Você está na página 1de 3

1.

Manifestasi
Gejala subjektif yang ditimbulkan adalah(Sidarta I. 2002):
fotopsia akibat stimulasi mekanik pada retina. Fotopsia muncul dalam kurun waktu
24-48 jam setelah terjadinya robekan retina. Fotopsia dapat diinduksi oleh gerakan bola mata.
Pasien akan merasa dapat melihat lebih jelas pada malam hari. Biasanya fotopsia terdapat di
bagian temporal perifer dari lapangan penglihatan. Pada ablasio bagian supratemporal yang
menyebabkan terangkatnya macula, maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan yang
mendadak.
floater, adanya bayangan gelap pada vitreous akibat retina yang robek, darah dan sel
epitel pigmen retina yang masuk ke badan vitreus. Kekeruhan vitreus ini terbagi atas 3 tipe,
yaitu; (1) Weiss ring, floater yang soliter terdiri dari annulus yang terlepas dari vitreus. (2)
Cobwebs, disebabkan oleh kondensasi serat kolagen di korteks vitreus yang kolaps. (3)
Pancaran seketika berupa titik hitam atau merah yang biasanya mengindikasikan perdarahan
vitreus akibat robekan pembuluh darah retina.
Black curtain, defek lapang penglihatan dirasakan oleh pasien mulai dari perifer yang
lama-lama hingga ke sentral. Karena cairan eksudat bergerak mencari tempat yang rendah,
maka penderita merasakan seolah-olah melihat suatu tirai yang bergerak ke suatu arah. Arah
munculnya defek membantu dalam menentukan lokasi dari robekan retina. Bila terjadi
dibagian temporal dimana terdapat macula dan lutea, maka visus sentral hilang. Sedangkan
bila terdapat di bagian nasal, maka visus sentral lebih lambat terganggu. Semakin lama tirai
tersebut akan terlihat makin turun menutupi lapangan penglihatan hingga terjadi ablasio
retina total, hingga akhirnya presepsi cahaya menjadi 0 (nol) (AAO, 2011).Keluhan ini dapat
saja tidak muncul di pagi hari karena cairan subretina diabsorbsi secara spontan pada saat
malam hari.
2. Diagnosis
Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif.
Pemeriksaan subjektif retina yang dapat dilakukan adalah tajam penglihatan, penglihatan
warna, dan lapangan pandang. Sedangkan pemeriksaan objektif retina adalah
elektroretinograf (ERG), elektrookulograf (EOG) dan visual evoked respons (VER) (Ilyas, S.
2011).
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina:
1. Oftalmoskopi direk dan indirek
2. Ketajaman penglihatan
3. Tes refraksi
4. Respon refleks pupil
5. Gangguan pengenalan warna
6. Pemeriksaan slitlamp
7. Tekanan intraokuler
8. USG mata
9. Angiografi flouresensi
10. Elektroretinogram
Pemeriksaan oftalmologis utama untuk menegakkan diagnosa ablasio retina adalah
dengan menggunakan oftalmoskop. Pada pemeriksaan oftalmoskop ditemukan adanya retina
yang berwarna abu-abu dengan banyak lipatan berwarna putih (Gambar 4). Gambaran koroid
yang normal tidak tampak. Terlihat retina yang berlipat-lipat, dan berubah-ubah bentuknya

jika kepala penderita digerakkan. Pembuluh darah akan terlihat lebih gelap, berkelok-kelok
dan tampak tidak sejajar.
Pada beberapa kasus ablasio retina non regmatogen yang rata, tidak akan tampak
retina yang bergelombang, yang terlihat hanya sedikit berubah warna menjadi abu-abu seperti
awan, kadang-kadang gambaran koroid masih terlihat. Pembuluh darahnya berwarna lebih
gelap dan berkelok-kelok, dan refleks cahaya (-) (Ilyas, S. 2001).

Gambar 1. Retinal Detachment5


Ablasio dangkal sulit didiagnosis tetapi dapat terlihat dengan visualisasi stereoskopik
pembuluh retina yang membentuk bayangan pada epitel pigmen retina dasar (Gambar 5). Hal
ini penting untuk menilai keadaan makula. Jika makula masih melekat, ini adalah keadaan
darurat medis, dan pasien harus menjalani operasi dalam waktu 24 jam untuk mencegah
pelepasan makula dan kehilangan penglihatan permanen. Jika makula sudah terpisah, maka
operasi harus dilakukan dalam satu atau dua minggu. Pada mata dengan media kabur, mata
ultrasonografi B-scan berguna untuk mendiagnosis dan menemukan patologi terkait, seperti
vitreoretinopathy proliferative (PVR), benda asing intraokular, dll. Ultrasonografi juga dapat
mengetahui banyak lesi yang berhubungan dengan ablasio retina eksudatif seperti tumor,
posterior skleritis, dll (Jalali, S. 2003).

Gambar 2. Ablasio Retina Dangkal5


DAFTAR PUSTAKA
1. Sidarta I,. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi kedua.
Jakarta: BP-FKUI. 2002. p.10-5.
2. American Academy of Opthalmology. 2011. San Fransisco: American Academy of
Opthalmology.
3. Ilyas, S. 2001. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: CV Sagung Seto.

4. Ilyas, S. 2011. Ilmu Penyakit Mata, Ed 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia.
5. Jalali, S. Retinal Detachment. Community Eye Health. [series online] 2003 [cited on
2016 November
26]; vol. 16, no. 46. Available from URL:
http://www.cehjournal.org/wp-content/uploads/download/ceh_16_46_025.pdf.

Você também pode gostar