Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun oleh :
Chairunnisa Kurnia Permata
110.2010.055
Pembimbing :
Fadillah ,dr, SpA, M.Kes
2016
BAB I
PRESENTASI KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Anak KHP
Tanggal Lahir : 09 Mei 2010
Usia
: 6 tahun 1 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat: Kampung Tengkurak, Tirtayasa
Agama
No. RM
Masuk RS
Keluar RS
Ayah
Ibu
Nama
Tn. M
Ny. S
Usia
39 tahun
34 tahun
Pekerjaan
Wiraswasta
Agama
Islam
Islam
Pendidikan
Tamat SMK
Tamat SMA
Gaji/bulan
Sekitar Rp.2.400.000,-
Address
II.
: Islam
: 23.57.64
: 07 Juni 2016
: 12 Juni 2016
ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui alloanamnesis terhadap orang tua pasien pada
tanggal 07 Juni 2016, di bagian IGD RSUD Serang.
A. Keluhan Utama
Kejang sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS dibawa orang tuanya dengan keluhan kejang
sejak 1 hari smrs. Kejang sebanyak 1 kali, terjadi tiba-tiba saat pasien sedang
tertidur, saat kejang tangan dan kaki kelojotan, gigi nampak seperti menggigitgigit dan mata tertutup, kejadian ini berlangsung selama sekitar 30 menit
sebelum akhirnya tiba di puskesmas. Saat di puskesmas, suhu pasien mencapai
40C dan diberi obat kejang melalui anus sebanyak 2 kali lalu kejang berhenti
dan pasien tertidur.
Ibu pasien mengatakan sejak 3 hari ini pasien mengeluh batuk pilek,
panas dan sakit tenggorokan. Pasien sempat dibawa ke bidan dan diberi obat
oleh bidan (orang tua pasien tidak tahu nama obatnya), namun keluhan tidak
membaik sampai akhirnya terjadi kejang. Keluhan lain seperti muntah, diare,
mimisan, gusi berdarah, BAB hitam, keluar cairan dari telinga disangkal. Pasien
belum BAB sejak 2 hari smrs. BAK tidak ada keluhan.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang bila demam (+)
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kejang karena panas pada keluarga
: (+) ayah
Riwayat epilepsi
: (-)
: sehat
Ibu
: sehat
H. Riwayat Postnatal
Ibu pasien ke puskesmas untuk menimbang berat badan pasien dan
mendapat imunisasi, namun tidak rutin.
I. Imunisasi
Jenis
I
1
bulan
1.
BCG
2.
DPT
3.
Polio
2
bulan
Campak
2 hari
Hepatitis
9
bulan
4.
5.
B
II
III
IV
3 bulan
4 bulan
2 bulan
3 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
-
Lahir
Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap sesuai Depkes, tidak sesuai IDAI 2010
J. Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan
Motorik Kasar
Mengangkat kepala
: 3 bulan
: 4 bulan
Duduk sendiri
: 6 bulan
Berdiri sendiri
: 11 bulan
Berjalan
: 13 bulan
Bahasa
Bersuara aah/ooh
: 3 bulan
: 8 bulan
Motorik halus
Memegang benda
: 3 bulan
Personal sosial
Tersenyum
: 2 bulan
Mulai makan
: 6 bulan
Tepuk tangan
: 9 bulan
Kesan
II
III
Pasien adalah anak ketiga. Ayah dan ibu menikah satu kali saat masing-masing berusia
26 tahun dan 21 tahun. Riwayat keluarga dengan riwayat kejang demam (+) pada ayah
pasien.
: sedang
Derajat kesadaran
: kompos mentis
Tanda vital
Nadi
Pernafasan
: 30 x/menit
Suhu
Status Antropometri
BB
: 19 kg
TB
: 108 cm
LK
: 49 cm
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Tenggorok
Leher
Toraks
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: SIC V kanan
Auskultasi
Redup relatif di
: SIC V kanan
Redup absolut
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor
kembali cepat.
