Você está na página 1de 178

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

PEMBANGUNAN TRANSPORTASI LAUT

JAKARTA, 2006

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
GEDUNG KARYA LT. 12 s/d 17
Jl. MEDAN MERDEKA BARAT No. 8
JAKARTA - 10110

TEL : 3811308, 3813269, 3447017, 3842440,


3845430, 3507576, 3813848
Pst. : 4209, 4214, 4227

TLX

Fax

: 3811786, 3845430, 3507576

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT


NOMOR: UK.11/15/15/DJPL-06
TENTANG
CETAK BIRU (BLUE PRINT) PEMBANGUNAN TRANSPORTASI LAUT
2005 2024
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT,
Menimbang :

a.

bahwa dalam rangka pembinaan dan perencanaan pembangunan


Sub Sektor Transportasi Laut secara nasional untuk jangka
panjang dan berkesinambungan perlu ditetapkan kebijakan
pemerintah sehingga terwujud pelayanan jasa transportasi laut
yang andal, berdaya saing dan memberikan nilai tambah;

b. bahwa sehubungan dengan huruf tersebut huruf a, perlu


menetapkan cetak biru pembangunan transportasi laut 2005-2024
dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut;
Mengingat :

1. Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98.,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan
di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 187., Tambahan Lembaran Negara Nomor 3907);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 13.,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3929);

/ 4 Peraturan ..

4. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2000 tentang


Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 160., Tambahan Lembaran Negara Nomor 4001);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4145);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4227);
7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 33 Tahun 2001
tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan laut
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 70 Tahun 2005;
8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 53 Tahun 2002
tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional;
9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 54 Tahun 2002
tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut;
10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 55 Tahun 2002
tentang Pengelolaan Pelabuhan Khusus;
11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 56 Tahun 2002
tentang Pelimpahan/Penyerahan Pelabuhan Laut (Unit Pelaksana
Teknis/Satuan Kerja) kepada Pemerintah Propinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota;
12. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 62 Tahun 2002
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Administrator
Pelabuhan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor KM 17 Tahun 2004;
13. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 63 Tahun 2002
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan;

/ 14. Keputusan..

14. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 65 Tahun 2002


tentang Organisasi dan Tata Kerja Armada Penjagaan Laut dan
Pantai;
15. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 66 Tahun 2002
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Kesehatan Kerja
Pelayaran;
16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 67 Tahun 2002
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Teknologi Keselamatan
Pelayaran;
17. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 36 Tahun 2003
tentang Cetak Biru Pembangunan Perhubungan;
18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 69 Tahun 2004
tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi;
19. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 43 Tahun 2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan;
20. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 49 Tahun 2005
tentang Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT


TENTANG CETAK BIRU (BLUE PRINT) PEMBANGUNAN
TRANSPORTASI LAUT 2005-2024
Pasal 1

Menetapkan Cetak Biru (Blue Print) Pembangunan Transportasi Laut 2005-2024


sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Pasal 2
Cetak Biru (Blue Print) Pembangunan Transportasi Laut 2005-2024 sebagaimana
dimaksud pada Pasal 1, agar dipergunakan sebagai pedoman dalam pembinaan dan
perencanaan pembangunan sub sektor transportasi laut sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
/ Pasal 3 ..

Pasal 3
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di
Pada tanggal

: JAKARTA
: 12 April 2006

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT


ttd
H. HARIJOGI
NIP. 120088679

SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada:


1. Menteri Perhubungan;
2. Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan;
3. Inspektur Jenderal Departemen Perhubungan;
4. Para Kepala Biro di lingkungan Departemen Perhubungan;
5. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut;
6. Para Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut;
7. Para Kepala Bagian di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut;
8. Para Kepala UPT di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

Salinan sesuai dengan aslinya


Kepala Bagian Hukum
Setditjen Hubla

UMAR ARIS, SH,MH,MM


NIP. 120145440

Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut


Nomor

: UK.11/15/15/DJPL-06

Tanggal

: 12 April 2006

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN..........................................
1.1. Latar Belakang ...................................
1.2. Maksud dan Tujuan ............................
1.3. Sistematika Penulisan ........................

1-1
1-1
1-4
1-5

BAB II

ASPEK FUNDAMENTAL...............................
2.1. Visi dan Misi.......................................
2.2. Kebijakan...........................................
2.3. Strategi Pembangunan Transportasi
Laut ..................................................
2.3.1. Strategi Nasional Bidang Angkutan
Laut ................................................
2.3.2. Strategi Nasional Bidang
Kepelabuhanan ................................
2.3.3. Strategi Nasional Bidang Keselamatan
Pelayaran ........................................
2.3.4. Strategi Nasional Bidang Kelembagaan
dan Sumber Daya Manusia .................

2-1
2-2
2-3

BAB III KONDISI PENYELENGGARAAN


TRANSPORTASI LAUT SAAT INI ...............
3.1. Umum ................................................
3.1.1. Bidang Angkutan Laut .......................
3.1.2. Bidang Kepelabuhanan ......................
3.1.3. Bidang Keselamatan Pelayaran ...........
3.2. Evaluasi Pencapaian Kinerja ..............
3.2.1. Kinerja Bidang Angkutan Laut ............
3.2.2. Kinerja Bidang Kepelabuhanan ...........
3.2.3. Kinerja Bidang Keselamatan Pelayaran
3.3. Identifikasi Permasalahan .................
3.3.1. Angkutan Laut ..................................
3.3.2. Kepelabuhanan ................................
3.3.3. Keselamatan Pelayaran .....................
3.3.4. Sumber Daya Manusia .......................

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-3
2-4
2-14
2-22
2-29

3-1
3-1
3-2
3-5
3-7
3-15
3-16
3-17
3-18
3-19
3-19
3-21
3-24
3-27

3.4. Perubahan Lingkungan Strategis .......


3.4.1. Lingkungan Global ............................
3.4.2. Lingkungan Regional .........................
3.4.3. Lingkungan Nasional .........................

3-28
3-28
3-29
3-30

BAB IV

KONDISI YANG DIHARAPKAN ...................


4.1. Peran Transportasi Laut.....................
4.2. Arah Pembangunan Infrastruktur ......
4.3. Kondisi yang Hendak Dicapai .............
4.3.1. Angkutan Laut ..................................
4.3.2. Kepelabuhanan ................................
4.3.3. Keselamatan Pelayaran .....................

4-1
4-1
4-10
4-17
4-17
4-21
4-31

BAB V

STRATEGI PENGEMBANGAN
TRANSPORTASI LAUT NASIONAL ..............
5.1.
Strategi Berdasarkan Komponen ...
5.1.1. Angkutan Laut ..................................
5.1.2. Kepelabuhanan .................................
5.1.3. Keselamatan Pelayaran ......................
5.2.
Strategi Sinergi Antar Komponen
Transportasi Laut ..........................
5.3.
Instrumen Kebijakan .....................
5.4.
Program Utama Penyelenggaraan
Transportasi Laut ..........................
5.5.
Pendanaan .....................................

5-38
5-59

PENUTUP...................................................

6-1

BAB VI

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-1
5-2
5-3
5-12
5-21
5-23
5-36

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, yang
memiliki sekitar 17 ribu pulau yang membentang dari 6o
LU sampai 11o LS dan 92o

sampai 142o BT, dengan

bentang garis pantai sepanjang + 81.000 km serta luas


wilayah laut sekitar 5,9 juta km2. Berdasarkan struktur
ruang secara eksternal, posisi Indonesia terletak di antara
benua Asia dan Australia, berada pada posisi silang yang
sangat strategis dan kaya akan sumber daya alam, energi
dan hayati serta hewani yang beraneka ragam, merupakan
kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia.
Potensi wilayah Indonesia yang sangat besar tersebar di
seluruh

penjuru

negeri

yang

berbentuk

kepulauan

sehingga membutuhkan peran sektor transportasi sebagai


penggerak roda perekonomian. Transportasi laut sebagai
jalur utama penghubung pulau-pulau di Indonesia harus
memenuhi kriteria sebagai pendukung kegiatan industri
dan jasa lainnya, juga sebagai suatu simpul yang melayani
wilayah nasional, regional dan internasional. Oleh karena
itu peran transportasi laut sangat strategis dan penting

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

1-1

sehingga

secara

dominan

dapat

mendukung

keberlangsungan ekonomi nasional. Dilihat dari kacamata


ekonomi makro, maka transportasi laut merupakan sektor
yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai
tambah,

dan

mempunyai

peran

sebagai

pendukung

terciptanya nilai tambah di sektor-sektor lain.


Secara garis besar, wujud peran transportasi laut sebagai
bagian dari

Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS)

dalam memberikan tatanan kehidupan berbangsa dan


bernegara, meliputi:
- Sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial, budaya
pertahanan dan keamanan secara nasional;
- Pelayanan terhadap mobilitas manusia, barang dan jasa,
baik di dalam negeri maupun dari dan ke luar negeri,
termasuk

dalam

keadaan

tertentu

(bencana

alam,

kerusuhan sosial, dan sebagainya);


- Sebagai sarana untuk meningkatkan dan mendukung
pemerataan

pembangunan

dan

kesejahteraan

masyarakat;
- Merangsang

(stimulating/promoting)

pertumbuhan

ekonomi wilayah yang belum/sedang berkembang (ship


promotes the trade);
- Menunjang (servicing/supporting) sektor perdagangan,
ekonomi dan sektor lainnya (ship follows the trade);
- Mendukung peningkatan daya saing komoditas produksi
nasional;

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

1-2

- Memperkokoh

persatuan

dan

kesatuan

bangsa,

mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan


Republik

Indonesia

dan

mendukung

perwujudan

Wawasan Nusantara serta mempererat hubungan antar


bangsa.
Untuk

mewujudkan

peran

transportasi

dalam

satu

kesatuan SISTRANAS, maka sebagai suatu sub sistem


transportasi laut memiliki komponen pendukung utama
yang terdiri atas komponen angkutan laut, kepelabuhanan
dan keselamatan pelayaran.
Ketiga komponen utama transportasi laut tersebut harus
dapat

memberikan

nilai

kinerja

maksimal

untuk

mendukung kinerja SISTRANAS secara absolut. Namun


dalam menjalankan perannya, masing-masing komponen
masih menghadapi berbagai permasalahan atau tantangan
yang harus ditanggulangi. Oleh karena itu diperlukan
reposisi pembangunan sub sektor transportasi laut yang
meliputi penajaman visi, misi, kebijakan, strategi dan
program melalui pengembangan industri transportasi laut,
manajemen, regulasi dan sumber daya manusia, serta
melibatkan, mendorong dan memberikan peran yang lebih
besar terhadap masyarakat dan dunia usaha untuk turut
serta

menggerakkan

dan

membuka

kegiatan

perekonomian, meningkatkan kualitas hidup masyarakat,


serta menegakkan keadilan dan supremasi hukum.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

1-3

Guna mewujudkan peran dan fungsi transportasi laut


tersebut, diperlukan suatu landasan yang dapat menjawab
tantangan jangka panjang dalam bentuk Cetak Biru (Blue
Print) sebagai dasar bagi arah kebijakan pembangunan
transportasi laut ke depan.
Dokumen Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut pada
dasarnya berisi arah pembangunan transportasi laut,
kebijaksanaan
transportasi

dan
laut

perkembangan

strategi
dengan

lingkungan

dalam

penyelenggaraan

memperhatikan
strategis

fenomena

terkini

maupun

prediksi terhadap dinamika di masa mendatang, baik


secara

eksternal

maupun

internal.

Dengan

demikian

diharapkan agar dokumen ini mampu berfungsi sebagai


pedoman

arah

pengembangan

dan

penyelenggaraan

transportasi laut di masa yang akan datang.


1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud

dilakukannya

penyusunan

Cetak

Biru

Pembangunan Transportasi Laut adalah sebagai pedoman


arah kebijakan, strategi dan program penyelenggaraan
perhubungan laut.
Tujuan

dari

penyusunan

Cetak

Biru

Pembangunan

Transportasi Laut adalah menentukan arah dan tujuan


pembangunan transportasi laut pada masa 20 tahun yang

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

1-4

akan datang, dalam rangka merumuskan kebijakan dan


implementasi program-program pembangunan.
1.3. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika

penulisan

Cetak

Biru

Pembangunan

Transportasi Laut secara garis besar adalah sebagai


berikut :
Bab I

Pendahuluan
Sebagai ilustrasi, bab ini menjelaskan latar
belakang, maksud dan tujuan serta sistematika
penyusunan dokumen Cetak Biru Pembangunan
Transportasi Laut.

Bab II

Aspek Fundamental
Bab ini menjelaskan hal-hal yang mendasari
arah

pengembangan

dan

pembangunan

transportasi laut.
Bab III Kondisi Penyelenggaraan Transportasi Laut
Saat Ini
Pada

bab

ini

akan

ditinjau

kondisi

penyelenggaraan transportasi laut saat ini dan


hal-hal yang diharapkan dalam jangka panjang.
Berbagai

bentuk

permasalahan

yang

teridentifikasi dan pencapaian kinerja dijadikan


landasan

analisis

untuk

melihat

permintaan

transportasi laut nasional di masa yang akan


datang.
Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

1-5

Bab IV

Kondisi Yang Diharapkan


Berdasarkan
analisis

aspek-aspek

terhadap

fundamental

kondisi

aktual,

serta
maka

ditetapkan arah pembangunan transportasi laut


ke depan.
Bab V

Strategi Pengembangan Transportasi Laut


Nasional
Pada bab ini dijelaskan mengenai strategi yang
dibangun

dalam

mengembangkan

peran

transportasi laut secara garis besar.


Bab VI

Penutup
Bab ini menjelaskan kesimpulan dari dokumen
Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut yang
telah dilakukan dan memberikan rekomendasi
kepada Pemerintah dan stakeholder terutama
agar

penerapan

Cetak

Biru

Pembangunan

Transportasi Laut dapat berjalan sebagaimana


diharapkan.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

1-6

BAB II
ASPEK FUNDAMENTAL

Penyusunan Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut


didasarkan

pada

aspek-aspek

fundamental

yang

merupakan penjabaran dari Sistem Transportasi Nasional


(SISTRANAS).
SISTRANAS sebagaimana telah ditetapkan, merupakan
tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman
untuk

dijadikan

perencanaan,
transportasi

pedoman

pembangunan
guna

dan
dan

mewujudkan

landasan

dalam

penyelenggaraan
penyediaan

jasa

transportasi yang efektif dan efisien.


Transportasi laut sebagai salah satu sub-sektor, tentunya
diselenggarakan
tersebut

dengan

sehingga

mengacu

pelaksanaannya

kepada

dokumen

dilakukan

secara

terintegrasi dan terpadu dengan penyelenggaraan moda


angkutan lainnya.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-1

2.1. VISI DAN MISI


Visi penyelenggaraan transportasi laut secara nasional
adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi
laut

nasional

yang

infrastruktur

dan

efektif
tulang

dan

efisien

punggung

sebagai

kehidupan

berbangsa dan bernegara.


Untuk

mewujudkan

visi

tersebut,

Direktorat

Jenderal

Perhubungan Laut mengemban misi sebagai berikut:


a. Menyediakan pelayanan transportasi laut nasional yang
handal dan berkemampuan tinggi serta memenuhi
standar nasional dan internasional;
b. Meningkatkan daya saing industri transportasi laut
nasional di pasar global yang dapat memberikan nilai
tambah bagi perekonomian nasional;
c. Melaksanakan
usaha

dan

reformasi

konsolidasi

pemerintah
peraturan

peran
melalui

dan

masyarakat,

dunia

restrukturisasi

kelembagaan

di

dan

bidang

transportasi laut;
d. Meningkatkan
mempercepat

peran
laju

transportasi
pertumbuhan

laut

dalam

pembangunan

nasional;
e. Meningkatkan

aksesibilitas

masyarakat

terhadap

pelayanan jasa transportasi laut.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-2

2.2. KEBIJAKAN
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi yang telah
ditetapkan,

penyelenggaraan

transportasi

laut

berpedoman pada kebijakan-kebijakan berikut:


a. Meningkatnya Pelayanan Transportasi Laut Nasional;
b. Meningkatnya

Keselamatan

dan

Keamanan

dalam

Penyelenggaraan Transportasi Laut Nasional;


c. Meningkatnya

Pembinaan

Pengusahaan

Transportasi

Laut;
d. Meningkatnya Kualitas Sumber Daya Manusia serta Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi di Bidang Transportasi Laut;
e. Meningkatnya Pemeliharaan dan Kualitas Lingkungan
Hidup serta Penghematan Energi di Bidang Transportasi
Laut;
f. Meningkatnya

Penyediaan

Dana

Pembangunan

Transportasi Laut;
g. Meningkatnya Kualitas Administrasi Negara pada Sub
Sektor Transportasi Laut.

2.3. STRATEGI PEMBANGUNAN TRANSPORTASI LAUT


Untuk mengimplementasikan kebijakan penyelenggaraan
transportasi

laut,

maka

ditetapkan

berbagai

strategi

sebagai berikut:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-3

2.3.1. Strategi Nasional Bidang Angkutan Laut


1. Meningkatnya Pelayanan Transportasi Laut Nasional
a. Peningkatan Kualitas Pelayanan
1) Meningkatkan kualitas jasa angkutan laut.
2) Menyempurnakan

sistem

informasi

untuk

kelancaran angkutan laut.


3) Meningkatkan pelayanan transportasi internasional
dalam

rangka

mengantisipasi

perkembangan

globalisasi.
b. Peningkatan

Peranan

Transportasi

Laut

terhadap

Pengembangan dan Peningkatan Daya Saing Sektor


Lain.
1) Mengantisipasi kebutuhan pelayanan angkutan laut
dalam rangka menunjang pertumbuhan produksi
sektor lain.
2) Menyelenggarakan angkutan laut perintis untuk
daerah-daerah di mana produksi sektor lain belum
dapat bersaing karena masalah transportasi.
c. Peningkatan dan Pengembangan Sektor Transportasi
sebagai Urat Nadi Penyelenggaraan Sistem Logistik
Nasional

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-4

1) Meningkatkan pelayanan angkutan laut dari dan ke


pusat

perdagangan

dan

pergudangan

barang-

barang strategis.
2) Mendorong

profesionalisme

dan

keterpaduan

berbagai pihak dalam mata rantai sistem logistik


nasional, khususnya penyedia jasa angkutan laut
agar lebih efektif dan efisien.
d. Penyeimbangan Peranan BUMN, BUMD, Swasta dan
Koperasi
1) Mendorong

koperasi

dan

swasta

dalam

menyediakan sarana transportasi laut.


2) Rasionalisasi peran pemerintah dalam penyediaan
jasa angkutan laut yang pada wilayah tersebut
kegiatan operasionalnya belum dapat dilakukan
secara komersial atau sektor swasta belum cukup
berkembang.
3) Memberikan kesempatan pada sektor swasta dan
koperasi dalam tender terbuka untuk pelayanan
angkutan

laut

kemudahan,
dan/atau

perintis

seperti

proteksi

kontrak
monopoli

melalui
jangka
suatu

berbagai
panjang
pelayanan

sampai jangka waktu tertentu sehingga yang


bersangkutan

memperoleh

keuntungan

yang

wajar.
4) Meningkatkan peranan BUMN dan BUMD dalam
penyediaan jasa angkutan laut.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-5

5) Mengatur pengusahaan industri jasa transportasi


laut.
a). Menata dan menyederhanakan perijinan industri
jasa angkutan laut dengan tujuan:
(1) melindungi kepentingan pengguna jasa;
(2) mencegah dominasi swasta tunggal secara
berlebihan.
b). Memberikan kemudahan untuk mengelola jasa
angkutan

laut

sebagai

bagian

dari

usaha

pokoknya (own-account transport), seperti pada


usaha pertambangan, industri, pertanian dan
sebagainya.
c). Menyederhanakan perijinan untuk pelayanan
dari pintu ke pintu/antarmoda.
e. Optimalisasi Penggunaan Fasilitas yang Ada
1) Penggunaan

manajemen

transportasi,

teknik

transportasi dan lalu-lintas untuk meningkatkan


kinerja dan kapasitas.
2) Memberikan

insentif

bagi

penggunaan

sarana

transportasi laut yang efektif dan efisien.


3) Pemilihan teknologi tambahan untuk meningkatkan
produktivitas sarana transportasi laut yang ada.
4) Meningkatkan penggunaan teknik penjadwalan dan
pengendalian

canggih

dalam

mengoperasikan

sarana transportasi laut.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-6

5) Menerapkan sistem tarif khusus pada saat lalulintas puncak untuk mengoptimalkan pemanfaatan
sarana.
f. Pengembangan Kapasitas Transportasi Laut
1) Mendorong

pemerintah

kabupaten/kota,

provinsi,

BUMN,

BUMD,

pemerintah

koperasi,

dan

swasta untuk meningkatkan pelayanan transportasi


laut pada daerah yang masih rendah tingkat
aksesibilitasnya.
2) Meningkatkan
diarahkan

kinerja

untuk

transportasi

penyelenggaraan

antarmoda/multimoda,

melalui

laut

yang

transportasi

evaluasi

secara

menyeluruh dan berkesinambungan.


3) Menentukan

klasifikasi

prioritas

pembangunan

sarana transportasi laut yang dapat memberikan


manfaat ganda.
4) Rencana pengembangan dan program pendanaan
yang

dipersiapkan

oleh

pemerintah

dan

BUMN/BUMD pada sub sektor transportasi laut


agar

memperhitungkan

biaya

operasional

dan

perawatan.
5) Mengembangkan kriteria dan prosedur secara jelas
dalam

mempersiapkan

usulan

investasi

dan

pemerintah

memprioritaskan
untuk

pelayanan

angkutan laut keperintisan.


6) Mengupayakan penggunaan sarana transportasi
laut yang dibuat atau dirakit di dalam negeri.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-7

g. Peningkatan Pelayanan pada Daerah Tertinggal


1) Meningkatkan alokasi investasi pemerintah pada
sub sektor transportasi laut di daerah tertinggal,
daerah terpencil dan perbatasan.
2) Mendorong

pihak

investasinya
transportasi

swasta

untuk
laut

di

meningkatkan

membangun
daerah

tertinggal

sarana
melalui

pemberian insentif khusus.


3) Mempertajam skala prioritas anggaran pemerintah
untuk fasilitas transportasi laut bagi daerah yang
relatif belum berkembang.
h. Peningkatan Pelayanan untuk Kelompok Masyarakat
Tertentu
1) Meningkatkan

pelayanan,

penyandang

cacat

penyediaan

fasilitas

dan

khususnya
lanjut

dengan

usia

bagi
dalam

memperhatikan

keselamatan, keamanan dan kenyamanannya.


2) Membantu

usaha

angkutan

laut

dalam

mempersiapkan program dan rencana pengadaan


sarana

transportasi

yang

sesuai

dengan

penumpang penyandang cacat dan lanjut usia.


i. Peningkatan Pelayanan pada Keadaan Darurat
1) Menyiapkan

contingency

plan

dalam

mengantisipasi terjadinya keadaan darurat agar


penyelenggaraan

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

transportasi

laut

tetap

dapat

2-8

berlangsung. Keadaan darurat tersebut antara lain


dapat terjadi karena:
a). Adanya bencana alam;
b). Terjadinya kerusuhan atau konflik horizontal di
suatu daerah/wilayah;
c). Terjadinya pemogokan massal;
d). Terjadinya

peningkatan

volume

lalu-lintas

secara signifikan pada hari-hari besar seperti


Hari Lebaran, Natal, dan liburan sekolah;
e). Terjadinya

krisis

berpengaruh

multidimensi

terhadap

yang

kemampuan

penyelenggaraan fungsi transportasi


2) Pelaksanaan

contingency

plan

dapat

dilakukan

melalui:
a). Mobilisasi sarana transportasi milik negara
seperti milik TNI, Polri, instansi pemerintah,
milik BUMN/BUMD dan swasta.
b). Re-routing jaringan pelayanan angkutan laut.
2. Meningkatnya

Pembinaan

Pengusahaan

Transportasi

Laut
a. Peningkatan Efisiensi dan Daya saing
1) Menerapkan

prinsip

mekanisme

pasar

untuk

meningkatkan efisiensi dan mutu pelayanan.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-9

2) Menetapkan persyaratan ijin usaha berdasarkan


kualitas.
b. Penyederhanaan Perijinan dan Deregulasi
1) Menghilangkan

atau

menyederhanakan

secara

bertahap perijinan usaha yang bermasalah.


