Você está na página 1de 13

INFEKSI PADA KUKU

Muthiah Hasnah Suri, S.Ked


Pembimbing Dr. Mutia Devi, Sp. KK
Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi FK Unsri/RSUP Dr. Moh.
Hoesin Palembang
2016

PENDAHULUAN
Infeksi pada kuku dapat disebabkan oleh virus, bakteri, maupun jamur.
Berbagai macam infeksi kuku memiliki etiologi yang berbeda. Virus Herpes
simpleks menyebabkan paronychia akut, onycholysis, dan periungual vesikel.
Virus warts menyebabkan periungual warts. Bakteri, baik S.aureus maupun
S.pyogenes, juga dapat menyebabkan paronychia akut. Jamur, terutama Candida,
menyebabkan paronychia kronis dan dapat disertai onychomicosis total. Jamur
golongan dermatofita sering menyebabkan distolateral subungual onychomycosis
(DLSO), proximal subungual onychomycosis (PSO), dan white superficial
onychomycosis (WSO). Sementara non dermatofita menyebabkan PSO disertai
inflamasi periungual, dan deep WSO.1,2
Infeksi kuku yang paling sering terjadi adalah onychomicosis dengan
prevalensi kisaran 50% dari semua penyebab onychodystrophy. Dermatofita
menjadi penyebab lebih dari 90% kasus, sementara 10% kasus disebabkan oleh
jamur non dermatofita dan yeast.1,3 Paronychia akut yang disebabkan oleh bakteri
mencapai kisaran 30% dari kasus infeksi tangan dan jari. Bakteri penyebab
terbanyak adalah Staphylococcus aureus.3,4,5 Subungual atau periungual papul
termasuk dalam common warts (verruca vulgaris) yang sering terjadi, terutama
pada anak-anak dengan usia dibawah 5 tahun, dan dapat sembuh dengan
sendirinya.2
Sebagai dokter umum penting untuk mengetahui infeksi pada kuku,
terutama onychomicosis dan paronychia. Referat ini dibuat untuk menambah
informasi dan wawasan mengenai infeksi pada kuku agar dapat menegakkan
diagnosis secara tepat dan memberikan terapi yang tepat.

ANATOMI KUKU
Kuku merupakan bagian terminal dari lapisan tanduk yang menebal. Kuku
terdiri dari nail plate dan empat epitel khusus: (1) proksimal nail fold, (2) matriks
kuku, (3) nail bed, dan (4) hyponychium. Keseluruhan nail plate mengandung
struktur keratin yang terus diproduksi sepanjang hidup. Bagian proksimal dan
lateral dari nail plate dikelilingi oleh nail fold, yang menutupi seperempat
proksimal dan margin lateral.1,6
Pada ujung jari, nail plate

akan terpisah dari jaringan di bawahnya,

hyponychium. Lapisan tanduk dari proksimal nail fold membentuk kutikula, yang
melekat erat pada superfisial nail plate dan mencegah nail plate terpisah dari nail
fold. Matriks kuku adalah struktur epitel khusus yang terletak di atas bagian
tengah falang distal. Setelah elevasi proksimal nail fold, matriks tampak dengan
bentuk sabit yang cembung pada bagian distal dengan bagian tanduk lateral
meluas ke proksimal dan lateral. Epitel nail bed melekat erat dengan nail plate
yang tetap melekat pada permukaan bawah kuku saat setelah avulsi.
Hyponychium merupakan daerah anatomi antara kuku dan alur distal, di mana
nail plate terlepas dari digiti dorsal 1,6
Nail plate akan tumbuh terus menerus dari proksimal sampai distal,
sepanjang hidup. Nail plate "didorong" oleh dua faktor: (1) proliferasi dan
diferensiasi matriks keratinosit yang membentuk plate baru, (2) nail bed yang
bergerak perlahan-lahan, sejajar dengan arah pertumbuhan kuku, menuju batas
inferior dari nail plate.1,6