Urogenital
Ekstremitas
Akral dingin
Sianosis
Oedem
Wasting
-
Sensorik
: (+2/+2)
R. Patella
: (+2/+2)
R. Archilles
: (+2/+2)
:(-/-)
R. Chaddock
:(-/-)
R. Oppeinheim : ( - / - )
Meningeal Sign :
Kaku kuduk
:(-)
Brudzinsky I
:(-)
Brudzinsky II
:(-)
Kernig sign
:(-)
Hasil
Nilai Normal
Haemoglobin
11,8 g/dL
Leukosit
11.100/L
4.400 11.000/L
Hematokrit
Trombosit
36.9 %
281.000/ L
33.0 45.0 %
150.000 440.000/L
GDS
118 mg/dL
60 - 100 mg/dL
Kesan : Leukositosis
Sistem ventrikel dan sisterna tidak Infra tentorial, tak tampak lesi pada
melebar
pons cerebellum dan daerah CPA
Tidak tampak lesi hipodens/hiperdens Tak tampak kelainan pada sella dan
pada parenkim serebri
parasella
Sinus etmoid, frontal dan sfenoid Tulang-tulang kalvaria baik
cerah
Kesan : Tidak tampak pendarahan, infark maupun sol intrakranial
V. RESUME
Sekitar 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien demam tinggi disertai
batuk dan pilek, sudah sempat berobat ke bidan namun tidak membaik.
Kemudian 1 hari sebelum masuk RS pasien kejang kelojotan seluruh tubuh
selama 30 menit hingga tiba di puskesmas, pasien diberikan obat melalui anus
kemudian kejang berhenti dan pasien tertidur. Pasien dirujuk ke RSUD Serang.
Pasien punya riwayat kejang bila demam, di keluarga pasien ada yang
memiliki riwayat serupa yaitu ayah pasien. Riwayat imunisasi dasar lengkap dan
sesuai Depkes. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan baik sesuai usia.
Riwayat pemeliharaan prenatal kurang baik. Riwayat kelahiran, lahir spontan
dengan usia kehamilan 9 bulan, pemeliharaan postnatal baik.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sedang, komposmentis dan
gizi kesan baik, nadi 108 x/menit, RR 30x/menit, suhu 40.5C (per axila),
Pemeriksaan tenggorok didapat faring hiperemis, terdapat ronkhi pada kedua
lapang paru. Pemeriksaan laboratorium tanggal 06 Juni 2016 didapatkan kesan
leukositosis, pemeriksaan CT Scan Kepala Non kontras tanggal 06 Juni 2016
didapatkan kesan normal, pemeriksaan rontgen toraks PA tanggal 07 Juni 2016
didapatkan infiltrat di perihiler dan parakardial bilateral.
VI.
DIAGNOSIS BANDING
Kejang Demam Kompleks
Epilepsi
Infeksi Intrakranial
Gangguan Elektrolit
Bronkopneumonia
ISPA
VII.
DIAGNOSIS KERJA
FARMAKOLOGIS
Ampisilin 4x 650 mg, iv
Cefotaxime 3x 850 mg, iv
Ranitidine 2x 20 mg, iv
Fenitoin dosis inisial 350 mg
iv
Jika kejang = Diazepam 2x 7mg,
iv
Dexametason 3x ampul
Paracetamol 200 mg / 6-8 jam, iv
Ambroxol 3x cth p.o
pasien.
IX.
PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
FOLLOW UP
08/06/201
6
Ranap hari
ke -1
(sakit hari
ke-5)
09/06/201
6
Ranap hari
ke-2
(sakit hari
ke-6)
Demam (-), kejang (-), batuk pilek (+), BAB cair (-), pasien belum
BAB sejak 3 hari SMRS, tidak nafsu makan (+)
Kesadaran
= Compos mentis
Frekuensi Nadi = 102 x/mnt
Frekuensi Nafas = 24 x/mnt
Suhu (aksial)
= 37.6C
THT : faring hiperemis, sekret nasal +/+ warna kehijauan
Toraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1/S2, reguler
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/ISPA dengan Bronkopneumonia
Pasca Kejang Demam Kompleks
FARMAKOTERAPI
NON-FARMAKOTERAPI
Cefotaxime 3x 850 mg, iv
KN2A 11 tetes mikro/menit
Ampisilin 4x 650 mg, iv
Pemberian susu 6x50 cc via
NGT
Ranitidine 2x 20 mg, iv
Dexametason 3x ampul
Fenitoin dosis rumatan 2x 40
mg, iv
Paracetamol 200 mg / 6-8 jam,
iv
Ambroxol 3x cth p.o
Demam (+), kejang (-), batuk pilek (+), BAB cair (-), pasien belum
BAB sejak 4 hari SMRS, tidak nafsu makan (+), lemah (+)
Kesadaran
= Compos mentis
Frekuensi Nadi = 110 x/mnt
Frekuensi Nafas = 24 x/mnt
Suhu (aksial)
= 38.8C
THT : faring hiperemis, sekret nasal +/+ warna kehijauan
Toraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1/S2, reguler
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/ISPA dengan Bronkopneumonia
Pasca Kejang Demam Kompleks
10
FARMAKOTERAPI
Cefotaxime 3x 850 mg, iv
Ampisilin 4x 650 mg, iv
P
10/06/201
6
Ranap hari
ke-3
(sakit hari
ke-7)
11/06/2016
Ranap hari
ke-4
(sakit hari
ke-8)
NON-FARMAKOTERAPI
KN2A 11 tetes mikro/menit
Pemberian susu 6x50 cc via
NGT
Ranitidine 2x 20 mg, iv
Dexametason 3x ampul
Fenitoin dosis rumatan 2x 40
mg, iv
Paracetamol 200 mg / 6-8 jam,
iv
Ambroxol 3x cth p.o
Demam (+), kejang (-), batuk pilek (+), BAB cair (-), pasien belum
BAB sejak 5 hari SMRS, tidak nafsu makan (+), lemah (+)
Kesadaran
= Compos mentis
Frekuensi Nadi = 110 x/mnt
Frekuensi Nafas = 24 x/mnt
Suhu (aksial)
= 38.0C
THT : faring hiperemis, sekret nasal +/+ warna kehijauan
Toraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1/S2, reguler
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/ISPA dengan Bronkopneumonia
Pasca Kejang Demam Kompleks
FARMAKOTERAPI
NON-FARMAKOTERAPI
Cefotaxime 3x 850 mg, iv
KN2A 11 tetes mikro/menit
Ampisilin 4x 650 mg, iv
Diit makanan lunak porsi
dewasa
Ranitidine 2x 20 mg, iv
Dexametason 3x ampul
Fenitoin dosis rumatan 2x 40
mg, iv
Paracetamol 200 mg / 6-8 jam,
iv
Ambroxol 3x cth p.o
Demam (+), kejang (-), batuk pilek (+), BAB cair (-), pasien belum
BAB sejak 6 hari SMRS, lemah (+)
Kesadaran
= Compos mentis
Frekuensi Nadi = 100 x/mnt
Frekuensi Nafas = 22 x/mnt
Suhu (aksial)
= 37.9C
THT : faring hiperemis, sekret nasal +/+ warna kehijauan
Toraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1/S2, reguler
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/ISPA dengan Bronkopneumonia
Pasca Kejang Demam Kompleks
11
FARMAKOTERAPI
Cefotaxime 3x 850 mg, iv
Ampisilin 4x 650 mg, iv
P
12/06/201
6
Ranap hari
ke-5
(sakit hari
ke-9)
NON-FARMAKOTERAPI
KN2A 11 tetes mikro/menit
Diit makanan lunak porsi
dewasa
Ranitidine 2x 20 mg, iv
Dexametason 3x ampul
Fenitoin dosis rumatan 2x 40
mg, iv
Paracetamol 200 mg / 6-8 jam,
iv
Ambroxol 3x cth p.o
Demam (-), kejang (-), batuk pilek (-), BAB cair (-), pasien belum
BAB sejak 7 hari SMRS, lemah (+)
PASIEN MEMINTA PULANG PAKSA
Kesadaran
= Compos mentis
Frekuensi Nadi = 98 x/mnt
Frekuensi Nafas = 22 x/mnt
Suhu (aksial)
= 36.8C
THT : faring hiperemis
Toraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1/S2, reguler
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/ISPA dengan Bronkopneumonia
Pasca Kejang Demam Kompleks
FARMAKOTERAPI
NON-FARMAKOTERAPI
Pyxime 2x 4 ml, p.o
Diit makanan lunak porsi
dewasa
Fenitoin 2x 30 mg, p.o
Edukasi orang tua agar segera
Paracetamol syr 3x II cth
membawa anak ke faskes
terdekat bila kejang berulang
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEJANG DEMAM
1.)
DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38 oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1 Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan
demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat
atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada
riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam
adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan
dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1
bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang
mendasarinya mengenai susunan saraf pusat. 3 Bila anak berumur kurang dari 6
bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam. 2
2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20%
kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul
pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih
13
sering pada laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan
samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6
bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10
3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang
demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.)
2.)
Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului
kejang parsial
3.)
4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain
itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara
kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam
perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama,
kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kirakira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat
kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam
keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang
demam kompleks. 5,6
14
5. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air. Sel
dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah
oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi K+ dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.9
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium
15
maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada
kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang
kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan
permeabilitas
kapiler
dan
timbul
edema
otak
yang
16
DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya, seperti seperti meningitis,
ensefalitis, trauma kepala, ketidakseimbangan elektrolit, dan penyebab
kejang akut lainnya.
b.
c.
Pemeriksaan Penunjang
17
3.)
Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5
4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan
neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil
edema.5
8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan
klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak
18
19
1. Antipiretik
Tidak
ditemukan
bukti
bahwa
penggunaan
antipiretik
bulan,
sehingga
penggunaan
asam
asetilsalisilat
tidak
dianjurkan.2,3,5
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60%
kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8
jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 2539% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
c. Pemberian Obat Rumatan
1. Indikasi Pemberian obat Rumatan
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan
ciri sebagai berikut (salah satu) ;
-
Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua
kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi
kurang dari 12 bulan, kejang demam 4 kali per tahun.5
20
b.
c.
21
jarang.
Kejang
demam
pasca
imunisasi
tidak
memiliki
22
KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan
berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2.
Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan
NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping aritmia dan hipotensi. 6
23
BAB III
ANALISIS KASUS
Diagnosis yang ditegakkan pada pasien adalah kejang demam kompleks ec.
Bronkopneumonia dan ISPA.
1. Diagnosis Bronkopneumonia pada kasus ini ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis
-
b. Pemeriksaan fisik
-
Meskipun tidak nampak retraksi otot nafas dan pernafasan cuping hidung,
namun frekuensi nafas pasien 30x/menit
c. Pemeriksaan Penunjang
-
Dalam 24 jam setelah panas, muncul kejang (1 kali, lama kejang 30 menit,
kejang berhenti setelah diberi obat dari anus, pasien tertidur setelah kejang)
b. Pemeriksaan fisik
Diperoleh suhu aksila 40.5oC, tidak didapatkan reflek patologis maupun tanda
rangsang meningeal.
c. Pemeriksaan Penunjang
24
Sakit tenggorokan
b. Pemeriksaan fisik
-
c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil lab darah rutin menunjukkan leukositosis, kemungkinan infeksi pada
bronkus dan paru-paru merupakan penyebaran dari infeksi pada saluran nafas
atas.
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan parasetamol 200 mg parenteral
untuk mengatasi demam, selain itu diberikan juga antibiotik empiris berupa
kombinasi ampisilin 4x650 mg dengan cefotaxim 3x850 mg untuk mengeradikasi
kuman penyebab infeksinya. Kemudian untuk kejangnya diberikan fenitoin dosis
inisial 350 mg dilanjutkan dosis rumatan 2x 40 mg parenteral, selain itu
dipersiapkan diazepam parenteral 2x7 mg jika terjadi kejang. Pemberian diazepam
ini digunakan sebagai obat potong kejang.
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa
kejang dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien
harus sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika pasien panas.
Dan perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan adalah untuk menurunkan
resiko berulangnya kejang. Lama pengobatan rumatan adalah 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 sampai 2 bulan.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.
Jakarta.
26