2) Menyederhanakan dan mengklasifikasi prosedur
untuk mendapatkan ijin.
c. Peningkatan Standarisasi Pelayanan dan Teknologi
1) Meningkatkan
standardisasi

kerjasama

dalam

fasilitas/peralatan,

merumuskan
sistem

dan

prosedur, serta dokumen dan pertukaran data


elektronik.
2) Mengupayakan

harmonisasi

peraturan

perundangan mengenai pertanggungan kehilangan


dan kerusakan barang.
d. Peningkatan Penerimaan dan Pengurangan Subsidi
1) Meninjau

ulang

bentuk

subsidi

ekonomi,

yang

menyebabkan

finansial

kompetisi

dan
yang

kurang sehat di kalangan penyelenggara jasa


transportasi laut.
2) Membatasi pemberian subsidi silang antar kategori
jasa transportasi, terutama jika diperkirakan akan
mengakibatkan penggunaan sumber daya secara
tidak efisien.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-10

3) Mengupayakan

peningkatan

pendapatan

pemerintah dari pemakai jasa transportasi laut


dalam rangka pengurangan subsidi.
4) Membebankan biaya terhadap penggunan fasilitas
transportasi laut secara proporsional sesuai dengan
dampak yang diakibatkannya dan manfaat yang
diterimanya
5) Mengijinkan
melakukan

pengirim
negosiasi

dan
untuk

pengangkut
menentukan

barang
biaya

transportasi tanpa adanya pengaturan dan campur


tangan pemerintah, kecuali untuk pelayanan kapal
perintis dan keadaan khusus yang ditunjukkan oleh
ketidaksempurnaan

pasar

yang

dapat

menimbulkan distorsi harga yang tidak diinginkan.


6) Menganjurkan pengusaha agar mempublikasikan
ongkos/harga
ditawarkan,

pelayanan

transportasi

mendaftarkan/melaporkan

yang

besarnya

ongkos/harga tersebut ke instansi pemerintah yang


berwenang, dan tetap mentaati ketentuan tersebut
sampai

tarif

baru

dipublikasikan,

serta

memperkenalkan struktur tarif yang didesain untuk


menggunakan kapasitas yang tersedia secara lebih
efektif (misalnya ongkos/harga yang bervariasi
pada waktu-waktu dalam hari atau pada hari-hari
dalam minggu dan sebagainya).

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-11

7) Memberikan otonomi kepada BUMN/BUMD dan


perusahaan

swasta

yang

bergerak

di

bidang

transportasi untuk menetapkan tarif transportasi


penumpang kelas non ekonomi.
e. Peningkatan

Aksesibilitas

Perusahaan

Nasional

Transportasi ke Luar Negeri


1) Menegakkan
dalam

azas

negeri

cabotage,

yaitu

diselenggarakan

transportasi
oleh

warga

negara/Badan Hukum Indonesia dengan armada


berbendera Indonesia.
2) Menghilangkan

hambatan

yang

menyebabkan

pergerakan barang dan penumpang dari dan ke


Indonesia

kurang

efisien,

termasuk

tarif

dan

persyaratan lain yang menghambat di bidang


perdagangan dan transportasi.
3) Meningkatkan aliansi perusahaan nasional dengan
perusahaan asing.
4) Melakukan
transportasi

proteksi
laut

terhadap

nasional

yang

perusahaan
menghadapi

praktek diskriminasi dan tidak adil dari negara lain.


5) Meningkatkan pertukaran teknologi antar negara
dengan penekanan pada pengembangan pasar
industri jasa transportasi laut Indonesia ke luar
negeri dalam rangka peningkatan daya saing.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-12

6) Menemukenali produk teknologi Indonesia dan luar


negeri

yang

transportasi

menguntungkan
laut

dalam

bagi

negeri

perusahaan

dalam

rangka

meningkatkan daya saing internasional.


f. Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi Perusahaan
Jasa Transportasi Laut.
1) Meningkatkan lingkungan kerja yang harmonis di
dalam usaha jasa transportasi laut dan menjamin
keselamatan pekerja di tempat kerja.
2) Meningkatkan kerjasama dengan perusahaan jasa
transportasi laut dan pihak swasta lain, universitas
serta

lembaga

pendidikan

lain

untuk

mengembangkan program khusus untuk melatih


tenaga kerja di sektor transportasi laut.
3) Meningkatkan kerjasama dengan perusahaan jasa
transportasi laut untuk menemukenali kebutuhan
tenaga kerja transportasi laut di masa mendatang
serta

mengembangkan

sistem

tenaga

kerja,

termasuk wanita dan penyandang cacat.


g. Pembinaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Mengarahkan

BUMN

transportasi

laut

untuk

meningkatkan kinerja pelayanan dan kinerja finansial


perusahaan secara proporsional dalam mengemban
misinya sebagai pelayan publik (public service),
penyedia prasarana sekaligus sebagai entitas bisnis.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-13

3. Meningkatnya

Penghematan

Penggunaan

Energi

di

Bidang Transportasi Laut.


a. Mengkoordinasikan kebijakan program sektor energi
dengan sektor transportasi laut.
b. Mengembangkan

secara

terus

menerus

sarana

transportasi laut yang lebih hemat bahan bakar


dengan cara:
1) meningkatkan
konservasi

bimbingan
energi

dan

dengan

penyuluhan

penyebarluasan

informasi dan pelatihan konservasi energi sektor


transportasi laut;
2) memasukkan konservasi energi sebagai salah satu
pertimbangan

dalam

pemilihan

sistem/moda

transportasi laut;
3) menentukan

standar

sarana

transportasi

yang

ekonomis dan hemat energi;


4) mewajibkan

audit

energi

bagi

perusahaan

transportasi yang jumlah penggunaan energinya di


atas skala tertentu.
2.3.2.

Strategi Nasional Bidang Kepelabuhanan

1. Meningkatnya Pelayanan Kepelabuhanan Nasional


a. Peningkatan Kualitas Pelayanan

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-14

1) Meningkatkan kualitas jasa kepelabuhanan.


2) Menyempurnakan

sistem

informasi

untuk

kelancaran transportasi di pelabuhan.


3) Meningkatkan
internasional

pelayanan
dalam

transportasi

rangka

laut

mengantisipasi

perkembangan globalisasi.
b. Penyeimbangan Peranan BUMN, BUMD, Swasta dan
Koperasi
1) Mendorong

koperasi

dan

swasta

dalam

menyediakan prasarana transportasi laut.


2) Rasionalisasi peran pemerintah dalam penyediaan
fasilitas kepelabuhanan yang pada wilayah tersebut
kegiatan operasionalnya belum dapat dilakukan
secara komersial atau sektor swasta belum cukup
berkembang.
3) Memantau dan menganalisis prospek dan implikasi
privatisasi seluruh atau sebagian pelayanan jasa
kepelabuhanan yang pada saat ini dilakukan oleh
BUMN dan BUMD.
4) Meningkatkan peranan BUMN dan BUMD dalam
penyediaan fasilitas kepelabuhanan.
5) Mengatur pengusahaan jasa kepelabuhanan.
a). Menata

dan

menyederhanakan

perijinan

pengelolaan pelabuhan dengan tujuan:


(1) melindungi kepentingan pengguna jasa;
(2) melindungi prasarana umum;

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-15

(3) melestarikan fungsi lingkungan;


(4) mencegah dominasi swasta tunggal secara
berlebihan.
b). Memberikan

kemudahan

untuk

mengelola

pelabuhan sebagai bagian dari usaha pokoknya


(own-account transport), seperti pada usaha
pertambangan,

industri,

pertanian

dan

sebagainya.
c). Menyederhanakan perijinan untuk pelayanan
dari pintu ke pintu/antarmoda.
c. Perawatan Prasarana Transportasi Laut
1) Memberikan prioritas pada perawatan prasarana
transportasi laut yang masih dibutuhkan dalam
bentuk rehabilitasi dan perawatan preventif.
2) Menyempurnakan pedoman teknis, standar teknis
dan desain prasarana transportasi laut sebagai
pedoman perawatan bagi segenap instansi yang
terlibat.
d. Optimalisasi Penggunaan Fasilitas yang ada
1) Penggunaan manajemen dan teknik transportasi
untuk meningkatkan kinerja dan kapasitas.
2) Memberikan

insentif

bagi

penyediaan

jasa

kepelabuhanan yang efektif dan efisien.


3) Pemilihan teknologi tambahan untuk meningkatkan
produktivitas fasilitas pelabuhan yang ada.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-16

4) Meningkatkan penggunaan teknik penjadwalan dan


pengendalian

canggih

dalam

pengelolaan

pelabuhan.
5) Menerapkan sistem tarif khusus pada saat lalulintas puncak untuk mengoptimalkan pemanfaatan
prasarana.
6) Standardisasi fasilitas kepelabuhanan dan fasilitas
penunjangnya

sesuai

dengan

ketentuan

yang

berlaku baik nasional maupun internasional.


e. Keterpaduan Antarmoda
1) Menciptakan iklim yang kondusif bagi pemerintah
pusat,

pemerintah

kabupaten/kota

provinsi

dalam

dan

pemerintah

memadukan

sistem

transportasi yang bersifat nasional, wilayah lokal


serta prioritas pendanaannya.
2) Memperkuat kemitraan antara swasta, pemerintah,
BUMN,

BUMD,

menemukenali,
membangun

dan

koperasi

merencanakan,
fasilitas

alih

dalam

rangka

mendesain

muat

dan

antarmoda

transportasi.
f. Pengembangan Kapasitas Pelabuhan
1) Mendorong

pemerintah

kabupaten/kota,

BUMN,

provinsi,
BUMD,

pemerintah

koperasi,

dan

swasta untuk mengembangkan pelabuhan pada


daerah yang masih rendah tingkat aksesibilitasnya.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-17

2) Merencanakan

peruntukan

lahan

untuk

pengembangan kapasitas transportasi laut di masa


mendatang.
3) Meningkatkan kinerja pelabuhan yang diarahkan
untuk

penyelenggaraan

antarmoda/multimoda,

transportasi

melalui

evaluasi

secara

menyeluruh dan berkesinambungan.


4) Menetapkan kriteria investasi bagi proyek-proyek
pembangunan fasilitas pelabuhan yang dibiayai
dari dana pemerintah.
5) Menentukan
pelabuhan

klasifikasi
yang

prioritas

dapat

pembangunan

memberikan

manfaat

ganda.
6) Rencana pengembangan dan program pendanaan
yang

dipersiapkan

oleh

pemerintah

dan

BUMN/BUMD pada bidang kepelabuhanan agar


memperhitungkan

biaya

operasional

dan

perawatan.
7) Di

dalam

prioritas

mengalokasikan
diberikan

sumber

pada

investasi,

penyelesaian

pembangunan yang sedang berjalan, dan pada


pemasangan/penggunaan

fasilitas

yang

sudah

tersedia. Pembangunan dengan investasi cukup


besar

ditinjau

pelaksanaannya
permintaan

yang

ulang
dapat

secara
ditunda

timbul

di

teratur
jika

bawah

dan

ternyata
perkiraan

sebelumnya.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-18

g. Peningkatan Pelayanan pada Daerah Tertinggal


1) Meningkatkan alokasi investasi pemerintah pada
pembangunan

fasilitas

pelabuhan

di

daerah

tertinggal, daerah terpencil dan perbatasan.


2) Mendorong

pihak

swasta

meningkatkan

investasinya untuk membangun fasilitas pelabuhan


di daerah tertinggal melalui pemberian insentif
khusus.
3) Mempertajam skala prioritas anggaran pemerintah
untuk pembangunan fasilitas pelabuhan di daerah
yang relatif belum berkembang.
h. Peningkatan Pelayanan untuk Kelompok Masyarakat
Tertentu
1) Meningkatkan
penyandang

pelayanan,
cacat

penyediaan

dan

fasilitas

memperhatikan

khususnya
lanjut

usia

pelabuhan

keselamatan,

bagi
dalam
dengan

keamanan

dan

kenyamanannya.
2) Membantu

operator

pelabuhan

dalam

mempersiapkan program dan rencana pengadaan


fasilitas yang sesuai bagi penyandang cacat dan
lanjut usia.
i. Peningkatan Pelayanan pada Keadaan Darurat
Menyiapkan contingency plan dalam mengantisipasi
terjadinya keadaan darurat agar penyelenggaraan

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-19

transportasi laut tetap dapat berlangsung. Keadaan


darurat tersebut antara lain dapat terjadi karena:
1) Adanya bencana alam;
2) Terjadinya kerusuhan atau konflik horizontal di
suatu daerah/wilayah;
3) Terjadinya pemogokan massal;
4) Terjadinya peningkatan volume lalu-lintas secara
signifikan

pada

hari-hari

besar

seperti

Hari

Lebaran, Natal, dan liburan sekolah;


5) Terjadinya krisis multidimensi yang berpengaruh
terhadap

kemampuan

penyelenggaraan

fungsi

transportasi
2. Meningkatnya Pembinaan Pengusahaan Pelabuhan
a. Peningkatan Efisiensi dan Daya Saing
1) Menerapkan

prinsip

mekanisme

pasar

untuk

meningkatkan efisiensi dan mutu pelayanan jasa


kepelabuhanan.
2) Menetapkan

persyaratan

ijin

pengusahaan

pelabuhan berdasarkan kualitas.


b. Penyederhanaan Perijinan dan Deregulasi
1) Menghilangkan
bertahap

atau

perijinan

menyederhanakan
jasa

kepelabuhanan

secara
yang

bermasalah.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-20

2) Menyederhanakan dan mengklasifikasi prosedur


untuk mendapatkan ijin.
3) Menegakkan

seluruh

peraturan

khususnya

perlindungan hak pemakai jasa, prasarana umum


dan lingkungan secara efektif, melalui penerapan
hukum

sesuai

peraturan

perundangan

yang

berlaku.
c. Peningkatan Standarisasi Pelayanan dan Teknologi
1) Meningkatkan

kerjasama

standardisasi

dalam

fasilitas/peralatan,

merumuskan
sistem

dan

prosedur, serta dokumen dan pertukaran data


elektronik.
2) Mengupayakan

harmonisasi

peraturan

perundangan mengenai pertanggungan kehilangan


dan kerusakan barang di pelabuhan.
d. Pembinaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Mengarahkan

BUMN

transportasi

laut

untuk

meningkatkan kinerja pelayanan dan kinerja finansial


perusahaan secara proporsional dalam mengemban
misinya

sebagai

pelayan

publik

(public

service),

penyedia prasarana sekaligus sebagai entitas bisnis.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-21

2.3.3. Strategi

Nasional

Bidang

Keselamatan

Pelayaran
1. Meningkatnya Pelayanan Keselamatan Pelayaran
a. Perawatan

Sarana

dan

Prasarana

Keselamatan

Pelayaran
1) Memberikan prioritas pada perawatan sarana dan
prasarana yang masih dibutuhkan dalam bentuk
rehabilitasi dan perawatan preventif.
2) Menyempurnakan pedoman teknis, standar teknis
dan desain sarana dan prasarana keselamatan
pelayaran

sebagai

pedoman

perawatan

bagi

segenap instansi yang terlibat.


b. Optimalisasi Penggunaan Fasilitas yang ada
1) Pemilihan teknologi tambahan untuk meningkatkan
produktivitas fasilitas keselamatan pelayaran yang
ada.
2) Standardisasi
keselamatan

seluruh

sarana

pelayaran

sesuai

dan

prasarana

ketentuan

yang

berlaku baik nasional maupun internasional.


c. Pengembangan Kapasitas
1) Merencanakan

peruntukan

lahan

untuk

pengembangan prasarana di masa mendatang.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-22

2) Menentukan

klasifikasi

prioritas

pembangunan

sarana dan prasarana keselamatan pelayaran yang


dapat memberikan manfaat optimal.
3) Rencana pengembangan dan program pendanaan
yang

dipersiapkan

memperhitungkan

oleh
biaya

pemerintah

agar

operasional

dan

perawatan.
4) Di

dalam

prioritas

mengalokasikan
diberikan

sumber

pada

investasi,

penyelesaian

pembangunan yang sedang berjalan, dan pada


pemasangan/penggunaan

fasilitas

keselamatan

pelayaran yang sudah tersedia.


5) Mengupayakan penggunaan sarana keselamatan
pelayaran yang dibuat atau dirakit di dalam negeri.
2. Meningkatnya Keselamatan dan Keamanan Transportasi
Laut
a. Peningkatan Keselamatan Transportasi Laut
1) Meningkatkan Keselamatan Transportasi Laut
a). Mewujudkan tingkat keselamatan transportasi
laut yang tinggi.
b). Menemukenali

potensi

permasalahan,

keselamatan transportasi laut dan penyebabnya


dilakukan

dengan

cara

memperbaiki

terus

menerus sistem pelaporan yang menyangkut

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-23

keakurasian
berkaitan

data

maupun

dengan

informasi

gejala

yang

kecenderungan

penyimpangan.
c). Melakukan tinjau ulang (safety audit) untuk
setiap desain baru sarana transportasi laut
dalam usaha mendeteksi kemungkinan adanya
permasalahan

mengenai

keselamatan,

dan

melakukan studi khusus untuk fasilitas dan


sarana yang sudah ada apabila terjadi masalah
yang dianggap serius mengenai keselamatan
dan kecelakaan transportasi laut.
d). Mengusahakan
pemerintah,
sektor

secara

lembaga

swasta

terus

menerus

penegak

melakukan

agar

hukum

dan

koordinasi

dan

mengalokasikan lebih besar sumber dananya


untuk bidang keselamatan, termasuk kesadaran
masyarakat,

penegak

hukum

dan

pelatihan

tenaga kerja sektor pemerintah dan swasta


yang terkait dengan peningkatan keselamatan
transportasi laut.
e). Penyelenggaraan

transportasi

laut

harus

memenuhi persyaratan kelaikan, keselamatan,


keamanan dan tata tertib lalu lintas dengan
memperhatikan

peraturan

perundangan

dan

konvensi-konvensi internasional yang berlaku


dan yang telah diratifikasi.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-24

f). Mengupayakan secara maksimal peningkatan


kesadaran

masyarakat

menyeleksi

dan

menguji

dan

awak

awak

kapal,

kapal

serta

menegakkan hukum bagi para pelanggar.


g). Mengurangi resiko kecelakaan bagi tenaga kerja
di sektor transportasi laut.
h). Meningkatkan liputan, kuantitas dan kualitas
data/informasi

meteorologi

dan

geofisika

khususnya untuk kegiatan pelayaran.


i). Meningkatkan

kemampuan

pencarian

dan

penyelamatan kecelakaan pelayaran.


j). Setiap penyedia jasa (operator) transportasi
diwajibkan

menutup

asuransi

untuk

menanggung resiko keselamatan penumpang


dan barang yang diangkut.
2) Meningkatkan Keselamatan Transportasi Barang
Berbahaya dan Beracun (B3)
a). Penemukenalan

permasalahan

keselamatan

yang potensial dengan cara pengumpulan data


keselamatan secara berkesinambungan beserta
analisisnya mengenai barang yang diangkut
oleh seluruh moda transportasi secara teratur.
b). Mengembangkan regulasi, menegakkan hukum
mengenai

barang

berbahaya

dan

beracun

secara efektif dalam kaitannya dengan bahan,

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-25

teknologi

dan

resiko

keselamatan

bagi

transportasi laut.
c). Mengembangkan

kebutuhan

pendidikan

dan

pelatihan penanganan barang berbahaya dan


beracun dalam sistem transportasi, meliputi
kepatuhan

terhadap

peraturan,

kesadaran,

penghindaran dan pengurangan bahaya.


d). Mengimplementasikan
internasional

standar

untuk

dan

konvensi

penanganan

barang

berbahaya dan beracun melalui transportasi


laut secara maksimal dan konsisten dengan
aturan keselamatan, dalam rangka memberi
kemudahan pada perdagangan luar negeri dan
peningkatan daya saing barang Indonesia di
pasar dunia.
b. Peningkatan Keamanan Transportasi Laut
1) Meningkatkan keamanan transportasi laut dalam
mendukung pertahanan keamanan nasional.
2) Meningkatkan keamanan transportasi laut dalam
mendukung pemberantasan obat terlarang.
a). Meningkatkan

kemampuan

pencegahan

masuknya obat terlarang melalui pelabuhan.


b). Melakukan

koordinasi

untuk

mencegah

pergerakan obat terlarang di dalam negeri


3) Meningkatkan keamanan transportasi laut untuk
mencegah terorisme.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-26

a). Menerapkan

alat

deteksi

bahan

peledak

generasi baru yang peka untuk mendeteksi dan


menggagalkan aksi terorisme.
b). Melakukan kerjasama guna menganalisis dan
memperbaiki fasilitas keamanan terhadap aksi
teroris, pembajak dan kriminal lainnya.
c). Menerapkan standar dan konvensi internasional
untuk meningkatkan keamanan transportasi.
3. Meningkatnya Pemeliharaan dan Kualitas Lingkungan
Hidup serta Penghematan Penggunaan Energi di Bidang
Transportasi Laut.
a. Peningkatan Proteksi Kualitas Lingkungan
1) Menyusun

dan

perundangan
tentang

menerapkan

nasional

pencemaran

diakibatkan

oleh

maupun
lingkungan

penyelenggaraan

peraturan
internasional,
hidup

yang

transportasi

laut.
2) Mengupayakan
fasilitas

agar

transportasi

desain

dan

laut

pembangunan

harmonis

dengan

lingkungan alam, sosial budaya dan estetika.


3) Mengembangkan sistem dan prosedur baku untuk
mengevaluasi dampak pembangunan transportasi
laut terhadap lingkungan hidup.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-27

4) Memberlakukan

ketentuan

internasional

secara

bertahap tentang polusi yang disebabkan oleh


penyelenggaraan transportasi laut.
5) Memberlakukan sanksi yang sepadan (membuat
jera)

bagi

pelanggaran,

bertanggung

jawab

atas

termasuk
ganti

keharusan

rugi

terhadap

kerusakan lingkungan.
b. Peningkatan

Kesadaran

Terhadap

Ancaman

Tumpahan Minyak
1) Mengembangkan suatu sistem dan prosedur untuk
mengatasi terjadinya tumpahan minyak di perairan
2) Menerapkan

suatu

upaya

untuk

mencegah

tumpahan minyak, dan keharusan bertanggung


jawab

atas

kerusakan

ganti

termasuk

rugi

terhadap

sumber

daya

terjadinya
alam

yang

diakibatkannya.
3) Mengembangkan desain kapal tanker yang layak,
dilihat

dari

aspek

teknis,

ekonomis

dan

keselamatan.
4) Menetapkan peraturan agar pengangkutan minyak
mentah dan hasilnya dalam keadaan selamat,
termasuk pertimbangan desain kapal, keharusan
melalui jalur pelayaran tertentu, operasi bongkar
muat khususnya dikaitkan dengan teknologi dan
perubahan pola pelayaran.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-28

2.3.4. Strategi Nasional Bidang Kelembagaan dan


Sumber Daya Manusia
1. Meningkatnya Pelayanan Transportasi Laut Nasional
Peningkatan Keterpaduan Pengembangan Transportasi
Laut melalui Tatranas, Tatrawil dan Tatralok.
a. Memperjelas dan mengharmonisasikan peran masingmasing instansi pemerintah baik di pusat maupun di
daerah yang terlibat bidang pengaturan, administrasi
dan

penegakan

hukum,

berdasarkan

azas

dekonsentrasi dan desentralisasi.


b. Menentukan

bentuk

koordinasi

dan

konsultasi

termasuk mekanisme hubungan kerja antar instansi


pemerintah baik di pusat maupun daerah antara
penyelenggara dan pemakai jasa transportasi laut.
c. Meningkatkan
pemerintah

keterpaduan
pusat,

perencanaan

pemerintah

provinsi

antara
dan

pemerintah kabupaten/kota dalam berbagai aspek.


2. Meningkatnya Kualitas Sumber Daya Manusia, serta
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Bidang Transportasi
Laut
a. Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Transportasi
Laut

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-29

1) Memaksimalkan

penggunaan

potensi

lembaga

pelatihan dan pendidikan transportasi laut yang


ada.
2) Meningkatkan

program

kerjasama

antara

pemerintah dan perguruan tinggi serta sektor


swasta

untuk

melakukan

tukar

menukar

pengetahuan dan inovasi di bidang transportasi


laut.
b. Peningkatan

Kepedulian

Masyarakat

Terhadap

Peraturan Perundangan Transportasi Laut.


3. Meningkatnya

Penyediaan

Dana

Penerimaan

dari

Pembangunan

Transportasi Laut
a. Peningkatan

Pemakai

Jasa

Transportasi Laut
1) Mengutamakan

penggunaan

pendapatan

dari

sektor transportasi laut untuk pembangunan.


