangat berarti. 31. Saya merasa sulit
untuk meninggalkan perusahaan ini bahkan apabila saya mengingingkan. 32. Saya akan
mengeluarkan biaya yang besar, jika saya meninggalkan perusahaan ini. 33. Bekerja pada
perusahaan ini merupakan suatu kebutuhan dan keinginan saya. 34. Saya akan sanga merasa
bersalah jika saya meninggalkan perusahaan ini. 35. Saya memberikan semua kesetiaan saya
kepada perusahaan ini. 36. Saya tidak akan meninggalkan perusahaan ini karena saya merasa
memiliki kewajiban dengan orang-orang yang ada di perusahaan ini. 37. Saya merasa sangat
setia dengan profesi saya saat ini. 38. Saya merasa senang dengan pilihan profesi saya. 39.
Saya bersedia memberikan semua tenaga saya agar profesi saya dihormati. 40. Ketika saya
termotivasi, saya akan mengeluarkan semua usaha pada pekerjaan yang saya lakukan. 41.
Ketika saya termotivasi, saya akan meningkatkan kualitas kinerja. 42. Ketika saya
termotivasi, saya akan meningkatkan produktivitas pekerjaan 43. Perusahaan saya
memberikan kesempatan kepada karyawannya untuk mengembangkan karir. 44. Perusahaan
saya memiliki program yang dapat menarik orang-orang yang memenuhi persyaratan untuk
bekerja di dalam perusahaan ini. 45. Saya merasa bahwa perusahaan ini dapat membimbing
saya untuk mengembangkan karir saya. 46. Saya merasa puas dengan pekerjaan saya 47.
Saya merasa ada seseorang di tempat saya bekerja yang dapat mengembangkan kemampuan
saya. 48. Saya merasa cukup dalam mendapatkan kompensasi.

Skala kecerdasan emosional siswa disusun dari 5 indikator utama, sesuai dengan teorinya
Danil Goleman, yaitu: 1. Mengenali emosi, 2. Mengelola emosi, 3. Memotivasi diri, 4.
Mengenali emosi orang lain (berempai), dan 5. Membina hubungan yang baik dengan orang
lain. Kemudian kelima indikator tersebut dijabarkan ke dalam 60 item pernyataan, dengan 30
item bersifat favorable (positif), 30 item sisa bersifat unvaforable (negatif). Untuk distribusi
item-item skala kecerdasan emosional siswa, bisa dilihat pada blue print berikut:

Namun dalam skala kecerdasan emosional yang saya gunakan hanya menyediakan 4
alternatif jawaban, yaitu dengan meniadakan jawaban Ragu-ragu/Tidak tau, dengan alasan:
1. Kategori indecisided, yaitu mempunyai arti ganda, bisa juga diartikan netral atau raguragu.
2. Dengan tersedianya jawaban di tengah, menimbulkan kecenderungan jawaban di tengah
(central tendency effect)
3. Maksud jawaban dengan empat tingkat kategori untuk melihat kecenderungan pendapat
responden kearah tidak sesuai, sehingga dapat mengurangi data penelitian yang hilang.
Jadi sistem penilaian skala dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Item Favorable: sangat setuju (4), setuju (3), tidak setuju (2), sangat tidak setuju (1)
Item Unfavorable: sangat setuju (1), setuju (2), tidak setuju (3), sangat tidak setuju (4).
well, sepertinya penjelasannya sudah amat cukup, dan mudah-mudahan dapat dipahami,
kalau ada yang belum paham atau ada yang mau menambahi bisa disampaikan pada kotak
komentar di bawah, dan saya kan sangat senang kalau Anda berkenan meninggalkan
komentar maupun masukan bagi blog ini. Berikut ini adalah contoh skala yang mungkin bisa
Anda gunakan dalam penelitian. Walau masih jauh dari kata sempurna, namun harapan saya
bisa menjadi bahan contoh untuk pembuatan skala Anda yang lebih baik dari skala
kecerdasan emosional ini.
SKALA KECERDASAN EMOSIONAL
Nama
:
Jenis Kelamin :
Umur
:
Kelas
:
Petunjuk Pengisian:
Berikut ini adalah sejumlah pernyataan dan pada setiap pernyataan terdapat empat pilihan
jawaban. Berikan tanda (X) pada kotak pilihan yang Anda anggap paling sesuai dengan
keadaan yang sesungguhnya pada diri Anda.
Pilihan jawabannya adalah:
SS
: Sangat setuju
S
: Setuju
TS
: Tidak Setuju
STS
: Sangat Tidak Setuju

Dalam skala ini tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban yang Anda pilih adalah benar,
asalkan Anda menjawabnya dengan jujur. Kerahasiaan identitas dan jawaban Anda dijamin
oleh peneliti. Oleh karena itu, usahakan agar jangan sampai ada nomor yang terlewati untuk
dijawab.
Dan kami mengucapkan banyak terimakasih atas kerjasama, bantuan serta kesediaan Anda
untuk mengisi skala ini. Semoga Anda dapat meraih cita-cita Anda. Amin
Yogyakarta, 10 Agustus 2009
Hormat Kami
Nadhirin
1. Saya tahu persis hal-hal yang menyebabkan saya malas belajar.
2. Saya tetap belajar walau tidak ada ulangan.
3. Saya berusaha masuk peringkat 10 besar setiap semester.
4. Saya bersedia mendengar keluh kesan teman saya.
5. Pada hari pertama masuk sekolah saya dapat dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan
sekolah.
6. Saya merasa santai kalau dimarahi orang tua.
7. Saya sering terlambat datang ke sekolah.
8. Saya tidak mempunyai target dalam belajar.
9. Saya tidak merasa takut melihat film yang penuh kekerasan di TV.
10. Saya tidak disukai oleh teman saya.
11. Saya tahu kalu saya sedang sedih.
12. Saya selalu belajar sesuai dengan jadwal yang telah saya susun.
13. Saya akan terus berusaha mendapat nilai-nilai yang terbaik di antara teman-teman
sekelas.
14. Saya menghormati pendapat orang lain.
15. Saya selalu menyapa bapak guru bila bertemu dengan mereka.
16. Saya merasa banyak kekurangan dibandingkan dengan orang lain.
17. Saya merasa perlu membalas ejekan teman kepada saya.
18. Saya enggan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di luar sekolah.
19. Saya kesulitan mengajak bermain teman yang baru saya kenal.
20. Saya merasa bahagia melihat teman yang tidak saya sukai sedih.
21. Saya sadar bahwa perasaan malu untuk bertanya dapat menganggu kesulitan saya dalam
belajar.
22. Saya berusaha untuk tidak menyontek saat ujian.
23. Saya dapat menerima pikiran orang lain meskipun berbeda dengan pemikiran saya.
24. Saya mempunyai target yang tinggi dalam belajar.
25. Saya mudah bergaul dengan teman yang tidak sekelas denga saya.
26. Saya tetap gugup dalam mengerjakan soal ulang meskipun saya sudah belajar.
27. Saya tidak sedih bila kehilangan barang kesayangan saya.
28. Saya rajin mengikuti kegiatan sosial untuk mendapt penilaian baik dari orang tua, guru,
teman-teman maupun masyarakat.
29. Saya merasa tidak sedih ketika melihat berita bencana di TV.
30. Bila memasuki lingkungan baru, saya merasa harus memakai sepatu dan tas baru juga.
31. Saya maklum bila keinginan saya tidak terpenuhi.
32. Saya selalu berkosentrasi mendengarkan penjelasan guru di kelas.
33. Saya percaya dengan cita-cita saya meski orang lain tidak memahaminya.
34. Saya dapat mengenali emosi orang lain dengan melihat ekspresi wajahnya.