Gambar 1. Gambaran kuku normal1

MACAM-MACAM INFEKSI PADA KUKU


ONYCHOMICOSIS
Definisi
Onychomicosis adalah infeksi pada nail plate disebabkan oleh jamur dan
merepresentasikan sampai dengan 30% infeksi jamur superfisial yang
terdiagnosis. T.rubrum merupakan penyebab dari sebagian besar kasus
onychomicosis. Agen lain penyebab onychomicosis yaitu E. floccosum, berbagai
spesies icrosporum dan trichophyton. Selain disebabkan oleh dermatofita,
onychomicosis juga dapat disebabkan oleh jamur non dermatofita, ataupun
yeasts.1,2
Onychomicosis merupakan penyakit kuku yang paling sering terjadi,
dengan prevalensi kisaran 50% dari semua penyebab onychodystrophy. Penyakit
ini terjadi pada lebih dari 14% populasi, dimana terjadi peningkatan prevalensi
pada populasi usia lanjut dan anak. Peningkatan prevalensi onychomicosis pada
populasi anak mencapai 20% dari yang terdiagnosis infeksi dermatofita.
Dermatofita menjadi penyebab onychomicosis pada lebih dari 90% kasus,
sementara kurang dari 10% kasus disebabkan oleh jamur non dermatofita dan
yeast. Lebih dari 40% pasien dengan onychomicosis pada kuku kaki juga
mengalami infeksi kulit, yang tersering adalah tinea pedis (30%).1,3
Pada sebagian besar kasus, onychomicosis disebabkan oleh dermatofita.
T.rubrum dan T. interdigitale, sekitar 90%, menjadi penyebab dari semua kasus.
T. tonsurans dan E. floccosum juga terdokumentasi dengan baik sebagai agen
penyebab. Yeast dan jamur non dermatofita seperti Acremonium, Aspergillus,
Fusarium, Scopulariopsis brevicaulis, dan Scytalidium merupakan penyebab
onychomicosis sekitar 10%. Candida merupakan penyebab lebih dari 30% kasus
penyakit pada kuku, sedangkan jamur non dermatofita tidak terdeteksi pada kuku
yang sakit.1,2,3

Manifestasi Klinis
Terdapat tiga tipe dari onychomicosis yaitu: distolateral subungual
onychomycosis (DLSO), proximal subungual onychomycosis (PSO), white
superficial onychomycosis (WSO).1,2
DLSO adalah bentuk yang paling umum dari onychomicosis. Hal ini
dimulai dengan invasi stratum korneum dari hyponychium dan distal nail bed,
membentuk opasifikasi keputihan hingga kuning-kecoklatan di tepi distal kuku.
Infeksi kemudian menyebar ke arah proksimal dari nail bed sampai nail plate
ventral. Pada hiperkeratosis subungual terjadi hiperproliferasi dari nail bed akibat
infeksi, sementara invasi progresif pada nail plate menyebabkan kuku semakin
distrofik.1,2,3

Gambar 2. Tipe Distal subungual. Discolorisasi, penebalan, dan debris subungual pada aspek distal dari kuku kaki.1

PSO merupakan akibat dari infeksi pada proksimal nail fold, yang
disebabkan oleh T. rubrum dan T. megninii. Terjadi opasifikasi warna putih hingga
krem pada proksimal nail plate. Opasitas ini secara bertahap dapat meluas,
mempengaruhi seluruh kuku dan berakhir menjadi hiperkeratosis subungual,
leukonikia, onycholysis proksimal, dan/ atau kerusakan seluruh kuku. Pasien
dengan PSO harus diskrining untuk HIV, karena PSO telah dianggap sebagai salah
satu penanda untuk penyakit HIV.1,2

Gambar 3. Tipe proximal subungual onychomicosis. Discolorisasi dan penebalan pada kuku bagian proximal pada pa

Gambar 4. Tipe White Subungual Onychomicosis1

WSO terjadi karena adanya invasi langsung pada nail plate bagian dorsal.
Hal ini mengakibatkan perubahan warna menjadi putih hingga kuning kusam,
berbatas tegas, lesi patch terdapat di mana saja pada permukaan kuku. WSO
biasanya disebabkan oleh T. interdigitale, selain itu, jamur non dermatofita seperti
Aspergillus, Scopulariopsis, dan Fusarium juga dapat menjadi patogen. Spesies
Candida dapat menginvasi epitel hyponychial, yang pada akhirnya mempengaruhi
seluruh ketebalan nail plate.1,2
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan onychomicosis tergantung pada beberapa faktor termasuk
keparahan keterlibatan kuku, adanya tinea pedis, serta memperhatikan efek
sampig dari setiap regimen. Keterlibatan kuku yang minimal tidak perlu diobati.
Onychomicosis dengan tinea pedis harus selalu diobati, terutama pada penderita
diabetes mellitus, untuk mencegah selulitis.1,2
Pada pasien dengan keterlibatan kuku bagian distal dan/ atau
kontraindikasi terhadap terapi sistemik, dapat dipertimbangkan terapi topikal.
Ciclopirox 8% digunakan setiap hari selama 48 pekan. Secara mikologis dicapai