2) Mengupayakan pengguna jasa transportasi mau
(willingness to pay) dan mampu (ability to pay)
membayar jasa transportasi laut yang digunakan.
3) Mengupayakan

tingkat

pengembalian

investasi

penyelenggaraan prasarana dan jasa transportasi


laut secara bertahap sesuai dengan perkembangan
ekonomi nasional.
a). Pada

prinsipnya,

transportasi

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

laut

penerimaan
yang

di

sektor

dibayarkan

kepada

2-30

pemerintah adalah untuk memperoleh kembali


investasi

pemerintah

pada

prasarana

dan

sarana (cost recovery).


b). Menetapkan struktur harga yang tepat bagi
pemakai

jasa

prasarana

untuk

mengembalikan

transportasi

laut

yang

biaya
tidak

ditetapkan tarifnya secara langsung. Struktur


harga tersebut diharapkan dapat:
(1) menjamin bahwa kelompok pemakai jasa
yang

berbeda

menutup

setidak-tidaknya

biaya

prasarana

laut

dapat
yang

diperuntukkan pada mereka;


(2) mendorong kelompok penyedia jasa agar
membuat keputusan investasi dan operasi
yang ekonomis dalam rangka memperbaiki
efisiensi seluruh sistem transportasi laut;
(3) memudahkan administrasi dan mencegah
timbulnya pembayaran di bawah tarif yang
berlaku.
c). Menetapkan tarif penggunaan beberapa jenis
terminal transportasi umum yang disediakan
oleh

BUMN/BUMD

atau

pemerintah

sesuai

dengan perhitungan biaya. Manfaat penetapan


tarif yang sesuai dengan perhitungan biaya
tersebut adalah untuk:
(1) mendorong pemakai jasa agar membuat
keputusan

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

operasi

dan

investasi

kearah

2-31

perbaikan

efisiensi

ekonomi

secara

keseluruhan (seperti unitisasi muatan);


(2) meningkatkan penggunaan kapasitas yang
tersedia secara lebih efektif.
d). Menghilangkan berbagai biaya yang dibebankan
kepada

pengguna

jasa

untuk

fasilitas

dan

pelayanan yang tidak diperlukan atau fasilitas


dan pelayanan yang tidak pernah diberikan.
e). Penetapan tarif jasa transportasi laut yang
bersifat komersial diserahkan pada mekanisme
pasar,

sedangkan

tarif

jasa

nonkomersial

seperti transportasi perintis, ditetapkan atas


kemampuan

membayar

dari

pemakai

jasa

transportasi
f). Meminimalkan
kewajiban

penghindaran

membayar

bagi

terhadap

pengguna

jasa

transportasi laut.
b. Peningkatan Anggaran Pembangunan Nasional dan
Daerah
1) Memberikan prioritas anggaran yang lebih tinggi
kepada sektor transportasi laut secara nasional
2) Mendorong

pemerintah

daerah

dalam

meningkatkan pendapatan yang akan digunakan


untuk mengembangkan fasilitas transportasi laut,
sejauh tidak mengakibatkan ekonomi biaya tinggi

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-32

dan sesuai dengan peraturan perundangan yang


berlaku.
3) Mendorong pemerintah daerah untuk menggali
sumber

keuangan

guna

membiayai

fasilitas

transportasi laut, antara lain melalui kerjasama


dengan pihak swasta, memanfaatkan nilai tambah
pada lahan atau usaha dengan adanya fasilitas
transportasi

laut

yang

bersangkutan,

sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku.


c. Peningkatan Partisipasi Swasta dan Koperasi
1) Meminimalkan

hambatan

peraturan

perundang-

undangan terhadap partisipasi swasta dan koperasi


dalam hal kepemilikan, perencanaan, pembiayaan,
pembangunan, perawatan dan pengelolaan sarana
dan prasarana transportasi laut.
2) Mendorong pemerintah daerah menghilangkan dan
mengurangi

hambatan

investasi

swasta

dan

koperasi di bidang transportasi laut.


3) Meningkatkan partisipasi swasta dan koperasi di
sektor

transportasi

laut

termasuk

di

bidang

pelayanan masyarakat.
4) Mendorong inisiatif bersama antara swasta dan
pemerintah untuk pembiayaan operasi dan fasilitas
transportasi laut.
5) Menyederhanakan

perijinan

yang

masih

dirasa

perlu

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-33

d. Pemanfaatan

Hibah/Bantuan

Luar

Negeri

untuk

Program-Program Tertentu
4. Meningkatnya Kualitas Administrasi Negara di Sektor
Transportasi Laut
a. Penerapan Manajemen Modern
1) Meningkatkan sistem otomatisasi perkantoran dan
sistem informasi manajemen untuk mendukung
pengambilan kebijakan.
2) Menerapkan

manajemen

modern

berbasis

teknologi informasi yang andal secara konsekuen


untuk

memberikan

kepuasan

pelanggan

yang

optimal.
b. Pengembangan Data dan Perencanaan Transportasi
1) Menyempurnakan data base dan informasi yang
berkaitan dengan perencanaan transportasi laut
dan pengambilan keputusan.
2) Merumuskan kebutuhan informasi transportasi laut
nasional, termasuk arus barang dan penumpang
domestik

dan

penggunaan,

internasional,
kinerja

keadaan,

tingkat

masing-masing

moda

transportasi dan lain-lain


3) Mengkoordinasikan

kegiatan

pengumpulan

data

yang berkaitan dengan transportasi laut dan sistem


informasi antara pemerintah pusat, pemerintah

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-34

provinsi,

pemerintah

perusahaan

jasa

mengembangkan

kabupaten/kota

transportasi
standar

dan

laut

serta

pengumpulan

dan

tabulasi data moda dan pengguna jasa transportasi


laut.
4) Mengumpulkan dan mendistribusikan data dan
informasi mengenai kualitas pelayanan transportasi
laut

seperti

produktivitas
tentang

kinerja
untuk

tingkat

ketepatan

waktu

meningkatkan

dan

kesadaran

pelayanan

dan

upaya

melaporkan

secara

teratur

perbaikannya.
5) Mengevaluasi
keadaan
perkiraan

dan

sistem

transportasi

utilisasi

dan

laut,

termasuk

permintaan

masa

mendatang serta penilaian keadaan dan kinerja.


6) Meningkatkan

fungsi

perencanaan

strategis

transportasi laut jangka panjang sebagai suatu


kerangka untuk proposal peraturan perundangan,
program dan anggaran.
7) Meningkatkan

keterpaduan

perencanaan

antar

sektor, antar subsektor, antar pusat dan daerah


c. Peningkatan Struktur Organisasi
1) Menyempurnakan

secara

terus

menerus

peran

kelembagaan sesuai dengan perubahan peranan


pemerintah dalam pembangunan transportasi laut.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-35

2) Menyempurnakan secara terus menerus uraian


tugas,

tata

hubungan

kerja,

pedoman

kerja,

petunjuk pelaksanaan dan tata cara kerja di


lingkungan pemerintah.
d. Peningkatan Sumber Daya Manusia
1) Melaksanakan peningkatan kualitas sumber daya
manusia transportasi laut yang mencakup aparat
pemerintah, penyedia dan pengguna jasa atau
masyarakat lainnya.
2) Meningkatkan kompetensi aparat pemerintah yang
membidangi transportasi laut antara lain melalui
kursus

di

bidang

perencanaan,

manajemen

kepegawaian, analisis manajemen dan peraturan


perundang-undangan.
3) Mengembangkan jabatan fungsional untuk jabatan
yang membutuhkan spesialisasi.
4) Menyeimbangkan komposisi kepegawaian menurut
golongan, kualitas pendidikan dan ketrampilan.
5) Meningkatkan kualitas SDM melalui pengadaan
secara selektif dan penempatan pada unit kerja
sesuai kebutuhan berdasarkan analisis jabatan.
6) Melaksanakan
dengan

negara

kegiatan
lain

pertukaran

dalam

usaha

pegawai
membuka

wawasan yang lebih luas.


7) Meningkatkan

profesionalisme

penyedia

jasa

transportasi laut dalam memberikan pelayanan.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-36

8) Meningkatkan

kesadaran

dan

kepedulian

baik

penggunan jasa maupun masyarakat terhadap


peraturan perundangan di bidang transportasi laut
yang berlaku.
e. Peningkatan Sistem Pemotivasian
1) Secara terus menerus meningkatkan kesejahteraan
pegawai baik yang bersifat moril maupun material.
2) Menciptakan pola karier serta diklat penunjangnya
untuk memberikan pola pembinaan pegawai yang
lebih transparan dan lebih pasti.
3) Meningkatkan peran koperasi dalam menunjang
kesejahteraan pegawai.
4) Meningkatkan peranan organisasi pegawai negeri
dalam pembinaan di luar kedinasan.
f. Peningkatan Sistem Pengawasan
1) Mempercepat

penuntasan

tindak

lanjut

hasil

pengawasan.
2) Meningkatkan pembinaan pegawai dalam rangka
perwujudan

manusia

berkualitas

di

lingkungan

pemerintah, khususnya peningkatan penyuluhan


kepada pejabat pimpinan setiap unit kerja untuk
menguasai/menerapkan

peraturan

perundangan

yang berlaku.
3) Meningkatkan sosialisasi peraturan perundangan
dan

konvensi

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

internasional

bagi

seluruh

2-37

stakeholder (aparat pemerintah pusat dan daerah,


operator, serta pengguna jasa dan masyarakat
pada umumnya)
4) Meningkatkan penegakan hukum serta penerapan
reward and penalty secara nyata dan taat asas.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

2-38

BAB III
KONDISI PENYELENGGARAAN
TRANSPORTASI LAUT
SAAT INI

Secara umum, kondisi penyelenggaraan transportasi laut


saat ini masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Masih banyak ditemui keterbatasan dan kendala, baik dari
sisi

infrastruktur,

teknologi,

SDM

dan

sumber

daya

lainnya, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan


dalam penyelenggaraannya.
3.1.

UMUM

Pembahasan

mengenai

kondisi

penyelenggaraan

tidak

hanya dilakukan secara makro, namun harus dibagi pula


berdasarkan komponen. Sebagaimana telah dijelaskan,
sub sektor transportasi laut dapat dibagi atas komponenkomponen angkutan laut, kepelabuhanan dan keselamatan
pelayaran,

yang

masing-masing

kondisi

penyelenggaraannya dapat dijelaskan pada bagian berikut.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-1

3.1.1. Bidang Angkutan Laut


Secara makro, kondisi penyelenggaraan bidang angkutan
laut, dapat dijelaskan berdasarkan perkembangan jumlah
perusahaan pelayaran, armada niaga dan pangsa muatan.
a. Perkembangan Perusahaan Pelayaran
Jumlah

perusahaan

pelayaran

sampai

tahun

2005

sebanyak 1.272 yang berarti terjadi peningkatan sebesar


10,60% jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan
pada tahun sebelumnya.
b. Perkembangan Armada Niaga Nasional
Perkembangan jumlah perusahaan pelayaran diikuti oleh
perkembangan armada niaga nasional sebesar 11,20%, di
mana pada akhir tahun 2005 jumlah armada niaga
nasional sebanyak 6.689 unit, dengan total GT 6.542.109.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan
jumlah perusahaan pelayaran seiring dengan peningkatan
jumlah armada niaga nasional.
Berdasarkan data terakhir melalui pelaksanaan Inpres
5/2005, pada bulan Maret 2006 armada niaga nasional
telah berkembang lagi menjadi 6.791 unit dibandingkan
jumlah 6.041 unit kapal pada bulan Maret 2005.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-2

Gambar 3.1.1.1. Perbandingan Jumlah Armada Niaga


Nasional Tahun 2005 dan 2006

Unit Kapal

7000
6500
6000
5500
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

750 Unit
(12,42%)

6791

6041

s.d 31 M aret 2005

s.d 1 M aret 2006

Posisi 1 Maret 2006 total armada sebanyak 6.791 unit kapal, bila dibandingkan dengan bulan Maret 2005 yang
total armadanya sebanyak 6.041 unit kapal, maka terjadi peningkatan jumlah armada sebanyak 750 unit kapal
atau sebesar 12,42 %, dimana sebagian besar merupakan pengalihan bendera kapal milik perusahaan
pelayaran nasional dari bendera asing ke bendera Indonesia.

c. Perkembangan Muatan Angkutan Laut


Muatan angkutan laut pada tahun 2005 sebesar 699,3 juta
ton, yang terdiri dari 206,3 juta ton muatan dalam negeri
dan 492,9 juta ton muatan ekspor-impor. Dari 206,3 juta
ton muatan angkutan dalam negeri, sebanyak 114,4 juta
ton

(55,47%)

sedangkan

diangkut

sisanya

oleh

sebesar

armada

91,8

juta

niaga
ton

nasional
(44,53%)

diangkut oleh armada niaga asing. Dari 492,9 juta ton


muatan ekspor-impor, sebanyak 24,5 juta ton (4,99%)
diangkut oleh armada niaga nasional sedangkan sisanya
sebesar 468,3 juta ton (95,01 %) diangkut oleh armada
niaga asing.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-3

Gambar 3.1.1.2. Perkembangan Muatan Angkutan Laut


Dalam Negeri Tahun 2000-2005
PERKEMBANGAN
PERKEMBANGANMUATAN
MUATANANGKUTAN
ANGKUTANLAUT
LAUTDALAM
DALAMNEGERI
NEGERISERTA
SERTA
PANGSA
MUATAN
PELAYARAN
NASIONAL
TAHUN
2000
2005
PANGSA MUATAN PELAYARAN NASIONAL TAHUN 2000 - 2005
100,00

80,00

60,00
60,00

53,00
47,00

50,20 49,80

53,20
46,80

55,47

52,70
47,27

44,53

40,00
40,00

20,00

0,00
2000

2001

2002
Kapal Nas ional

No

Muatan

2003

2004

2005

Kapal As ing

2000

2001

2002

2003

2004

2005

80,63

89,95

77,23

90,72

93,51

114.454

59,99

53,84

53,20

52,73

55,47

59,99

66,22

79,80

83,83

91.881

Nasional
%

53,01

Asing

71,47

46,99

40,01

46,16

46,80

47,27

44,53

Jumlah

152,10

149,95

143,46

170,53

177,35

206,335

Gambar 3.1.1.3. Perkembangan Muatan Ekspor-Impor


Tahun 2000-2005
PERKEMBANGAN
PERKEMBANGANMUATAN
MUATANEKSPOR
EKSPORIMPOR
IMPOR
SERTA
PANGSA
MUATAN
PELAYARAN
NASIONAL
SERTA PANGSA MUATAN PELAYARAN NASIONALTAHUN
TAHUN2000
2000--2005
2005
%
100,00

95,40

98,10

94,60

96,60

95,23

94,95

80,00

60,00

40,00

20,00

4,60

5,40

1,90

3,40

4,77

5,05

0,00
2000

2001

2002
Kapal Nas ional

No
1

2003

2004

2005

Juta Ton

Kapal As ing

Muatan

2000

2001

2002

2003

2004

2005

Nasional

80,63

89,95

77,23

90,72

93,51

24.895

4,60

5,40

1,90

3,40

4,77

5,05

Asing

71,47

59,99

66,22

79,80

83,83

468.075

95,40

94,60

98,10

96,60

95,23

94,95

Jumlah

364,53

412,73

438,54

442,92

473,92

492.970

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-4

3.1.2. Bidang Kepelabuhanan


a. Sistem Penyelenggaraan Kepelabuhanan
Sistem penyelenggaraan pelabuhan umum dibedakan atas
pelabuhan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan
yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan. Pelabuhan
umum yang diusahakan dan dikelola oleh PT Pelabuhan
Indonesia I, II, III, dan IV saat ini berjumlah 111
pelabuhan.

Sedangkan

pelabuhan

umum

yang

diselenggarakan Pemerintah berjumlah 614 pelabuhan.


Adapun

pelabuhan

khusus

yang

dioperasikan

untuk

kepentingan sendiri termasuk Dermaga Untuk Kepentingan


Sendiri (DUKS) berjumlah 1.010 buah. Dengan demikian,
jumlah pelabuhan dan dermaga di Indonesia saat ini
sebanyak 1.735 buah.
b. Kegiatan Bongkar Muat di Pelabuhan
Kegiatan bongkar-muat barang di pelabuhan dari waktu ke
waktu

menunjukkan

walaupun

pada

kecenderungan

tahun

2003

untuk

sempat

menurun,
mengalami

peningkatan sebesar 2,3%. Data selengkapnya dapat


dilihat pada tabel di bawah ini.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-5

Tabel 3.1.2.1. Volume Ekspor Barang melalui Pelabuhan


Tahun 2001-2005 (Ton)
Tahun

Muatan Ekspor

Perkembangan (%)

2001

354.486.674

2002

307.943.333

(13,13)

2003

315.018.546

2,30

2004

281.828.452

(10,54)

2005

301.556.444

7,00

Rata-Rata

312.166.689

Namun

sebaliknya,

kegiatan

impor

menunjukkan

kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu. Data


selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1.2.2. Volume Impor Barang melalui Pelabuhan
Tahun 2001-2005 (Ton)
Tahun

Muatan Impor

Perkembangan (%)

2001

58.241.983

2002

130.592.159

124,22

2003

127.902.301

(2,06)

2004

183.238.437

43,26

2005

191.413.510

4,46

Rata-Rata

138.277.678

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-6

c. Pelabuhan Strategis
Pelabuhan

strategis

berjumlah

25

pelabuhan

yaitu

pelabuhan Lhokseumawe, Belawan, Dumai, Pekanbaru,


Batam, Tg. Pinang, Teluk Bayur, Palembang, Panjang,
Banten, Tg. Priok, Tg. Emas, Tg. Perak, Pontianak,
Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Makassar, Bitung,
Benoa, Tenau, Ambon, Sorong, Biak, dan Jayapura.
Pelabuhan strategis ini lebih dari 70% menangani muatan
berupa barang umum (general cargo), tidak termasuk
produk migas. Di samping itu, lebih dari 97% total muatan
peti kemas dibongkar-muat hanya pada 11 pelabuhan
yaitu Tg. Priok, Tg. Perak, Belawan, Tg. Emas, Makassar,
Panjang, Banjarmasin, Palembang, Pontianak, Bitung, dan
Samarinda.
3.1.3. Bidang Keselamatan Pelayaran
Berdasarkan

data

jumlah

kecelakaan

kapal

selama

beberapa tahun terakhir masih ditandai dengan tetap


tingginya jumlah kecelakaan kapal yang terjadi di perairan
Indonesia. Untuk itu, diperlukan penanganan yang lebih
serius mengingat setiap kecelakaan berdampak buruk,
bahkan

dapat

membuat

sebagai

perairan

beresiko

perairan
tinggi.

Indonesia
Data

disebut

selengkapnya

mengenai kecelakaan di perairan Indonesia, dapat dilihat


pada tabel berikut ini.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-7

Tabel 3.1.3.1. Jumlah Kecelakaan Kapal di Indonesia


Tahun 2001-2005
NO

JENIS KECELAKAAN

A
1
2
3
4
5
6
7
8

KEJADIAN
TENGGELAM
KEBAKARAN
TUBRUKAN
KERUSAKAN MESIN
KANDAS
HANYUT
KEBOCORAN
LAIN-LAIN
JUMLAH

B
1
2
3
4
C
1
2

KEHILANGAN
KORBAN JIWA
KERUGIAN BARANG/TON
KERUGIAN KENDARAAN
KORBAN HEWAN
BENDERA
INDONESIA
ASING
JUMLAH

D
1
2
3

2001

2002

TAHUN
2003

2004

2005
25
36
21
3
18
11

JUMLAH

18
7
11
1
7
1
1
2
48

29
12
12
1
12
0
1
5
72

29
7
16
1
12
1
1
4
71

32
11
11
6
10
0
2
7
79

58
4646
0
0

48
17488,7
0
0

74
12822,1
1
0

61
3915,2
40
0

131
550

372
39422
41
0

45
8
53

68
9
77

71
19
90

86
14
100

137
20
157

407
70
477

UKURAN KAPAL
100M3 / < GT 35
GT 35 ~ GT 75
>500M3 / > GT 75
JUMLAH

5
3
44
52

6
6
68
80

13
5
74
92

9
7
84
100

35
15
107
157

68
36
377
481

E
1
2
3
4

JENIS KAPAL
KAPAL MOTOR
KAPAL LAYAR MOTOR
PERAHU LAYAR
TONGKANG
JUMLAH

44
5
1
1
51

65
6
2
4
77

80
3
0
8
91

79
10
0
11
100

122
15
5
15
157

390
39
8
39
476

F
1
2
3

FAKTOR PENYEBAB
MANUSIA
ALAM
TEKNIS
JUMLAH

17
17
14
48

38
16
18
72

29
24
18
71

37
26
16
79

56
35
34
125

177
118
100
395

11
125

133
73
71
12
59
13
5
29
395

Kapal Negara Penjagaan Laut dan Pantai (Armada PLP)


saat ini berjumlah 159 unit, yang terdiri dari 4 unit Kapal
kelas I, 9 unit Kapal Kelas II, 27 unit Kapal Kelas III, 42

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-8

unit Kapal kelas IV dan 77 unit Kapal kelas V. Sebanyak 27


unit kapal ditempatkan di 5 Pangkalan PLP (Ambon,
Bitung, Jakarta, Surabaya, Tanjung Uban) dan sisanya
sebanyak 132 unit tersebar di Adpel/Kanpel seluruh
Indonesia.
Kondisi

Kapal

Penjagaan

dan

Penyelamatan

posisi

Desember 2005 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1.3.2. Kondisi Kapal PLP Berdasarkan Kelas


Pada Tahun 2005
No.

Pangkalan

Kelas

Jumlah
1
2
3
4
5

I
II
III
IV
V
Jumlah

4
9
5
2
7
27

Adpel/Kanpel

Kondisi
Jumlah
(%)
100,00
0
60,00
0
68,50
22
57,50
40
56,43
70
132

Kondisi
(%)
0,00
0,00
77,68
65,73
67,60

Keseluruhan
Armada
Kondisi
Jumlah
(%)
4
100,00
9
60,00
27
75,98
42
65,33
77
66,58
159

Tabel 3.1.3.3. Komposisi Kapal PLP Berdasarkan Usia


Pada Tahun 2005
No.