35. Biarlah pretasi belajar saya buruk, karena memang saya tidak pandai.
36. Saya tidak merasa cemas bila saya tidak belajar untuk ulangan.
37. Jika orang tua mengecewakan saya, saya akan mengurung diri dalam kamar dan
melakukan aksi diam.
38. Saya belajar hanya jika ada ujian.
39. Saya terharu bila ada teman saya menangis.
40. Saya lebih suka mengerjakan tugas sendiri dari pada berdiskusi dengan teman.
41. Saya tahu kalu saya sedang cemas.
42. Saya menolak dengan keras ajakan teman saya untuk membolos.
43. Saya bertekad mencapai target belajar yang sudah saya tetapkan.
44. Saya akan ikut prihatin bila ada teman yang terkena musibah.
45. Saya sulit memahami pemikiran orang lain yang berbeda pemikiran dengan saya.
46. Saya sering merasa tidak mampu melakukan hal yang baru.
47. Saat saya marah, saya bisa membanting barang-barang yang ada di sekitar saya.
48. Saya tidak memiliki cita-cita untuk masa depan saya.
49. Saya akan berusaha bersikap baik pada teman yang menemui saya.
50. Saya berikap acuh tak acuh bila mendengar pengumuman kegiatan gotong-royong
membersihkan lingkungan di sekitar rumah saya.
51. Saya tahu ketika saya sedang marah.
52. Saya menahan kepuasan pribadi demi suatu yang lebih besar.
53. Saya menyadari kekurangan saya di sekolah dan berusaha mengimbanginya dengan
belajar lebih giat.
54. Saya merasa ikut bahagia bila teman saya berprestasi.
55. Saya menahan marah kepada teman saya walau di menyakiti saya.
56. Saya merasa tidak kecewa ketika mendapat hasil ulangan sekolah yang jelek.
57. Suasana yang menegangkan membuat saya tidak bisa berfikir degan tenang.
58. Saya malas membantu urusan orang tua karena sibuk dengan urusan saya sendiri.
59. Saya merasa jenuh mendengar keluh kesah teman saya.
60. Saya enggan membantu teman saya yang sedang dalam kesusahan

Masalah kesehatan mental emosional remaja (IDAI)

Sebanyak 29% penduduk dunia terdiri dari remaja, dan 80% diantaranya tinggal di negara
berkembang. Berdasarkan sensus di Indonesia pada tahun 2005, jumlah remaja yang berusia
10 - 19 tahun adalah sekitar 41 juta orang (20% dari jumlah total penduduk Indonesia dalam
tahun yang sama). Dalam era globalisasi ini banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para
remaja yang tinggal di kota besar di Indonesia, tidak terkecuali yang tinggal di daerah
perdesaan seperti, tuntutan sekolah yang bertambah tinggi, akses komunikasi/internet yang
bebas, dan juga siaran media baik tulis maupun elektronik. Mereka dituntut untuk
menghadapi berbagai kondisi tersebut baik yang positif maupun yang negatif, baik yang
datang dari dalam diri mereka sendiri maupun yang datang dari lingkungannya. Dengan
demikian, remaja harus mempunyai berbagai keterampilan dalam hidup mereka sehingga
mereka dapat sukses melalui fase ini dengan optimal.
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa
berubah dengan sangat cepat. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini
seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari
di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum
tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja
para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (selfawareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap
bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka
mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat
memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung
untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan
berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran.
Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan
melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya
dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan hebat. Pada usia 16 tahun ke atas,
keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan
dunia nyata. Pada saat itu, remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia
tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan
remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar.
Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan
impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan. Para remaja juga sering menganggap diri
mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat tidak memikirkan akibat dari
perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar
dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang.
Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, akan
tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu
bertanggung jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab inilah yang sangat dibutuhkan
sebagai dasar pembentukan jati diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan
penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan.
Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana
menghadapi masalah itu sebagai seseorang yang baru; berbagai nasihat dan berbagai cara
akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh
para idolanya untuk menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi
sangat penting bagi remaja. Dari beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja

seperti yang telah dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan - kemungkinan perilaku yang
bisa terjadi pada masa ini. Diantaranya adalah perilaku yang mengundang risiko dan
berdampak negatif pada remaja. Perilaku yang mengundang risiko pada masa remaja
misalnya seperti penggunaan alkohol, tembakau dan zat lainnya; aktivitas sosial yang
berganti - ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya seperti balapan motor, naik gunung
dll. Alasan perilaku yang mengundang risiko ada bermacam - macam dan berhubungan
dengan dinamika fobia balik (conterphobic dynamic), rasa takut dianggap hal yang dinilai
rendah, perlu untuk menegaskan identitas maskulin dan dinamika kelompok seperti tekanan
teman sebaya.
Masa remaja merupakan masa yang kritis dalam siklus perkembangan seseorang. Di masa ini
banyak terjadi perubahan dalam diri seseorang sebagai persiapan memasuki masa dewasa.
Remaja tidak dapat dikatakan lagi sebagai anak kecil, namun ia juga belum dapat dikatakan
sebagai orang dewasa. Hal ini terjadi oleh karena di masa ini penuh dengan gejolak
perubahan baik perubahan biologik, psikologik, maupun perubahan sosial. Dalam keadaan
serba tanggung ini seringkali memicu terjadinya konflik antara remaja dengan dirinya sendiri
(konflik internal), maupun konflik lingkungan sekitarnya (konflik eksternal). Apabila konflik
ini tidak diselesaikan dengan baik maka akan memberikan dampak negatif terhadap
perkembangan remaja tersebut di masa mendatang, terutama terhadap pematangan
karakternya dan tidak jarang memicu terjadinya gangguan mental.
Untuk mencegah terjadinya dampak negatif tersebut, perlu dilakukan pengenalan awal
(deteksi dini) perubahan yang terjadi dan karateristik remaja dengan mengidentifikasi
beberapa faktor risiko dan faktor protektif sehingga remaja dapat melalui periode ini dengan
optimal dan ia mampu menjadi individu dewasa yang matang baik fisik maupun psikisnya.
Perkembangan psikososial pada remaja
Masa remaja adalah masa yang ditandai oleh adanya perkembangan yang pesat dari aspek
biologik, psikologik, dan juga sosialnya. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya berbagai
disharmonisasi yang membutuhkan penyeimbangan sehingga remaja dapat mencapai taraf
perkembangan psikososial yang matang dan adekuat sesuai dengan tingkat usianya. Kondisi
ini sangat bervariasi antar remaja dan menunjukkan perbedaan yang bersifat individual,
sehingga setiap remaja diharapkan mampu menyesuaikan diri mereka dengan tuntutan
lingkungannya.
Ada tiga faktor yang berperan dalam hal tersebut, yaitu;
1. Faktor individu yaitu kematangan otak dan konstitusi genetik (antara lain
temperamen).
2. Faktor pola asuh orangtua di masa anak dan pra-remaja.
3. Faktor lingkungan yaitu kehidupan keluarga, budaya lokal, dan budaya asing.
Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat mencapai kematangan kepribadian
yang memungkinkan mereka dapat menghadapi tantangan hidup secara wajar di dalam
lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan berkembang dengan optimal jika tidak
ditunjang oleh faktor fisik dan faktor lingkungan yang memadai.

Dengan demikian akan selalu ada faktor risiko dan faktor protektif yang berkaitan dengan
pembentukan kepribadian seorang remaja, yaitu;
1. Faktor risiko
Dapat bersifat individual, konstektual (pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai dengan
kerentanan psikososial, dan resilience pada seorang remaja akan memicu terjadinya gangguan
emosi dan perilaku yang khas pada seorang remaja.
Faktor risiko dapat berupa;
a. Faktor individu.
1. Faktor genetik/konstitutional; berbagai gangguan mental mempunyai latar belakang
genetik yang cukup nyata, seperti gangguan tingkah laku, gangguan kepribadian, dan
gangguan psikologik lainnya.
2. Kurangnya kemampuan keterampilan sosial seperti, menghadapi rasa takut, rendah
diri, dan rasa tertekan. Adanya kepercayaan bahwa perilaku kekerasan adalah perilaku
yang dapat diterima, dan disertai dengan ketidakmampuan menangani rasa marah.
Kondisi ini cenderung memicu timbulnya perilaku risiko tinggi bagi remaja.
b. Faktor psikososial.
1. Keluarga
Ketidakharmonisan antara orangtua, orangtua dengan penyalahgunaan zat, gangguan
mental pada orangtua, ketidakserasian temperamen antara orangtua dan remaja, serta
pola asuh orangtua yang tidak empatetik dan cenderung dominasi, semua kondisi di
atas sering memicu timbulnya perilaku agresif dan temperamen yang sulit pada anak
dan remaja.
2. Sekolah
Bullying merupakan salah satu pengaruh yang kuat dari kelompok teman sebaya, serta
berdampak terjadinya kegagalan akademik. Kondisi ini merupakan faktor risiko yang
cukup serius bagi remaja. Bullying atau sering disebut sebagai peer victimization
adalah bentuk perilaku pemaksaan atau usaha menyakiti secara psikologik maupun
fisik terhadap seseorang/sekelompok orang yang lebih lemah, oleh
seseorang/sekelompok orang yang lebih kuat.
Bullying dapat bersifat (a) fisik seperti, mencubit, memukul, memalak, atau
menampar; (b) psikologik seperti, mengintimidasi, mengabaikan, dan diskriminasi;
(c) verbal seperti, memaki, mengejek, dan memfitnah. Semua kondisi ini merupakan
tekanan dan pengalaman traumatis bagi remaja dan seringkali mempresipitasikan
terjadinya gangguan mental bagi remaja
Hazing adalah kegiatan yang biasanya dilakukan oleh anggota kelompok yang sudah
senior yang berusaha mengintimidasi kelompok yang lebih junior untuk melakukan
berbagai perbuatan yang memalukan, bahkan tidak jarang kelompok senior ini
menyiksa dan melecehkan sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman baik secara
fisik maupun psikik. Perbuatan ini seringkali dilakukan sebagai prasyarat untuk
diterima dalam suatu kelompok tertentu. Ritual hazing ini sudah lama dilakukan