penyembuhan 29%-36% dari kasus dan kuku tampak kembali bersih


(penyembuhan klinis) pada 7% kasus onychomicosis ringan sampai sedang yang
disebabkan oleh dermatofita. Amorolfine 5% digunakan dua kali setiap pekan.
Amorolfine merupakan turunan morpholine, yang menunjukkan aktivitas terhadap
yeast, dermatofita dan jamur yang menyebabkan onychomicosis. Amorolfine
memiliki tingkat kesembuhan mikologis lebih tinggi (38%-54% setelah 6 bulan
pengobatan) dibandingkan dengan Ciclopirox.1,2
Infeksi candida lebih baik diterapi dengan kombinasi pengobatan topikal
dan sistemik, untuk efek sinergis. Kombinasi Amorolfine topikal dan itrakonazole
oral terbukti menunjukkan sinergi . Terapi kombinasi dengan Amorolfine topikal
dan dua kali dosis itrakonazole sama efektif dengan tiga kali dosis itraconazole,
dengan biaya lebih rendah.1,2,7
Terbinafine bersifat fungistatic dan fungisida terhadap dermatofita,
Aspergillus, tetapi kurang begitu baik terhadap Scopulariopsis. Terbinafine tidak
dianjurkan untuk candida. Terbinafine 250 mg setiap hari selama 6 pekan paling
efektif untuk infeksi pada kuku tangan, sementara diperlukan 12-16 pekan untuk
infeksi kuku kaki. Efek samping gastrointestinal berupa diare, mual, gangguan
rasa, dan peningkatan enzim hati.1,2
Itrakonazol

bersifat

fungistatic

terhadap

jamur

dermatofita,

non

dermatofita dan yeast. Dosis 400mg sekali setiap hari selama 1 pekan per bulan
masih aman dan efektif. Itrakonazol pada anak disesuaikan dengan berat badan
dengan dosis 5mg/kgBB/hari. Peningkatan liver enzim terjadi pada 0,3% -5%
pasien selama terapi dan kembali normal dalam waktu 12 pekan setelah
penghentian obat.1,2

PARONYCHIA
Definisi
Paronychia adalah reaksi inflamasi melibatkan lipatan kulit di sekitar
kuku. Hal ini ditandai dengan purulen akut atau kronis, nyeri tekan, dan edema
disertai nyeri pada jaringan di sekitar kuku, disebabkan oleh abses di dalam nail
fold tersebut. Paronychia akut paling sering disebabkan oleh Staphylococcus
aureus,

namun

dapat

pula

disebabkan

oleh

Candida,

Pseudomonas,

Streptococcus, dan dermatofita. Paronychia kronis paling umum disebabkan


faktor mekanis atau kimia.Infeksi bakteri dapat terjadi, ditandai dengan adanya
inflamasi.1,2
Individu dengan trauma pada tangan atau keadaan lembab yang kronis
merupakan faktor predisposisi terjadinya paronychia staphylococcal, maupun
penyebab lain paronychia (seperti, Candida, Pseudomonas, Streptococcus, dan
dermatofita). S. aureus merupakan penyebab utama paronychia akut. Kulit dan
jaringan lunak pada proksimal dan lateral nail fold terlihat merah, panas, disertai
nyeri tekan, dan, jika tidak diobati, dapat berkembang menjadi abses. Infeksi virus
herpes simpleks juga dapat menyebabkan paronychia, disebut juga herpetic
paronychia. Candida paling sering ditemukan pada paronychia kronis.1,7
Manifestasi Klinis
Pada paronychia staphylococcal, kulit dan jaringan lunak pada proksimal
dan lateral nail fold terlihat merah, panas, disertai nyeri tekan, dan, jika tidak
diobati, dapat berkembang menjadi abses.1,7
Manifestasi klinis Paronychia herpetic berupa lepuh tunggal atau multiple
berkelompok, dekat dengan kuku; memberikan gambaran honeycomb. Lepuh
terlihat bening, kemudian akan menjadi purulent, lalu pecah dan membentuk
krusta. Nyeri yang sangat hebat dan masa penyembuhan kisaran 3 pekan.
Lymphangitis kadang-kadang ditemukan dan mungkin muncul sebelum vesikulasi
Episode berulang dari paronychia akut meningkatkan kecurigaan infeksi HSV.1,7

Gambar 5. Paronychia akut disertai abses pada dorsum digiti1

Paronychia kronis atau berulang

disebabkan oleh Candida albicans.