Usia
(Tahun)

Pangkalan
Jumlah

1
2
3
4
5

< 10 tahun
10 - 19
20 - 29
30 - 39
40 ke atas
Jumlah

6
0
21
0
0
27

Adpel/Kanpel

Kondisi
Jumlah
(%)
93,33
36
0,00
3
58,69
86
0,00
3
0,00
4
132

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

Kondisi
(%)
90,01
68,50
60,65
66,00
52,50

Keseluruhan
Armada
Kondisi
Jumlah
(%)
42
90,49
3
68,50
107
60,27
3
66,00
4
52,50
159

3-9

Khusus

mengenai

kondisi

sarana

dan

prasarana

kenavigasian, tingkat kecukupan SBNP secara nasional


masih sangat rendah dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 3.1.3.4. Tingkat Kecukupan SBNP
Tahun 2005
Jenis
SBNP

Kebutuhan Terpasang Kekurangan Kecukupan

SBNP
Bersuar
(Mensu,
Ramsu,
Pelsu)

3.469

1.855

1.614

53,47%

Tingkat Keandalan SBNP saat ini hanya mencapai 89,64 %


yang masih jauh di bawah rekomendasi IALA, yaitu 99%
untuk SBNP Tetap Bersuar dan 97% untuk SBNP Apung
Bersuar.
Dari 25 Distrik Navigasi, tidak satupun yang memiliki
kecukupan SBNP 100% di wilayah kerjanya dan tidak
satupun Distrik Navigasi yang memenuhi angka keandalan
sesuai dengan rekomendasi IALA. Hal ini berarti dalam
setiap

tahunnya

kinerja

SBNP

banyak

mengalami

gangguan baik yang disebabkan oleh usia tua, kerusakan


teknis, kerusakan akibat alam, kerusakan/pencurian akibat
manusia dan tertabrak oleh kapal yang seringkali tidak
bertanggungjawab.
Di samping permasalahan pada Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran

(SBNP),

bidang

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

Sarana

Telekomunikasi

3-10

Pelayaran yang mengelola Stasiun Radio Pantai (SROP)


juga perlu mendapat perhatian yang signifikan.
Tabel 3.1.3.5.
Jumlah Stasiun Radio Pantai Berdasarkan Kelas
Tahun 2005
SROP

Jumlah Stasiun

SROP Kelas I

11

SROP Kelas II

SROP Kelas III/A

43

SROP Kelas III/B

SROP Kelas IV/A

90

SROP Kelas IV/B

65

Port Operation Station

75

JUMLAH

297

Dari 297 unit Stasiun Radio Pantai dan Port Operation


Station yang ada, baru 65 unit stasiun yang mampu
melayanai frekuensi Marabahaya (GMDSS, Global Maritime
Distress Safety System), sementara menurut GMDSS
Handboook dari IMO disebutkan bahwa Indonesia harus
memiliki sekurang-kurangnya 85 SROP yang berfasilitas
GMDSS,

sedangkan

jumlah

SROP

yang

mampu

menyelenggarakan Mobile Service baru berjumlah 145 unit


dari 218 SROP Mobile Service yang dibutuhkan, sehingga
nilai kecukupannya baru mencapai 66,51%.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-11

Sedangkan bila ditinjau dari wilayah cakupan (coverage


area) SROP yang ada saat ini, maka kecukupan dan
keandalannya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1.3.6. Kecukupan dan Keandalan
SROP Mobile Service
Tahun 2005
Wilayah
Laut
Kebutuhan
(Coverage)
GMDSS

Terpasang

279

65

Kecukupan Keandalan
23,29%

10,77%

Di samping SROP GMDSS, sesuai perkembangan teknologi,


Indonesia

membutuhkan

Vessel

Traffic

Management

System (VTMS) pada beberapa lokasi yang memiliki arus


lalu-lintas kapal sangat padat. Sistem ini merupakan
sistem

terpadu

yang

menyediakan

manajemen

dan

informasi aktual mengenai pergerakan kapal-kapal yang


berada di lingkup wilayah pelayanannya. Berdasarkan
SOLAS chapter V mengenai safety of navigation, setiap
contracting government harus mendirikan vessel traffic
services (VTS) pada wilayah perairan yang sangat padat
atau memiliki tingkat resiko kecelakaan sangat tinggi. Saat
ini telah dibangun Automatic Identification System (AIS)
Base Station di Belawan, Jakarta, Surabaya, Semarang
dan Ujung Pandang sebagai bentuk penyelenggaraan VTS.
Dalam menyelenggarakan operasional dan pemeliharaan
SBNP

dan

SROP,

keberadaan

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

dari

berbagai

sarana

3-12

prasarana

penunjang

sangat

menentukan

kinerja

kenavigasian di perairan Indonesia seperti halnya Kapal


Negara

Kenavigasian

dan

Fasilitas

Pangkalan

Kenavigasian.
Kapal Negara Kenavigasian saat ini berjumlah 60 unit yang
terdiri dari 6 unit Buoy Tender Vessel, 44 unit Aids Tender
Vessel, 9 unit Inspection Boat dan 1 unit Survey Vessel.
Komposisi Kapal Negara Kenavigasian berdasarkan usia
adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1.3.7. Komposisi Kapal Negara Kenavigasian


Berdasarkan Usia
Tahun 2005
Usia (tahun)

Jumlah

< 10 tahun

16

10 19

20 29

13

30 39

17

40 ke atas

14

Sedangkan kondisi teknis Kapal Negara Kenavigasian saat


ini adalah sebagai berikut:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-13

Tabel 3.1.3.8. Kondisi Teknis Kapal Negara Kenavigasian


Tahun 2005
Kondisi Teknis (%)

Jumlah

80% ke-atas

17

60 - 79

32

40 - 59

11

Dilihat dari profil Kapal Negara Kenavigasian saat ini maka


dalam rangka menunjang operasional kenavigasian masih
sangat

diperlukan

program-program

kongkrit

yang

bertujuan untuk peremajaan dan peningkatan jumlah


maupun kondisi teknis kapal negara kenavigasian.
Pangkalan kenavigasian yang melekat pada setiap Distrik
Navigasi saat ini bejumlah 25 Distrik yang masing-masing
membawahi suatu wilayah kerja yang disusun berdasarkan
kepentingan jaringan kenavigasian, efisiensi dan efektifitas
operasional pangkalan sehingga pembagian wilayah kerja
dimaksud tidak mengenal batas wilayah administratif
pemerintahan daerah.

Setiap Distrik Navigasi setidaknya harus dilengkapi dengan


fasilitas pangkalan sebagai berikut :
1. Gedung Kantor
2. Gudang
3. Bengkel
Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-14

4. Dermaga Kenavigasian
5. Taman Pelampung
6. Gudang Terbuka

Namun hingga saat ini belum seluruh Distrik Navigasi


memiliki

fasilitas

pangkalan

yang

cukup,

sedangkan

fasilitas pangkalan yang terpasang pada saat ini sebagian


masih belum memadai dari segi kapasitas maupun kondisi
teknisnya.

3.2. EVALUASI PENCAPAIAN KINERJA


Penilaian pencapaian kinerja Perhubungan Laut dilakukan
dengan berbagai indikator yang dapat dibagi berdasarkan
komponen penyelenggaraan transportasi laut.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-15

3.2.1.

Kinerja Bidang Angkutan Laut


Tabel 3.2.1.1. Kinerja Bidang Angkutan Laut
(Tahun 2005)

Indikator

Pencapaian
Real

Target

Posisi

Peti Kemas (Container)

100

100

100%

Muatan Umum (General Cargo)

100

100

100%

Semen (Cement in Bulk)

100

100

100%

Beras (Rice)

100

100

100%

Oil/Petroleum

40

100

40%

Kayu (Wood)

100

100

100%

Pupuk (Fertilizer)

100

100

100%

Crude Palm Oil (CPO)

80

100

80%

Batubara (Coal)

60

100

60%

Mine and Quary

40

100

40%

Other Grains

70

100

70%

Other Liquid

40

100

40%

Agri Grain

70

100

70%

Fresh Product

95

100

95%

Pelaksanaan Azas Cabotage :

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-16

3.2.2.

Kinerja Bidang Kepelabuhanan


Tabel 3.2.2.1. Kinerja Bidang Kepelabuhanan
(Tahun 2005)

Indikator

Pencapaian

Tingkat Penggunaan Dermaga

Real
59,6

Target
70,00

Posisi
85,00%

Tingkat Pemakaian Gudang

21,74

65,00

33,45%

Tingkat Pemakaian Lapangan


Penumpukan

25,18

50,00

50,36%

Daya Lalu Tambatan

1.702

2.000

85,10%

Waktu tunggu kapal

1,16

86,20%

Waktu tambat kapal

71,03

40

56,31%

Waktu efektif melakukan kegiatan


bongkar muat

67,37

80

92,55%

64

40

67,00%

- Peti Kemas

300

365

82,19%

- General Cargo

281

365

76,99%

- Cement Bulk

291

365

79,73%

- Pelayaran Rakyat

278

365

76,16%

- Penumpang

304

365

83,29%

Waktu kapal di pelabuhan


Hari Operasional Pelayanan :

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-17

3.2.3.

Kinerja Bidang Keselamatan Pelayaran

Tabel 3.2.3.1. Kinerja Bidang Keselamatan Pelayaran


(Tahun 2005)

Indikator

Pencapaian
Real
87,30

Target
100

Posisi
87,30%

61,51

100

61,51%

Tingkat kecukupan lembaga Diklat


Kepelautan sesuai STCW 95

19

100

19,00%

Tingkat kecukupan Auditor Verifikasi


Lembaga Diklat Kepelautan

25

100

25,00%

Tingkat kecukupan tenaga Marine


Inspector A

75

100

75,00%

Tingkat kecukupan tenaga Marine


Inspector B

58

100

58,00%

Tingkat kecukupan tenaga Ahli Ukur Kapal 84,71

100

84,71%

Tingkat kecukupan tenaga Asisten Ahli


Ukur Kapal

8,70

100

8,70%

84

100

84,00%

Tingkat kecukupan tenaga Penilik Gambar 54,28

100

54,28%

Tingkat kecukupan tenaga Pengawas


Kapal Asing (PSCO)

52,96

100

52,96%

Tingkat kecukupan tenaga Gulang Cemar

10,10

100

10,1%

Tingkat kecukupan Awak Kapal Patroli

58,79

100

58,79%

Tingkat kecukupan tenaga PPNS

37,46

100

37,46%

Tingkat partisipasi pihak ketiga/swasta


dalam pembangunan SBNP

16,72

40

41,8%

51

100

51%

Tingkat kecukupan SBNP

1855

3469

53,47%

Tingkat keandalan SBNP

1855

95%

89,78%

Tingkat keandalan SROP GMDSS

10,77

100

10,77%

Tingkat sertifikasi kapal


Tingkat pemenuhan pemeriksaan dan
pengesahan Gambar Kapal

Tingkat kecukupan tenaga Pegawai


Pendaftaran dan Balik Nama Kapal

Tingkat kecukupan Kapal Marine Inspector

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-18

Pencapaian

Indikator
Tingkat kecukupan SROP GMDSS

Real
65

Target
297

Posisi
21,88%

Tingkat kecukupan Kapal Patroli

75

100

75%

Tingkat hari operasi Kapal Patroli

34,85

70

49,78%

60

100

60%

Tingkat kecukupan peralatan Kespel

3.3. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN


Masih relatif rendahnya pencapaian kinerja merupakan
gambaran masih banyaknya permasalahan yang dihadapi
oleh sub sektor perhubungan laut. Beberapa permasalahan
utama yang dihadapi dalam penyelenggaraan transportasi
laut adalah sebagai berikut:
3.3.1. Angkutan Laut
a. Belum

adanya

kesamaan

persepsi

terhadap

pemberdayaan industri pelayaran nasional di antara


instansi pemerintah terkait selama ini;
b. Pelayanan

terhadap

kegiatan

angkutan

laut

belum

mencapai standar yang ditetapkan disebabkan karena


antara

lain

terbatasnya

fasilitas

pelabuhan

serta

pelayanan yang belum optimal;


c. Belum terwujudnya kemitraan antara pemilik barang
dan

pemilik

kapal

(Indonesias

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

Sea

Transportation

3-19

Incorporated) untuk pelaksanaan kontrak pengangkutan


jangka panjang/Long Term Time Charter (LTTC);
d. Belum

adanya

dukungan

perbankan

dan

lembaga

keuangan non-bank yang khusus untuk menunjang


pengembangan

armada

niaga

nasional

(karena

perusahaan pelayaran dianggap sebagai bidang usaha


yang slow yielding dan high risk);
e. Banyaknya kapal asing yang beroperasi di dalam negeri
dan banyaknya pelabuhan terbuka untuk perdagangan
luar

negeri

sehingga

azas

cabotage

tidak

dapat

dilaksanakan secara konsekuen dan berkelanjutan;


f. Insentif fiskal dan kredit untuk angkutan laut nasional
relatif belum ada sebagaimana yang diberikan oleh
negara

lain

kepada

perusahaan

angkutan

laut

nasionalnya;
g. Syarat

perdagangan

(Term

of

Trade)

kurang

menguntungkan;
h. Pembatasan supply bunker/bahan bakar minyak dari PT.
Pertamina

untuk

kepentingan

operasi

tidak

dapat

memenuhi satu round trip.


i. Belum terlaksananya Forum Informasi Muatan dan
Ruang Kapal (IMRK) antar instansi terkait di dalam
memanfaatkan kebutuhan ruang kapal angkutan laut
nasional.
Sebagai salah satu dampak dari permasalahan yang ada
pada angkutan laut nasional, maka kondisi angkutan laut
Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-20

nasional sampai saat ini masih terpuruk dan memiliki


ketergantungan yang tinggi terhadap armada angkutan
laut asing. Pangsa pasar perusahan pelayaran nasional
yang masih bersifat marjinal, yang ditunjukkan pada tahun
2005, dengan pangsa perusahaan pelayaran nasional
dalam negeri sebesar 55,47% sementara pangsa angkutan
asing sebesar 44,53%. Sedangkan untuk ekspor impor,
pangsa pelayaran nasional hanya 4,99% dan pelayaran
asing sebanyak 95,01%.
3.3.2. Kepelabuhanan

a. Dampak

pelaksanaan

otonomi

daerah

terdapat

beberapa daerah ingin membangun pelabuhan dengan


pendekatan lokal yang tidak sesuai dengan hirarki
fungsi pelabuhan berdasarkan Tatanan Kepelabuhanan
Nasional, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan
inefisiensi dalam investasi dan melemahkan daya saing
pelabuhan-pelabuhan di Indonesia dalam menghadapi
persaingan global. Di samping itu beberapa Pemda
melakukan
(irregulated

pungutan-pungutan
transaction

cost)

di
yang

pelabuhan
menimbulkan

accumulated high cost ecomony yang mengakibatkan


para investor ataupun pengguna jasa pelabuhan merasa
bahwa adanya ketidakseimbangan;
b. Pelabuhan-pelabuhan

di

Indonesia

meskipun

telah

ditetapkan peran dan fungsinya sebagai pelabuhan

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-21

internasional,

nasional,

regional

dan

lokal

pada

umumnya belum dilengkapi master plan dan Daerah


Lingkungan

Kerja/Daerah

Lingkungan

Kepentingan

Pelabuhan (DLKR/DLKP) sebagai dasar hukum yang


kuat

untuk

menjamin

kepastian

berusaha

dan

berinvestasi bagi para investor.


Dengan telah ditetapkan master plan dan DLKR/DLKP
diharapkan adanya jaminan hukum yang mengatur
kepastian lahan, kepastian usaha dan investasi;
c. Banyaknya instansi terkait di pelabuhan yang masih
memerlukan keterpaduan pelayanan (one stop service),
kondisi prasarana yang terbatas dan tingkat pelayanan
yang rendah, sehingga mengakibatkan pelayanan belum
optimal

dan

port

days/turn

round

time

kapal

di

pelabuhan menjadi tinggi.


Di samping itu, kemampuan penyelenggara pelabuhan
dalam menyediakan dana untuk investasi semakin
terbatas

akibat

terjadinya

krisis

ekonomi

yang

berkepanjangan, serta keterbatasan dana pemerintah


untuk melaksanakan pembangunan dan pemeliharaan
pelabuhan. Partisipasi swasta untuk ikut serta dalam
pembangunan prasarana pelabuhan dirasakan masih
kurang/terbatas karena hanya tertarik pada segmen
usaha yang menguntungkan serta diperlukan petunjuk
pelaksanaan yang lebih kooperatif sebagai penjabaran
dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang
ada;
Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-22

d. Pelaksanaan

pembangunan

sarana

dan

prasarana

pelabuhan diharapkan dapat dirasakan secara merata


pada wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), namun pada kawasan tertentu seperti Kawasan
Timur Indonesia dan pada daerah perbatasan, sarana
dan

prasarana

memadai

atau

aksesibilitas

pelabuhan
bahkan
ke

yang

sama

lokasi

ada

sekali

masih
tidak

pelabuhan

belum
tersedia

sehingga

mengakibatkan terkendalanya pelayanan operasional


pelabuhan.
e. Pelayanan

pelabuhan

belum

mencapai

tingkat

pelayanan yang optimal, antara lain ditunjukkan dengan


tingkat Turn Round Time (TRT) kapal yang tinggi dan
rendahnya

produktifitas

bongkar

muat

barang

di

pelabuhan (Port Productivity) rendah.


f. Pada lokasi pelabuhan-pelabuhan tertentu sering terjadi
kecelakaan kapal karena tingkat frekuensi lalu-lintas
kapal telah meningkat dengan pesat, namun belum
diatur dan ditata secara tegas vessel traffic control
system (VTCS). Kecelakaan yang sering terjadi antara
lain:

kandas,

tabrakan

atau

tenggelam

akibat

keterbatasan perangkat pengaturan lalu-lintas kapal dan


sarana bantu navigasi untuk pemisahan alur pelayaran
masuk keluar pelabuhan.
g. Kapasitas terpasang di pelabuhan menurun karena
kurangnya

dana

investasi

untuk

pengembangan

pelabuhan agar dapat memenuhi standar kegiatan

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-23

pelayanan
kinerja

minimun,

pelayanan

akibatnya

pencapaian

operasional

standar

pelabuhan

yang

ditetapkan oleh Pemerintah tidak dapat tercapai.


3.3.3. Keselamatan Pelayaran

a. Masih tingginya tingkat kecelakaan, musibah dan


perompakan (piracy and armed robbery) kapal di laut;
b. Rendahnya kualitas kapal dikarenakan sebagian besar
usia kapal-kapal berbendera Indonesia telah tua;
c.

Rendahnya kesadaran pengusaha kapal berinventasi


untuk peralatan keselamatan di kapal;

d. Terbatasnya fasilitas docking sehingga banyak kapal


yang harus menunda kewajiban docking-nya;
e. Masih kurangnya tenaga pengajar yang memenuhi
persyaratan

(terutama

pada

Diklat

Kepelautan

swasta);
f.

Penyediaan alat peraga/simulator yang masih kurang


(terutama pada Diklat Kepelautan swasta);

g. Terbatasnya
kadet,

kapal-kapal

sehingga

untuk

praktek

banyak

kadet

laut

bagi
yang

tertunda/terhambat praktek lautnya;


h. Tingkat

keandalan

SBNP

belum

memenuhi

rekomendasi IALA dan tingkat kecukupan SBNP masih


rendah sehingga Perairan Indonesia berpotensi untuk
tetap menyandang predikat Unreliable Area.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-24

i.

Kecepatan deteksi dan response terhadap kelainan


SBNP maupun antisipasi terhadap kehilangan peralatan
SBNP masih sangat rendah sehingga sulit untuk
mempertahankan dan meningkatkan keandalan SBNP.

j.

Belum

dipenuhinya

jumlah

Stasiun

Radio

Pantai

GMDSS sebagaimana yang direkomendasikan IMO


dalam

GMDSS

Handbook

dapat

mengakibatkan

rendahnya kepercayaan masyarakat pelayaran akan


kemampuan respon terhadap marabahaya di perairan
Indonesia.
k. Terbatasnya fasilitas, peralatan maupun SDM di bidang
Telekomunikasi
optimalnya

jam

Pelayaran
layanan

mengakibatkan
SROP

Indonesia

belum
dalam

memenuhi kebutuhan lalul-intas pelayaran yang ada.


l.

Indonesia belum memiliki Stasiun VTMS dan VTIS yang


cukup, khususnya pada titik-titik penting dan pintu
masuk perairan Indonesia dalam rangka antisipasi
dampak globalisasi dan adanya Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI).

m. Berdasarkan
Contracting

Resolution
Governments

of

The
to

the

Conference

of

International

Convention for the Safety of Life at Sea, 1974, yang


diadopsi pada tahun 2002, sesuai dengan Amandments
to the Annex to the International Convention for the
Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974, telah diberlakukan
International Ship and Port facility Security Code (ISPS
Code) sejak tanggal 1 Juli 2004. Untuk mendukung

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-25

pelaksanaan ISPS Code tersebut dibutuhkan sistem


dan peralatan keamanan pada kapal dan fasilitas
pelabuhan, yang saat ini masih sangat terbatas.
n. Kapal pandu dan kapal tunda di beberapa pelabuhan
masih kurang memenuhi persyaratan, baik dalam
jumlah maupun kondisi teknisnya.
o. Kapal patroli penjagaan dan penyelamatan dan KPLP
yang dimiliki saat ini masih kurang memadai baik dari
segi

jumlah

maupun

kondisi

teknis

dibandingkan

dengan luas wilayah perairan yang harus dilayani.


p. Terjadinya gangguan ketertiban dan keamanan di
pelabuhan
pelabuhan,

serta

di

sebagai

atas
akibat

kapal

yang

belum

berada

di

diterapkannya

ketentuan ISPS Code secara konsisten.


q. Terjadinya pencurian atau perampokan diatas kapal
yang berada di luar perairan pelabuhan, bahkan
sampai menjurus ke tindak pembajakan kapal.
r.

Terjadinya tumpahan minyak di laut yang disebabkan


tindakan pelanggaran oleh kapal yang membuang
limbah tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

s.

Adanya kecenderungan untuk menggunakan perairan


Indonesia sebagai tempat pembuangan bangkai kapal.

t.

Banyaknya kapal yang melakukan kegiatan ilegal di


perairan Indonesia (illegal logging, penangkapan ikan,
survei dll)

u. Sistem patroli yang belum terkoordinasi antara patroli


laut dengan patroli di pelabuhan.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-26

v. Banyaknya kasus pelanggaran pelayaran yang belum


atau tidak ditindak secara tegas sampai tuntas.
w. Lemahnya

hubungan

tata

kerja

antar

pangkalan

Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) maupun antara


pangkalan-pangkalan

PLP

dengan

para

perairan

tertentu,

Adpel/Kakanpel.
x. Lemahnya

pengamanan

daerah

seperti Selat Malaka dan Selat Singapura, sehingga


ada keinginan beberapa negara lain untuk ikut campur
tangan dalam bidang pengamanan.
y. Sebagian besar Lembaga Diklat Kepelautan belum
mendapat approval sesuai dengan standar STCW 1998
sehingga Sumber Daya Manusia yang diluluskan harus
mengikuti ujian tambahan di Lembaga-Lembaga Diklat
yang sudah mendapat approval.
3.3.4. Sumber Daya Manusia

Kondisi

Sumber

Daya

Manusia

(SDM)

sub

sektor

transportasi laut pada saat ini dihadapkan pada beberapa


masalah utama sebagai berikut:
a. Kualitas dan profesionalisme SDM kurang didukung
pendidikan dan keterampilan yang memadai;
b. Distribusi

SDM

transportasi

laut

tidak

merata,

khususnya di wilayah terpencil, pulau-pulau kecil dan


perbatasan negara;

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-27

c. Kualitas SDM di perusahaan pelayaran nasional kurang


profesional;
d. Rendahnya kegiatan pemasaran dan kerjasama antara
pengelola

pelabuhan

nasional

dengan

pelabuhan-

pelabuhan yang telah lebih maju dan perusahaan


pelayaran asing;
e. Rendahnya

informasi

dan

sosialiasi

yang

diterima

masyarakat tentang sistem dan prosedur pelayanan


kepelabuhanan dan keselamatan pelayaran baik di laut
maupun di pelabuhan;
f. Terbatasnya jumlah tenaga penyelam dan SAR Laut
sebagai ujung tombak penanggulangan kecelakaan di
laut.

3.4. PERUBAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS


Perubahan lingkungan strategis perlu pula dibahas dalam
bagian ini karena mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan terhadap penyelenggaraan perhubungan laut.
Adapun

perubahan

tersebut

meliputi

hal-hal

sebagai

berikut:

3.4.1. Lingkungan Global, yang mencakup antara lain :


a. Kecenderungan globalisasi dan liberalisasi perdagangan
dan investasi dengan adanya World Trade OrganisationWTO dan General Agreement on Trade in ServicesGATS,

akan

dapat

meningkatkan

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

kebutuhan

jasa
3-28

angkutan

laut

ekspor-impor

dan

kebutuhan

jasa

penunjang angkutan laut;


b. Pergeseran sentra kegiatan perekonomian dunia dari
kawasan Atlantik ke kawasan Pasifik. Pergeseran ini
diikuti

dengan

kecenderungan

berkembangnya

pola

pelayaran antara pelabuhan-pelabuhan di Pantai Barat


Amerika

(American

West

Coast)

dan

pelabuhan-

pelabuhan di Pasifik Barat (Jepang, Korsel, Taiwan,


Hongkong

dan

Cina)

serta

di

Pasifik

Barat

Daya

(khususnya negara-negara anggota ASEAN);


c. Perkembangan

Manajemen

Pengusahaan

di

Bidang

Angkutan Laut dan Kepelabuhanan;


d. Perkembangan pengaturan dalam International Maritime
Organization (IMO).
3.4.2. Lingkungan Regional, mencakup antara lain:
a. Kerja Sama Sub Regional, meliputi :
Singapore-Johor-Riau (SIJORI);
Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMSGT);
Kerja

sama

Indonesia-Malaysia-Thailand

Growth

Triangle (IMT-GT);
Kerja sama Brunei Darussalam-Indonesia-MalaysiaPhilippines East Asia Growth Area (BIMP-EAGA);
Kerja sama Indonesia-Australia.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-29

b. Kerja Sama Regional


ASEAN Free Trade Agreement (AFTA), diperkirakan
akan

meningkatkan

negara

ASEAN

volume

yang

perdagangan

dengan

sendirinya

antar
akan

meningkatkan permintaan jasa transportasi laut.