sebagai tradisi dari tahun ke tahun sebagai proses inisiasi penerimaan seseorang
dalam suatu kelompok dan biasanya hanya berlangsung singkat, namun tidak jarang
terjadi perpanjangan sehingga menimbulkan tekanan bagi remaja yang
mengalaminya.
Bullying dan hazing merupakan suatu tekanan yang cukup serius bagi remaja dan
berdampak negatif bagi perkembangan remaja. Prevalensi kedua kondisi di atas
diperkirakan sekitar 10 - 26%. Dalam penelitian tersebut dijumpai bahwa siswa yang
mengalami bullying menunjukkan perilaku yang tidak percaya diri, sulit bergaul,
merasa takut datang ke sekolah sehingga angka absebsi menjadi tinggi, dan kesulitan
dalam berkonsetransi di kelas sehingga mengakibatkan penurunan prestasi belajar;
tidak jarang mereka yang mengalami bullying maupun hazing yang terus menerus
menjadi depresi dan melakukan tindak bunuh diri.
3. Situasi dan kehidupan Telah terbukti bahwa terdapat hubungan yang erat antara
timbulnya gangguan mental dengan berbagai kondisi kehidupan dan sosial
masyarakat tertentu seperti, kemiskinan, pengangguran, perceraian orangtua, dan
adanya penyakit kronik pada remaja.
2. Faktor protektif
Faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak semua remaja
yang mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah perilaku atau emosi, atau mengalami
gangguan jiwa tertentu. Rutter (1985) menjelaskan bahwa faktor protektif merupakan faktor
yang memodifikasi, merubah, atau menjadikan respons seseorang menjadi lebih kuat
menghadapi berbagai macam tantangan yang datang dari lingkungannya. Faktor protektif ini
akan berinteraksi dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi atau tidaknya
masalah perilaku atau emosi, atau gangguan mental di kemudian hari.
Rae G N dkk. mengemukakan berbagai faktor protektif, antara lain adalah:
1. Karakter/watak personal yang positif.
2. Lingkungan keluarga yang suportif.
3. Lingkungan sosial yang berfungsi sebagai sistem pendukung untuk memperkuat
upaya penyesuaian diri remaja.
4. Keterampilan sosial yang baike. Tingkat intelektual yang baik.
Menurut E. Erikson, dengan memperkuat faktor protektif dan menurunkan faktor risiko pada
seorang remaja maka tercapailah kematangan kepribadian dan kemandirian sosial yang
diwarnai oleh;
1. Self awareness yang ditandai oleh rasa keyakinan diri serta kesadaran akan
kekurangan dan kelebihan diri dalam konteks hubungan interpersonal yang positif.
2. Role of anticipation and role of experimentation, yaitu dorongan untuk mengantisipasi
peran positif tertentu dalam lingkungannya, serta adanya keberanian untuk
bereksperimen dengan perannya tersebut yang tentunya disertai dengan kesadaran
akan kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya.

3. Apprenticeship, yaitu kemauan untuk belajar dari orang lain untuk meningkatkan
kemampuan/keterampilan dalam belajar dan berkarya.
Masalah aktual kesehatan mental remaja saat ini
1. Perubahan psikoseksual
Produksi hormon testosteron dan hormon estrogen mempengaruhi fungsi otak, emosi,
dorongan seks dan perilaku remaja. Selain timbulnya dorongan seksual yang merupakan
manifestasi langsung dari pengaruh hormon tersebut, dapat juga terjadi modifikasi dari
dorongan seksual itu dan menjelma dalam bentuk pemujaan terhadap tokoh-tokoh olah raga,
musik, penyanyi, bintang film, pahlawan, dan lainnya.
Remaja sangat sensitif terhadap pandangan teman sebaya sehingga ia seringkali
membandingkan dirinya dengan remaja lain yang sebaya, bila dirinya secara jasmani berbeda
dengan teman sebayanya maka hal ini dapat memicu terjadinya perasaan malu atau rendah
diri.
2. Pengaruh teman sebaya
Kelompok teman sebaya mempunyai peran dan pengaruh yang besar terhadap kehidupan
seorang remaja. Interaksi sosial dan afiliasi teman sebaya mempunyai peranan yang besar
dalam mendorong terbentuknya berbagai keterampilan sosial. Bagi remaja, rumah adalah
landasan dasar sedangkan dunianya adalah sekolah. Pada fase perkembangan remaja, anak
tidak saja mengagumi orangtuanya, tetapi juga mengagumi figur-figur di luar lingkungan
rumah, seperti teman sebaya, guru, orangtua temanya, olahragawan, dan lainnya.
Dengan demikian, bagi remaja hubungan yang terpenting bagi diri mereka selain orangtua
adalah teman-teman sebaya dan seminatnya. Remaja mencoba untuk bersikap independent
dari keluarganya akibat peran teman sebayanya. Di lain pihak, pengaruh dan interaksi teman
sebaya juga dapat memicu timbulnya perilaku antisosial, seperti mencuri, melanggar hak
orang lain, serta membolos, dan lainnya.
3. Perilaku berisiko tinggi
Remaja kerap berhubungan berbagai perilaku berisiko tinggi sebagai bentuk dari identitas
diri. 80% dari remaja berusia 11-15 tahun dikatakan pernah menunjukkan perilaku berisiko
tinggi minimal satu kali dalam periode tersebut, seperti berkelakuan buruk di sekolah,
penyalahgunaan zat, serta perilaku antisosial (mencuri, berkelahi, atau bolos) dan 50% remaja
tersebut juga menunjukkan adanya perilaku berisiko tinggi lainnya seperti mengemudi dalam
keadaan mabuk, melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi, dan perilaku criminal yang
bersifat minor. Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa 50% remaja pernah
menggunakan marijuana, 65% remaja merokok, dan 82% pernah mencoba menggunakan
alkohol.
Dengan melakukan perbuatan tersebut, mereka mengatakan bahwa mereka merasa lebih
dapat diterima, menjadi pusat perhatian oleh kelompok sebayanya, dan mengatakan bahwa
melakukan perilaku berisiko tinggi merupakan kondisi yang mendatangkan rasa kenikmatan
(fun). Walaupun demikian, sebagian remaja juga menyatakan bahwa melakukan perbuatan
yang berisiko sebenarnya merupakan cara mereka untuk mengurangi perasaan tidak nyaman