Infeksi pada ruang yang terbentuk akibat terpisahnya proksimal dorsal nail plate
dan permukaan bawah proksimal nail fold. Candidal paronychia memberikan
manifestasi berupa peradangan nail fold eritem, edema, dan nyeri tekan nailfolds
proksimal, serta penebalan bertahap dan perubahan warna kecoklatan pada nail
plates. Pasien umumnya memiliki riwayat atopik. 1,2
Penatalaksanaan

Gambar 6. Paronychia kronis disertai diskolorisasi nail plate2

Pada paronychia akut disebabkan stapyloccocal superfisial, terdapat dekat


dengan kuku dan dengan mudah dapat dikeringkan dengan insisi menggunakan
scalpel ukuran 11 tanpa anestesi. Lesi yang lebih dalam paling baik diobati
dengan pemberian antibiotik, tetapi jika tidak membaik dalam 2 hari, insisi
dengan anestesi lokal diperlukan, khususnya pada anak. Antibiotik spektrum luas
lebih baik karena sulit mengidentifikasi organisme. Cara lain berupa melepaskan
sepertiga proksimal dari nail plate tanpa insisi drainase sebelumnya. Cara ini lebih
cepat dan lebih memberikan drainase yang berkelanjutan. Setelahnya dapat
diberikan pengobatan dengan steroid topikal dan terapi antibiotik. Antibiotik oral

untuk Gram-positif terutama S. aureus, seperti cephalexin, amoksisilin dengan


asam klavulanat, dan klindamisin, merupakan terapi yang efektif. Tatalaksana non
farmakologi berupa perlindungan terhadap trauma dan upaya untuk menjaga kuku
yang terinfeksi tetap kering. Sarung tangan karet atau plastik harus digunakan
setiap kali tangan berada dalam air.2,7
Paronychia kronis disebabkan candida dapat diberi antijamur topikal atau
oral meskipun penyembuhan hanya kisaran 50% dari kasus. Penambahan steroid
topikal untuk mengurangi peradangan memungkinkan perbaikan jaringan, dan
hasil yang lebih baik (hampir 80% dalam satu studi). Seringkali miconazole
dikombinasikan dengan kortikosteroid topical krim atau salep.2
ONYCHOLYSIS
Definisi
Onycholysis adalah terlepasnya distal nail plate dari nail bed. Onycholysis
primer umumnya idiopatik, dan lebih sering terjadi pada wanita (dihubungkan
dengan kerusakan akibat bahan kimia kosmetik dan kerusakan fisik). Onycholysis
dapat diakibatkan oleh trauma saat beraktivitas, maupun pengaruh kondisi sekitar,
missal penekanan dari sepatu. Onycholysis sekunder sering disebabkan oleh
penyakit vesikobulosa (dermatitis kontak, herpes simpleks), hiperkeratosis nail
bed (onychomycosis, psoriasis), dan tumor pada nail bed.1,8
Manifestasi Klinis
Nail plate yang terpisah dari nail bed akan terlihat berwarna putih karena
terdapat udara. Perubahan warna menjadi hijau kecoklatan sering terjadi karena
kolonisasi bakteri. Onycholysis sering disertai kronik paronychia, dan penebalan
pada nail plate.1,3,8

Gambar 7. Onycholysis pada penderita tiroid (kiri), dan idiopatik onychlysis yang disertai kolonisasi pseudomonas, m

Penatalaksanaan
Pasien dengan onycholysis harus menjaga agar kuku tetap kering,
memotong bagian onycholytic pada nail plate, dan memakai sarung tangan katun
disebelum memakai sarung tangan karet. Topikal timol 4% dalam larutan
kloroform pada nail bed yang terkena dapat mempercepat penyembuhan. Pada
onycholysis sekunder, atasi penyakit yang mendasari.1

PERIUNGUAL WARTS
Definisi
Periungual papul atau subungual papul, atau periungual warts, sering juga
disebut common warts, diakibatkan oleh HPV. Periungual warts terjadi sebagian
besar pada usia 5-20 tahun, dan hanya 15% terjadi setelah usia 35 tahun. Faktor
risiko umum nya karena perendaman tangan di air.1,2
Manifestasi klinis
Periungual warts lebih sering terjadi pada kuku yang tergigit, dan
melibatkan proksimal dan lateral nail folds. Ukuran lesi bervariasi dari pinpoint
hingga lebih dari 1 cm, rata-rata paling banyak sekitar 5 mm. Periungual warts
bertambah besar dalam beberapa minggu hingga bulan. Bentuk dapat berupa
peninggian, papul bulat, dengan permukaan kelabu dan kasar. Gambaran khas ini
disebut verrucous, digunakan untuk menggambarkan lesi dengan karakter
permukaan yang sama (contoh: seborrheic keratosis). Dalam beberapa kasus, kutil
tunggal muncul dan tumbuh perlahan dalam waktu yang lama, dan kemudian tibatiba banyak kutil baru yang muncul.1,2