Asia

Pacific

menuju

Economic

Cooperation

kesepakatan

di

bidang

(APEC)

akan

International

Passenger Transport, International Cargo Transport


dan Cargo Handling.
3.4.3. Lingkungan Nasional
Pengaruh

lingkungan

strategis

nasional,

antara

lain

berupa:
a. Terjadinya Krisis Ekonomi/Multidimensi yang berdampak
pada kemunduran usaha di bidang angkutan laut dan
usaha penunjangnya;
b. Pelaksanaan

Otonomi

Daerah/Desentralisasi

yang

menimbulkan perubahan kewenangan Pemerintah Pusat


dan

Daerah

dalam

penyelenggaraan

transportasi

berdasarkan UU no. 32 tahun 2004.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

3-30

BAB IV
KONDISI YANG DIHARAPKAN

Prediksi

atas

dinamika

yang

terjadi

dalam

penyelenggaraan transportasi laut di masa yang akan


datang didasarkan atas kondisi saat ini dan identifikasi
terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi secara
aktual.
4.1. PERAN TRANSPORTASI LAUT
Potensi

sumber

daya

alam

Indonesia

sangat

besar,

sehingga membutuhkan peran transportasi laut agar dapat


menunjang pengelolaan sumberdaya alam tersebut. Di sisi
lain, berbagai tuntutan terhadap perubahan kondisi sosial
ekonomi pada masa mendatang diprediksi akan semakin
besar. Oleh karena itu, transportasi laut ke depan di
samping

harus

dapat

memberikan

nilai

tambah

di

sektornya sendiri, juga harus mampu berperan sebagai


penghasil nilai tambah bagi sektor lain. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1.1. di bawah ini.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-1

Gambar 4.1.1. Penjabaran Peran Transportasi Laut


PERAN
PERANTRANSPORTASI
TRANSPORTASILAUT
LAUTDALAM
DALAMPEMBANGUNAN
PEMBANGUNANNASIONAL
NASIONAL
1

BIDANG PEREKONOMIAN
SARANA PENUNJANG PERPINDAHAN ORANG DAN/ATAU
BARANG
SARANA MERANGSANG PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH
(SHIP PROMOTES THE TRADE)
SARANA MENUNJANG SEKTOR PERDAGANGAN EKONOMI DAN
SEKTOR LAINNYA (SHIP FOLLOWS THE TRADE) ANTARA
LAIN 99,4 % DARI TOTAL EX/IM (BY VOLUME) DAN 95,2 % DARI
TOTAL EX/IM (BY VALUE) DIANGKUT MELALUI LAUT

SARANA MENINGKATKAN MOBILITAS SERTA


SOSIAL DAN BUDAYA ANTAR WARGA BANGSA

TRANSPORTASI
LAUT
MERUPAKAN
INFRASTRUKTUR
DAN TULANG PUNGGUNG
KEHIDUPAN
BERBANGSA DAN
BERNEGARA

BIDANG SOSIAL BUDAYA


INTERAKSI

BIDANG POLITIK
SEBAGAI SARANA MENDUKUNG PELAKSANAAN ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN KESELURUH WILAYAH TANAH AIR;
SEBAGAI JEMBATAN PENGHUBUNG DAN SARANA PEMERSATU
(INTEGRATIF) NKRI DALAM MENDUKUNG PERWUJUDAN
WAWASAN NUSANTARA

BIDANG HANKAM
ARMADA NIAGA NASIONAL SBG KOMPONEN PERTAHANAN
NEGARA (UU No. 3/2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA)
ARMADA NIAGA NASIONAL SBG PENDUKUNG PERTAHANAN
NEGARA DI LAUT BILA NEGARA DALAM KEADAAN BAHAYA
DAPAT DIMOBILISASIKAN (UU NO. 27/1997 TTG MOBILISASI DAN
DEMOBILISASI)

Selain berbagai analisis mengenai kondisi saat ini maupun


kondisi masa depan, penyusunan Cetak Biru juga mengacu
pada peran dominan dari transportasi laut itu sendiri,
yaitu:
1) Peran sebagai urat nadi kehidupan Ekososbudhankamnas
Peran

sebagai

urat

nadi

kehidupan

Ekososbud-

hankamnas diwujudkan oleh peran transportasi laut


dalam

menunjang

TRIGATRA

yang

TRIGATRA
bersifat

dan

statis

PANCAGATRA.
tentu

sangat

memerlukan peran transportasi laut yang dikaitkan


dengan

kondisi

geografis

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

Indonesia

dalam

bentuk

4-2

penyebaran penduduk dan pengelolaan sumber daya


alam.

Sedangkan

peran

dalam

PANCAGATRA

ditunjukkan dalam peran transportasi laut yang bersifat


lebih dinamis, yakni peran transportasi laut terhadap
aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan
keamanan.

Secara ilustrasi, peran transportasi laut tersebut dapat


dijabarkan dalam bentuk ASTAGATRA yang terdiri dari
TRIGATRA dan PANCAGATRA. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 4.1.2 di bawah ini.

Gambar 4.1.2. Penjabaran Peran Transportasi Laut

Peran
Transportasi
Laut

PANCAGATRA

TRIGATRA
ASTAGATRA

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-3

2) Peran dalam bentuk pelayanan terhadap mobilitas


manusia, barang dan jasa
Peran ini ditunjukkan dalam penyediaan sarana dan
prasarana

dalam

menunjang

pergerakan

manusia,

barang dan jasa, baik di dalam negeri maupun dari dan


ke

luar

negeri,

termasuk

contingency

plan

dalam

keadaan tertentu (peristiwa kerusuhan sosial, bencana


alam, dan sebagainya)
Gambar 4.1.3. Penyediaan Sarana dan Prasarana Kegiatan
Transportasi Laut

Sarana
Transportasi
Laut

Dalam
Negeri

Peran
Transportasi
Laut

Aktivitas
Ekonomi

Prasarana
Transportasi
Laut

Luar
Negeri

3) Peran berbentuk sarana untuk peningkatan dan


pemerataan kesejahteran masyarakat
Peran

ini

diwujudkan

dalam

pemerataan

dan

penyebaran untuk mewujudkan pemerataan wilayah


dengan

memberikan

penyediaan

sarana

angkutan

perintis untuk membuka keterisolasian wilayah.


Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-4

Gambar 4.1.4. Peran Pemerataan dan Penyebaran


Sarana Transportasi Laut
Wilayah Terpencil
Wilayah
Telah
Berkembang

Perintis

Wilayah
Komersial

4) Peran dalam merangsang pertumbuhan ekonomi


wilayah yang belum atau sedang berkembang
Peran ini diwujudkan dalam bentuk penyediaan sarana
dan prasarana transportasi laut sebagai perangsang
(stimulating/promoting)

berkembangnya

sektor

lain

(ships promote the trade).


Gambar 4.1.5. Peran Transportasi Laut sebagai
Perangsang Pertumbuhan Ekonomi

Intervensi
Swasta

Intervensi
Pemerintah

Peran
Transportasi
Laut

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

Wilayah
Belum
Berkembang

Wilayah
Berkembang

4-5

5) Peran sebagai penunjang sektor perdagangan,


ekonomi dan sektor lainnya
Peran

ini

diwujudkan

untuk

menunjang

(servicing/supporting)

sektor

lain

serta

keseimbangan

supply

dan

demand,

antara

menjaga
dalam

rangka kelangsungan roda perekonomian nasional.

Gambar 4.1.6. Peran Transportasi Laut sebagai


Penunjang Sektor Lain

Demand

Supply

Ekuilibrium
Sektor
Transportasi
Laut

Sektor
Produksi

6) Peran dalam mendukung daya saing komoditas


produksi nasional
Peran dalam mendukung daya saing produk nasional
sekaligus

sebagai

bagian

utama

mata

rantai

penyelenggaraan total logistik nasional, harus dapat


diwujudkan dalam bentuk penyelenggaran transportasi
laut yang efisien dan efektif, sehingga komponen biaya
transportasi tidak membebani harga barang produk
ekspor yang harus memiliki daya saing tinggi.
Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-6

Gambar 4.1.7. Peran Transportasi Laut Mendukung Daya


Saing

Pasar
Internasional

Optimasi Peran
Transportasi
Laut

Peran
Transportasi
laut

7) Peran

dalam

kesatuan

Daya Saing
Produk
Nasional

memperkokoh

bangsa,

persatuan

mendukung

dan

perwujudan

Wawasan Nusantara serta mempererat hubungan


antar bangsa
Salah

satu

bentuk

peran

ini

diwujudkan

dengan

memberikan penandaan batas-batas terluar/terdepan


wilayah dari sisi penyediaan jasa transportasi laut,
sebagai

contoh,

tersedianya

rambu-rambu

navigasi

pada sisi luar wilayah nasional/pulau terdepan yang


secara fisik menunjukkan batasan wilayah nasional kita
selain

keberadaannya

sebagai

prasarana

dalam

penyelenggaraan fungsi keselamatan pelayaran.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-7

Gambar 4.1.8. Peran Transportasi Laut sebagai


Perwujudan Wawasan Nusantara

Batas
dengan
Negara lain

Wilayah
RI

Pelabuhan sisi luar dan


rambu navigasi

Berdasarkan

peran-peran

tersebut

di

atas,

maka

sebenarnya secara praktik demand transportasi laut


merupakan permintaan yang bersifat turunan (derived
demand). Oleh karena itu, demand transportasi laut
sangat tergantung pada demand sektor lain yaitu sektor
produksi. Namun pada kenyataannya, sentra-sentra
produksi yang merupakan sektor primer tidak merata
intensitas produksinya di seluruh tanah air, sehingga
mengakibatkan terjadinya bentuk yang berbeda dari
peran transportasi laut tersebut.
Secara

ilustrasi,

wujud

perbedaan

dari

peran

transportasi laut tersebut dijelaskan dalam Gambar


4.1.9. di bawah ini.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-8

Gambar 4.1.9. Peran Transportasi Laut Sangat


Tergantung dari Permintaan Sektor Lain

Peran Transportasi
Laut
I

Ship Follow The


Trade

Telah

dijelaskan

Ship Promote The


Trade

sebelumnya,

bahwa

bentuk

peran

transportasii laut sangat sejalan dengan demand yang ada


secara agregat (nasional) yaitu Indonesia bagian Barat dan
Timur. Bentuk peran ships follow the trade sangat sesuai
diterapkan untuk bagian Barat Indonesia, karena secara
merata pertumbuhan demand produksi barangnya cukup
tinggi. Sedangkan bagian Timur Indonesia masih sangat
memerlukan peran transportasi laut walaupun secara
nyata demand tersebut belum tampak, sehingga sifat
peranannya adalah ships promote the trade. Oleh karena
itu, diagnosa dalam penyusunan Cetak Biru untuk
pengembangan transportasi laut pada kedua wilayah
tersebut tentunya berbeda. Di samping itu, indikator
performansinya juga berbeda.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-9

Secara

historis,

peran

transportasi

laut

mengalami

perubahan bentuk yang dapat dilihat pada kurun (fase):


sebelum adanya kebijakan PAKNOV-21, sesudah kebijakan
PAKNOV-21 dan masa Reformasi sampai dengan kondisi
sekarang. Di samping itu, perubahan tampilan performansi
transportasi laut dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang
bersifat strategis, baik yang bersifat eksternal maupun
bersifat internal.

4.2. ARAH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR


Arah pembangunan infrastruktur transportasi laut harus
didasarkan pada permasalahan yang ada pada sub sektor
transportasi laut sebagai berikut :

Kondisi sekarang merupakan kondisi yang sulit bagi


pengembangan investasi di Indonesia. Sebab, kondisi
ekonomi saat ini berbeda dengan era sebelum krisis
yang mempunyai laju pertumbuhan ekonomi rata-rata
sebesar 7,8% per tahun. Pada saat terjadinya krisis
ekonomi,

pertumbuhan

terendah

(negatif).

memang

telah

investasi

relatif

penurunan

Pada

dapat
masih

investasi

ekonomi
tahun

mencapai
2003,

dikendalikan,
belum
tersebut

titik

laju

inflasi

namun

gairah

membaik,

sehingga

merupakan

suatu

pertimbangan dalam penyusunan Cetak Biru. Kondisi ini


diilustrasikan pada Gambar 4.2.1.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-10

Gambar 4.2.1. Kondisi Investasi Transportasi


Laut Saat Ini

Pertumbuhan

Pertumbuhan
Ekonomi

Pertumbuhan
Infrastruktur
Pertumbuhan
Inflasi

Orde Baru

Dengan

Reformasi

dirumuskannya

Cetak

Biru

Pembangunan

Transportasi Laut, diharapkan transportasi laut ke depan


dapat

lebih

berkembang

dan

berperan

mendorong

pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian diharapkan iklim


investasi, pertumbuhan ekonomi, dan laju inflasi dapat
dikendalikan

dan

perkiraannya

dapat

diasumsikan

sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 4.2.2.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-11

Gambar 4.2.2. Kondisi Investasi yang diharapkan


Pertumbuhan
Infrastruktur
%
Pertumbuhan

Pertumbuhan
Ekonomi

Pertumbuhan
Inflasi

Periode

BLUE PRINT

Hal

lain

yang

dipertimbangan

adalah

perubahan

struktur demografi akibat arus urbanisasi, di mana


terjadi konsentrasi kegiatan ekonomi pada pusat-pusat
wilayah

tertentu

sehingga

berpengaruh

terhadap

demand transportasi laut. Oleh karena itu, perluasan


kapasitas infrastruktur transportasi laut merupakan hal
yang dipertimbangkan sebagai arah pengembangan
Cetak Biru Transportasi Laut. Secara ilustrasi, hal
tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 4.2.3.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-12

Gambar 4.2.3. Struktur Demografi

Pusat
Pengembangan

Pembagunan
Infrastruktur

Blue
Print

Pusat
Pengembangan
Baru

Faktor

pertimbangan

lain

adalah

bahwa

peta

pembangunan infrastruktur transportasi laut yang tidak


terlepas dari basis wilayah. Hal ini terbukti dengan
adanya disparitas wilayah antara KBI dan KTI yang
menimbulkan disparitas pelayanan transportasi laut
termasuk infrastruktur pendukungnya. Sehingga konsep
yang dikembangkan, harus berwawasan pembangunan
wilayah

regional

(sectoral-based

program

and

development). Konsep ini sejalan dengan UU. 32/2004


karena memberikan kewenangan pada daerah dalam
penyelenggaraan infrastruktur transportasi laut.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-13

Gambar 4.2.4. Perubahan Tahapan Peran Transportasi


Laut

In-Equilibrium
KTI

KBI

Infrastruktur
di K B I

In-Equilibrium

Infrastruktur
di K T I

Blue Print

Keterangan :
Insentif tinggi

Insentif sedang :

Globalisasi merupakan suatu faktor pertimbangan lain


dalam penyusunan blue print transportasi laut. Karena
dalam era globalisasi, infrastruktur dihadapkan pada
tuntutan kehandalan dan efisiensi, guna memperkuat
daya saing dalam world competitiveness.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-14

Gambar 4.2.5. Kondisi Lingkungan Strategis Global


Peringkat 26
Infrastruktur
Tahun 2002

Globalisasi

Peringkat 30
Infrastruktur
Tahun 2003

Jaringan
Globalisasi

Kenaikan
peringkat
Infrastruktur

Jaringan
Nasional

Blue Print

Tantangan pembangunan infrastruktur transportasi laut


menunjukkan bahwa dalam era globalisasi memiliki
kecenderungan bahwa dunia akan semakin menyatu
sehingga jaringan fisik dan pelayanan infrastruktur
merupakan sistem jaringan global. Oleh karena itu,
pembangunan

infrastruktur

transportasi

laut

harus

dapat mempertimbangkan keterkaitan antara jaringan


nasional dengan jaringan global dalam suatu rangkaian
kesinambungan pergerakan ekonomi yang handal dan
efesien. Dengan demikian, produk barang oleh jasa
transportasi laut harus memiliki kompatibilitas dan
komplementaritas yang tinggi sesuai dengan tuntutan
pasar global. Hal ini mengandung konsekuensi logis
karena isu kompatibilitas sangat terkait dengan jaringan
infrastruktur yang berbatasan dengan negara lain.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-15

Menurut studi ADB, kawasan Asia Tenggara harus


memiliki jaringan infrastruktur yang terintegrasi untuk
mendukung kerjasama ekonomi sub regional seperti
IMT-GT, BIMP-EAGA, AIDA dan AFTA. Globalisasi tidak
hanya memberikan harapan dan kesempatan untuk
menciptakan masyarakat yang makmur tetapi juga
memunculkan ancaman apabila negara tersebut belum
siap

dalam

Dengan

menghadapi

adanya

krisis

resiko

proses

ekonomi

globalisasi.

Indonesia

makin

beresiko terhadap gangguan eksternal (globalisasi).


Untuk

itu,

perlu

strategi

dalam

pengembangan

infrastuktur transportasi laut yang dijabarkan dalam


Cetak

Biru

sebagai

salah

satu

terobosan

bagi

pengembangan infrastruktur.

Pemerintah mempunyai keterbatasan dalam membiayai


pembanguan infrastruktur. Oleh karena itu, beban
tersebut tidak dapat dipikul sendiri oleh pemerintah.
Gambaran ini tercemin dari rasio investasi pemerintah
yang cenderung menurun, di mana persentase investasi
infrastruktur pemerintah terhadap PDB hanya 2,3%,
sehingga menimbulkan dampak terhadap pertumbuhan
public capital di bidang infrastruktur yang menjadi
lambat.

Belum

lagi

pada

sebagian

infrastruktur,

pemerintah masih bertanggung jawab terhadap masa


pemeliharaannya.

Sehingga

ke

depan

diperlukan

adanya perubahan sistem investasi transportasi laut.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-16

Gambar 4.2.6. Perubahan Tahapan Peran Transportasi Laut


Limited Budget of
Government
Infrastruktur
Transportasi
Laut

Demand
Transportasi
Laut

Peran
Swasta

Blue
Print

4.3. KONDISI YANG HENDAK DICAPAI


Kondisi

yang

komponen

hendak

transportasi

dicapai
laut

oleh

akan

masing-masing

dijabarkan

kembali

berdasarkan komponen penyelenggaraan transportasi laut.


4.3.1. Angkutan Laut
Permasalahan

angkutan

laut

yang

perlu

mendapat

perhatian adalah pelayaran asing yang ternyata sampai


sekarang sangat menguasai lalu lintas muatan nasional
(ekspor-impor), juga muatan antar pulau. Share (pangsa)
pelayaran asing untuk perdagangan luar negeri mencapai
95%, sedang pelayaran nasional hanya sebesar 5%. Ke
depan, kondisi ini diprediksi memiliki kecenderungan yang
semakin menurun.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-17

Gambar 4.3.1.1. Permasalahan Angkutan Laut

Pelayaran
Asing

Devisa
Asing

Muatan EskporImpor Nasional

Devisit jasa
Pengapalan

Devisa
Nasional

Pelayaran
Nasional

Melalui Cetak Biru diharapkan dapat diperoleh pemecahan


masalah,

seperti

mencari

terobosan

bagi

sumber

pendanaan angkutan laut, atau pemberian kemudahan


bagi angkutan laut nasional, agar dapat menjadikan
angkutan laut nasional sebagai tuan rumah di negeri
sendiri.

Pola yang perlu dikembangkan, secara ilustrasi dapat


digambarkan sebagai berikut:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-18

Gambar 4.3.1.2. Kondisi Angkutan Laut yang Diharapkan

Pembatasan

Devisa
Asing

Pelayaran
Asing

Muatan EksporImpor Nasional

Surplus jasa
Pengapalan

Devisa
Nasional

Pelayaran
Nasional

Pendanaan

Kebijakan
Kondusif

Dengan terwujudnya kondisi tersebut maka angkutan laut


dapat memberikan daya dorong yang berarti terhadap
pertumbuhan nilai tambah sektor ini, dan pada gilirannya
akan dapat memperbesar pertumbuhan ekonomi.
Demikian juga untuk angkutan laut penumpang, di mana
pertumbuhan

jumlah penumpang yang terus menurun

disebabkan turunnya tarif akibat persaingan transportasi


udara sehingga terjadi perpindahan penumpang dalam
jumlah yang signifikan dari angkutan laut ke angkutan

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-19

udara.

Secara

garis

besar

segmentasi

perpindahan

penumpang tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:


Gambar 4.3.1.3. Permasalahan Angkutan laut
Penumpang
Kondisi Masa lalu
Segmen
Transportasi Udara
Executive

Segmen
Transportasi Laut
Bisnis

Ekonomi

Kondisi Sekarang
Segmen Transportasi
Udara
Executive

Segmen
Transportasi Laut

Bisnis

Ekonomi

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-20

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi saat ini, maka


pertumbuhan penumpang angkutan laut cenderung negatif
dan sangat jauh dari pertumbuhan ekonomi nasional,
sehingga diperlukan stimulasi

untuk

mengurangi

gap

tersebut dalam program Cetak Biru Transportasi Laut ke


depan.
Stimulasi Cetak Biru untuk meningkatkan peran angkutan
laut penumpang diperkirakan sangat berat karena adanya
persaingan

dengan

moda

transportasi

udara

yang

cenderung semakin banyak dari segi jumlah dan memiliki


keunggulan yang lebih tinggi, baik tarif maupun waktu
tempuh dibandingkan dengan kapal penumpang angkutan
laut. Oleh karena itu, perencanaan dalam Cetak Biru
diharapkan mampu mendorong pertumbuhan pada masamasa mendatang secara signifikan.

4.3.2. Kepelabuhanan
Arah pengmbangan kepelabuhanan yang menjadi masalah
adalah bahwa sampai sekarang masih belum adanya hub
port yang berarti, yang dapat mengurangi ketergantungan
terhadap pelabuhan negara tetangga. Ketergantungan
terhadap

pelabuhan

negara

tetangga

mencapai

70%

muatan yang harus dilakukan bongkar muat di pelabuhan


negara tetangga untuk muatan dari ke Indonesia.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-21

Gambar 4.3.2.1. Permasalahan Bidang Kepelabuhanan


Devisa
Negara
tetangga
Penerimaan
Indonesia
<
Negara
tetangga

Negara
tetangga
Muatan EksporImpor Nasional

Devisa
Indonesia

Indonesia

Penyelesaian masalahnya adalah dengan membuat hub


port dan melaksanakan secara penuh dan konsisten dalam
Tatanan Kepelabuhanan Nasional serta komitmen yang
tinggi

terhadap

program-program

berkesinambungan,

baik

menengah,

jangka

maupun

jangka
panjang,

pendek,
sehingga

yang
jangka
dapat

diperoleh kondisi kepelabuhanan nasional yang efektif


dan efisien.

Adapun pola yang diharapkan dapat digambarkan sebagai


berikut:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-22

Gambar 4.3.2.2. Kondisi Kepelabuhanan Nasional yang


diharapkan

Devisa
Negara
tetangga

Negara
tetangga

Penerimaan
Indonesia
=
Negara
tetangga

Muatan EksporImpor Nasional

Devisa
Indonesia

Hub Port
Nasional

TKN

Di sisi lain, perlu pula diperhatikan efisiensi pelabuhan


melalui performansi dari 25 pelabuhan strategis yang saat
ini telah menangani sekitar 70% dari total muatan
nasional.

Gambaran dan posisi pelabuhan strategis yang terdapat di


seluruh Indonesia, dapat dilihat pada gambar berikut:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-23

Gambar 4.3.2.3. Pelabuhan Strategis di Indonesia

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-24

Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa hampir


keseluruhan pulau telah memiliki pelabuhan, seperti Pulau
Jawa terdapat 4 (empat) pelabuhan strategis, dan Pulau
Sumatera memiliki 7 (tujuh) pelabuhan strategis.

Pelabuhan Belawan dan Pelabuhan Dumai merupakan


pelabuhan dengan angka ekspor paling besar di Indonesia
karena potensi hinterland-nya sangat mendukung seperti
kelapa sawit, karet, dsb. Untuk pengembangan kedua
pelabuhan tersebut dibutuhkan keberadaan industri yang
dapat meningkatkan nilai tambah produk ekspor dalam
bentuk barang jadi atau setengah jadi. Di samping itu,
pada sisi Timur Selat Malaka terdapat wilayah Malaysia
yang relatif lebih maju sehingga terjadi kesenjangan. Oleh
karena itu pembangunan pelabuhan di sisi Barat Selat
Malaka harus menjadi prioritas untuk melayani angkutan
laut yang melalui selat tersebut.

Namun kondisi pelabuhan di luar Pulau Jawa tidak sama


dengan kondisi pelabuhan yang ada di Pulau Jawa, karena
pelabuhan di Pulau Jawa telah memiliki muatan yang pasti,
akibat tingkat konsumsi dan produksi yang tinggi.

Ketersediaan infrastruktur yang lebih baik di Pulau Jawa


serta

SDM

menyebabkan

yang
pola

memiliki

kompetensi

pembangunan

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

dan

yang

tinggi

pengembangan
4-25

pelabuhan di Pulau Jawa harus diintegrasikan dengan


kawasan

industri,

kawasan

ekonomi

khusus,

dan

sebagainya mengingat raw material berasal dari luar Pulau


Jawa

kemudian

ditransportasikan

melalui

pelabuhan,

diolah, diproduksi serta dipasarkan dalam bentuk jadi ke


luar

Pulau

Jawa

lagi.

Dengan

demikian

konsep

pembangunan pelabuhan di Pulau Jawa terutama untuk


lokasi baru lebih berorientasi pada self-generating port.

Dengan demikian, kapasitas pelabuhan strategis yang ada


di Pulau Jawa jauh lebih tinggi dari pada kapasitas
pelabuhan strategis di luar Pulau Jawa.

Berdasarkan

kondisi

tersebut,

diperlukan

penataan

terhadap strategi penentuan lokasi pelabuhan yang masih


belum efektif. Penyebaran lokasi pelabuhan yang tidak
efektif

tersebut

juga

disebabkan

karena

pada

kenyataannya potensi produksi memang tidak merata


secara

nasional,

merupakan
samping

sementara

pendorong

itu,

peran

terhadap

pembangunan

transportasi

sektor

pelabuhan

produksi.
juga

laut
Di

memiliki

ketergantungan dengan infrastruktur darat sebagai bagian


dari

jaringan

transportasi

pada

wilayah

hinterland.