dalam diri mereka atau mengurangi rasa ketegangan. Dalam beberapa kasus perilaku berisiko
tinggi ini berlanjut hingga individu mencapai usia dewasa.
4. Kegagalan pembentukan identitas diri
Menurut J. Piaget, awal masa remaja terjadi transformasi kognitif yang besar menuju cara
berpikir yang lebih abstrak, konseptual, dan berorientasi ke masa depan (future oriented).
Remaja mulai menunjukkan minat dan kemampuan di bidang tulisan, seni, musik, olah raga,
dan keagamaan. E. Erikson dalam teori perkembangan psikososialnya menyatakan bahwa
tugas utama di masa remaja adalah membentuk identitas diri yang mantap yang didefinisikan
sebagai kesadaran akan diri sendiri serta tujuan hidup yang lebih terarah. Mereka mulai
belajar dan menyerap semua masalah yang ada dalam lingkungannya dan mulai menentukan
pilihan yang terbaik untuk mereka seperti teman, minat, atau pun sekolah. Di lain pihak,
kondisi ini justru seringkali memicu perseteruan dengan orangtua atau lingkungan yang tidak
mengerti makna perkembangan di masa remaja dan tetap merasa bahwa mereka belum
mampu serta memperlakukan mereka seperti anak yang lebih kecil.
Secara perlahan, remaja mulai mencampurkan nilai-nilai moral yang beragam yang berasal
dari berbagai sumber ke dalam nilai moral yang mereka anut, dengan demikian terbentuklah
superego yang khas yang merupakan ciri khas bagi remaja tersebut sehingga terjawab
pertanyaan siapakah aku? dan kemanakah tujuan hidup saya?
Bila terjadi kegagalan atau gangguan proses identitas diri ini maka terbentuk kondisi
kebingungan peran (role confusion). Role confusion ini sering dinyatakan dalam bentuk
negativisme seperti, menentang dan perasaan tidak percaya akan kemampuan diri sendiri.
Negativisme ini merupakan suatu cara untuk mengekspresikan kemarahan akibat perasaan
diri yang tidak adekuat akibat dari gangguan dalam proses pembentukan identitas diri di masa
remaja ini.
5. Gangguan perkembangan moral
Moralitas adalah suatu konformitas terhadap standar, hak, dan kewajiban yang diterima
secara bersama, apabila ads dua standar yang secara sosial diterima bersama tetapi saling
konflik maka umumnya remaja mengambil keputusan untuk memilih apa yang sesuai
berdasarkan hati nuraninya. Dalam pembentukan moralitasnya, remaja mengambil nilai etika
dari orangtua dan agama dalam upaya mengendalikan perilakunya. Selain itu, mereka juga
mengambil nilai apa yang terbaik bagi masyarakat pada umumnya. Dengan demikian,
penting bagi orangtua untuk memberi suri teladan yang baik dan bukan hanya menuntut
remaja berperilaku baik, tetapi orangtua sendiri tidak berbuat demikian.
Secara moral, seseorang wajib menuruti standar moral yang ada namun sebatas bila hal itu
tidak mebahayakan kesehatan, bersifat manusiawi, serta berlandaskan hak asasi manusia.
Dengan berakhirnya masa remaja dan memasuki usia dewasa, terbentuklah suatu konsep
moralitas yang mantap dalam diri remaja. Jika pembentukan ini terganggu maka remaja dapat
menunjukkan berbagai pola perilaku antisosial dan perilaku menentang yang tentunya
mengganggu interaksi remaja tersebut dengan lingkungannya, serta dapat memicu berbagai
konflik.
6. Stres di masa remaja

Banyak hal dan kondisi yang dapat menimbulkan tekanan (stres) dalam masa remaja. Mereka
berhadapkan dengan berbagai perubahan yang sedang terjadi dalam dirinya maupun target
perkembangan yang harus dicapai sesuai dengan usianya. Di pihak lain, mereka juga
berhadapan dengan berbagai tantangan yang berkaitan dengan pubertas, perubahan peran
sosial, dan lingkungan dalam usaha untuk mencapai kemandirian.
Tantangan ini tentunya berpotensi untuk menimbulkan masalah perilaku dan memicu
timbulnya tekanan yang nyata dalam kehidupan remaja jika mereka tidak mampu mengatasi
kondisi tantangan tersebut.
Pencegahan
Salah satu usaha pencegahan agar permasalahan remaja tidak menjadi gangguan atau
penyimpangan pada remaja adalah usaha kita untuk dapat melakukan pengenalan awal atau
deteksi dini. Beberapa instrumen skreening sudah banyak dikembangkan untuk melakukan
deteksi dini terhadap penyimpangan masalah psikososial remaja diantaranya adalah The
Child Behavior Checklist (CBCL), Pediatric Symptom Checklist (PSC), the Strengths and
Difficulties Questionnaire (SDQ).
Pediatric symptom checklist adalah alat untuk mendeteksi secara dini kelainan psikososial
untuk mengenali adanya masalah emosional dan perilaku, didalamnya berisi beberapa
pertanyaan tentang kondisi-kondisi perilaku anak yang dikelompokkan dalam 3 masalah yaitu
atensi, internalisasi, dan eksternalisasi. Terdapat 2 versi, yaitu PSC-17 yang diisi oleh orang
tua untuk anak usia 4-16 tahun dan PSC-35 yang diisi sendiri oleh remaja (Youth-PSC) untuk
remaja usia > 11 tahun.
Remaja cenderung energetik, selalu ingin tahu, emosi yang tidak stabil, cenderung berontak
dan mengukur segalanya dengan ukurannya sendiri dengan cara berfikir yang tidak logis.
Kadang remaja melakukan hal-hal diluar norma untuk mendapatkan pengakuan tentang
keberadaan dirinya dimasyarakat, salah satunya adalah melakukan tindakan penyalahgunaan
obat/zat. Ditinjau dari aspek sosial, masalah ini bukan hanya berakibat negatif terhadap diri
penyandang masalah saja, melainkan membawa dampak juga terhadap keluarga, lingkungan
sosial, lingkungan masyarakatnya, bahkan dapat mengancam dan membahayakan masa depan
bangsa dan negara.
Beberapa istilah yang sering dikaitkan dengan penyalahgunaan obat adalah sebagai berikiut:

Penyalahgunaan zat atau bahan lainnya (NAPZA) yaitu penggunaan zat/y yobat yang
dapat menyebabkan ketergantungan dan efek non-terapeutik atau non-medis pada
individu sendiri sehingga menimbulkan masalah pada kesehatan fisik / mental, atau
kesejahteraan orang lain.

NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan /ypsikologi


seseorang (pikiran,perasaan, perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik
dan psikologi.

Intoksikasi obat adalah perubahan fungsi-fungsi fisiologis, psikologis, emosi,


ykecerdasan, dan lain-lain akibat penggunaan dosis obat yang berlebihan.