10

Gambar 8. Periungual warts2

Penatalaksanaan
Umumnya warts dapat sembuh sendiri. Pengobatan untuk warts secara
umum melibatkan dua pendekatan dasar: destruksi warts dan Imunoterapi.
Metode destruktif yang paling umum digunakan sebagai terapi awal. Cryotherapy
adalah terapi lini pertama yang paling umum.1,2
DIAGNOSIS INFEKSI KUKU
Kultur untuk mengetahui penyebab apakah bakteri atau virus. Diagnosis
paronychia herpetic dapat ditegakkan dengan ditemukannya virus pada lepuh
yang dilihat dengan pemeriksaan sitology.1,7 Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis onychomicosis berupa
pemeriksaan KOH dengan sampel debris subungual. Berbagai pewarnaan seperti
chlorazol

black-E

dapat

ditambahkan

untuk

meningkatkan

sensitivitas.

Pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan periodic acid-schiff (PAS) telah


terbukti 41-93% sensitif dibanding KOH ataupun kultur pada beberapa penelitian.
Kultur dengan media agar Sabouraud dengan kloramfenikol dan agar
cycloheximide (Mycosel) memiliki sensitifitas 32%. Penelitian lain menunjukkan
sensitivitas kultur kisaran 30-70%. KOH dikombinasikan dengan kultur
menghasilkan sensitifitas kisaran 80-85%. 1,2
Hifa dapat dilihat diantara lamina kuku sejajar dengan permukaan dan
memiliki predileksi pada kuku bagian ventral dan stratum korneum dari nail bed.
hifa dan arthroconidia dapat terlihat pada nail plate dan nail bed dengan
pewarnaan PAS. 1,2

11

KESIMPULAN
Infeksi pada kuku dapat disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri.
Prevalensi paling banyak adalah onychomicosis, paronychia, periungual warts
dan onycholysis. Baik onychomicosis, maupun paronychia dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, maupun jamur. DLSO merupakan bentuk yang paling umum dari
onychomicosis, sedangkan PSO merupakan salah satu penanda untuk kecurigaan
pasien tersebut menderita HIV. Paronychia akut yang berulang dapat dicuragai
disebabkan HSV. sementara paronychia kronis umumnya disebabkan oleh
Candida. Periungual warts disebabkan oleh HPV, sering terjadi pada anak-anak,
umumnya sembuh sendiri. Onycholysis umumnya idiopatik, tetapi dapat juga
disebabkan oleh virus. Onycholysis sering disertai dengan paronychia kronis, dan
mempermudah kolonisasi bakteri. Untuk mengetahui agen penyebab infeksi kuku,
dapat dilakukan pemeriksaan kultur, KOH, dan pewarnaan PAS. Keterlibatan
kuku yang minimal pada tidak perlu diobati. Setelah mengetahui kemungkinan
penyebab, tatalaksana yang tepat dapat diberikan sesuai agen penyebabnya.

REFERENSI
1. Goldsmith L, Stephen K, Gilchrest B, Paller A, Leffel D, Wolff K. Fitzpatricks;
Dermatology in General Medicine, 8th ed. United States: the McGraw-Hill
Companies, Inc; 2012. P. 1009-29; 1824-6; 2303-6

2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of the Skin; Clinical
Dermatology. 10th ed. Philadelphia; Elsevier Inc. 2011. P. 249-99

3. Jean L Bolognia, Joseph L Jorizzo, Ronald P Rapini. Dermatology. 2nd ed.


British: Elsevier Inc. 2008. P. 1030-1
4. Sjarif. M, Wasitaatmadja. Aisyah S, Djuanda A, Hamzah M. Anatomi Kulit. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.P 5

5. Burns T, Breathnach, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 8 th ed.


Oxford: Blackwell Publishing; 2004. P. 62.21; 65.22-3; 36.63-9

6. Fowler JR, Epidemiology of Adult Acute Hand Infections at an Urban Medical


Center. American Society for Surgery of the Hand.2013

12

7. Rockwell

PG,

Acute

and

Chronic

Paronychia.

American

Family

Physician.2001
8. Signal A, Nail as a Window of Systemic Disease. Indian Dermatology Online

Jurnal.2015

13

Você também pode gostar