Sekalipun demikian, lokasi pelabuhan yang ada cukup


antisipatif

terhadap

pengaruh

lingkungan

strategis,

sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-26

Tabel 4.3.2.1. Posisi Pelabuhan Strategis terhadap


Pengaruh Lingkungan Strategis

No

Faktor
Lingkungan
Strategis

1.

IMS

2.
3.
4.

BIMP-EAGA
IMT-GT
IndonesiaAustralia

Pelabuhan Strategis
Belawan,
Dumai,
Batam,
Lhokseumawe dan Tg. Pinang.
Bitung, Samarinda, Pontianak
Samarinda dan Balikpapan
Kupang, Benoa, Tg. Perak

Berdasarkan tabel tersebut, maka pemerintah menetapkan


Tatanan

Kepelabuhan

hierarki

perbedaan

Nasional

kapasitas,

yang

didasarkan

produksi,

dan

atas

kualitas

pelayanan serta daya dukung hinterland-nya.

Melalui pola Tatanan Kepelabuhan Nasional yang demikian,


ternyata kemampuan produksi untuk muatan general
cargo pada pelabuhan tersebut di bawah PT. Pelindo
mengalami pertumbuhan di bawah pertumbuhan ekonomi
nasional pada periode 2000-2003, sehingga bentuk Ships
Follow The Trade secara nasional masih belum terwujud.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-27

Gambar 4.3.2.4. Peta Tatanan Kepelabuhanan Nasional

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-28

Hal yang sama juga terjadi pada muatan peti kemas yang
sangat tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi,
sehingga cerminan Ships Follow The Trade secara nasional
tidak terpenuhi dengan baik. Untuk itu, dibutuhkan pula
suatu upaya untuk mendorong kelancaran arus petikemas.

Kondisi ini juga tidak terlepas dari masih terbatasnya


jumlah

pelabuhan

peti

kemas

di

Indonesia

yang

membutuhkan dukungan aksesibilitas menuju pelabuhan


melalui infrastruktur jalan ataupun rel kereta api. Pola
jaringan angkutan peti kemas dapat dilihat pada Gambar
4.3.2.5. di bawah ini.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-29

Gambar 4.3.2.5. Rute Pelayaran Kontainer

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-30

4.3.3. Keselamatan Pelayaran


Keselamatan pelayaran memiliki permasalahan tersendiri,
yaitu masih banyaknya kecelakaan kapal di perairan
Indonesia,

akibat

keterbatasan

berbagai

yang

masih

permasalahan

melingkupinya,

dan
seperti:

teknologi, kecukupan, keandalan, fasilitas keselamatan,


kemampuan

Sumber

Daya

Manusia

(SDM)

dan

sebagainya.

Gambar 4.3.3.1. Permasalahan Keselamatan Pelayaran

Teknologi
SDM
Tingginya
Angka
Kecelakaan
Efsisiensi
kelembagaan

Oleh

karena

meningkatkan

Kelembagaan

itu,
peran

perlu

dicari

suatu

keselamatan

solusi

pelayaran

untuk

terutama

dalam memperkecil terjadinya kecelakaan.

Pendekatan

penyelesaian

masalah

untuk

keselamatan

pelayaran adalah dengan mendorong sumberdaya manusia


agar

mampu

menguasai

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

dan

menjalankan

teknologi

4-31

keselamatan pelayaran, di samping itu perlu menyiapkan


pemenuhan

kebutuhan

keselamatan

pelayaran

secara

periodik, baik pembangunan maupun pemeliharaan melalui


Planned Maintenance System. Termasuk dalam hal ini
adalah dengan merancang kelembagaan satu atap sebagai
penanggung jawab keselamatan pelayaran.

Gambar 4.3.3.2. Kondisi Keselamatan Pelayaran yang


Diharapkan
Pendanaan
Teknologi
SDM
Penurunan
Angka
Kecelakaan
Kelembagaan

Manajemen
kelembagaan

Fungsi keselamatan pelayaran sangat menentukan dalam


penyelenggaraan

angkutan

laut

nasional.

Mengingat

Indonesia sebagai negara maritim dengan luas wilayah


dua pertiga merupakan perairan, menjadikan transportasi
laut sebagai tulang punggung yang perlu didukung oleh
aspek keselamatan pelayaran yang tangguh.

Di samping itu masalah keamanan pelayaran juga menjadi


isu strategis internasional yang berkembang akhir-akhir
ini. Pemberlakuan ketentuan mengenai keamanan di kapal
Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-32

dan fasilitas pelabuhan yang disebut International Ships


and Port facilities Security (ISPS) Code sejak tanggal 1 Juli
2004

menuntut

pembenahan

besar-besaran

serta

mendasar dalam rangka penerapannya di Indonesia.


Dalam kaitan ini, tiga pihak yang tidak dapat dilepaskan
dari

penyelenggaraan

keselamatan

pelayaran,

yaitu

regulator, provider dan user. Dibutuhkan sinergi di antara


ketiga pihak untuk mewujudkan transportasi laut yang
mengutamakan

keselamatan

dan

keamanan

berlayar.

Regulator harus mampu menyiapkan aturan-aturan yang


dapat mengantisipasi berbagai fenomena yang muncul.
Provider bertugas menyediakan sarana dan prasarana
transportasi laut sesuai dengan standar pelayanan secara
efektif dan efisien. User diharapkan dapat memahami
berbagai

prosedur

dan

ketentuan

terkait

dengan

keselamatan dan keamanan secara disiplin.

Mengacu

pada

studi

Maritime

Traffic

Safety

System

Development Plan yang dilakukan Japan International


Cooperation

Agency

pada

tahun

2002,

kondisi

keselamatan dan keamanan pelayaran di Indonesia dapat


direpresentasikan

dengan

pembagian

tingkat

resiko

navigasi berdasarkan wilayah perairan. Sebagai contoh,


Selat Malaka memiliki tingkat resiko keselamatan yang
tinggi ditinjau dari banyaknya kapal yang melintas. Laut
Natuna, Laut Sulawesi dan Laut Seram memiliki tingkat

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-33

resiko sedang, sementara Laut Banda memiliki tingkat


resiko keselamatan terendah. Pemetaan wilayah beresiko
tinggi untuk keselamatan pelayaran

dapat dilihat pada

gambar di bawah ini:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-34

Gambar 4.3.3.3. Pemetaan Daerah Beresiko Tinggi

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

4-35

BAB V
STRATEGI PENGEMBANGAN
TRANSPORTASI LAUT NASIONAL

Strategi

yang

transportasi

dibangun

laut

secara

dalam

garis

besar

mengembangkan
adalah

sebagai

berikut:

Penyediaan Kapasitas Transportasi Laut Nasional Yang


Cukup
Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam
Penyediaan

Kapasitas

Transportasi

Laut

Nasional,

antara lain:
-

Memprioritaskan

daerah-daerah

yang

gemuk

penumpang dan tetap memberikan pelayanan pada


rute kering (non-komersial) serta membuka rute
perintis
-

Mengoptimalkan pinjaman lunak

Meningkatkan partisipasi swasta

Memanfaatkan sumber-sumber pendanaan yang ada

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-1

Restrukturisasi Sub Sektor Transportasi Laut Nasional


Restrukturisasi

dilakukan

melalui

beberapa

pertimbangan sebagai berikut:


-

Memecah usaha menurut fungsi dan letak geografis


(vertikal dan horisontal)

Memperkenalkan kompetisi dan menerapkan secara


bertahap, agar dapat memberikan manfaat pada :

Pengguna Jasa dengan tarif rendah, banyak


pilihan, dan standar pelayanan yang lebih baik

Perusahaan

dengan upaya membuat inovasi

untuk mengembangkan produk jasa yang lebih


kompetitif;

Jaminan pasokan melalui sinyal harga yang


menarik bagi investasi baru, dan penyertaan
semua

pelaku

usaha

dalam

memberikan

jaminan terhadap kecukupan transportasi laut


nasional
5.1.

Strategi Berdasarkan Komponen

Setelah melihat strategi secara garis besar, selanjutnya


dilakukan
transportasi

penyusunan
laut

pada

strategi

penyediaan

masing-masing

jasa

komponen

dijelaskan sebagai berikut:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-2

5.1.1. Angkutan Laut :


Strategi pembangunan komponen angkutan laut adalah
untuk meningkatkan share pelayaran nasional. Untuk
angkutan laut niaga, strategi tersebut dapat dijelaskan
dalam gambar berikut.
Gambar 5.1.1.1. Pendekatan Peningkatan Share Muatan
Angkutan Laut Niaga

Share PPN rendah


Industri
Galangan

Pendanaan

Perbankan

Kepastian
Muatan
LKBB
Cabotage

Penciptaan
Iklim
Kondusif

Kontrak
Jangka
Panjang

Tax

Pembatasan
Plb Ekspor

Blue
Print

Insentif

Ratifikasi
Morgage
Law

Upaya yang diperlukan guna meningkatkan share muatan


pelayaran nasional yang dilakukan adalah melalui 3 (tiga)
kunci utama, yaitu :

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-3

Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif


Penciptaan iklim usaha dan investasi yang kondusif
antara lain dilakukan melalui regulasi terkait dengan
pemberian

kemudahan

perpajakan

serta

perbankan

penetapan

term

dan
of

fasilitas

trade

yang

berpihak kepada industri pelayaran nasional, sehingga


dapat

meningkatkan

kinerja

industri

pelayaran

di

Indonesia.
-

Pendanaan
Kebutuhan pendanaan bagi pengembangan angkutan
laut nasional diharapkan dapat diperoleh baik dari
lembaga

keuangan

bank

samping

kemampuan

maupun

industri

non-bank,

pelayaran

di

untuk

berkembang dengan hasil aktifitas usahanya sendiri.


Pemerintah dalam hal ini akan berperan sebagai
fasilitator

untuk

menjembatani

kesenjangan

pembiayaan yang ada melalui mekanisme seperti twostep loan dan berbagai skema pendanaan lainnya.
Minat lembaga keuangan untuk membiayai peremajaan
dan

pembangunan

tentunya

perlu

armada

didukung

oleh

pelayaran
iklim

nasional

usaha

yang

kondusif dan kepastian adanya muatan yang diangkut


oleh perusahaan pelayaran.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-4

Kepastian muatan
Kepastian muatan antara lain direalisasikan dalam
bentuk kontrak angkutan jangka panjang (multi years
contract) antara pemilik kapal dan pemilik barang.
Untuk itu melalui forum Informasi Muatan dan Ruang
Kapal (IMRK) akan didapatkan informasi secara terus
menerus mengenai ruang muat kapal dan ketersediaan
muatan

yang

siap

dikapalkan.

Di

samping

itu,

penerapan azas cabotage dan pembatasan jumlah


pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri
juga akan memberikan kemudahan bagi terciptanya
kepastian
nasional.

muatan
Pada

sisi

untuk

armada

angkutan

lain,

kepastian

muatan

laut
harus

didukung oleh tersedianya kapasitas armada nasional


yang cukup sehingga untuk itu diperlukan peningkatan
kapasitas produksi industri galangan kapal secara
nasional.
Sedangkan untuk angkutan laut perintis, strategi yang
hendak diterapkan, dapat dijelaskan dengan pendekatan
sebagaimana ditampilkan pada gambar berikut:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-5

Gambar 5.1.1.2. Pendekatan Peningkatan Pelayanan


Angkutan Laut Perintis
Daerah
Terbuka

Daerah
Terisolasi
Penyelenggaran
ALP
Daerah Non
Komersial

Daerah
Komersial

Kontrak Jangka
Panjang

141
pelabuhan

Embrio
armada
nasional

Angkutan
Non
Perintis

Pembangunan
kapal

Penyelenggaraan angkutan laut perintis dilakukan untuk


membuka daerah terisolasi dan daerah non-komersial.
Diharapkan melalui pelayanan angkutan laut perintis,
daerah yang terisolasi tersebut dapat terbuka sedangkan
untuk daerah yang non-komersial, lambat laun menjadi
daerah yang komersial sehingga pelayanan perintis tidak
diperlukan lagi dan digantikan oleh pelayaran komersial.
Penyelenggaraan angkutan laut perintis ke depan harus
dilakukan melalui kontrak jangka panjang (multiyears
contract) sehingga nantinya dapat diperoleh dana segar
bagi pengembangan armada kapal perintis baru yang
nantinya merupakan embrio bagi pengembangan armada
nasional. Kondisi rute pelayanan angkutan laut perintis
yang tersedia pada tahun 2005, dapat dilihat pada Gambar
5.1.1.3.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-6

Gambar 5.1.1.3. Rute Pelayaran Perintis

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-7

Sedangkan untuk pelayaran rakyat, perlu diterapkan


strategi sebagaimana gambar berikut:

Gambar 5.1.1.4. Strategi Pengembangan Pelayaran Rakyat

Aplikasi Teknologi
pada Kapal & Alat
Komunikasi

Utilitas Kapal

Kapal Kayu
Pengenalan
Jenis Kapal

Industri Pelayaran
Tradisional

Aplikasi Teknologi
Perkapalan

Pelayaran Rakyat
yang Efisien dan Berdaya Saing
Peningkatan Kemampuan
Penggunaan Teknologi &
Inovasi
Reposisi Area
Pelayanan

Pembangunan &
Peningkatan
Infrastruktur

Pengembangan Kapal &


Peralatan Pendukungnya
Serta Awak Kapal

Pelaut Berkualitas
Tinggi

Sistem
Manajemen

Kepemimpinan Yg Baik
Dan Jiwa Entrepreneur
Operator/Pemilik Kapal

Peningkatan Keahlian
Manajerial & Marketing

Manajemen &
Operasional Yang
Efisien

Institusi
Pendanaan

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-8

Berdasarkan
pengembangan

gambar

di

pelayaran

atas,
rakyat

maka

strategi

dilakukan

melalui

dilakukan

melalui

serangkaian strategi sebagai berikut:


-

Perbaikan Sistem Manajemen


Perbaikan

sistem

perbaikan

manejemen

peningkatan

manajemen

keahlian

operasional
manajerial

yang

dan

efisien,

peningkatan

kualitas.
-

Peningkatan teknologi perkapalan


Peningkatan teknologi perkapalan dilakukan dengan
penggunaan kapal kayu, utilitas kapal modern dan
pengenalan kapal.

Industri pelayaran tradisional


Dilakukan

melalui

institusi

pendanaan

dan

pembangunan infrastruktur.
-

Reposisi area pelayaran


Dilakukan dengan rerouting dan connecting dengan
pelayaran antar pulau serta identifikasi daerah-daerah
pelayanan baru.

Pemetaan jaringan pelayaran rakyat pada tahun 2005


dapat dilihat pada Gambar 5.1.1.5.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-9

Gambar 5.1.1.5. Rute Pelayaran Rakyat

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-10

Setelah membahas angkutan laut secara parsial, maka


keseluruhan

strategi

yang

dikembangkan

dalam

meningkatkan kapasitas armada angkutan laut nasional


adalah :

Merancang jenis kapal

yang tepat

untuk

daerah

operasi tertentu;

Mengoptimalkan

lembaga

pendanaan

baik

bank

maupun non bank;

Memberikan insentif yang wajar dalam iklim usaha


angkutan laut nasional;

Menyederhanakan

pemberian

fasilitas

pajak

bagi

usaha di bidang angkutan laut nasional;

Melakukan kontrak jangka panjang muatan antara


shippers dan ship owners yang dimulai oleh BUMN dan
perusahaan pelayaran nasional;

Membangun industri galangan secara bertahap dengan


jaminan kepastian muatan;

Mendorong perubahan term of trade sehingga ekspor


dapat

dilaksanakan

dengan

CIF

(Cost

Insurance

Freight) dan impor dapat dilaksanakan dengan FOB


(Freight on Board)

Membatasi pelabuhan yang terbuka untuk ekspor;

Melaksanakan azas cabotage secara penuh;

Melaksanakan pelayanan perintis secara efektif dan


sistematis;

Membangun

kapal

perintis

sebagai

embrio

pengembangan armada niaga nasional;


Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-11

Meninggalkan

rute

perintis

yang

mulai

bersifat

komersial;

Menyusun

rerouting

tahunan

sejalan

dengan

keberhasilan penyelenggaraan angkutan laut perintis;

Melakukan

monitoring

dan

evaluasi

terhadap

keberhasilan angkutan laut perintis secara periodik;

Melakukan kontrak jangka panjang angkutan laut


perintis dengan swasta untuk peremajaan armada;

Mengurangi
dengan

cara

subsidi

pemerintah

memperkuat

daya

secara

bertahap

saing

operator

angkutan laut perintis;

Mendorong pelayaran rakyat memanfaatkan teknologi


dan manajemen untuk penyelenggaraan yang efisien
dan efektif.

5.1.2. Kepelabuhanan.
Strategi pengembangan pelabuhan dilakukan melalui 2
(dua) pendekatan yakni pendekatan mikro dan makro.
Pendekatan mikro adalah strategi yang bersifat individual
port. Model ini dibentuk dengan melakukan optimasi
pelabuhan dengan memperhatikan keseimbangan supplydemand

yang

secara

kontinyu,

sehingga

secara

keseluruhan dapat ditentukan prioritas pengembangan


pelabuhan secara individu.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-12

Sedangkan secara makro adalah dengan melihat beban


jaringan

yang

kekuatan

kemudian

pasar

direfleksikan

dengan

dalam

bentuk

mempertimbangkan

faktor

lingkungan strategis dan pada akhirnya dapat dibangun


pola Tatanan Kepelabuhanan Nasional.
Kedua pendekatan tersebut dapat dijelaskan sebagaimana
tersaji pada Gambar 5.1.2.1.
Gambar 5.1.2.1. Pendekatan Penyusunan Cetak Biru
Kepelabuhanan
Tata Ruang Sektoral
antara lain :
Kepelabuhanan
Nasional

Individual
Port

Tata
Ruang
Industri

Nasional
Port

Produksi
Pelabuhan

Tata
Ruang
Pertanian

Optimasi
Pelabuhan

Beban
Jaringan

Kekuatan
Pasar

Peningkatan
Kapasitas
Pelabuhan

Prioritas
Pengembangan
Pelabuhan

Penataan
Kepelabuhanan
Nasional

Tata
Ruang
Kelautan

Tata Ruang
Perkebunan

Tata
Ruang
Kehutanan

Blue
Print

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-13

Berdasarkan

gambar

tersebut,

strategi

yang

harus

dikembangkan dalam meningkatkan pelayanan pelabuhan


laut nasional adalah:
- Mengkaji

ulang

dan

mengembangkan

indikator

kinerja operasional pelabuhan dengan menyusun


pedoman kinerja operasional untuk diterapkan pada
masing-masing pelabuhan;
- Merencanakan

secara

berkala

kebutuhan

pengembangan kapasitas pelabuhan yang tercantum


dalam Rencana Induk setiap pelabuhan;
- Merancang secara berkala prioritas pengembangan
fasilitas,

perangkat

lunak

maupun

SDM

kepelabuhanan sesuai Rencana Induk;


- Melakukan monitoring secara berkala terhadap hasil
pelayanan jasa kepelabuhanan melalui otomatisasi
sistem pelaporan;
- Menyusun

pedoman

teknis

pembangunan

dan

pengembangan pelabuhan untuk: (1)pembangunan


dan

pengembangan

fasilitas,

(3)monitoring

fasilitas,
kegiatan

(2)pemeliharaan
pembangunan,

(4)pengerukan dan reklamasi, (5)pengaturan lalulintas kapal serta (6)penyelenggaraan pelabuhan


khusus;
- Meningkatkan

manajemen

lalu-lintas

kapal

di

pelabuhan dengan teknologi informasi yang bersifat


real time;

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-14

- Melakukan kerjasama dengan sektor terkait dalam


mengantisipasi perkembangan pasar;
- Mengkaji kembali secara berkesinambungan pola
tatanan

kepelabuhanan

perkembangan

dan

nasional

sejalan

dengan

perubahan

kinerja

sektor

produksi.
Pendekatan

makro

dilakukan

melalui

strategi

pengembangan pelabuhan yang bersifat nasional, yaitu :


-

Pertama,

untuk

Pulau

Sumatera

dengan

Batam

sebagai hub international port karena memiliki letak


geografis relatif dekat dengan pelabuhan Singapura,
sehingga strategi yang dibangun adalah menetapkan
Pelabuhan

Batam

sebagai

komplementer

dari

Pelabuhan Singapura dan ke depan secara bertahap


dikembangkan sebagai hub international port.
Kandidat pelabuhan lain yang dapat diproyeksikan
sebagai hub internasional port adalah Belawan atau
Lhokseumawe terutama untuk melayani liquid/bulk
cargo.

Pelabuhan

lain

di

Pulau

Sumatera

akan

berperan sebagai feeder bagi Pelabuhan Batam.

Kedua, untuk Pulau Kalimantan, Pelabuhan Pontianak


dapat dikembangkan melalui peningkatan kapasitas
pelayanannya, dengan posisi sebagai international port
dan

diharapkan

Pelabuhan

nantinya

Batam.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

sebagai

Pengembangan

feeder

bagi

pelabuhan

5-15

Pontianak tersebut merupakan antisipasi terhadap


pengaruh BIMP-EAGA.
Sedangkan pada bagian Timur Pulau Kalimantan,
dipilih Pelabuhan Tarakan untuk dikembangkan sesuai
kapasitas pelayanannya, dan kandidat pelabuhan lain
yang dikembangkan adalah Pelabuhan Samarinda dan
Balikpapan sebagai international port.

Ketiga, untuk Pulau Sulawesi, Maluku dan Papua dapat


dikembangkan

Pelabuhan

Bitung

menjadi

hub

international port dan kandidat lain yaitu Pelabuhan


Ternate di Maluku Utara atau Jayapura di Papua.
Pelabuhan-pelabuhan

tersebut

diharapkan

dapat

berperan sebagai feeder bagi Pelabuhan Bitung.


Pertimbangan lain dalam mengembangkan Pelabuhan
Bitung sebagai hub international port didasarkan atas
kedekatan

letaknya

dengan

pasar

perairan

internasional yaitu Asia Pasifik dan antisipasi terhadap


BIMP-EAGA.

Keempat, pengembangan pelabuhan di Pulau Jawa


didasarkan atas peningkatan demand-nya, terutama
untuk

pelabuhan

baru

seperti

Bojonegara,

pengembangan harus terintegrasi dengan kegiatan


processing/industrial zone di sekitarnya.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-16

Kelima, Kepulauan Nusa Tenggara dan sekitarnya.


Pengembangan untuk pulau ini diarahkan pada wilayah
selatan dengan memproyeksikan pelabuhan Kupang
sebagai antisipasi perdagangan dengan Australia.

Berdasarkan

skenario

di

atas,

maka

pola

jaringan

transportasi laut ditetapkan sebagaimana tertera dalam


Gambar

5.1.2.2.

dengan

menyediakan

pusat-pusat

pengembangan regional.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-17

Gambar 5.1.2.2. Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi Laut

BIMPEAGA

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-18

Berdasarkan
diusulkan,

pola
maka

penyelenggaraan

jaringan

transportasi

diharapkan
transportasi

terjadi
laut,

laut

efisiensi

dengan

yang
bagi

gambaran

efisiensi sebagai berikut :


Tabel 5.1.2.1. Efisiensi Penyelengaraan Transportasi Laut
Melalui Bitung Sebagai Hub International Port
Pelabuhan

Sebelum

Sesudah

Asal

Pelabuhan Transhipment

Tujuan

Keterangan

Tujuan
Merauke

Singapura

Tg. Priok

Bitung

Jayapura

Singapura

Tg. Priok

Bitung

Ambon

Singapura

Tg. Priok

Bitung

Makassar

Singapura

Bitung

Ternate

Singapura

Tg. Perak
Tg. Priok
Tg. Perak

Ambon

Singapura

Tg. Perak

Bitung

Kendari

Singapura

Tg. Perak

Bitung

Pantoloan

Singapura

Tg. Perak

Bitung

Tarakan

Singapura

Tg. Perak

Bitung

Bontang

Singapura

Tg. Perak

Bitung

Samarinda

Singapura

Tg. Perak

Bitung

Balikpapan

Singapura

Tg. Perak

Bitung

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

Bitung

Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost

5-19

Tabel di atas menunjukkan adanya efisiensi jarak yang


berakibat

pada

menyiapkan

efisiensi

dan

transportation

menetapkan

Bitung

cost

dengan

sebagai

hub

international port yang ditujukan untuk menangkap pasar


muatan dari/ke Asia Pasifik.
Selanjutnya akan dijelaskan efisiensi yang terjadi dengan
menetapkan Batam sebagai hub international port. Untuk
keperluan tersebut, dapat dilihat Tabel 5.1.2.2
Tabel 5.1.2.2. Efisiensi Penyelengaraan Transportasi Laut
Melalui Batam Sebagai Hub International Port

Pelabuhan
Asal

Sebelum
Pelabuhan
Tujuan

Sesudah

Transhipment

Tujuan

Tg. Perak

Batam

Banjarmasin Singapura
Sampit

Singapura

Tg. Priok

Batam

Tg. Perak

Singapura

Tg. Priok

Batam

Tg. Emas

Singapura

Tg. Priok

Batam

Tg. Priok

Singapura

Batam

Belawan

Singapura

Batam

Teluk Bayur

Singapura

Belawan

Batam

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

Penjelasan

Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost
Efisiensi Jarak/
Transp. Cost

5-20

Tabel di atas menunjukkan adanya efisiensi baik jarak


tempuh maupun biaya dengan menetapkan Batam sebagai
hub international port, terutama dalam menangkap pasar
muatan dari dan ke Eropa.