Adiksi obat adalah gangguan kronis yang ditandai dengan peningkatan ypenggunaan
obat meskipun terjadi kerusakan fisik, psikologis maupun sosial pada pengguna.

Ketergantungan psikologis adalah keinginan untuk mengkonsumsi obat yuntuk


memperoleh efek positif atau menghindari efek negatif akibat tidak
mengkonsumsinya.

Ketergantungan fisik adalah adaptasi fisiologis terhadap obat yang ditandai ydengan
timbulnya toleransi terhadap efek obat dan sindroma putus obat bila dihentikan.

Tidak ada metode pencegahan yang sempurna, yang dapat diterapkan untuk seluruh populasi.
Populasi yang berbeda memerlukan tindakan pencegahan yang berbeda pula. Pembagian
metode pencegahan adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan universal, ditujukan untuk populasi umum baik untuk keluarga maupun
anak.
2. Pencegahan selektif, ditujukan bagi keluarga dan anak dengan risiko tinggi. Risiko
tersebut dapat berupa risiko demografis, lingkungan psiko-sosial dan biologis.
3. Pencegahan terindikasi, ditujukan terhadap kasus yang mengalami berbagai faktor
risiko dalam suatu keluarga yang disfungsional.
Semua upaya pencegahan pada umumnya ditujukan untuk memperbaiki mengurangi faktor
risiko dan memperkuat faktor protektif dari individu, keluarga
dan lingkungannya. Faktor risiko mempermudah seseorang untuk menjadi pengguna
sedangkan faktor protektif membuat seseorang cenderung tidak menggunakan obat. Tugas
dari seorang dokter anak adalah mengawasi terhadap faktor risiko tersebut, mengatasinya
atau merujuknya kepada ahli lain. Dengan menggunakan alat Skrining penyalahgunaan zat
pada remaja dalam bentuk kuesener seperti CRAFFT screening test yang cukup sederhana
dan relevan dapat untuk mengenali risiko terjadinya penyalahgunaan zat/obat.
Kuesioner CRAFFT

C:Apakah pernah berkendaraan (car) dengan atau tanpa seseorang dalam keadaan
mabuk atau setelah memakai obat-obatan?

R: Apakah minum alkohol atau memakai obat untuk relaks, merasa diri lebih baik (fit
in)?

A: Apakah pernah minum alkohol atau memakai obat saat sendirian (alone)?

F: Apakah anda pernah melupakan (forget) hal-hal yg telah anda lakukan selama
selama menggunakan alkohol atau obat-obatan?

F: Apakah keluarga atau teman (friend) anda pernah mengatakan kepada anda untuk
menghentikan kebiasaan minum-minum atau penggunaan obat-obatan?

T: Apakah terlibat masalah (trouble) akibat minum alkohol atau memakai obat?

Bila didapatkan dua atau lebih jawaban ya, maka remaja mempunyai masalah yang serius
dalam penyalahgunaan zat.
Peran Orang Tua Dan Lingkungan
Perilaku berisiko tinggi yang dilakukan remaja perlu dicermati dengan bijaksana karena di
satu pihak dapat merupakan perilaku sesaat tapi juga dapat pula merupakan pola perilaku yan
terus menerus yang dapat membahayakan diri, orang lain maupun lingkungan. Untuk itu
diperlukan suatu cara pendekatan yang komprehensif dari semua pihak baik orang tua, guru
maupun masyarakat sekitar agar memahami perkembangan jiwa remaja dengan harapan
masalah remaja dapat tertanggulangi.
Selain ketiga masalah psikososial yang sering terjadi pada remaja seperti yang disebutkan dan
dibahas diatas terdapat pula masalah masalah lain pada remaja seperti tawuran, kenakalan
remaja, kecemasan, menarik diri, kesulitan belajar, depresi dll. Semua masalah tersebut perlu
mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat remaja merupakan calon penerus generasi
bangsa. Ditangan remajalah masa depan bangsa ini digantungkan.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin
meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain :
Peran Orangtua

Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita

Membekali anak dengan dasar moral dan agama

Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua - anak

Menjalin kerjasama yang baik dengan guru

Menjadi tokoh panutan dalam perilaku maupun menjaga lingkungan yang sehat

Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak Hindarkan anak dari NAPZA

Peran Sebagai Pendidik


Orang tua hendaknya menyadari banyak tentang perubahan fisik maupun psikis yang akan
dialami remaja. Untuk itu orang tua wajib memberikan bimbingan dan arahan kepada anak.
Nilai-nilai agama yang ditanamkan orang tua kepada anaknya sejak dini merupakan bekal
dan benteng mereka untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Agar kelak remaja
dapat membentuk rencana hidup mandiri, disiplin dan bertanggung jawab, orang tua perlu
menanamkan arti penting dari pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan di
sekolah, di luar sekolah serta di dalam keluarga.
Peran Sebagai Pendorong
Menghadapi masa peralihan menuju dewasa, remaja sering membutuhkan dorongan dari
orang tua. Terutama saat mengalami kegagalan yang mampu menyurutkan semangat mereka.
Pada saat itu, orang tua perlu menanamkan keberanian dan rasa percaya diri remaja dalam
menghadapi masalah, serta tidak gampang menyerah dari kesulitan.