Berdasarkan

kedua

keseluruhan

dengan

skenario

di

menetapkan

atas,

maka

secara

dan

Bitung

Batam

sebagai hub international port dapat diperoleh efisiensi


penyelenggaraan transportasi laut secara nasional.

5.1.3. Keselamatan Pelayaran.


Strategi yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan
keselamatan pelayaran nasional adalah :
- Memelihara kondisi alur pelayaran;
- Melakukan penataan terhadap zona keselamatan;
- Menentukan zona pengawasan keselamatan;
- Mendesain kebutuhan kapal-kapal patroli sesuai zona
pengawasan;
- Mendesain kecukupan dan keandalan SBNP;
- Mendesain

kebutuhan

pengembangan

teknologi

komunikasi pelayaran;
- Melakukan pengawasan terhadap kelaikan dan status
hukum kapal secara berkala;
- Memprogramkan

penilaian

aspek

teknis

dan

operasional terhadap armada pelayaran;

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-21

- Mengontrol pelaksanaan Planned Maintenance System


secara berkala;
- Melakukan pembinaan karier pengawakan;
- Melaksanakan pengawasan terhadap pencegahan dan
penanggulangan terjadinya pencemaran di laut;
- Meningkatkan

penjagaan

keamanan

di

laut

dan

perairan bandar.
Strategi

yang

akan

diterapkan

untuk

meningkatkan

keselamatan pelayaran nasional sebagaimana dijabarkan


di atas, dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 5.1.3.1. Pendekatan Penyusunan Cetak Biru
Keselamatan Pelayaran
Keselamatan
Pelayaran

Penataan
Zona
Keselamatan

Aspek Teknis
dan Operasi
Pemeliharaan
Alur

Sertifikasi
Pengawakan

Pembinaan
Karier
Pengawakan

Sertifikasi
Kapal

Pengawasan
Kelaikan dan
Status Hukum
Kapal

Planned
Maintenance
System

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

Penjagaan
Keamanan

Zona
Pengawasan

Pencegahan
Pencemaran
SBNP
Teknologi
Komunikasi

Blue
Print

5-22

5.2.

Strategi Sinergi Antar Komponen Transportasi


Laut

Di samping strategi yang disusun untuk masing-masing


komponen, juga perlu disusun strategi yang bersifat
sinergis antar komponen bagi pengembangan transportasi
laut.

Strategi

dimaksud

diwujudkan

dalam

bentuk

keterpaduan antara komponen angkutan laut dengan


kepelabuhanan, yang ditunjang dengan terselenggaranya
fungsi keselamatan pelayaran.
Secara terpadu, bentuk sinergi tersebut berupa :
-

Penerapan azas cabotage

Pembatasan pelabuhan ekspor (limited windows)

Penerapan azas cabotage dan pembatasan pelabuhan


ekspor dilakukan dalam kerangka waktu yang bersamaan
dengan penegakan keselamatan dan keamanan pelayaran,
sehingga tercipta keterpaduan yang dapat digambarkan
sebagai berikut:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-23

Gambar 5.2.1. Sinergi Antar Komponen Transportasi Laut


Cabotage
Principle

Kapasitas
Armada
Angkutan Laut
Nasional

Penegakan Keselamatan
dan Keamanan
Pelayaran

Peninjauan
pelabuhan yang
terbuka untuk
perdagangan luar
negeri

Pendanaan
Perwujudan
National
Transshipment
Port

Industri
Galangan Kapal
Nasional

Pemerintah
BUMN
Swasta

Gambar di atas menunjukkan strategi sinergi antara


penerapan azas cabotage dan pembatasan pelabuhan
ekspor yang didukung oleh peningkatan keselamatan dan
keamanan pelayaran.
Dalam penerapan azas cabotage diperlukan dukungan
pendanaan yang berasal dari pemerintah, BUMN dan
swasta guna memenuhi kebutuhan kapasitas armada
nasional

yang

peningkatan
sehingga

dilakukan

kapasitas

tercapai

secara
industri

keseimbangan

bersamaan
galangan
antara

dengan
nasional,

supply

dan

demand.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-24

Penerapan azas cabotage tidak dapat berjalan sendiri,


sehingga

diperlukan

keterpaduan

(sinergi)

dengan

dukungan adanya kepastian muatan melalui pembatasan


jumlah

pelabuhan

ekspor

dan

perwujudan

national

transshipment port. Diharapkan dengan memiliki national


transshipment

port,

maka

secara

bertahap

dapat

mengurangi ketergantungan terhadap pelabuhan negara


tetangga.
Secara

khusus

diperlukan

berbagai

langkah

guna

mewujudkan strategi tersebut, yaitu:

1) Azas Cabotage
Setelah

melihat

pelaksanaan

penjabaran

azas

cabotage

tersebut
perlu

di

atas,

dilakukan

maka
dengan

pentahapan sebagai berikut:


Pertama, dilihat dari perangkat hukum dalam
mendukung

pelaksanaan

azas

cabotage

harus

memenuhi ketentuan peraturan pelaksanaan yang


telah ditetapkan, namun dalam pelaksanaannya
masih dijumpai hambatan-hambatan operasional,
antara lain belum cukup tersedianya kapal-kapal
berbendera Indonesia.
Kedua, sangat diperlukan dukungan pendanaan
melalui lembaga keuangan, baik bank maupun non
bank, juga pemberian subsidi oleh pemerintah bagi
Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-25

pelaksanaan

peremajaan

menetapkan

regulasi

kapal-kapal
yang

dengan

memberikan

kemudahan untuk pelaksanaan peminjaman dana


dari luar negeri misalnya two step loan serta
pembebasan dari country risk/exchange risk.
Ketiga, perlu pemberian insentif fiskal melalui tarif
pajak, dan PPh atas capital gain sekitar 5 %
sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa negara
ASEAN.
Keempat,

pemberian

bantuan

kredit

untuk

pembelian kapal-kapal bekas dengan DWT sebesar


2.500-3.500 serta kemudahan pengurusan Surat
Keterangan

Bebas

Pajak

bagi

perusahaan

pelayaran nasional yang melakukan pembelian


kapal bekas dari luar negeri.
Tahapan

penerapan

berdasarkan
pemerintah

azas

kesepakatan
untuk

antara

sebagaimana

Instruksi

Presiden

telah

Nomor

berdasarkan

telah

ditetapkan

stakeholder

pemberdayaan

nasional
ditetapkan

cabotage

industri

pelayaran

diperintahkan
Tahun

roadmap

2005

dengan

dan

melalui

dan

telah

pentahapan

pelaksanaan sebagai berikut:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-26

Tabel 5.2.1. Roadmap Pelaksanaan Azas Cabotage Tahun 2005 2010

ROADMAP PELAKSANAAN AZAS CABOTAGE


ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN KOMODITI (2005-2010)

No

Pangsa Muatan (%)


2003

Pangsa Muatan (%)


2005

Pangsa Muatan (%)


2006

Pangsa Muatan (%)


2007

Pangsa Muatan (%)


2009

Pangsa Muatan (%)


2010

Kapal
Indonesia

Kapal
Asing

Kapal
Indonesia

Kapal
Asing

Kapal
Indonesia

Kapal
Asing

Kapal
Indonesia

Kapal
Asing

Kapal
Indonesia

Kapal
Asing

Kapal
Indonesia

Kapal
Asing

Komoditi

Oil/ Petroleum

39

61

40

60

40

60

60

40

90

10

100

General Cargo

64

36

100

100

100

100

100

Coal

40

60

60

40

60

40

75

25

95

100

Wood

100

100

100

100

100

100

Fertilizer

100

100

100

100

100

100

Cement

48

52

100

100

100

100

100

CPO

62

38

80

20

80

20

100

100

100

Rice

48

52

100

100

100

100

100

Mine and Quarry

23

77

40

60

40

60

100

100

100

10

Other grains

66

34

70

30

70

30

100

100

100

11

Other liquid

34

66

40

60

40

60

65

35

100

100

12

Agri grain

62

38

70

30

70

30

80

20

100

100

13

Fresh product

93

95

95

100

100

100

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-27

Tabel 5.2.2. Tahapan Implementasi Cabotage


No.

Periode

1.

Tahun 2005

2.

Tahun 2007

3.

Tahun 2009

4.

Tahun 2010

5.

01-01-2011

Komoditi
Barang umum yang tidak dimuat
dalam kontainer (General Cargo),
Kayu (Wood), Pupuk (Fertilizer),
Semen (Cement) dan Beras (Rice)
Barang umum yang tidak dimuat
dalam kontainer (General Cargo),
Kayu (Wood), Pupuk (Fertilizer),
Semen (Cement), Beras (Rice), CPO,
Mine and Quary, Other Grains dan
Fresh Product
Barang umum yang tidak dimuat
dalam kontainer (General Cargo),
Kayu (Wood), Pupuk (Fertilizer),
Semen (Cement), Beras (Rice), CPO,
Mine and Quary, Other Grains, Fresh
Product, Agri Grain dan Other Liquid
Barang umum yang tidak dimuat
dalam kontainer (General Cargo),
Kayu (Wood), Pupuk (Fertilizer),
Semen (Cement), Beras (Rice), CPO,
Mine and Quary, Other Grains, Fresh
Product, Agri Grain, Other Liquid,
Batubara (Coal) dan Oil and Gas
Pelaksanaan azas cabotage secara
penuh

Berdasarkan tabel di atas, pada periode tahun 2005 telah


dapat dilaksanakan azas cabotage untuk 5 (lima) komoditi,
tahun 2007 azas cabotage dapat dilaksanakan untuk 9
(sembilan) komoditi, tahun 2009 azas cabotage dapat
dilaksanakan untuk 11 (sebelas) komoditi dan pada akhir
tahun 2010 azas cabotage dapat dilaksanakan untuk 13
(tigabelas) komoditi. Dengan demikian pada awal Januari

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-28

2011 pelaksanaan azas cabotage secara penuh untuk


angkutan laut dalam negeri dapat dilaksanakan dengan
menggunakan kapal-kapal angkutan laut nasional.

2) Peninjauan

kembali

pelabuhan

yang

terbuka

untuk perdagangan luar negeri


Strategi

khusus

di

bidang

kepelabuhanan

untuk

mendukung azas cabotage perlu dilakukan peninjauan


kembali pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar
negeri. Untuk menjawab permasalahan tersebut, perlu
ditinjau

perangkat

hukum

yang

mendukung

sebagai

berikut :
Pertama, dalam UU No. 21 Tahun 1992 tentang
Pelayaran Pasal 21:
1) Kepelabuhanan

meliputi

berkaitan

dengan

pelabuhan

dan

segala

kegiatan

sesuatu

yang

penyelenggaraan

kegiatan

lainnya

dalam

melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang


kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu
lintas

kapal,

penumpang

dan/atau

barang,

keselamatan berlayar, serta tempat perpindahan


intra dan/atau antar moda.
2) Penyelenggaraan

pelabuhan

sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan secara


terkoordinasi antara kegiatan pemerintahan dan
kegiatan pelayanan jasa di pelabuhan.
Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-29

3) Pelaksanaan kegiatan pemerintah di pelabuhan


sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi
fungsi keselamatan pelayaran, bea dan cukai,
imigrasi,

karantina,

serta

keamanan

dan

ketertiban.
Kedua, dalam Pasal 31:
1) Untuk menunjang kelancaran perdagangan luar
negeri dapat ditetapkan pelabuhan terbuka bagi
perdagangan luar negeri.
2) Penetapan

pelabuhan

tersebut

berdasarkan

pertimbangan pertumbuhan dan pengembangan


ekonomi

daerah,

kemampuan

kepentingan

angkutan

pengembangan

pengembangan,
laut

ekonomi

nasional,

nasional,

serta

kepentingan nasional lainnya.


Berdasarkan ketentuan pengaturan sebagaimana tersebut
di atas telah ditetapkan pengaturan bagi pelabuhan yang
terbuka untuk perdagangan luar negeri, namun secara
jelas belum ditetapkan persyaratan pembukaan pelabuhan
yang

terbuka

untuk

perdagangan

luar

negeri

harus

memperoleh pertimbangan yang dikaitkan dengan Tatanan


Kepelabuhanan

Nasional.

Dalam

pengaturan

tersebut

hanya memuat penjelasan tentang tata cara pembukaan


pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri
antara lain sebagai berikut:
Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-30

Untuk menunjang perdagangan luar negeri perlu


ditetapkan

pelabuhan

yang

terbuka

untuk

perdagangan luar negeri;


Dalam pengelolaan pelabuhan dapat dilakukan
oleh pemerintah atau badan usaha tertentu dan
yang bersifat khusus oleh swasta;
Penetapan pelabuhan berdasarkan pertimbangan
pertumbuhan
daerah,

dan

pengembangan

kepentingan

kemampuan

pengembangan,

angkutan

pengembangan

ekonomi

laut

ekonomi

nasional,

nasional

serta

kepentingan nasional lainnya.

Selanjutnya dalam PP No.11 tahun 1983 jo PP No. 23


tahun 1985 didapat payung hukum, yang berisi antara
lain:
a. Penataan

pelabuhan

yang

diusahakan

oleh

PT

Pelabuhan Indonesia I s.d. IV dengan jumlah 110


pelabuhan.
b. Penataan pelabuhan yang tidak diusahakan.
c. Pembinaan teknis dan operasional kepelabuhanan
bagi pelabuhan khusus dan dermaga khusus.
d. Penataan pelabuhan untuk melayani bongkar muat
petikemas, meliputi:

Pelabuhan untuk menangani full container yaitu


Pelabuhan

Belawan,

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

Tanjung

Priok,

Tanjung
5-31

Perak, Tanjung Emas, Panjang dan Pontianak


serta Makassar.

Pelabuhan semi container yaitu di Teluk Bayur,


Panjang, Palembang, dan Banten.

Pelabuhan

yang

melayani

bongkar

muat

container secara konvensional yaitu pelabuhan


Dumai,

Cilacap,

Benoa,

Banjarmasin,

Balikpapan, Ambon dan Biak.

Penetapan pelabuhan terbuka bagi perdagangan


luar negeri dengan Surat Keputusan Bersama
antara Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan,
dan Menteri Perdagangan sebanyak 127 lokasi.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut telah terjadi


peningkatan pelabuhan terbuka menjadi 127 lokasi. Hal ini
menunjukkan meningkatnya pertumbuhan daerah dan
keperluan daerah untuk mengembangkan outlet tersebut.
Pada saat ini jumlah pelabuhan yang terbuka untuk
perdagangan luar negeri telah berkembang menjadi 141
pelabuhan dengan kecenderungan dari pemerintah daerah
untuk

membangun

pelabuhan di

wilayahnya

masing-

masing. Kondisi demikian akan mempersulit pemerintah


Indonesia untuk memiliki pelabuhan yang bertaraf hub
international (International Hub Port). Oleh karena itu,
perlu

pembatasan

perdagangan

luar

pelabuhan
negeri,

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

yang

terbuka

sebagaimana

yang

untuk
telah
5-32

diamanatkan di dalam Inpres No. 5 Tahun 2005 mengenai


penataan

kembali

pelabuhan

yang

terbuka

untuk

perdagangan luar negeri. Selanjutnya, hal tersebut juga


diamanatkan di dalam Kepres No. 54 Tahun 2002 jo
Kepres No. 24 Tahun 2005 tentang Percepatan arus
barang di pelabuhan serta Inpres No. 3 Tahun 2006
tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Ide
yang diusulkan adalah pembatasan pada 25 pelabuhan
strategis yang terbuka untuk perdagangan luar negeri
dalam menunjang kegiatan ekspor dan impor, serta secara
langsung dapat menangani kegiatan angkutan laut dalam
negeri sebesar kurang lebih 70% muatan nasional.
Melalui

pembatasan

pelabuhan

yang

terbuka

untuk

perdagangan luar negeri dari 141 pelabuhan menjadi 25


pelabuhan startegis yang terbuka untuk perdagangan luar
negeri, maka secara operasional Tatanan Kepelabuhanan
Nasional yang diharapkan akan cepat terwujud.

Dengan

pola

yang

diterapkan

saat

ini,

Tatanan

Kepelabuhanan Nasional akan tetap berada pada kondisi


sekarang dan tidak akan terjadi peningkatan hirarki
kepelabuhanan.
terbuka

untuk

Dengan

pembatasan

perdagangan

luar

pelabuhan

yang

negeri,

akan

memudahkan pengaturan dan pelaksanaan operasional


Tatanan Kepelabuhan Nasional. Sebagai ilustrasi dapat
dijelaskan sebagai berikut:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-33

Gambar 5.2.2. Pola Tatanan Kepelabuhanan Ke Depan

Hub
Internasional
Internasional

Nasional

Regional

Tatanan
Kepelabuhanan
Nasional Sekarang

Lokal

Hub
Internasional

Internasional

Demand

Nasional

Regional

Tatanan
Kepelabuhanan
Nasional Ke depan

Lokal

Rakyat

Perintis

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-34

Kondisi
Tatanan

ke

depan

adalah

Kepelabuhanan

model
Nasional,

pengembangan
dimana

dari

dilakukan

pengembangan kelas pelabuhan sesuai dengan standar


dari hirarki tersebut. Penjelasan pola dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 5.2.3. Pola Hirarki Peningkatan Pelabuhan
dalam Tatanan Kepelabuhanan Nasional

No.

Hirarki
Bawah

Atas

1.
Perintis

Pelra

2.
Pelra

3.

4.

5.

6.

Lokal

Lokal

Regional

Regional

Nasional

Nasional

Internasional

Internasional

Hub
Internasional

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

Strategi
Identifikasi
rute
perintis baru
Re-Routing perintis
Pengembangan
Pelabuhan Pelra
Identifikasi
rute
pelra baru
Re-Routing Pelra
Pengembangan plb
Lokal
Identifikasi
plb
Lokal baru
Pengembangan plb
Regional
Identifikasi
plb
regional baru
Pengembangan plb
nasional
Identifikasi
plb
nasional baru
Pengembangan plb
internasional
Identifikasi
plb
Internasional baru
Pengembangan Hub
Internasional
5-35

5.3.

Instrumen Kebijakan

Setelah

melakukan

keperluan

penyusunan

pembangunan

strategi

maka

untuk

sub

sektor

berkelanjutan

Transportasi Laut, disusun melalui 3 (tiga) Fokus Orientasi


Kebijakan Transportasi Laut atau Program Transportasi
Laut Nasional, yaitu :

Pengembangan Usaha Bisnis Transportasi Laut yang


meliputi sarana dan prasarana,

Peningkatan Penegakan Keselamatan dan Keamanan


Pelayaran Nasional,

Pengembangan

Sumber

Daya

Manusia

dan

Peningkatan Pelayanan kepada Masyarakat.


Pelaksanaan 3 (tiga) Fokus Orientasi tersebut dilakukan
melalui instrumen kebijakan sebagai berikut:

Legislasi (Policy-Reform)

Regulasi (Regulation- Frame Work Formulation)

Perpajakan

Pendanaan Pemerintah

Mekanisme Pasar

Kelima instrumen kebijakan tersebut dapat dijelaskan


sebagai berikut :
Policy Reform
Adalah

melakukan

reformasi

terhadap

kebijakan-

kebijakan yang telah berlangsung untuk kemudian

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-36

disempurnakan

berdasarkan

kondisi-kondisi

yang

berlaku sekarang dan ke depan.


Regulation
Merumuskan

kebijakan-kebijakan

baru

untuk

penyelesaian masalah-masalah transportasi laut yang


baru

dan

prediksi

permasalahan

kedepan

sebagai

antisipasi terhadap faktor lingkungan strategis.


Perpajakan
Melakukan kerjasama dengan instansi terkait, untuk
dapat

memformulasi

kemudahan-kemudahan

bagi

pengembangan transportasi laut, antara lain dalam


bentuk fasilitasi pajak.
Pendanaan Pemerintah
Mencari terobosan-terobosan baru dalam pendanaan
bagi

pengembangan

tersebut

dalam

kerangka

kerjasama yang saling menguntungkan antar pihak


terkait
Mekanisme Pasar
Mencari peluang-peluang pasar, bagi daerah yang akan
berkembang dan melakukan penetrasi pasar melalui
produk-produk pelayanan baru agar tercipta produk
transportasi laut yang bernilai tinggi.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-37

Melalui Strategi dan Instrumen kebijakan yang telah


dibangun, maka dapat disusun program pembangunan
transportasi laut baik untuk jangka menengah dan jangka
panjang.

5.4.

Program Utama Penyelenggaraan Transportasi


Laut

Program kerja utama transportasi laut meliputi aspek


kegiatan sebagai berikut:

Mengembangkan jaringan infrastruktur prasarana dan


sarana transportasi laut yang menjangkau seluruh
wilayah tanah air;

Meningkatkan pembangunan fasilitas pelabuhan dan


fasilitas keselamatan pelayaran di daerah terisolasi,
terpencil dan kawasan tertinggal;

Mengkaji ulang serta menyempurnakan peraturan,


sistem dan prosedur penyelenggaraan keamanan,
ketertiban

di

bidang

transportasi

laut

serta

pelaksanaan penyelidikan tindak pidana pelayaran.

Penyempurnaan peraturan perundang-undangan di


bidang transportasi laut dalam rangka pelaksanaan
Otonomi Daerah;

Meninjau kembali atau menyempurnakan peraturan


perundang-undangan

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

dan

kewenangan

dalam

5-38

kelembagaan

di

bidang

transportasi

laut

dengan

memperhatikan aspek demokrasi dan HAM;

Meninjau kembali atau menyempurnakan peraturan


perundang-undangan mengenai peluang investasi di
bidang transportasi laut sehingga terjamin kepastian
hukum dan kepastian usaha;

Meningkatkan

kerjasama

perundang-undangan
keamanan

dan

penegakan

di

bidang

ketertiban

peraturan

keselamatan,

transportasi

laut

pada

tingkat nasional dan internasional;

Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum


(law enforcement) di bidang transportasi laut;

Menerapkan

prinsip

good

governance

dalam

penyelenggaraan transportasi laut secara konsisten.

Meningkatkan

pangsa

nasional

untuk

baik

muatan
angkutan

armada
laut

pelayaran

dalam

negeri

maupun luar negeri;

Menciptakan sistem pentarifan dalam pelayanan jasa


transportasi laut yang fair dan transparan berdasarkan
prinsip

No

Service

No

Pay

dan

sesuai

tingkat

pelayanan (Level of Service) yang diberikan dan dalam


proses perumusannya melibatkan pihak-pihak terkait
sehingga menjamin kepastian hukum dan kepastian
usaha;

Menyusun kebijakan dan peluang investasi dalam


pembangunan prasarana dan sarana transportasi laut

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-39

yang terbuka untuk investasi swasta (private sector


direct investment);

Melakukan

penataan

jasa

operasional

transportasi

laut;

Meningkatkan aksesibilitas angkutan laut khususnya


untuk

angkutan

laut

perintis

dan

angkutan

laut

penumpang;

Meningkatkan kemampuan pelayaran rakyat melalui


aplikasi teknologi dan penerapan manajemen yang
efektif dan efisien;

Meningkatkan keselamatan dan kualitas pelayanan


prasarana, sarana dan jasa transportasi laut;

Meningkatkan kinerja operasional/kualitas pelayanan


prasarana dan sarana transportasi laut, termasuk
kinerja on-time performance;

Meningkatkan kualitas SDM dan manajemen termasuk


petugas operasional sarana, prasarana dan pelayanan
jasa transportasi laut yang handal dan berdaya saing;

Menyiapkan
transportasi

prasarana,
laut

yang

sarana

serta

pelayanan

memperhatikan

aspek

kemanusiaan bagi operator maupun pengguna jasa.

Sedangkan

program

pengembangan

transportasi

laut

berdasarkan komponen adalah sebagai berikut:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-40

1.