Peran Sebagai Panutan


Remaja memerlukan model panutan di lingkungannya. Orang tua perlu memberikan contoh
dan teladan, baik dalam menjalankan nilai-nilai agama maupun norma yang berlaku di
masyarakat. Peran orang tua yang baik akan mempengaruhi kepribadian remaja.
Peran Sebagai Pengawas
Menjadi kewajiban bagi orang tua untuk melihat dan mengawasi sikap dan perilaku remaja
agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang membawanya ke dalam kenakalan remaja dan
tindakan yang merugikan diri sendiri. Namun demikian hendaknya dilakukan dengan
bersahabat dan lemah lembut. Sikap penuh curiga, justru akan menciptakan jarak antara anak
dan orang tua, serta kehilangan kesempatan untuk melakukan dialog terbuka dengan anak dan
remaja.
Peran Sebagai Teman
Menghadapi remaja yang telah memasuki masa akil balig, orang tua perlu lebih sabar dan
mau mengerti tentang perubahan pada remaja. Perlu menciptakan dialog yang hangat dan
akrab, jauh dari ketegangan atau ucapan yang disertai cercaan. Hanya bila remaja merasa
aman dan terlindung, orang tua dapat menjadi sumber informasi, serta teman yang dapat
diajak bicara atau bertukar pendapat tentang kesulitan atau masalah mereka.
Peran Sebagai Konselor
Peran orang tua sangat penting dalam mendampingi remaja, ketika menghadapi masa-masa
sulit dalam mengambil keputusan bagi dirinya. Orang tua dapat memberikan gambaran dan
pertimbangan nilai yang positif dan negatif , sehingga mereka mampu belajar mengambil
keputusan terbaik. Selain itu orang tua juga perlu memiliki kesabaran tinggi serta kesiapan
mental yang kuat menghadapi segala tingkah laku mereka, terlebih lagi seandainya remaja
sudah melakukan hal yang tidak diinginkan. Sebagai konselor, orang tua dituntut untuk tidak
menghakimi, tetapi dengan jiwa besar justru harus merangkul remaja yang bermasalah
tersebut.
Peran Sebagai Komunikator.
Suasana harmonis dan saling memahami antara orang tua dan remaja, dapat menciptakan
komunikasi yang baik. Orang tua perlu membicarakan segala topik secara terbuka tetapi arif.
Menciptakan rasa aman dan telindung untuk memberanikan anak dalam menerima uluran
tangan orang tua secara terbuka dan membicarakan masalahnya. Artinya tidak menghardik
anak.
Peran Guru

Bersahabat dengan siswa

Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman

Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan


ekstrakurikuler

Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga

Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP

Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas

Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain

Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempa

Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah

Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat


adalah hal fisik, mental, spiritual dan sosial

Meningkatkan deteksi dini penyalahgunaan NAPZA

Peran Pemerintah dan masyarakat

Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti

Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui


olahraga dan bermain

Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas

Memberikan keteladanan

Menanggulangi NAPZA, dengan menerapkan peraturan dan hukumnya secara tegas

Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan

Peran Media

Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia)y

Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)y

Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas ybiaya
khusus untuk remaja

Saat ini masih sedikit klinik khusus kesehatan remaja, sehingga para remaja yang memiliki
masalah psikososial diperiksakan kepada dokter ahli jiwa psiakater terdekat. Peran
Puskesmas yang kini sudah mengakar di masyarakat bisa dikembangkan untuk mempunyai
divisi khusus yang menangani permasalahan remaja.
Pembentukan Klinik Kesehatan Remaja agaknya bisa menjadi solusi mengatasi makin
tingginya remaja yang terkena penyakit infeksi seksual menular dan penyakit lain akibat
penyalahgunaan narkoba. Melalui klinik khusus tersebut, remaja bisa mengungkapkan
persoalannya tanpa takut-takut guna dicarikan solusi atas masalahnya tersebut.
Penulis : Satgas Remaja IDAI

Sumber : Buku Bunga Rampai Keseharan Remaja

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Pengertian Komunikasi Keluarga


Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan
dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan
pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan (Friendly: 2002)

B.

Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga


Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan hal-hal yang
terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi yang dapat
memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota keluarga lainnya. Dengan
adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan
dengan mengambil solusi terbaik. ( Bagus, 2010).
Bagi seorang anak, komunikasi dalam keluarga merupakan pengalaman pertama yang
merupakan bekal untuk dapat menempatkan diri dalam masyarakat. Orang tua dalam sebuah
keluarga menjadi figur bagi anak dalam segala hal seperti sikap, perilaku, tuturkata yang
terbentuk karena peran orang tua.
Jadi hakekat komunikasi keluarga dilaksanakan sebagai upaya untuk menciptakan
keluarga yang saling mengenal dan saling memahami sesama anggota keluarga sehingga dari
situ dapat tercipta suasana yang harmonis dalam keluarga tersebut. Untuk mencapai sasaran
komunikasi seperti itu, kondisi keluarga yang harmonis sangat berpengaruh dalam
komunikasi keluarga. Sebagaimana dikatakan Berger bahwa keluarga normal atau keluara
harmonis dapat berpengaruh terhadap proses komunikasi keluarga. Artinya, dalam keluarga
jarang terjadi sikap pertentangan antar anggota, tidak saling menyudutkan atau mencari
kambing hitam dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

C.

Kepaduan Kohesi Dan Adaptasi dalam Keluarga


Kohesi adalah ikatan Emosional antara anggota keluarga. Itu mengukur seberapa
dekat satu sama lain merasa anggota keluarga pada tingkat emosional. Kohesi mencerminkan
rasa keterhubungan atau keterpisahan dari anggota keluarga lainnya.
Sedangkan Adaptasi mengukur kemampuan sebuah keluarga untuk mengubah struktur
kekuasaannya, hubungan peran, dan aturan hubungan dalam respon terhadap stres situasional
dan perkembangan. Tingkat adaptasi menunjukkan seberapa baik keluarga dapat memenuhi
tantangan yang disajikan oleh situasi berubah.
Komunikasi adalah dimensi memfasilitasi, penting untuk gerakan pada dua dimensi
lainnya. Positif keterampilan komunikasi (seperti empati, mendengarkan reflektif, komentar
mendukung) memungkinkan anggota keluarga untuk berbagi kebutuhan mereka berubah
karena mereka berhubungan dengan kohesi dan kemampuan beradaptasi.keterampilan
komunikasi negatif (seperti pesan ganda, ganda mengikat, kritik) meminimalkan kemampuan
untuk berbagi perasaan, sehingga membatasi gerakan dalam dimensi kohesi dan kemampuan
beradaptasi. Memahami apakah keluarga anggota puas dengan pembelian keluarga
membutuhkan komunikasi dalam keluarga. Untuk menentukan bagaimana keluarga membuat
keputusan pembelian dan bagaimana keluarga mempengaruhi perilaku pembelian masa depan
anggotanya, hal ini berguna untuk memahami fungsi yang disediakan dan peran yang
dimainkan oleh anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi mereka. (Amanda,
2012)

D.

Pola Komunikasi
Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (1986)
mengungkapkan empat pola komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu :

1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)

Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata dan
seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga adalah sama. Tiap orang
dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide, opini, dan
kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas
dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan inerpersona lainnya. Dalam pola ini
tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi pendapat dan pencari pendapat, tiap orang
memainkan peran yang sama. Komunikasi memperdalam pengenalan satu sama lain, melalui
intensitas, kedalaman dan frekuensi pengenalan diri masing-masing, serta tingkah laku
nonverbal seperti sentuhan dan kontak mata yang seimbang jumlahnya. Tiap orang memiliki
hak yang sama dalam pengambilan keputusan, baik yang sederhana seperti film yang akan
ditonton maupun yang penting seperti sekolah mana yang akan dimasuki anak-anak, membeli
rumah, dan sebagainya. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman. Masalah
diamati dan dianalisa. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari yang
lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau perbedaan nilai dan
persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang. Bila model komunikasi dari
pola ini digambarkan, anak panah yang menandakan pesan individual akan sama jumlahnya,
yang berarti komunikasi berjalan secara timbal balik dan seimbang.

2. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)

Universitas Sumatera Utara Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun
dalam pola ini tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya masingmasing. Tiap orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang berbeda. Sebagai contoh,
dalam keluarga biasa, suami dipercaya untuk bekerja/mencari nafkah untuk keluarga dan istri
mengurus anak dan memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya memiliki
pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni, dan satu pihak tidak dianggap
lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman karena tiap orang
memiliki wilayah sendiri-sendiri. Sehingga sebelum konflik terjadi, sudah ditentukan siapa

yang menang atau kalah. Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal bisnis, suami lah yang
menang, dan bila konflik terjadi dalam hal urusan anak, istri lah yang menang. Namun tidak
ada pihak yang dirugikan oleh konflik tersebut karena masing-masing memiliki wilayahnya
sendiri-sendiri.
3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)
Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari
setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi ini sering
memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau
berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih menarik atau
berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau berpenghasilan lebih rendah
berkompensasi dengan cara membiarkan pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan
dan mengambil keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas,
memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas,
memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain
kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak
lain akan kehebatan Universitas Sumatera Utaraargumennya. Sebaliknya, pihak yang lain
bertanya, meminta pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil
keputusan.

4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)


Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat memerintah
daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada mendengarkan umpan balik orang lain.
Pemegang kekuasaan tidak pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir.
Maka jarang terjadi perdebatan karena semua sudah mengetahui siapa yang akan menang.
E.

Membangun Komunikasi yang Harmonis

1.

Tips Komunikasi Efektif


Berikut ini beberapa tips komunikasi efektif yang diberikan oleh Anna (Elfifa, 2013)

1.

Mendengarkan apa yang disampaikan dan membaca yang tidak disampaikan dengan
melihat ekspresi wajah.

2.

Bertanya dengan pertanyaan yang tepat untuk menggali informasi.

3.

Menyampaikan masalah diri sendiri dengan baik.

4.

Cari waktu yang tepat untuk berkumpul.

5.

Mencari informasi dari teman dekat suami atau anak tentang masalah yang dihadapi.

2.

Efektivitas Komunikasi Interpersonal


Menurut De Vito (1997: 259-264), terdapat lima kualitas umum yang
dipertimbangkan dalam efektivitas komunikasi interpersonal, yakni keterbukaan (openness),
empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness) dan
kesetaraan (equality).

a. Keterbukaan
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang
yang diajaknya berinteraksi. Kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi
secara jujur terhadap stimulus yang datang. Ketiga, mengakui bahwa perasaan dan pikiran
yang kita lontarkan adalah memang berasal dari diri kita bertanggung jawab atasnya.

b. Empati
Henry Backrack, seperti dikutip De Vito mendefinisikan empati sebagai kemampuan
seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari
sudut pandang orang lain itu. Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang
mengalaminya. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain,
perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.

c. Sikap Mendukung
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap
mendukung. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana
yang tidak mendukung. Kita dapat memperlihatkan sikap mendukung dan bersikap :
Deskriptif

Suasana yang bersifat deskriptif dan bukan evaluatif membantu terciptanya sikap
mendukung. Bila kita mempersepsikan suatu komunikasi sebagai permintaan akan informasi
atau uraian mengenai suatu kejadian tertentu, kita umumnya tidak merasakannya sebagai
ancaman. Tetapi apabila kita berkomunikasi secara evaluatif tentu akan membuat perasaan
tidak nyaman.
Spontan
Seseorang yang spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta terbuka dalam
mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama, terus terang dan terbuka.
Provisional
Bersikap provisional artinya berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan yang
berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika ke adaan mengharuskan.

d. Sikap Positif
Komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap postif terhadap diri
mereka sendiri. Selain itu, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat
penting untuk interaksi yang efektif. Hal tersebut didukung dengan dorongan dan menghargai
keberadaan dan pentingnya orang lain. Dorongan yang bersifat positif mendukung citra
pribadi kita dan membuat kita merasa lebih baik.
e. Kesetaraan
Dalam berkomunikasi harus ada pengakuan bahwa kedua pihak sama-sama bernilai
dan berharga. Namun, kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu
saja semua prilaku verbal dan nonverbal pihak lain, melainkan menerima pihak lain dan
memberikan penghargaan positif tidak bersyarat kepada orang lain.
Daftar Pustaka
Amanda, artika. 2012. Pengaruh Keluarga. http://artikaamanda. Blogspot .com /2012 /02/ pengaruhkeluarga.html. diakses pada tanggal 23 November 2013.
Reni elfita. 2013. http://www.kabar24.com/inspirasi/read/20130516/26/183856/5-tips-komunikasiefektif-dalam-keluarga. diakses pada tanggal 23 November 2013

Sinhu Bagus. 2010. Pengertian komunikasi dalam keluarga. http://all-abouttheory.blogspot.com/2010/10/pengertian-komunikasi-keluarga.html. diakses pada tanggal 23
November 2013
Sofyan. 2011. Konseling Keluarga. Bandung : Alfabeta.
Usu. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16654/4/Chapter%20II.pdf. diakses pada tanggal
23 November 2013
Umy. http://publikasi.umy.ac.id/files/journals/15/articles/923/public/923-1592-1-PB.pdf. diakses pada
tanggal 23 November 2013

Você também pode gostar