Angkutan Laut

Pendekatan program pengembangan angkutan laut, dapat


dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5.4.1. Pendekatan Program Industri Angkutan
Laut Domestik Nasional
Pemberdayaan Pelayaran Nasional

Pemberdayaan angkutan laut liner


dengan akselerasi penggunaan petikemas
Peningkatan daya saing armada curah
Reorganisasi angkutan penumpang antar
pulau
Pengembangan
jalur
pelayaran
pengumpan yang berkesinambungan
Peningkatan kemampuan pelayaran
rakyat
Evaluasi dan standarisasi pelayanan 25
pelabuhan strategis

Manajemen Usaha Pelayaran

Peningkatan manajemen usaha pelayaran


yang modern
Pengenalan konsep usaha konsultan
manajemen pelayaran
Program pelatihan manajerial

Prediksi Permintaan (Demand Forecast)

Aspek sosial-ekonomi, perkiraan permintaan penumpang


dan barang, kebutuhan armada pelayaran nasional

Kerangka Kerja Institusi

Institusi Finansial Pelayaran

Kebijakan promosi penanaman modal di


bidang pelayaran nasional
Kebijakan penawaran jasa pelayaran
antar pulau yang ekonomis dan
kompetitif
Kebijakan keselamatan pelayaran dan
perlindungan terhadap lingkungan hidup

Pengembangan jasa finansial perkapalan


yang bersifat komersial
Pengenalan
skema
pembiayaan
pembangunan kapal dengan dana
masyarakat

Industri Maritim Lainnya

Rencana distribusi penyebaran fasilitas perbaikan


kapal
Usaha mempersingkat proses perbaikan kapal
Perspektif industri pembangunan kapal

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-41

Dalam rangka menunjang otonomi daerah, dalam hal


terjadi pemekaran wilayah provinsi, wilayah kabupaten
dan kota, maka perlu ditampung antara lain kebutuhan
daerah untuk menyiapkan angkutan laut yang memadai.
Dalam rangka pemberdayaan serta pengembangan pulaupulau kecil terpencil yang berbatasan dengan wilayah
negara tetangga, maka diperlukan sarana transportasi laut
yang secara reguler/tetap dan teratur melayari daerah
tersebut.
Dari aspek politis, maka perlu disiapkan infrastruktur
angkutan laut perintis yang lebih memadai dan manusiawi
serta sarana dan prasarana penunjang angkutan laut
dalam

rangka

pemersatu

Negara

Kesatuan

Republik

Indonesia.
Dari

aspek

pertumbuhan
pemerataan
keseluruh

ekonomis,

dalam

perekonomian
hasil-hasil

wilayah

NKRI,

rangka

wilayah

pembangunan
maka

perlu

menunjang
serta

dan

untuk
distribusi

ditata

kembali

jaringan trayek angkutan laut perintis serta penempatan


armada perintis yang memadai, disesuaikan dengan situasi
dan kondisi wilayah.
Dari aspek sosial budaya, antara lain dalam rangka
penyebaran

kebudayaan,

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

pendidikan

dan

pelayanan

5-42

kesehatan antar wilayah yang telah berkembang dan


wilayah yang belum berkembang, diperlukan transportasi
laut

yang

kemampuan

memadai

serta

masyarakat,

dapat

dalam

dijangkau

memanfaatkan

oleh
dan

menikmati sarana transportasi laut tersebut.


Dalam

rangka

membuka

daerah-daerah

yang

masih

terisolasi dan menghubungkan daerah tertinggal dengan


daerah yang lebih maju, sampai dengan tahun 2010 masih
dibutuhkan

peningkatan

jumlah

rute

perintis

yang

disesuaikan dengan kemampuan pendanaan yang ada.


Walaupun demikian, dalam jangka panjang angkutan laut
perintis diarahkan untuk dapat merangsang pertumbuhan
ekonomi di wilayah yang dilayaninya sehingga dapat
berkembang menjadi rute komersial.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-43

Tabel 5.4.1. Rencana Kebutuhan Trayek Angkutan Laut Perintis Tahun 2006-2010

No.

Uraian

Rencana Master Trayek


TA. 2006

TA. 2007

TA. 2008

TA. 2009

TA. 2010

Kapal

52

58

64

70

76

- Pangkal

25

27

29

29

31

- Singgah

369

419

460

490

505

Frekwensi

1.118

1.298

1.478

1.613

1.793

Penempatan Kapal :
- Kawasan Barat

11

11

15

- Kawasan Timur

44

49

53

59

61

48

54

59

65

71

* Kapal Negara

12

14

16

19

22

* Kapal Swasta

36

40

43

46

49

Pelaksana :
- PT. Pelni (BUMN)
- Swasta :

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-44

2.

Kepelabuhanan

Melalui strategi pengembangan pelabuhan, maka dapat


disusun

pembangunan

sehingga

pada

menimbulkan

25

pelabuhan

efisiensi

strategis

pembiayaan

pembangunan pelabuhan dan rencana pengembangan


jangka menengah dan panjang, sebagaimana tersaji pada
tabel berikut.
Tabel 5.4.2. Pembangunan 25 Pelabuhan Strategis
No.

Pelabuhan

1.

Batam

2.
3.

Lhokseumawe
Belawan

4.

Tanjung Pinang

5.

Dumai

6.

Pekanbaru

7.

Teluk Bayur

8.

Palembang

Master Plan Pengembangan


2005-2009

2009-2024

Konversi
sebagian
dari
dermaga
konvensional
menjadi dermaga
petikemas sesuai
kebutuhan
Tetap
Pengembangan
dermaga

Perwujudan hub
international
(prioritas utama)

Tetap
Perwujudan
kandidat
hub
internasional
Perpanjangan
Perpanjangan
dermaga (540m lebih
lanjut
sampai 800m)
sampai 1,200 m
Pengembangan
Pengembangan
sesuai demand
dengan container
crane
Pengembangan
Relokasi
sesuai demand
pelabuhan
Pengembangan
Perpanjangan
sesuai demand
500m
dan
penambahan
crane
Pengembangan
Pengembangan
sesuai demand
sesuai demand

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-45

No.
9.

Pelabuhan
Panjang

10.

Tanjung Priok

11.

Bojonegara

12.

Pontianak

13.

Tanjung Emas

14.

Tanjung Perak

15.
16.

Benoa
Tenau/Kupang

17.

Banjarmasin

18.

Samarinda

19.

Balikpapan

Master Plan Pengembangan


2005-2009

2009-2024

Dibutuhkan crane
dan
joint
use
dengan terminal
internasional
Konversi
dermaga
konvensional
(1.400m)
menjadi dermaga
petikemas
Operasional
dermaga
petikemas
Pengembangan
sesuai demand

Perpanjangan
dermaga sampai
dengan 750m
Konversi
dermaga
konvensional
lebih lanjut
Sebagai
Self
Generating Port

Perpanjangan
dermaga sampai
dengan 750m
Tetap
Perpanjangan
dermaga sampai
dengan 500m
Konversi
Perpanjangan
dermaga
tambahan untuk
konvensional
dermaga
(450m) menjadi kontainer
ke
dermaga
konvensional
petikemas
Sesuai demand
Sesuai demand
Sesuai demand
Pengembangan
international port
Pengembangan
Pengembangan
sesuai demand
full container
Perpanjangan
Perpanjangan
dermaga (837m lebih
lanjut
sampai 2.100m)
sampai 3.100m
Sesuai demand
Perpanjangan
dermaga
petikemas (590m
sampai
750m)
dengan crane

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-46

No.

Master Plan Pengembangan

Pelabuhan

20.

Bitung

21.

Makassar

22.
23.

Ambon
Jayapura

24.

Biak

25.

Sorong

2005-2009

2009-2024

Sesuai
demand
dan
persiapan
hub international
port
Perpanjangan
dermaga
(2.420m sampai
3.500m)
Sesuai demand
Perpanjangan
dermaga (303m
sampai 530m)
Sesuai demand

Perwujudan hub
international port
Perpanjangan
lebih
lanjut
sampai 5.300m

Semi container
Perpanjangan
lebih
lanjut
sampai 890m)
Perpanjangan
lebih
lanjut
sampai 890m
Perpanjangan
Perpanjangan
dermaga (280m lebih
lanjut
sampai 500m)
sampai 800m

Secara lebih rinci, rencana pembangunan dan rehabilitasi


fasilitas pelabuhan sebagaimana dijelaskan pada tabel
berikut:
Tabel 5.4.3. Rencana Pembangunan dan Rehabilitasi
Fasilitas Pelabuhan Tahun 2005-2009
Rp. Milyar
TAHUNAN
Sasaran
Panjang
Dermaga
(m)

2005

2006

2007

2008

Keterangan

2009

Panjang
Dermaga
(m)

BIAYA

Panjang
Dermaga
(m)

BIAYA

Panjang
Dermaga
(m)

BIAYA

Panjang
Dermaga
(m)

BIAYA

Panjang
Dermaga
(m)

BIAYA

7618,1

1176,0

195,5

1234,8

224,8

1296,5

258,5

1361,4

297,3

1429,4

341,9

Pembangunan
Faspel

2142,6

330,8

63,3

347,3

72,7

364,7

83,6

382,9

96,2

402,0

110,6

Rehabilitasi
Faspel

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-47

3.

Keselamatan Pelayaran

Pembangunan

keselamatan

dan

keamanan

pelayaran

dapat dijelaskan berdasarkan tabel di bawah ini:

Tabel 5.4.4. Pembangunan Kebijakan dan Manajemen


Keselamatan Pelayaran
No.

Uraian

Jangka

Jangka

Pendek

Panjang

1.

Melakukan
penataan Pelaksanaan
terhadap
zona
keselamatan;

Monitoring

2.

Menentukan
pengawasan
keselamatan;

zona Pelaksanaan

Monitoring

3.

Mendesain
kebutuhan Pelaksanaan
kapal-kapal
patroli
sesuai
zona
pengawasan;

Monitoring

4.

Mendesain
kebutuhan Pelaksanaan
dan keandalan Sarana
Bantu
Navigasi
Pelayaran (SBNP) dan
Sarana Telekomunikasi
Pelayaran;

Monitoring

5.

Mendesain
kebutuhan Pelaksanaan
pengembangan
teknologi satelit dan
komunikasi;

Pelaksanaan
dan
Monitoring

6.

Memprogramkan
Pelaksanaan
penilaian aspek teknis

Monitoring

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-48

No.

Uraian
dan
terhadap
pelayaran;

Jangka

Jangka

Pendek

Panjang

operasional
armada

7.

Melakukan
berkala
audit
kapal;

secara Penyusunan
mutu Standar

Monitoring

8.

Mengontrol
Planned Penyusunan
Maintenance
System Pedoman
secara berkala;

Monitoring

9.

Melakukan pembinaan Penyusunan Monitoring


karier pengawakan.
master plan
Kepegawaian
Peningkatan
Pelaksanaan Monitoring
pembangunan fasilitas
pelabuhan dan fasilitas
keselamatan pelayaran
di
daerah
terisolasi,
terpencil,
kawasan
tertinggal dan pulaupulau terluar RI

10.

11. Mengkaji
ulang
dan Pelaksanaan
menyempurnakan
peraturan, sistem dan
prosedur
penyelengaraan
keamanan, ketertiban di
bidang transportasi laut
serta
pelaksanaan
penyelidikan
tindak
pidana pelayaran

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

Monitoring

5-49

No.

Uraian

Jangka

Jangka

Pendek

Panjang

12. Meningkatkan kerjasama Pelaksanaan


penegakan
peraturan
perundang-undangan di
bidang
keselamatan,
keamanan
dan
ketertiban
transportasi
laut
pada
tingkat
nasional
dan
internasional

Monitoring

13. Meningkatkan
Pelaksanaan
pengawasan
dan
penegakan hukum (law
enforcement) di bidang
transportasi laut

Monitoring

14. Mengevaluasi,
Pelaksanaan
mendesain, melakukan
penataan
dan
monitoring
alur
pelayaran

Monitoring

15. Memprogramkan
Studi
& Pelaksanaan
pengembangan
Pelaksanaan & Monitoring
teknologi SBNP, SROP
serta
fasilitas
Pemantauan
dan
Pengendalian jarak jauh

Melalui pembangunan kebijakan manajemen keselamatan


dan

keamanan,

pembangunan

selanjutnya

keselamatan

dapat

disusun

pelayaran

dalam

rencana
jangka

panjang sebagai berikut :

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-50

Tabel 5.4.5. Pembangunan Sarana Prasarana Kenavigasian


NO PROGRAM

KEGIATAN

1.

Pengembangan dan
a.
Peningkatan Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran
b.
c.

Rehabilitasi &
Replacement SBNP
Pembangunan SBNP
Pengembangan
Teknologi SBNP
d. Evaluasi, Desain,
Penataan & Monitoring
Alur Pelayaran
e. Peningkatan SDM di
bidang Survey,
Teknologi dan Teknis
SBNP
f. Penyusunan Stndar
dan Kriteria
Pembangunan SBNP

2.

Pengembangan dan
Peningkatan Sarana
Telekomunikasi Pelayaran

3.

Pengembangan dan
a. Rehabilitasi &
Peningkatan Kapal Negara
Rekondisi Kapal
Kenavigasian
Negara Kenavigasian

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

a. Rehabilitasi /
Peningkatan Gedung
dan Peralatan SROP
b. Pembangunan SROP
GMDSS
c. Pengembangan VTIS
dan VTMS, diantaranya
pada lokasi Alur Laut
Kepulauan Indonesia
(ALKI)
d. Peningkatan SDM di
bidang Teknologi dan
Telekomunikasi
Pelayaran

5-51

NO PROGRAM

KEGIATAN
b. Scrapping Kapal
Negara Kenavigasian
c. Relokasi Pangkalan
Kapal Negara
Kenavigasian
d. Pembangunan Kapal
Negara Kenavigasian.
e. Pemutahiran Izajah
Pelaut Kenavigasian
dan Peningkatan SDM.

4.

Pengembangan dan
Peningkatan Fasilitas
Pangkalan Kenavigasian

a. Rehabilitasi &
Peningkatan Fasilitas
Pangkalan
Kenavigasian
b. Pembangunan Fasilitas
Pangkalan
Kenavigasian
c. Pengadaan Peralatan
Bengkel Kenavigasian,
Alat Angkat & Alat
Angkut.
d. Peningkatan SDM di
bidang Teknologi dan
Perbengkelan.

5.

Pengembangan dan
Peningkatan Pembinaan
serta Ketatausahaan
Kenavigasian

a. Monitoring Kegiatan
Kenavigasian
b. Pembinaan SDM
Kenavigasian.
c. Pengembangan
kapasitas
kelembagaan dan
kompetensi SDM.
d. Pembinaan asset dan
Inventarisenavigasian

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-52

NO PROGRAM

KEGIATAN
e. Penyusunan dan
Pengembangan
Program Kenavigasian
f. Pembinaan Jaringan
dan Penyediaan
Database Kenavigasian
g. Penyusunan konsep
peraturan
perundangan dan
sosialisasi peraturan
perundangan di bidang
Kenavigasian

Pembangunan Sarana Prasarana Kenavigasian mempunyai


tolok ukur yang dinamis yang senantiasa mengacu pada
pertumbuhan serta perkembangan yang ada. Oleh karena
itu kebutuhan, perencanaan dan program pengembangan
kenavigasian

selalau

dipengaruhi

oleh

faktor-faktor

sebagai berikut :
a.

Public Demand
Adanya

kebutuhan

yang

pertumbuhan/perubahan

diakibatkan

lalu-lintas

pelayaran

oleh
dan

kepelabuhanan.
b. Geografis / Nautis
Kebutuhan fasilitas kenavigasian ditinjau berdasarkan
aspek goegrafis, nautis dan keselamatan pelayaran.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-53

c.

Lingkungan Strategis, Politis dan Hankam


Kebutuhan

fasilitas

kenavigasian

untuk

mengakomodasi isu-isu dan perubahan lingkungan


strategis yang ada.
d. Perkembangan Teknologi
Perlunya peningkatan fasilitas kenavigasian sesuai
dengan

perkembangan

kompatibel

dengan

teknologi

teknologi

aktual

yang

sehingga

digunakan

di

seluruh dunia.
e.

Mandatory
Adanya

kebutuhan

fasilitas

kenavigasian

pengembangan/peningkatan
dalam

rangka

memenuhi

konvensi, peraturan, ketentuan dan/atau rekomendasi


internasional melalui badan yang kompeten di bidang
pelayaran dan keselamatan pelayaran seperti IMO,
IALA dan ITU.
Berdasarkan aspek geografis dan kondisi existing lalulintas

pelayaran

di

perairan

Indonesia

serta

kondisi

existing fasilitas kenavigasian yang ada, pengembangan


sarana dan prasarana kenavigasian diprogramkan sebagai
berikut :

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-54

Tabel 5.4.6. Rencana Pembangunan Kenavigasian Jangka Panjang

2020

2019

2018

2017

2016

2015

2014

2013

2012

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

PROGRAM

2003

NO

2002

TAHUN
VOLUME

A. SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN


1. Rehabilitasi SBNP

330

Unit

2. Pembangunan SBNP

763

Unit

3. Pembangunan Stasiun DGPS & Monitoring Center

16

Stasiun

4. Rehabilitasi & Peningkatan Radar Beacon

50

Unit

1. Pembangunan Vessel Traffic System (VTS)

18

Stasiun

2. Pembangunan Stasiun GMDSS

82

System

3. Pembangunan Ship Reporting System

81

Stasiun

B. SARANA TELEKOMUNIKASI PELAYARAN

4. Peningkatan Fasilittas Telekomunikasi Pelayaran


C.

Paket

KAPAL NEGARA KENAVIGASIAN


1. Pembangunan Kapal Negara Kenavigasian

35

Unit

2. Rehabilitasi Kapal Negara Kenavigasian

33

Unit

15

Unit

2. Peningkatan Taman Pelampung

Unit

3. Pembangunan Gudang Terbuka

20

Unit

4. Peningkatan Gudang Terbuka

Unit

5. Peningkatan Gedung Bengkel

15

Unit

6. Pembangunan Gedung Bengkel

20

Unit

D. FASILITAS PANGKALAN KENAVIGASIAN


1. Pembangunan Taman Pelampung

7. Pembangunan Gudang Tertutup


8. Pembangunan Dermaga Kenavigasian
9. Peningkatan Dermaga Kenavigasian

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

Unit

10

Unit

Unit

5-55

Beberapa lokasi VTS yang perlu segera dibangun pada


lokasi ALKI-1 adalah di Selat Karimata dan Selat Sunda,
sedangkan pada ALKI-2 perlu dibangun VTS pada Selat
Makassar dan Selat Lombok. Disamping itu juga perlu
dibangun VTS di sepanjang Selat Malaka pada lokasi
Tanjung

Medang,

Bengkalis,

Tanjung

Balai

Karimun,

Batam dan Tanjung Berakit.


Tabel 5.4.7. Program Jangka Panjang Scrapping, Rekondisi
dan Pengadaan Baru Kapal Negara Kenavigasian
BANGUN
JENIS
ARMADA ARMADA
SCRAPPING REKONDISI
BARU
KAPAL
2002
2020
SURVEY
1
1
1
VESSEL
BUOY
6
9
2
6
5
TENDER
AIDS
56
29
36
19
9
TENDER
INSPECTION
12
24
9
7
21
BOAT
TOTAL
75
63
47
33
35

Tabel 5.4.8. Pembangunan Sarana dan Prasarana


Penjagaan Laut dan Pantai
NO
1.

PROGRAM
Rehabilitasi dan
Pemeliharaan Prasarana
dan Sarana Penjagaan
Laut dan Pantai

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

KEGIATAN
Pembangunan fasilitas
penjagaan laut dan pantai,
antara lain:
- Dermaga
- Gudang kantor
- Rumah/asrama
- Pembersihan kolam dan alur
pelayaran dari gangguan/
rintangan bawah air

5-56

2.

Peningkatan dan
Pembangunan Prasarana
serta Sarana Penjagaan
Laut dan Pantai

Pembangunan dan
rehabilitasi kapal penjagaan
laut dan pantai
Pembangunan dermaga
Pembangunan lapangan
tembak
Pembangunan kapal
penjagaan laut dan pantai
Pembangunan gedung
kantor
Pengadaan peralatan SAR
Pengadaan peralatan
penanggulangan
pencemaran

Tabel 5.4.9. Pembangunan Sarana dan Prasarana


Kelaiklautan Kapal
NO

PROGRAM

1.

Pemeliharaan dan
Peningkatan Sistem
Database Kepelautan

2.

Peningkatan dan
Pembangunan Sarana
dan Prasarana Penunjang
Kelaiklautan

KEGIATAN
Pembangunan
sistem
dan
jaringan dokumen kepelautan
dalam
rangka
penerbitan
Seafarer
Identification
Document (SID)
- Pembangunan Kapal Marine
Surveyor
- Rehabilitasi Kapal Marine
Surveyor
- Pengadaan
alat-alat
fungsional
Kelaiklautan
Kapal

4. Sumber Daya Manusia


Melalui rencana pembangunan jangka panjang, maka
disusun

pengembangan

Sumber

Daya

Manusia

Transportasi Laut, sebagaimana penjelasan berikut:

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-57

Tabel 5.4.10. Kegiatan Pengembangan Sumber Daya


Manusia
PROGRAM
Pengembangan
Kapasitas
Kelembagaan dan
Kompetensi SDM

KEGIATAN
-

Meningkatkan kemampuan dan


kompetensi
SDM
bidang
Perhubungan Laut
Mengembangkan
standar
kompetensi SDM
Melakukan
penataan
sistem
rekruitmen yang kondusif
Mengembangkan
sistem
dan
lembaga
peningkatan
keterampilan SDM
Mengembangkan
kemampuan
komunikasi (Bahasa Inggris dan
Teknologi Informasi)
Mengembangkan
budaya
meriktoraksi dan career planning
Mengembangkan
jabatan
fungsional
Mengembangkan e-Government
di lingkungan Ditjen Hubla
Melakukan penataan organisasi
Melakukan penataan sistem dan
prosedur kelembagaan
Mengembangkan
budaya
pelayanan prima
Mengembangkan pusat informasi
dan kehumasan

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-58

5.5.

Untuk

Pendanaan

melaksanakan

program-program

yang

tertuang

dalam Cetak Biru ini, dibutuhkan pendanaan yang dapat


diperoleh dari investasi pemerintah melalui APBN/APBD
murni dan Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) serta
sumber-sumber dana lain yang memungkinkan. Partisipasi
BUMN, BUMD dan investor swasta juga perlu ditingkatkan
karena terbatasnya anggaran pemerintah.

Melalui program dan ketersediaan dana untuk memenuhi


kebutuhan investasi tersebut, maka kinerja transportasi
laut

ke

depan

diharapkan

dapat

meningkat

secara

signifikan.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

5-59

BAB VI
PENUTUP
1. Perubahan kondisi sosial dan ekonomi di masa depan
diprediksi akan berlangsung secara signifikan, sehingga
perlu

diantisipasi

dengan

peningkatan

kemampuan

kapasitas transportasi laut, agar dapat memberikan


pelayanan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat.

2. Dalam jangka pendek dan menengah, transportasi laut


harus membenahi kekurangan atau kendala yang masih
menghambat
sebagai

dalam

upaya

pemberian

mengantisipasi

pelayanan

tuntutan

prima,

masyarakat

yang semakin tinggi.

3. Seiring dengan pembenahan berbagai kekurangan yang


saat ini dirasakan masih menghambat, transportasi laut
juga harus mampu mengantisipasi berbagai kebutuhan
yang terus meningkat secara pesat di masa mendatang.

4. Komponen angkutan laut dan kepelabuhanan perlu


dikelola secara efektif dan efisien agar memiliki daya
saing

yang

handal,

khususnya

dalam

menghadapi

kompetisi pada era globalisasi.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

6-1

5. Dibutuhkan sinergi antara komponen angkutan laut dan


kepelabuhanan yang didukung oleh fungsi keselamatan
pelayaran dalam rangka mempercepat realisasi azas
cabotage, khususnya dikaitkan dengan kepentingan
nasional Indonesia sebagai negara maritim.

6. Dalam rangka akselerasi pembangunan infrastruktur


transportasi laut, dibutuhkan peningkatan partisipasi
pihak swasta melalui penciptaan iklim usaha yang
kondusif.

7. Perlu

disusun

skala

prioritas

dalam

pembangunan

sarana dan prasarana keselamatan pelayaran agar


penyelenggaraan fungsi tersebut dapat berjalan lebih
efektif.

8. Peningkatan

kualitas

Sumber

Daya

Manusia

harus

dilaksanakan secara tepat dan konsisten agar mampu


mewujudkan penyelenggaraan transportasi laut yang
efektif dan efisien.

Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

6-2

BAGIAN PERENCANAAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
copyright 2006

Você também pode gostar